• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Syariat Islam Dan Pendidikan Dalam Keluarga Terhadap Perilaku Seks Berisiko Pada Siswa Sma Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Syariat Islam Dan Pendidikan Dalam Keluarga Terhadap Perilaku Seks Berisiko Pada Siswa Sma Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen Tahun 2012"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja sebagai sumber daya manusia merupakan komponen penting dalam

pembangunan nasional karena remaja nantinya yang akan meneruskan pembangunan dan cita-cita bangsa kita. Kualitas remaja salah satunya dipengaruhi oleh kondisi kesehatan termasuk didalamnya kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi yang

buruk akan menyebabkan rendahnya kualitas generasi muda namun sebaliknya kesehatan reproduksi remaja yang baik dapat mendukung pembangunan nasional.

Oleh karenanya kelompok usia remaja perlu mendapatkan penanganan dan perhatian khusus dalam peningkatan kualitasnya. Saat ini jumlah total penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 211.063.000 orang dengan kelompok remaja usia 14-24 tahun

berjumlah 41.728.000 orang (BPS, 2004).

Proporsi penduduk usia remaja yang cukup besar ini dapat menimbulkan berbagai masalah karena ada beberapa perilaku remaja yang mengarah ke hal-hal

yang mengkhawatirkan. Remaja berada dalam masa transisi baik secara fisik maupun psikologis, sangat mudah terpengaruh oleh perubahan lingkungan sosial dan budaya

sehingga tidak sedikit yang kemudian melakukan perilaku merugikan kesehatan. Perilaku beresiko tinggi yang sangat terkait dengan kesehatan reproduksi remaja antara lain merokok, mengkonsumsi napza (narkotika, alkohol, psikotropika dan zat

(2)

(Widyastuti, 2009), sehingga pada masa remaja sanagat dibutuhkan dukungan untuk

mendapatkan informasi dalam mengakses sumber daya untuk menghadapi perubahan kematangan dan status sosial. Peran orang tua dan keluarga merupakan bagian spenting dari lingkungan sosial yang dibutuhkan sebagai pusat perkembangan remaja

menuju kematangan sebagai upaya pencegahan perilaku seksual berisiko. Sedangkan keterlibatan orang tua untuk pencegahan dan mempromosikan perilaku berisiko bagi

kesehatan sangat diperlukan (WHO, 2007).

Kenakalan remaja bukan karena murni dari dalam diri remaja itu sendiri, tetapi mungkin kenakalan itu merupakan efek samping dari hal-hal yang tidak dapat

ditanggulangi oleh remaja dalam keluarga. Bahkan orang tua sendiri pun tidak mampu mengatasinya, akibatnya remaja menjadi korban dari keadaan keluarga

(Dariyo, 2004).

Faktor-faktor negatif seperti kurangnya penanaman moral agama, adanya pengaruh pergaulan bebas, kuatnya pengaruh hormonal pada remaja dan merebaknya

informasi bertema pornografi di media massa merupakan beberapa penyebab remaja melakukan hubungan seks. Faktor lain yang mendorong remaja melakukan hubungan seks pranikah adalah mudahnya remaja memperoleh gambar yang vulgar dan video

compact disk (VCD) porno. Remaja sering salah mempersepsikan tentang informasi

mengenai seks dari teman, film atau buku yang isinya jauh menyimpang dari

nilai-nilai etika dan moral, yang pada akhirnya dapat menyebabkan remaja terjerumus ke persoalan seksualitas yang kompleks seperti hamil di luar nikah, terkena infeksi

(3)

persoalan yang sering terjadi pada masa remaja ini peran orang tua sangat besar

dengan cara melakukan komunikasi lebih terbuka antara orang tua - anak dan memberikan kepercayaan dari orang tua kepada anak sehingga remaja lebih bertanggung jawab terhadap perilaku seksualnya (Pratiwi, 2004).

