BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jenis – Jenis Bawang
Ada beberapa macam bawang yang sejak dahulu diusahakan orang untuk kepentingan
sendiri maupun untuk memenuhi permintaan pasar. Beberapa macam bawang tersebut
termasuk dalam kelompok yang diusahakan atau di budidayakan untuk kepentingan komersil
(Anonim, 1998).
Beberapa anggota allium termasuk mempunyai nilai ekonomi tinggi dan terkenal
sebagai bumbu pelezat masakan diseluruh dunia, bahkan beberapa diantaranya merupakan
obat tradisional yang mujarab (Wibowo. S, 2008).
Adapun tanaman bawang yang biasa dibudidayakan para petani antara lain sebagai berikut.
2.1.1. Bawang Merah ( Allium cepa L.)
Bawang merah merupakan komoditi holtikultura yang tergolong sayuran rempah.
Sayuran rempah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu masakan guna
menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Bawang merah tergolong tanaman semusim
atau setahun. Tanaman bawang merah lebih banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah
yang beriklim kering, tanaman ini tidak menyukai tempat-tempat yang tergenangi air
(Rahayu. E, 1999).
2.1.1.1 Botani tanaman bawang merah
Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan,
termasuk klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium cepa L.
Nama Lokal : Bawang Merah
Gambar 2.1 Bawang Merah (Allium cepa L.)
Tanaman ini diduga berasal dari daerah Asia Tengah, yaitu sekitar India, Pakistan
sampai Palestina. Dari berbagai penelusuran dalam literature dan nara sumber terdapat
kesamaan pandangan bahwa bawang merah merupakan tanaman yang tertua dari silsilah
budidaya tanaman oleh manusia, hal ini antara lain ditunjukkan pada zaman I dan II Dynasti
(3.200 – 2.700 SM) bangsa Mesir sering melukiskan bawang merah pada patung dan
tugu-tugu mereka (Rukmana. R, 1994).
Di Jepang budidaya bawang merah dikenal pada akhir abad ke-19, pada tahun 1975,
Jepang memproduksi bawang sebanyak 1 juta ton dari 30 ribu hektar, sehingga menjadi
produsen nomor dua di dunia. Di Indonesia, sentra (pusat) pertanaman dan diduga sebagai
daerah penyebaran bawang merah adalah Tegal, Cirebon, Pekalongan, Brebes dan Solo.
Pusat produksi bawang merah masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Tahun 1991 provinsi yang
paling luas mengembangkan bawang merah adalah Jawa Timur, kemudian diikuti Jawa
lain NTB, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali, Sumatera Barat dan Sulawesi Tengah pada
kisaran luas panen 1000-3000 hektar.
Di Indonesia bawang merah juga telah merambah ke berbagai daerah sehingga
komoditi ini memiliki nama khas masing-masing daerah. Bahkan di daerah tertentu terdapat
beberapa nama panggilan yang beragam. Di Minahasa misalnya, paling tidak terdapat lima
nama panggilan khas untuk bawang merah. Untuk lebih jelasnya, tabel di bawah ini memuat
nama –nama khas bawang merah di berbagai daerah dan Negara (Rahayu. E,1999).
Tabel 2.1 Nama bawang merah di beberapa daerah dan Negara
No. Daerah/Negara Nama- nama lain Bawang Merah
1. Nama di Daerah
Sumatera
Bawang abang mirah (Aceh), Bawang
megaren (Alas), pia (Batak), bawang sirah
,dasun merah (Minang), bawang abang,
bawang suluh (Lampung), bawang merah,
bawang abang (Melayu).
2. Nama di daerah Jawa Bawang beureum (Sunda), bawang abang,
brambang (Jawa), bhabang mera (Madura).
3. Nama di Daerah Nusa
Tenggara
Jasun bang, jasun Mirah (Bali), laisona
piras (Roti), kalpeo meh (Timor).
4. Nama di Daerah
Sulawesi
Lasuna mahamu, lasuna randang, lasuna
raindang, rasuna mahendong, jantuna
mopura (Minahasa), bawangi (Gorontalo),
lasuna eja (Makassar), lasuna cela (Bugis).
