• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Zat Warna Hijau Daun Katuk (Sauropus androgynus Merr.) Sebagai Pewarna Tablet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Isolasi Zat Warna Hijau Daun Katuk (Sauropus androgynus Merr.) Sebagai Pewarna Tablet"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI ZAT WARNA HIJAU DAUN KATUK (Sauropus androgynus Merr.) SEBAGAI PEWARNA TABLET

SKRIPSI

OLEH :

JON FRIKSON LUMBAN GAOL NIM : 060804055

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2011

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

JON FRIKSON LUMBAN GAOL NIM : 060804055

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2011

LEMBAR PENGESAHAN

(3)

OLEH:

JON FRIKSON LUMBAN GAOL NIM : 060804055

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : Januari 2011

Pembimbing I Panitia Penguji

Drs. Awaluddin Saragih M.Si, Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt. NIP. 195008221974121002 NIP. 130672239

Pembimbing II Drs. Awaluddin Saragih M.Si, Apt. NIP. 195008221974121002

Drs. Agusmal Dalimunthe, MS.,Apt. Dra. Fat Aminah M.Sc., Apt. NIP. 195406081983031005 NIP. 195011171980022001

Dra. Herawaty Ginting M.Si., Apt. NIP. 195112231980032002

Disahkan Oleh : Dekan

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat

kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul ”Isolasi Zat Warna Hijau Daun Katuk (Sauropus androgynus Merr.)

Sebagai Pewarna Tablet”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda

tercinta, T. Lumban Gaol dan L. br Silaban yang tiada pernah ada hentinya

berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada kakakku

(Herna) dan adik-adikku ( Hariono, Jesika, Renti, Junardi dan Suwardi ) yang

selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus

dan ikhlas kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan.

2. Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si, Apt. dan Bapak Drs. Agusmal

Dalimunthe, M.S, Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan waktu,

bimbingan, dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan

skripsi ini.

3. Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt., Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc, Apt. dan Ibu

(5)

memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik

selama perkuliahan dan Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc, Apt selaku

penasehat akademis yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama

ini.

5. Bapak kepala Laboratorium Farmakognosi dan Bapak kepala Laboratorium

Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan bantuan dan

fasilitas selama penulis melakukan penelitian.

6. Sahabat-sahabatku Panal 09, Imagodei dan kak Juliyanti yang memberi

bantuan, dukungan, dan motivasi. Rekan-rekan farmasi stambuk 2006,

kakak/abang senior (terkhusus Bang Andi dkk) dan junior mahasiswa fakultas

farmasi, para asisten laboratorium serta kawan-kawan yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

7. Yusna dkk yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas partisipasinya

sebagai panelis dalam penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

penyempurnaannya. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan kefarmasian.

Medan, 20 Januari 2011

Penulis

(6)

ISOLASI ZAT WARNA HIJAU DAUN KATUK (Sauropus androgynus Merr.) SEBAGAI PEWARNA TABLET

Abstrak

Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu juga karoten dan klorofil. Klorofil menghasilkan warna hijau yang diperoleh dari daun dan banyak digunakan untuk makanan. Saat ini mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan, misalnya daun suji,daun pandan, daun katuk dan sebagainya.

Isolasi zat warna hijau dari daun katuk (Sauropus androgynus Merr.) dilakukan dengan metode perendaman menggunakan etanol 96 %. Kemudian ekstrak etanol difraksinasi dengan etil asetat. Zat warna hijau daun katuk diformulasi menjadi pewarna sediaan tablet dengan metode granulasi basah yang dibuat dengan empat konsentrasi yaitu 0,5%, 1%, 1,25%, 1,5%. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik untuk analisis warna dengan metode Hedonik menggunakan 20 panelis.

Hasil uji organoleptik dengan metode Hedonik diperoleh nilai warna untuk F1 (0,5%) = 1,75, F2 (1%) = 4,45, F3 (1,25%) = 2,75 dan F4 (1,5%) = 2,30. Berdasarkan nilai warna yang diperoleh, F2 (1%) paling disukai panelis dan dinyatakan sebagai konsentrasi yang paling baik untuk pewarna tablet.

(7)

ISOLATION of GREEN COLOR SUBSTANCE of SWEET LEAF (Sauropus androgynus Merr.) as TABLETS DYE

Abstract

Natural dyes are natural colorants (pigments) obtained from plant, animal or mineral sources. The dye has been used since old times and are generally considered safer than synthetic dyes, such as annato as a source of natural yellow color for a variety of foods as well as carotene and chlorophyll. Chlorophyll produces the green color, obtained from the leaves, widely used for food. Currently, began to be used in a variety of health products. Chlorophyll pigment are numerous in leaves, e.g. suji leaf, pandanus leaf, sweet leaf and so forth.

Isolation of green color substances of sweet leaf (Sauropus androgynus Merr.) done by means of immersion method using 96% ethanol. Then the ethanol extract was fractionated with ethyl acetate. Green color substance of sweet leafs formulated as a dyes of tablets preparation by wet granulation method that made with four concentrations of 0.5%, 1%, 1.25%, 1.5%. Furthermore organoleptic test for color analysis were done by Hedonic method using 20 panelists.

The organoleptic test results by Hedonic method were obtained color values for F1 (0.5%) = 1.75, F2 (1%) = 4.45, F3 (1.25%) = 2.75, and F4 (1.5% ) = 2.30. Based on the color values obtained, F2 (1%) was the most preferred by panelists and expressed as the best concentration for tablets dye.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesa ... 3

1.4 Tujuan Penelitian... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Morfologi Tumbuhan ... 5

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 5

2.1.2 Sinonim Tumbuhan ... 6

2.1.3.Nama Daerah ... 6

2.1.4 Kandungan Kimia ... 6

(9)

2.1.6 Pewarna Alami ... 7

2.1.7 Klorofil ... 8

2.1.8 Ekstraksi ... 8

2.2 Uraian Sediaan Tablet ... 10

2.3 Uji Penilaian Organoleptik ... 16

2.3.1 Uji Kesukaan ... 16

2.3.2 Panel ... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 18

3.1 Alat-Alat Yang Digunakan ... 18

3.2 Bahan-Bahan Yang Digunakan ... 18

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 18

3.3.1 Pengumpulan Sampel ... 18

3.3.2 Pengolahan Sampel ... 19

3.3.3 Determinasi Sampel ... 19

3.4 Pemeriksaan Sampel ... 19

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 19

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 19

3.5 Isolasi Zat Warna Hijau dari Daun Katuk ... 20

3.6 Pembuatan Tablet... 21

3.6.1 Formula Plasebo ... 21

3.6.2 Pembuatan Tablet Plasebo dari Zat Warna Hijau Daun Katuk ... 21

(10)

3.8 Formula Bahan Obat ... 24

3.8.1 Pembuatan Tablet Antasida dari Zat Warna Hijau Daun Katuk ... 24

3.9 Uji Preformulasi ... 26

3.9.1 Sudut Diam Granul ... 26

3.9.2 Penentuan Waktu Alir Granul ... 26

3.9.3 Penentuan Indeks Tap ... 27

3.10 Proses Pencetakan Tablet ... 27

3.11 Evaluasi Tablet ... 27

3.11.1 Keseragaman Bobot ... 27

3.11.2 Kekerasan Tablet ... 28

3.11.3 Friabilitas ... 28

3.11.4 Waktu Hancur ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 43

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Formula tablet plasebo ... 22

2. Skala uji hedonik untuk penentuan organoleptik Warna ... 23

3. Perlakuan konsentrasi warna ... 23

4. Formula tablet dengan bahan obat ... 25

5. Persyaratan keseragaman bobot ... 28

6. Uji preformulasi formula plasebo ... 31

7. Hasil uji preformulasi granul plasebo ... 47

8. Hasil uji preformulasi granul antasida ... 47

9. Hasil keseragaman bobot tablet plasebo ... 48

10. Hasil keseragaman bobot tablet antasida ... 48

11. Hasil evaluasi tablet plasebo ... 48

12. Hasil evaluasi tablet antasida ... 48

13. Hasil pengamatan warna ... 51

14. Daftar analisis sidik ragam uji warna ... 53

15. Harga nisbah f terendah untuk menyatakan beda nyata pada tingkat 5% ... 54

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Histogram perlakuan terhadap nilai kesukaan warna ... 31

2. Histogram waktu alir massa granul ... 33

3. Histogram sudut diam massa granul ... 33

4. Histogram indeks tap massa granul ... 34

5. Histogram kekerasan tablet plasebo ... 35

6. Histogram friabilitas tablet plasebo... 35

7. Histogram waktu hancur tablet plasebo ... 36

8. Histogram uji preformulasi granul antasida ... 37

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Determinasi Tumbuhan ... 43

2. Karakterisasi Tumbuhan ... 44

3. Sediaan Tablet Plasebo ... 46

4. Sediaan Tablet Antasida ... 47

5. Hasil Uji Preformulasi ... 47

6. Evaluasi Tablet ... 48

7. Contoh Perhitungan Bahan Tablet ... 49

(14)

ISOLASI ZAT WARNA HIJAU DAUN KATUK (Sauropus androgynus Merr.) SEBAGAI PEWARNA TABLET

Abstrak

Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu juga karoten dan klorofil. Klorofil menghasilkan warna hijau yang diperoleh dari daun dan banyak digunakan untuk makanan. Saat ini mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan, misalnya daun suji,daun pandan, daun katuk dan sebagainya.

