• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penggunaan dan Konservasi Energi Listrik pada Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Penggunaan dan Konservasi Energi Listrik pada Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konservasi Energi Listrik 2.1.1 Pengertian

Menurut peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 70 tahun 2009 konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan dan meninggkatkan efisiensi penggunaannya. Konservasi energi berarti menggunakan energi secara efisien dengan tidak menurunkan fungsi energi itu sendiri secara teknis namun memiliki tingkat ekonomi yang serendah-rendahnya, dapat diterima oleh masyarakat serta tidak pula mengganggu lingkungan. Sehingga dengan konservasi energi maka energi listrik semakin efisien melalui langkah-langkah penurunan berbagai kehilangan (loss) energi listrik pada semua taraf pengolahan, mulai dari pembangkitan, pengiriman (transmisi), sampai dengan pemanfaatannya. Dengan kata lain yang lebih sederhana, konservasi energi listrik adalah penghematan energi listrik.

Banyak upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam konservasi energi listrik, upaya tersebut dapat dilakukan baik di sisi penyedia listrik (supply) ataupun di sisi kebutuhan daya listrik (demand). Dalam skrifsi ini usaha konservasi energi listrik yang dibahas adalah pada sisi konsumen (demand) dan salah satu teknik konservasi energi listrik adalah auditing atau pemeriksaan tingkat penggunaan energi listrik[1].

2.1.2 Audit Energi Listrik

Audit merupakan bagian dalam melakukan konservasi energi, Audit energi listrik adalah suatu metode untuk mengetahui dan mengevaluasi efektivitas dan efisiensi pemakaian energi listrik di suatu tempat. Tahapan audit energi adalah adalah sebagai berikut [2] :

 Survey data lapangan dan pengukuran  Analisis peluang penghematan

 Analisa keuangan

(2)

 Evaluasi dan perkembangan proyek 2.2Jenis Audit Energi

Secara umum, audit energi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu audit energi awal dan audit energi rinci

2.2.1Audit energi awal

Untuk melakukan audit energi awal dibutuhkan data rekening pembayaran energi dan pengamatan visual. Hal ini dapat dilakukan oleh pemilik ataupun pengelola bangunan gedung yang bersangkutan. Kemudian dari data yang diperoleh, dapat dihitung konsumsi energi bangunan gedung dan intensitas konsumsi energi bangunan gedung [3] hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan energi pada suatu area masih dalam kategori efisien atau tidak.

Dalam pedoman teknik audit energi dalam implementasi konservasi energi dan pengurangan emisi. survei awal atau audit energi awal (AEA), terdiri dari dua bagian, yaitu :

1. Survei menejemen energi

Auditor energi atau surveyor mencoba untuk memahami kegiatan manajemen yang sedang berlangsung dan kriteria putusan investasi yang mempengaruhi proyek konservasi.

2. Survei energi (Teknis)

(3)

2.2.2 Audit Energi Rinci

Audit energi rinci dilakukan apabila nilai IKE bangunan lebih besar dari target nilai IKE standar. Rekomendasi yang disampaikan oleh Tim Hemat Energi (THE) yang dibentuk oleh pemilik/pengengola bangunan gedung dilaksanakan sampai diperolehnya nilai IKE sama atau lebih kecil dari target nilai IKE standar untuk rumah sakit di Indonesia dan selalu diupayakan untuk dipertahankan atau diusahakan lebih rendah di masa mendatang. Dan kegiatan audit energi rinci ini meliputi:

1. Penelitian dan pengukuran konsumsi energi a. Penelitian energi

1) Audit energi rinci perlu dilakukan bila audit energi awal memberikan gambaran nilai IKE listrik lebih dari nilai standar yang ditentukan.

2) Audit energi rinci perlu dilakukan untuk mengetahui profil penggunaan energi pada bangunan, sehingga dapat diketahui peralatan penggunaan energi apa saja yang pemakaian energinya cukup besar.

