BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fungsi manajemen terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan (Huber, 2010). Pencegahan pengendalian infeksi
nosokomial adalah program yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi
nosokomial di rumah sakit dan yang bertanggungjawab terhadap tugas tersebut
adalah komite/panitia pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit yang
dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World Health Organization) (2010) melaporkan bahwa hanya 23/147 negara-negara berkembang memiliki sistem pengawasan berfungsi untuk HCAI (HealthCare-Associated Infections), yang merupakan bagian inti dari program pengendalian infeksi. Di Mongolia, sistem pencegahan dan pengendalian infeksi HCAI sudah
didirikan pada tahun 1997.
Program pencegahan dan pengendalian infeksi sangat penting bagi
kesehatan pasien dan keselamatan petugas, pengunjung dan lain-lain di
lingkungan rumah sakit (Schekler, et al. 1998). Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial menjadi tantangan di seluruh dunia karena
infeksi nosokomial dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta
dan perawatan di rumah sakit. Di negara berkembang tingkat prevalensi infeksi
nosokomial dengan sumber daya terbatas lebih dari 40% (Raka, 2008 ).
Gondodiputro (1996) melaporkan contoh pelaksanaan program
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah yang dilakukan di
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang telah berhasil menurunkan angka
kejadian infeksi luka operasi bersih dari 4,11% pada tahun 1989 menjadi 1,71%
pada tahun1990.
Menurut Depkes RI & PERDALIN (2008) berdasarkan hasil survey point
prevalensi dari 11 rumah sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya
dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun
2003 didapatkan angka infeksi nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi)
sebesar 18,9%, ISK (Infeksi Saluan Kemih) 15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah
Primer) 26,4%, pneumonia 24,5% dan infeksi saluran nafas lain 15,1% serta
infeksi lain 32,1%.
Berdasarkan hasil laporan dari unit Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI)
di RSUP H. Adam Malik Medan penerapan manajemen pencegahan pengendalian
infeksi sudah dilaksanakan sejak tahun 2006. Perawat IPCLN (Infection Prevention Control Link Nurse) sudah membuat perencanaan berupa jadwal pengarahan dan jadwal pengawasan yang sudah dilaksanakan setiap hari. Untuk
pengorganisasian masih berkoordinasi dengan unit PPI dimana IPCLN bagian
dari unit PPI sehingga IPCLN melaksanakan tugas sesuai arahan dari unit PPI.
Pengarahan yang dilakukan IPCLN berupa penyuluhan kesehatan seperti cara
dilaksanakan setiap serah terima baik terhadap perawat, pasien dan keluarga
pasien serta pasien baru namun belum optimal. Pengawasan dilakukan IPCLN
setiap hari di ruangan misalnya dalam melaksanakan tindakan keperawatan
diperhatikan bagaimana mencuci tangan yang benar, momen yang tepat,
penggunaan APD, pembuangan limbah, penggunaan peralatan yang steril dan
membuat laporan surveilans. Namun masih dijumpai perawat salah mencuci
tangan, momen yang tidak tepat dan tidak memperhatikan SOP (Standar
Operasional Prosedur), IPCLN hanya memberi teguran tidak ada punishment dan
reward sehingga prilaku perawat tidak berubah. Akibatnya masih ditemukan data infeksi nosokomial pada tahun 2014 terbanyak pada kasus ISK sebanyak 103
orang akibat pemasangan kateter, dan pada tahun 2015 terbanyak pada kasus
plebitis sebanyak 174 orang akibat pemasangan infus/three way. Hal ini seiring dengan penelitian Ernawati, et al. (2014) dikatakan bahwa kepatuhan hand hygiene
perawat ruang rawat inap rumah sakit masih rendah (35%), kepatuhan tertinggi
ditemukan sesudah kontak dengan cairan tubuh pasien sedangkan kepatuhan
terendah bahkan nol pada momen sebelum kontak dengan pasien.
Namun pihak rumah sakit dalam hal ini unit PPI beserta anggotanya
IPCN (Infection Prevention Control Nurse) dan IPCLNsudah berusaha mengatasi masalah tersebut berupa penyuluhan kesehatan, menjelaskan terhadap
perawat-perawat tentang hand hygiene yang benar dan dengan momen yang tepat, menambah fasilitas cuci tangan dan handrub. Serta menganjurkan memperhatikan SOP, menggunakan APD dalam melaksanakan tindakan untuk pencegahan
perawat dalam penggunaan APD di ruangan dikategorikan patuh sebanyak 23
orang (79,3%) dan tidak patuh 6 orang (20,7 %).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI
bersama WHO ke rumah sakit - rumah sakit di Propinsi / Kabupaten / Kota
disimpulkan bahwa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
(KPPIRS) selama ini belum berfungsi optimal sebagaimana yang diharapkan.