5. Nama di Daerah Maluku Bawang nawuli (Tanibar), bowing wul-wul
(Kai), kosai mina (Buru), bawa, bawang
(Halmahera), bawa roriha (Ternate), bawa
6. Nama Asing Allium cepa var. ascalonicum, allium ascalonicum (Nama Ilmiah), shallot (Inggris), syalot (Belanda), eschlauch
(Jerman), echalote (Prancis), tamanagi
(Jepang).
Sumber : Wibowo. S ,1988.
Bawang merah termasuk salah satu sayuran multiguna, paling penting didayagunakan
sebagai bahan bumbu dapur sehari-hari dan penyedap berbagai masakan. Bahkan akhir-akhir
ini umbi bawang merah diolah menjadi bawang goring yang pemasarannya sudah menembus
sasaran ekspor. Kegunaan lain bawang merah adalah sebagai obat tradisional untuk
pelayanan masyarakat. Sudah sejak lama nenek moyang menggunakan umbi bawang merah
sebagai obat nyeri perut karena masuk angin dan penyembuhan luka atau infeksi. Pada masa
lalu konon bawang merah di makan segera sesudah makan sebagai tindakan pencegahan
terhadap kolera, disentri dan diare. Menurut pengobatan tradisional di India , bawang merah
goreng dianggap sebagai obat disentri basiler.
Berkhasiatnya umbi bawang merah sebagai obat, diduga karena mempunyai efek
antiseptic dari senyawa alliin atau allisin. Senyawa alliin ataupun allisin oleh enim liase
diubah menjadi asam piruvat, ammonia , dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisida.
Dalam industri makanan, umbi bawang merah sering diawetkan dalam kaleng (canning),
saus, sop kalengan, dan tepung bawang. Keuntungan mengkosumsi bawang merah, selain
penyedia bahan pangan bergizi dan berkhasiat obat, juga sangat baik untuk kesehatan. Fungsi
dalam tubuh antara lain memperbaiki dan memudahkan pencernaan serta menghilangkan
lendir-lendir dalam kerongkongan.
Bagian tanaman bawang merah lainnya seperti daun dan tungkai bunga termasuk
bahan sayuran yang melezatkan. Mengkonsumsi sayuran tersebut diduga dapat membantu
pencernaan, memperbanyak air ludah, menyembuhkan penyakit kuning, memperkuat hati,
dan membantu penyembuhan wasir (Rukmana. R,1994).
Ditinjau dari segi kandungan gizinya, bawang merah bukan merupakan sumber
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, atau mineral. Namun komponen-komponen tersebut ada
di dalam bawang merah walaupun dalam jumlah yang sedikit. Komponen lainnya, seperti
minyak atsiri juga terkandung di dalam umbi bawang merah. Komponen inilah yang
sebenarnya banyak dimanfaatkan untuk penyedap rasa makanan, bakterisida, fungisida dan
berkhasiat untuk obat-obatan. Daftar komposisi selengkapnya disajikan pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Komposisi kimia umbi bawang merah per 100 gram bahan
No. Komponen Komposisi
1. Air (g) 88,00
2. Karbohidrat (g) 9,20
3. Protein (g) 1,50
4. Lemak (g) 0,30
5. Vitamin B1 (mg) 0,03
6. Vitamin C (mg) 2,00
7. Kalsium , Ca (mg) 36,00
8. Besi, Fe (mg) 0,80
9. Fosfor, P (mg) 40,00
10. Energy (kalori) 39,00
11. Bahan yang dapat dimakan (%) 90,99
Sumber : Rahayu. E ,1999.
Di dalam umbi bawang merah juga terdapat komponen lain yang dinamakan allin.
Allin merupakan suatu senyawa yang mengandung asam amino yang tidak berbau, tidak
berwarna, dan dapat larut dalam air. Karena sesuatu hal, allin kemudian berubah menjadi
senyawa allicin. Senyawa allicin dengan thiamin (vitamin B1) dapat membentuk ikatan kimia
vitamin B1 nya sendiri. Dengan demikian allicin dapat membuat vitamin B1 menjadi lebih
efisien dimanfaatkan tubuh (Rahayu. E, 1999).
