Nama : Fiat Modjo
NIM : 1520310059
Makul : Ilmu Pemerintahan
Judul : Transisi Demokrasi
Dosen Pengampu : Dr. Ni’matul Huda
A.Kata Pengantar
Topik mengenai “transisi demokrasi” hingga saat ini masih menjadi kajian yang menarik dikalangan pelajar guna mempelajari kondisi negara Indonesia yang
katanya sudah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Indikator utamanya karena kata
“transisi” itu sendiri adalah sebagai pintu gerbang tahap pertama yang sangat menentukan proses demokratisasi di Indonesia.1 Sementara itu, menurut pemakalah
wujud negara Indonesia yang demokrasi ini sebenarnya sudah sangat lama
dirumuskan oleh pemimpin bangsa ini. Hanya saja suasana demokrasi yang
dirumuskan dan diterapkannya sangat tidak berpihak pada rakyat. Bahkan bisa
dikatakan telah mencederai HAM (Hak Asasi Manusia).
Dari uraian di atas, sangat relevan dengan pandangan Prof. Miriam
Budiardjo yang membagi sejarah demokrasi Indonesia ke dalam empat masa yaitu;
masa demokrasi konstitusional yang lebih menonjolkan peranan parlemen serta
partai-partai sehingga akrab dinamakan demokrasi parlementer (1945-1959), masa
demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi
konstitusional (1959-1965), masa demokrasi pancasila yang merupakan demokrasi
konstitusional dengan lebih memperlihatkan sistem presidensial (1965-1998), dan
masa reformasi yang menginginkan tegaknya demokrasi Indonesia sebagai koreksi
dari masa demokrasi pancasila yang dijalankan pada masa kepemimpinan Soeharto
yang otoriter(1998-sekarang).2
Dari pandangan Prof. Miriam Budiardjo tersebut, maka dalam makalah ini
tetap akan memberi ulasan mengenai transisi demokrasi. Selain itu, makalah ini
juga akan membahas berbagai langkah atau upaya yang ditempuh dalam
mewujudkan demokrasi selama masa transisi berlangsung. Dalam hal ini
1 Ni’matul Huda, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, (Cet; I,
Yogyakarta: UII Press, 2007), h. 33
2 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Cet; V, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
pemakalah sangat setuju dengan pandangan Afan Gaffar yang mengatakan bahwa
masa pemerintahan Habibie adalah masa transisi tersebut. “masa pemerintahan Habibie adalah masa transisi menuju kehidupan politik yang demokratik di
Indonesia,” ungkapnya.3 Sehingga maksud dari upaya-upaya yang ditempuh dalam
mewujudkan kehidupan yang demokratik di Indonesia akan lebih menitik beratkan
pada masa pemerintahan Habibie.
Lagi-lagi pemakalah memohonkan maaf yang sebesar-besarnya jika
pembahasan dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Mengingat
keterbatasan pemakalah dalam memahami substansi permasalahan transisi
demokrasi tersebut masih sangat minim. Dengan kata lain pemakalah belum
memahaminya secara holistic (menyeluruh). Oleh karena itu, sangat diharapkan
kritik yang konstrutif dari para pembaca sebagai langkah berikutnya dalam
menyempurnakan makalah ini. Trimakasih.
B.Pengertian Transisi Demokrasi
Dalam kamus bahasa Latin, “Transisi” berasal dari kata “trans” dan “cendo”. Trans sendiri berarti di seberang, di sebelah sana, dibalik, menyeberangi, sedangkan cendo berarti melangkah ke sesuatu yang lain, berpindah ke sebelah
sana.4 Dari pengertian tersebut, maka transisi di sini jika melihat gagasan-gagasan
M. Dawam Rahardjo dalam bukunya “orde baru dan orde transisi”, dimana pada masa orde baru paling banyak terjadi penyalahgunaan kekuasaan5 yang
mengakibatkan tumbangnya kekuasaan orde baru dan mendesak dilaksanakannya
demokratisasi. Singkatnya transisi berarti peralihan dari masa orde baru yang
otoriter ke masa demokrasi.
