• Tidak ada hasil yang ditemukan

MORFOLOGI BAHASA JEPANG dan di yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MORFOLOGI BAHASA JEPANG dan di yang"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

MORFOLOGI

形態論 形態論 形態論形態論

Dosen Pembina:

Dr. Nani Sunarni, M. A.

Tugas UAS

Disusun oleh: Teguh Santoso 180120140008

Universitas Padjajaran

Program Pasca Sarjana

Fakultas Ilmu Budaya

Konsentrasi Bidang Ilmu Linguistik Jepang

(2)

2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 2

BAB I PENDAHULUAN ...4

1.1Latar Belakang...4

1.2Tipologi Bahasa Jepang...5

1.3Morfologi...5

1.3.1 Morfem...6

1.3.2 Klasifikasi Morfem ...7

1.3.3 Morf dan Alomorf ...9

1.4Proses Morfologis...10

1.5Tipologi Morfologis...15

1.6Konjugasi Bahasa Jepang...16

1.7Kedudukan Morfologi Dalam Linguistik...19

1.8Satuan Bahasa (Linguistik)...22

1.9Komposisi, Gosei, Compounding, Composition : ...27

BAB II KATEGORI GRAMATIKA NOMINA...35

2.1 Fenomena Perubahan Pembentukan Kata ...35

2.2 Tenses ...36

2.3 Aspek...47

2.4 Modalitas ...60

(3)

3

2.6 Voice ...66

BAB III KATEGORI GRAMATIKA...71

3.1 Kategori Gramatika Nomina ...71

3.2 Kategori Gramatika Verba ...80

3.2.1 Tei, Futei dan Kazu...87

3.2.2 Sei dan Kaku ...94

BAB IV PETA KONSEP ... 112

4.1 Peta Konsep 1 ...112

4.2 Peta Konsep 2 ...113

(4)

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa memiliki keterikatan terhadap manusia sebagai penggunanya. Dalam penggunaan bahasa, berbeda maksud dan pikiran oleh penutur, maka berbeda pula bentuk dan tata bahasa yang digunakan dalam menyampaikan maksud dan pikiran tersebut kepada lawan bicara.

Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena dia memahami makna (imi) yang dituangkan melalui bahasa tersebut. (Sutedi, 2003 : 2). Untuk dapat mengerti makna dari bahasa tersebut, maka dibutuhkan bahasa yang sama-sama di mengerti oleh penutur maupun pendengar.

1.2Tipologi Bahasa Jepang

(5)

5 dari bahasa asing (selain bahasa Cina). Jumlah huruf Hiragana dan Katakana masing-masing 46 huruf dan dikembangkan dengan menambahkan tanda tertentu sehingga dapat membentuk bunyi lainnya yang jumlahnya masing-masing menjadi 56 bunyi. Huruf-huruf tersebut berbentuk suku kata, sehingga bunyi total bahasa Jepang kurang lebih hanya 102 suku kata. Huruf Kanji berasal dari Cina, yang jumlahnya cukup banyak. Huruf Kanji yaitu huruf yang merupakan lambang, ada yang berdiri sendiri,ada juga yang digabung dengan huruf Kanji lainnya atau diikuti dengan huruf Hiragana. Huruf Kanji dalam bahasa Jepang ada dua macam cara membacanya, yaitu: (1) ala Jepang (kun-yomi) dan (2) ala Cina (on-yomi). Sedangkan huruf terakhir adalah Romaji atau huruf Alfabet (latin). (Sutedi, 2003 : 7-9).

1.3Morfologi

Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Istilah morfologi dalam bahasa Jepang disebut keitairon. Morfologi adalah ilmu yang mengkaji tentang kata dan pembentukannya. Koizumi (1993: 89) mengatakan: 形態論は語形の分析が中心となる。Ketairon wa gokei no bunseki ga chusin

to naru. ‘ Morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata’.

Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).

(6)

6 Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.

Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.

1.3.1 Morfem

Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam tutur suatu bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan dengan konsep satuan gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh Hockett itu, tergolong ke dalam satuan gramatik yang paling kecil. Morfem, dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).

Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai berikut:

mem-perbesar per-besar

(7)

7 mem- dan per-, dinamakan morfem terikat. Contoh memperbesar di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat mem- dan per- serta satu morfem bebas, besar.

1.3.2 Klasifikasi Morfem

1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat

Morfem ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat. Dikatakan morfem bebas karena ia dapat berdiri sendiri, dan dikatakan terikat jika ia tidak dapat berdiri sendiri.

Misalnya:

Morfem bebas –“saya”, “buku”, dsb.

