• Tidak ada hasil yang ditemukan

BOOK Mediamorfosa Mazdalifah, Yovita SS Model Pemberdayaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BOOK Mediamorfosa Mazdalifah, Yovita SS Model Pemberdayaan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Berbasis Komunitas

Dra. Mazdalifah, M.Si., Ph.D ; Yovita Sabarina Sitepu, S.Sos., M.Si

Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

mazdalifahjalil03@gmail.com

v1ta711@yahoo.com

Pendahuluan

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk mengembangkan kelompok sasaran dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat, agar masyarakatnya mencapai kehidupan yang lebih baik. Beberapa kasus upaya pemberdayaan memerlukan dukungan pihak luar, seperti: organisasi masyarakat, LSM/NGO dan lain sebagainya. Upaya pemberdayaan perempuan dalam berbagai aktiitas amat penting. Demikian dalam kegiatan literasi media, dimana perempuan diharapkan mampu menggunakan media dengan cerdas.

Pemberdayaan erat kaitannya dengan literasi media, karena literasi media tujuannya adalah menciptakan masyarakat cerdas media. Upaya mencerdaskan masyarakat tersebut dilakukan melalui pelatihan, penyuluhan, diskusi, talk show, dan lain sebagainya. Pengamatan menunjukkan upaya pemberdayaan masyarakat dalam literasi media belum banyak dilakukan. Sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa media membawa berkah, karena mampu memberikan informasi dan menghibur. Masyarakat banyak yang belum sadar, bahwa media hadir dengan seperangkat nilai, baik dan buruk, dimana , nilai ini akan mempengaruhi pandangan, sikap dan perilaku orang.

(2)

(line, whatsapp/wa, dan sebagainya), jejaring sosial (instagram, facebook/b, dan sebagainya), email, pencarian informasi (google), game online, dan sebagainya. Masyarakat memanfaatkannya sebagai tempat untuk mendapatkan dan menyebarkan informasi. Informasi menjadi mudah dicari dan disebar melalui media internet. Selain memberi manfaat, internet dapat pula mendatangkan kerugian. Masyarakat dapat mengakses konten negatif seperti: kekerasan dan pornograi, dan lain sebagainya. Kehadiran smartphone semakin mempermudah masyarakat dalam mengakses konten-konten ini.

Fenomena demikian, jika dibiarkan terus menerus akan mendatangkan sejumlah masalah. Misalnya: muatan kekerasan dan pornograi, pengaruh addict (ketagihan) dalam menggunakan media. Demikianpula peristiwa traicking atau cyber bullying seringkali menghiasi surat kabar dan menimpa sejumlah perempuan khususnya remaja putri. Kasus penculikan yang terjadii pada diri remaja putri, dimulai dengan kontak yang terjadi pada media sosial. Mereka tidak menyadari bahwa mengekspos segala jati diri dengan terbuka di media sosial, berpotensi besar untuk mengalami penculikan dan diperjual belikan yang dikenal dengan istilah traicking. Kegiatan cyber bullying

juga marak dilakukan oleh kalangan perempuan khususnya remaja putri. Mereka banyak mengunggah pesan atau gambar yang dimaksudkan untuk menyakiti orang atau memaksa mereka untuk melakukan sesuatu yang tidak mereka inginkan. Termasuk mengunggah itnah, pesan menyakitkan, atau proil tentang seseorang.

Di samping itu, pengalaman online dapat memperluas dan menjerumuskan seseorang untuk mengabaikan dunia nyata. Ketika seseorang sampai pada tahap ekstrim menggunakan internet, maka orang tersebut tergolong kecanduan internet. Hal ini bisa terjadi pula pada diri perempuan. Seorang ibu yang baik dalam mengurus pekerjaan dan rumah tangga , berprestasi cemerlang dan mudah bergaul dapat berbalik 180 derajat karena melihat pengalaman onlinenya sebagai bagian sejati dalam hidupnya.

Hal terbaru dan masih hangat dibicarakan adalahnya maraknya

game online pokemon go yang melanda dunia termasuk Indonesia.

(3)

dengan dunia nyata. Saat seseorang terpaku dengan layar gawai dengan gambaran pokemon didalamnya kesadaran akan sekeliling seakan hilang. Resiko tabrakan, menerobos properti orang lain, ataupun melanggar wilayah yang dinilai suci atau sakralpun menjadi tinggi. Prof. Heru Nugroho guru besar Universitas Gajah Mada melihat fenomena

pokemon go ini sebagai masuknya hiburan ke ruang personal melalui gawai. Masyarakat kini bisa mengubah mode bekerja hanya dengan jentikan jari di layar sentuh ponsel pintar. Heru menilai pemerintah semestinya mencerdaskan masyarakat, membuat masyarakat kritis dan mampu belajar dari bahaya permainan seperti kecelakaan, tidak bisa bekerja dan lainnya. (Kompas, 23 Juli 2016).

