Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Lampiran 2. Blanko Pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) a. Bagian Depan
b. Bagian Belakang
Lampiran 3 . Format Lembar Pelayanan Informasi Obat
LEMBAR PELAYANAN INFORMASI OBAT
1. Identitas Penanya
Nama : Status :
No Telp :
2. Data Pasien :
3. Pertanyaan :
Uraian permohonan
...
...
Jenis Permohonan
o Identifikasi Obat o Antiseptik o Stabilitas o Kontra Indikasi o Ketersediaan o Harga Obat
o ESO
o Dosis o Interaksi Obat
o Farmakokinetik/Farmakodinamik o Keracunan
o Penggunaan Terapeutik o Cara Pemakaian o Lain – Lain
4. Jawaban : ...
...
5. Referensi : ...
6. Penyampaian Jawaban Segera dalam waktu 24 jam, > 24 jam
Apoteker yang menjawab : ... Tgl : ... Waktu : ... Metode jawaban : Lisan / Tertulis / Pertelp.
NO :……… .Tgl : …………... Waktu : …………...Metode lisan/pertelp/tertulis
Umur :……. Berat :…… .Kg Jenis Kelamin : L/K
Kehamilan : Ya / Tidak………Minggu
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI
FARMASI RUMAH SAKIT
di
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Medan
Studi Kasus
CANCER LARING + HIPERTENSI STAGE II + AF RVR
Disusun Oleh: Yelfi Ratmi, S.Farm.
NIM 123202149
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
RINGKASAN
Telah dilakukan studi kasus cancer laring + hipertensi stageII + Atrial FibrillationRapid Ventrikular Responpada laki-laki berusia 42 tahundi ruang rawat inap (Rindu) A5 Telinga Hidung Dan Tenggorokan (THT) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Studi kasus dilakukan dari tanggal 5Oktober sampai 11Oktober 2013. Kegiatan studi kasus meliputi, memberikan pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk tetap mematuhi terapi yang telah ditetapkan oleh dokter, memberikan informasi mengenai obat kepada pasien dan keluarga pasien, melihat rasionalitas penggunaan obat terhadap pasien dan memberikan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain dalam meningkatkan rasionalitas penggunaan obat.
Penilaian Rasionalitas penggunaan Obat meliputi 4 T + 1 W yaitu: Tepat Pasien, Tepat Obat, Tepat Indikasi, Tepat Dosis dan Waspada Efek samping. Obat-obat yang dipantau dalam kasus ini adalah Infus RL, Infus NaCl 0,9 %, injeksi seftriakson, injeksi deksametason, injeksi ranitidin, injeksi asam traneksamat, injeksi amiodaron, injeksi dobutamin, injeksi ketorolac, injeksi gentamisin, tablet amlodipin, tablet bisoprolol, ,tablet valsartan, sirup ambroksol, supp dulcolax.
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Kegiatan ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi 2.1.1 Cancer Laring ... 4
2.1.2 Hipertensi ... 4
2.1.3 AF RVR ... 4
2.2 Etiologi 2.2.1 Cancer Laring ... 5
2.2.2 Hipertensi ... 5
2.2.3 AF RVR ... 6
2.3 Patofisiologi 2.3.1 Cancer Laring ... 6
2.3.2 Hipertensi ... 7
2.4 Klasifikasi
2.4.1 Cancer Laring ... 8
2.4.2 Hipertensi ... 9
2.4.3 AF RVR ... 10
2.5 Gejala 2.5.1 Cancer Laring ... 11
2.5.2 Hipertensi ... 11
2.5.3 AF RVR ... 12
2.6 Diagnosa 2.6.1 Cancer Laring ... 12
2.6.2 Hipertensi ... 13
2.6.3 AF RVR ... 13
2.7 Pengobatan 2.7.1 Cancer Laring ... 13
2.7.2 Hipertensi ... 15
2.7.3 AF RVR ... 18
2.8 Tinjauan Umum 2.8.1 Sirup Ambroksol ... 18
2.8.2 Amiodaron ... 19
2.8.3 Amlodipin ... 20
2.8.4 Asam traneksamat ... 21
2.8.5 Bisoprolol ... 22
2.8.6Deksametason ... 24
2.8.8Dulcolax ... 26
2.8.9Gentamisin ... 27
2.8.10Ketorolac ... 28
2.8.11Ranitidin ... 29
2.8.12 Seftriakson ... 30
2.8.12Valsartan ... 31
BAB III PENATALAKSANAAN UMUM 3.1 Identitas Pasien ... 33
3.2 Ringkasan pada Waktu Pasien Masuk ... 33
3.3 Pemeriksaan 3.3.1 Pemeriksaan umum ... 34
3.3.2 Laringoskopic indirect ... 34
3.3.3 Pemeriksaan Penunjang ... 34
3.4 Diagnosis ... 37
3.5 Terapi ... 37
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Ringkasan Pasien Masuk ke RSUP H. Adam Malik ... 39
4.1.1 Pembahasan Tanggal 4 dan 5 Oktober 2013 ... 39
4.4.2 Pembahasan Tanggal 6 Oktober 2013 ... 50
4.1.3 Pembahasan Tanggal 7 Oktober 2013 ... 61
4.1.4 Pembahasan Tanggal 8 Oktober 2013 ... 69
4.1.5 Pembahasan Tanggal 9-11 Oktober 2013 ... 80
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi ... 10
Tabel 3.1Hasil Pemeriksaan Fisik ... 34
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik ... 35
Tabel 3.3Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi ... 36
Tabel 3.4 Daftar obat-obat yang digunakan pasien ... 37
Tabel 4.1 Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 4 dan 5 Oktober 2013 ... 40
Tabel 4.2 Dosis obat-obatan yang digunakan pasien pada tanggal 4 dan 5 Oktober 2013... 44
Tabel 4.34 dan Efek Samping dan Interaksi Obat pada tanggal 5 Oktober 2013 ... 46
Tabel 4.4 Rekomendasi untuk Perawat Tanggal 4 dan 5 Oktober 2013 ... 48
Tabel 4.5 Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien Tanggal 4 dan 5 Oktober 2013 ... 49
Tabel 4.6 Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 6 Oktober 2013 ... 50
Tabel 4.7Dosis obat-obatan yang digunakan pasien pada tanggal 6 Oktober 2013 ... 54
Tabel 4.8Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 6 Oktober 2013 ... 57
Tabel 4.9Rekomendasi untuk Perawat Tanggal 6 Oktober 2013 ... 59
Tabel 4.10Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien Tanggal 6 Oktober 2013 ... 60
tanggal 7 Oktober 2013 ... 64 Tabel 4.13Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal
7 Oktober 2013 ... 66 Tabel 4.14Rekomendasi untuk Perawat Tanggal
7 Oktober 2013 ... 68 Tabel 4.15Konseling, Informasi dan Edukasi
Pasien Tanggal 7 Oktober 2013 ... 69 Tabel 4.16Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal
8 Oktober 2013 ... 69 Tabel 4.17Dosis obat-obatan yang digunakan pasien pada
tanggal 8 Oktober 2013 ... 73 Tabel 4.18 Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal
8 Oktober 2013 ... 77 Tabel 4.19Rekomendasi untuk Perawat Tanggal
8 Oktober 2013 ... 79 Tabel 4.20 Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien
Tanggal 8 Oktober 2013 ... 80 Tabel 4.21Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal
9-11 Oktober 2013 ... 81 Tabel 4.22Dosis obat-obatan yang digunakan pasien pada
tanggal 9-11 Oktober 2013 ... 85 Tabel 4.23Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal
9-11 Oktober 2013 ... 88 Tabel 4.24Rekomendasi untuk Perawat Tanggal
9-11 Oktober 2013 ... 90 Tabel 4.25Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1 Algoritma untuk pengobatan hipertensi
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu tujuan dari praktek farmasi di rumah sakit adalah melakukan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit yaitu dengan melakukan pemantauan penggunaan obat. Pemantauan penggunaan obat ini berguna untuk memastikan bahwa penggunaan obat tersebut tepat karena tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian adalah pelayanan secara langsung kepada pasien berkaitan dengan obat, untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan obat dan menghindari kesalahan penggunan obat agar meningkatkan kualitas hidup pasien (Siregar dan Lia, 2004).
Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit antara lain adalah visite pasien dan pengkajian penggunaan obat. Visite ke pasien merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuannya adalah untuk pemilihan obat, menerapkan secara langsung
pengetahuan farmakologi terapetik, menilai kemajuan pasien dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk
menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien (Aslam, 2003).