3) Contoh profil penggunaan energi pada bangunan hasil penelitian yang dilakukan oleh pemerintah ditunjukkan pada tabel 2.1 untuk peralatan perkantoran tabel 2.2 untuk hotel/apartemen dan tabel 2.3 untuk rumah sakit.

4) Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian energi adalah mengumpulkan dan meneliti sejumlah masukan yang dapat mempengaruhi besarnya kebutuhan energi bangunan dan dari hasil penelitian dan pengukuran energi dibuat profil penggunaan energi bangunan.

Berikut tabel contoh penggunaan energi pada bangunan hasil penelitian yang dilakukan pemerintah[4]:

Tabel 2.1 Profil penggunaan energi untuk peralatan kantor Jenis Peralatan Penggunaan Energi (%)

Air Conditioning 66

Pencahayaan 17,4

Lift 3,0

Pompa Air 4,9

Lain-lain 8,7

(4)

Tabel 2.2 Profil penggunaan energi untuk peralatan hotel/apartement Jenis Peralatan Penggunaan Energi (%)

Air Cconditioning 48,50

Pencahayaan 16,97

Lift 8,05

Cleaning and laundry 5,32

Utililitas 18,67

Lain-lain 2,49

Total 100

Tabel 2.3 Profil penggunaan energi untuk peralatan rumah sakit Jenis Peralatan Penggunaan Energi

Air conditioning 56,00

Pencahayaan 18,99

Lift 3,46

Fasilitas medis 11,62

Utiliptas 3,82

Lain-lain 5,51

Total 100

2.3 Manajemen Energi

(5)

yang maksimal melalui tindakan teknik secara terstruktur dan ekonomis untuk meminimalisasi konsumsi bahan baku dan pendukung.

Manajemen energi diterapkan untuk memaksimalkan kapasitas pembangkit yang ada dalam memenuhi kebutuhan energi listrik, yaitu dengan melaksanakan program di sisi permintaan (Demand Side Management) dan di sisi penyediaan (Supply Side Management). Program Demand Side Management (DSM) dimaksudkan untuk mengendalikan pertumbuhan permintaan tenaga listrik, dengan cara mengendalikan beban puncak, pembatasan sementara sambungan baru terutama di daerah krisis penyediaan tenaga listrik, dan melakukan langkah-langkah efisiensi lainnya di sisi konsumen. Program Supply Side Management (SSM) dilakukan melalui optimasi penggunaan pembangkit tenaga listrik yang ada dan pemanfaatan captive power. Melalui upaya DSM dan SSM ini diharapkan keseimbangan antara sisi penyedia dan sisi konsumen tetap terjaga [10]. Di Indonesia, kebijakan pengelolaan energi lebih diprioritaskan pada bagaimana menyediakan energi atau memperluas akses terhadap energi kepada masyarakat (SSM). Untuk itu, diperlukan perubahan paradigma konservasi energi dari Supply Side Management (SSM) ke arah Demand Side Management yang memfokuskan pada konservasi energi pada sektor pengguna [6].

Hal yang dapat dilakukan dalam menerapkan program manajemen energi antara lain:

a. Pada anggaran energi untuk menyiapkan sumber-sumber energi yang dibutuhkan.

b. Mengumpulkan dan menganalisis data pemakaian energi saat ini.

c. Melaksanakan audit energi untuk mengetahui dimana dan bagaimana mengefektifkan pemakaian energi.

d. Menerapkan penghematan energi.

e. Secara berkala melaporkan penghematan yang telah dicapai. Ada dua strategi pokok manajemen energi, yaitu:

1. Konservasi energi

(6)

2. Efisiensi energi

Pengurangan pemakaian energi pada saat penggunaan. Beberapa hal yang sangat mempengaruhi kesuksesan dari program manajemen energi, yaitu [7]:

