• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDIATRIC NURSING PERMAINAN PADA ANAK USIA PRESCHOOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDIATRIC NURSING PERMAINAN PADA ANAK USIA PRESCHOOL"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PEDIATRIC NURSING

PERMAINAN PADA

ANAK USIA

PRESCHOOL

UNIVERSITAS

BRAWIJAYA

MALANG

2011

(2)

ANGGOTA KELOMPOK :

ARDIYAD MYRNANITA (105070209111030)

DWI ARI SHANDY W.P (105070209111032)

FRANSISKUS SARE

(105070209111051)

LILIK SETYORINI

(105070209111026)

MOH.AMIN

(105070209111031)

OKTIFA KUSFARI

(105070209111021)

(3)

PERMAINAN PADA ANAK USIA PRESCHOOL 1.1 KONSEP BERMAIN

1.1.1 Defenisi Bermain

 Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan konflik yang ada dalam dirinya, yang awalnya anak belum sadar bahwa dirinya mengalami konflik. (Miller B.F, 1983)

 Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh sesuai

dengan keinginannya sendiri atau tanpa paksaan dari orang tua maupun lingkungan dengan maksud memperoleh kesenangan dan kepuasan. (Fooster dan Pearden, 1989)

 Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial, yang merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak akan berkata-kata, belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak serta suara. (Wong, 2000) Aktivitas bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak, meski-pun hal tersebut tidak menghasilkan komoditas tertentu, misalnya keuntungan finansial. Anak bebas mengekspresikan perasaan takut, cemas, gembira atau perasaan lainnya, sehingga dengan memberikan kebebasan bermain orang tua mengetahui suasana hati anak.

Bermain merupakan bentuk infantil dari kemampuan orang dewasa untuk menghadapi berbagai macam pengalaman dengan cara menciptakan model situasi tertentu dan berusaha menguasainya melalui eksperimen dan perencanaan. Dengan demikian, bermain pada anak dapat disamakan dengan bekerja pada orang dewasa, karena keduanya sama-sama melakukan suatu aktivitas.

Pada masa anak-anak, kebutuhan bermain tidak bisa dipisahkan dari dunianya dan merupakan salah satu kebutuhan dasar untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Selain itu, dengan aktivitas bermain anak juga akan memperoleh stimulasi mental yang merupakan cikal bakal proses belajar pada anak untuk pengembangan, kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral, etika, dan sebagainya.

(4)

1.1.2 Karakteristik dan Klasifikasi Bermain

Beberapa karakteristik dalam pengklasifikasian bermain antara lain:

1. Solitary Play

Bermain sendiri walaupun disekitarnya ada orang lain. Misalnya pada bayi dan

toddler, yang akan asyik dengan mainannya sendiri tanpa menghiraukan orang-orang disekitarnya.

2. Parallel Play

Bermain sejenis, anak bermain dengan kelompoknya, pada masing-masing anak mempunyai mainan yang sama, tapi tidak ada interaksi diantara mereka, dan tidak saling ketergantungan antara yang satu dengan yang lain. Biasanya terjadi pada usia

toddler dan preschool.

3. Associative Play

Bermain dalam kelompok, dalam suatu aktivitas yang sama tapi masih belum terorganisir, tidak ada pembagian tugas, dan bermain sesuai keinginan sendiri. Banyak dialami pada anak usia preschool.

4. Cooperative Play

Anak bermain bersama-sama, permainan sudah terorganisasi dan terencana dan sudah ada aturan main di dalamnya. Terjadi pada usia school dan adolescent.

5. Social Afektive Play

Anak mulai belajar memberikan respon melalui orang dewasa dengan cara merajuk/berbicara sehingga anak menjadi senang dan tertawa.

6. Sense of Pleasure Play

Anak mendapatkan kesenangan dari suatu objek disekelilingnya.

7. Skill Play

Memperoleh keterampilan sehingga anak akan melaksanakannya secara berulang-ulang. Misalnya bermain sepeda-sepedaan.

8. Dramatic Play

Melakukan peran sesuai keinginannya atau dengan apa yang dia lihat dan dengar, sehingga anak akan membuat fantasi dari permainan itu.