Peresepan yang tidak rasional berkembang menjadi Drug Related Problem
drug(pasien mendapat obat yang tidak efektif), 4)dosage too low(pasien mendapat dosis obat yang terlalu rendah), (5)adverse drug reaction (pasien mendapat problem medis seperti timbul efek yang tidak diinginkan, interaksi obat, reaksi alergi), (6)dosage too high(pasien mendapat dosis obat yang terlalu tinggi), (7)noncompliance (pasien gagal mendapat pengobatan karena pasien lupa, obat terlalu mahal, obat tidak tersedia, cara pemberian tidak dimengerti pasien) (Cipolle, et. al., 2004).
Adanya masalah-masalah tersebut mengharuskan apoteker melakukan pemantauan terapi obat, sehingga dapat ditingkatkan rasionalitas obat yang memenuhi persyaratan tetap pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan waspada efek samping.
Dalam rangka menerapkan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit dan meningkatkan penggunaan obat yang rasional untuk mengatasi drug related problem maka mahasiswa apoteker perlu diberi perbekalan dan pengalaman dalam bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di rumah sakit. PKPA di rumah sakit merupakan salah satu praktek pelayanan kefarmasian yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan pasien. Adapun pelayanan farmasi klinis yang difokuskan untuk dilaksanakan adalah visite pasien dan pemantauan terapi obat.
Studi kasus yang diambil adalah Carsinoma Laring, Hipertensi stage II dan
1.2Tujuan Kegiatan
Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah:
a. Memantau rasionalitas penggunaan obat pada pasien dengan diagnosis
Carsinoma Laring, hypertensi stage I dan Atrial Fibrillation Rapid Ventrikular Respon.
b. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien dan keluarga pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
2.1.1 Cancer Laring
Kanker Laring (pita suara) adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya di tenggorokan. Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trachea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi dari benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara(Siti, 2009).
2.1.2 Hipertensi
Hipertensi adalah suatu penyakit umum yang digambarkan secara sederhana sebagai peningkatan terus menerus tekanan darah arteri (DiPiro, 2005).Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri.Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yangabnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke,aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal.Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperolehpada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantungberelaksasi (diastolik).
2.1.3 AF RVR
atrial. Frekuensi atrium biasanya sangatlah cepat (400 sampai 600 kali/menit), Atrial gagal berkontraksi dan supraventrikular bergerak merangsang konduksi atrioventrikuler (AV) menghasilkan aktivasi ireguler dari ventrikel dengan frekuensi 120-180 kali/menit (Schwinghammer, 2009).
2.2 Etiologi
2.2.1 Cancer Laring
Penyebab kanker laring (pita suara) biasanya lebih banyak ditemukan pada pria dan berhubungan dengan rokok serta pemakaian alkohol.
Etiologi CA laring:
a. Berhubungan dengan karsinogen: tembakau, alcohol, polusi industri b. Laringitis kronis
c. Penggunaan suara berlebihan d. Herediter
e. Laki-laki lebih banyak dari
2.2.2 Hipertensi
Kebanyakan penyebab hipertensi tak dikenal (hipertensi utama atau hipertensi penting). Hipertensi seperti ini tidak dapat diobatai, hanya bisa dikeendalikan. Persentase kecil dari yang pasien mempunyai suatu penyebab hipertensi spesifik (hipertensi sekunder). Ada banyak potensi yang ikut menjadi penyebab, yaitu gejala dari keadaan medis/penyakit atau induksi endogen. Jika penyebab hipertensi sekunder dapat dikenali, hipertensi jenis ini pada pasien dpat diobati (DiPiro, 2005).
Lebih dari 90% individu yang mengalami hipertensi primer. Banyak
mekanisme yang dikenali berperan untukpatogenesis hipertensi primer. Hipertensi sering diturunkan keluarga, menunjukkan bahwa faktor genetik merupakan faktor penting dalam pengembangan hipertensi utama(DiPiro, 2005).
b. Hipertensi Sekunder
Lebih sedikit hanya sekitar 10% mengalam hipertensi sekunder. Di kebanyakan kasus, kelainan fungsi tubuh berkenaan dengan ginjal menyebabkan penyakit ginjal kronis atau penyakit renovascular myang menjadi penyebab paling umum. Obat yang paling Umum adalah kortikosteroid, estrogen, NSAID
(penghambat COX 2), fenilpropanolamin dan anlognya, antidepresan, kokain, natrium, etanol, merkuri, liium dan lainnya. Sebagian dari agen ini adalah produk herbal. Walaupun ini tidak obat secara teknis, tapi merupakan penyebab terjadinya hipertensi sekunder. Ketika suatu dikenali sebagi penyebab sekunder, hentikan obat yang menggangu atau perbaiki yang mendasari kondisi comorbid harus menjadi tahap pertama dalam menajemen (DiPiro, 2005).
2.2.3 AF RVR
2.3 Patofisiologi
2.3.1Cancer Laring
Kanker laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun.
Kebanyakan pada orang laki-laki.Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti oleh para ahli.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2010-2011 tentang karakteristik penderita tumor ganas laring di RSUP H. Adam Malik Medan dengan hasil penelitian dari 36 penderita kanker laring didapatkan laki-laki sebanyak 34 (94,4%) dan wanita dua orang (5,6%). Usia terbanyak 51-60 tahun lima belas orang (41,7%). Faktor risiko perokok 21 orang (58,3%) diikuti konsumsi alkohol enam orang (16,7%). Kemudian, didapati keluhan suara serak 33 orang (91,7%), sesak 29 orang (80,6%), batuk 21 orang (58,3%) dan massa dileher dua belas orang (33,3%)(Ikke, 2010).
2.3.2 Hipertensi
(28.9%) dan orang meksiko-orang amerika. Risiko terkena hipertensi antara umur 55 tahun dan lebih tua adalah normotensive adalah 90%. Dari usia 55 sampai74 tahun, wanita lebih banyak menderita hipertensi dibanding laki-laki, perbedaan dari jenis kelamin ini menjadi lebih besar pada usia yang lebih tua (≥ 75 tahun). Pada usia yang lebih tua (umur ≥ 60 tahun), kejadian hipertensi adalah 65.4% (yang diperkirakan tahun 2000), perubahan yang tinggi 57.9% pada tahun 1988 (DiPiro, 2005).
2.3.3 AF RVR
AF terjadi pada 13% dari keseluruhan orang dengan overaktif kelenjar tiroid dan pada pengguna alkohol.Obat-obatan yang menstimulasi jantung seperti
teofilin (yang digunakan untuk terapi asma atau chronic lung disease) dan juga kafein.
2.4 Klasifikasi
2.4.1Cancer Laring
Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC), klasifikasi dan stadium tumor ganas laring terbagi atas(Siti, 2009):
a. Supraglotis
Permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita suara palsu, ventrikel.
b. Glotis
Pita suara asli, komisura anterior dan komisura posterior. c. Subglotis
Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC : i. Stadium I : T1 N0 M0
ii. Stadium II : T2 N0 M0 iii. Stadium III : T3 N0 M0
T1, T2, T3, N1, M0 iv. Stadium IV : T4, N0, M0
Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N , M1
2.4.2 Hipertensi
a. Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :
Hipertensi primer (esensial) adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi. Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi. (DiPiro, 2005).
b. Berdasarkan bentuk hipertensi,yaitu hipertensi diastolic,campuran,dan sistolik.
Joint National Committee on Prevention, Detecetion, Evaluation and The
Treatment of High Blood Pressure atau JNC7 mengklasifikasi hipertensi untuk usia ≥ 18 tahun, klasifikasi hipertensi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi untuk usia ≥ 18 Tahuna
Kategori Tekanan sistol (mmHg) Tekanan diastol (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensib 120-139 atau 80-90
Hipertensi stage I 140-159 atau 90-99
Hipertensi stage II ≥160 atau ≥100
a
Suatu penggolongan yang yang ditentukan berdasar pada rata-rata dua atau lebih pengukuran tekanan darah dari dari dua atau lebih penemuan klinik. Jika nilai tekanan darah sistol dan diastol menghasilkan penggolongan berbeda, kategori yang paling tinggi digunakan untuk menentukan suatu penggolongan hipertensi.
b
Untuk pasien diabetes dan gagal ginjal kronik, nilai ≤ 130/80 mmHg mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai (DiPiro, 2005).
