• Tidak ada hasil yang ditemukan

T POR 1402785 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T POR 1402785 Chapter1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sebuah kegiatan olahraga para atlet dituntut untuk mencapai sebuah

prestasi yang baik, dengan berbagai persiapan yang dilakukan oleh berbagai pihak

yang berada di ruang lingkup olahraga, secara ideal sebuah tim olahraga memiliki

beberapa komponen – komponen yang sangat penting untuk mendukung

datangnya sebuah prestasi, baik di dalam lapangan saat latihan maupun di luar

lapangan. Seperti contoh, jika di dalam lapangan terdapat fasilitas – fasilitas yang

harus mendukung seperti ketersediaan alat – alat olahraga yang lengkap, baik alat – alat inti maupun alat – alat pendukung latihan yang baik disamping sumber daya manusia yang berkompeten dibidangnya, seperti pelatih yang baik, staff

manajemen tim yang ahli serta sudah pasti adanya atlet – atlet yang harus dilatih.

Dalam proses latihan, setiap pelatih diharuskan memiliki pemahaman yang baik

tentang proses latihan, Harsono (1988, hlm. 7) mengemukakan bahwa : “tinggi

rendahnya prestasi atlet banyak tergantung dari tinggi rendahnya pengetahuan dan

keterampilan pelatihnya.” Jadi seorang pelatih dituntut untuk memiliki

pemahaman yang sangat baik tentang proses pelatihan, karena akan berpengaruh

terhadap kemampuan atlet yang dilatihnya. Bompa (2000) mengemukakan bahwa

Training is the process of repetitive, progressive exercises or work that improves the potential to achieve optimum performance. For athlete, this means long-term training programs that condition the body and mind to specifics of competition and lead to excellence in performance. (hlm 1)

Pelatihan yang baik terdapat didalamnya proses pengulangan atau repetisi,

dan latihan yang berkelanjutan sehingga dapat menghasilkan penampilan yang

optimal di lapangan, khususnya untuk atlet dapat meningkatkan kemampuan

kondisi fisik dan kemampuan kognitifnya agar bisa menjadi yang terbaik di

lapangan. Terlihat jelas bahwa proses latihan dilakukan untuk mendapatkan hasil

(2)

yang dibuat harus memiliki beberapa indikator yang dapat menunjang optimalnya

sebuah proses latihan dalam jangka panjang, khususnya dalam proses pembinaan

usia muda, Bompa (2000) mengemukakan beberapa indikator yang harus

diperhatikan diantaranya :

1. Stress the energy system that is dominant in a given sport, 2. Follow

motor skill specificity, meaning that athletes must select exercises that

mimic the skill pattern and involve only muscle groups they use to perform

a technical skill. (hlm. 2)

Sebuah latihan perlu menekankan sistem energy yang dominan pada suatu

olahraga tertentu, selain itu sebuah latihan harus sesuai dengan kebutuhan cabang

olahraga yang diltekuni, sehingga apa yang didapat oleh atlet dalam sebuah proses

latihan bisa menunjang kemampuan atlet itu sendiri. Selain itu dalam sebuah

pembinaan anak usia muda harus memiliki beberapa tingkatan pelatihan,

diungkapkan oleh Bompa (2000, hlm. 3) diantaranya :

1. Multilateral development : it’s important for young children to develop a

variety of fundamental skills to help them become good general athletes

before they start training in a specific sport.

2. Specialized training : is necessary to achieve high performance in any

sport because it leads to physical, technical, tactical, and physicological

adaptation, from the onset specialization, athlete have to prepare for

ingoing increments in training volume and intensity

3. High performance

Aspek pengembangan multilateral pada anak akan membuat anak

memiliki kemampuan dasar yang baik, sehingga dalam proses latihan spesialisasi

tidak akan kesulitan dalam berlatih teknik-teknik baru karena sudah memiliki

dasar yang kuat dan pada akhirnya bisa siap turun ke dalam sebuah pertandingan.

Ketiga aspek yang ada di atas akan memberikan hasil yang optimal jika diberikan

(3)

dimiliki oleh pelatih sangat besar dampaknya terhadap perkembangan atlet pada

masa yang akan datang.