Upaya untuk mencerdaskan masyarakat dan membuat masyarakat kritis terhadap media khususnya internet dikenal dengan literasi media atau melek media. Melek media adalah kemampuan khalayak dalam memahami, mengevaluasi, memilih dan memroduksi pesan-pesan media. Istilah ini sering disalah artikan dengan pendidikan media (media education), karena melek media tidak hanya menitikberatkan kepada pengetahuan tentang fungsi media saja, melainkan berkenaan juga dengan melindungi khalayak dari pengaruh buruk pesan media.

Fenomena perkembangan internet yang pesat, dan munculnya beberapa kasus buruk tentang penggunaan internet telah mendorong tim penelitian ini untuk melakukan kajian tentang melek media (media literacy) pada komunitas perempuan khususnya kepada komunitas perempuan yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan Aisiah Muhammadiah yang ada di tiga kota Medan, Pematang Siantar, dan Sibolga.

Lokasi ini dipilih berdasarkan pengamatan bahwa organisasi kemasyarakatan Aisiah Muhammadiah sangat aktif dalam berbagai kegiatan sosial di masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan keagamaan. Selain itu komunitas perempuan Aisiah Muhammadiah menggunakan internet (media sosial) dalam aktiitas sehari-harinya.

(4)

dapat diterapkan kepada komunitas perempuan lainnya. Agar perempuan bukan hanya sebagai obyek dalam memanfaatkan internet (media sosial), namun mereka mampu memahami, mengevaluasi, memilih dan bahkan diharapkan mampu memproduksi pesan di media sosial dengan baik.

Kajian Teori

Penelitian tentang literasi media khususnya pemberdayaan perempuan melalui literasi media telah dilakukan di berbagai wilayah Indonesia. Penelitian berfokus pada pendidikan literasi media kepada perempuan yang berada di pedesaan, perempuan yang tergabung dalam komunitas PKK, dan komunitas perempuan yang memiliki usaha. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan: a. Increase Rural Women’s People in Development oleh Ilham Gemiharto b. Perempuan dan Literasi Media oleh Liliek Budiastuti dan Samudi c. Literasi Digital pada Perempuan Pelaku Usaha oleh Dhyah Ayu

Retno Widyastuti, Ranggabumi Nuswantoro, homas Adi Purnomo Sidhi

Perempuan adalah salah satu target sasaran dalam pemberdayaan masyarakat. Perempuan merupakan sebuah potensi yang bisa dimanfaatkan dalam pembangunan. Penelitian Hastuti dan Dyah Respati menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok yang difasilitasi oleh ketua yang diambil dari masyarakat melalui kesepakatan bersama. Selain itu dilakukan upaya meningkatkan kemampuan dan melibatkan perempuan untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan sumber daya pedesaan. Penelitian Siti Rahma memperlihatkan bahwasanya model pemberdayaan ekonomi perempuan grassroot dilakukan dengan melakukan model pendampingan semi langsung yang berbasis keagamaan. Sementara penelitian Siti Marwanti dan Ismi Dwi Astuti mengajukan model pemberdayaan Pro Poor Capacity Improvment

(PCIM).

(5)

dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungan. Selanjutnya Shardlow menambahkan bahwa pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

Perkembangan yang pesat ini karena munculnya media internet. Hasil survei data statistika Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2016 menyatakan bahwa ada 132,7 juta pengguna internet dimana 82,2 juta (62%) berprofesi sebagai wirausaha dan 22 juta (16,6%) adalah ibu rumah tangga. Selain jumlah pengguna internet, APJII menyebutkan bahwa konten yang paling banyak dikunjungi adalah online shop dengan 82,2 juta (62%) , selanjutnya sosial media menjadi perhatian para pengguna internet, facebook yang diakses sebanyak 71,6 juta (54%) pengguna dan Instagram dengan 19,9 juta (15%) yang mengakses jenis sosial media ini. Banyak media yang digunakan para pengguna untuk mengakses internet, salah satu yang terbanyak adalah para pengguna mobil smartphone dengan 63,1 juta (47,6%) orang.