2.4.3 AF RVR
Klasifikasi AF berdasarkan durasi timbulnya dan gangguan yang ditimbulkannya: (Bakhshi et al, 2006; Fuster et al, 2001):
a. Paroxysmal AF
AF dikategorikan paroxysmal bila episodenya berhenti dengan sendirinya dalam waktu kurang dari 7 hari dan biasanya kurang dari 24 jam.
b. Persistent AF
AF dikategorikan persisten bila gagal berhenti dengan sendirinya dalam waktu 7 hari.Episodenya dapat berhenti dengan spontan atau dapat berhenti dengan kardioversion.
c. Permanent AF
2.5 Gejala
2.5.1 Cancer Laring
Gejala dan tanda yang sering dijumpai adalah (Siti, 2009): a. Suara parau
b. Sesak nafas
c. Rasa nyeri di tenggorok d. Disfagia
e. Odinofagia bila perjalanan keluar laring f. Batuk dan haemoptisis
g. Benjolan dileher
2.5.2 Hipertensi
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala sampai bertahun-tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer. Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat akan mengalami edema pupil.
Menyebutkan bahwa sebahagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun:
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler Gejala lainnya yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.
2.5.3 AR RVR
AF dapat simtomatik atau asimtomatik. Gejalanya sangat bervariasi tergantung dari kecepatan dari ventricular, status fungsional yang mendasari, durasi AF, dan persepsi pasien secara individual. Kebanyakan pasien AF mengeluhkan palpitasi, nyeri dada, dyspnea, fatigue, sesak, short of breathness (Fuster et al, 2001; Schwinghammer, 2009).
2.6 Diagnosa
2.6.1 Cancer Laring
Diagnosis ditegakkan berdasarkan (standar pelayanan medik): a. Anamnese
b. Laringoskopi tak langsung :tampak tumor dan gerakan pita suara c. Dapat terjadi pembesaran leher dan tiroid
d. Dapat dilakukan metastase jauh (paru, hepar dan otak). Diagnosa penunjang
a. Laringoskopi optik b. Hispatologi
c. Radiologi :soft tissue leher d. Esofagogram
2.6.2 Hipertensi
Diagnosis yang akurat merupakan langkah awal dalam penatalaksanaan hipertensi. Akurasi cara pengukuran tekanan arah dan alat ukur yang digunakan, serta ketepatan waktu pengukuran. Pengukuran tekanan darah dianjurkan
dilakukan pada posisi duduk setelah beristirahat 5 menit dan 30 menit bebas rokok dan kafein (Prodjosudjadi, 2000).
Pengukuran tekanan darah posisi berdiri atau berbaring dapat dilakukan pada keadaan tertentu. Sebaiknya alat ukur yang dipilih adalah sfigmamonometer
air raksa dengan ukuran cuff yang sesuai. Balon di pompa sampai 20-30 mmHg diatas tekanan sistolik yaitu saat pulsasi nadi tidak teraba lagi, kemudian dibuka secara perlahan-lahan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari auscultatory gap
yaitu hilangnya bunyi setelah bunyi pertama terdengar yang disebabkan oleh kekakuan arteri (Prodjosudjadi, 2000).
2.6.3 AF RVR
Diagnosa AF ditegakkan berdasarkan pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG). Pada ECG, AF dideskripsikan sebagai penggantian secara konsisten gelombang P oleh osilasi yang cepat atau gelombang fibrilasi yang bervariasi baik ukuran, bentuk dan waktu yang berkaitan dengan Rapid Ventricular Respon (RVR) yang irreguler dan frekuensi ketika AV teraktivasi (Fuster et al, 2001; Schwinghammer, 2009).
2.7Pengobatan
2.7.1Cancer Laring
a. Pembedahan
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari:
i. Laringektomi
a) Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II. b) Laringektomi total
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.
ii. Diseksi leher radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1–T2) karena kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.
b. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 –7000 rad.
c. Kemoterapi
2.7.2 Hipertensi
Penanganan hipertensi terdiri dari penanggulangan overweight (bila ada) dengan diet, pembatasan garam, serta peningkatanaktivitas fisik. Selain tindakan umum itu, pada hipertensi lebih berat perlu ditambahkan obat-obat antihipertensi untuk menormalkan tekanan darah (Tan, 2002).Penggolongan obat hipertensi (Tan, 2002):
a. Diuretika
Mekanisme kerja: diuretik menurunkan tekanan darah dengan
menghancurkan garam yang tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya ada dua tahap yaitu :
i. Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung; yang menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
ii. Ketika curahjantung kembali ke ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga berkurang.
Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Bumetanide, Furosemide, Hydrochlorothiazide, Triamterene, Amiloride, Chlorothiazide, Chlorthaldion.
b. Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (β-Blocker)
Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker
dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain:
i. Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung
iii. Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosentesis prostasiklin.
Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol, Penbutolol, Labetalol.
c. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor)
Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung.Mekanisme kerja: secara langsung menghambat pembentukan Angiotensin II dan pada saat yang bersamaan meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya berupa vasokonstriksi yang berkurang, berkurangnya natrium dan retensi air, dan meningkatkan vasodilatasi (melalui bradikinin). Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril, Enalapril, Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril.
d. Penghambat Reseptor Angiotensin
Mekanisme kerja : inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe I). Pengaruhnya lebih spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali tidak ada produksi ataupun metabolisme bradikinin. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Losartan, Valsartan, Candesartan, Irbesartan, Telmisartan, Eprosartan, Zolosartan.
e. Antagonis Kalsium
terutama bila menggunakan golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik negatif langsung pada jantung.Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Amlodipine, Diltiazem, Verapamil, Nifedipine.
Algoritma untuk pengobatan hipertensi oleh Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC 7) dapat dilihat pada Gambar 1.1
Gambar 1.Algoritma untuk pengobatan hipertensi oleh JNC7 Modifikasi gaya hidup
Tekanan darah yang ingin dicapai <140/90 mmHg. Penanganan pasien hipertensi dengan gagal ginjal atau diabetes harus mencapai nilai target
tekanan darah sebesar <130/80 mmHg.
Pilihan Obat Awal
TanpaIndikasi Dengan Indikasi
Hipertensi Stage 1
(TD sistol 140–159 or TD diastiol 90–99
mmHg)
Untuk semua kasus gunakan diuretik jenis
thiazide, pertimbangkan ACEi,
ARB, BB, CCB, atau kombinasikan.
Hipertensi Stage 2 (TD sistol ≥160 atau
TD diastol) ≥100 mmHg) Gunakan kombinasi 2 obat (biasanya diuretik jenis thiazide dan ACEi/ARB/BB/CCB
Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi
2.7.3 AF RVR
Terapi AF diberikan dengan melihat jenis AF yang dialami pasien. (Bakhshi
et al, 2006; Fuster et al, 2001; Khoo dan Lip, 2009). Tujuan terapi untuk AF : a. Mengontrol ritme
Pasien dengan atau tanpa gangguan jantung diterapi dengan beta bloker.Pasien dengan AF tanpa gangguan jantung yang gagal dengan beta bloker, dapat diberikan flecanide, propafenone, solatol atau amiodaron.Bila pasien juga mempunyai gangguan fungsi ventricular atau coronary artery disease dan gagal dengan beta bloker, diberikan amiodaron.
b. Mencegah terjadinya tromboembolidiberikan antitrombus.
2.8 Tinjauan Umum Obat
2.8.1Ambroxol (Depkes R.I., 2007)
a. Indikasi
Terapi pada penyakit saluran pernafasan akut dan kronik yang disertai dengan sekresi bronkus yang abnormal, terutama pada bronkitis kronik eksaserbasi, asthmatic bronchitis dan bronchial asthma.
b. Mekanisme kerja
motilitas silia. Ambroksol menstimulasi sintesis dan sekresi surfaktan paru (sebagai aktivator surfaktan).
c. Farmakologi
Absorpsi: cepat diabsorpsi setelah pemberian per oral, bioavailabilitas oral kira-kira 70-80%. Distribusi: waktu paruh distribusi 1-3 jam. Metabolisme: metabolit : dibromoanthranilic acid (activity unspecified), ekskresi: melalui ginjal : klirens ginjal kira-kira 53 mL/menit, 5-6% dieksresikan melalui urin dalam bentuk tidak berubah. Waktu paruh eliminasi 8,8 jam.
d. Dosis
Dosis oral: 60-120 mg per hari dalam 2-3 dosis terbagi.
e. Efek samping
Gangguan ringan pada saluran pencernaan, reaksi alergi.