Dikutip dari situs simamaung.com menurut data survey pemain dari FIFA

tahun 2006, dari sisi jumlah penduduk yang bermain bola, Indonesia menempati

tempat terhormat, peringkat ke-7 dunia, dengan total 7.094.260, akan tetapi Data

yang lebih mencengangkan dan lebih valid sebenarnya sebagai tolak ukur prestasi

tim nasionalnya adalah jumlah pemain muda, dimana Brazil, Belanda, Jerman,

Inggris , Italia, Perancis dan USA bertengger di peringkat 10 dunia. Yang menarik

adalah Jepang berada di peringkat 8 dunia, di atas Italia dan Belanda dengan total

692.140 (under 18) dan 292.562 (u-18 and over), sedikit di atas Italia yang unggul

di jumlah u-18 ke atas dengan jumlah 877.602 tapi hanya 557.452 pemain

dibawah u-18, China sebagai salah satu macan asia memiliki 325.992 (over u18)

dan 382.762 (under u-18). Bandingkan dengan data Indonesia dengan 2560

pemain (u-18 and over) dan 62.600 (under u-18), jumlah pemain bola muda di

Indonesia bahkan tidak sampai 10 persen pemain di Jepang, yang notabene baru

berkembang sejak tahun 1993. Tidaklah aneh jika Prestasi kita dengan mereka bak

langit dan Bumi, dan tim tim sepakbola kita menjadi bulan-bulanan di tingkat

Asia.

Sebelum memasuki pembinaan usia muda, yang harus diperhatikan adalah

kualitas pelatih yang ada. Peran pelatih sangatlah berdampak besar terhadap

kelangsungan ketertarikan atlet muda untuk terus berlatih, karena dalam

pembinaan usia muda, pelatih tidak hanya berperan sebagai pelatih, namun harus

menjadi seorang ayah di lapangan. Fakta di lapangan banyak sekali para pelatih

yang hanya memiliki modal menjadi pelatih dikarenakan pernah menjadi atlet dan

melatih berdasarkan pengalaman. Banyak pelatih memberikan materi berdasarkan

pengalaman yang dialamainya sewaktu menjadi pemain dan tidak memperhatikan

faktor – faktor yang dapat menunjang peningkatan kemampuan atletnya. Dalam

kurikulum sepakbola Indonesia yang diterbitkan PSSI, seorang pelatih di usia

muda harus memiliki setidaknya sertifikat pelatih dengan standar sertifikasi C

(4)

Kembali mengutip dalam situs simamaung.com, beberapa permasalahan

yang terjadi dalam pembinaan usia muda di Indonesia, khususnya di Kota

Bandung diantaranya :

1. Kualitas Pelatih yang monoton; pelatih di SSB seringkali tidak

mendapatkan remunerasi yang memadai, keadaan semi-pro ini

memberikan sedikit insentif untuk terus melakukan pengembangan sarana

dan prasarana sistem pelatihan dan kualitas pelatih.

2. Frekuensi Pertandingan antar SSB dan Pemain; pertandingan antar SSB

intern persib tidak cukup memadai untuk memberikan variasi yang

meningkat bagi para pemain di SSB, akibatnya pemain potensial menjadi

jenuh dan kekurangan motivasi.

3. Ketidakseimbangan jumlah peminat SSB dan Jumlah SSB yang bisa

menampung; dengan biaya pendaftaran rata-rata 150 ribu, dan iuran

bulanan Rp. 50 ribu, permintaan murid SSB membludak, sehingga

kapasitas tampung tidak memadai lagi untuk meningkatkan dan

memelihara kualitas pemain.

4. Kurangnya kualitas lapangan dan variasi lapangan di Bandung; jumlah

lapangan yang berkualitas tidak cukup banyak di Bandung, sehingga

seringkali SSB harus bermain di lapangan yang kurang memadai, atau

bermain di lapang yang sama berulang ulang.

5. Kurangnya variasi lawan bertanding antar SSB, Membangun SSB bukan

lah satu hal yang mudah, sehingga SSB yang bertanding tidak bertambah ,

kemudian seringkali SSB tak mempunyai sistem regenerasi yang baik,

sehingga pemain yang bermain pun tak berbeda dari tahun ke tahun, hanya

saja dengan umur yang lebih tua. Akibatnya banyak pemain potensial yang

kekurangan jam terbang dan akhirnya terlupakan.