Morfem terikat –“ber-“, “kan-“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb. 2. Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental

Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam segmen-segmen yang berupa fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong ke dalam fonem segmental. oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis morfem segmental.

3. Morfem supra segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem suprasegmental. Misal, jeda dalam bahasa Indonesia. Contoh:

bapak wartawan bapak//wartawan ibu guru ibu//guru

4. Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal

(8)

8 Morfem yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter-}, dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti ‘memakai sepatu’.

5. Morfem Utuh dan Morfem Terbelah

Morfem utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya bersambungan secara langsung. Contoh: {makan}, {tidur}, dan {pergi}.

Morfem terbelah morfem yang tidak tergantung menjadi satu keutuhan. morfem-morfem itu terbelah oleh morfem-morfem yang lain. Contoh: {kehabisan} dan {berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau {ke….an} dan imbuhan ber-an atau {ber….an}. contoh lain adalah morfem{gerigi} dan {gemetar}. Masing-masing morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri terbelahnya terletak pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri. morfem itu direalisasikan menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem sisipan {-er-} pada morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem {getar}.

6. Morfem Monofonemis dan Morfem Polifonemis

Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu fonem. Dalam bahasa Indonesia pada dapat dilihat pada morfem {-i} kata datangi atau morfem{a} dalam bahasa Inggris pada seperti pada kata asystematic.

Morfem polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua, tiga, dan empat fonem. Contoh, dalam bahasa Inggris morfem {un-} berarti ‘tidak’ dan dalam bahasa Indonesia morfem {se-} berarti ‘satu, sama’.

7. Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif

Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan. kata-kata yang mengalami afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh-contoh berikut merupakan kata-kata yang terbentuk dari morfem aditif itu.

(9)

9 berbaju houses

Morfem replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian. dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat morfem penggantian yang menandai jamak. Contoh: {fut} à {fi:t}.

Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk dari hasil pengurangan terhadap unsur (fonem) yang terdapat morf yang lain. Biasanya terdapat dalam bahasa Perancis.

1.3.3 Morf dan Alomorf

Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai); sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya atau bisa dikatakan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya, morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}= mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama tersebut disebut alomorf.

(10)

10 Proses morfologis bahasa Jepang adalah apabila dua buah morfem disatukan, mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut

terjadi dengan cara 「付加’fuka’」atau penambahan, 「消除’kejo’」atau penghapusan,

「重複‘jufuku’」atau penambahan dan 「ゼロ接辞’zero setsuji’」atau imbuhan kosong.

Sedangkan morfem adalah potongan terkecil dari kata yang memiliki arti. Potongan kata atau morfem tersebut ada yang dapat berdiri sendiri dan ada yang tidak atau berbentuk terikat pada morfem lain.

Koizumi membagi morfem menjadi empat macam, yaitu

a. Morfem Dasar (形態素け い た い そ)

Morfem dasar adalah bagian kata yang menjadi kata dasar dari perpaduan dua buah morfem atau lebih dalam proses morfologis.

b. Morfem Terikat (結語形態

け つ ご け い た い

)

Morfem terikat adalah morfem yang ditambah untuk merubah arti atau makna kata dasar. Morfem ini tidak memiliki arti apabila berdiri sendiri

c. Morfem Berubah (異形態

い けい た い

)

Morfem berubah adalah morfem yang bunyinya berubah apabila digabungkan dengan morfem lain dalam pembentukan kata, baik morfem dasar maupun morfem terikat berubah bunyinya apabila diikatkan satu sama lain.

d. Morfem Bebas (自由形態

じ ゆ う け い た い

)

Morfem bebas adalah morfem yang tidak berubah bunyi walaupun ada proses morfologis.

(11)

11 I. Keduanya morfem bebas, yaitu baik morfem dasarnya maupun morfem terikatnya

adalah bebas. Contoh

たべ+ない /tabe-/ + /-nai/

II. Kata dasarnya morfem bebas kemudian diikuti oleh morfem terikat. Contoh

いけ+ば/ik-/ + /-eba/

III. Kata dasarnya morfem terikat dan diikuti oleh morfem bebas. Contoh

こ+ない /k-/ + /-onai/

Dalam morfologi verba bahasa Jepang, terdapat ’gokan’ dan ’gobi’. Koizumi (1993: 95) mengatakan ’gokan’ adalah morfem yang maknanya terpisah dengan jelas. Sutedi (2003:43) menambahkan bahwa ’gokan’ adalah morfem yang menunjukan makna aslinya. Sedangkan ’gobi’ menurut Sutedi (2003 :43) adalah morfem yang menunjukan makna