2.8.2 Amiodaron (Katzung, 2002)
a. Indikasi
Antiaritmia kelas III, takikardia ventrikuler (ventriculer fibrilation (VF) dan hemodinamik tidak stabil ventricular tachicardia (VT).
b. Mekanisme kerja
Menghambat stimulasi adrenergik, memperpanjang potensial aksi dan periode refraktori pada jaringan miokard, menurunkan konduksi AV dan fungsi sinus node.Bekerja sebagai inhibitor nonkompetitif reseptor alfa dan beta adrenergik.
c. Farmakokinetik
via CYP2C8 dan CYP3A4, mungkin resirkulasi enterohepatik. Bioavailabilitas oral 50%, t1/2 40-55 hari.
d. Dosis
Fibrilasi atrial berulang oral: awal 10mg/kg/hari selama 14 hari, diikuti 300 mg/hari 4 minggu, diikuti dosis pemeliharaan 100-200 mg/hari.
e. Efek Samping
Neurotoksisitas, ototoksisitas, nefrotoksisitas, reaksi alergi,dispnea,eosinofilia.
2.8.3Amlodipin (Depkes R.I., 2007)
a. Indikasi
Pengobatan hipertensi, pengobatan gejala angina stabil kronik, angina vasospastik (angina Prinzmetal- kasus suspek atau telah dikonfirmasi), pencegahan hospitalisasi karena angina dengan penyakit jantung koroner (terbatas pada pasien tanpa gagal jantung atau fraksi ereksi < 40%).
b. Mekanisme kerja
Menghambat ion kalsium ketika memasuki saluran lambat atau area sensitif tegangan selektif pada otot polos vaskuler dan miokardium selama depolarisasi, menghasilkan relaksasi otot polos vaskuler koroner dan vasodilatasi koroner, meningkatkan penghantaran oksigen pada pasien angina vasospastik.
c. Farmakokinetik
Waktu paruh eliminasi 30-50 jam, meningkat pada pasien disfungsi hati. Eliminasi : obat utuh dan metabolitnya diekskresikan melalui ginjal, 10% diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di dalam urin, 60% dalam bentuk metabolit.
d. Dosis
Dewasa : Hipertensi : dosis awal 5 mg sekali sehari, dosis maksimum 10 mg sekali sehari.
e. Efek Samping
Menyebabkan : > 10%: Efek pada kardiovaskuler: edema perifer (2-5% tergantung dosis), 1-10%: Kardiovaskuler : flushing 3%), palpitasi 4%); SSP: sakit kepala (7,3%), pusing 3%)fatigue (4%), palpitasi (1-4%); Dermatologi : rash (1-2%), pruritus (1-2%); Endokrin dan metabolisme : disfungsi seksual pada pria (1-2%); Gastrointestinal : mual (2,9%), sakit perut (1-2%), dyspepsia (1-2%), hiperplasia gingival ; Neuromuskular dan skeletal : kram otot (1-2%), lemah (1-2%); pernapasan: dyspnea (1-2%), edema pulmonary (15%); <1%: gangguan tidur, agitasi alopesia, amnesia, ansietas, aritmia, ataksia, bradikardi, depresi, eritema multiforma,dermatitis eksfoliatif.
2.8.4Asam traneksamat (Depkes R.I., 2007)
a. Indikasi
b. Mekanisme kerja
Asam traneksamat bekerja dengan cara memblok ikatan plasminogen dan plasmin terhadap fibrin ; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada tingkat tertentu.
c. Farmakokinetika
Asam traneksamat diabsorbsi dari saluran cerna dengan konsentrasi plasma puncak tercapai setelah 3 jam.Bioavailabilitasnya sekitar 30-50%, didistribusikan hampir ke seluruh permukaan tubuh dan mempunyai ikatan protein yang lemah. Berdifusi ke plasenta dan air susu. Waktu paruh eliminasi adalah 3 jam, diekskresikan dalam urin sebagai obat tidak berubah.
d. Efek samping
Mual, muntah, diare (kurangi dosis),gangguan penglihatan warna (jarang), jika terjadi, obat harus dihentikan,kejadian tromboembolik, rekasi alergi kulit,pusing dan hipotensi pada injeksi IV cepat.
2.8.5Bisoprolol (Depkes R.I., 2007) a. Indikasi
untuk mempertahankan selektivitasnya, penting untuk menggunakan dosis efektif terendah.
b. Mekanisme kerja
Bisoprolol belum seluruhnya diketahui. Faktor-faktor yang terlibat antara lain adalah penurunan curah jantung, penghambatan pelepasan renin oleh ginjal dan pengurangan aliran tonus simpatis dari pusat vasomotor pada otak. Penelitian secara elektrofisiologi pada manusia menunjukkan bahwa bisoprolol secara signifikan mengurangi frekuensi denyut jantung.
c. Farmakokinetaka
Bioavailabilitas dosis oral 10 mg adalah sekitar 80%. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh adanya makanan.Metabolisme lintas pertama bisoprolol fumarat sekitar 20%. Ikatan dengan protein serum sekitar 30%. Konsentrasi puncak plasma pada dosis 5-20 mg terjadi dalam 2-4 jam, dan nilai puncak rata-rata berkisar dari 16 mg/ml pada 5 mg hingga 70 mg/ml. Waktu paruh eliminasi plasma adalah 9-12 jam dan sedikit lebih lama pada penderita usia lanjut, hal ini disebabkan menurunnya fungsi ginjal. Bisoprolol fumarat dieliminasi melalui ginjal dan bukan ginjal, sekitar 50% dari dosis, tetap dalam bentuk utuh di urin dan sisanya dalam bentuk metabolit tidak aktif. Kurang dari 2% diekskresikan melalui feses.
d. Dosis
Dosis :2,5 – 5 mg 1 x sehari, dapat ditingkatkan sampai 10 mg kemudian 20 mg 1 x sehari.
e. Efek samping
Kardivaskular : Nyeri dada, sisitem saraf pusat: fatigu, insomnia, Gastrointestinal:diare, mual, muntah.
2.8.6Deksametason (AHFS, 2011; Depkes R.I., 2007)
a. Indikasi
Deksametason adalah kortikosteroid kuat dengan khasiat immunosupresan dan antiinflamasi yang digunakan untuk mengobati berbagai kondisi peradangan (Samtani, 2005).
b. Meknisme kerja
Kortikosteroid seperti deksametason bekerja dengan cara mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks reseptor steroid.Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin.Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik.Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologik steroid.
c. Farmakokinetika
paruh eliminasi pada fungsi ginjal normal adalah 1,8-3,5 jam. Ekskresi: dikeluarkan melalui urin dan feses.
d. Dosis
Dosis: 4 mg IV, IM tiap 6 jam kemudian ubah ke oral, dosis dapat dikurangi setelah 24 hari dan dihentikan bertahap selama 5-7 hari.
e. Efek samping
Udema, hipertensi, aritmia, kardiomiopati, sinkope, tromboembolism, tromboplebitis, insomnia, vertigo, seizure, psikosis, sakit kepala, delirium,jerawat, pruritius, DM, supresi adrenal, hiperlipidemia, supresi pertumbuhan, intoleransi glukosa, hipokalemia, alkalosis, hiperglikemia, peningkatanBB, peningkatan nafsu makan, ulkus peptic, mual, muntah, leukositosis sementara, dan lain lain.
2.8.7Dobutamin (Depkse R.I., 2007)
a. Indikasi dan mekanisme kerja
Pengobatan singkat dekompensasi jantung.
b. Mekanisme kerja
(dilatasi arteri pulmonalis akibat perangsangan adrenoreseptor beta-2 di arteri pulmonalis), namun tidak terlalu meningkatkan laju jantung (efek inotropik melebihi efek kronotropik).
c. Farmakokinetika
Onset IV 1-10 menit, efek puncak 10-20 menit.Metabolisme dalam jaringan danhati menjadi metabolit inaktif.t1/2 eliminasi 2 menit, ekskresi: urin (metabolit).
d. Dosis
Dosis lazim 2,5-10 mcg/kg/menit. Maksimum 40 mcg/kg/menit .
e. Efek Samping
Meningkatkan TD, meningkatkan laju jantung, nyeri dada, palpitasi, demam, sakit kepala, mual,penurunan ringan kalium serum, trombositopenia,, plebitis, kram lengan ringan, dispnea.
2.8.9Dulcolax Suppositoria (Depkes R.I., 2007)
a. Indikasi
Untuk terapi konstipasi, persiapan pemeriksaan diagnostik, terapi sebelum dan sesudah operasi, dan pada kondisi yang membutuhkan defekasi.
b. Mekanisme kerja
cairan dan elektrolit, menghasilkan akumulasicairan usus dan pengeluaran feses. Beberapa obat ini dapat secara langsungmerangsang sekresi ion usus aktif.
c. Farmakokinetik
Dalam usus halus, bisacodil diresorpsi sampai 50% dan setelah
didesasetilasi dalam hati sebagian dikeluarkan dikeluarkan dengan empedu
dan mengalami siklus enterohepatis. Metabolitnya juga aktif. Sisanya
disekresikan melalui ginjal. Bagian yang tidak diserap berkhasiat terhadap
dinding usus. Defekasi terjadi setelah lebih kurang 7 jam, pada penggunaan
rektal setelah lebih kurang 30 menit.
d. Dosis
Suppositoria: Untuk konstipasi :dewasa dan Anak > 12 tahun: 1 suppositoriadewasa (10 mg). Untuk persiapan pemeriksaan diagnostik dan sebelum operasi :dewasa : 2-4 tablet pada malam hari sebelum operasi dan 1 suppositoria dewasa pada pagi hari berikutnya.
e. Efek samping
Kram dan nyeri perut, reaksi alergi, angioedema dan reaksi anafilaktoid.
2.8.9Gentamicin (Depkes R.I., 2007; Sukandar, 2008; McEvoy, 2005)
a. Indikasi
Injeksinya efekif untuk Sepsis neonatal oleh bakteri, septikemia oleh bakteri, infeksi – infeksi yang serius pada: susunan saraf pusat (meningitis); saluran kencing; saluran pernafasan; intraabdominal (misalnya peritonitis); kulit, tulang dan jaringan lunak (termasuk luka bakar).
b. Mekanisme kerja
Mengganggu sintesis protein bakteri dengan berikatan pada subunit ribosom 30S dan 50S yang menyebabkan rusaknya membran sel bakteri.
c. Farmakokinetik
Oral tidak diabsorpsi, Ikatan protein <30%, waktu paruh 1,5-3 jam, penyakit Ginjal tingkat akhir 36-70 jam, diekskresi melalui urin.
d. Dosis
Dosis 6–7,5 mg/ kgBB/ hari.
e. Efek Samping
Neurotoksisitas, gaya berjalan tidak stabil,ototksisitas, nefrotoksisitas , udem, kulit gatal.
2.8.10Ketorolac (Depkes R.I., 2007; Mc Evoy, 2005)
a. Indikasi
Injeksi ketorolac diindikasikan untuk terapi jangka pendek pada rasa sakit sedang sampai berat, tidak dianjurkan pemakaian lebih dari 5 hari.
b. Mekanisme kerja
Menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja isoenzim COX-1 & COX-2.
Ketorolac adalah suatu NSAID yang memiliki aktifitas anti-inflamasi, analgetik dan antipiretik. Ketorolac diserap dengan cepat dan lengkap. Bioavaibilitasnya mencapai 100 %. Ketorolac dimetabolisme di hati dengan waktu paruh 2-6 jam. Kadar steady state plasma dicapai setelah diberikan dosis tiap 6 jam dalam sehari. Ketorolac diekskresikan melalui urin rata-rata sebesar 91.4% dan sisanya rata-rata sebesar 6.1% diekskresikan melalui feses.
d. Dosis
Dosis ketorolac untuk pasien dibawah umur 65 tahun adalah 30 mg tiap 6 jam dengan pemberian intravena atau intramuskular. Maksimal pemberian sehari tidak boleh lebih dari 120 mg. Untuk pasien dengan gangguan ginjal dan berat badan dibawah 50 kg adalah15 mg tiap 6 jam, maksimal pemakaian sehari tidak boleh lebih dari 60 mg.
e. Efek samping
Efek samping dari ketorolac adalah gastrointestinal, diare,sakit kepala,pusing, mengantuk, dan berkeringat.
2.8.11Ranitidin (Depkes R.I., 2007; Mc Evoy, 2005)
a. Indikasi
Ranitidin injeksi diindikasikan untuk pasien rawat inap di rumah sakit dengan keadaan hipersekresi patologis atau ulkus 12 jari yang sulit diatasi atau sebagai pengobatan alternatif jangka pendek pemberian oral pada pasien yang tidak bisa diberi ranitidin oral.
b. Mekanisme kerja
lambung, dan konsentrasi ion H. Tidak mempengaruhisekresi pepsin, atau gastrin serum.
c. Farmakokinetika
Didistribusi luas keseluruh tubuh, terikat protein plasma 15% metabolisme : hepatik, waktu paruh eliminasi oral 2,5 – 3jam IV: 2-2,5 jam.
d. Dosis
Dosis rujukan terapi injeksi dari ranitidin adalah 2 – 4 mg/ kgBB tiap 6 – 8 jam, maksimal 50 mg/ hari. Ranitidin bekerja untuk waktu 8-12 jam.
e. Efek samping
Efek samping dari ranitidin adalah diare, nyeri otot, pusing, dan timbul ruam kulit.
2.8.12 Seftriaxon(Depkes R.I., 2007; Mc Evoy, 2005)
a. Indikasi
Seftriaxon diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap cefriaxon antara lain: infeksi saluran pernafasan bawah (pneumonia), infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi tulang dan sendi, infeksi intra abdominal, infeksi saluran kemih dan meningitis. Seftriaxon juga merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi cedera diotak karena ceftiakson dapat menembus sawar darah otak .
b. Mekanisme kerja
selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidasi sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan mengalami lisis karena aktivitas enzim autolitik (autolisin dan murein hidrolase) saat dinding sel bakteri terhambat.
c. Dosis
Biasa Dosis harian 1000-2000 mg/ hari untuk pemberian intravena atau 1000-2000 mg dosis terbagi untuk pemberian intramuscular, tergantung pada sifat dan keparahan infeksi. Untuk infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, dosis yang dianjurkan adalah 2000 sampai 4000mg/ hari, dalam rangka mencapai lebih dari 90% pencapaian target. Dosis harian total tidak boleh melebihi 2000 mg.
d. Efek samping
Efek samping dari ceftriakson adalah reaksi kulit, sakit kepala, pusing, reaksi anafilaktik, dan nyeri ditempat suntikan.
2.8.13Valsartan (Depkes R.I., 2007)
a. Indikasi
Pengobatan Hipertensi esensial, Gagal jantung, mengurangi mortalitas padadisfungsi ventrikel kiri post infark miokard.
b. Mekanisme kerja
hipertropik.Mekanisme ini menghasilkan blokade yang lebih efisien terhadap efek angiotensin II jantung dengan efek samping lebih sedikit dibandingkan inhibitor ACE.
c. Farmakokinetika
Onset antihipertensi efek 2 minggu (maksimal 4 minggu), ikatan Protein: 95%, T1/2 : 6 jam Tmax: 2-4 jam. Ekskresi: feses(83%) urin (13%).
d. Dosis
Hipertensi: 80 mg atau 160 mg 1 x sehari maksimum 320 mg/hari.
e. Efek Samping
BAB III
PENATALAKSANAAN UMUM
3.1 Identitas Pasien
Nama : NU
RM : 00.57.24.56
Umur : 50tahun 3bulan Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 01 Agustus 1963
Agama : Islam
Suku : Mandailing
Alamat : Jl. Dusun Mesjid, Medan Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Ruangan : Rindu A 5 (kamar III2) Status : Jamkesmas
Tanggal Masuk : 3Oktober 2013 Tanggal Keluar :12 Oktober 2013
3.2 Ringkasan pada Waktu Pasien Masuk
3.3 Pemeriksaan
Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik pasien menjalani pemeriksan berupapemeriksaan umum, fisik danpemeriksaan penunjang dari laboratorium kimia klinik yang meliputi faal ginjal, faal hati, darah lengkap, elektrokardiografi (EKG), serta pemeriksaan patologi anatomi.
3.3.1 Pemeriksaan umum
Pemeriksaan fisik yang dijalani Pasien Selama dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1.PemeriksaanFisik
3.3.2Laringoskopic indirect
Massa di daerah glotis, warna kemerahan, pita suara tidak dapat dilihat.