2.1.2. Bawang Putih (Allium Sativum L.)
Bawang putih merupakan terna yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai
30-60 cm dan membentuk rumpun.Sebagaimana kelompok monokotiledon, akarnya serabut yang
tidak terlalu dalam berada dalam tanah. Tidak seperti bawang merah, pangkal daun bawang
putih tidak membentuk bengkakan sebagai cadangan makanan. Bagian pangkal bawang putih
berupa selaput tipis yang mongering tetapi kuat dan merupakan selaput pembungkus
umbi-umbi kecil. Bagian dasar atau pangkal umbi-umbi berbentuk cakram yang sebenarnya merupakan
batang pokok yang tidak sempurna (rudimenter). Dari batang ini muncul akar-akar serabut
yang tumbuh mendatar. Akar serabut tersebut merupakan akar penghisap makanan semata
dan bukan pencari air dalam tanah.
2.1.2.1. Botani tanaman bawang putih
Klasifikasi dari tanaman bawang putih adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyte
Sub Divisi : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Lilliales /Lilliflorae
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium Sativum L.
Gambar 2.2 Bawang Putih ( Allium Sativum L.)
Bawang putih termasuk salah satu anggota bawang-bawangan paling popular didunia.
Bawang putih yang nama ilmiahnya allium sativum L. ini mempunyai nilai komersial yang
tinngi dan tersebar di seluruh dunia. Oleh karena itu tidak heran jika bawang putih memiliki
banyak nama. Beberapa nama daerah dan nama asing bawang putih seperti dalam tabel 2.3 di
bawah ini.
Tabel 2.3 Nama daerah dan nama asing bawang putih
No. Daerah / Negara Nama-nama lain bawang putih
1. Nama di Daerah Sumatera Lasun (gayo), lasuna ( Karo dan Toba),
dasun putih (Minang) bawang handak
(Lampung)
2. Nama di Daerah Jawa Bawang (Jawa), bawang rodas (Sunda),
bhabang phote (Madura),
3. Nama di daerah Nusa Tenggara Kasuma (Bali), langsuna (Sasak), ncuna
(Bima), lansuna mawira (Sangi), laisona
mabotiek (P. Roti), kalfeofolen (Timor),
bawang basuhong (Ngaju)
4. Nama di daerah Kalimantan Uduh bawang (Kenya), bawang putih
(Bulungan), bawang pulak (Tarakan).
(Minahasa), lasuna kulo, lasuna bido,
rasuna mabida, jantuna mapusi, dasuna
putih, lansuna putih, pia moputi
(Gorontalo), lasuna kebo (Makassar),
lasuna pute (Bugis).
6. Nama di daerah Maluku Kosai boti (Buru), bawa de are
(Halmahera), bawa bodudo (Ternate),
bawa iso (Tidar).
7. Nama di daerah Irian Jaya Bawa fiufer (Irian Jaya).
8. Nama asing Allium sativum .L (nama ilmiah), garlic (inggris), knoflook (Jerman), ail,commun
(Francis), aglio (Italia), ajo (Spanyol),
vitlok (Swedia).
Sumber : Wibowo. S, 2008.
Bawang putih termasuk terna yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 30-60
cm dan membentuk rumpun. Sebagaimana warga kelompok monokitiledon, system
perakarannya tidak memiliki akar tunggang dan akarnya serabut yang tidak panjang, tidak
terlalu dalam berada di dalam tanah. Dengan perakaran yang demikian bawang tidak tahan
terhadap kekeringan (Wibowo. S, 2008)
2.1.2.2. Komposisi kimia bawang putih
Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang
membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Meskipun kebutuhan untuk
bumbu masak hanya sedikit,namun tanpa kehadiranya masakan akan terasa hambar.
Di zaman modern, khasiat bawang putih sudah mulai di buktikan secara ilmiah.
Ternyata khasiat bawang putih berhubugan erat dengan zat kimia yang terkandung di
dalamnya. Meskipun sosok bawang putih tampak sederhana namun di dalamnya terkandung
bermacam-macam zat kimia yang berkomposisi sedemikian rupa sehingga menimbulkan
khasiat yang berguna bagi manusia (Anonim, 1999).