1. Komitmen menyeluruh dari seluruh bagian dalam organisasi tersebut, mulai manajer senior sampai ke bawahan.

2. Sistem pelaporan yang efektif dimana dapat dipertanggungjawabkan pada manajer dalam penggunaan energi.

3. Perhatian dari staf dan program pelatihan.

Program manajemen energi ini merupakan sebuah proses yang berkelanjutan. Program ini akan lebih efektif jika dilaksanakan secara rutin, dan ditinjau ulang bila diperlukan. Di Indonesia, pelaksanaan manajemen energi diatur dalam Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Energi. Pada Pasal 4 dalam peraturan ini dikatakan bahwa Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber energi dan/atau energi kurang dari 6000 setara ton minyak per tahun agar melaksanakan manajemen energi dan/atau penghematan energi. Sedangkan pelaksanaan penghematan energi diatur secara terpisah dalam Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 13 Tahun 2012 Tentang Penghematan Pemakaian Tenaga Listrik

2.4 Tarif Listrik

Tarif listrik merupakan besar nilai yang dikenakan kepada konsumen yang menggunakan energi listrik yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2014, tarif tenaga listrik ditetapkan berdasarkan golongan tarif.

Tarif tenaga listrik dibedakan atas beberapa golongan, sebagai berikut : 1. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Pelayanan Sosial

2. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Rumah Tangga 3. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Bisnis

(7)

5. Tarif tenaga listrik untuk keperluan kantor pemerintah dan penerangan jalan umum

6. Tarif tenaga listrik untuk keperluan traksi pada tegangan menengah, dengan daya diatas 200 KVA (T/TM) diperuntukkan bagi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Kereta Api Indonesia[8].

Biaya listrik yang dibayarkan konsumen terdiri atas dua komponen, yaitu 1. Biaya Awal

Untuk mendapatkan suplai listrik oleh pihak penyedia listrik pertama kali, maka konsumen harus membayar biaya awal. Biaya awal terdiri atas biaya penyambungan dan biaya jaminan listrik.

2. Biaya Perbulan (pemakaian)

Biaya perbulan merupakan biaya yang dibayarkan oleh konsumen setiap bulan, biaya ini terdiri atas [9]:

a. Biaya beban (Abonemen) b. Biaya pemakaian (kWh)

c. Biaya kelebihan pemakaian kVarh d. Biaya Pemakaian trafo (jika ada) e. Biaya lain-lain yang terdiri dari :

 Biaya pajak penerangan jalan  Biaya materai

 Biaya pajak pertambahan nilai

2.5Konsep Energi Listrik 2.5.1 Energi listrik

Energi listrik merupakan suatu bentuk energi yang berasal dari sumber arus. Energi listrik dapat diubah menjadi bentuk lain, misalnya:[14]

 Energi listrik menjadi energi kalor/panas, contoh seterika, solder, dan kompor listrik.

 Energi listrik menjadi energi cahaya, contoh: lampu.

(8)

 Energi listrik menjadi energi kimia, contoh: peristiwa pengisian accu, peristiwa penyepuhan (peristiwa melapisi logam dengan logam lain.

Jika arus listrik mengalir pada suatu penghantar yang berhambatan R, maka sumber arus akan mengeluarkan energi pada penghantar yang bergantung pada:

 Beda potensial pada ujung-ujung penghantar(v).  Kuat arus yang mengalir pada penghantar(i).  Waktu atau lamanya arus mengalir (t).

Berdasarkan pernyataan diatas, dan karena harga , maka persamaan energi listrik dapat dirumuskan dalam bentuk:

(2.1) (2.2)

Dan karena , maka persamaan energi listrik dapat pula dirumuskan dengan,

(2.3) (2.4) Keuntungan menggunakan energi listrik:

a. Mudah diubah menjadi bentuk lain. b. Mudah ditransmisikan.

c. Tidak banyak menimbulkan polusi/pencemaran lingkungan.

Energi listrik yang dilepaskan itu tidak hilang begitu saja, melainkan berubah menjadi panas (kalor) pada penghantar.. Besar energi listrik yang berubah menjadi panas (kalor) dapat dirumuskan:[14]

(2.5) (2.6) (2.7)

(9)

percobaan joule, di dalam percobaan Joule menggunakan rangkaian alat yang terdiri atas kalorimeter yang berisi air serta penghantar yang berarus listrik. Jika dalam percobaan arus listrik dialirkan pada penghantar dalam waktu t detik, ternyata kalor yang terjadi karena arus listrik berbanding lurus beda potensial, kuat arus yang mengalir dan waktu arus mengalir ke beban.