Isolasi zat warna hijau dari daun katuk (Sauropus androgynus Merr.) dilakukan dengan metode perendaman menggunakan etanol 96 %. Kemudian ekstrak etanol difraksinasi dengan etil asetat. Zat warna hijau daun katuk diformulasi menjadi pewarna sediaan tablet dengan metode granulasi basah yang dibuat dengan empat konsentrasi yaitu 0,5%, 1%, 1,25%, 1,5%. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik untuk analisis warna dengan metode Hedonik menggunakan 20 panelis.

Hasil uji organoleptik dengan metode Hedonik diperoleh nilai warna untuk F1 (0,5%) = 1,75, F2 (1%) = 4,45, F3 (1,25%) = 2,75 dan F4 (1,5%) = 2,30. Berdasarkan nilai warna yang diperoleh, F2 (1%) paling disukai panelis dan dinyatakan sebagai konsentrasi yang paling baik untuk pewarna tablet.

(15)

ISOLATION of GREEN COLOR SUBSTANCE of SWEET LEAF (Sauropus androgynus Merr.) as TABLETS DYE

Abstract

Natural dyes are natural colorants (pigments) obtained from plant, animal or mineral sources. The dye has been used since old times and are generally considered safer than synthetic dyes, such as annato as a source of natural yellow color for a variety of foods as well as carotene and chlorophyll. Chlorophyll produces the green color, obtained from the leaves, widely used for food. Currently, began to be used in a variety of health products. Chlorophyll pigment are numerous in leaves, e.g. suji leaf, pandanus leaf, sweet leaf and so forth.

Isolation of green color substances of sweet leaf (Sauropus androgynus Merr.) done by means of immersion method using 96% ethanol. Then the ethanol extract was fractionated with ethyl acetate. Green color substance of sweet leafs formulated as a dyes of tablets preparation by wet granulation method that made with four concentrations of 0.5%, 1%, 1.25%, 1.5%. Furthermore organoleptic test for color analysis were done by Hedonic method using 20 panelists.

The organoleptic test results by Hedonic method were obtained color values for F1 (0.5%) = 1.75, F2 (1%) = 4.45, F3 (1.25%) = 2.75, and F4 (1.5% ) = 2.30. Based on the color values obtained, F2 (1%) was the most preferred by panelists and expressed as the best concentration for tablets dye.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari

tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah

digunakan sejak dahulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna

sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis

makanan begitu juga karoten dan klorofil. Pada daftar FDA, pewarna alami dan

pewarna identik alami tergolong dalam uncertified color additives karena tidak

memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi. Klorofil memberikan warna hijau,

diperoleh dari daun dan banyak digunakan untuk makanan. Klorofil saat ini mulai

digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada

dedaunan, misalnya daun suji, daun pandan, daun katuk dan sebagainya.

Dedaunan tersebut merupakan penghasil warna hijau untuk berbagai jenis kue

jajanan pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang cantik, juga memiliki aroma

yang khas

Daun katuk (Sauropus androgynus Merr.) digunakan sebagai pewarna

alami yang dapat memberi warna hijau tanpa menimbulkan residu. Daun

tanaman katuk merupakan daun tunggal, karena hanya merupakan helaian dan

tangkai daun saja, mudah didapat dan sudah digunakan berbagai bahan makanan

antara lain pewarna hijau pada ketan dan lain-lain. Pemanfaatannya dengan

diekstrak atau ditumbuk dengan menambahkan air, kemudian filtratnya digunakan

untuk pewarna hijau pangan (Hardjanti, S., 2008) ).

(17)

Kebutuhan akan pewarna hijau selama ini terpenuhi dengan penggunan

pewarna sintetis. Pewarna sintetis seperti fast green FCF memiliki harga yang

mahal, sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap bahan pewarna alami dari

bahan alam yang memiliki harga yang lebih murah dan pembuatannya sangat

mudah. Selain itu bahan pewarna alami juga dapat meningkatkan kesehatan

(Saati, E.A. dan Hidayat, N., 2006).

Sesuai dengan yang terdapat pada KOTRANAS bahwa sumber daya alam

bahan obat dan obat tradisional merupakan aset nasional yang perlu terus digali,

diteliti, dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya. Negara kita merupakan

suatu negara dengan wilayah yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati

yang tinggi, potensi sumber daya tumbuhan yang ada merupakan suatu aset

dengan nilai keunggulan komparatif dan sebagai modal dasar utama dalam upaya

pemanfaatan dan pengembangannya untuk menjadi komoditi yang kompetitif.

Daun katuk sangat mudah diperoleh karena tersedia dalam jumlah banyak,

sehingga pemanfaatan zat warna hijau katuk sebagai pewarna alami dapat

meningkatkan daya manfaat dari daun katuk. Pemanfaatan daun katuk ini sebagai

pewarna alami juga mendukung salah satu tujuan dari KOTRANAS yaitu

menjamin pengelolaan potensi alam Indonesia agar mempunyai daya saing tinggi

sebagai sumber ekonomi masyarakat dan devisa negara yang berkelanjutan karena

kita tidak lagi perlu mengimpor pewarna sintetis seperti fast green FCF (Menkes

RI, 2007).

Sediaan tablet merupakan jenis sediaan yang paling banyak diproduksi dan

juga banyak mengalami perkembangan dalam formulasinya. Beberapa

(18)

pengemasannya dan penggunaannya lebih praktis dibanding sediaan yang lain

(Lachman, dkk., 1994).

Pewarna dimasukkan dalam tablet pada umumnya untuk satu atau lebih

dari tiga tujuan. Pertama, pewarna dapat digunakan untuk memberi identitas pada

produk sehingga memudahkan identifikasi produk. Kedua, warna dapat membantu

meminimalkan kemungkinan kesimpangsiuran selama pembuatan. Ketiga,

penambahan pewarna pada tablet untuk nilai estetik atau nilai pemasarannya

(Siregar, C.J.P. dan Wikarsa, S., 2010).

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik melakukan

penelitian terhadap zat warna hijau daun katuk (Sauropus androgynus Merr.)

sebagai pewarna tablet.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah hasil isolasi zat warna hijau dari daun katuk (Sauropus androgynus

Merr.

2. Berapa konsentrasi zat warna hijau dari daun katuk ( ) dapat digunakan sebagai pewarna sediaan tablet.

Sauropus androgynus

Merr.

1.3Hipotesis

) yang disukai untuk pewarna tablet.

1. Zat warna hijau yang diisolasi dari daun katuk (Sauropus androgynus

Merr.

2. Konsentrasi zat warna hijau yang diisolasi dari daun katuk ( ) dapat digunakan sebagai pewarna sediaan tablet.

(19)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengisolasi zat warna hijau daun katuk (Sauropus androgynus

Merr.

2. Untuk mengetahui konsentrasi zat warna hijau daun katuk ( ) yang dapat digunakan sebagai pewarna tablet.

Sauropus andogynus Merr.

1.5 Manfaat Penelitian

) yang disukai untuk pewarna tablet.

Manfaat penelitian adalah :

1. Diperoleh cara isolasi zat warna hijau daun katuk (Sauropus androgynus

Merr.