No. Kandungan bawang putih Jumlah
1. Air 66,2 -71,0 g
2. Energi 95,2-122 kal
3. Protein 4,5 – 7,0 g
4. Lemak 0,2 -0,3 g
5. Karbohidrat 23,1- 24,6 g
6. Ca 26,0- 42,0 mg
7. P 15,0- 109,0 mg
8. K 346,0 mg
Sumber :penebar swadaya.
Selain zat-zat diatas bawang putih juga mengandung zat-zat kimia lain yang sebagian
besar yang sebagian besar masuk dalam golongan minyak atsiri. Sifat minyak atsiri ini mudah
menguap sehingga sering disebut minyak terbang atau minyak menguap.
Allicin adalah salah satu komponen utama yang berperan memberikan aroma bawang
putih dan merupakan salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman-kuman
penyakit (bersifat antibakteri). Aliicin berperan ganda membunuh bakteri, yaitu garam positif
dan garam negatif karena mempunyai gugus asam amino para amino benzoat.
Scordinin berupa senyawa kompleks thioglosida yang berfungsi sebagai antioksidan.
Senyawa inilah yang berperan sebagai obat kuat guna membangkitkan gairah seksual dan
merangsang pertumbuhan sel. Hal ini didukung oleh sebuah penelitian yang membuktikan
bahwa bawang putih dapat meningkatkan produksi sperma dan mencegah kerusakan sel
tubuh yang diakibatkan oleh penuaan. Senyawa lain yang terdapat pada bawang putih adalah
allithiamin. Senyawa ini mrupakan senyawa hasil reaksi allicin denga thiamin dan dapat
bereaksi dengan sistein. Fungsi senyawa ini hampir sama dengan vitamin B1 sehingga di
kenal sebagai vitamin B1 bawang putih.
Pemakaian bawang putih secara kontinu dalam makanan ternyata dapat menurunkan
frekuensi serangan kanker. Hal ini berkaitan dengan suatu komponen yang di temukan pada
bawang putih yaitu sterol dan steroida-glikosida. Sterol bawang putih terdiri dari kolesterol,
steroida-glikosida antara lain saponin yang berkhasiat sebagai anti tumor, anti hemolisis, dan
penawar racun.
Zat –zat lain yang ditemukan dan berkasiat sebagai obat antara lain selenium
(mikromineral penting yang berfungsi sebagai anti oksidan), enzim germanium (suatu zat
yang mencegah rusaknya darah merah), antiarthritic factor (suatu zat pencegah rusaknya
persendian), dan methyllallytrisulfide (zat yang mencegah terjadinya perlengketan sel darah
merah (Anonim, 1999).
2.1.3. Bawang Batak (Allium Chinense L.)
Klasifikasi Ilmiah dari bawang batak.
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotiledonae
Ordo : Asparagales
Family : Amaryllidaaceae
Subfamily : Allioideae
Genus : Allium
Spesies : Allium chinense L.
Gambar 2.3 Bawang batak (Allium Chinense L.)
Allium Chinense L.) adalah jenis tumbuhan yang juga sebagai bahan
makanan. Bentuk Lokio seperti bawang namun dengan ujung tangkai yang lebih panjang dan
warnanya cenderung putih. Jadi mirip bawang daun berbentuk mungil dengan daun kecil
panjang, dan juga bentuknya mirip seperti bawang, tapi ukurannya jauh lebih kecil, tetapi
berbeda deng
Biasanya digunakan sebagai campuran asinan ataupun beberapa masakan. Banyak
orang yang menyebut sayuran ini dengan nama lokio, tapi ada juga yang menyebutnya
dengan sebutan bawang
masakan-masakan khas Batak, salah satuny
zaman, lokio atau bawang Batak ini juga digunakan pada masakan lainnya, seperti bahan
masakan untuk menumis ayam, ikan, atau daging.