Fenomena Digital Native yang terus meningkat dari tahun ke tahun merupakan hal yang tidaki bisa dipungkiri keberadaannya. Pengakses internet yang didominasi oleh perempuan berjumlah 51%. Media sosial menjadi perhatian, mengingat banyak anggota masyarakat khususnya perempuan mengakses media sosial ini. Facebook, Twitter, Instagram adalah beberapa jenis media sosial yang paling sering diakses khususnya kalangan perempuan. Pengguna media sosial bisa menyampaikan apa saja yang dialami dan dirasakannya. Beberapa pengertian media sosial menurut para ahli , yaitu :

a. Menurut Van Dijk (2013) media sosial adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktiitas maupun berkolaborasi. Karena itu, media dapat dilihat sebagai medium ( fasilitator ) on line yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai ikatan sosial.

(6)

diantara individu (to be shared one to one). Dan media publik untuk berbagi kepada siapa sanpa ada kekhususan individu.

Media sosial memiliki karakter jaringan sosial atau jejaring sosial. Carla Mooney dalam bukunya “Online Social Marketing” mengutarakan beberapa alasan yang mendukung boomingnya media sosial atau jejaring social, antara lain:

a. Jejaring sosial menyediakan seperangkat alat untuk mengekspresikan diri mereka. Sisi positif: teknologi ini bisa menjadi media untuk mengembangkan potensinya seperti, menulis dan bermain musik b. Jejaring sosial menyediakan umpan balik yang cepat (instant

feedback).

c. Jejaring sosial memberikan cara untuk terhubung dengan teman-teman dalam jumlah besar dalam waktu singkat.

d. Jejaring sosial menyediakan lingkungan untuk berkesperimen dengan identitasnya, mereka menciptakan proil mereka berdasarkan bagamana melihat dirinya saat itu.

e. Jejaring sosial memberikan kesempatan bergaul dengan peer dari latar belakang budaya yang berbeda sambil mengembangkan ketertarikan dan hobi mereka. (YPMA, 2011).

Empat pengaruh negatif (buruk) yang perlu diwaspadai yang berpotensi merusak, yaitu: Kecanduan internet (internet addiction),

penggunaan internet yang berlebihan sehingga mengabaikan kegiatan sehari-hari. Online sexuality contohnya mengakses situs porno. Cyberbullying menggunakan internet untuk menyakiti atau memaksa sesuai dengan keinginan mereka. Masalah privasi, kesulitan membedakan dunia nyata dan mana dunia online, sehingga memicu perilaku yang membahayakan dari sudut pandang privasi. Kurangnya kemampuan dalam memilih dan memilah informasi yang diunggah ke internet. Kondisi ini bisa menjadi bumerang bagi perempuan itu sendiri, contohnya peristiwa traicking.

(7)

dimana lewat smartphone proses mengakses menjadi lebih mudah dan cepat. Literasi media mempunyai elemen penting, Silverblat (dalam Tamburaka, 2013) mengemukakan hal berikut:

a. Kesadaran akan dampak media pada individu dan masyarakat b. Pemahaman atas proses komunikasi massa

c. Pengembangan strategi untuk menganalisis dan mendiskusikan peran media

d. Kesadaran atas konten media sebagai sebuah teks yang memberikan pemahaman kepada budaya kita dan diri sendiri

e. Pemahaman kesenangan, pemahaman dan apresiasi yang ditingkatkan konten media.

Literasi media bukan sebuah kegiatan yang baru di Indonesia, tetapi juga bukan kegiatan yang populer. Berdasarkan hasil kajian dari tim PKMBP (Pusat Kajian Media Budaya Populer). Literasi media membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menanamkan pentingnya literasi media internet. Hal pertama melakukan need assesment bagi pihak pengelola program, yaitu dengan melakukan penelitian. Proses ini dilalui untuk memberi konteks bagi program yang akan dikerjakan. Beberapa hal yang diperoleh dari proses penelitian need assesment

adalah siapa sasaran program, bagaimana kriterianya, sejauh mana tingkat literasi media yang sudah dimiliki, sejauh mana kebutuhan akan literasi media. Pasca penelitian need assesment dilakukan tujuan pendidikan literasi media. Tujuan pendidikan biasanya untuk mencapai kemampuan kognisi, afeksi, dan psikomotor, dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Metode ceramah, seminar, diskusi, pelatihan dan dongeng diterapkan untuk mencapai tujuan kognisi. Tujuan afeksi dicapai dengan menghadapkan khalayak pada permasalahan yang dihadapi mereka. Tujuan psikomotorik dicapai dengan sebuah aksi yang melibatkan sasaran (Rianto, Ed, 2013).