1.1.3 Fungsi dan Manfaat Bermain Pada Anak

(5)

1. Perkembangan sensori motorik

Aktivitas sensori motor paling dominan berkembang pada masa bayi, didukung oleh stimulasi visual, pendengaran, taktil, dan kinetik. Stimulasi sensorik yang diberikan oleh lingkungan anak akan direspon dengan memperlihatkan aktivitas-aktivitas motoriknya.

Stimulasi visual sangat penting pada tahap permulaan perkembangan anak. Anak meningkatkan perhatiannya pada lingkungan sekitar melalui penglihatannya. Orang tua disarankan memberikan mainan berwarna-warni pada usia tiga bulan pertama. Stimulasi auditif penting untuk perkembangan bahasa (verbal), terutama pada tahun pertama kehidupan. Stimulasi taktil yang cukup pada anak berarti memberikan perhatian dan kasih sayang yang diperlukan oleh anak, yang akan menumbuhkan rasa aman dan percaya diri, sehingga anak akan lebih responsif dan berkembang. Stimulasi kinetik akan membantu anak mengenal lingkungan yang berbeda.

2. Perkembangan kognitif

Anak belajar mengenal warna, bentuk/ukuran, tekstur dari berbagai macam objek, angka, dan benda. Anak belajar untuk merangkai kata, berpikir abstrak, dan memahaqmi hubungan ruang seperti naik, turun, di bawah, dan terbuka. Aktivitas bermain juga dapat membantu perkembangan keterampilan dan mengenal dunia nyata atau fantasi.

3. Sosialisasi

Sejak masa awal anak-anak, bayi telah menunjukkan ketertarikan dan kesenangan terhadap orang lain, terutama ibu. Dengan bermain, anak akan mengembangkan dan memperluas sosialisasi, belajar mengatasi persoalan, mengenal nilai-nilai moral dan etika, belajar mengenai apa yang salah dan benar, serta bertang-gung jawab terhadap sesuatu yang diperbuatnya. Pada tahun pertama, anak hanya mengamati objek disekitarnya. Pada tahun 2-3 tahun, anak suka bermain peran. Pada usia prasekolah, anak lebih banyak bergabung dengan kelompok sebayanya (peer group) dan mempu-nyai teman favorit.

4. Kreativitas

Anak dapat bereksperimen dan mencoba ide-idenya. Sekali anak merasa puas, ia akan memindahkan kreasinya ke situasi yang lain. Untuk mengembangkan kreasi anak diperlukan lingkungan yang mendukung.

(6)

5. Kesadaran diri (self awareness)

Dengan aktivitas bermain, anak akan menyadari bahwa dirinya berbeda dengan yang lain dan memahami dirinya sendiri. Anak belajar memahami kelemahan dan kemampuannya dibandingkaan dengan anak yang lain. Anak juga mulai melepaskan diri dari orang tuanya.

6. Nilai-nilai moral

Anak belajar mengenai perilaku yang benar dan salah dari lingkungan rumah maupun sekolah. Interaksi dengan kelompoknya memberikan makna pada latihan moral mereka. Jika masuk ke dalam suatu kelompok, anak harus menaati aturan. Peran orang tua disini untuk mengajari anak agar dapat mempunyai moral yang baik.

7. Komunikasi

Bermain merupakan alat komunikasi terutama pada anak yang masih belum dapat menyatakan perasaannya secara verbal. Misalnya anak melempar sendok saat makan mungkin menandakan dia tidak suka dengan makanannya.

8. Nilai terapeutik

Bermain dapat mengurangi tekanan atau stres dari lingkungan. Anak dapat mengekspresikan emosi dan ketidakpuasan atas situasi sosial serta rasa takutnya yang tidak dapat diekspresikan di dunia nyata.

1.1.4 Pengaruh Bermain Bagi Perkembangan Anak

Bermain merupakan dasar untuk mengetahui tentang dunia melalui meniru, eksplo-rasi, menguji dan membangun. Menurut Hurlock (2005) pengaruh bermain bagi perkem-bangan anak adalah:

1. Perkembangan fisik

Bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuh. Bermain juga berfungsi sebagai penyaluran tenaga yang berlebihan, yang bila terpendam terus akan membuat tegang, gelisah dan mudah tersinggung.

2. Dorongan berkomunikasi

Agar dapat bermain dengan baik bersama yang lain, anak harus belajar berkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya mereka harus belajar mengenal apa yang dikomunikasikan anak lain.