Selain itu banyak sekali faktor yang harus diperhatikan untuk

mengembangkan kualitas pemain usia muda, mulai dari kondisi atlet hingga

(5)

success in soccer: size, physique, and body composition; aerobic and anaerobic capacity; speed, agility, and power; sportspecific skills related to ball control, passing, and shooting; perceptual-cognitive skills related to anticipation and visual searching among others; psychological skills related to motivation, cooperation, coping, and attention; and a sense of the game,

labelled “game intelligence.

Sebuah latihan aharus memperhatikan usia anatomi, usia biologis, dan usia

atletik atau kemampuan atletik. Dalam sepakbola atau futsal khususnya agar bisa

menunjang penampilan di lapangan harus memperhatikan komposisi tubuh,

kemampuan fisik, hingga intelegensi. Seperti yang sudah dipaparkan diatas,

sebuah proses pelatihan tidak hanya berada di wilayah fisik saja, akan tetapi masih

banyak faktor yang harus diperhatikan oleh para pelatih dalam membina para atlet – atlet muda agar bisa berprestasi tanpa membuat anak menjadi frustasi yang akhirnya mengakibatkan degradasi mental dan berhenti untuk berolahraga.

Disamping faktor gerak di lapangan, kemampuan kognitif pun dianggap

sangat penting dalam mendapatkan hasil yang maksimal dalam sebuah

pertandingan dan menjadi ukuran dalam membentuk sebuah tim yang baik.

Cooke, Gorman, Myers, dan Duran (dalam McNeese, Cooke, Fedele, dan Gray,

2015) menyebutkan bahwa : “cognition is an overarching concept that engulfs

topics such as coordination and communication. It is vital to note that team

cognition is often greater than individual team member’s cognitions added

together. Dalam olahraga beregu, kemampuan kognitif sangatlah penting untuk

membentuk sebuah koordinasi dan komunikasi antar pemain dalam satu tim agar

dapat menjalin kekompakan yang sangat baik dalam bekerjasama mencapai

sebuah tujuan dan olahraga tim memiliki kemampuan kognitif yang lebih besar

daripada olahraga individu. Selain itu Sofi, dkk (dalam Chih-Hung Chang, dkk, 2015) yang mengemukakan bahwa : “long-term exercise training and improved fitness levels are associated with better cognitive functions or a delay in

age-related cognitive decline”. Pelatihan jangka panjang dan peningkatan kemampuan

fisik berhubungan dengan fungsi kognitif yang lebih baik dan bisa menghambat

(6)

Khususnya dalam penelitian ini penulis memilih olahraga sepakbola dan

futsal yang memiliki karakteristik yang hampir sama dalam berbagai gerakan –

gerakan tekniknya, namun yang membedakan hanyalah peraturan- peraturan di

lapangan. Terlihat jelas bahwa perbedaan yang paling besar adalah kondisi

lapangan yang memiliki ukuran yang berbeda, sepakbola memiliki ukuran lapang

yang lebih luas daripada futsal sehingga jumlah pemain, waktu pertandingan

berbeda pula. Seperti pada tabel 1.1 tentang analisis perbedaan antara sepakbola

dan futsal ditinjau dari peraturan bermain.

Tabel 1.1

Analisis Perbedaan Sepakbola dan Futsal Sumber: holisticsoccer.com (2015)

Soccer

Futsal

Ball circumference 68-70 cm (27-28”) Ball circumference 62-65 cm

(24-25”)

11 players 5 players

3 substitutions Unlimited “flying” substitutions

Throw-in Kick-in

Main referee and 2 assistents referee Main referee and assistents referee

Running clock operated by referee Stoped clock operated by timekeeper

45-minute halves 20-minute halves

No time-outs 1 time-out per half

Goal kick Goalkeeper throws ball into play

No absolute time limit to restart game 4 second rule on restarts

Offside rule No offside rule

(Goalkeeper) 6 second rule on restarts 4 second rule to put ball back into play

Unlimited fouling 5 foul limit, no wall after 5 fouls

No substitution for player send off Player send off can be substituted after 2 minutes or after opponent

scores

(7)

feet

Some contact, side tackling allowed No shoulder charge or side tackle, Non contact slides allowed