2..2. Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawa metabolit
sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam metabolit sekunder yang
berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan
pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari metabolit
Berbagai metode yang dapat digunakan untuk identifikasi metabolit sekunder yang
terdapat pada suatu ekstrak antara lain:
2.2.1. Uji Sulfur
Belerang atau sulfur adal
S da
aslinya, adalah sebuah zat padat kristalin kuning. Di alam, belerang dapat ditemukan sebagai
unsur murni atau sebagai mineral- minera
untuk kehidupan dan ditemukan dalam dua
Belerang merupakan elemen penting bagi semua kehidupan, dan secara luas
digunakan dalam proses biokimia. Belerang merupakan bagian penting dari banyak enzim
dan juga dalam molekul antioksidan seperti glutathione dan thioredoxin. Belerang organik
adalah komponen dari semua protein, sebagai asam amino sistein dan metionin.
Untuk mengetahui adanya unsur belerang dalam suatu sampel diuji dengan
menambahkan sampel dengan NaOH pekat dan dipanaskan, kemudian di tambahkan
beberapa tetes larutan argentum nitrat (AgNO3) . Akan terbentuk larutan berwarna hitam, ini
menunjukkan adanya unsure belerang dalam sampel.
2.2.2. Uji Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan mempunyai karakteristik
dapat membentuk busa apabila dikocok, serta mempunyai kemampuan menghemolisis
sel darah merah. Saponin mempunyai toksisitas yang tinggi. Berdasarkan strukturnya
saponin dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu saponin yang mempunyai rangka
steroid dan saponin yang mempunyai rangka triterpenoid. Berdasarkan pada strukturnya
saponin akan memberikan reaksi warna yang karakteristik dengan pereaksi
2.3. Antioksidan
2.3.1. Pengertian Antioksidan
Antioksadan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai
dari radikal bebas. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau
reduktan. Antioksidan dapat diperoleh,
1. Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksida
dismutase (SOD), gluthatione peroxidase, perxidase dan katalase. (Sri Kumalaningsih,
2006).
2. Antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan yaitu tokoferol, vitamin
C, betakaroten, flavonoid dan senyawa fenolik.
3. Antioksidan sintetik, yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu butylated hroxyanisole
(BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat (PG), tert-butil hidoksi quinon (TBHQ)
yang di tambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak.
2.3.2. Jenis- Jenis Antioksidan
Berdasarkan fungsinya antioksidan dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Antioksidan Primer
Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena ia
dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya
yaitu sebelum sempat bereaksi.
Antioksidan primer yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim
superoksida dismutase. Enzim ini sangat penting karena dapat melindungi hancurnya sel-sel
dalam tubuh akiabat serangan radikal bebas.
b. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal bebas
serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga ttidak terjadi kerusakan yang lebih besar.
Contoh populer dari antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C, dan betakaroten
c. Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan yang
rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini adalah jenis
enzim misalnya metionim sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti
sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker.
2.3.3.Pengaruh Antioksidan
Antioksidan dalam makanan dapat didefinisikan sebagai zat yang mampu menunda,
memperlambat atau mencegah pengembangan ketengikan dan rasa dalam makanan atau
kerusakan lainnya akibat oksidasi. Antioksidan menunda pergembangan aroma-tak sedap
dengan memperpanjang periode induksi. Penambahan antioksidan setelah akhir periode ini
cenderung tidak efektif dalam memperlambat pengembangan ketengikan.
Antioksidan dapat menghambat atau memperlambat oksidasi dalam dua cara: baik
dengan peredaman radikal bebas, dalam hal ini senyawa tersebut digambarkan sebagai
antioksidan primer, atau dengan mekanisme yang tidak melibatkan peredaman radikal bebas
langsung, dalam hal ini senyawa tersebut adalah antioksidan sekunder. Antioksidan primer
termasuk senyawa fenolik. Komponen ini dikonsumsi selama periode induksi. Antioksidan
sekunder beroperasi dengan berbagai mekanisme termasuk mengikat ion logam, peredaman
oksigen, mengubah hidroperoksida untuk spesi non-radikal, menyerap radiasi UV atau
menonaktifkan oksigen singlet.