(7)

3. Penyaluran bagi energi emosional yang terpendam

Bermain merupakan sarana bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebabkan oleh pembatasan lingkungan terhadap perilaku mereka.

4. Penyaluran kebutuhan dan keinginan

Kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat dipenuhi dengan cara lain seringkali dapat dipenuhi dengan cara bermain. Anak yang tidak mampu mencapai peran pemimpin dalam kehidupan nyata mungkin akan memperoleh pemenuhan keinginan itu dengan menjadi pemimpin tentara mainan.

5. Sumber belajar

Bermain memberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal melalui buku, televisi atau menjelajah lingkungan yang tidak diperoleh anak dari belajar di rumah atau di sekolah.

6. Rangsangan bagi kreativitas

Melalui eksperimen dalam bermain, anak-anak menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan. Selanjutnya mereka dapat mengalihkan minat kreatifitasnya ke situasi diluar dunia bermain.

7. Perkembangan wawasan dini

Melalui permainan anak mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan dengan tingkat kemampuan teman bermainnya. Ini memungkinkan mereka untuk mengem-bangkan konsep dirinya yang lebih pasti dan nyata.

8. Belajar bermasyarakat

Melalui permainan yang dimainkan bersama anak lain, mereka belajar bagaimana menghadapi dan memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan tersebut.

9. Standar moral

Walaupun anak belajar di rumah dan di sekolah tentang apa saja yang dianggap baik dan buruk oleh kelompok, tidak ada paksaan standar moral paling teguh selain dalam kelompok bermain.

10. Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin

Anak belajar di rumah dan di sekolah mengenai apa saja peran jenis kelamin yang disetujui. Akan tetapi, mereka segera menyadari bahwa mereka juga harus menerima-nya bila ingin menjadi anggota kelompok bermain.

(8)

Dari hubungan dengan anggota kelompok teman sebaya dalam bermain, anak belajar bekerja sama, murah hati, jujur, sportif dan disukai orang.

1.1.5 Tujuan Bermain di Rumah Sakit

1. Untuk melanjutkan tumbuh kembang yang normal pada saat sakit. 2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya. 3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah.

4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit dan dirawat di rumah sakit.

1.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Bermain Pada Anak 1. Tahap perkembangan

Setiap perkembangan mempunyai potensi/keterbatasan dalamm permainan. Anak umur 3 tahun alat permainannya berbeda dengan yang berumur 5 tahun.

2. Status kesehatan

Pada anak yang sedang sakit kemampuan psikomotor/kognitif terganggu. Sehingga ada saat-saat anak ambisius dengan permainannya dan ada saat-saat dimana anak tidak punya keinginan bermain.

3. Jenis kelamin

Pada usia sekolah, anak biasanya bermain dengan sesama jenis antara mereka saja. Tipe dan alat permainan akan beda antara anak laki-laki dan perempuan sebagai alat penge-nalan identitas anak.

4. Lingkungan

Lokasi dimana anak berada akan sangat mempengaruhi pola permainan anak. Lingku-ngan yang cukup luas lebih memungkinkan anak bebas bermain.

5. Alat permainan yang cocok

Pilih alat permainan yang sesuai dengan tumbuh kembang anak. Alat permainan tidak harus selalu dibeli di toko dan mahal.

1.1.7 Prinsip-Prinsip dalam Aktivitas Bermain

Pada dasarnya, aktivitas bermain pada anak tidak hanya dengan menggunakan alat permainan saja. Perhatian dan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua terhadap

(9)

anaknya, seperti sentuhan, belaian, bercanda, dan lainnya juga merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi anak, terutama pada tahun pertama kehidupannya. Soetjiningsih (1995) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar aktivitas bermain bisa menjadi stimulus yang efektif adalah sebagai berikut:

1. Perlu ekstra energi

Bermain memerlukan energi yang cukup sehingga anak memerlukan nutrisi yang memadai. Intake yang kurang dapat menurunkan gairah anak. Anak yang sehat memerlukan aktivitas bermain yang bervariasi baik aktif maupun pasif untuk menghindari rasa bosan atau jenuh.