2. Diperoleh konsentrasi zat warna hijau daun katuk ( ).

Sauropus androgynus

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tumbuhan

Tanaman katuk memiliki karakteristik antara lain : bentuk tanaman seperti

semak kecil dan bisa mencapai tinggi 3 m, batang muda berwarna hijau dan yang

tua berwarna coklat, daun tersusun selang-seling pada satu tangkai, seolah-olah

terdiri dari daun majemuk. Bentuk helaian daun lonjong sampai bundar,

kadang-kadang permukaan atasnya berwarna hijau gelap. Bunganya tunggal atau terdapat

diantara satu daun dengan daun lainnya. Bunga sempurna mempunyai helaian

kelopak berbentuk bulat telur sungsang atau bundar, berwarna merah gelap atau

merah dengan bintik-bintik kuning. Cabang dari tangkai putik berwarna merah,

tepi kelopak bunga berombak atau berkuncup enam, berbunga sepanjang tahun.

Buah bertangkai (Ditjen POM, 1989).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Dalam taksonomi tumbuhan, katuk diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Sauropus

Spesies : Sauropus androgynus Merr. (Badan Penelitian dan Pengembangan

(21)

2.1.2 Sinonim Tumbuhan

Sauropus albicus Bl., S. indicus Wight., S. sumatranus Miq. ( Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2001).

2.1.3 Nama Daerah

Memata (bahasa Melayu), katuk (Sunda), kebing dan katukan (Jawa),

karekur (Madura), simani (Minangkabau) (Azis,S. dan Muktiningsih S.R., 2006).

2.1.4 Kandungan Kimia

Daun katuk mengandung vitamin K, vitamin A, vitami B dan vitamin C.

Mineral yang dikandungnya adalah kalsium (hingga 2,8%), besi, kalium, fosfor

dan magnesium. Warna daunnya hijau gelap karena kadar klorofil yang tinggi

(Anonim 2, 2010).

Daun katuk juga mengandung protein, lemak, tanin, saponin flavonoid, dan

alkaloid (Anonim 3,2007).

2.1.5 Indikasi

Daun katuk dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak air susu ibu, obat

jerawat, juga berkhasiat sebagai obat demam, obat bisul dan obat borok (Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2001).

Daun katuk bisa juga dipakai sebagai pewarna alami pengganti pewarna

yang mengandung zat kimia. Contohnya pada industri tape ketan yang berwarna

hijau. Caranya, cuci bersih daun katuk, tambahkan sedikit air, lalu peras. Hasilnya

adalah sari daun katuk. Campur atau larutkan sari daun katuk bersama beras ketan

(22)

2.1.6 Pewarna Alami

Pewarna telah lama digunakan pada makanan untuk meningkatkan cita

rasanya. Pada mulanya zat warna yang digunakan adalah zat warna alami dari

tumbuhan dan hewan. Pewarna alami sebenarnya tidak semahal yang diperkirakan

masyarakat dan pembuatannya juga sangat mudah. Bahan-bahan yang dapat

digunakan sebagai pewarna ditumbuk, dapat pula menggunakan blender atau

penumbuk biasa dengan sedikit ditambah air, lalu diperas dan disaring dengan alat

penyaring (Saati, E.A. dan Hidayat, N., 2006).

Menurut Saati, E.A. dan Hidayat, N. (2006) beberapa contoh zat pewarna

alami yang biasa digunakan untuk mewarnai makanan yaitu :

Karoten, memberikan warna jingga sampai merah. Dapat diperoleh dari wortel,

papaya dan sebagainya.

Biksin, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji

pohon Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis.

Karamel, memberikan coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis

pemecahan karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt.

Klorofil, memberikan warna hijau dan diperoleh dari daun. Banyak digunakan

untuk makanan dan saat ini mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan.

Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan seperti daun suji, daun pandan,

daun katuk dan sebagainya. Dedaunan tersebut sebagai penghasil warna hijau

untuk berbagai jenis kue jajanan pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang

cantik, juga memiliki aroma yang khas.

Antosianin, memberikan warna merah, oranye, ungu dan biru. Banyak

(23)

sepatu, bunga tasbih, anggur, buah apel, stroberi, buah manggis dan lain-lain.

Kurkumin, berasal dari kunyit sebagai salah satu bumbu dapur dan

memberikan warna kuning.

2.1.7 Klorofil

Klorofil adalah katalisator fotosintetis yang penting dan terdapat di alam

semesta sebagai pigmen hijau dalam semua jaringan tumbuhan berfotosintetis.

Zat ini terdapat dalam kloroplas dalam jumlah nisbi banyak, sering terikat longgar

dengan protein, tetapi mudah diekstraksi ke dalam pelarut lipid seperti aseton dan

eter. Di dalam tumbuhan terdapat sekurang-kurangnya lima klorofil. Klorofil a

dan klorofil b terdapat dalam tumbuhan tinggi, paku-pakuan dan lumut, klorofil c

sampai klorofil e hanya ditemukan dalam alga, sedangkan klorofil lain secara khas

hanya pada bakteri tertentu (Harbone, J.B., 1987)

2.1.8 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia

yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang

tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain.

Menurut Ditjen POM (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering

digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

A. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.

(24)

kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut

remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru

sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur

kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap perendaman

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak)

terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

B. Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada

temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50°C.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang

selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi

(25)

4. Infudasi

Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90°C selama 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90°C selama 30 menit.

2.2 Uraian Sediaan Tablet

Defenisi tablet menurut Farmakope Indonesia edisi III adalah sediaan

padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau

sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat

atau lebih, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang dapat

berfungsi sebagai bahan pengisi, bahan pengembang, bahan pengikat, bahan

pelicin, bahan pembasah atau bahan lain yang cocok.

Tablet merupakan jenis sediaan yang banyak digunakan sampai sekarang

karena memberikan dosis yang tepat pada pemakainnya, mudah pemakaiannya,

mudah pengemasannya, stabilitas kimia dan aktivitas fisiologi dari bahan-bahan

obat cukup baik (Banker G.S dan Anderson N.R., 1994).

Menurut Banker G.S dan Anderson N.R. (1994), tablet yang dinyatakan

baik harus memenuhi syarat, yaitu:

 Memiliki kemampuan atau daya tahan terhadap pengaruh mekanis selama

proses produksi, pengemasan dan distribusi.

 Bebas dari kerusakan seperti pecah pada permukaan dan sisi-sisi tablet.

 Dapat menjamin kestabilan fisik maupun kimia dari zat berkhasiat yang

(26)

 Dapat membebaskan zat berkhasiat dengan baik sehingga memberikan efek

pengobatan seperti yang dikehendaki

Tablet dapat didefenisikan sebagai bentuk sediaan solid yang mengandung

satu atau lebih zat aktif dengan atau tanpa berbagai eksipien (yang meningkatkan

mutu sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesivitas, kecepatan

disintegrasi, dan sifat antilekat) dan dibuat dengan mengempa campuran serbuk

dalam mesin tablet. Defenisi lain tablet kempa adalah unit bentuk sediaan solid

dibuat dengan mengempa suatu campuran serbuk yang mengandung zat aktif

dengan atau tanpa bahan tambahan atau bahan tertentu yang dipilih guna

membantu dalam proses pembuatan dan untuk menciptakan sifat-sifat sediaan

tablet yang dikehendaki (Siregar, C.J.P. dan Wikarsa, S., 2010).

Bentuk Tablet

Tablet terdapat dalam berbagai ragam bentuk, ukuran, bobot, kekerasan,

ketebalan, sifat disolusi dan disintegrasi dan dalam aspek lain, tergantung pada

penggunaan yang dimaksudkan dan metode penggunannya. Tablet biasanya

berbentuk bundar dengan permukaan datar, atau konveks. Bentuk khusus seperti

kaplet, segitiga, lonjong, empat segi dan segi enam (heksagonal) dikembangkan

oleh beberapa pabrik untuk membedakan produknya terhadap produk pabrik

lainnya. Tablet dapat dihasilkan dalam berbagai bentuk, dengan membuat punch

dan lubang kempa (lesung tablet) cetakan yang didesain secara khusus. Misalnya

jika punch kurang konkaf makin datar tablet yang dihasilkannya. Sebaliknya

(27)

Tablet dapat diberi monogram pada salah satu atau pada kedua permukaan

tablet tergantung keberadaan monogram pada punch bawah dan/atau punch atas

yang menghasilkan monogram.

Tablet adalah sediaan solid mengandung zat aktif yang dapat diberikan

secara oral dan ditelan, tablet yang hanya ditempatkan di dalam rongga mulut

tanpa ditelan, tablet oral yang dikunyah dulu lalu ditelan, atau hanya

dikulum/diisap (Siregar, C.J.P. dan Wikarsa, S., 2010).

