• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Untuk Mengetahui Hambatan Dalam Penggunaan Kontrasepsi Implan Di Desa Suka Maju Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor Untuk Mengetahui Hambatan Dalam Penggunaan Kontrasepsi Implan Di Desa Suka Maju Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Laju pertumbuhan penduduk dunia pada tahun 2013 mengalami peningkatan

lebih tinggi dari perkiraan dua tahun yang lalu. Jumlah penduduk dunia pada bulan

Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

2025. Jumlah itu akan terus berkembang menjadi 9,6 miliar pada tahun 2050. Jumlah

penduduk di negara-negara tidak berkembang akan meningkat dua kali lipat dari 898

juta menjadi 1,8 miliar pada tahun 2050. Sebaliknya, penduduk di negara-negara

maju meningkat dari 1,25 miliar jiwa tahun ini menjadi sekitar 1,28 miliar jiwa

penduduk pada tahun 2100 (Jatmiko, 2013).

Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia merupakan negara

ke-5 di Dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu 249 juta. Di negara

ASEAN, Indonesia dengan luas wilayah terbesar tetap menjadi negara dengan

penduduk terbanyak, jauh diatas 9 negara anggota lainnya. Dengan Angka Fertilisasi

atau Total Fertility Rate (TFR) 2,6. Indonesia berada diatas rata-rata TFR negara

ASEAN, yaitu 2,4 (Pusat Data Dan Informasi Kesehatan RI, 2014).

Beberapa tahun belakangan ini, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) termasuk

salah satu Provinsi dengan pertumbuhan penduduk diatas batas toleransi yang

distandarkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(2)

karena program Keluarga Berencana (KB) belum berjalan maksimal. Akibat

tingginya pertumbuhan penduduk ini akan mengancam perekonomian kedepan. Ada

8 provinsi yang mengalami pertumbuhan penduduk diatas batas toleransi, yakni;

Jakarta, Banten, Jabar, Jatim, Sumut, Lampung, Sulawesi Selatan dan NTT.

Pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol atau diatas batas toleransi ini akan

menimbulkan permasalahan yang serius secara nasional kedepan, khususnya

permasalahan terkait kebutuhan primer manusia, seperti; ekonomi, pendidikan,

kesehatan dan kesejahteraan rakyat (Siregar, 2014).

Keluarga berencana (KB) pertama kali ditetapkan sebagai program

pemerintah pada tanggal 29 Juni 1970, bersamaan dengan dibentuknya Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Program KB di Indonesia sudah dimulai

sejak tahun 1957, namun masih menjadi urusan kesehatan dan belum menjadi urusan

kependudukan. Namun sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk

Indonesia serta tingginya angka kematian ibu dan kebutuhan akan kesehatan

reproduksi, program KB selanjutnya digunakan sebagai salah satu cara untuk

menekan pertumbuhan jumlah penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan

dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa pembangunan keluarga adalah upaya

mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat; dan

Keluarga Berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak dan usia

(3)

sesuai hak reproduksi untuk mewujutkan keluarga yang berkualitas. Pengaturan

kehamilan dalam Program KB dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi.

Pada tahun 2013, cakupan KB aktif secara nasional sebesar 75,88%. Dari 33

provinsi, ada 15 provinsi yang cakupannya masih berada dibawah cakupan nasional.

Provinsi Bengkulu merupakan provinsi dengan cakupan tertinggi sebesar 87,70%,

dan Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi dengan cakupan terendah kedua

setelah Provinsi Papua yaitu 69,21% (BKKBN, 2014).

Keluarga Berencana memiliki dua program, yaitu KEI (Komunikasi, Edukasi,

dan Informasi) dan Pelayanan Kontrasepsi. Berbagai macam pilihan alat kontrasepsi

yang disediakan oleh pemerintah antara lain: pil, suntikan, kondom, Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang terdiri dari : alat kontrasepsi dalam rahim

(AKDR), implant, tubektomi (MOW) dan vasektom (MOP) (Sulistio, 2010).

Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) merupakan jenis kontrasepsi

yang sangat efektif untuk menghindari kelahiran, mengatur interval kelahiran dan

tidak mempengaruhi hubungan seksual yang dapat bertahan selama 3 tahun sampai

seumur hidup seperti AKDR/IUD, implant, MOW dan MOP (BKKBN, 2014).

Berdasarkan hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI), pola

penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh metode kontrasepsi

hormonal dan bersifat jangka pendek. Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)

cenderung mengalami penurunan dari 8,1 persen (SDKI 1997) menjadi 6, 2 % persen

(SDKI 2002/2003) dan turun lagi menjadi 4,9 persen (SDKI 2007) serta turun

(4)

Yang termasuk metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) pada saat ini

yaitu; IUD, Implan, MOW dan MOP, berdasarkan sasaran RKP 2010, 2011, 2012,

sasaran MKJP yang harus dicapai setiap tahunnya adalah 24.2%, 25.1%, dan 25.9 %

dari data statistik rutin BKKBN tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa pencapaian

PA MKJP masih dibawah target yang telah di tetapkan yaitu; 23.5%, 24.4%, dan

24.9% (LAKIP BKKBN, 2012). Survey Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI)

memperlihatkan proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik (85,6%), Pil

(81,4%), IUD (58,1%), Implan (45,8%), MOW (20,3%), Kondom (49,7%), MOP

(11,9%), dan sisanya merupakan peserta KB tradisional yang masing-masing

menggunakan cara tradisional seperti pantang berkala maupun senggama terputus

(BKKBN, 2012).

Kontrasepsi implan merupakan kontrasepsi yang berbentuk batang kecil yang

mengandung progestin. Pemakaian implan efektif untuk mencegah kehamilan dengan

minim tingkat kegagalan pemakaian pada wanita dibandingkan dengan sterilisasi

(tubektomi). Saat ini sudah tersedia implan dalam bentuk satu batang sehingga lebih

praktis. Kontrasepsi berbentuk batang berukuran kurang dari 3 cm ini akan

dimasukkan kekulit bagian dalam lengan untuk mencegah kehamilan selama tiga

tahun. Metode kontrasepsi implan memiliki efektivitas sampai 99 persen dengan

tingkat kegagalan hanya 1 dari 100 wanita yang menggunakannya atau kegagalan

hanya mencapai 0,05 persen. Implan merupakan alat kontrasepsi yang praktis dan

efektif. Dengan implan tidak ada lagi faktor lupa dan sangat cocok untuk wanita yang

(5)

metode kontrasepsi efektif jangka panjang, efektif mencegah kehamilan selama tiga

tahun. Tingkat kegagalan lebih sedikit dibanding IUD. Sementara alat KB berupa pil

dan suntikan sifatnya jangka pendek dan kerap gagal, karena faktor lupa. (Julianto,

2014).

Keuntungan penggunaan KB Implant lebih besar dibandingkan dengan

kelemahan akibat dari penggunaan KB implant, sehingga dapat dikatakan bahwa

penggunaan KB implant sangat penting dalam mendukung program KB.

Peserta Baru KB menurut Metode Kontrasepsi di Indonesia, Tahun 2013

untuk Akseptor KB Intra Uterine Device (IUD) (7,75%), Metode Operasi Wanita

(MOW) (1,52%), Metode Operasi Pria (MOP) (0,25 %), Kondom (6,09%), Implan

(9, 23%), suntikan (48, 56%), pil (26, 60%). Data Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa pada tahun 2013 ada

8.500.247 PUS (Pasangan Usia Subur) yang merupakan peserta KB baru, dan hampir

separuhnya (48,56 %) menggunakan metode kontrasepsi suntikan. (BKKBN, 2013)

Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara sendiri peserta KB aktif tahun

2012; IUD 2.1%, Pil 10.8%, Kondom 1.9%, Suntik 18.3%, Implan 3.1%, MOW

6.4%. Jika ditinjau dari beberapa metode kontrasepsi yang diajukan oleh pemerintah,

metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) masih memiliki peminat yang masih

sedikit. Pada umumnya masyarakat memilih non metode kontrasepsi jangka panjang

(NON MKJP) sehingga metode KB MKJP seperti AKDR/IUD, implant, kontap pria

(6)