Pada anak yang sakit, umumnya keinginan bermain menurun karena energinya untuk mengatasi penyakitnya. Aktivitas bermain yang dilakukan adalah bermain pasif seperti nonton TV, mendengar musik dan menggambar.

2. Waktu yang cukup

Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga stimulus yang diberikan dapat optimal. Selain itu, anak akan mempunyai kesempatan yang cukup untuk mengenal alat-alat permainannya.

3. Alat permainan

Alat permainan yang digunakan harus sesuai dengan usia dan tahap perkemba-ngan anak. Perhatikan alat permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan benar, aman digunakan dan punya unsur edukatif bagi anak.

4. Ruang untuk bermain

Aktivitas bermain dapat dilakukan dimana saja, di ruang taamu, halaman, bahkan ruang tidur. Bila memungkinkan, diperlukan suatu ruangan khusus untuk bermain yang sekaligus tempat menyimpan mainannya.

5. Pengetahuan cara bermain

Anak belajar bermain dari mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya, atau diberitahu oleh orang tuanya. Cara yang terakhir adalah yang terbaik karena anak lebih terarah dan berkembang pengetahuannya dalam menggunakan alat permainan tersebut. Orang tua yang tidak pernah mengetahui cara bermain dari alat permainan yang diberikan umumnya membuat hubungan dengan anak cenderung menjadi kurang hangat.

6. Teman bermain

Anak memerlukan teman dalam bermain baik yang sebaya, saudara, atau orang tuanya. Ada saat-saat tertentu dimana anak bermain sendiri agar dapat

(10)

mene-mukan kebutuhannya sendiri. Bermain bersama dengan orang tua dapat mengakrabkan hubungan sekaligus memberikan kesempatan pada orang tua untuk mengetahui setiap kelainan yang dialami anak. Teman diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan membantunya dalam memahami perbe-daan.

1.2 ALAT PERMAINAN EDUKATIF (APE) 1.2.1 Defenisi APE

Alat permainan edukatif (APE) adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak sesuai usia dan tingkat perkembangannya dan berguna untuk pengembangan aspek fisik, bahasa, kognitif, dan sosial anak. (Soetjiningsih, 1995)

Perkembangan aspek fisik dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang atau merangsang pertumbuhan fisik anak seperti belajar berjalan, merangkak, naik turun tangga, dan bersepeda. Pengembangan bahasa dilakukan dengan melatih bicara dan menggunakan kalimat yang benar. Pengembangan aspek kognitif dilakukan dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk, warna objek, dan lain-lain. Sementara pengembangan aspek sosial dilakukan dengan cara berhubungan atau berinteraksi dengan orang tua, saudara, keluarga dan mayarakat.

Untuk memberikan stimulasi untuk berbagai aspek perkembangan, diperlukan alat permainan yang bervariasi. Permainan yang monoton membuat anak bosan atau jenuh. Dengan aktivitas bermain yang bervariasi diharapkan ada keseimbangan antara bermain aktif dan bermain pasif. Bermain aktif merupakan aktivitas bermain yang membuat anak memperoleh kesenangan dan yang dilakukan sendiri, misalnya dengan:

1. Mengamati atau menyelidiki (exploratory play), misalnya memeriksa, memperhati-kan, mencium, menekan, dan kadang berusaha membongkar alat permainan.

2. Membangun (constructive play), misalnya menyusun balok-balok menjadi bentuk rumah, mobil, dan lain-lain.

3. Bermain peran (dramatic play), misalnya bermain sandiwara, rumah-rumahan, dan boneka.

(11)

Bermain pasif merupakan suatu hiburan atau kesenangan yang diperoleh dari orang lain. Anak berperan pasif dan melihat atau mendengar saja, misalnya melihat gambar, men-dengarkan cerita, menonton TV, dan lain-lain.

1.2.2 Ciri-Ciri APE

1. Dapat digunakan dalam berbagai cara, maksudnya dapat dimainkan dengan bermacam-macam tujuan, manfaat dan menjadi bermacam-macam bentuk. 2. Ditujukan terutama untuk anak-anak usia prasekolah dan berfungsi mengembang-kan berbagai aspek perkembangan kecerdasan dan motorik anak. 3. Segi keamanan sangat diperhatikan baik dari bentuk maupun penggunaan cat pada alat permainan.

4. Membuat anak terlibat secara aktif 5. Sifatnya konstruktif.

6. Diperuntukkan bagi anak balita (pra sekolah), untuk merangsang berbagai kemampuan dasar pada balita.

7. Multifungsi, dari satu mainan bisa didapat berbagai variasi mainan sehingga simulasi yang didapat anak juga lebih beragam.

8. Melatih problem solving, misalnya dalam bermain puzzle anak dilatih untuk melakukan problem solving dengan menyusun potongan-potongan menjadi utuh.

9. Melatih konsep-konsep dasar, dapat mengembangkan kemampuan dasar anak untuk mengenal bentuk, warna, besaran dan melatih motorik halus.

10. Melatih ketelitian dan ketekunan, mainan edukatif dapat menuntut anak untuk teliti dan tekun ketika memainkannya.

11. Merangsang kreativitas, kreativitas anak dirangsang dengan berbagai variasi mainan yang dilakukan.

1.2.3 Syarat-Syarat APE

Anak yang melakukan aktivitas bermain baik aktif maupun pasif, hendaknya didam-pingi orang tua agar anak memperoleh penjelasan mengenai hal-hal yang belum diketahui-nya dan dapat mendekatkan hubungan antara orang tua dengan anak. Agar orang tua dapat memberikan alat permainan yang edukatif pada anaknya, syarat-syarat yang perlu diperhatikan antara lain:

(12)

1. Keamanan

Alat permainan untuk anak dibawah 2 tahun hendaknya tidak terlalu kecil, catnya tidak beracun, tidak ada bagian yang tajam, dan tidak mudah pecah, karena anak kadang suka memasukkan benda ke dalam mulut.

2. Ukuran dan berat

Prinsipnya mainan tidak membahayakan dan sesuai dengan usia anak. Bila mainan terlalu besar atau berat, anak akan sukar menjangkau atau memindahkannya. Sebaliknya bila terlalu kecil, mainan mudah tertelan.

3. Desain

APE sebaiknya mempunyai desain yang sederhana dalam hal ukuran, susunan, dan warna serta jelas maksud dan tujuannya. Selain itu, APE hendaknya tidak terlalu rumit untuk menghindari kebingungan anak.

4. Fungsi yang jelas

APE sebaiknya mempunyai fungsi yang jelas untuk menstimulasi perkembangan anak.

5. Variasi APE

APE sebaiknya dapat dimainkan secara bervariasi (dapat dibongkar pasang), namun tidak terlalu sulit agar anak tidak frustasi, dan tidak terlalu mudah, karena anak akan cepat bosan.

6. Universal

Sebaiknya APE mudah diterima dan dikenali oleh semua budaya dan bangsa, sehingga dapat dimengerti oleh semua orang.

7. Menarik perhatian

Walaupun sederhana, APE harus tetap menarik perhatian, baik dari segi warna maupun bentuknya, bila bersuara maka suaranya harus jelas.

8. Tidak mudah rusak, mudah didapat, dan terjangkau oleh masyarakat luas.

Karena APE berfungsi sebagai stimulus untuk perkembangan anak, maka setiap lapi-san masyarakat, baik sosial ekonomi rendah maupun tinggi, hendaknya dapat menyediakannya. APE bisa didesain sendiri asal memenuhi persyaratan.

(13)

Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak usia preschool antara lain:

1. Motorik kasar

Anak sudah dapat berjalan berjinjit, melompat, melompat dengan satu kaki, berjalan mun-dur sambil berjinjit, melompat dengan satu kaki secara bergantian menangkap bola dan melem-parkannya dari atas kepala.

2. Motorik halus

Sudah bisa menggunting dengan lancar, menggambar kotak, menggambar garis vertikal maupun horizontal, menulis dengan angka-angka, huruf, kata-kata, belajar menulis nama, belajar membuka dan memasang kancing baju, belajar mengikat tali sepatu.

3. Pertumbuhan fisik

Berat badan meningkat 2,5 kg/tahun, tinggi badan meningkat 6,75-7,5 cm/tahun.

4. Perkembangan psikologis

Anak mulai berkembang superegonya (suara hati), yaitu merasa bersalah bila ada tindakan-nya yang keliru.

Menurut teori Erickson, pada usia ini anak berada pada fase inisiatifvs rasa bersalah. Rasa ingin tahu dan daya imaginasinya berkembang, sehingga anak banyak bertanya mengenai segala sesuatu di sekeliling yang tidak diketahuinya. Bila orang tua mematikan inisiatif anak, maka hal ini akan membuat anak merasa bersalah. Anak belum mampu membedakan hal yang abstrak dan konkret, sehingga orang tua sering menganggap anak berdusta.

Sementara menurut teori Sigmund Freud, anak berada pada fase phalik, dimana ia mulai mengenal perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Anak juga akan mengidentifikasi figur atau perilaku orang tua sehingga cenderung meniru tingkah laku orang dewasa di sekitarnya.

Dalam tahap ini anak mulai mengenal cita-cita. Orang tua perlu mempersiapkan anak untuk masuk sekolah. Bimbingan, pengawasan, pengaturan yang bijaksana, perawatan kesehatan, dan kasih sayang dari orang tua serta orang-orang di sekelilingnya sangat diperlukan.

5. Sosial emosional

Bermain sendiri mulai berkurang, sering berkumpul dengan teman sebaya, interaksi sosial selama bermain meningkat, sudah siap untuk menggunakan alat-alat bermain.

(14)

1.4 MACAM-MACAM ALAT PERMAINAN EDUKATIF PADA ANAK USIA PRESCHOOL

Pada masa ini, inisiatif anak mulai berkembang dan anak ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai hal-hal disekitarnya. Anak mulai berfantasi dan mempelajari model keluarga atau bermain peran. Dengan demikian, isi bermain anak lebih banyak menggunakan simbol-simbol dalam permai-nan atau yang disebut dramatic role play. Permainan yang meningkatkan keterampilan (skill play) juga masih berkembang pada masa ini.

Berdasarkan karakteristik sosial, anak bermain bersama teman-temannya, namun belum ada tujuan kelompok (associative play). Anak berinteraksi dengan saling meminjam alat permainan. Seiring dengan bertambahnya usia, anak mulai bermain bersama dengan tujuan yang ditetapkan misalnya tujuan kompetisi. Karakteristik permainan seperti ini disebut dengan permainan kerja sama (cooperative play).

Pada tahap preschool ini, aktivitas bermain mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.

2. Mengembangkan kemampuan berbahasa.

3. Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah dan mengurangi. 4. Merangsang daya imajinasi dengan berbagai cara bermain pura-pura (sandiwara). 5. Membedakan benda dengan perabaan.

6. Menumbuhkan sportifitas.

7. Mengembangkan kepercayaan diri. 8. Mengembangkan kreatifitas.

9. Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari).

10. Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, morotik halus dan kasar.

11. Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang di luar rumahnya. 12. Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misalnya pengertian

mengenai terapung dan tenggelam.

13. Memperkenalkan suasana kompetisi, gotong royong.

Alat dan jenis permainan yang dapat dianjurkan pada anak usia preschool adalah sebagai berikut:

1. Berbagai benda di sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak, alat gambar dan tulis, kertas untuk belajar melipat, balok, puzzle, gunting, belajar berenang dan sebagainya. 2. Teman-teman bermain, anak sebaya, orang tua, orang lain di luar rumah.

(15)

3. Beberapa contoh permainan yang dapat menstimuli motorik kasar adalah dengan bermain sepeda roda tiga/dua, main bola, mainan yang dapat ditarik dan didorong, tali, dan lain-lain. 4. Untuk merangsang motorik halus, anak dapat distimuli dengan belajar menggunting,

menggambar dan/atau mewarnai, dan lain-lain.

5. Untuk menstimuli kecerdasan atau kognitif dapat membrikan mainan puzzle, menyusun lego atau balok, mendengarkan radio, dan lain-lain.

6. Untuk menstimuli perkembangan bahasa dapat diberikan dengan cara membaca buku cerita, majalah, mendengarkan radio, tape, menonton Tv, dan lain-lain.

1.5ALAT PERMAINAN PUZZLE

1.5.1 Defenisi

Puzzle adalah jenis permainan menyusun keping-keping potongan suatu bentuk atau gambar menjadi utuh lagi.