Biasanya, antioksidan sekunder hanya menunjukkan aktivitas antioksidan ketika
komponen minor keduanya ada. Hal ini dapat dilihat dalam kasus eksekusi agen seperti asam
sitrat yang efektif hanya di hadapan ion logam, dan mengurangi agen seperti asam askorbat
2.4. Metode Uji Senyawa Antioksidan
2.4.1. Metode Asam Tiobarbiturat
Malondialdehida (MDA) merupakan produk hasil peroksida lipid dalam tubuh dan
terdapat dalam bentuk bebas atau terkompleks dengan jaringan, bahkan organ dalam tubuh.
Reaksi ionisasi senyawa radikal juga dapat membentuk MDA , dan MDA ini juga merupakan
produk samping biosintesis prostaglandin. Banyak MDA dalam tubuh dapat dideteksi, salah
satunya dengan metode asam tiobarbiturat. Deteksi MDA pada umumnya menggunakan hati
menjadi sampel penelitian. Organ hati menjadi sampel penentuan kadar MDA karena hati
memiliki fungsi detoksifikasi. Bahan toksin yang masuk kedalam tubuh akan mengalami
proses biotrasformasi didalam hati.
Analisis MDA merupakan analisis raadikal bebas secara tidak langsung dan mudah
dalam menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk. Analisis radikal bebas secara
langsung sangat sulit dilakukan, karena senyawa radikal sangat tidak tidak stabil dan bersifat
elektrofil, selain itu reaksinyapun berlangsung sangat cepat. Pengukuran MDA dapat
dilakukan dengan pereaksi asam tiobarbiturat (thiobarbituric acid, TBA) dengan mekanisme
reaksi penambahan nukleofilik membentuk senyawa MDA- TBA. Senyawa ini berwarna
merah muda yang dapat diukur intensitasnya dengan menggunakan spektrofotometer.
Metode yang digunakan yaitu TBARS ( thiobarbituric acid reactive substance)
dengan flourofotometri. Prinsip analisis ini yaitu pemanasan akan menghidrolisis peroksida
lipid, sehingga MDA yang terikat akan dibebaskan dan akan bereaksi dengan TBA dalam
suasana asam membentuk kompleks MDA-TBA yang berwarna merah dan diukur pada
panjang gelombang 532 nm. Analisis kadar radikal bebas ini dilakukan dengan mengukur
kadar MDA organ hati dengan metode spektrofotometri menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Senyawa 1,1,3,3- tetraetoksipropana (TEP) digunakan dalam pembuatan kurva standar, karena TEP dapat dioksidasi dalam suasana asam menjadi senyawa aldehida yang dapat
bereaksi dengan TBA.
Metode ini mempunyai kekurangan yaitu banyak senyawa yang terdapat pada sampel
biologis seperti karbohidrat, pirimidin, hemoglobin dan bilirubin dapat bereaksi dengan TBA
sehingga membentuk senyawa yang dapat menghasilkan warna dan juga diabsorsi pada
2.4.2. Metode DPPH (difenilpikril hidrazil)
DPPH digunakan karena merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu ruang. DPPH
ini akan menerima elektron atau radikal hydrogen dan akan membentuk molekul diamagnetik
yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal
hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH.
Prosedur dengan DPPH dilakukan dengan membuat larutan DPPH dalam etanol.
Dibuat serangkaian larutan sampel dengan variasi konsentrasi kemudian ditambahkan larutan
DPPH. Didiamkan selama 30 menit (dihitung setelah penambahan larutan DPPH), kemudian
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 515 nm. Data absorbansi yang diperoleh
digunakan untuk menentukan % inhibisi. Dari kurva % inhibisi versus konsentrasi sampel ,
dapat diperoleh nilai IC50 ekstrak dengan analisis statistic menggunakan regresi linier.
Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa atau ekstrak untuk
menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen penghambatan. Parameter
yang dipakai untuk menentukan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efesien atau
efficient concentration 50 ( EC50) atau inhibition concentration 50 (IC50) , yaitu konsentrasi
suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau
konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan sebesar 50%. Zat yang
mempunyai antioksidan tinggi akan mempunya nilai EC50 atau IC50 yang rendah.