Hasil analisis deskriptif yang dilakukan di enam wilayah yang dalam

penggunaan MKJP menunjukkan bahwa penggunaan MKJP masih jauh lebih rendah

dibandingkan penggunaan non MKJP. Penggunaan KB Non MKJP di dominasi oleh

wanita PUS yang berumur kurang dari 30 tahun, jumlah anak 0-2 anak, lama menikah

1-5 tahun, memiliki tingkat pendidikan tamat SD atau tamat SLTP, bertempat tinggal

dipedesaan. sementara penggunaan MKJP didominasi wanita PUS yang berumur

lebih dari 30 tahun, jumlah anak lebih dari atau sama dengan tiga anak, lama menikah

lebih dari 10 tahun, memiliki tingkat pendidikan tamat SMA ke atas, bertempat

tinggal diperkotaan (BKKBN, 2011).

Menurut Sarwono (2004) yang mengutip pendapat Anderson dengan teorinya

Andersen’s Behavioral model of Health Service Utilization”, mengemukakan bahwa

keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan itu ada tiga komponen, yaitu (1)

komponen predisposisi yang terdiri dari demografi, struktur sosial dan kepercayaan

kesehatan, (2) komponen enabling(pemungkin) terdiri dari sumber daya keluarga

(penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan, dan keikutsertaan dalam

asuransi kesehatan), (3) komponen need (kebutuhan), merupakan komponen yang

mendorong prilaku kesehatan karena adanya kebutuhan yang disebabkan oleh adanya

persepsi serius mengenai gejala atau penyakit yang dialaminya, sehingga terdorong

untuk mencari upaya pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian yang dilakukan berkaitan dengan determinan pemakaian alat

kontrasepsi pada wanita PUS yaitu penelitian Fiennalia (2011), bahwa ada hubungan

(7)

pelayanan KB, biaya penggunaan alat kontrasepsi dan pengetahuan dengan

penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang di Wilayah Kerja Puskesmas

Pancuran Mas. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti dalam Dewi

(2012) mengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat

kontrasepsi pada wanita di Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes menunjukkan ada

hubungan umur, pendidikan, pengetahuan, komunikasi KB, ketersediaan alat

kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan, peran petugas dengan pemakaian alat

kontrasepsi.

Pemilihan alat kontrasepsi bagi wanita harus menimbang dari dari berbagai

faktor, termasuk status kesehatan, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi

terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan

penghasilan keluarga dan kerjasama dari pasangan (Hartanto, 2004).

Dukungan suami sangat diperlukan. Seperti diketahui bahwa di Indonesia,

keputusan suami dalam mengizinkan istri adalah pedoman penting bagi si istri untuk

menggunakan alat kontrasepsi. Bila suami tidak mengizinkan atau mendukung, hanya

sedikit istri yang berani untuk tetap memasang alat kontrasepsi tersebut. Dukungan

suami sangat berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan menggunakan atau

tidak dan metode apa yang akan dipakai (Suprayatno, 2011).

Jumlah peserta KB di Kabupaten Deli Serdang sampai dengan bulan

Desember Tahun 2014, peserta KB Aktif sekitar 228543 atau 68,04 % dari PUS

sebesar 335871. Peserta KB yang menggunakan Non MKJP meliputi Suntik 28,51 %,

(8)

5,65 %, MOP 1,19, IUD 12,46 %, Implan 12,37 %. Data tersebut menunjukkan

bahwa lebih banyak peserta KB memilih untuk menggunakan non MKJP. (Badan

Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Deli Serdang, 2014)

Kabupaten Deli Serdang memiliki 22 Kecamatan. Dari data yang didapatkan,

Kecamatan Sunggal sebagai presentasi terendah peserta KB aktif dari 22 Kecamatan

yang ada yaitu 64,93 %. Peserta KB aktif tertinggi terdapat di kecamatan

Kutalimbaru yaitu 78,53 %. (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan

Perempuan Kabupaten Deli Serdang, 2014)

Berdasarkan Data Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan

Kecamatan Sunggal tahun 2014, dari 17 Desa yang ada di Kecamatan Sunggal,

penggunaan Implan yang presentasinya terendah antara lain: Desa Sei Beras Sekata

sebanyak 80 orang, Desa Tanjung Selamat sebanyak 70 orang, dan Desa Suka Maju

sebanyak 50 orang.