Puzzle merupakan bentuk permainan yang membutuhkan ketelitian, melatih kita untuk memusatkan pikiran. Dibutuhkan konstrasi ketika menyusun kepingan-kepingan puzzle tersebut hingga menjadi sebuah gambar yang utuh dan lengkap. Puzzle termasuk mainan anak yang memiliki nilai-nilai edukatif.

Di usia 2 tahun, kemampuan balita untuk memegang dan mengambil benda sudah berkembang, mereka juga bisa memasang kepingan-kepingan puzzle. Dengan puzzle, balita belajar memahami konsep bentuk, warna, ukuran dan jumlah., tentunya bentuk puzzle yang digunakan lebih sederhana dan mempunyai warna yang lebih mencolok. Memasang kepingan puzzle berarti mengingat gambar utuh, kemudian menyusun komponennya menjadi sebuah gambar benda. Cara anak menyelesaikan gambar utuh puzzle adalah dengan menggunakan metode coba dan salah. Warna dan bentuk kepingan merupakan dua hal yang perlu diperhatikan anak saat memasang puzzle. Bermain puzzle melatih anak memusatkan pikiran karena ia harus berkonsentrasi ketika mencocokkan kepingan-kepingan puzzle. Permainan ini dapat berguna meningkatkan keterampilan anak menyelesaikan masalah sederhana.

1.5.2 Manfaat Permainan Puzzle

1. Permainan anak ini membantu melatih kecerdasan visual (anak belajar memahami konsep bentuk, warna, ukuran dan jumlah).

(16)

2. Permainan ini bisa melatih konsentrasi anak untuk memusatkan pikiran karena anak harus berkonsentrasi ketika mencocokkan kepingan-kepingan puzzle. 3. Permainan ini dapat meningkatkan keterampilan anak memecahkan masalah sederhana.

4. Inti dari pembuatan program permainan puzzle ini adalah pada penguasaan teknik penyelesaian masalahnya.

1.5.3 Cara Bermain Puzzle

1. Permainan puzzle dapat dimainkan secara individu ataupun kelompok 2. Lepaskan kepingan puzzle dari papannya kemudian Anda acak dan mintalah anak memasangnya kembali.

3. Tantanglah anak untuk melakukannya lebih cepat dan lebih cepat lagi. Bila perlu gunakan stopwatch.

Puzzle tersedia dalam berbagai macam variasi bentuk dan jenis. Saat memilih puzzle, harus kita sesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Bahkan bentuk puzzle tiga dimensi juga tersedia, misalnya menyusun bentuk buah-buahan atau bentuk-bentuk dasar seperti segitiga, kotak, lingkaran dan lain sebagainya. Pilihlah puzzle yang terbuat dari bahan-bahan yang aman dan ramah lingkungan, sehingga kita tidak perlu khawatir ketika anak bermain.

1.6 SATUAN ACARA BERMAIN ( SAB ) Pelaksanaan Kegiatan

Topik : Terapi bermain Hari/ tanggal : Kamis, 12 Mei 2011 Waktu : 10.00 WIB

Tempat : Arena Bermain

Struktur Pengorganisasian

Leader : Lilik S. Fasilitator : Oktifa Kusfari Observer : Moh. Amin

(17)

Pembimbing :

1. Dian Susmarini 2. Septi Dewi R.

Sasaran dan Jumlah Peserta

a. Sasaran peserta yang diikutsertakan dalam terapi bermain adalah : 1. Penderita anak usia pra sekolah (3-5 tahun)

2. Penderita anak yang telah memiliki kondisi umum baik, dan kooperatif.

3. Penderita anak yang telah dapat melakukan mobilisasi fisik dan tanpa kontraindikasi untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.

b. Jumlah peserta yang diikutkan dalam terapi bermain adalah : 5 orang.

Alat/ Media

Peralatan yang diperlukan dalam permainan : a. Puzzle

b. Jam / timer c. Lembar observasi

Prinsip Permainan

a. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat, dan sederhana. b. Mempertimbangkan keamanan.

c. Kelompok umur klien sama. d. Melibatkan orang tua.

e. Tidak bertentangan dengan pengobatan.