Bahan Pewarna Obat

Pada dasarnya jenis bahan pewarna yang digunakan pada produk obat

adalah sama dengan jenis bahan pewarna yang digunakan pada makanan. Dengan

demikian semua jenis bahan pewarna yang diizinkan digunakan pada makanan,

diizinkan pula untuk digunakan dalam produk obat pada umumnya digunakan

untuk sediaan-sediaan sirup, tablet dan tablet salut.

Penggunaan bahan pewarna dalam obat konsentrasinya relatif sangat kecil

apabila dibandingkan penggunaannya dalam makanan. Di lain pihak penggunaan

obat itu sendiri mempunyai dosis dan aturan pakai yang tepat. Dengan demikian

bahan pewarna dalam obat yang dikonsumsi oleh manusia jumlahnya sangat kecil

dan hampir tidak berarti. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa penggunaan

bahan pewarna harus dilakukan secara tepat, baik ditinjau dari aspek proses

teknologi produksi maupun dampak farmakologisnya (Anonim 4, 1984).

Zat warna ditambahkan dalam sediaan tablet untuk memperindah tablet,

membedakan dosis, spesifikasi dari pabrik, untuk memudahkan pengawasan

(28)

Zat warna yang dipakai harus memenuhi persyaratan Dirjen Pengawasan Obat dan

Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ada 2 cara penambahan zat warna yaitu:

Cara Basah

Bahan warna dilarutkan dalam larutan bahan pengikat kemudian

ditambahkan ke dalam serbuk yang akan digranulasi.

Cara Kering

Bahan warna dicampurkan dalam keadaan kering ke dalam campuran

serbuk kemudian baru ditambahkan larutan bahan pengikat. Konsentrasi zat warna

yang biasa dipakai 0.33 % (Soekemi, R.A.dkk, 1987).

Metode Pembuatan Sediaan Tablet

Metode pembuatan tablet didasarkan pada sifat fisika kimia dari bahan

obat, seperti stabilitas dari bahan aktif dalam panas atau terhadap air, bentuk

partikel bahan aktif dan sebagainya.

Metode pembuatan sediaan tablet yaitu :

Cetak Langsung

Cetak langsung adalah pencetakan bahan obat atau campuran bahan obat

bahan pembantu tanpa proses pengolahan awal. Cara ini hanya dilakukan untuk

bahan-bahan tertentu saja yang berbentuk kristal/ butir-butir granul yang

mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk membuat tablet yang baik.

Keuntungan utama dari cetak langsung ini adalah untuk bahan obat yang

peka lembab dan panas, dimana stabilitasnya terganggu akibat pekerjaan

granulasi, tetapi dapat dibuat menjadi tablet. Meskipun demikian hanya sedikit

(29)

ammonium klorida, kalium bromida, kalium klorida, natrium bromida, natrium

klorida dan heksamin (Voigt, R., 1995).

Granulasi Kering

Granulasi kering disebut juga slugging atau prekompresi. Cara ini sangat

tepat untuk tabletasi zat-zat yang peka suhu atau bahan obat yang tidak stabil

dengan adanya air.

Obat dan bahan pembantu pada mulanya dicetak dulu, artinya mula-mula

dibuat tablet yang cukup besar, yang massanya tidak tertentu. Selanjutnya terjadi

penghancuran tablet yang dilakukan dalam mesin penggranul kering, atau dalam

hal yang sederhana dilakukan di atas sebuah ayakan. Granulat yang dihasilkan

kemudian dicetak dengan takaran yang dikehendaki (Voigt, R., 1995).

Granulasi Basah

Pada teknik ini juga memerlukan langkah-langkah pengayakan,

penyampuran dan pengeringan. Pada granulasi basah, granul dibantuk dengan

suatu bahan pengikat. Teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang

mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk.

Cara penambahan bahan pengikat tergantung pada kelarutannya dan

tergantung pada komponen campuran. Karena massa hanya sampai konsistensi

lembab bukan basah seperti pasta, maka bahan pengikat yang ditambahkan tidak

boleh berlebihan (Banker, G.S dan Anderson, N.R., 1994).

Pada proses pengayakan, mengubah massa lembab menjadi kasar,

gumpalan-gumpalan granul dengan melewatkan massa pada ayakan. Tujuannya

agar granul lebih kompak, meningkatkan luas permukaan untuk memudahkan

(30)

Proses pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah untuk

menghilangkan pelarut yang dipakai pada pembentukan gumpalan-gumpalan

granul dan untuk mengurangi kelembaban sampai pada tingkat yang optimum

(Banker, G.S dan Anderson, N.R., 1994).

2.3 Uji Penilaian Organoleptik 2.3.1 Uji Kesukaan

Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Dalam uji hedonik panelis

dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya

ketidaksukaan. Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau

kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya.

Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal

“suka”, dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat, sangat suka, suka,

agak suka. Sebaliknya jika tanggapan itu “tidak suka”, dapat mempunyai skala

hedonik seperti: amat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, agak tidak suka.

Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang

dikehendaki.

Dalam penganalisaan, skala hedonik ditransformasikan menjadi skala

numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik

ini dapat dilakukan analisa-analisa statistik (Soekarto, 1985).

2.3.2 Panel

Untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik diperlukan panel yang

bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel adalah satu atau kelompok orang

yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif.

(31)

Dalam penilaian organoleptik dikenal ada macam-macam jenis panel.

Penggunaan panel-panel ini dapat berbeda tergantung dari tujuan (Soekarto,

1985).

Menurut Soekarto (1985) ada 6 macam panel yang biasa digunakan dalam

1. penilaian organoleptik yaitu:

2. panel pencicip perorangan (individual expert panel)

3. panel pencicip terbatas (small expert panel)

4. panel terlatih (trained panel)

5. panel agak terlatih

6. panel tak terlatih (untrained panel)

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Metode penelitian ini

meliputi pengumpulan dan pengolahan sampel, pemeriksaan mikroskopik dan

makroskopik, determinasi tumbuhan, isolasi zat warna, pembuatan sediaan tablet.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional dan Laboratorium

Teknologi Sediaan Solid Fakultas Farmasi USU Medan.

3.1 Alat-Alat Yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, oven, neraca

kasar, neraca analitik, corong pisah, cawan porselen berdasar rata, desikator,

mesin cetak tablet single punch, Strong cobb hardness tester (Erweka), Roche

friabilator (Erweka), stopwatch, termometer, mortir, stamper, lemari pengering, hair dryer, ayakan, cawan porselen, lampu spiritus dan beaker glass.

3.2 Bahan-Bahan Yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun katuk, etil

asetat, akuades, amilum manihot, talkum, Mg stearat, laktosa, gelatin, Aluminium

hidroksida dan Magnesium oksida.

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa

membandingkan dengan daerah lain. Bahan penelitian ini adalah daun katuk yang

tua (Sauropus androgynus Merr. ). Lokasi pengambilan sampel yaitu Jln. Setia

(33)

3.3.2 Pengolahan Sampel

Daun katuk (Sauropus androgynus Merr.) yang digunakan adalah daun

yang sudah tua dan segar, dicuci, ditiriskan, disortasi dan ditimbang.

3.3.3 Determinasi Tumbuhan

Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat

Penelitian Biologi-LIPI. Hasil dapat dilihat pada lampiran 1 di halaman 43.

3.4 Pemeriksaan Sampel

Pemeriksaan sampel meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik.

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi daun

katuk segar (Sauropus androgynus Merr.) dengan cara memperhatikan warna,

bentuk, ukuran, dan tekstur daun katuk segar.

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap penampang melintang daun

katuk segar, masing-masing diletakkan di atas kaca objek yang telah ditetesi

dengan larutan kloralhidrat, dipanaskan di atas lampu spiritus, kemudian ditutup

(34)

3.5 Isolasi Zat Warna dari Daun Datuk

Pelarut yang digunakan untuk isolasi zat warna daun katuk adalah etanol

96%. Cara: sebanyak 2,8 kg daun katuk segar, dirajang halus, kemudian ditumbuk

sampai halus dengan alu dan lumpang. Sampel dimasukkan ke dalam stoples kaca.

Ditambahkan etanol 96% sebanyak 7,5 liter sehingga semua sampel terendam.