3.3.3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan hipertensi oleh dokter interna (penyakit dalam)
Dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2013, dengan hasil hipertensi stage II.
b. Patologi klinik
Selama di RSUP H. Adam Malik, pasien telah menjalani pemeriksaan penunjang dari laboratorium kimia klinik sebanyak dua kaliyaitu pada tanggal 3
Tanggal Pemeriksaa
n
Sensoriu m
BP (mmHg)
HR (kali/menit)
RR
(kali/menit) T (oC)
04-10-2013 Cm 180/90 92 28 36,9
05-10-2013 Cm 170/90 92 28 36,9
06-10-2013 Cm 116/66 127 24 36,5
07-10 2013 Cm 125/80 77 20 36,4
08-10-2013 Cm 150/70 96 20 36,8
09-10-2013 Cm 110/70 70 18 36,7
10-10-2013 Cm 110/70 70 18 36,3
11-10-2013 Cm 115/70 71 18 36,7
Keterangan: cm = compos mentis (sadar penuh), BP = blood pressure, HR =
dan 8 Oktober 2013 (ginjal, metabolisme karbohidrat, elektrolit, hematologi), tanggal 4 dan 8 Oktober 2013 (hati dan gas darah). Hasil pemeriksaan patologi klinik pasien ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik
No Jenis pemeriksaan Satuan Unit
Oktober 2013 Nilai
Normal
3 4 8
1. Hematologi Darah Lengkap
Hemoglobin (HGB) g % 16,10 14,80 13.2-17.3
Eritrosit (RBC)
10-6/
/mm3 5.53 5,13 4.20-4.87
Leukosit (WBC) 103/mm3 19.72 20,79 4.5-11.0
Hematokrit % 47,80 43,70 45-49
Trombosit (PLT) 103/mm3 432 283 150-450
MCV Fl 86,40 85,20 85-95
MCH Pg 29,10 28,80 28-32
MCHC g% 33,70 33,90 33-35
RDW % 13,30 13,00 11.6-14.8
MPV fL 10,10 10,10 7.0-10.0
PCT % 0,44 0,29
-- Neutrofil Absolut 103/µL 13,88 15,16 2.7-6.5
- Limfosit Absolut 103/µL 1,85 3,00 1.5-3.7
- Monosit Absolut 103/µL 3,81 2,08 0.2-0.4
- Eusinofil Absolut 103/µL 0,15 0, 54 0-0.10
- Basofil Absolut 103/µL 0,03 0,01 0-0.10
INR 1,03 1,36
APTT
2. Kimia Klinik Ginjal
Ureum mg/dl 38,10 53,40 <50
Tabel 3.2 (lanjutan)
3. Elektrolit Elektrolit Serum
- Na mEq/L 141 139 135-155
- Cl mEq/L 98 108 96-106
- K mEq/L 3,8 3,4 3.6-5.5
4. Glukosa Sewaktu
- GlukosaDarah(sewaktu) mg/dL 111,10 113,90 ˂200
5. Hati
- Bilirubin total mg/dL 0,40 <1
- Bilirubin direk mg/dL 0,15 0-0,2
- Fosfatase alkali (ALP) U/L 105 40-129
- AST/SGOT U/L 22 39 <38
-ALT/SGPT U/L 23 110 <41
6. Analisa gas darah
Ph 7,332 7,497 7,35-7,45
pCO2 mmHg 72,0 39,9 38-42
pO2 mmHg 199,1 98,8 85-100
Bikarbonat (HCO3) mmol/L 37,3 30,2 22-26
Total CO2 mmol/L 39,5 31,4 19-25
Kelebihan basa mmol/L 8,7 6,5 (-2)-(+2)
Saturasi O2 % 99,6 98,2 95-100
c. Laringoskopic Optic
Laringoskopic optic yang dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2013 tampak epiglotis normal, massa tampak didaerah glotis warna kemerahan dan pita suara tidak dapat dilihat.
Diagnosa :susp.CancerLaring.
d. Elektrokardigram (EKG)
Hasil pemeriksaan elektrokardigram yang dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2013ditunjukkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi
Tanggal Pengamatan Kesimpulan
6 Oktober 2013
AF, QRS rate 110 x/menit, QRS axis normal, QRS dur 0,08, LVH
(-), VES (-)
AF RVR
8 Oktober
2013 Normal ritme sinus Ritme sinus normal
e. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Dilakukan pada tanggal 9Oktober 2013, no PA : 05822 dengan hasil:
Makroskopik:diterima jaringan kecil-kecil dengan volume 0,8 cc, kenyal, warna abu-abu putih.
Mikroskopik :sediaan jaringan tampak pelapis epithel tatah berlapis yang mengalami disorganisasi, inti membesar pleomorfik, kromatin kasar dan sitoplasma eosinofilik.
Kesimpulan : karsinoma sel skuamous non keratinizing.
3.4 Diagnosis
Dari hasil pemeriksaan yng telah dilakukan, pasien didiagnosa mengalami
Cancer laring+ hipertensi stage II+ Atrial FibrillationRapid Ventrikular Respon.
3.5 Terapi
Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien menerima obat-obatan seperti tercantum dalam Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Daftar obat-obat yang digunakan pasien
Tanggal Jenis Obat Sediaan Rute
Bentuk Dosis Kekuatan
5 1000 mg/12 jam
5 mg/8 jam 50 mg/12 jam 5mg/24 jam
80 mg/24 jam
-1000 mg/12 jam
500 mg/12 jam 600 mg /24 jam
2,2 cc/jam 50 mg/12 jam 30 mg/12 jam
-250 mg/10 ml
Tabel 3.4 (Lanjutan)
Tanggal Jenis Obat Sediaan Kekuatan Rute
Bentuk Dosis As. traneksamat
Ketorolac 1000 mg/8 jam 500 mg/12 jam 30 mg/12 jam 50 mg/12 jam
500 mL/botol 1000 mg/12 jam
500 mg/12 jam 30 mg/12 jam 50 mg/12 jam 80 mg/12 jam 2,5 mg/24 jam
3 x CI 10 mg/24 jam
500 mL/botol As. traneksamat
Ketorolac 1000 mg/12 jam
80 mg/12 jam 500 mg/12 jam
30 mg/12 jam 30 mg/12 jam
3 x CI
500 mL/botol 1000 mg/vial 80 mg/2 ml 500 mg/ ampul
30 mg/ml As. traneksamat
Ketorolac 1000 mg/12 jam
80 mg/12 jam 500 mg/12 jam
30 mg/12 jam 30 mg/12 jam
3 x CI
500 mL/botol 1000 mg/vial 80 mg/2 ml 500 mg/ ampul
30 mg/ml As. traneksamat
Ketorolac 1000 mg/12 jam
80 mg/12 jam 500 mg/12 jam
30 mg/12 jam 30 mg/12 jam
3 x CI
500 mL/botol 1000 mg/vial 80 mg/2 ml 500 mg/ ampul
30 mg/ml
Keterangan :
Infus RL : Infus Ringer Laktat Infus NaCl : Infus Natrium Klorida i.v : Intra Vena
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Ringkasan Pasien Masuk ke RSUP H. Adam Malik
Pasien masuk RSUP H. Adam Malik Medan pada hari Kamis 3 Oktober 2013dari Instalasi Gawat Darurat,dengan keluhan sesak nafas dialami sejak 2 bulan ini dan semakin memberat sejak 3 hari terkahir. Riwayat suara serak sejak 1 tahun terakhir dan semakin lama semakin parah sehingga suara hampir hilang, rasa nyeri ditenggorokan. Riwayat merokok dijumpai ± 20 tahun terakhir. Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik pasien menjalani pemeriksan berupapemeriksaan umum, fisik dan pemeriksaan penunjang dari laboratorium kimia klinik yang meliputi faal ginjal, faal hati, darah lengkap, elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan patologi. Pasien di diagnosa mengalami cancer laring + hipertensi stage II + Atrial Fibrilation Ripid Ventrikular Respon.
4.1.1 Pembahasan Tanggal 4 dan 5 Oktober2013
Pemeriksaan dan pemberian terapi pada tanggal 4 dan 5 Oktober2013 adalah:
Diagnosis :suspect Cancer laring+hipertensi stage II
Subjektif (S) :sesak nafas dijumpai
Objektif (O) :
Pemereksaan pada tanggal 4 Oktober 2013:
Sensorium :Compos mentis Tekanan darah (TD) : 180/90 mmHg
Respiration Rate (RR): 28 x/menit Temperatus (T) : 36,9 oC
Pemeriksaan pada tanggal 5 Oktober 2013:
Sensorium :Compos mentis Tekanan darah (TD) : 180/90 mmHg
Heart Rate (HR) : 92 x/menit
Respiration Rate (RR) : 28 x/menit Temperatur (T) : 36,9 oC
Assessment (A) : suspect ca. laring
Palnning (P): konsultasi internal untuk tekanan darah dan anestesi untuk rencana trakeostomi
Pada tanggal 4 dan 5 Oktober 2013 pasien menerima obat-obatan seperti tercantum dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 4 dan 5 Oktober 2013
Tanggal Jenis Obat Sediaan
Bentuk Dosis Kekuatan Rute Amlodipin
Valsartan
2-3 liter/menit 20 tetes/menit 1000 mg/12 jam 500 mL/botol 1000 mg/vial
5 mg/ml 50 mg/ampul
5 mg/tablet 80 mg/tablet
-
a. Pengkajian Tepat Pasien
f. Laringoskopic indirect :Massa di daerah glotis, warna kemerahan, pita suara tidak dapat dilihat.
g. Pemeriksaan laboratorium : dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2013 terjadi peningkatan jumlah eritrosit yaitu 19,72 103/mm3(normal 4.5-11.0x 103/mm3).
h. Pemeriksaan hipertensi oleh dokter interna (penyakit dalam) :
Dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2013, dengan pengukuran hasil hipertensi stage II.
i.Laringoskopic Optic : Laringoskopic optic yang dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2013 tampak epiglotis normal, massa tampak didaerah glotis warna kemerahan dan pita suara tidak dapat dilihat. Diagnosa :suspect cancer laring
b. Pengkajian Tepat Indikasi
Adapun obat-obat yang digunakan pasien pada tanggal 4-5Oktober 2013 adalah O2, Infus RL, seftriakson, deksametason, Ranitidin, amlodipin dan valsartan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pasien pada tanggal 4 dan 5 (tabel 3.1),pasien menderita sesak napas, kecepatan pernafasan pasien 28 kali/menit berada di atas normal dimana nilai normal (10-20kali/menit). Pemberian O2 tepat indikasi karena pasien sesak nafas.