2.5.2 Daya Listrik

Daya listrik adalah banyaknya energi tiap satuan waktu dimana pekerjaan sedang berlangsung atau kerja yang dilakukan persatuan waktu. Dari definisi ini, maka daya listrik (P) dapat dirumuskan:[14]

(2.8) (2.9) (2.10) (2.11) a. Satuan daya listrik: joule/detik

b. Kilowatt (kW): 1 kW = 1000 W

Dari satuan daya muncullah satuan energi lain yaitu: Jika daya dinyatakan dalam kilowatt (kW) dan waktu dalam jam, maka satuan energi adalah kilowatt jam atau kilowatt-hour (kWh).

(2.12)

Dalam satuan internasional (SI), satuan daya adalah watt (W) atau setara Joule per detik (J/sec). Daya listrik juga diekspresikan dalam watt (W) atau kilowatt (kW). Konservasi antara satuan HP dan watt, dinyatakan dengan formula sebagai berikut: 1 HP = 746 W = 0,746 kW

(2.13)

(10)

2.5.3 Faktor Daya

PLN memberikan biaya tambahan bagi kalangan industri berupa beban daya reaktif bila peralatan listriknya berfaktor daya rendah. Faktor daya yang rendah terjadi karena daya reaktif yang tinggi. Contoh peralatan yang dapat menimbulkan daya reaktif adalah peralatan yang menggunakan transformator dan kumparan.[14]

Faktor daya nilainya berkisar antara 0 hingga 1. PLN menetapkan faktor daya harus lebih besar dari 0,85 bagi pelanggan industri agar tidak dibebani biaya tambahan. Namun, PLN tidak membebankan biaya tersebut kepada pelanggan rumah tangga.

Listrik bolak-balik (AC) memiliki dua buah komponen daya, yaitu daya aktif (P) dan daya reaktif (Q). Daya aktif adalah daya yang dikonsumsi oleh bermacam-macam peralatan listrik. Daya aktif akrab dikenal dengan dengan satuan watt. Sedangkan daya reaktif muncul ketika arus listrik menggerakkan suatu peralatan listrik, daya ini tidak memberi dampak apapun terhadap kerja suatu peralatan. Biasanya, daya reaktif adalah daya yang membuat peralatan atau mesin menjadi panas. Artinya, daya reaktif ini terbuang sia-sia. Dimana :

Gambar 2.1 Segitiga Daya Rumus mencari daya aktif, reaktif dan daya semu adalah:

S = V x I (VA) (2.14)

P = V x I x Cos φ (W) (2.15)

(11)

Keterangan:

S = daya semu (VA) P = daya aktif (W) Q = daya reaktif (Var) V = Tegangan (Volt) I = Arus (Ampere)

Faktor daya sering disebut cos phi (cos ). phi ) adalah sudut antara daya aktif (P) dengan daya nyata (S). Jika perbandingan antara daya aktif (P) dengan daya nyata (S) lebih kecil daripada 0,85 maka PLN akan mengenakan denda. Semakin rendah faktor daya (kurang dari tetapan cos , maka semakin besar biaya yang dibebankan kepada konsumen. Daya aktif yang dikonsumsi pelanggan dicatat dengan kWh meter, sementara itu, untuk mengukur daya reaktif pelanggan industri menggunakan kVARh meter.

2.5.4 Kerugian bila faktor daya rendah

(12)

2.5.5 Meningkatkan faktor daya

Daya reaktif (Q) dapat terjadi karena induktansi atau kapasitansi. Induktansi diakibatkan oleh komponen berbentuk kumparan (misalnya motor listrikatau transformator step down pada adaptor). Sedangkan kapasitansi diakibatkan oleh komponen kapasitor.

Jika beban bersifat induktif maka perlu ditambahkan kapasitor, dan jika bersifat kapasitif maka perlu ditambahkan induktor agar daya reaktif (Q) mendekati nol. Bila daya reaktif mendekati nol artinya besar faktor daya mendekati 1, sebab selalu ada daya yang berubah menjadi panas. Dengan demikian, kunci untuk meningkatkan faktor daya adalah menambahkan kapasitor pada beban yang bersifat induktif atau menambahkan induktor pada beban yang bersifat kapasitif. Sebagian besar beban pada industri bersifat induktir, karena terdapat motor induksi dan transformator. Oleh karena itu, industri umumnya memasang bank kapasitor atau capacitor bank guna mengeliminasi daya reaktif (Q).[14]

Besarnya kemampuan kapasitansi yang dimiliki capacitor bank harus disesuaikan untuk beban induksi. Ukurlah secara tepat daya reaktif semula dan daya reaktif target. Kapasitas kapasitor yang berlebihan justru membuat beban yang semula bersifat induktif menjadi kapasitif. Artinya, daya reaktif tetap tidak mendekati nol. Meningkatkan faktor daya bukanlah berarti mengefisienkan energi. Meningkatkan factor daya hanyalah memastikan daya tersambung sesuai dengan beban yang dibutuhkan. Maka, bila di luaran sana terdapat alat yang dikatakan mampu menghemat biaya listrik sebab menghindari munculnya biaya beban tambahan.

2.6 Intensitas Konsumsi Energi Listrik

sebagai Intensitas konsumsi energi listrik menggambarkan banyaknya energi listrik yang dikonsumsi per satuan luas bangunan dalam rentang waktu tertentu. IKE dapat dirumuskan berikut:

(13)

Dari nilai IKE inilah nantinya ditentukan tingkat efisiensi penggunaan energi listrik berdasarkan standar yang digunakan.

Konsumsi energi spesifik per luas lantai menggunakan AC dan atau tidak menggunakan AC adalah sebagai berikut:[10]

a. Jika presentasi perbandingan luas lantai yang menggunakan ac terhadap luas lantai total gedung kurang dari 10%, maka gedung tersebut termasuk gedung yang tidak menggunakan AC dan konsumsi energi perluas lantai adalah :

(2.18)

b. Jika presentasi perbandingan luas lantai yang menggunakan ac terhadap luas lantai total gedung lebih dari 90%, maka gedung tersebut termasuk gedung yang menggunakan AC dan konsumsi energi perluas lantai adalah:

(2.19)

c. Jika presentasi perbandingan luas lantai yang menggunakan ac terhadap luas lantai total gedung lebih dari 10% sampai dengan 90%, maka gedung tersebut termasuk gedung yang menggunakan AC dan gedung tanpa AC dan konsumsi energi perluas lantai adalah:

(14)

Standar IKE dari suatu bangunan gedung diperlihatkan pada tabel 2.5 dibawah ini:

Tabel 2.4 Standar IKE

Kriteria Ruangan Dengan Ruangan Non

AC (KWh/m^2) AC (KWh/m^2) sangat Efisien 4,17 - 7,92 0,84 - 1,67

Efisien 7,92 - 12,08 1,67 - 2,50

Cukup Efisien 12,08 - 14,58 -

Cenderung Tidak Efisien 14,58 - 19,17 - Tidak Efisien 19,17 - 23,75 2,50 - 3,34 Sangat Tidak Efisien 23,75 - 37,50 3,34 - 4,17

Sumber: Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di Lingkungan Depdiknas 2002

Listrik merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan besarnya pemakaian energi dalam bangunan gedung dan telah diterapkan di berbagai negara (ASEAN, APEC), dinyatakan dalam satuan kWH/m2 per tahun. Sebagai “target”, besarnya IKE listrik untuk indonesia, menggunakan hasil penelitian yang dilakukan oleh ASEANUSAID pada tahun 1987 yang laporannya baru dikeluarkan pada tahun 1992 dengan rincian sebagai berikut :

a. IKE untuk perkantoran (komersial): 240 kWH/m2 per tahun. b. IKE untuk pusat belanja: 330 kWH/m2 per tahun.

c. IKE untuk hotel / apartemen: 300 kWH/m2 per tahun. d. IKE untuk rumah sakit: 380 kWH/m2 per tahun.