gramatikalnya. Morfem terikat dalam bahasa Jepang disebut dengan 「助動詞’jodoshi’」arti

kanjinya dalam bahasa Indonesia adalah kata Bantu verba. Karena tidak memenuhi ciri sebuah kata yaitu berdiri sendiri dan mempunyai arti sendiri, maka lebih cocok disebut dengan morfem pembentuk verba. Morfem ini berfungsi untuk memberi makna atau arti pada dasar verba. Sutedi (2003: 42) mencontohkan verba /kaku/ terdiri dari dua bagian, yaitu /kak-/ yang tidak mengalami perubahan disebut dengan gokan atau akar kata, dan bagian belakang /-u/ yang mengalami perubahan disebut dengan goki

(12)

12 Satu masalah lagi mengenai kata ini adalah mengenai kata sebagai satuan gramatikal. Menurut verhaar (1978) bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar, di ajar, kauajar, terjar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan varian dari sebuah kata yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar, pengajaran, dan ajarlah adalah lima kata yang berlainan.

Kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Kata-kata yang terbentuk dari gabungan huruf atau morfem baru kita akui sebagai kata bila bentuk itu sudah mempunyai makna.

Kata ialah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. (Kridalaksana). Perhatikan kata-kata di bawah ini.

1. Mobil

2. Rumah

3. Sepeda

Ketiga kata yang kita ambil secara acak itu kita akui sebagai kata karena setiap kata mempunyai makna. Kita pasti akan meragukan, bahkan memastikan bahwa adepes, libma, ninggib, haklab bukan kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna.

(13)

13 Kata terbentuk dari morfem atau morfem. Terbentuknya kata dari morfem-morfem itu melalui suatu proses yang disebut proses morfologik atau morfem-morfemik. Jadi, proses morfologi adalah proses terbentuknya kata dari morfem-morfem. Pada umumnya dikenal delapan proses morfologik, yaitu:

1. Derivasi

Derivasi adalah proses morfologis yang menghasilkan kata-kata yang makna leksikalnya berbeda dari kata pangkal pembentuknya. Yaitu afiksasi yang menurunkan kata atau unsur leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal tertentu. Derivasi menghasilkan kata baru dari suatu kata dasar, yang kadang-kadang mengubah kelas kata seperti perubahan noun menjadi verb

2. Afiksasi

Dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks. Dengan kata lain, afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula derivatif. Dilihat pada posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. Di samping itu masih ada istilah ambifiks dan sirkumfiks.

Proses afiksasi dapat dibagi menjadi lima, yaitu a. Prefiks

(14)

14 b. Sufiks

Sufiks dalambahasa Jepang disebut dengan setsubiji. Koizumi (1993:95) mengatakan setsubiji atau akhiran yaitu imbuhan yang ditambahkan dibelakang kata dasar. Sebagian imbuhan dalam bahasa Jepang adalah berbentuk sufiks.

c. Infiks

Dalam bahasa Jepang infiks disebut dengan setsuchuji. Koizumi (1993 : 95) mengatakan setsuchuji adalah imbuhan yang disisipkan ke dalam atau ke tengah akar kata atau gokan.

d. Kombinasi Afik

Kombinasi afiks adalah kombinasi dari dua afiks atau lebih yang dilekatkan pada dasar kata, oleh karena verba bahasa Jepang adalah polimorfemik, maka proses afiksasi dengan kombinasi afiks pada proses kedua akan melekat pada morfem jadian.

e. Partikel Afiks

Partikel afiks ialah satuan terkecil yang diletakan pada penanda akhir dan dasar kata. Partikel berfungsi menegaskan kata yang ada di depannya.

3. Reduplikasi

(15)

15 seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang.

4. Komposisi

Dalam proses ini dua leksem atau lebih berpadu dan outputnya adalah paduan leksem atau kompositum dalam tingkat morfologi atau kata majemuk dalam tingkat sintaksis. Komposisi terdapat dalam banyak bahasa. Dalam bahasa Indonesia, misalnya lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit.

Menurut Koizumi (1993:109) komposisi adalah merupakan penggabungan beberapa morfem yang terbagi atas berbagai variasi.

5. Perubahan vokal

Dalam proses ini terjadi perubahan vokal-vokal pada kata, seperti kata dalam bahasa Inggris foot---feet dan mouse---mice.