Penelitian juga menunjukkan bahwa anggota komite belum memahami dengan
baik tugas, kewenangan, serta tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam
lingkup pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (Depkes RI &
PERDALIN, 2008). Peranan perawat sangat diharapkan dalam pengendalian
infeksi sebab perawat merupakan praktisi kesehatan yang berhubungan
langsung dengan klien dan bahan infeksius di ruang rawat. Perawat juga
bertanggung jawab menjaga keselamatan klien di RS melalui pencegahan
kecelakaan, cidera, atau trauma lain, dan melalui pencegahan penyebaran infeksi
(Abdellah, 1960). Selain itu peranan Karu dalam menjalankan fungsi perencanaan
yang baik akan meningkatkan keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial
sebesar 10,880 kali dibandingkan karu yang berfungsi kurang baik dan Karu yang
mempunyai fungsi pengarahan yang baik akan meningkatkan keberhasilan
pengendalian infeksi nosokomial sebesar 11,333 kali dibandingkan karu yang
berfungsi kurang baik (Handiyani et al, 2004).
Pemerintah kita menyadari betul pentingnya pencegahan dan pengendalian
infeksi rumah sakit, dan ini ditandai dengan dikeluarkannya kebijakan pencegahan
dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270/Menkes/III/2007
tentang pedoman manajerial pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas
kesehatan serta Keputusan Menkes Nomor 381/Menkes/III/2007 mengenai
pedoman pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan dan
kebijakan direktur utama RSUP H. Adam Malik Medan nomor : LB.02.01/ I /
2136 / 2009 tentang Pengendalian Infeksi Rumah Sakit. Departemen Kesehatan,
juga telah menetapkan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan serta
rumah sakit lain yaitu RSUP dr.Hasan Sadikin Bandung, RSUP dr Sardjito
Yogyakarta, RSUP dr.Sutomo Surabaya dan RSUP Sanglah Denpasar sebagai
pusat pelatihan regional pencegahan dan pengendalian infeksi (Pedoman PPIRS
RSUP HAM, 2012).
Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam
bagaimana pengalaman perawat dalam menerapkan manajemen pengendalian
infeksi di rumah sakit. Penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan
fenomenologi sehingga akan memperoleh berbagai informasi baru terkait
pengalaman perawat dalam menerapkan pengendalian infeksi di RSUP H. Adam
Malik Medan.
1.2 Permasalahan
Dari hasil laporan unit PPI RSUP H. Adam Malik Medan penerapan
manajemen pengendalian infeksi sudah dilakukan di setiap ruangan mulai proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan namun belum
berjalan dengan optimal. Terutama perencanaan belum dapat dilaksanakan dengan
infeksi di ruangan namun juga harus bertugas sebagai perawat KaTim (kepala
Tim), perawat pelaksana maupun perawat CI (clinikal instructur) sehingga perencanaan hanya membuat jadwal pengarahan dan jadwal pengawasan saja.
Seharusnya dapat merencanakan pembuatan SOP, membuat peraturan seperti
funishmen bagi yang melanggar SOP dan memberi reward bagi yang patuh dan membuat leaflet untuk pengarahan. Begitu juga terhadap pengawasan yang dilakukan masih ada dijumpai perawat yang kurang kesadaran dalam menjalankan
hand hygiene dengan benar dan momen yang tepat, perawat kurang memperhatikan SOP dan penggunaan APD dalam melaksanakan tindakan, tidak
melakukan vulva hygiene ketika memasang kateter. Beberapa hal ini sesuai dengan penelitian Masloman, et al. (2015) menunjukan bahwa pelaksanaan kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, pemrosesan peralatan pasien,
pengelolaan limbah, pengelolaan lingkungan, program kesehatan petugas
kesehatan, penempatan pasien, praktek menyuntik yang aman dan praktek untuk
lumbal pungsi belum berjalan sesuai dengan pedoman pencegahan dan
pengendalian infeksi Kementerian Kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk
menjawab permasalahan yang dinyatakan dengan pertanyaan “Bagaimana
pengalaman perawat dalam menerapkan manajemen pengendalian infeksi terkait
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan di RSUP H. Adam
Malik Medan?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman perawat dalam
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Pelayanan keperawatan
Penelitian ini dapat berkontribusi bagi perawat administrator dalam
membuat perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan dalam
menerapkan manajemen pengendalian infeksi di rumah sakit sehingga diharapkan
mampu mencegah dan menurunkan angka kejadian infeksi.
1.4.2 Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan ilmu
keperawatan terkait manajemen pengendalian infeksi dan bermanfaat bagi institusi
pendidikan dalam mempersiapkan mahasiswa yang akan melaksanakan praktek
klinik di rumah sakit.
1.4.3 Penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan riset keperawatan
dimana data yang ditemukan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai