BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang semakin cepat juga sejalan dengan semakin
meningkatnya mobilitas penduduk dalam menjalankan kegiatan atau tugasnya. Dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut tentunya didukung dengan penggunaan alat-alat
transportasi yang menggunakan mesin, baik udara, laut maupun darat yang seringkali
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (Wardana, 1999). Transportasi
udara merupakan salah satu sarana yang banyak dipilih oleh masyarakat pada saat ini
yang membutuhkan efisiensi waktu dan kenyamanan dalam melaksanakan
kegiatannya.
Menurut Annex 14 (ICAO), Pelabuhan udara atau disebut juga bandar udara
adalah area tertentu didaratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan
peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk
kedatangan, keberangkatan, dan pergerakan pesawat. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat disimpulkan bandara merupakan tempat pusat kegiatan dari alat transportasi
udara dan jasa penerbangan.
Bandara Kualanamu sebagai bandar udara internasional satu-satunya yang
berada di Sumatera Utara, merupakan bandara pengganti dari bandara internasional
Polonia yang berada dipusat kota Medan. Bandara Kualanamu terletak di kabupaten
(Kompas, 2013). Bandara ini dibangun untuk mendukung peningkatan jumlah
frekuensi penerbangan baik domestik maupun internasional. Sebagai pusat aktifitas
penerbangan, bandara bukan hanya didukung dengan prasarana dan sarana tetapi juga
tenaga kerja ground handling yang berperan penting untuk mendukung efisiensi
waktu, kenyamanan dan keamanan pengguna jasa penerbangan.
Ground handling adalah aktivitas perusahaan penerbangan yang berkaitan
dengan penanganan atau pelayanan terhadap para penumpang berikut bagasinya,
kargo, pos, peralatan pembantu pergerakan pesawat di darat dan selama pesawat
berada di bandar udara, untuk keberangkatan (departure) maupun untuk kedatangan
(arrival). Selain bising mesin yang bersumber dari pesawat terbang ada juga
kebisingan bersumber dari mobil angkut barang bagasi dan mobil tangki pengisi avtur
ke pesawat.
Tingginya aktivitas penerbangan di bandara Kualanamu yang berjumlah
sekitar 97-100 penerbangan perhari tentunya dapat menimbulkan dampak terhadap
kesehatan petugas ground handling tersebut. Kebisingan merupakan salah satu faktor
lingkungan tempat kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan petugas ground
handling yang bertugas di apron bandara. Besarnya risiko terpapar dikarenakan
sebagian besar pekerjaan dilakukan pada saat mesin pesawat dalam keadaan hidup
dan di apron yang luas dan terbuka. Hal ini juga didukung dengan rendahnya
kesadaran petugas dalam menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT) pada saat
Sebuah studi epidemiologis di Amerika Serikat menyatakan kebisingan
berhubungan dengan terjadinya penyakit hipertensi. Masyarakat yang terpapar
kebisingan, cenderung memiliki emosi yang tidak stabil. Emosi yang tidak stabil akan
menyebabkan terjadinya stress. Stress yang berkepanjangan akan mengakibatkan
terjadinya penyempitan pembuluh darah, yang berakibat jantung bekerja lebih keras
untuk memompa darah ke seluruh tubuh, sehingga mengakibatkan naiknya tekanan
darah.
Kebisingan tidak hanya dapat menyebabkan gangguan pendengaran tetapi
juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta sistem jantung
dan peredaran darah. Gangguan mental emosional, yaitu berupa terganggunya
kenyaman kerja, mudah tersinggung, mudah marah. Melalui mekanisme hormonal
yaitu dihasilkan hormon adrenalin, sehingga dapat meningkatkan frekuensi detak
jantung dan peningkatan tekanan darah (Sasongko, 2000).
Intensitas kebisingan yang dapat menimbulkan hipertensi dipengaruhi oleh
faktor karakteristik individu seperti umur, masa kerja, lama kerja dan perilaku,
sehingga berdampak terhadap kualitas kerja. Menurut Robbins (2006) individu
dengan karakter tersendiri terhadap organisasi memiliki karakter tertentu yang saling
menyesuaikan. Karakteristik individu mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan,
status perkawinan, masa kerja, status pekerjaan, pelatihan, dan penghasilan dalam
organisasi.
Menurut Soetirto (2003) bahwa kebisingan yang intensitasnya sama atau lebih
dari 85 dB (desibel) dapat mengakibatkan rusaknya reseptor pendengaran pada
kebisingan yang cukup tinggi di bandara dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan
petugas ground handling. Hastuti (2005) dalam penelitiannya menyimpulkan
intensitas kebisingan di Bandara Ahmad Yani, Semarang berkisar antara 71,2 dBA –
89,1 dBA. Hasil penelitian Liwe (2006) juga menyatakan bahwa intensitas kebisingan
di apron Bandara Sam Ratulangi Menado berada pada tingkat kebisingan 82,7 dBA
(minimum) - 101 dBA (maksimum), dan untuk presentase tuli ringan tenaga kerja
ground handling mencapai 44,17%, sedangkan tuli sedang 11,6%. Hasil penelitian
Kawatu (2012) menyimpulkan bahwa, petugas ground handling lebih berisiko
mengalami kenaikan ambang dengar dibandingkan dengan pegawai administrasi di
bandara Sam Ratulangi Menado. Penelitian Babba (2007) menyimpulkan, ada
hubungan yang signifikan antara kebisingan dengan kenaikan darah sistolik dan
diastolik. Sitompul (2010) dalam penelitiannya juga menyimpulkan petugas ground
handling di bandara Polonia Medan, sekitar 20% mengalami gangguan pendengaran
akibat kebisingan di lingkungan kerja. Penelitian ini juga didukung oleh Amel (2012)
menyimpulkan bahwa kebisingan di apron bandara Polonia Medan pada saat aktivitas
berkisar antara 78 –105 dB, dengan rata-rata kebisingan 92,1 dB dan sebanyak 73%
petugas ground handling menderita gangguan pendengaran.
Hasil penelitian Yadnya (2009) di Bandara Internasional Ngurah Rai
menyimpulkan bahwa tajam dengar petugas ground handling dibagian administrasi
sebanyak 1 orang (16,7%) mengalami penurunan tajam dengar. Di divisi teknik
sebanyak 23 orang (60,5%) mengalami penurunan tajam dengar. Petugas dengan
masa kerja ≤ 20 sebanyak 6 orang (37,5%) mengalami penurunan tajam dengar dan
sebanyak 17 orang (77,3%). Petugas yang selalu menggunakan alat pelindung telinga
sebanyak 7 orang (33,3%) mengalami penurunan tajam dengar dan petugas yang
tidak menggunakan alat pelindung telinga 16 orang (94,1%) mengalami penurunan
tajam dengar.
Berdasarkan pengamatan dilapangan petugas ground handling memiliki risiko
terpapar bising disebabkan oleh lokasi kerja mereka yang sangat dekat dengan
pesawat terbang di apron. Pekerjaan petugas yang membongkar muat bagasi dari dan
ke dalam pesawat, mengisi bahan bakar pesawat, dan pekerjaan lainnya yang
berhubungan dengan pelayanan terhadap pesawat. Pekerjaan ini terkadang dilakukan
pada saat mesin pesawat dalam keadaan hidup. Sebagian besar petugas juga tidak
memakai alat pelindung telinga (Earmuff/Ear Plug). Apabila petugas ground
handling terpapar lebih dari 1 menit setiap hari dan berlangsung lama kemungkinan
akan menyebabkan keluhan/gangguan akibat suara bising tersebut. Berdasarkan
pengukuran yang dilakukan petugas kesehatan terhadap petugas ground handling
yang datang ke pos Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan Wilayah Kerja
Bandara Kualanamu, terdapat sejumlah petugas yang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal.
Berdasarkan uraian tersebut, diduga bahwa intensitas kebisingan dan
karakteristik petugas dapat mempengaruhi tekanan darah. Bandara Kualanamu
sebagai salah satu penyedia jasa layanan transportasi udara tidak hanya didukung
dengan sarana dan prasarana tetapi juga ketersediaan jasa petugas ground handling.
meningkatkan pelayanan dari segi keamanan, kenyamanan dan efisiensi waktu
pengguna jasa maskapai penerbangan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
tentang pengaruh karakteristik dan intensitas kebisingan terhadap tekanan darah
petugas ground handling di apron Bandar Udara Internasional Kualanamu.
1.2. Perumusan Masalah
Lingkungan apron bandara memiliki tingkat kebisingan yang cukup tinggi
dengan rata-rata diatas ambang batas 85 dB (A), dan karakteristik petugas ground
handling sehari-hari yang sebagian besar belum sepenuhnya menggunakan alat
pelindung telinga tentu berdampak terhadap tekanan darah petugas. Pengukuran
tekanan darah petugas ground handling yang datang ke pos Kantor Kesehatan
Pelabuhan Kelas I Medan di Bandara Kualanamu, menunjukkan sebagian besar
petugas mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal. Berdasarkan hal
tersebut penulis ingin mengkaji : “Pengaruh intensitas kebisingan dan karakteristik
pekerja terhadap tekanan darah petugas ground handling di apron Bandar Udara
Internasional Kualanamu”.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas kebisingan dan
karakteristik pekerja terhadap tekanan darah petugas ground handling di apron
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah : ada pengaruh intensitas kebisingan dan
karakteristik pekerja (umur, masa kerja, penggunaan alat pelindung telinga, dan
pelatihan) tehadap tekanan darah petugas ground handling di apron Bandar Udara
Internasional Kualanamu tahun 2014.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberi informasi kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan tentang
tingkat kebisingan dan karakteristik petugas ground handling di apron Bandar
Udara Internasional Kualanamu, sebagai instansi kesehatan yang bertugas di
Bandar Udara Internasional Kualanamu.
2. Memberi informasi kepada PT. Angkasa Pura II Bandar Udara Internasional
Kualanamu sebagai pengelola tentang pengaruh tingkat kebisingan dan
karakteristik terhadap tekanan darah petugas ground handling di apron Bandar
Udara Internasional Kualanamu.
3. Memberi informasi bagi pembaca terutama kalangan akademik tentang pengaruh
karakteristik dan intensitas kebisingan terhadap tekanan darah petugas ground