(8)

perempuan mempunyai kebutuhan dan permasalahan yang khusus pula. Oleh sebab itu perlu tim peneliti berupaya untuk menemukannya dalam penelitian ini dan berupaya menghasilkan model pemberdayaan literasi media berbasis komunitas perempuan yang tepat.

Metode

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif yang digunakan disini berusaha melihat pemberdayaan literasi media berbasis komunitas yaitu komunitas perempuan. Agar sisi penggunaan, pengetahuan dan ketrampilan dalam memanfaatkan internet khususnya media sosial dapat diamati secara mendalam maka dilakukan dengan metode kualitatif yaitu dengan cara wawancara mendalam (depth interview)

a. Informan Penelitian

Subyek penelitian ini adalah perempuan yang tergabung dalam komunitas organisasi sosial kemasyarakatan Aisiah Muhammadiah di kota Medan, Pematang Siantar dan Sibolga. Informan kunci dalam penelitian ini pengurus komunitas organisasi kemasyarakatan ‘Aisyiah Muhammadiyah di tiga kota tersebut.

b. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah wawncara mendalam. Peneliti akan melakukan wawancara mendalam kepada informan kunci. Mereka adalah pengurus aktif Aisiah Medan, Pematang Siantar dan Sibolga tahun 2017.

c. Analisis Data

Miles & Huberman (dalam Sugiono, 2009: 337) mengemukakan bahwa aktivitas analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan cara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas hingga datanya jenuh. Adapun aktivitas analisis data yang dimaksud adalah:

• Reduksi Data

(9)

• Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.

• Penarikan Kesimpulan

Ini merupakan proses akhir dalam menganlisis data. Setelah seluruh rangkaian pengolahan data yang dilakukan secara berturut maka rangkaian terakhir adalah menarik kesimpulan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

a. Gambaran Informan

Informan penelitian ini adalah perempuan yang bergabung dalam kepengurusan organisasi Aisyiyah Muhammadiyah. Informan pertama adalah ibu J, usia 56 tahun dan bekerja sebagai PNS di Dinas Kesehatan Medan. Jabatan dalam organisasi sebagai Ketua Ranting Melati dan sudah 7 tahun bergabung dengan Aisyiyah Kota Medan. Pendidikan terakhir adalah SMA. Sementara itu informan kedua sorang ibu dengan inisial HH, berusia 53 tahun , bekerja sebagai seorang guru SMP swasta di kota Pematang Siantar. Jabatan ibu HH dalam ortganisasi adalah sekretaris PDA Pematang Siantar. Tingkat pendidikan HH adalah sarjana dan telah bergabung dengan Aisiah kota Pematang Siantar selama 17 tahun. Informan ketiga adalah seorang ibu berinisial NB. Beliau berusia 60 tahun. Jenjang pendidikan yang dijalani adalah D2. Jabatan beliau di organisasi sebagai ketua Daerah Sibolga , dan sduah 27 tahun bergabung dengan Aisiah kota Sibolga.

b. Penggunaan Internet Khususnya Media Sosial

Hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa pola menggunakan internet tidaklah begitu banyak, baik dari sisi waktu dan sisi muatan yang diakses. Mereka menggunakan internet khususnya media sosial melalui smartphone dan memiliki akun: email, facebook, line, Whatsapp, youtube, instagram dan sebagainya. Informan awal mempunyai

email sebagaii media mengirim dan menerima kabar namun sejak muncul

(10)

Saat ini email jarang digunakan sebagai media bertukar informasi. Paling banyak memanfaatkan facebook dan Whatsapp dengan grup dari kantor, keluarga dan teman. Informan yang paling aktif memanfaatkan internet khususnya media sosial adalah J dan HH. Informan mengatakan:

“kalau grup WA sama alumni SMP ada grupnya, alumni SMP 1 Sibolga, sama kawan-kawan dekat Aisiah, kawan-kawan dekat kantor, kalo kawan-kawan SMA gak ada pula grup alumninya. Jadi cuman yang SMP di Sibolga itu saja yang heboh. Saya juga punya b untuk menjalin silaturrahim dengan kawan kantor, kawan-kawan sekolah, kawan-kawan-kawan-kawan Aisiah, kalo saya yang penting lihat fotonya, saya tau orangnya, saya add aja.”