Transisi menuju demokrasi ini jika menggunakan gagasan Samuel
Huntington dapat ditelusuri melalui empat jalur. Pertama, transisi menuju
demokrasi yang diprakarsai dari atas oleh rezim seperti yang terjadi di Taiwan,
3 Afan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, (Cet; VI, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006), h. 307
4 W.J.S Poerwadarminto, Kamus Latin-Indonesia, Semarang: Kanisius, 1969, h. 876
5 Lebih Lanjut baca M. Dawam Rahardjo, Orde Baru Dan Orde Transisi, (Cet; I,
Meksiko, India, Turki, Brazil, Peru dan lain sebagainya. Kedua, Transisi dengan
cara bernegosiasi antara rezim yang berkuasa dengan pihak oposisi, seperti Nepal,
Mongolia, Bolivia, Korea Selatan dan lain-lain. Ketiga, transisi yang dilakukan dari
bawah melalui kekuatan oposisi seperti yang terjadi di Filipina dan Argentina.
Keempat, intervensi dari luar, seperti di Granada dan Panama.6
Dari konsep Huntington di atas, tentu masih ada konsep lainnya terkait
transisi demokrasi. Hanya saja, dari sekian konseptualisasi tersebut tampaknya ada
sebuah kreasi yang konvergen bahwa transisi menuju demokrasi berlangsung lewat
tiga jalur yaitu, pertama, transisi dari atas (transformasi) terjadi ketika pihak-pihak
yang berkuasa dalam rezim otoriter mengubahnya sendiri menjadi sistem baru yang
demokratis, kedua, transisi dari bawah (replecement) terjadi ketika kekuatan oposisi
atau masyarakat yang begitu massif menekan rezim dan sebagainya, dan ketiga,
transisi lewat negosiasi terjadi karna adanya pertemuan dari kekuatan oposisi dan
kemauan pemerintah yang otoriter, serta dengan melakukan berbagai cara
(negosiasi) untuk mewujudkan demokrasi.7
Perlu juga dipahami bahwa transisi demokrasi terjadi apabila penguasa
otoriter telah berakhir, adanya keyakinan dan semangat dari pemimpin baru bahwa
sistem demokrasi adalah alternatif terbaik, dan melakukan liberalisasi politik.
Sementara itu, menurut Huntington proses transisi menuju demokrasi ini dapat
terwujud dengan baik apabila, dalam masa transisi tersebut ada upaya untuk
memapankan sistem konstitusi dan merekonstruksi sistem pemilu yang baru, ada
upaya untuk melakukan penyingkiran terhadap para aparatus status quo terhadap
otoritarianisme, ada upaya untuk mencabut dan melakukan amandemen terhadap
undang-undang yang tidak cocok untuk demokrasi, ada upaya yang signifikan
untuk mengubah badan-badan yang otoriter, dan dapat memetakan secara jelas
antara kekuatan lama yang masih menyimpan loyalitas terselubung pada kebesaran
rezim otoriter, sehingga rezim demokratik mampu mengambil langkah yang tegas
terhadap berbagai komponen penghalang demokrasi.8
6Ni’matul Huda, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, h. 33-34
Jika melihat proses transisi yang terjadi di Indonesia, tentu erat kaitannya
dengan berbagai perubahan yang begitu mencolok dibidang politik setelah
peristiwa revolusi. Peristiwa tersebut sangat memberikan peluang bagi bangsa
Indonesia dalam menata kehidupannya yang lebih demokratis. Walaupun
sebenarnya proses transisi belumlah pasti dapat mewujudkannya. Mengingat situasi
Indonesia yang sangat labil pasca kemunduran soeharto, terutama ketika terjadinya
krisis ekonomi saat itu. Sangat disayangkan, Soeharto yang naik karena ditopang
oleh mahasiswa justru dijatuhkan pula oleh mahasiswa. Bahkan bisa dikatakan
Soeharto jatuh dalam keadaaan yang sangat hina dan tidak manusiawi karena
berbagai kebiadaban yang dilakukan pada masa pemerintahannya.
Dari berbagai penjelasan mengenai transisi di atas, dan dengan melihat
berbagai kondisi yang terjadi sekarang, maka pemakalah lebih sepakat dengan
beberapa pihak yang memakai istilah ‘Indonesia pasca-Soeharto’9 dibandingkan
memakai istilah ‘transisi’. Mengingat bahwa suatu ‘Indonesia baru’ yang harusya
dapat melepas diri dari pengaruh-pengaruh rezim orde baru ternyata nihil. Bahkan
memberi kesan negatif, bahwa rezim orde baru telah berhasil mencetak kader-kader
yang korup. Sehingganya banyak terjadi kepincangan dan penyimpangan dalam
menjalankan roda pemerintahan yang sekarang. Hal ini sama persisnya dengan apa
yang terjadi selama masa pemerintahan orde baru saat itu. Sangat kacau dan
amburadul karena masih memperlihatkan praktek-praktek untuk melindungi
kepentingan para penguasa serta tidak pro rakyat.