Dalam sepakbola dan futsal dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir

yang baik, Horino (2009) menyebutkan bahwa : “The cognitive capability of

soccer players to recognize situations is one of the important factors which

determine performance”. Kemampuan kognitif pemain sepakbola dalam

mengenali situasi di lapangan adalah salah satu faktor penting yang akan

menentukan kinerja di lapangan, sehingga faktor kognitif sangat penting untuk

dilatih untuk menunjang kinerja di lapangan. Sepakbola dan futsal termasuk

dalam olahraga invasi yang tidak menutup kemungkinan terjadi kontak fisik di

lapangan, baik saat menguasai bola bahkan saat tidak menguasai bola pun bisa

terjadi kontak fisik. Pemain yang menguasai bola diharuskan untuk berpikir cepat

dalam menentukan suatu keputusan yang baik sehingga bisa menyelamatkan bola

agar tidak direbut oleh lawan. Berpikir cepat dalam memecahkan suatu masalah di

lapangan sangat dibutuhkan oleh para pemain, setiap pemain harus dapat

memutuskan arah bola, baik dalam memutuskan untuk mengoper maupun

menendang ke gawang. Kemampuan berpikir sangatlah dibutuhkan dalam

kemampuan berpikir seseorang sangatlah berbeda – beda setiap individunya.

Kemampuan kognisi banyak jenis dan macamnya, dalam penelitian ini, penulis

lebih berfokus terhadap kreativitas dan kemampuan berpikir kritis atlet. Getzels,

Csikszentmihalyi, 1972; Guilford, 1975 (dalam Ivcevic, Brackett, Mayer 2007)

mengemukakan bahwa : “intelligence is the ability to successfully solve problems

that require analytical thinking in response to well-defined tasks, while creative

ability refers to originality and fluency of ideas on open-ended tasks”.

Kemampuan intelegensi adalah kemampuan untuk memecahkan masalah dan

membutuhkan pemikiran yang analitis, sementara itu kreativitas mengacu pada

originalitas ide. Diperkuat oleh Guilford (dalam Munandar, 2009, hlm. 7)

mengemukakan : betapa penelitian dalam bidang kreativitas sangat kurang,

perhatian utama terhadap kreativitas dan kesadaran akan pentingnya bagi dunia

(8)

kemampuan berpikir kritis pun sangat penting dalam sebuah pertandingan

olahraga. Cottrell (dalam Sulaiman, dkk, 2013) mengemukakan bahwa

Berpikir kritis dikenal sebagai aktivitas kognitif yang menyebutkan tentang cara terbaik berpikir dengan menerapkan beberapa proses mental seperti pertimbangan, seleksi, dan penilaian yang menganggap komponen efektif oleh atlet dalam kompetisi olahraga.

Selain itu penulis berasumsi bahwa sama hal nya dengan kreativitas bahwa

penelitian – penelitian tentang berpikir kritis di bidang selain psikologipun

khususnya dalam olahraga sangat sedikit sehingga sangat kurang untuk menjadi

referensi sebuah karya ilmiah. Akan tetapi terjadi perbedaan hasil dari beberapa

penelitian diatas dengan hasil penelitian Davranche, Brisswalter, dan Radel (2015) yang memunculkan hasil penelitian bahwa : “Cognitive control is extremely robust and appears not to be affected by the intensity of exercise”. kemampuan

kontrol kognitif yang kuat tidak akan terpengaruh oleh intensitas latihan, oleh

karena itu terjadi perbedaan hasil penelitian tentang proses pelatihan dengan

kemampuan kognitif.