Informan HH juga cukup aktif dalam menggunakan internet khususnya media sosial. HH sebagai seorang guru SMP dan sekretaris PDA kota Pematang Siantar sering memanfatkan internet untuk melihat

blog, youtube, dan media sosial. HH lebih condong menggunakan

facebook dan Whatsapp dengan alasan:

“mempermudah kerja, kebetulan saya kerja jadi info selalu saya dapat dari internet, ada kerjaan dari kantor disuruh buat begini-begini dan saya sudah ada komunitasnya di WA dan FB jadi informasi itu cepat saya dapat. Kalau di grup komunitas paling cuma sekedar kasih info kapan rapat dan kapan pertemuan.”

Sementara itu informan NB baru memanfaatkan internet dan media sosial setahun belakangan ini. Alasan beliau menngunakannya karena:

“banyak jugalah perlunya memang, keluarga juga. Untuk menengok langsung cucu, keluarga, ini belajar-belajar, kalau nanti di organisasi membutuhkan ya..belajar. Pemanfaatan FB dan WA untuk keperluan keluarga dan organisasi. Misalnya di FB: membilangkan waktu saya di Jakarta. Jadi membilangkan sama keluarga di Sibolga, membilangkan mau berangkat gitu..kalau organisasi bilang ini sudah dibandara mau berangkat lagi.”

c. Pengetahuan tentang Internet Khususnya Media Sosial

(11)

“bermanfatlah untuk anak saya, nanti bisa tahu informasi tentang pekerjaan dan tugas dikampus. Kalau untuk ibu-ibu bagus juga untuk sharing-sharing kadang kita lihat foto dia ada dimana gitu.”

Informan HH menambahkan:

“semua itu bergantung bagaimana kita menggunakannya, ada positif negatifnya. Positifnya dapat mempermudah hubungan kalau ada kepentingan: misalnya ada data bisa dikirim melalui chat dan kemudian satu lagi banyak tulisan-tulisan bermanfat bisa kita baca. Kita juga tidak ketinggalan masalah pekerjaan jadi kita cepat aksesnya gampanglah.”

Hal ini senada dengan informan NB:

“internet itu ada positif ada negatifnya. Positifnya banyak ilmu yang bisa kita cari. misalnya informasi mengenai ilmu agama, untuk anak-anak ada permainan-permainan yang menambah ilmu, ada pelajaran bahasa arab, bahasa Inggris . banyak sedikitnya udah bisalah pintar cucu kita ini. Untuk perempuan di Aisiah Sibolga sudah nampaklah menggunakan FB untuk menerima dan berbagi informasi.”

Pengetahuan informan tentang internet khususnya media sosial menunjukkan bahwa media ini dapat memberi pengaruh negatif. Salah satunya adalah urusan pribadi (rumah tangga) menjadi terbuka dibicarakan di media sosial. Seperti yang dinyatakan oleh informan J:

“negatifnya kita gak suka urusan rumah tangga dibikinnya disitu, lagi bete, marah-marah disitu. Kita kan beragama , pas kami ceramah di Aisiah daerah ustadnya pernah bilang haram up load- up load foto-foto itu apalagi yang mengumbar aib kita. Kalau sama anak-anak saya lihat soal pemakaiannya, main hape sampai malam-malam. Saya punya keponakan asik main hape saja sampe saya marahi, itu ajalah Tuhanmu itu. Bolak balik saya marahi. Saya bilang : ngaji kau jangan itu saja kau kerjakan.“

Menurut informan J pemakaian media sosial secukupnya saja kalau lagi santai. Pengaruh negatif internet khususnya media sosial ditanggapi oleh informan HH yang menyatakan adanya fenomena

selie di kalangan tua:

“kalau dulu yang muda-muda yang senang main internet apalagi

(12)

Sementara informan NB menyoroti tentang muatan pornograi di internet yang berbahaya khususnya untuk anak-anak. Ia mengatakan:

“iklan-iklan porno itu sering kali terdapat dan berpengaruh kepada kelakuannya, seksualnya. Takutlah kita bagaimana nanti anak cucu kita kalau melihat itu terus. Bagi kalangan perempuan dikhawatirkan tidak bisa mengambil ilmu yang ada di internet. Langsung saja dipakainya tanpa diseleksinya.”