Jumlah peserta KB di Desa Suka Maju tahun 2014, peserta KB Aktif sekitar

1.101 dari PUS sebesar 1694. Peserta KB Suntik sebesar 385 orang (34,96%), peserta

KB Pil sebesar 386 rang (35,05%) sedangkan peserta KB Implan hanya berjumlah 50

orang (4,54%).

Rendahnya penggunaan Metode Kontrasepi Jangka Panjang dapat disebabkan

karena beberapa faktor seperti : ketidaktahuan peserta tentang kelebihan Metode

Kontrasepi Jangka Panjang, kualitas pelayanan KB dilihat dari segi ketersediaan alat

kontrasepsi dan ketersediaan tenaga yang terlatih serta kemampuan medis teknis

(9)

yang mahal, adanya hambatan dukungan dari suami dalam pemakaian Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang, dan adanya nilai yang timbul dari adanya sikap yang

didasarkan kepercayaan dan norma-norma di masyarakat (BKKBN, 2006).

Selain itu berdasarkan dari beberapa kasus yang ada, diperoleh alasan

keengganan yang disebabkan karena takut akan efek sampingnya atau prosedurnya,

hingga takut kepada tenaga medis yang menangani (BKKBN, 2012).

Perempuan banyak yang mengalami kesulitan dalam memilih jenis

kontrasepsi. Hal ini tidak hanya keterbatasan metode yang tersedia, tetapi juga

ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi

tersebut. Selain itu juga dipengaruhi besar keluarga yang direncanakan, persetujuan

pasangan bahkan norma budaya lingkungan. Berbagai faktor harus dipertimbangkan

termasuk status kesehatan, efeksamping, potensial, konsekuensi kegagalan kehamilan

yang tidak diinginkan(Wulansari, 2007).

Bentuk partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi adalah

mendukung istri dalam memilih alat kontrasepsi dan memberikan kebebasan kepada

istri untuk menggunakan kontrasepsi tersebut (BKKBN, 2008).

Setiap akseptor menggunakan kontrasepsi yang saat ini dipakai, dengan

pertimbangan berbagai hal. Faktor yang memengaruhi pemilihan kontrasepsi yaitu

berupa faktor internal berupa pengetahuan, pendidikan, umur, pekerjaan, dan paritas.

Faktor eksternal yaitu dukungan suami, dukungan keluarga, tenaga kesehatan,

(10)

Berdasarkan survei awal dilakukan dengan mewawancarai 10 orang ibu yang

menggunakan Kontrasepsi Non Implandi Desa Suka Maju Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang menanyakan alasan mereka memilih kontrasepsi non implan

adalah 4 ibu mengatakan penggunaanannya lebih praktis dari pada penggunaan

implan walaupun mereka mengatakan sering lupa untuk menggunakan kontrasepsi

non implan seperti kontrasepsi suntik dan pil, mereka mengatakan takut

menggunakan kontrasepsi implan karena pemasangannya dilakukan dibawah kulit

dan takut alat kontrasepsi yang dipasang dapat berpindah-pindah tempat serta mereka

juga mengatakan takut merasakan cepat lelah akibat penggunaan kontrasepsi implan.

Setelah ditanyakan kembali apakah mereka pernah menggunakan kontrasepsi implan,

mereka mengatakan belum pernah dan mendapatkan informasi mudah lelah akibat

penggunaan kontrasepsi implan didapat dari mulut ke mulut. Kemudian 2 ibu

mengatakan biaya untuk membeli dan memasang kontrasepsi yang tidak terjangkau.