1.5Tipologi Morfologis

Perhatikan Peta Konsep Linguistik berikut ini:

Makro Linguistik Mikro Linguistik

Gengogaku (Linguistik)

Keitairon (Morfologi ) Onseigaku (Fonetik-Fonologi) Tougoron (Sintaksis)

Imiron (Makna)

Goyouron (Pragmatik ) On-inron

(16)

16 Tipologi morfologis yang menghasilkan tiga tipe bahasa, yaitu bahasa isolatif, bahasa aglutinatif, dan bahasa fleksi.

2. Bahasa isolatif, yaitu bahasa yang dalam menyatakan hubungan gramatikalnya dinyatakan dan bergantung pada urutan kata, sedangkan bentuk katanya tidak mengalami perubahan bentuk kata secara morfologis melainkan perubahan yang ada hanya karena perbedaan nada. Dan kata-katanya sering terdiri dari satu morfem 3. Bahasa aglutinatif, yaitu bahasa yang kata-katanya dapat dibagi dalam

morfem-morfem tanpa kesulitan. Juga hubungan gramatikalnya dah struktur katanya dinyatakan dengan kombinasi unsur-unsur bahasa secara bebas. Dalam tipe ini, pembentukan kata dapat dilakukan dengan afiksasi (pembentukan kata melalui pengimbuhan), komposisi (pembentukan kata melalui pemajemukan), dan reduplikasi (pembentukan kata melalui pengulangan).

4. Bahasa fleksi, yaitu bahasa yang hubungan gramatikalnya tidak dinyatakan dengan urutan kata, tetapi dinyatakan dengan infleksi. Bahasa yang bertipe fleksi struktur katanya terbentuk oleh perubahan bentuk kata. Ada dua macam perubahan bentuk kata dalam bahasa tipe ini, yaitu dengan deklinasi dan konjugasi. Deklinasi adalah perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh jenis, jumlah, dan kasus. Konjugasi adalah perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh perubahan persona, jumlah, dan kala.

1.6Konjugasi Bahasa Jepang

Konjugasi verba bahasa Jepang secara garis besar ada enam macam antara lain :

a) Mizenkei (未然形) yaitu perubahan bentuk verba yang didalamnya mencakup bentuk

(17)

17 b) Renyoukei (連用形) yaitu perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan

(bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE) dan bentuk lampau (bentuk TA). c) Shuushikei (終止形) yaitu vera bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat. d) Rentaikei (連体形) yaitu verba (bentuk kamus) yanf digunakan sebagai modifikator. e) Kateikei (仮定形) yaitu perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian (bentuk BA). f) Meireikei (命令形) yaitu perubahan verba ke dalam bentuk perintah.

Berikut ini adalah tabel perubahan verba dalam penggunaan berbagai konjugasi :

Verba Arti Mizenkei Renyoukei Shuushikei Rentaikei Kateikei Meireikei

(18)

18 setiap bentuknya karena menggunakan dua jenis huruf yang berbeda (kanji dan hiragana). Jika analisis morfemnya mengacu pada penggunaan huruf Jepang merupakan suatu silabis atau suku kata, lain halnya dengan mengacu pada huruf Alfabet.

Machida dan Momiyama dalam Sutedi (2003: 50) berpendapat bahwa analisis morfem jika mengacu pada huruf alphabet akan semakin jelas. Huruf alphabet yang dimaksud yaitu menggunakan system Jepang (nihon-shiki) atau system kunrei, bukan mengacu kepada system Hepburn.

Dari jenis-jenis perubahan di atas , shuushikei dan rentaikei kedua-duanya merupakan verba bentuk kamus, yaitu bentuk yang tercantum dalam kamus. Perbedaannya shuushikei

digunakan diakhir kalimat atau sebagai predikat, sedangkan rentaikei berfungsi untuk menerangkan nomina yang mengikutinya (sutedi 2003: 48- 49). Perubahan verba ke dalam bentuk TE dan TA yang mengalami proses `onbin' <euphony>, ‘onbin’ adalah perubahan fonem atau bunyi karena pengaruh bunyi yang mengapitnya. Untuk verba kelompok I bisa diklasifikasikan seperti berikut.(Sutedi 2003:53-54)

a. Sokuonbin (促音便) yaku terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang

(19)

19 verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran suara/huruf U, TSU, RU (う、 つ、る) serta KU (く) pada verba iku <pergi> akan berubah menjadi TTE (って).

b. I-onbin(イ音便) yajtu terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang morfem ke duanya berupa suku kata {ki, gi} menjadi {ite, ide}. Atau jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran bunyi/huruf KU, GU (く, ぐ ) berubah menjadi ITE, IDE (いて、いで).

c. Hatsuonbin terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang morfem ke duanya berupa suku kata { mi, ni, bi} menjadi {nde}. Atau jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran bunyi/huruf MU, NU, BU ( む、ぬ、 ぶ) berubah menjadi NDE (んで).