Menanggapi maraknya hoax dan hate speech akhir-akhir ini para informan menyatakan bahwa harus berhati-hati menghadapinya. Informan NB mengatakan:

“sebagai pimpinan saya menyampaikan kepada anggota, apapun yang kita terima dari manapun baik dari media internet darimana saja, itu harus diseleksi dulu. Jangan langsung menerima. Apalagi mengenai agama, pergaulan haruslah diseleksi. Waktu ada pertemuan di organisasi atau pengajian harusnya berbincang-bincang dan tanya: eh saya nengok begini-begini loh di internet. Jadi gimana ini sebetulnya? benar apa enggak?.”

Informan J menambahkan:

“ya..kalo kita hoax itu gak bagus juga, itu kan menjelek-jelekan orang lain, nah itu lah dulu, ya menurut saya memang nggak bagus itu itu kan namanya berita bohong, terlebih lagi ada konlik antar agama.”

Soal hate speech juga ditanggapi olehnya:

“ya..gak bagus lah..masa kayak gitu, di FB itu kan semua orang lihat, kalo ada yang marah-marah saya baca saja, gak saya komentarin atau kalo baca berita-berita di Babe, Detik.com , saya baca aja gak komentar.”

Sementara itu informan HH menanggapi:

“berita hoax yang diterima udah ibu baca saja udahlah. Kalau berita-berita yang gak jelas ibu sudah sampai disitu aja, nggak ikut ibu share lagi. Hate speech juga gak baguslah, kalau saya sendiri nggak akan ditanggapi.”

d. Keterampilan dalam Mengemas Pesan di Internet Khususnya Media Sosial

(13)

sosial. Kemampuan dalam mengemas pesan meliputi kemampuan menyusun dalam mengirim dan menerima pesan, serta kemampuan menanggapi konlik atau perdebatan di media sosial. Hasil wawancara mendalam dengan tiga informan menunjukkan bahwa informan tidak membalas langsung pesan yang mereka terima, melainkan membaca dan berusaha memahaminya sebaik mungkin. Hal ini dimaksudkan supaya jelas apa maksudnya. Seperti yang dilakukan oleh informan HH:

“kalau menerima pesan dibaca dululah tapi kita tengok juga tergantung pesan apa yang masuk. Kalau sekedar pemberitahuan ya..dibaca aja. Kalau mau membalasnya dipikirin dulu . saya suka susun kata-katanya biar jelas dan pesannya nyampai maksudnya.”

Sementara itu informan J menyatakan:

“di media sosial gak macem-macem cuma say hello saja. Paling kasih komen oh..sudah tua sekarang ya…saat ada teman yang pasang foto cucunya atau oh..sudah kakek-kakek yaa…kadang cuma begitu gak rumit-rumit.” Kalau pesan di grup WA kadang suka rame..biasanya kalau lagi tenang baru dibaca di kamar sambil pakai kacamata. Kadang-kadang kalau pesannya sudah terlalu banyak dilewatkan saja. Kalau ada kawan yang bilang “coba lihat WA “ baru saya cek..ada apa rupanya. Kadang-kadang saya suka terlambat bacanya dan jarang di komen. Kalau ada konlik atau perdebatan biasanya mencoba memberi nasihat, misalnya kepada adik sepupu yang membuat status marah-marah di FB saya bilang “ itu aib kau “ atau “ ingat orang tua “ dan dibalasnya “ oh..iya kak.”

Informan NB tidak aktif dalam membalas dan menerima pesan di media sosial, karena merasa masih baru dan belum terampil dalam menggunakannya jadi lebih bersifat mengamati saja. Paling hanya kepada keluarga saja ia membalas dengan kalimat seadanya.

e. Pembahasan

(14)

Facebook (Fb) dan Whatsapp (Wa) menjadi pilihan mengingat penggunaannya lebih mudah dibandingkan twitter dan instagram. Jika dikaitkan dengan usia informan yang rata-rata berusia 50 tahun ke atas Wa dan Fb pantas menjadi pilihan mereka, karena usia yang memasuki senja biasanya enggan untuk mempelajari penggunaan media sosial yang rumit dan cenderung untuk memanfaatkan media yang mudah. Karakter Twitter yang terbatas pesannya diduga membuat informan kesulitan dalam merumuskan pesan yang singkat. Usia menuju senja lebih menginginkan pesan yang lebih panjang karena keinginan bersosialisasi dan bertukar kabar cenderung tinggi. Media sosial

instagram juga tidak menjadi pilihan utama bagi informan, mengingat media ini lebih menonjolkan gambar pribadi. Kecenderungan untuk menunjukkan siapa diri atau sering disebut “narsis“ lebih banyak didominasi oleh kaum muda. Informan yang tergolong pada usia matang menuju senja, sudah berkurang rasa menunjukkan keakuannya.