Penggunaan kontrasepsi non implan (kontrasepsi suntik dan pil) lebih murah

dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi implan, mereka tinggal datang ke

klinik terdekat untuk pemakaian kontrasepsi non implan (kontrasepsi suntik dan pil)

dari pada menunggu untuk pelayanan gratis penggunaan kontrasepsi implan yang

pemasangannya jauh dari tempat tinggal dan memerlukan biaya transportasi yang

lebih. Kemudian 4 ibu mengatakan karena faktor dukungan suami selain itu mereka

mengatakan mengalami keluhan seperti bertambahnya berat badan ketika

menggunakan kontrasepsi non implan (kontrasepsi suntik dan pil), tetapi walaupun

(11)

implan (Kontrasepsi suntik dan pil) dengan alasan mendapat dukungan dari suami

.Kurangnya informasi dari petugas kesehatan tentang alat kontrasepsi implan menjadi

alasan mereka untuk lebih memilih menggunakan kontrasepsi selain implan.

Berdasarkan data dan fenomena diatas, banyaknya variabel yang saling terkait

(umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah anak, jumlah anak yang

diinginkan, pengambil keputusan, pengetahuan, norma, akses terhadap pelayanan

kesehatan, biaya penggunaan kontrasepsi, dukungan suami, peran petugas kesehatan,

kepercayaan kepada petugas kesehatan, kenyamanan terhadap penggunaan

kontrasepsi, takut efek samping) yang menjadi alasan ibu dalam memilih kontrasepsi

non implan (Kontrasepsi suntik dan pil), maka perlu dilakukan analisis faktor untuk

mereduksi atau meringkas variabel tersebut, agar dapat diketahui faktor hambatan

dalam penggunaan kontrasepsi Implan.

1.2. Permasalahan

Masih rendahnya keikutsertaan ibu dalam penggunaan kontrasepsi Implan

disebabkan banyak faktor yang saling terkait, sehingga perlu melakukan analisis

faktor untuk mengetahui hambatan dalam penggunaan kontrasepsi Implan di Desa

Suka Maju Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015”.

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis faktor untuk mengetahui hambatan dalam penggunaan

kontrasepsi Implan di Desa Suka Maju Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

(12)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti sebagai upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan

khususnya tentang Implan.

2. Sebagai bahan masukan bagi Penyuluh KB di Kecamatan Sunggal Kabupaten

Deli Serdang mengenai faktor yang menjadi hambatan penggunaan kontrasepsi

Implan sehingga dapat mengambil suatu kebijakan dengan membuat progam

yang sesuai untuk meningkatkan cakupan akseptor KB Implan dan sebagai

sarana evaluasi dari progam yang dijalankan.

3. Bagi penyuluh KB yang berada Di Desa Suka Maju Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang agar meningkatkan kualitas pemberian pengetahuan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tata surya adalah susunan benda-benda angkasa yang terdiri dari matahari, planet, satelit dan asteroid, namun dalam pembahasan pelajaran ini terdapat permasalahan yang dihadapi

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Pemerintah Provinsi Riau memandang perlu adanya Master Plan TIK yang dapat dijadikan pedoman dan acuan bagi kegiatan perencanaan

Pembuatan situs ini menggunakan CMS (Content Management System) joomla dengan tujuan memudahkan pengelola website dalam mengelola konten maupun fitur yang ada didalamnya.

Layanan PPID Provinsi Riau dan Dinas Kominfo Provinsi Riau Belanja Alat Tulis Kantor JB: Barang/jasa JP: Barang.. 1

Pada penuliasan ilmiah ini penulis membahas pembuatan web untuk pendaftaran online dengan menggunakan PHP yang menggunakan script untuk pemrograman berbasis server. PHP sering

sesuai dengan target (peringkat 1). Keberhasilan Dinas Kominfo dan PDE Provinsi Riau pada Tahun 2013,. diantaranya

Suatu perusahaan baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil, saat ini sudah memiliki suatu bagian yang menangani masalah gaji pegawai yuitu bagian Administrasi Keuangan.