1. Tajuk Rencana Selasa 25 Juni 2013 Pendidikan Moral yang Sinergis
PERAN pendidikan sangat strategis dalam proses mencetak generasi penerus berkarakter dan berakhlak mulia. Maka, di tengah kondisi kian mengguritanya tindak korupsi, muncul wacana perlunya upaya pencegahan tindak korupsi masuk kurikulum pendidikan. Di tengah kondisi kelangsungan hidup manusia Indonesia terancam bahaya narkoba, muncul wacana perlunya pemberantasan narkoba masuk kurikulum pendidikan.
Pada dasarnya, perilaku korup dan perilaku jahat lahir dari proses pendidikan yang belum kondusif bagi upaya untuk mencegah lahirnya perilaku-perilaku negatif semacam itu. Cakupan substansi dalam proses tersebut sangat berdekatan dengan persoalan moral, mental, budi pekerti, etika dan ideologi. Patut dipertanyakan, bagaimana proses pendidikan dan pengajaran yang mencakup moral, mental, budi pekerti, etika, dan ideologi berlangsung dalam era reformasi, baik aspek substansialnya maupun aspek
proseduralnya?
Pendidikan dan pengajaran moral, mental, budi pekerti, etika dan ideologi, tidak cukup jika hanya berlangsung di lembaga pendidikan formal. Akan lebih efektif dan produktif jika proses pendidikannya di lembaga pendidikan formal bersinergi dengan proses pendidikan yang berlangsung di keluarga,
masyarakat, dan di lembaga pendidikan nonformal yang dikelola pemerintah. Seberapa jauh sinergi itu tertangani secara terencana dan konseptual sejak tahun 1998?
Kedua hal itulah yang lebih mendesak mendapatkan perhatian, daripada menambah beban kurikulum pendidikan yang dalam pelaksanaannya menambah beban di pundak pengelola sekolah, guru, maupun anak didik. Pengetahuan tentang jahatnya korupsi dan bahayanya narkoba di kalangan anak didik tidak menjamin tercegahnya perilaku korup dan perilaku jahat, jika didasari fondasi moral, mental, budi pekerti, etika dan ideologi yang rapuh.
Dengan menekankan pada titik berat perhatian tersebut, tetap penting pemberian bekal pengetahuan tentang hal ihwal korupsi dan narkoba kepada anak didik dan generasi muda lainnya. Dalam kaitan inilah pentingnya ada sinergi antara proses pendidikan di lembaga pendidikan formal dan proses pendidikan yang berlangsung di keluarga, masyarakat dan di lembaga pendidikan nonformal yang dikelola pemerintah.
Bangsa kita sudah memiliki pengalaman dalam menerapkan pola pendidikan dan pengajaran moral yang sinergis. Contoh, Pendidikan Moral Pancasila (PMP). PMP di lembaga pendidikan formal juga ditunjang pendidikan nonformal yang dikelola pemerintah dengan mendirikan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7). BP-7 menyiapkan materi secara sistematis dan instruktur yang dijamin kompetensinya. Peserta yang dididik mencakup banyak kalangan, termasuk generasi muda, pimpinan parpol, ormas, tokoh masyarakat, guru, dan orangtua. Undang-undang pun menunjangnya, dengan menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas orpol dan ormas. Dengan demikian, secara tidak langsung PMP di lembaga pendidikan formal juga ditunjang PMP yang berlangsung di masyarakat dan keluarga yang ditangani ''instruktur'' berkompeten karena telah mengikuti penataran P-4. Ini contoh, pendidikan sinergis yang jelas konsep dan arahnya. Sebab, negara yang mengabaikan
pendidikan ideologi negara dan falsafah bangsanya diyakini sedang menuju ambang kehancuran.
Gencar kritik yang menyatakan penataran P-4 terlalu indoktrinatif. Tetapi, apa penggantinya yang lebih efisien, efektif, dan produktif? Sampai sekarang kita belum melihat pola konseptual yang diterapkan pemerintah. Yang muncul justru kesan, Pendidikan Moral Pancasila kian terabaikan.