C.Upaya-upaya yang ditempuh selama masa transisi
Demokrasi yang terjadi secara besar-besaran diberbagai negara sejalan
dengan apa yang Huntington namakan sebagai ‘gelombang ketiga demokrasi’ di dunia ketiga.10 Artinya apa yang terjadi di negara Indonesia setelah keruntuhan
masa orde baru adalah hal yang juga terjadi di negara-negara lain pada umunya.
9 Henk Schulte Nordolt dkk, Renegotiating Boundaries; Local Politics In Post-Suharto
Indonesia, terj. Bernard Hidayat, Politik Lokal Di Indonesia, (Cet; III, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), h. 2
10 Jeff Heynes, Democracy And Civil Society In The Thirt World Politics And New
Sehingga khusus di negara Indonesia terdapat upaya-upaya yang ditempuh agar
proses demokratisasinya dapat berjalan sesuai dengan harapan. Mengingat masa
orde baru adalah masa yang kelam dan jauh dari nilai-nilai demokrasi. Berbagai
upaya yang ditempuh dalam melakukan reformasi yang paling dominan meliputi
politik, hukum, dan konstitusi. Namun, dalam makalah ini tidak akan membahasnya
dengan rinci. Melainkan terdapat hal-hal pokok yang pemakalah sajikan sebagai
bahan informasi.
1. Reformasi politik
Pada bidang ini secara konseptual dan srategis, terdapat empat pilar yang
harusnya dijadikan pedoman dalam pembaharuan politik, ekonomi, sisial dan
lain-lain, termasuk hukum. Pertama, mewujudkan kembali pelaksanaan demokrasi
dalam segala peri kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Intinya
dalam demokrasi masyarakat diberi kepercayaan untuk menyelenggarakan negara
yang berdasar pada kehendak dan keinginannya. Kedua, mewujudkan kembali
pelaksanaan prinsip negara yang berdasarkan atas hukum. Intinya hukum harus
benar-benar dapat memberi kepastian yang bermuara pada terciptanya keadilan.
Ketiga, pemberdayaan rakyat dibidang politik, ekonomi, sosial dan lain-lain. Dalam
hal ini masyarakat dituntut untuk terlibat aktif dalam menyelenggarakan berbagai
kepetingan negara. Keempat. Mewujudkan kesejahteraan umum dan
sebesar-besarnya yang berdasar pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.11
Empat pilar sebagaimana yang telah dipaparkan di atas tentu melingkupi
berbagai aspek. Akan tetapi dalam lingkup reformasi politik setidaknya telah
tercermin dengan dilahirkannya berbagai kebijakan, misalnya adanya pembatasan
kekuasaan presiden, gubernur dan bupati,12 adanya liberalisasi politik yang
memberikan ruang sebesar-besarnya dalam mendirikan partai politik,13 adanya
ketegasan sikap bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ABRI yang ingin terlibat
dalam panggung perpolitikan secara otomatis terlepas dari jabatannya14 dan lain
sebagainya.
11Ni’matul Huda, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, h. 43 12 Afan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, h.164-166
2. Reformasi hukum
Perlu diadakannya reformasi hukum karena hukum pada masa orde baru
tidak berjalan sebagaimana mestinya dan jauh dari substansinya dalam menegakkan
keadilan. Dari kondisi semacam ini, reformasi hukum adalah suatu condition sine
qua non bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan negara yang berdasarkan atas
hukum. Hukum yang dimaksud adalah hukum yang berpihak kepada rakyat, yang
memperhatikan keadilan sosial, sebagaimana yang tercantum dalam konstitusi.