Berdasarkan pemaparan sudah jelas terdapat perbedaan yang harus

dibuktikan lebih dalam lagi, akan tetapi penulis dalam penelitian ini tidak akan

mencoba untuk membuktikan diatas, akan tetapi hanya ingin mencari tahu

hubungan atau konstribusi setiap variabelnya. Maka dari itu penulis tertarik untuk

mengkaji dan meneliti hubungan antara pelatihan sepakbola dan futsal dengan

kemampuan kognitif yaitu berpikir kritis dan kreativitas dan membandingkan

antara sepakbola dan futsal dengan menentukan yang lebih banyak konstribusinya

terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreativitas.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka didapatkan permasalahan

yang dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :

(9)

2. Apakah terdapat hubungan antara proses pelatihan sepakbola dengan

kreativitas atlet?

3. Apakah terdapat hubungan antara pelatihan futsal dengan kemampuan

berpikir kritis atlet?

4. Apakah terdapat hubungan antara pelatihan futsal dengan kreativitas atlet?

5. Manakah yang lebih besar kontribusinya antara sepakbola dan futsal

terhadap kemampuan berpikir kritis?

6. Manakah yang lebih besar kontribusinya antara sepakbola dan futsal

terhadap kreativitas ?

C. Tujuan penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memiliki tujuan yaitu :

1. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara

pelatihan sepakbola dengan kemampuan berpikir kritis atlet.

2. Untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara proses pelatihan

sepakbola dengan kreativitas atlet.

3. Untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara pelatihan futsal

dengan kemampuan berpikir kritis atlet.

4. Untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara pelatihan futsal

dengan kreativitas atlet.

5. Untuk mengetahui konstribusi yang lebih besar antara sepakbola dan

futsal terhadap kemampuan berpikir kritis.

6. Untuk mengetahui konstribusi yang lebih besar antara sepakbola dan

futsal terhadap kemampuan berpikir kritis.

D. Manfaat penelitian

1. Secara Teoritis

Secara teoritis dapat menjadi sebuah rujukan ilmu untuk para pelatih

(10)

2. Secara Praktis

Secara praktis dapat dijadikan rujukan untuk para pelatih agar lebih

meningkatkan kualitas pelatihannya karena dengan melatih dengan baik

akan menghasilkan atlet – atlet yang baik pula.

E. Stuktur Organisasi

Sistematika dalam penulisan tesis ini mengacu pada pedoman penulisan

karya ilmiah yang dikeluarkan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada tahun

2015. Bab I berupa pendahuluan yang berisikan, latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

Struktur organisasi bab II berisikan kajian pustaka, penelitian yang relevan,

kerangka berfikir, bab ini menguraikan tentang kajian pustaka yang berisi tentang

teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yaitu kemampuan

berpikir kritis dan kreativitas. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan

secara teoritik terhadap permasalahan yang disajikan. Bab III memaparkan

tentang bagaimana penelitian dilakukan yang meliputi, metode dan desain

penelitian, partisipan, populasi dan sampel penelitian, instumen penelitian,

prosedur penelitian dan analisis data.

Sementara untuk bab IV temuan dan pembahasan,dalam bab ini dipaparkan

pembahasan terhadap temuan-temuan penelitian yang diperoleh dari hubungan

antara pelatihan olahraga dengan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas, dan

terakhir bab V berisikan kesimpulan, implikasi dan rekomendasi penelitian, serta

Gambar

Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pelatihan CBT (Cognitive Behavior Therapy) yang dipadukan dengan late diet (yang prosedurnya dilakukan setahap demi tahap dan sertai dengan

Subjek atau tema skripsi di lingkungan Fikom Unpad dapat dilihat dari sebaran subjek yang diambil dalam tiap-tiap skripsi. Tema ini diambil sesuai klasifikasi bidang

Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah dan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 64 Tahun 2016 tentang Kedudukan,

[r]

• Marketing Public Relations dan periklanan sebagai variabel dari promotional mix memiliki perbedaan dalam beberapa segi (seperti proses, waktu, pengukuran keberhasilan), namun

Kelas di'rganisir dan dik'ndisikan dalam %eran(%eran tertentu 0di&agi menjadi dua kel'm%'k-, ada %eserta didik/ sis+a yang &er%eran se&agai %elaku, dan

Konsumsi energi dan protein merupakan faktor langsung yang mempengaruhi gizi kurang, sehingga dapat dikatakan bahwa kejadian gizi kurang tergantung dari apa yang

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Kecerdasan Emosional ... Pengertian Kecerdasan Emosional ...