BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Kepustakaan yang Relevan
Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa buku sebagai acuan kajian pustaka, penulis merujuk pada beberapa buku yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun buku yang saya gunakan sebagai bahan rujukan adalah sebagai berikut.
“Morfologi dan Sintaksis Bahasa Melayu Riau” (Hasan dkk 1983), dalam
buku ini penulis mengkaji tentang bahasa Melayu Riau dari sudut Morfologi. Menurut Hasan morfologi merupakan ilmu bahasa yang berada di antara fonologi dan sintaksis, oleh karena itu beliau mengkaji bahasa Melayu Riau dari sudut Morfosintaksisnya yaitu kajian antara morfologi dan sintaksis.
Kemudian Ruslan dkk (1985) dalam bukunya yang berjudul “Struktur
Bahasa Lampung” membicarakan tentang bahasa Lampung dari segi struktur
bahasanya yaitu fonologi, morfologi dan sintaksisnya.
Tamiang secara terperinci sehingga mudah dipahami baik oleh penulis sendiri dan pembaca nantinya tanpa terpecah pada fokus kajian yang lainnya.
2.2.Landasan Teori
Landasan teori merupakan hal yang paling mendasar dalam penulisan skripsi. Landasan teori yang digunakan harus sesuai dengan kajian yang ingin ditulis, dengan adanya landasan teori ini, penulis dapat menyelesaikan permasalahan yang telah ditentukan. Dapat kita simpulkan, landasan teori akan membuat pembahasan masalah akan lebih terarah dan akurat. Untuk mengkaji proses morfologi bahasa Melayu Tamiang ini penulis menggunakan landasan teori agar pembahasan nantinya tidak menyimpang dari tujuan penelitian.
Untuk mengkaji proses morfologi bahasa Melayu Tamiang ini, penulis menggunakan buku karangan Ramlan yang diterbitkan pada tahun 1983 dengan judul Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Menurut Ramlan (1983:44) proses morfologi adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Ramlan (1983:45) menyebutkan ada tiga proses morfologi yaitu proses afiks (afiksasi), proses pengulangan (reduplikasi) dan proses pemajemukan (komposisi).
menjadi tiga bagian yaitu, pembentukan kata dengan menambahkan morfem afiks pada bentuk dasar, pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar dan pembentukan kata dengan menggabungkan dua atau lebih bentuk dasar (Muslich 2007:35).
2.2.1. Morfem
Sebelum masuk pada tiga pembahasan proses morfologi ada baiknya kita mengetahui bagian-bagian lain pembentuk pada proses morfologi. Bagian pertema pembentuk dalam proses morfologi adalah morfem. Menurut Ramlan (1983:26) morfem adalah satuan gramatik yang paling kecil atau satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya. Ramlan dan Muslich membagi morfem menjadi dua bagian yaitu morfem bebas dan morfem terikat.
A. Morfem Bebas
Menurut Ramlan (1983:24) morfem bebas adalah semua satuan gramatik yang dapat berdiri sendiri dalam tuturan yang biasa. Sementara menurut Muslich (2007:17) morfem bebas adalah bentuk-bentuk yang dapat dipakai secara tersendiri dalam kalimat atau tuturan.
B. Morfem Terikat
2.2.2. Afiks
Menurut Ramlan (1983:48) afiks adalah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Sedangkan menurut Muslich (2007:41) afiks adalah bentuk kebahasaan terikat yang hanya memiliki makna gramatikal yang merupakan unsur langsung suatu kata tetapi bukan merupakan bentuk dasar yang memiliki kesanggupan untuk membentuk kata-kata baru. Afiks yang letaknya berada di depan disebut prefiks. Prefiks selalu melekat di depan pada bentuk dasar seperti meN-, ber-,
di-, ter-, peN- dan seterusnya. Afiks yang letaknya berada di tengah disebut infiks.
Infiks selalu melekat di tengah pada bentuk dasar seperti –el-, -er-, -em-. Dan yang letaknya berada di belakang bentuk dasar disebut sufiks. Sufiks selalu melekat di belakang pada bentuk dasarnya seperti –kan, -an, -i, -nya, -wan dan seterusnya. Selain ketiga bentuk afiks tersebut ada satu lagi afiks yang disebut simulfiks. Afiks ini letaknya terpisah ada yang sebagiannya terletak di muka bentuk dasar dan sebagaiannya terletak di belakang seperti peN-an, pe-an, per-an, ber-an, ke-an dan
se-nya (Ramlan 1983:51)
2.2.3. Morfofonemik
menjadi fonem /y/ sehingga pertemuan morfem meN- dengan morfem sapu menghasilkan kata menyapu. Demikianlah di sini terjadi proses morfofonemik yang berupaperubahan fonem ialah perubahan fonem /s/ pada morfem sapu menjadi /y/.