Sochib (2010) mengemukakan temuan pendidikan yang menunjukkan bahwa kesatuan hubungan antara anak dengan orang tua dan sesama saudara adalah saling

memantu yang didasari rasa kebersamaan, menghargai pendapat orang lain, serta kerelaan berkorban demi kepentingan keluarga dan lingkungan. Temuan ini sependapat dengan temuan Alisjahbana ( 1973 ) yang menyatakan bahwa nilai – nilai

sosial dan ditegakkan atas dasar cinta, simpatik, persahabatan dan solidaritas dan dapat membuat anak merasa kepemilikan dirinya terhadap nilai – nilai sosial, dengan

demikian komunikasi dialogis yang penuh keterbukaan, keakraban dan keintiman dalam keluarga merupakan pranata sosial yang sangat esensial bagi upaya orang tua untuk menanamkan rasa kepemilikan dan pengembangan nilai-nilai sosial kedalam

diri anak.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendekatan nilai-nilai

struktural ke-Islaman dinilai banyak pihak merupakan langkah yang tepat, karena dapat mengontrol perilaku yang menyimpang dari nilai agama. Nilai-nilai religiusitas adalah unsur terpenting dalam diri seseorang. Apabila keyakinan agama telah menjadi

bagian yang integral dalam kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Jika muncul

(4)

itulah yang akan mengatur sikap dan tingkah laku seksualnya agar sesuai dengan

ajaran agamanya (Jalaluddin, 2004). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Philip Seznick

Dituliskan dalam buku Dinas Syariat Islam (2010), bahwasanya Aceh adalah provinsi yang menerapkan syariat Islam, kondisi masyarakat yang religius, tidak

mudah mengidentifikasi remaja yang memiliki masalah khususnya mengenai perilaku seksual berisiko. Namun secara fakta terlihat perilaku remaja Aceh saat ini sangat

memprihatinkan. Mereka cenderung terpengaruh dengan lingkungan dan budaya luar. Gaya pacaran remaja semakin meresahkan, di mana hampir semua pasangan yang datang ketempat rekreasi berpelukan tanpa ada rasa malu, sementara budaya setempat

mempunyai aturan yang sangat ketat tentang pergaulan laki-laki dan perempuan. Hukum merupakan aspek dari kebudayaan, yaitu suatu aspek yang digunakan oleh

kekuasaan masyarakat yang teratur dalam mengatur perilaku manusia dan masyarakat agar tidak terjadi penyimpangan dan penyimpangan yang terjadi dari norma-norma sosial yang ditentukan dapat diperbaiki. Dalam norma agama, hukum adalah

peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Propinsi

Aceh merupakan propinsi yang mendapatkan keistimewaan dalam bidang Agama, pembahasan tentang perubahan hukum dan perubahan masyarakat serta hubungan timbal balik diantara keduanya. Salah satu persepsi penting dalam kajian

sosiologi hukum adalah bahwa perubahan yang terjadi dalam masayarakat dapat direkayasa, dalam arti direncanakan terlebih dahulu oleh pemerintah dengan

(5)

budaya dan pendidikan. Hukum Agama Islam ditetapkan sebagai Qanun ataupun

aturan daerah yang wajib dijalani oleh setiap masyarakat yang berdomisili di Aceh. Salah satu dari peraturan itu dituangkan dalam qanun No 14/2003 tentang khalwat. Kondisi kehidupan masyarakat Aceh mengalami perubahan yang luar biasa pasca

bencana gempa dan tsunami 26 Desember 2004, Aceh menjadi daerah yang terbuka, berbagai suku bangsa di dunia berkunjung ke Aceh dengan kepentingan yang

beragam. Dengan kehadiran para pekerja kemanusiaan yang datang dari berbagai wilayah membawa dampak yang besar pada perkembangan perilaku remaja di Aceh. Remaja sudah mulai ikut-ikutan dengan budaya asing yang mulai marak.

Keistimewaan dan otonomi khusus yang diberikan untuk daerah istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan Undang-undang Nomor 44

Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, antara lain bertujuan mengaplikasikan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat untuk mewujudkan tata kehidupan masyarakat yang sejahtera, aman, tenteram, adil dan tertib guna mencapai

ridha Allah. Tata pergaulan /khalwat atau meusum antara pria dan wanita jelas tertulis dalam instruksi Gubernur Aceh Nomor 05/INSTR/2002. Bagi pasangan yang bukan

muhrimnya melanggar peraturan tersebut maka hukum syariat Islam tentang cambuk wajib dilaksanakan seperti yang di jelaskan dalam peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2005 tentang petunjuk tehnis pelaksanaan uqubat cambuk. Di dalam qanun