Mekanisme Kegiatan

No Kegiatan Waktu Penanggung jawab

1 Perkenalan dan pengarahan

a. Persiapan lingkungan : suasana tenang dan nyaman (tidak ribut).

b. Persiapan tempat : pengaturan posisi

3 menit

Leader dan fasilitator

(18)

2

3

tempat duduk, leader berdiri di depan dan berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok/ fasilitator.

c. Persiapan anggota kelompok/ fasilitator : membuat kontrak kembali dengan klien/ anak untuk mengikuti terapi bermain. Pembukaan

a. Leader memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama masing-masing anggota kelompok dan asal institusi

b. Leader menjelaskan tujuan permainan.

c. Leader menentukan kontrak waktu dengan klien/ anak dan lamanya permainan berlangsung.

d. Leader menjelaskan peraturan permainan dalam kelompok.

Permainan

a. Fasilitator mendampingi peserta permainan

b. Permainan dimulai dengan menyusun gambar (puzzle) yang telah diacak sebelumnya oleh fasilitator sesuai petunjuk

leader

c. Kurang lebih selama 20 menit peserta berlomba menyusun puzzle sampai selesai

d. Peserta menyebutkan nama gambar yang ada di Puzzlenya masing-masing

e. Pemenang didapat dengan melihat waktu penyelesaian menyusun puzzle, yang

3 menit 15 menit Leader dan fasilitator Leader dan fasilitator Leader Leader Leader Leader Fasilitator Leader dan fasilitator Leader dan fasilitator Leader dan fasilitator Leader dan fasilitator Leader dan

(19)

4

5

tercepat dinyatakan sebagai juara I dan yang terlama dinyatakan sebagai juara V

f. Para fasilitator dan leader

memberikan reinforcement dan dukungan kepada semua peserta atas keberhasilan menyelesaikan tugas permainan

Evaluasi

a. Anak dapat mengungkapkan perasaan setelah melakukan permainan.

b. Anak dapat meningkatkan hubungan dengan perawat.

c. Ekspresi kecemasan dan/ ketakutan sebagai dampak stress hospitalisasi mereda. Penutup

a. Leader menyampaikan apa yang telah dicapai anggota kelompok setelah mengikuti permainan.

b. Fasilitator dengan instruksi leader memberikan reinforcement positif pada setiap klien yang mengikuti permainan dengan pembagian hadiah.

c. Leader menutup acara permainan.

4 menit 5 menit failitator Leader dan fasilitator Leader dan fasilitator Leader Leader Leader Leader DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, dkk., 2005, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan), Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Riyadi S, Sukarmin, 2009, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. Hurlock. 1994. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,

(20)

Mulyani R, 2006, Permainan Edukatif Dalam Perkembangan Logic-Smart Anak. Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, Semarang. Suyatmana SH, 2008, Laporan Pelaksanaan Terapi Bermain Praktik Profesi Manajemen

Keperawatan Di Ruang bedah Herbra RSU Dr. Soetomo Surabaya. Makalah Tidak Diterbitkan. PSIK FK Universitas Airlangga, Surabaya, (Online), (http://www.docstoc.com/?doc_id=76728553& download=1)

Referensi

Dokumen terkait

Teridentifikasi siswa mengalami kesulitan pada konsep menganalisis konfigurasi elektron dari suatu ion berdasarkan letak unsur dalam sistem periodik sebanyak 90,60%, hal

Berarti calon suami dan calon istri yang akan menikah dan harus terlebih dahulu mendapat dispensasi kawin dari Pengadilan Agama, maka persetujuan tentang adanya perjanjian

Pemenang wajib melunasi seluruh harga lelang dalam jangka waktu 3 (Tiga) hari setelah lelang dilaksanakan Pada Hari Senin, Selasa dan Rabu 9, 10 dan 11 Januari 2017 , apabila

Penelitian ini menggunakan adalah metode impact analysis valuation, karena tujuan utama dari studi ini adalah mengestimasi nilai ekonomi total dari dampak keberadaan Tempat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara mengetahui tentang penggunaan pembayaran non tunai, namun masih kurang

Terdapat perbedaan kadar kuersetin ekstrak daun dan akar tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens [Lour.] Merr.) pada kultivasi hidroponik sistem DFT dan

Indeed, our results seem to suggest that tariff reductions have induced positive income effects and reduced poverty, eventually leading to a reduction in rural child labor..

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka Peneliti mengambil untuk membuat sebuah penelitian dengan judul :“Konstruksi Berita Penetapan Basuki Tjahaya Purnama