Media Sosial Fb dan Wa umumnya dimanfaatkan oleh informan untuk keperluan keluarga, teman, pekerjaan dan organisasi. Informan memanfaatkannya sebagai ajang untuk menjalin ikatan hubungan sebagai anggota keluarga, teman dan pekerjaan. Fenomena yang unik adalah terbentuknya grup Wa pada teman-teman SD, SMP, SMA maupun kuliah. Grup media sosial berdasarkan masa pendidikan banyak sekali dibentuk untuk menjalin hubungan yang sudah lama terputus. Grup ini biasanya sebagai wadah melepas rindu dan mengenang masa lalu. Menurut Van Dijk, media sosial adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktiitas maupun berkolaborasi. Media disini sebagai medium (fasilitator) on line yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai ikatan sosial. Hal ini dikuatkan kembali oleh Meike dan Young bahwa media sosial berarti saling berbagi diantara individu (to be shared one to one).

(15)

teman-teman di pekerjaan dan organisasi serta teman-teman-teman-teman di masa duduk di bangku pendidikan. Khusus untuk jaringan kerja Aisiah, penelitian menemukan bahwa grup Wa membantu menyebarluaskan informasi ke antar jaringan di Aisiah. Organisasi ini memiliki ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara, ketua majelis dan ketua lembaga kebudayaan yang berjumlah 17 orang. Semua anggota yang berjumlah 17 orang harus selalu berkoordinasi agar kegiatan organisasi berjalan lancar.

Informan mengetahui pengaruh positif dan negatif dari internet. Hal positif adalah informan dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi tentang berbagai hal utamanya tentang agama dan pengetahuan untuk pelajaran dan tugas sekolah anak-anaknya. Selain itu melalui media sosial informan mengetahui kabar terkini dari keluarga, teman dalam pekerjaan , organisasi dan teman di masa sekolah.

Sementara itu, pengaruh negatif dari internet antara lain: penggunaan yang berlebihan pada anak-anak, dan muatan pornograi yang sering muncul saat mengakses berita di internet. Temuan ini sejalan dengan beberapa pendapat yang menyatakan bahwa penggunaan internet yang berlebihan dapat mengabaikan kegiatan sehari-hari. Banyaknya informasi yang dapat diakses melalui internet membuat penggunanya bisa ketagihan dan membuat lupa. Banyaknya muatan dan ragam berita ( Babe, Detik.com ) dan hiburan ( youtube lagu, wisata ) yang disediakan dengan mudah dapat diakses. Pengguna menjadi semakin asik dan terdorong untuk melihat muatan-muatan lainnya. Selain itu muatan pornograi dengan mudah dapat diakses di internet tanpa batas. Situs-situs yang menyediakan konten pornograi berulangkali dituutup dan dibatasi aksesnya, namun situs-situs ini tetap saja muncul,

(16)

lagi, sama baca-baca aja, atau nanti ada yang ulang tahun, dikasih selamat, gitu aja.”

Keterampilan dalam mengemas pesan media sosial yang ditemui pada informan penelitian termasuk ke dalam kompetensi mengevaluasi dan memproduksi pesan media massa. Informan penelitian berusaha menganalisis pesan-pesan yang mereka terima sebelum menjawabnya. Artinya dalam hal ini informan dapat disebut sebagai khalayak yang berdaya yang memiliki kompetensi literasi media, setidaknya mereka telah menunjukkan kemampuan dalam menganalisis dan mengevaluasi pesan yang diterima melalui WA dan FB. Demikianpula saat membalas pesan mereka memikirkan dengan matang kira-kira apa yang ditulisnya. Khusus saat terjadi perdebatan tentang satu masalah, kebanyakan informan lebih menyukai untuk tidak berkomentar. Hal ini dianggap sebagai sikap yang paling aman, menunjukkan tidak berpihak kepada pihak manapun alias netral. Isu Ahok dan masalah keluarga merupakan isu yang menjadi konlik dan perdebatan di grup Wa dan Fb.

Berdasarkan penggunaan, pengetahuan dan ketrampilan mengemas pesan dari para informan kita dapat menyusun sebuah model pemberdayaan yang tepat. Hasil wawancara mendalam telah menunjukkan bahwa dua informan (J dan HH) telah memanfaatkan dan mempunyai pengetahuan dan ketterampilan mengemas pesan cukup baik. Hanya pada informan NB belum maksimal. Faktor usia menurut peneliti cukup berperan, semakin berumur usia informan pemanfaatan, pengetahuan dan ketrampilan mengemas pesan semakin menurun. Temuan penelitian ini menjadi dasar dalam memberdayakan perempuan Aisiah dalam berinteraksi dengan media internet khususnya media sosial. Oleh sebab itu perlu usaha pemberdayaan yang maksimal di masa yang akan datang.