1.7Kedudukan Morfologi Dalam Linguistik

Kedudukan morfologi (keitaron) merupakan salah satu dari cabang ilmu linguistik. Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan Sutedi (2003: 41) yang mengatakan bahwa morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses

pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata ( 語・単語 ‘go/tango’) dan

morfem 「形 態 素 ‘ketaiso’」. Sutedi (2003: 41) juga mengatakan morfem merupakan

satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa di pecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi. Koizumi (1993:91) mengatakan morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang mempunyai arti. Koizumi (1993:93) membagi morfem berdasarkan bentuk menjadi dua, yaitu:

(20)

20 2. 結 合 形’ketsugoukei’ Bentuk terikat : morfem yang biasanya digunakan dengan cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat dilafalkan secara tunggal (berdiri sendiri).

Sutedi (2003:43) juga mengatakan kata yang bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi suatu kalimat tunggal disebut morfem bebas. Sedangkan kata yang tidak bisa berdiri sendiri dinamakan morfem terikat. Menariknya dalam bahasa Jepang, lebih banyak morfem terikatnya daripada morfem bebasnya. Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan morfologi bahasa Jepang, diantaranya morfem (keitaiso), Sutedi (2003: 44-45) berpendapat, dalam bahasa Jepang, selain terdapat morfem bebas dan morfem terikat, morfem bahasa Jepang juga dibagi menjadi dua, yaitu morfem isi dan morfem fungsi.

Morfem isi 内容形態素 naiyoukeitaiso adalah morfem yang menunjukkan makna aslinya. Seperti: nomina, adverbia, dan gokan dari verba atau adjektiva. Sedangkan morfem fungsi 機 能形態素 kinoukeitaiso adalah morfem morfem yang menunjukan fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi dari verba atau adjektiva, kopula dan morfem pengekpresi kala (jiseikeitaiso).

Koizumi (1993:95) juga menggolongkan morfem berdasarkan isinya menjadi dua yaitu 1. Akar kata (語幹‘gokan’): morfem yang memiliki arti yang terpisah (satu per satu) dan

kongkrit.

2. Afiksasi (接辞‘setsuji’): morfem yang menunjukkan hubungan gramatikal.

Dapat diketauhi, dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang terdapat dua unsur penting antara lain dilihat bedasarkan bentuknya, yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat, serta berdasarkan isi, yaitu akar kata dan afiksasi atau dari segi gramatikalnya.

(21)

21

1. Haseigo

Kata yang terbentuk dari penggabungan naiyou-keitaiso dengan setsuji disebut haseigo ‘kata jadian’. Proses pembentukannya bisa dalam bentuk settouji+morfem isi atau morfem isi+setsubiji. Awalan {おo-, ごgo-, すsu-, まma-, かka-, すっsuQ-} bias digolongkan ke

dalam settouji. Sedangkan akhiran {さ–sa, み-mi, 的-teki, する-suru} termasuk ke dalam setsubiji. Misalnya: o+nomina = o-kuruma: ‘mobil’ (sopan), go+nomina = go-kazoku: ‘keluarga’ (sopan), su+nomina = su-ashi: ‘kaki telanjang’, ma+nomina = ma-gokoro: ‘setulus hati’, ka+adjektiva= ka-guroi: ‘hitam pekat’. Contoh akhiran termasuk dalam setsubiji, antara lain: gokan dari adjektiva+sa = samusa : dinginnya, gokan dari adjektiva+mi= amami: manisnya, nomina verba+suru= benkyou suru : belajar, nomina+teki = keizaiteki: ekonomis.

2. Fukugougo/goseigo

Kata yang terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa morfem isi disebut dengan fukugougo atau gokeisei ‘kata majemuk’. Misalnya:

a. Dua buah morfem isi nomina+nomina ama-gasa : ‘payung hujan’, hon-dana ‘rak buku’ b. Morfem isi+setsuji: nomina+verba =higaeri ‘pulang hari itu’, verba+nomina = tabemono ‘makanan’; verba+verba =verba: toridasu ‘mengambil’, verba+verba = nomina: ikikaeri ‘pulang-pergi’

3. Karikomi/shouryaku

Merupakan akronim yang berupa suku kata (silabis) dari kosakata aslinya. Misalnya: terebishon = terebi : televise

(22)

22 Merupakan singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf Alfabet. Misalnya: Nippon Housou Kyoukai = NHK : radio TV Jepang.