Nomor 12 Tahun 2003 pasal 1 no 19 Islam dengan tegas melarang mengkonsumsi minuman khamar dan sejenisnya, maisir atau perjudian yang dapat menjerusmuskan

(6)

Penelitian yang dilakukan oleh BKKBN berjasama dengan Pusat Penelitian

Kependudukan dan Sumber Daya Manusia Universitas Syiah Kuala Tahun 2005 terhadap pengetahuan remaja, sikap dan prakrik kesehatan reproduksi pada siswa SMA di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dari 14 Kabupaten/Kota yaitu; Kota

Banda Aceh, Kota Sabang, Aceh Tenggara dan Aceh Tamiang sebanyak 3 persen mengaku telah melakukan hubungan seks dari 588 responden dengan rincian sebagai

berikut; 6,2 persen dari 194 responden di Kota Banda Aceh, 3 persen dari 101 responden Kota Sabang, 3,5 persen dari 145 responden Kab. Aceh Tenggara dan 0,7 persen dari 148 responden Kab. Aceh Tamiang. Sebanyak 49,32 persen siswa sudah

mempunyai kekasih dan 19,6 persen siswa telah berciuman secara birahi.

Hasil penelitian Arina (2012) di SMA Negeri 2 Kecamatan Kuta Alam Banda

Aceh tentang pengetahuan remaja dan peran orang tua terhadap perilaku seks bebas remaja putri diperoleh bahwa dari 68 orang siswa sebanyak 19,1 persen memiliki perilaku seks bebas.

Dinas Kesehatan Aceh (2008) menyebutkan remaja laki-laki yang mengaku pernah berhubungan seks satu tahun terakhir sekitar 20% dan pernah berhubungan

seks dengan wanita pekerja seks (WPS) dalam setahun terakhir ada sekitar 11%. Namun remaja baik laki-laki maupun perempuan yang mengaku pernah berhubungan seks setahun terakhir dan berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan ada

43%. Selama empat tahun terakhir (2007-2008) di Aceh telah ditemukan 22 orang penderita HIV/AIDS positif yang tersebar di beberapa Kabupaten di Aceh. Penyakit

(7)

positif, pada tahun 2007 menjadi 22 kasus. Rata-rata usia penderita berkisar antara

20-39 tahun. Pria menjadi penderita terbanyak, sebesar 12 orang (63%) sisanya adalah perempuan. Selanjutnya dari data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Aceh pada tahun 2009 terjadi peningkatan kasus HIV menjadi 40 kasus. Sarana penularan

terbanyak melalui penggunaan jarum suntik sebanyak 16 orang dan selebihnya karena hubungan seks bebas.

Sebagai daerah yang penduduknya mayoritas muslim, ditemukannya kasus HIV/AIDS merupakan salah satu bukti mulai terjadinya degradasi moral para remaja di daerah ini. Peningkatan kasus HIV/AIDS di Aceh secara tidak langsung terjadi

karena banyaknya perilaku seksual yang berisiko tinggi. Demikian halnya dengan data kasus yang diterima oleh divisi konseling/medis Centra Muda Putro Phang

(CMPP) PKBI Aceh, membuktikan begitu kompleknya permasalahan remaja. Hal ini dapat dilihat dari hasil pelayanan konsultasi psikologi dan medis tahun 2008-2009, terjadi peningkatan beberapa jenis kasus untuk persoalan problematika pacaran terkait

dengan aktivitas seksualitas. Remaja yang melakukan hubungan seksual dalam pacaran semakin meningkat yaitu 71 kasus pada tahun 2008 menjadi 129 kasus pada

tahun 2009.

Kabupaten Bireuen adalah salah satu kabupaten dari 28 kota yang ada di Propinsi Aceh. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara

melalui Undang-undang No. 48 Tahun 1999 tanggal 12 Oktober 1999. Luas wilayah 1.902,22 Km² (190.122 Ha) yang terdiri dari 17 Kecamatan, 69 pemukiman, dan 608

(8)

laki-laki dan 201.839 perempuan. Jumlah remaja saat ini di Kabupaten Bireuen umur

10-14 tahun laki-laki sebanyak 16.439 jiwa, sedangkan remaja perempuan berjumlah 16.505 jiwa. Remaja usia 15 s/d 18 tahun yang laki-laki sebanyak 15.617 jiwa dan perempuan sebanyak 16.035 jiwa (Dinkes Kab. Bireuen, 2011).