“hukum bukan hanya merupakan pedoman berperilaku bagi rakyat, tetapi juga bagi aparat pemerintahan dan seluruh penyelenggara kegiatan kenegaraan, merupakan
suatu norma yang telah diakui secara universal”.15 Sebagai contoh dengan diadakannya reformasi hukum harusnya dapat mengimplementasikan HAM dengan
lebih jelas dan konkret. Misalnya kecenderungan untuk memberangus pers
hendaknya ditiadakan. Tetapi, kalangan insan pers yang memfitnah, mengadu
domba masyarakat, dapat dibawa ke pengadilan untuk diminta
pertangungjawabannya.16
3. Reformasi konstitusi
Reformasi konstitusi adalah agenda terpenting selama proses transisi
berlangsung. Sebab agenda ini merupakan syarat utama dari sebuah negara
demokrasi konstitusional. Dengan kata lain pembentukan sistem demokrasi hanya
dimugkinkan bila didahului oleh perubahan fundamental dalam aturan konstitusi
yang memberikan dasar bagi berbagai agenda demokrasi lainnya.17
Reformasi konstitusi ini pada dasarnya sebagaimana ungkapan Ni’matul Huda agar dapat diterapkannya sistem checks and balances18, atau dalam ungkapan
Affan Gaffar sudah waktunya diantara lembaga-lembaga tinggi negara dapat
mewujudkan sharing of power.19Hal ini ingin diterapkan karena dimasa orde baru
kekuasaan lembaga kepresidenan sangat mendominasi yang menyebabkan
kemandulan terhadap lembaga-lembaga negara lainnya.20
15Ni’matul Huda, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, h. 46-47 16 Afan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, h. 171-172 17Ni’matul Huda, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, h. 48 18 Ibid, h. 65
D.Kesimpulan
Transisi adalah peralihan dari masa orde baru yang otoriter ke masa
demokrasi. Akan tetapi dengan melihat kondisi yang terjadi sekarang maka akan
sangat bijaksana kalau memakai istilah ‘Indonesia pasca-Soeharto’ dari pada istilah
‘transisi’. Sebab masih banyak terdapat penyalahgunaan kekuasaan layaknya masa orde baru berupa perilaku korupsi.
Sementara itu, masa transisi memberi peluang untuk melakukan reformasi
politik, yang intinya memberi kesempatan kepada berbagai pihak utamanya
masyarakat dalam berdemokrasi. Selain itu, masa transisi juga memberi peluang
untuk melakukan reformasi hukum yang bertujuan untuk menegakkan keadilan,
serta melakukan reformasi konstitusi dengan maksud mewujudkan kesetaraan
diantara lembaga-lembaga negara.
E.Komentar
Menurut pemakalah proses demokratisasi yang ingin diwujudkan pada
masa ‘Indonesia pasca-Soeharto’ hanyalah sebuah sarana untuk mendapatkan kekuasaan. Setelah mendapatkan kekuasaan atau kedudukan melalui proses
demokratisasi, tetap saja praktek-prakek penyalahgunaan kekuasaan itu terjadi. Hal
ini terlihat jelas dari berbagai kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat dan
cenderung menghakimi rakyat.
Selain itu, pemakalah menganggap para pemegang kekusaan pada masa
‘Indonesia pasca-Soeharto’ sampai sekarang sangat gemar memperkosa hukum atau aturan-aturan yang berlaku lainnya sesuai kepentingannya. Sehingga hukum
ataupun aturan-aturan itu menjadi tidak perawan lagi atau telah kehilangan
kesuciannya. Karena itu tidak heran hukum ataupun berbagai aturan di negara
Indonesia layaknya pelacur yang begitu mudah untuk dilakukan transaksi bagi para
pihak yang punya kepentingan. Atau sebutan lainnya bagi para pemegang
kekuasaan pada masa ‘Indonesia pasca-Soeharto’ sampai sekarang adalah sebagai
Daftar Pustaka
Huda, Ni’matul, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, (Cet; I, Yogyakarta: UII Press, 2007)
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Cet; V, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2012)
Gaffar, Afan, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, (Cet; VI, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006)
Poerwadarminto, W.J.S, Kamus Latin-Indonesia, Semarang: Kanisius
Rahardjo, M. Dawam, Orde Baru Dan Orde Transisi, (Cet; I, Yogyakarta: UII
Press, 1999)
Nordolt, Henk Schulte dkk, Renegotiating Boundaries; Local Politics In
Post-Suharto Indonesia, terj. Bernard Hidayat, Politik Lokal Di Indonesia, (Cet;
III, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014)
Heynes, Jeff, Democracy And Civil Society In The Thirt World Politics And New
Political Movement, terj. P. Soemitro, Demokrasi Dan Masyarakat Sipil