Disimpan di tempat yang terlindung cahaya selama 5 hari sambil sekali-sekali

diaduk. Kemudian disaring dengan kertas saring, filtrat ditampung. diperoleh

ekstrak etanol sebanyak 7 liter. Kemudian ekstrak etanol difraksinasi dengan etil

asetat dengan perbandingan 1 : 1, yaitu dengan cara sebanyak 100 ml ekstrak

etanol dimasukkan ke dalam corong pisah 500 ml, ditambah 200 ml akuades,

kemudian ditambah 100 ml etil asetat ekstrak etanol dimasukkan ke dalam corong

pisah, dikocok, terbentuk dua lapisan yaitu lapisan etil asetat dan lapisan

air-etanol. Lapisan air-etanol dibuang, kemudian lapisan etil asetat ditampung ke

dalam botol. Fraksi etil asetat dimasukkan ke dalam cawan penguap, kemudian

dikeringkan menggunakan hair dryer sampai kental. Ditimbang zat warna yang

(35)

3.6 Pembuatan Tablet 3.6.1 Formula Plasebo

Formula plasebo terdiri dari:

R/ Zat warna daun katuk x

Gelatin 10 % q.s

Amilum manihot 5 %

Talkum 1 %

Mg stearat 1 %

Laktosa q.s ad 300 mg

m.f tab dtd No C

Keterangan : x = 0,5%; 1%; 1,25%; 1,5%

3.6.2 Pembuatan Tablet Plasebo dari Zat Warna Daun Katuk

Pembuatan tablet plasebo dari zat warna daun katuk dilakukan dengan

cara:

1. Sebanyak 150 mg zat warna daun katuk dilarutkan dalam etanol

secukupnya, kemudian digerus bersama dengan laktosa dan setengah

bagian amilum manihot sampai warna homogen, terbentuk massa basah.

Dibiarkan sampai massa basah kering (Massa 1).

2. Pembuatan gelatin 10 % yaitu:

Cawan porselen dan batang pengaduk ditara, gelatin digerus dan diayak

dengan ayakan mesh 200, ditimbang berat gelatin sebanyak 600 mg, lalu

disuspensikan dengan sedikit akuades, selanjutnya dipanaskan pada api

langsung sambil diaduk-aduk hingga diperoleh massa transparan

(36)

akuades panas sedangkan kelebihan berat diuapkan kembali dan ditimbang

lagi beratnya hingga diperoleh massa gelatin sebanyak 6 g (Massa 2).

3. Massa 2 ditambahkan sedikit demi sedikit dengan massa 1, sambil digerus

hingga diperoleh massa yang kompak, lalu digranulasi dengan ayakan

mesh 12.

4. Granulat dikeringkan pada suhu 40-60 °C pada lemari pengering.

5. Setelah kering, granulat diayak lagi dengan ayakan mesh 14 dan dicek

kembali beratnya.

6. Dihitung, ditimbang dan ditambahkan magnesium stearat, talkum, dan

bahan pengembang luar.

7. Massa granul diuji preformulasi dan dicetak menjadi tablet dengan

[image:36.595.113.510.443.691.2]

diameter 11 mm.

Tabel 1. Formula tablet plasebo

Bahan tambahan Formula

F1 F2 F3 F4

Konsentrasi zat warna hijau daun katuk 0,5 % 1 % 1,25 %

1,5 %

Zat warna hijau daun katuk (g) 0,150 0,300 0,375 0,450

Bahan pengembang( amilum manihot ) : Dalam (g) Luar (g) 0,750 0,577 0,750 0,720 0,750 0,710 0,750 0,723 Bahan pengisi:

Laktosa (g) 21,75 27 26,93 26,85

Gelatin (g) 4,530 4,370 3,500 5,83

Talkum (g) 0,230 0,287 0,284 0,289

Mg stearat (g) 0,230 0,287 0,284 0,289

(37)

3.7 Uji Organoleptik Warna

Uji organoleptik warna dilakukan dengan metode Hedonik (Soekarto,

1985), yaitu dengan melakukan analisis menurut uji kesukaan (warna)

menggunakan 20 orang panelis yang disuguhi contoh tablet placebo dengan 4

macam konsentrasi untuk diamati warnanya. Untuk melihat tingkat perbandingan

[image:37.595.112.514.277.474.2]

warna, dilakukan skorsing pada tabel.

Tabel 2. Skala uji Hedonik untuk penentuan organoleptik warna

Skala Hedonik Skala numerik

Amat suka

Sangat suka

Agak suka

Netral

Agak tidak suka

Sangat tidak suka

5 4 3 2 1 0

Tabel 3. Perlakuan konsentrasi zat warna

Perlakuan Konsentrasi zat warna (%)

[image:37.595.115.509.527.668.2]
(38)

3.8 Formula Bahan Obat

R/ Zat warna daun katuk 1 %

Magnesium oksida 200 mg

Aluminium hidroksida 200 mg

Gelatin 10% q.s

Amilum manihot 5 %

Talkum 1 %

Mg stearat 1 %

Laktosa q.s ad 500 mg

m.f. tab dtd No C

Pada penelitian ini digunakan dua bahan obat berkhasiat yaitu Magnesium oksida

dan Aluminium hidroksida.

3.8.1 Pembuatan Tablet Antasida dari Zat Warna Daun Katuk

Pembuatan tablet dari zat warna daun katuk dilakukan dengan cara:

1. 500 mg zat warna daun katuk dilarutkan dalam etanol secukupnya,

kemudian digerus bersama dengan laktosa dan setengah bagian amilum

manihot sampai warna homogen, terbentuk massa basah. Dibiarkan sampai

massa basah kering (Massa 1).

2. Pembuatan gelatin 10 % yaitu:

Cawan porselen dan batang pengaduk ditara, gelatin digerus dan diayak

dengan ayakan mesh 200, ditimbang berat gelatin digerus dan diayak

dengan ayakan mesh 200, ditimbang berat gelatin sebanyak 1 g, lalu

disuspensikan dengan sedikit akuades, selanjutnya dipanaskan pada api

langsung sambil diaduk-aduk hingga diperoleh massa transparan

(39)

ditambahkan akuades panas sedangkan kelebihan berat diuapkan kembali

dan ditimbang lagi beratnya hingga diperoleh massa gelatin sebanyak 10 g

(Massa 2).

3. Massa 2 ditambahkan sedikit demi sedikit dengan massa 1, sambil digerus

hingga diperoleh massa yang kompak, lalu digranulasi dengan ayakan mesh

12.

4. Granulat dikeringkan pada suhu 40-60 °C pada lemari pengering.

5. Setelah kering, granulat diayak lagi dengan ayakan mesh 14 dan dicek

kembali beratnya.

6. Dihitung, ditimbang dan ditambahkan magnesium stearat, talkum, dan

bahan pengembang luar.

7. Massa granul diuji preformulasi dan dicetak menjadi tablet dengan

[image:39.595.113.394.471.709.2]

diameter 11 mm.

Tabel 4. Formula tablet dengan bahan obat

Bahan obat Jumlah

Zat warna hijau daun katuk (g) 0,50

Aluminium hidroksida (g) 20

Magnesium Oksida (g) 20

Bahan pengembang: Dalam (g)

Luar (g)

1,25 1,22 Bahan pengisi:

Laktosa (g) 5

Gelatin (g) 9,90

Talkum (g) 0,49

Mg stearat (g) 0,49

(40)

3.9 Uji Preformulasi

Uji preformulasi yang dilakukan adalah penentuan sudut diam granul,

penentuan waktu alir granul, penentuan indeks tap.

3.9.1 Sudut Diam Granul

Penentuan sudut diam granul dilakukan dengan cara:

Ditimbang 100 g granul kemudian dimasukkan ke dalam corong alir yang

telah dirangkai, permukaan granul diratakan, lalu penutup corong dibuka,

sehingga granul mengalir sampai habis. Tinggi tumpukan granul yang terbentuk

diukur. Sudut diam dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Tg θ = D

H 2

θ = sudut diam

H = tinggi tumpukan granul (cm)

D = diameter tumpukan granul (cm)

Granul yang mempunyai daya alir bebas akan mempunyai sudut diam antara 30°

sampai 40°. (Banker G.S dan Anderson N.R., 1994).