Hasil penelitian Lembaga Swadaya Masyarakat Yapena (2010) di salah satu SMA Kabupaten Bireun diketahui bahwa 13 remaja yang hamil di luar nikah, 5

diantaranya melakukan aborsi dan yang lainnya menikah dalam keadaan hamil (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2011).

SMA Negeri 2 Peusangan yang berada di tengah kota Bireuen, merupakan

salah satu sekolah yang menerapkan disiplin yang tinggi. Data dari Badan Pengawas SMA Negeri Peusangan (2010) mempunyai siswa dengan jumlah siswa kelas satu

240 siswa, laki-laki 100 orang, wanita 140 orang, kelas X jumlah siswanya 315, jurusan IPA 200 orang dan IPS 115 orang dan kelas XII terdiri 320 orang, jurusan IPA 220 orang dan IPS 100 orang siswa.

Studi pendahuluan yang dilaksanakan oleh penulis tanggal 28 Desember 2011 kepada satu orang guru dan satu orang tata usaha, memberikan keterangan bahwa

hingga periode 2008-2010 kasus perilaku seksual remaja makin meningkat dan tiap tahun ada siswa yang keluar dari sekolah karena prilaku tersebut dan dari hasil bincang-bincang dengan salah satu siswa di tahun tersebut ada 1 siswa yang hamil di

luar nikah dan dikeluarkan, rata-rata siswa di SMA tersebut sudah mempunyai pacar bahkan sebelum masuk SMA. Semua kasus siswa yang mengalami kehamilan akibat

(9)

siswa. Kualitas perilaku seksual dalam berpacaran siswa semakin meningkat baik di

sekolah maupun luar sekolah, berduaan di rumah, antar jemput, berboncengan sambil melingkarkan tangan pada pasangan, menyimpan gambar porno dan sejenisnya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti “Perilaku Seks

Berisiko pada Siswa SMA Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen”.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh Syariat Islam dan pendidikan dalam

keluarga terhadap Perilaku Seks Berisiko pada Siswa SMA Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen”.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh Syariat Islan dan pendidikan dalam keluarga terhadap

perilaku seks berisiko pada siswa SMA Negeri 2 Peusangan Matangglumpang Dua Kabupaten Bireuen setelah penerapan Syariat Islam.

1.4 Hipotesis

(10)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi remaja tentang bahaya dari perilaku seks berisiko agar dapat bersikap dewasa dan bertanggung jawab dengan setiap tindakan dan keputusan yang mereka ambil, sehingga dapat terhindar dari perilaku seks berisiko

2. Merupakan bahan masukan bagi keluarga dalam memberikan pendidikan kepada remaja sebagai generasi penerus cita-cita bangsa

3. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Aceh maupun lembaga swadaya masyarakat, sebagai pengambil kebijakan yang memberikan pelayanan kesehatan dan bekerjasama dengan puskesmas dan BkkbN setempat agar diketahuinya

pendekatan yang tepat dalam menangani masalah perilaku seks remaja dengan meningkatkan fungsi keluarga dalam peningkatan pemahaman remaja dalam hal

perilaku seks remaja.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penulisan ilmiah ini penulis menggunakan beberapa metode sebagai sarana dalam melengkapi penulisan ilmiah ini yaitu dengan melakukan studi pustaka yang mengambil bahan

Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (Ctl) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Ipa Mengenai Struktur Dan Fungsi Bagian

[r]

Tahap ini mengecek kebutuhan jumlah dan kriteria sudah tepat atau belum dengan kekosongan jabatan yang ada, kemudian menggunakan metode AHP untuk melihat pegawai dengan

Opini publik yang diperhitungkan dalam pembuatan kebijakan, menurut Hennesy (1970) adalah suatu kompleksitas dari pandangan- pandangan, kelompok, dan individual

A danya responden yang tidak melakukan mobilisasi dini tetapi luka post sectio caesarea dapat pulih dengan baik dapat disebabkan oleh faktor lain yang

jaringan telepon hanya bisa memberikan layanan suara saja, jaringan data hanya.. mampu memberikan layanan untuk data

Evaluasi nilai sensitivitas dan akurasi teknik palpasi nadi DP dan PT diperoleh hasil yang baik dengan membandingkan pada pemeriksaan auskultasi nadi