2.4.3. Metode β-Karoten
Metode ini didasarkan pada pemucatan warna emulsi system β-karoten dan asam
oleat. BHT digunakan sebagai pembanding, karena BHT memiliki keefektifan sebagai
antioksidan yang paling tinggi walaupun memiliki satu gugus hidroksi (-OH) dan memiliki
jumlah resonansi yang sama dengan euganol, tetapi lebih besifat nonpolar dibandingkan
dengan senyawa lainya karena adanya gugus alkil yang lebih tersubsitusi yaitu t-butil
(C-(CH3)3). Pemucatan warna merupakan parameter terjadinya reaksi oksidasi. Semakin besar
penurunan nilai absorbansinya, maka semakin tinggi tingkat oksidasi yang terjadi.
Metodenya adalah sebanyak 5 ml β-karoten (0,2 mg/ml kloroform) ditambahkan
kedalam labu evaporasi berisi 0,1 ml asam oleat 0,02 M dan 1 ml tween 80. Kloroform
diuapkan dari campuran dengan pengurangan tekanan pada suhu 50 OC, kemudian ditambahkan 250 ml aquades, lalu dikocok hingga terbentuk emulsi. Sebanyak 50 ml emulsi
2 2
O
c selama 60 menit. Absorban diukur pada setiap 15 menit pada panjang gelombang 470 nm.
Sebagai control digunakan 2 ml etanol untuk menggatikan sampel, sedangkan larutan blanko
diganakan etanol.
2.5. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron
yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke
reaksi yang tidak terkontrol, menghasilkan ikatan dengan DNA, protein, lipida, atau
kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul ini. Radikal
bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif,
yakni kanker, aterosklerosis, jantung koroner, katarak, dan penyakit degeneratif lainnya
(Silalahi, 2006).
Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung
sepanjang hidup. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara
lain adalah golongan hidroksil (OH-), superoksida (O- ), nitrogen monooksida (NO),
peroksidal (RO- ), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl), hydrogen
peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006)
2.6. DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil )
Pada tahun 1922, ditemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH,
yang sekarang digunakan sebagai reagen kolorimetri. DPPH sangat berguna dalam
berbagai penyelidikan seperti inhibisi atau radikal polimerisasi kimia, penentuan sifat
antioksidan amina, fenol atau senyawa alami (vitamin, ekstrak tumbuh-tumbuhan,
obat-obatan). DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO4 dan bentuk tereduksinya berwarna
oranye-kuning.
2,2-diphenyl-bebas yang stabil. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik pada suhu -20°C DPPH
mempunyai berat molekul 394.32 dengan rumus molekul C18H12N5O6, larut dalam air dan
rumus molekul pada gambar 2.6 (Molyneux, 2004).
Gambar 2.4. Rumus Bangun DPPH
DPPH merupakan suatu radikal bebas yang stabil kerena mekanisme delokalisasi
elektron bebas oleh molekulnya, sehingga molekul ini tidak mengalami reaksi dimerisasi
yang sering terjadi pada sebagian besar radikal bebas lainnya. Delokalisasi juga memberikan
efek warna ungu yang dalam pada panjang gelombang 515 nm dalam pelarut etanol. Zat ini
berperan sebagai penangkap elektron atau penangkap radikal hidrogen bebas. Hasilnya
adalah molekul yang bersifat stabil. Jika suatu senyawa antioksidan direaksikan dengan zat
ini maka senyawa antioksidan tersebut akan menetralkan radikal bebas dari DPPH (Bintang,
2010).
Aktivitas antioksidan dilakukan dengan inkubasi DPPH dengan antioksidan selama 30
menit sehingga menghasilkan larutan ungu yang lebih memudar kemudian dilakukan
pengukuran panjang gelombang pada 515 nm. Aktivitas antioksidan diperoleh dari nilai
absorbansi yang akan digunakan untuk menghitung persentase inhibic 50% (IC50) yang
menyatakan konsentrasi senyawa antioksidan yang menyebabkan 50% dari DPPH kehilangan
karakter radikal bebasnya. Semakin tinggi kadar senyawa antioksidan dalam sampel maka
akan semakin rendah nilai IC50. Hasil yang dituliskan berupa IC50, yang merupakan suatu
konsentrasi sampel antioksidan yang diuji mampu melakukan peredaman 50% terhadap