3.9.2 Penentuan Waktu Alir Granul

Penentuan waktu granul dilakukan dengan cara:

Ditimbang 100 g granul, kemudian dimasukkan ke dalam corong yang

telah dirangkai kemudian permukaanya diratakan. Penutup bawah dibuka

bersamaan dengan dihidupkan stopwatch. Stopwatch dihentikan tepat pada saat

garnul habis melewati corong dan dicatat waktu alirnya. Syarat waktu alir granul

(41)

3.9.3 Penentuan Indeks Tap

Penentuan indeks tap dilakukan dengan cara:

Dimasukkan granul ke dalam gelas ukur sampai garis tanda dan

dinyatakan sebagai volume awalnya (V1), kemudian gelas ukur dihentakkan

sebanyak 20 kali dengan alat yang dimodifikasi sehingga diperoleh volume akhir

(V2

Indeks Tap

). Indeks tap dapat dihitung dengan rumus:

x 100%

Syarat indeks tap lebih kecil dari 20 % (Voigt, 1995).

3.10 Proses Pencetakan Tablet

Proses pencetakan tablet yaitu massa granul dicetak menjadi tablet dengan

diameter penampang 11 mm dan 13 mm.

3.11 Evaluasi Tablet

Evaluasi tablet yang dilakukan adalah keseragaman bobot, kekerasan

tablet, friabilitas, dan waktu hancur.

3.11.1 Keseragaman Bobot

Penetapan keseragaman bobot dilakukan dengan cara:

Ditimbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet, lalu ditimbang

tablet satu per satu.

Deviasi x 100%

(42)
[image:42.595.111.509.114.199.2]

Tabel 5. Persyaratan keseragaman bobot

Bobot rata-rata Penyimpangan terhadap bobot rata-rata

A B

151 mg sampai 300 mg Lebih dari 300 mg

7,5% 5%

15 % 10 %

Persyaratan tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya

menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan

tidak boleh 1 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang

ditetapkan pada kolom B (Ditjen POM, 1979).

3.11.2 Kekerasan Tablet

Penetapan kekerasan tablet menggunakan alat Strong cobb hardness tester.

Cara: sebuah tablet diletakkan antara anvil dan punch tegak lurus, tablet dijepit

dengan cara memutar skrup pemutar sampai lampu stop menyala. Knop ditekan,

dan dicatat angka yang ditunjukkan jarum penunjuk skala pada saat tablet pecah.

Percobaan ini dilakukan untuk 5 tablet. Syarat kekerasan tablet 4 kg – 8 kg

(Parrott, 1971).

3.11.3 Friabilitas

Penetapan friabilitas tablet menggunakan alat Roche friabilator. Cara:

ditimbang 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu (A) dimasukkan ke dalam

alat dan diputar selama 4 menit. Tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari debu

kemudian ditimbang (B), kehilangan bobot tidak lebih dari 0,8 % (Banker G.S

dan Anderson N.R., 1994).Friabilitas dapat dihitung dengan rumus:

Friabilitas = x 100%

(43)

3.11.4 Waktu Hancur

Penetapan waktu hancur tablet menggunakan alat Disintegration tester.

Alat ini terdiri dari suatu rangkaian keranjang, gelas piala berukuran 1000 ml

thermostat dengan suhu 36-38°C dan alat untuk menaik turunkan keranjang

dengan frekuensi 30 kali per menit.

Cara : Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang , turun naikkan keranjang secara

teratur 30 kali tiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet

yang tertinggal di atas kasa. Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan kelima

tablet tidak lebih dari 15 menit. Jika tablet tidak memenuhi syarat ini, ulangi

pengujian menggunakan tablet satu persatu kemudian ulangi percobaan

menggunakan 5 tablet dengan cakram penuntun. Dengan cara ini harus dipenuhi

(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi Pusat Penelitian Biologi-LIPI terhadap sampel yang

diteliti adalah jenis Sauropus androgynus Merr.

Hasil pemeriksaan makroskopik daun segar diperoleh identitas daun

tunggal, bertangkai, ujung dan pangkal daun meruncing, pinggir daun rata;

permukaan atas dan bawah rata, licin,warna hijau sampai hijau kecoklatan, tidak

berambut; tulang daun jelas menonjol pada permukaan bawah.

Hasil pemeriksaan mikroskopik pada penampang melintang melalui tulang

daun, tampak epidermis atas terdiri dari satu lapis sel yang berbentuk segi empat,

dinding tipis, kutikula tipis; sel epidermis bawah serupa dengan sel epidermis

atas, terdapat banyak stomata pada epidermis bawah. Terdapat kristal oksalat

berbentuk roset, jaringan bunga karang dan berkas pembuluh.

Pemeriksaan mikroskopik serbuk tidak dilakukan karena yang digunakan dalam

penelitian adalah daun katuk segar.

Hasil penyarian 2,8 kg daun katuk segar dengan menggunakan pelarut etil

asetat diperoleh zat warna hijau sebanyak 5,3 g dengan rendemen 0,19 %.

Berdasarkan orientasi yang dilakukan diperoleh hasil bahwa penyarian

dengan etanol 96% menghasilkan ekstrak yang lebih pekat, perendaman selama 5

hari memberikan hasil yang paling baik karena zat warna tersari dengan maksimal

dan pengeringan dilakukan dengan menggunakan hair dryer karena fraksi etil

(45)

kuning kecoklatan ketika diuapkan dengan penangas air ataupun dengan rotary

evaporator, sehingga dipilih pengeringan dengan menggunakan hair dryer.

Pada proses formulasi sediaan tablet plasebo dari zat warna hijau daun

katuk yang berasal dari bahan alam digunakan empat konsentrasi yaitu 0,5%, 1%,

1,25% dan 1,5%. Konsentrasi dipilih sampai konsentrasi 1,5% karena pada

konsentrasi 1,5%, warna tablet sudah cukup pekat dan melebihi warna tablet hijau

di pasaran. Sedangkan bahan pengisi yang digunakan adalah laktosa. Metode yang

digunakan adalah metode granulasi basah. Penambahan zat warna dilakukan

secara kering karena distribusi warna homogen.

Hasil uji preformulasi keempat formula plasebo dengan konsentrasi

berbeda yaitu waktu alir, indeks tap, sudut diam memenuhi persyaratan. Hasil

[image:45.595.111.513.443.538.2]

waktu alir, indeks tap, sudut diam dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Uji preformulasi formula plasebo

Formula Waktu Alir (detik) Sudut diam (o) Indeks tap (%)

F1 8,76 31,31 10,16

F2 5,3 30,96 6,5

F3 5,56 32,26 6,8

F4 8,63 32,61 9,6

Data tentang nilai kesukaan warna terhadap keempat perlakuan dapat

(46)

1.75 4.45 2.75 2.3 0 1 2 3 4 5

I II III IV

[image:46.595.171.454.86.272.2]

N il a i k e s u k a a n w a r n a Perlakuan

Gambar 1. Histogram perlakuan terhadap nilai kesukaan warna

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai kesukaan warna yang paling

tinggi terdapat pada yaitu pada F2 (konsentrasi 1%) dibandingkan dengan F1

(konsentrasi 0,5%), F2 (konsentrasi 1,25%) dan F3 (konsentrasi 1,5%). Hal ini

menunjukkan bahwa F2 (konsentrasi 1%) menghasilkan warna yang lebih baik

dan disukai panelis. Data lengkap dapat dilihat pada lampiran 8 pada halaman 63.

Hasil analisis statistik dari data uji organoleptik terhadap warna tablet

plasebo secara umum menunjukkan perbedaan yang nyata (signifikan) menurut analisis sidik ragam pada taraf α = 0,05, dimana nilai F hitung = 44,55 lebih besar

dari F tabel = 2,75 , sehingga nilai Ho ditolak. Selanjutnya dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf α = 0,05. Nilai BNT 0,05 yang diperoleh 0,0859.

Dari data tersebut disimpulkan bahwa F2 (konsentrasi 1%) merupakan

konsentrasi pewarna yang memberikan warna yang paling baik dan paling disukai

panelis, sehingga konsentrasi ini dipilih sebagai pewarna tablet antasida.

Hasil uji preformulasi keempat formula dengan pewarna daun katuk dapat

(47)
[image:47.595.164.461.82.255.2]

Gambar 2. Histogram waktu alir massa granul

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa keempat formula memenuhi

persyaratan waktu alir. F2 memiliki waktu alir yang paling baik diantara keempat

formula.