Infus ringer laktat diindikasikan untuk jalan obat masuk ke dalam tubuh pasien. Salah satu tujuan penggunaan infus adalah memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam tubuh (Lab. Keterampilan Medik, 2013).
dengan aktivitas mineralkortikoid kecil. Deksametason digunakan untukeksaserbasi terapi tambahan pada asma sedang sampai berat dan pemeliharaan asma.
Berdasarkan hasil laboratorium pada tanggal 3Oktober 2013 dimana kadar leukosit pasien diatas normal yaitu 19.72 x 103/mm3 (Normal: 4.5-11 x 103/mm3), ini menunjukkan pasien mengalami infeksi.Seftriakson merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang yang dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif (Depkes R.I., 2007). Maka penggunaan ceftriakson sudah tepat indikasi.
Pemberian injeksi ranitidinsudah tepat indikasi untuk keadaan hipersekresi asam lambung oleh penggunaan deksametason. Injeksi ranitidin digunakan untuk pengobatan dan pemeliharaan terhadap ulkus duodenal (Hardjosaputra, 2008).
Pemberian tablet amlodipin sudah tepat indikasi, merupakan antihipertensi golongan penghambat kalsium, dapat digunakan sebagai agen tunggal untuk mengontrol tekanan darah pada sebagian besar penderita hipertensi. Menurut
fixed-dose combination amlodipin dapat juga dikombinasi dengan penghambat reseptor angiotensin (ARB) (JNC7, 2004).
c. Pengkajian Tepat Obat
Pasien mengalami kesulitan untuk bernafas, maka pemberian O2 sudah tepat obat.
Infus ringer laktat diindikasikan untuk jalan obat masuk ke dalam tubuh pasien. Namun pada kondisi pasien yang didiagnosa menderita hipertensi, pemberian infus ringer laktat yang mengandung natrium ini harus diperhatikan, karena kelebihan natrium dapat memperburuk keadaan hipertensi yang diderita oleh pasien. Jadi, infus ringer laktat sudah tepat obat.
Pemberian injeksi seftriaksontidak tepat obat, karena penggunananya tidak disertai dengan uji kultur.
Pemberian injeksi deksametasonsudah tepat obat, digunakan sebagai antiasma. Namun pada kondisi pasien yang didiagnosa menderita hipertensi, pemberian deksametasonharus diperhatikan, karena efek sampingnya dapat memperburuk keadaan hipertensi yang diderita oleh pasien.
Pemberian injeksi ranitidin sudah tepat obat, ranitidinbekerja dengan menghambat reseptor H2 yang merangsang sekresi asam lambung. Ranitidin
bekerja cepat, spesifik dan reversibel melalui pengurangan kadar ion hidrogen cairan lambung (Hardjosaputra, 2008).
Pemberian tablet amlodipindan valsartan sudah tepat obat. Menurut fixed-dose combinationamlodipin dan alsartan dapat dikombinasi untuk menagemen hipertensi (JNC7, 2004).
Untuk menjamin tercapainya penggunaan dan pengelolaan obat secara rasional maka seorang farmasis perlu melakukan pengkajian ketepatan dosis. Ketepatan dosis meliputi rejimen dosis, ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis. Kajian ketepatan dosis dapat dilihat pada Tabel. 4.2.
Tabel 4.2 Dosis obat-obatan yang digunakan pasien pada tanggal4 dan 5 Oktober 2013
Jenis obat
Sediaan Bentuk
Kekua-tan jalan obat maka tetap
digunkan selama penggunaan
obat iv
Seftriakson Injeksi 1000 mg
Dosis lazim BB>50 kg: 6jam (Tatro,
2003)
Amlodipin Tablet
5
Dosis lazim Hipertensi : dosis awal 5 mg sekali sehari, dosis
maksimum
Valsartan Tablet
80 mg
Dosis lazim: 80-320mg/
Dosis lazim
untuk i.v
Setiap 12 jam (Depkes
2 minggu
Infus ringer laktat dengan kekuatan sediaan 500 mL/botol. Menurut MIMS2012, dosis Infus rnger laktat adalah 2,5 mL/kg BB/jam. Perhitungan dosis ini berlaku bila pasien menjalani puasa sehingga untuk mencegah terjadinya dehidrasi maka dosis perlu disesuaikan. Dalam hal ini, infus RL hanya digunakan sebagai jalan obat sehingga tidak diperlukan perhitungan dosis. Dosis yang diberikan dianggap tepat.
Seftriakson berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 1000mg/vial. Dosis lazim untuk dewasa 1000-2000 mg setiap 12 jam. Pemberian intravena secara lambat 3-5 menit. Dosis pemberian pada pasien 1000 mg/12 jam sudahsesuai dengan dosis lazim.
Deksametason berbentuk injeksi dengan kekuatan 5 mg/ml/ampul. Dosis lazim untuk dewasa 1-6mg tiap 4-6jam. Dosis yang diterima pasien 5mg setiap 8 jam. Jika ditinjau dari dosis lazim untuk deksametason, interval pemberian deksametason tidak tepat.
Amlodipin berbentuk tablet dengan kekuatan 5 mg/tablet. Dosis lazim dewasa 2,5-10 mg per hari dengan interval pemberian setiap 12 atau 24 jam. Dosis yang diterima pasien 5 mg untuk 24 jam. Jika ditinjau dari dosis lazim amlodipin, maka dosis yang diberikan pada pasien sudah tepat.
Valsartan berbentuk tablet dengan kekuatan 80 mg/tablet. Dosis lazim dewasa 80-320mg per hari dengan interval pemberian setiap 24 jam. Dosis yang diterima pasien 80 mg/24 jam. Jika ditinjau dari dosis lazim valsartan, maka dosis yang diberikan pada pasien sudah tepat.
dewasa 50 mg setiap 12 jam (Depkes R.I., 2007).
R.I., 2007) (Depkes R.I, 2007)
sebelum atau sesudah
Ranitidin berbentuk injeksi dengan kekuatan sediaan 50mg/ampul. Dosis lazim untuk dewasa50 mg setiap 12 jam. Dosis pemberian pada pasien 50mg/12 jam sudah tepat sesuai dengan dosis lazim.
e. Pengkajian Waspada Efek Samping
Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi. Adapun obat-obat yang digunakan pasien pada tanggal 4 dan 5 Oktober 2013 adalah infus RL, seftriakson, deksametason, ranitidin, amlodipin dan valsartan.Efek samping dan interaksi obat dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Efek Samping dan Interaksi Obat pada tanggal 4 dan 5Oktober 2013
Jenis Obat Efek Samping Interaksi obat
Infus RL
Komplikasi lokal biasanya dapat dilihat pada atau disekitar lokasi penyisipan atau terjadi sebagai hasil kegagalan mekanis. Komplikasi ini adalah lebih umum dibanding komplikasi yang sistemik. Komplikasi sistemik adalah terjadi di dalam sistem pembuluh (Philips, 2005)
Obat-Hasil lab:
Tidak ada obat yang berinteraksi
Obat-Makanan:-
Obat-Obat:- Injeksi seftriakson
Gangguan gastrointestinal, reaksi kulit, sakit kepala, pusing, dan nyeri di tempat suntikan, peningkatan BUN, SGOT, SGPT, nyeri pada tempat injeksi (Pramudianto, 2011, ISO, 2011).