Kata yang mengalami perubahan bentuk dalam bahasa Jepang disebut yougen, sedangkan kata yang tidak mengalami perubahan bentuk disebut taigen.

1.8Satuan Bahasa/Linguistik

Satuan-satuan bahasa meliputi fonem, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. a. Fonem

Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata.

Contohnya:/ a /,/i/,/b/,/c/ b. Morfem

Morfem adalah suatu bentuk bahasa terkecil yang mengandung arti atau mendukung arti.

Morfem terbagi menjadi dua yaitu:

1. Morfem segmental adalah morfem yang tidak mengalami perubahan kelas kata. Morfem segmental terbagi menjadi dua yaitu morfem bebas dan morfem terikat a) Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri

Contohnya : bom, ban, cat

b) Morfem terikat adalah morfem morfem yang belum dapat berdiri sendiri. Conrohnya : Me – latih = melatih

Me – naik = menaik

(23)

23 -intonasi

- penempatan atau letak

Perubahan karena intonasi contohnya:

1. Pukul besi artinya pukul yang terbuat dari besi. 2. Pukul besi itu artinya besi itu disuruh pukul. Perubahan penempatan atau letak contohnya: 1) Sungai itu dalam : menunjukan kata keadaan 2) Dalam sungai itu : menunjukan kata benda c. Kata

Kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian atau, kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua sepasi dan mempunyai satu arti. Contohnya : spidol, sikat, penghapus.

Dalam bahasa Jepang, pembentukan kata (word-formation ) meliputi dua kajian, yaitu 1. Gokouzo; yaitu: menganalisis kata secara internal

2. Gokeisei atau zougohou; mengkaji kata secara internal juga secara diakronik sampai kajian etimologi kata tersebut.

Kata terdiri dari beberapa bagian, yaitu 1. Dasar Kata (Base- Goki)

Dalam bahasa Jepang menurut (Sunarni dan Johana:12-13) dasar kata (goki) merupakan salah satu unsur pembentuk kata yang menunjukkan bagian yang tersisa setelah semuanya dipisahkan dari imbuhan. Berikut contoh goki dalam bahasa Jepang: Dasar Kata (Goki) Kata Turunan Asal Kata

(24)

24 ‘menulis’

Sebagai perbandingan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dasar kata merupakan morfem yang dapat diperluas dengan dibubuhi afiks.

Contoh: juang dalam berjuang (satu dasar), bark dalam disembarkation 2. Akar Kata (Root-Gokon)

Akar kata disebut pula root atau radical. Beberapa linguis ada pula yang menyebut akar kata ini sama dengan dasar kata (base). Akar kata merupakan unsur yang menjadi dasar pembentukan kata. Contoh: sawayaka ‘segar’, hanayaka ‘meriah/berbunga-bunga’

3. Pangkal Kata (Stem-Gokan)

Kridalaksana (1999:153) menyebutkan bahwa pangkal kata dapat berupa morfem yang bergabung dengan afiks.

Contoh: olah pangkal dari mengolah, tani pangkal dari bertani, unqualifi(y) pangkal dari unqualified, refreshment pangkal dari refresthments, kak- pangkal dari kaku ‘menulis’, tabe- pangkal dari tabemasu ‘makan’

Dalam bahasa Jepang, pangkal kata (gokan) merupakan salah satu unsur pembentuk kata yang merupakan bagian yang tersisa setelah dipisahkan dari afiks impleksional.

Kata stem afiks impleksi afiks

hanashimasu ‘berbicara’

hanas- -i- masu

togimasu ‘Mengasah’

tog- -i- masu

Pangkal kata dalam tabel diatas dapat disebut pula kihon gokan (stem dasar). Selain itu, terdapat pula pangkal kata yang memiliki konjugasi khusus yang disebut dengan onbin gokan

(25)

25 a. I onbin; adalah perubahan bunyi yang terjadi di akhir atau di tengah suatu kata

berdasarkan kesesuaian nasal yang berdasarkan suatu syarat.

b. Soku onbin; adalah proses asimilasi bunyi yang disebabkan oleh pertemuan silabel ru, u menghadapi fonem /t/

c. Hatsu onbin; adalah proses asimilasi bunyi yang disebabkan oleh pertemuan silabel nu, menghadapi fonem /d/

Jenis Onbin Verba Prakategorial Contoh

i-onbin Kaku ‘menulis’ Kai (-ta) kai(-te) Soku onbin Tsukuru ’membuat’

Nomu ‘minum’

Tsukutta tsukutte

noN(-da) noN(-de) noN(-dara) Hatsu onbin Yobu ‘memanggil’

Shinu ‘mati’

yoN(-da) yoN(-de) yoN(-dara) shiN(-da) shiN(-de) shiN(-dara)

Dengan demikian, kata dalam bahasa Jepang berstruktur:

d. Frase

Gokan+gobi Contoh:

kak + u = kaku ‘menulis’ kak + e = kake ‘tulis!’