2.2.4. Proses Pembubuhan Afiks (Afiksasi)
Proses pembubuhan afiks (afiksasi) merupakan salah satu proses morfologi. Proses pembubuhan afiks (afiksasi) adalah proses pembubuhan afiks pada satuan, baik berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks untuk membentuk kata baru. Proses pembubuhan afiks (afiksasi) dapat merubah kelas kata dan fungsi pada kata dasar tergantung pada afiks yang melekatinya. Ramlan (1983:47) menyebutkan proses afiks adalah pembubuhan afiks pada sesuatu satuan baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks untuk membentuk kata. Sedangkan menurut Muslich (2007:38) proses pembubuhan afiks adalah peristiwa pembentukan kata dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar.
Contoh:
Penulis akan mengambil contoh kata raket pada bahasa Melayu Tamiang. me- + potong „memotong‟
di- + potong „dipotong‟
potong + -an „potongan‟
potong + -kan „potongkan‟
pe- + potong + -an „pemotonganan
perubahan arti yang dilambangkannya. Bentuk adalah satuan-satuan yang mengandung arti, baik arti leksis maupun gramatis. Distribusi adalah kesanggupan afiks melekat pada kelas kata/kata dasar. Fungsi adalah kesanggupan afiks merubah kelas kata. Sedangkan nosi adalah arti baru yang ditimbulkan oleh proses afiksasi (setelah melekatnya afiks pada kata dasar). Berikut ini penulis akan menyajikan analisis proses pembubuhan afiks berdasarkan proses morfofonemik yang terjadi pada afiks..
2.2.2. Proses Pengulangan (Reduplikasi)
Proses pengulangan atau reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagian baik dengan variasi fonem maupun tidak (Ramlan 1983:55). Sedangkan menurut Muslich (2007:48) proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. Ramlan membagi proses pengulangan atau reduplikasi menjadi empat. Pertama, pengulangan seluruh. Pengulangan seluruh adalah pengulangan seluruh bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks misalnya buku-buku, rumah-rumah, kuda-kuda, sekali-sekali, jalan-jalan, makan-makan dan sebagainya (Ramlan 1983:60).
pengulangan yang ketiga adalah pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Pada bentuk pengulangan yang ketiga ini bentuk dasar diulang seluruhnya dan dikombinasi dengan proses pembubuhan afiks, maksudnya pengulangan itu terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan juga bersama-sama mendukung satu fungsi (Ramlan 1983:64). Misalnya, sepeda-sepedaan, makan-makanan, rumah-rumahan dan sebagainya. Bentuk pengulangan yang keempat atau yang terakhir adalah bentuk pengulangan dengan perubahan fonem. Kata ulang yang pengulangannya termasuk bagian ini sangat sedikit (Ramlan 1983:66). Sebagai contoh gerak-gerik dibentuk dari bentuk dasar gerak yang diulang selurunya dengan perubahan fonem yaitu dari fonem /a/ menjadi fonem /i/.
2.2.3. Proses Pemajemukan (Komposisi)
Kata majemuk adalah kata yang terdiri atas dua kata sebagai unsurnya. Selain itu, ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya (Ramlan 1983:67). Sedangkan menurut Muslich (2007:57) proses pemajemukan adalah peristiwa bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relative baru. Ramlan menyebutkan ada dua ciri-ciri kata majemuk. Pertama, salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata. Pokok kata adalah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatik dan tidak memiliki sifat bebas yang dapat dijadikan bentuk dasar bagi sesuatu kalimat. Misalnya lomba, renang, jual dan sebagainya.
Satuan gramatik yang unsurnya berupa kata dan pokok kata atau pokok kata keseluruhannya berdasarkan ciri ini merupakan kata majemuk karena, pokok kata adalah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa atau secara gramatik tidak mempunyai sifat bebas sehingga gabungan dengan pokok kata tertentu tidak dapat dipisahkan atau diubah strukturnya. Misalnya kolam renang,
lomba lari, kamar kerja, jam kerja dan sebagainya (Ramlan 1983:69).
Kedua, unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin diubah strukturnya. Misalnya meja makan terlihat sama dengan orang makan keduanya terdiri dari kata nomina dan kata kerja. Namun, jika diteliti dengan seksama satuan itu berbeda. Perhatikan pada kata orang makan, kata orang dapat diikuti oleh kata itu misalnya menjadi orang itu makan begitu juga kata makan dapat didahului kata
sedang, sudah atau akan menjadi orang itu sedang makan, orang itu sudah makan,
orang itu akan makan, dengan kata lain unsur-unsur dalam orang makan dapat