Gambar 3. Histogram sudut diam massa granul

Pada gambar 3 dapat dilihat sudut diam dari ketiga formula tersebut

memenuhi persyaratan sudut diam. Banker G. S dan Anderson N. R (1994)

menyatakan bila sudut diam lebih kecil sama dengan 30o biasanya bahwa bahan

dapat mengalir bebas, bila sudut lebih besar atau sama dengan 40o biasanya daya

[image:47.595.157.466.378.562.2]
(48)
[image:48.595.162.462.80.300.2]

Gambar 4. Histogram indeks tap massa granul

Semakin kecil nilai dari indeks tap granul maka penyusutan volume yang

terjadi akan tinggi. Dari gambar 4 diperoleh nilai indeks tap yang bervariasi, tetapi

masih memenuhi persyaratan indeks tap yaitu lebih kecil dari 20% (Voight, 1995).

Hal ini disebabkan jumlah bahan pengikat yang digunakan pada tiap formula

berbeda sehingga menghasilkan konsistensi granul basah yang berbeda, sehingga

diperoleh granul yang berbeda pada keempat formula.

Evaluasi tablet meliputi keseragaman bobot, kekerasan tablet, friabilitas

tablet dan waktu hancur tablet. Data dapat dilihat pada histogram di bawah ini

evaluasi keempat tablet plasebo tersebut dapat dilihat pada histogram di bawah

(49)
[image:49.595.162.462.79.300.2]

Gambar 5. Histogram kekerasan tablet plasebo

Keempat formula tablet plasebo ini mempunyai kekerasan yang berbeda

tetapi masih memenuhi persyaratan yaitu 4-8 kg. Menurut Siregar(2010)

kekerasan tergantung pada bobot bahan dan celah antara pons atas dan pons

bawah pada waktu pengempaan. Jika volume bahan atau jarak antara pons

bervariasi, kekerasan juga bervariasi.

[image:49.595.165.462.490.675.2]
(50)

Pada gambar 6 terlihat bahwa hasil friabilitas tidak memenuhi persyaratan

yaitu 0,9 %. Hal ini disebabkan oleh karena tablet mudah mengalami sumbing dan

retak. Penyebab dari sumbing dan retak dapat disebabkan oleh kerusakan pada

punch dan die. Menurut Siregar (2010) menjelaskan bahwa persyaratan friabilitas

yaitu maksimal 1% untuk tablet konvensional.

Keseragaman bobot ketiga formula ini memenuhi persyaratan Farmakope

Indonesia. Dimana tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya

menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom A (5%)

dan tidak ada 1 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang

[image:50.595.115.512.386.674.2]

ditetapkan pada kolom B (10%).

(51)

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa keempat formula memenuhi

persyaratan waktu hancur pada Farmakope Indonesia yaitu tidak lebih dari 15

menit untuk tablet dengan cakram dan tidak lebih dari 30 menit untuk tablet tanpa

cakram.

Hasil preformulasi untuk tablet antasida yaitu sudut diam, waktu alir dan

[image:51.595.167.462.249.399.2]

indeks tap dapat dilihat pada histogram berikut.

Gambar 8. Histogram uji preformulasi granul antasida

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa waktu alir granul antasida

memenuhi persyaratan yaitu < 10 detik. Sudut diam granul antasida juga

memenuhi persyaratan. Menurut Banker G. S dan Anderson N. R (1994)

menyatakan granul yang mempunyai daya alir bebas akan mempunyai sudut diam

antara 30° sampai 40°. Begitu juga dengan indeks tap memenuhi persyaratan yaitu

lebih kecil dari 20% (Voight, 1995).

Hasil uji evaluasi tablet yaitu keseragaman bobot, kekerasan, waktu

hancur, dan friabilitas. Keseragaman bobot ketiga formula ini memenuhi

persyaratan Farmakope Indonesia Edisi III, dimana tidak lebih dari 2 tablet yang

(52)

ditetapkan pada kolom A (5%) dan tidak ada 1 tablet yang menyimpang dari

bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom B (10%).

Dari evaluasi tablet diperoleh bahwa kekerasan tablet antasida memenuhi

persyaratan yaitu antara 4-8 kg. Menurut Siregar (2010) untuk tablet kunyah

hendaknya cukup keras agar tahan terhadap pengemasan dan pengiriman, tetapi

tidak terlalu keras sehingga menimbulkan kesulitan yang tidak semestinya pada

waktu dikunyah.

Sedangkan friabilitas dari tablet antasida tidak memenuhi persyaratan yaitu lebih

kecil dari 0,8%. Menurut Siregar (2010) bahwa untuk tablet kunyah nilai

friabilitas tablet sampai 4% dapat diterima.

Untuk evaluasi waktu hancur tablet antasida dilihat pada histogram di

[image:52.595.188.435.413.622.2]

bawah ini.

(53)

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa tablet antasida tidak memenuhi

persyaratan waktu hancur menurut Farmakope Indonesia Ed.III yaitu tidak lebih

dari 15 menit untuk tablet dengan cakram dan tidak lebih dari 30 menit untuk

tablet tanpa cakram.

Hal ini disebabkan oleh karena sifat dari bahan obat yaitu Magnesium oksida dan

Aluminium hidroksida yang praktis tidak larut dalam air, sehingga air sukar

masuk ke dalam tablet.

Menurut Siregar (2010) pengujian waktu hancur tidak tepat untuk tablet kunyah

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Zat warna hijau daun katuk (Sauropus androgynus Merr.) yang diisolasi dapat

digunakan sebagai pewarna tablet.

2. Konsentrasi zat warna hijau daun katuk (Sauropus androgynus Merr.) yang

disukai sebagai pewarna tablet adalah konsentrasi 1%.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menguji stabilitas warna

tablet sehingga dapat dilihat stabilitas zat warna hijau daun katuk sebagai pewarna

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. (2009). Pewarna Alami dan Sintetis. Tanggal diakses : 2 April 2010. http ://apertiwi. blogspot.com/2009/05/ pewarna-alami.html

Anonim 2. (2010). Katuk. Tanggal diakses : 2 April

.

Anonim 3 . (2007). Tanaman Katuk Gampang Ditanam Banyak Gunanya. Tanggal diakses : 2 April 2010

Anonim 4. (1984). Bahan Pewarna, Bahan Pengawet, dan Bahan Tambahan

dalam Makanan, Obat dan Kosmetika. Publishing Sains dan Teknologi

Lembaga Penelitian USU. Medan. Hal. 32.

Azis, S. dan Muktiningsih, S.R. (2006). Studi Manfaat Daun Katuk (Sauropus

androgynus). Cermin Dunia Kedokteran No. 151. hal. 48.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2001). Inventaris Tanaman

Obat Indonesia. Jilid II. Depkes dan Kesejahteraan RI. hal. 303.

Banker, G. S dan Anderson N. R. (1994). Tablet. Editor: Lahman, L. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. Jilid II. Penerjemah : Suyatmi,S.UI-Press. Jakarta. hal. 643-703.

Ditjen POM, (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. hal. 6-7.

Ditjen POM, (1989). Vademekum Bahan Obat Alam . Depatemen Kesehatan RI. Jakarta.

Ditjen POM, (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. hal. 513-522, 538-540.

Ditjen POM, (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman. Cetakan Pertama. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. hal. 1, 9-12.

Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan. Terjemahan K. Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB Press.

hal. 259-260.

Hardjanti, S. (2008). Potensi Daun Katuk sebagai Sumber Zat Pewarna Alami

(56)

Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi

Industri. Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press. hal. 654.

Menkes RI, (2007). Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. hal. 2-4.

Parrot, L. (1971). Pharmaceutical Technology. Burges Publishing Company. United Stated of America. Page 82.

Saati, E.A. dan Hidayat, N., (2006). Membuat Pewarna Alami. Cetakan I. Trubus Agrisana. hal. 5-10.

Siregar, Charles J.P. dan Wikarsa, S. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet

Dasar-Dasar Praktis. Cetakan II. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta. Hal. 1-2, 8, 416- 418.

Soekarto, Soewarna, T. (1985). Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan

dan Hasil Pertanian. Bhatara Aksara. Jakarta. Hal. 57.

Soekemi, R. A. Yuanita, T. Fat Aminah, Salim Usman. (1987). Tablet. Mayang Kencana. Hal. 18-19.

(57)
(58)

Lampiran 2. Morfologi Daun , Makroskopik dan Mikroskopik Tumbuhan

[image:58.595.162.460.164.415.2]

Gambar Tumbuhan Daun Katuk (Sauropus androgynus Merr.)