Pemberdayaan literasi media dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal diantaranya dengan meihat kebutuhan dan karakteristik dari masyarakatat yang akan diberdayakan. Pemberdayaan literasi media dapat dilakukan melalui kegiatan talk show, seminar, diskusi, pelatihan dan sebagainya. Apabila pemberdayaan dilakukan dalam jangka panjang dan berkesinambungan maka diperlukan sebuah model pemberdayaan yang lengkap. Sebuah model dirancang dengan baik agar hasilnya menjadi efektif. Artinya merumuskan model menjadi penting dan berguna bagi pemberdayaan literasi media berbasis komunitas.

(17)

Aisiah ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan model pendidikan literasi media di Indonesia. Ada enam indikator yang dapat digunakan untuk menilai sebuah model literasi media yaitu: metode, relevansi, kontinuitas, tujuan edukasi, aktor, dan keberlanjutan. Model pemberdayaan Literasi Media pada komunitas perempuan Aisiah adalah sebagai berikut :

Gambar 1

Model Pemberdayaan Literasi Media Internet Berbasis Komunitas Perempuan

Penutup

(18)

Datar Pustaka

Buku

Biagi, Shirley. (2010). Media/Impact Pengantar Media Massa. Jakarta: Salemba Humanika.

Hastuti Nur Rochimah, Tri., & Junaedi, Fajar. (2013). Media Parenting: Panduan Memilih Media Bagi Anak di Era Informasi. Yogyakarta: Buku Litera.

Iriantara, Yosal. ( 2009 ). Literasi media. Apa, Mengapa, Bagaimana. Bandung : Simbiosa Rekatama Media

Subandi Ibrahim, Idi., & Ali Ahmad, Bachruddin. (2014). Komunikasi dan Komodiikasi Mengkaji Media dan Budaya dalam Dinamika Globalisasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Sugiyono.(2009). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Tamburaka, Apriadi. (2013). Literasi Media Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa. Jakarta: Raja Graindo Persada.

Tim Kajian YPMA. (2011). Memahami Interaksi Remaja dengan Internet. Jakarta: Yayasan Pengembangan Media Anak.

Tim Peneliti PKMBP. (2013). Model-Model Gerakan Literasi Media dan Pemantauan Media di Indonesia. Yogyakarta: PKMB dan Yayasan TIFA.

Yolanda, Eninta. (2015). Peran Facebook dan Instagram Komunitas Backpacker Medan dalam Mendukung Pariwisata di Sumatera Utara, Medan: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. (Tesis)

Surat Kabar

Harian Kompas, Panas Dingin Pokemon, 23 Juli 2016.

Situs Internet

http://kominfo.go.id/berita_satker, Pengguna internet di Indonesia capai 82 Juta.

Gambar

Gambar 1Model Pemberdayaan Literasi Media Internet Berbasis Komunitas Perempuan

Referensi

Dokumen terkait

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Salah satu pendorong utama Optik XYZ meluncurkan layanan vision care adalah untuk merespon adanya gangguan penglihatan binokuler terutama yang terjadi pada anak- anak

Oleh karena itu penulis merumuskan permasalahan yang akan diteliti di Purwa Caraka Music Studio (PCMS) sebagai berikut : bagaimanakah harapan peserta kursus vokal PCMS dan

Dalam bukunya yang berjudul Mendesain Logo (Surianto Rustan,2009;-6) menyebutkan bahwa brand pada dasarnya adalah perpaduan antara seni dan sains untuk menyampaikan sebuah

Berdasarkan pengertian diatas hematnya penulis menarik benang merahnya bahwa perpustakaan konvensional adalah suatu konsep ‘dunia teks’ yaitu pada perpustakaan

Penciptaan lingkungan kerja bagi karyawan di Kantor Camat dalam meningkatkan produktivitas dan gairah semangat kerja karyawan memang tidak mudah.Kantor Camat perlu

a) Nilai dari success call rate pada jarak 3 meter rata-rata 90% dan pada jarak 10 meter mempunyai niai rata-rata 87,5% per 20 panggilan. b) Nilai jitter yang terdapat