Tidak menutup kemungkinan nilai IKE tersebut berubah sesuai dengan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan energi, seperti mahalnya Singapura yang telah menetapkan IKE listrik untuk perkantoran sebesar 210 kWH/m2 per tahun.

Dalam menghitung besarnya IKE listrik pada bangunan gedung, ada beberapa istilah yang digunakan, antara lain :

(15)

c. IKE persatuan luas ruang dari gedung yang disewakan ( net product)

Sebagai pedoman, telah ditetapkan nilai standar IKE untuk bangunan di Indonesia yang telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia tahun 2004.

2.7 Peluang Hemat Energi

Berdasarkan data yang telah diperoleh, baik dari hasil pengukuran maupun data historis penggunaan energi, maka dihitung besar Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik dan disusun profil penggunaan energi bangunan. Besarnya IKE hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan standar IKE yang digunakan (target IKE). Apabila besarnya IKE hasil perhitungan sama atau kurang dari target IKE, maka kegiatan audit energi rinci dapat dihentikan atau diteruskan dengan tujuan mendapatkan nilai IKE yang lebih rendah lagi.

Namun apabila hasil perhitungan IKE lebih besar dari target IKE berarti ada peluang untuk melanjutkan proses audit energi rinci guna memperoleh penghematan energi. Hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat sebuah daftar peluang penghematan energi yang mungkin dapat dilakukan Peluang penghematan energi yang tidak dapat diimplementasikan atau yang tidak diinginkan harus dihilangkan dari daftar dan peluang penghematan yang tersisa selanjutnya akan dievaluasi atau dianalisis.

Analisis peluang hemat energi dilakukan dengan cara membandingkan potensi perolehan hemat energi dengan biaya yang harus dibayar untuk pelaksanaan rencana penghematan energi yang direkomendasikan. Penghematan energi pada bangunan gedung tidak dapat diperoleh begitu saja dengan cara mengurangi kenyamanan penghuni gedung ataupun produktivitas di lingkungan kerja. Analisis peluang hemat energi dapat dilakukan denga usaha, antara lain [3]:

a. Menekan penggunaan energi sekecil mungkin (mengurangi daya terpasang/terpakai dan jam operasi).

b. Memperbaiki kinerja peralatan.

(16)

2.8 Rekomendasi Hemat Energi

Setelah melakukan survei dan menganalisa data penggunaan energi maka hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat suatu rekomendasi hemat energi. Rekomendasi ini merupakan usulan-usulan yang dapat dilakukan perusahaan atau pemilik gedung untuk memperbaiki efisiensi penggunaan energi di bangunan gedung tersebut. Secara umum, rekomendasi dapat berupa:

a. Rekomendasi untuk mengganti sistem, karena sistem yang lama dianggap sudah tidak efisien.

b. Rekomendasi untuk perbaikan sistem, karena sistem dianggap kurang efisien, sehingga perlu untuk melakukan sedikit perubahan agar efisiensinya dapat ditingkatkan.

c. Rekomendasi untuk memasang peralatan baru.

Berdasarkan EMO (Energy Management Opportunity), rekomendasi dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan capital cost-nya, yaitu [11]:

a. Kategori 1: meliputi no cost investment dan tidak mengubah operasional sistem. Biasanya hanya berupa rekomendasi untuk mematikan lampu atau AC ketika tidak digunakan, mengubah setting-an suhu AC agar tidak terlalu rendah, dll. b. Kategori 2: meliputi low cost investment dengan sedikit perubahan atau perbaikan pada sistem. Misalnya memasang timer untuk mematikan peralatan, mengganti lampu T8 fluorescent tube dengan T5 fluorescent tube.

c. Kategori 3: meliputi high cost investment dengan beberapa perubahan dan perbaikan pada sistem. Misalnya memasang peralatan power factor correction, memasang variable speed drive.