(59)
[image:59.595.119.478.142.399.2]

Gambar Mikroskopik Penampang Melintang Daun Katuk (Sauropus androgynus Merr.) Perbesaran 10 x 10

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Keterangan:

1. Kutikula

2. Epidermis atas

3. Palisade

4. Jaringan bunga karang

5. Stomata

6. Berkas pembuluh

7. Serabut

8. Hablur kalsium oksalat

(60)
(61)

Lampiran 4. Sediaan Tablet Antasida dengan Zat Warna Hijau Daun Katuk (Sauropus androgynus Merr.) Konsentrasi 1%

Keterangan:

A = tablet antasida

B = contoh tablet dalam pasaran (tablet antasida doen)

Lampiran 5. Hasil Uji Preformulasi

Tabel 7. Hasil uji preformulasi granul plasebo

Formula Waktu Alir (detik) Sudut diam (o) Indeks tap (%)

F1 8,76 31,31 10,16

F2 5,3 30,96 6,5

F3 5,56 32,26 6,8

[image:61.595.243.381.127.229.2]

F4 8,63 32,61 9,6

Tabel 8. Hasil uji preformulasi granul antasida

Keterangan Waktu alir (detik) Sudut diam (o) Indeks tap (%)

(62)
[image:62.595.111.516.154.245.2]

Lampiran 6. Hasil Evaluasi Tablet

Tabel 9. Hasil keseragaman bobot tablet plasebo

Keterangan F1 F2 F3 F4

Bobot rata-rata (mg) 301 313,5 309,5 293,5

A1 (%) 2,31 2,38 3,07 1,92

A2 (%) 2,09 1,37 1,09 1,56

[image:62.595.113.385.295.386.2]

B1 (%) 2,31 2,38 3,07 1,91

Tabel 10. Hasil keseragaman bobot tablet antasida

Keterangan Formula antasida

Bobot rata-rata (mg) 508,5

A1 (%) 1,1

A2 (%) 0,7

B1 (%) 1,1

Tabel 11. Hasil evaluasi tablet plasebo

Keterangan F1 F2 F3 F4

Waktu hancur : Dengan cakram (menit)

Tanpa cakram (menit)

2,15 1,23 5,51 4,01 7,63 3,96 9,60 9,46

Kekerasan (kg) 6,8 5,9 4,5 5,26

Friabilitas (%) 0,9 0,9 0,9 0,6

Tabel 12. Hasil evaluasi tablet antasida

Keterangan Formula antasida

Waktu hancur:

Dengan cakram (menit) Tanpa cakram (menit)

14,73 92,40

Kekerasan (kg) 5,80

[image:62.595.114.513.428.539.2]
(63)

Lampiran 7. Contoh Perhitungan Bahan Tablet

R/ Zat warna hijau daun katuk 1 %

Aluminium hidroksida 200 mg

Magnesium oksida 200 mg

Amilum manihot 5 %

Gelatin 10 % q.s

Talkum 1 %

Mg-Stearat 1 %

Laktosa q.s ad 500 mg

m. f. tab. dtd No. C

I. Rencana kerja

1. Berat 1 tablet = 500 mg 2. Diameter tablet = 11 mm

3. Metode = granulasi basah 4. Bentuk tablet = bulat pipih II. Perhitungan bahan

1. Aluminium hidroksida = 200 mg x 100 = 20 g 2. Magnesium oksida = 200 mg x 100 = 20 g 3. Zat warna hijau daun katuk = 1/100 x 50 g = 0,5 g 4. Amilum manihot

• Pengembang dalam = 2,5/100 x 50 g = 1,25 g

• Pengembang luar = 2,5/100 x 50 g = 1,25 g

(64)

7. Gelatin

Misalnya gelatin terpakai 20 % dari berat total maka:

20/100 x 50 g = 10 g mengandung gelatin sebanyak

10/100 x 10 = 1 g

8. Bahan pengisi

Laktosa = 50g – (20g + 20g + 1,25g + 1,25g + 0,5g + 0,5g + 1g +

0,75g)

(65)
[image:65.595.108.444.153.487.2]

Lampiran 8. Hasil Pengamatan Warna

Tabel 13. Hasil pengamatan warna

Panelis I(0.5%) II(1%) III(1.25%) IV(1.5%) Total

1 3 5 3 2 13

2 3 4 3 3 13

3 2 4 3 1 10

4 2 5 2 3 12

5 3 5 4 3 15

6 0 5 2 3 10

7 1 5 3 3 12

8 3 5 2 2 12

9 1 4 3 2 10

10 1 4 3 3 11

11 3 5 3 2 13

12 1 2 3 2 8

13 2 4 1 1 8

14 1 4 2 2 9

15 1 5 3 2 11

16 2 4 2 3 11

17 2 4 3 3 12

18 2 5 4 3 14

19 1 5 3 1 10

20 1 5 3 2 11

Total 35 89 55 46 225

Rata-rata 1,75 4,45 2,75 2,3 2,81

(66)
(67)

Keterangan:

[image:67.595.109.454.420.509.2]

FK = faktor koreksi JTK = jumlah total kuadrat JKT = jumlah kuadrat total KT = kuadrat tengah Db = derajat bebas KK = koefisien koreksi

Tabel 14. Daftar analisis sidik ragam uji warna

SK Db JK KT F Hitung F 0.05

Perlakuan 3 81,54 27,18 44,55 2.75

Galat 76 46,65 0,61

Total 79 128,19

Kesimpulan:

F Hitung > F Tabel 5% : beda nyata (signifikan)

a. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) atau Least Sheet Difference (LSD)

(68)

Perlakuan Rataan Notasi

I 1,75

IV 2,30 0,55 a

III 2,75 1,00 0,45 a B

[image:68.595.117.469.84.165.2]

II 4,45 2,70 2,15 1,70 a B c

(69)
[image:69.595.114.518.109.686.2]

Tabel 16. Titik persentase distribusi t (df = 41 – 80) Distribusi

t(df=41-80)

0.25 0.1 0.05 0.025 0.01 0.005 0.001

Df 0.5 0.2 0.1 0.05 0.02 0.01 0.002

41 0.68052 1.30254 1.68288 2.01954 2.4208 2.70118 3.30127

42 0.68038 1.30204 1.68195 2.01808 2.41847 2.69807 3.29595

43 0.68024 1.30155 1.68107 2.01669 2.41625 2.6951 3.29089

44 0.68011 1.30109 1.68023 2.01537 2.41413 2.69228 3.28607

45 0.67998 1.30065 1.67943 2.0141 2.41212 2.68959 3.28148

46 0.67986 1.30023 1.67866 2.0129 2.41019 2.68701 3.2771

47 0.67975 1.29982 1.67793 2.01174 2.40835 2.68456 3.27291

48 0.67964 1.29944 1.67722 2.01063 2.40658 2.6822 3.26891

49 0.67953 1.29907 1.67655 2.00958 2.40489 2.67995 3.26508

50 0.67943 1.29871 1.67591 2.00856 2.40327 2.67779 3.26141

51 0.67933 1.29837 1.67528 2.00758 2.40172 2.67572 3.25789

52 0.67924 1.29805 1.67469 2.00665 2.40022 2.67373 3.25451

53 0.67915 1.29773 1.67412 2.00575 2.39879 2.67182 3.25127

54 0.67906 1.29743 1.67356 2.00488 2.39741 2.66998 3.24815

55 0.6789

Gambar

Tabel 1. Formula tablet plasebo
Tabel 3. Perlakuan konsentrasi zat warna
Tabel 4. Formula tablet dengan bahan obat
Tabel 5. Persyaratan keseragaman bobot
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah atau bentuk kegiatan

Jika 2 titik letis mempunyai paritas yang sama maka sesuai sifat penjumlahan maka dapat dipastikan kedua titik letis memiliki jarak mendatar dan jarak vertikal merupakan bilangan

Selanjutnya kesenjangan yang penulis temukan adalah dalam hal penentuan faktor predisposisi hiperemesis gravidarum, teori menyatakan bahwa salah satu faktor

Dari hasil analisis uji pengaruh parsial, terbukti bahwa ada pengaruh yang bermakna (signifikan) antara variabel bebas, yaitu variabel pelatihan yang terdiri atas

nasabah yang datang ke kantor pelayanan. Aspek ini merupakan bagian dari dimensi reliability, yang secara umum dipersepsikan dengan memuaskan oleh responden. Namun indikator

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari; tes kemampuan kreatif matematik, tes pemecahan masalah matematika, lembar observasi, dan

Komisi yang diberikan kepada pialang asuransi, agen dan perusahaan asuransi lain sehubungan dengan penutupan pertanggungan dicatat sebagai beban komisi, sedangkan komisi yang