Injeksi deksametason
Tukak lambung, aritmia, bradikardia, henti jantung, kardiomiopati, CHF, kolaps sirkulasi, edema, hipertensi, ruptur miokardial (post-MI), syncope,
Tabel 4.3 (Lanjutan)
Jenis Obat Efek Samping Interaksi obat
Tablet amlodipin
Kardiovaskular: palpitasi, peripheral edema, syncope, takikardi, bradikardi, dan aritmia, sakit kepala, pusing, dan kelelahan, dermatitis, rash, pruritus, dan urtikaria, mual, nyeri perut, kram, dan tidak nafsu makan. Efek pada saluran pernafasan: nafas menjadi pendek-pendek, dyspnea, dan wheezing(Depkes RI, 2007).
Tablet valsartan
pusing, hipotensi orthostatik yang berhubungan dengan dosis, yang mungkin terjadi secara khusus pada pasien yang kekurangan volume); kerusakan ginjal. Efek lainnya yang agak jarang: ruam, angioedema (Depkes RI, 2007).
Injeksi ranitidin
Sakit kepala, fatigue, pusing, insomnia, halusinasi, depresi, rash, mual, diare, konstipasi, agranulositosis (Depkes R.I, 2007).
f. Kesimpulan
i. PPSOR terlampir
ii. Rekomendasi Untuk Dokter
Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi pengkajian dan perencanaan.
Diagnosis :suspect Cancer laring + hipertensi stage II
Subjektif (S) :sesak nafas dijumpai
Objektif (O) :
Pemereksaan pada tanggal 4 Oktober 2013
Sensorium :Compos mentis Tekanan darah (TD) : 180/90 mmHg
Heart Rate (HR) : 92 x/menit
Pemeriksaan pada tanggal 5 Oktober 2013:
Sensorium : Compos mentis Tekanan darah (TD) : 180/90 mmHg
Heart Rate (HR) : 92 x/menit
Respiration Rate (RR) : 28 x/menit Temperatur (T) : 36,9 oC
Assessment(A):
Masalah 1.Pemberian antibiotik kepada pasien tidak dilakukan uji kultur.
Masalah 2.Pemberian deksametason kepada pasien tidak sesuai interval pada dosis lazim.
Planning (P):
a. Dilakukan uji kultur untuk menetapkan antibiotik yang tepat untuk pasien.
b. Dilakukan penyesuaian frekuensi penggunan deksametason yang tepat untuk pasien.
iii. Rekomendasi untuk Perawat
Rekomendasi untuk perawat oleh apoteker dimaksudkan untuk menjaga kestabilan obat-obat yang digunakan dalam terapi dan menjaga kebersihan lingkungan ruangan pasien dari wadah/sisa obat-obatan. Rekomendasi untuk perawat dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel4.4Rekomendasi untuk Perawat Tanggal 4 dan 5Oktober2013
Nama Obat Cara Penyimpanan Cara Pembuangan
Infus RL
Disimpan pada suhu kamar 250C-300C, terhindar dari panas dan cahaya matahari langsung.
Botol dan sisa larutan dibuang pada tong sampah infeksius (berwarna kunig)
Injeksi seftriakson
Serbuk disimpan pada suhu kamar 25º. Larutkan 1 gram serbuk dalam 9,6 ml aqua pro injeksi untuk mengurangi rasa nyeri di tempat suntikan
(Depkes R.I., 2009). Jangan diberikan apabila larutan menjadi keruh atau mengendap (Tatro, 2003). Setelah dilarutkan disimpan pada suhu kurang dari 20ºC, hindari cahaya matahari langsung (Depkes R.I., 2007)
Tabel 4.4 (Lanjutan)
Nama Obat Cara Penyimpanan Cara Pembuangan
Injeksi
deksameta-son
Larutan Injeksi : Simpan dalam temperatur ruang; hindari dari cahaya dan penyimpanan beku. Stabilitas injeksi setelah dicampur pelarut adalah 24 jam pada suhu 25°C, sedang dalam refrigrator (4°C):2 hari. njeksi dapat diencerkan dalam 50-100 mL NS atau D5W(Depkes RI, 2007).
Dibuang pada tong pembuangan sampah infeksius rumah sakit.
Injeksi ranitidin
Disimpan pada suhu kamar 250C-300C dan terhindar dari cahaya matahari langsung (Depkes RI, 2007).
Ampul dibuang dalam tong samah tempat benda kaca dan tajam.
Tablet amlodipin
Disimpan dalam suhu kamar (15°–30°C) (Depkes RI, 2007).
Dibuang pada tong pembuangan sampah infeksius rumah sakit.
Tablet valsartan
Simpan dalam suhu kamar yang terkontrol pada suhu 15°C hingga 30°C (59°F hingga 86°F); hindari dari kelembaban (Depkes RI, 2007).
Dibuang pada tong pembuangan sampah infeksius rumah sakit.
iv. Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien
Pemahaman dan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat menjadi hal yang penting dalam mengoptimalkan terapi pasien. Seorang apoteker secara sistematik mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat melalui konseling, informasi obat dan edukasi kepada pasien saat visite. Konseling, informasi dan edukasi kepada pasien dapat dilihat pada Tabel 4.5.
No Nama Obat PIO
1 Infus RL Segera hubungi dokter jika terjadi pembengkakan pada tempat pemberian cairan intra vena (Philips, 2005)
2 Injeksi seftriakson
Segera hubungi dokter jika terjadi reaksi efek samping seperti diare, mual dan muntah, sakit pada tempat suntikan (Tatro, 2003; Depkes RI, 2007).
3 Injeksi deksametason
Jangan menggunakan obat lain tanpa sepengetahuan dokter. Hindari mengkonsumsi kopi/teh selama menggunakan obat ini. Banyak minum airputih. (Depkes RI, 2007)
4 Injeksi ranitidin Segera hubungi dokter jika terjadi reaksi efek samping (Depkes RI, 2007).
Tabel 4.5Konseling, Informasidan Edukasi Pasien Tanggal 4 dan 5 Oktober 2013
4.4.2 Pembahasan Tanggal 6 Oktober 2013
Pemeriksaan dan pemberian terapi pada tanggal 6Oktober 2013 adalah: Diagnosis :Suspect Cancer laring + Atrial Fibrillation Rapid Ventrikular
Respon.
Subjektif (S) : nyeri pada bekas trakeostomi, sesak tidak dijumpai
Objektif (O) : sensorium : compos mentis Temperatur (T) : 36,5oC
Heart Rate (HR) : 127 x/menit Tekanana Darah (TD) :116/66 mmHg
Respiration Rate(RR): 24 x menit
Leher : kanul trakeostomi terpasang dengan baik
Assessment(A): post trakeostomi a/i suspect cancer laring.
Palnning (P) :
Pada tanggal 6Oktober 2013 pasien menerima obat-obatan seperti tercantum dalam tabel 4.6.
Tabel 4.6Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 6 Oktober 2013
Tanggal Jenis Obat Sediaan As. traneksamat
Amiodaron
3-4 liter/menit 10 tetes/menit 20 tetes/menit 1000 mg/12 jam 1000 mg/vial 500 mg/5 ml 150 mg/3ml 250 mg/5 ml 30 mg/ampul 50 mg/ampul
-
a. Pengkajian Tepat Pasien
6 Tablet valsartan
Barcode pasien sudah sesuai dengan nama, tangggal lahir dan nomor RM. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah:
i. Laringoskopic indirect :Massa di daerah glotis, warna kemerahan, pita suara tidak dapat dilihat.
ii. Laringoskopic Optic : Laringoskopic optic yang dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2013 tampak epiglotis normal, massa tampak didaerah glotis warna kemerahan dan pita suara tidak dapat dilihat. Diagnosa :cancer laring.
iii. Pemeriksaan laboratorium:dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2013 terjadi peningkatan jumlah leukosit yaitu 19,72 103/mm3(normal 4.5-11.0 x 103/mm3).
iv. Elektrokardiogram:dilakukan tanggal 6 Oktober 2013 Sinus takikardi, pergerakan cepat secara berturut-turut kompleks ventrikel dan kompleks fusi. Kesimpulan : AF RVR (Atrial FibrillationRapid Ventrikular Respon).
b. Pengkajian Tepat Indikasi
Adapun obat-obat yang digunakan pasien pada tanggal 6 Oktober 2013 adalah O2, Infus RL, infus NaCl 0,9%, seftriakson, asam traneksamat, amiodaron, dobutamin, ranitidin dan ketorolac.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik awal pasien masuk (tabel 3.1), pasien memiliki tekanan darah 116/66mmHg dan denyut nadi 127 kali/menit. Pasien menderita sesak napas, sehingga kecepatan pernafasan pasien 24 kali/menit berada di atas normal dimana nilai normal (10-20kali/menit).Pemberian O2 tepat indikasi karena pasien sesak nafas.