2.9 Instalasi Penerangan

(17)

jumlah armature/lampu yang dibutuhkan pada setiap ruangan, yaitu : (2.21)

Dimana :

(2.22)

Konsumsi daya total pada sebuah ruangan diberikan oleh :

(2.23)

N = Jumlah lampu

E = Tingkat penerangan yang diperlukan (Lux = lumen/m2) Fluks = Jumlah lumen perunit lampu (lumen)

A = Luas total ruangan (m2) P = Daya Lampu

B = Koefisien utilisasi (efisiensi ruangan) Z = Jumlah lampu / armature

2.10 Tingkat Pencahayaan

(18)

Dalam pedoman pencahayaan ini kita coba memahami sedikit mengenai sistem satuan, agar tidak mengalami kesulitan dalam hal pengukuran pencahayaan dilapangan serta batasan luas bidang kerja yang diukur. Untuk menghitung keperluan penerangan dirumah sakit, pencahayaan yang baik harus memperhatikan hal-hal berikut:

a. Keselamatan pasien dan tenaga medis/paramedis b. Peningkatan kecermatan

c. Kesehatan yang lebih baik d. Suasana yang lebih nyaman

Standar ini membuat ketentuan pedoman pencahayaan pada bangunan gedung untuk memperoleh sistem pencahayaan dengan pengoperasian yng optimal sehingga penggunaan energi dapat efisien tanpa harus mengurangi atau mengubah fungsi bangunan. Kategori pencahayaan pada masing-masing ruangan tersebut diberi kode A, B, C, D, E, F, G, H, dan I. Hubungan kode kategori pencahayaan dengan besarnya lux adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5 Intensitas kategori pencahayaan Kategori

Pencahayaan

LUX

Minimum Diharapkan Maksimal A

Berikut Beberapa standard penerangan ruangan pada rumah sakit berdasarkan Departemen Kesehatan R.I Direktorat Jendral Pelayanan Medik.

(19)

No Nama Ruangan Bidang Kerja Kategori

Membaca, menulis dan pertemuan s.d.a

s.d.a s.d.a

Penerima tamu/pengunjung

Membaca dan menulis,mengetik dan pengarsipas

Membaca dan menulis Pencucian

Pendistribusian makanan/minum Penyimpanan bahan dan alat Membaca, menulis dan pertemuan

Penerimaan pasien

Membaca, menulis, mengetik dan pengarsifan

Jalan Penghubung

J. Penghubung naik dan turun Pemeriksaan Pasien

Gambar

Tabel 2.1 Profil penggunaan energi untuk peralatan kantor
Tabel 2.2 Profil penggunaan energi untuk peralatan hotel/apartement
Gambar 2.1 Segitiga Daya
Tabel 2.4 Standar IKE
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan konsumsi tablet Fe dengan status hemoglobin sesuai dengan penelitian yang dilakukan

In case of the Czech Republic this topic was as a part of several projects concentrated to various enclosed or fortified sites, cooperation of non-destructive

On that note, JUPEM is intrigued to develop a system where National Digital Cadastral Database is value added with other geospatial information for a smart and

Array class, 104 String class, 87 rjust method (String), 87 rmdir method (Dir), 47 ROR (see Ruby on Rails) rstrip method (String), 87 rstrip. method (String), 87 Ruby

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelas frekuensi longsorlahan pada tiap penggunaan lahan di daerah penelitian.. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

44 Manajemen Pemasaran dan Jasa D1 E-Learning Elisabet Ginting. 45 Akuntansi Keuangan lanjutan II D1 E-Learning

Masalah moral (akhlak) adalah suatu yang menjadi perhatian dimana saja, karena kerusakan akhlak seseorang akan mengganggu ketenteraman orang lain. Di negara kita tercinta

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan permintaan dan penawaran terhadap kopi luwak di lokasi penelitian dan untuk menganalisis pengaruh faktor