Gokan+ setsuji Contoh:

(26)

26 Frase adalah penggabungan dua buah bentuk atau lebih yang membentuk kelompok kata dan tidak menimbulkan pengertian baru.

Contohnya : kaki meja e. Klausa

Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat Klausa diklasifikasikan atas:

1. Klausa bebas contohnya Ayah pergi ke kantor. 2. Klausa terikat contohnya ibu memarahi anak itu. f. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa.

Kalimat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas tanpa klausa terikat.

Contohnya: Saya makan Dia minum

2. Kalimat bersusun adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas dan sekurang kurangnya satu klausa terikat.

Contohnya: Saya bangun sebelum ayam berkokok. Dia pergi sebelum kami bangun.

3. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas.

Contohnya : Saya mengambil sebuah buku dari lemari, kemudian saya membacanya sampai tamat.

(27)

27 Wacana diartikan sebagai organisasi bahasa yang lebih luas dari kalimat atau klausa dan oleh karna itu dapat juga sebagai satuan linguistik yang lebih besar misalnya percakapan lisan atau naskah tertulis.

Contonya :

Jalan adalah urat nadi perekonomian, hampir seluruh aktivitas perekonomian ditentukan oleh keberadaan infrastuktur jalan. Semakin mulus jalan yang ada, semakin lancar pula jalanya perekonomian.

1.9Komposisi , Gosei, Compounding, Composition

Proses komposisi atau pemajemukan dalam bahasa Jepang ada dua macam, yaitu komposisi sintaksis (tougokouzou) dan komposisi sederajat (heiretsukouzou). Secara struktur komposisi dapat dilihat dari jenis kata unsur pembentuk pemajemukan yang terdiri dari

1. N+V N Contoh:

yama+aruki(u) yamaaruki: jalan-jalan di gunung’

Korelasi kedua unsur pembentuk kata majemuk tersebut memiliki hubungan secara sintaksis, yaitu dengan partikel kasus seperti contoh berikut:

a. Shukaku (nominatif) yang memiliki struktur

Contoh:

Higure : matahari terbenam Hi ga kure(ru)

Matahari terbenam

b. Taikaku (objektif) yang memiliki struktur

N ga Vsuru

(28)

28 Contoh:

Sukimi : melihat bulan Suki o mi(ru)

‘bulan melihat’

c. Gukaku (instrumental) yang memiliki struktur

Contoh:

Pengaki: penulisan dengan pulpen Pen de kaki(u) Bolpen dengan menulis

d. Kichakukaku (terminatif) yang memiliki struktur

Contoh:

Satogaeri: pulang kampung

Sato ni kaeri(u) Kampung halaman ke pulang

e. Bashokaku (lokasional) yang berstruktur

N de/ni Vsuru

N ni Vsuru

(29)

29 Contoh:

Toukyousodachi:...yang dibesarkan di Tokyo Toukyou ni sodachi(tsu) f. Dakkaku (ablatif) yang berstruktur

Contoh:

Parigaeri: pulang dari Paris

Pari kara kaeri(u) Paris dari pulang g. Kyokaku (komitatif) yang berstruktur

Contoh:

Kinjozukiai: bertetangga

Kinjo to tsukiai(u) Tetangga bergaul h. Inyoukaku (kutip) yang berstruktur

Contoh:

Doroboyobawari: mendapat sebutan pencuri Dorobo to yobawari Pencuri disebut i. Kizunkaku (komparatif) yang berstruktur

N to Vsuru (reporting verb)

N to Vsuru

(30)

30 Contoh:

Otokomasari: perempuan yang tingkah lakunya seperti laki-laki Otoko yorimo masari

Laki-laki lebih dari j. Genín riyuukaku (sebab) yang berstruktur

Contoh:

Amayadori : berlindung karena hujan Ame de yadori(u) Hujan karena berteduh k. Houkoukaku (arah) yang berstruktur

Contoh:

Minamimuki: menghadap ke selatan Minami e muki Selatan ke arah

menghadap l. Touchakukaku (tiba) yang berstruktur

N made Vsuru

N e Vsuru

N no tame ni/de Vsuru

(31)

31 Contoh

Sokobie: dingin sampai ke kaki

Soko made bie (hieru) Dasar terasa dingin

m. Shikakukaku (kualifikasi) yang berstruktur

Contoh:

Mamakoatsukai : diperlakukan sebagai anak tiri mamako toshite atsukai anak tiri sebagai perlakuan Perubahan fonem vokal dalam komposisi, meliputi: 1. Meishi+meisshi (nomina+nomina)

a. Fonem vokal /a/ +/ a/

Contoh: /ito/ + /ame/ = itosame. Dari penambahan morfem tersebut tidak mengalami perubahan fonem, melainkan pemunculan fonem /s/, yaitu fonem vokal /a/ menjadi fonem /s/, pada awal kata ito : benang , ame: hujan = itosame : gerimis.

b. Fonem vokal /i/+/o/ dan /i/ + /u/.

Contoh: /ki/ +/kuchi/ = koguchi : ujung kayu. Terdiri dari penggabungan dua morfem yang terdiri dari fonem /i/ dari kata /ki/ berubah menjadi /ko/. Perubahan vokal /i/ mengalami proses morfofonemik, yaitu: fonem /i/+o dan fonem vokal /i/+/u/, contohnya: /tsuki/+/yo/= tsukuyo: malam terang bulan.

(32)

32 Dari penggabungan kedua morfem tersebut, fonem /i/ dari kata tsuki berubah menjadi fonem /u/ sehingga /tsuki/ = /tsuku/. Perubahan fonem vokal /i/ ini mengalami proses morfofonemik, yaitu fonem /i/ menjadi /u/.

c. Fonem vokal /u/ = /u/

Pada pemajemukan fonem vokal /u/ tidak mengalami perubahan, baik diawal maupun diakhir kata.

d. Fonem vokal /e/ =/a/

Contoh: /ame/+/kasa/ = amagasa: payung hujan. Kata /ame/ berubah menjadi fonem /a/, sehingga menjadi /ama/. Perubahan fonem vokal /e/ ini mengalami proses morfofonemik, yaitu: fonem /e/ menjadi /a/.

e. Fonem vokal /o/ = /a/

Contoh: /shiro + /ito = shiraito: benang putih. Dari penggabungan kedua morfem tersebut, fonem /o/ dari kata /shiro/ berubah menjadi fonem /a/ sehingga menjadi shira. Perubahan fonem vokal /o/ ini mengalami proses morfofonemik, yaitu: fonem /o/ menjadi /a/.

Perdebatan para ahli dan peneliti bahasa mengenai penggunaan istilah suku kata dalam bahasa Jepang terjadi karena adanya dua aliran ilmu bahasa pada bahasa Jepang. Sebagian besar dari pengguna bahasa Jepang, khususnya masyarakat asli Jepang tidak begitu mempedulikan pendapat mengenai penggunaan istilah suku kata dalam bahasa Jepang. Umumnya, istilah tersebut muncul pada pembelajaran mengenai struktur kata di dalam fonologi bahasa Jepang. Akan tetapi, pembelajaran mengenai istilah ini akan memperdalam pengetahuan mengenai bahasa Jepang secara detail.

(33)

33 b. Gengogaku (Ilmu bahasa Jepang Masa Kini) mengenai istilah untuk satuan ucapan terkecil, atau yang biasa disebut suku kata, disebabkan adanya konsep yang berlainan mengenai cara pengucapan sebuah kata dalam bahasa Jepang.

Memiliki tradisi khas Jepang dalam penyusunan kata pada bahasa Jepang yang terlepas dari ilmu bahasa Barat, termasuk gramatika yang sudah ada sejak zaman Edo. Sementara, Gengogaku mengadaptasi konsep bahasa dari Barat yang diterapkan pada bahasa Jepang mulai dari gramatika, fonologi, morfologi, dan sintaksis. Namun, ada sedikit perbedaan dalam struktur kata bahasa jepang dengan bahasa lain

Pada umumnya kata dalam bahasa Inggris maupun Indonesia mengenal adanya Syllable sebagai satuan ucapan terkecil dalam pengucapan sebuah kata. Akan tetapi, bahasa Jepang menggunakan Mora sebagai satuan ucapan terkecil dalam sebuah kata. Namun, ada pendapat lain mengenai penggunaan Haku yang dianggap sebagai satuan ucapan terkecil yang dipakai dalam bahasa Jepang. Beberapa hasil penelitian dari peneliti bahasa dan ahli bahasa menyimpulkan buah pemikiran mereka mengenai satuan ucapan terkecil atau suku kata yang ada pada bahasa Jepang dengan konsep yang berbeda-beda

Penelitian mengenai Suku kata yang dipakai dalam bahasa Jepang terus berlanjut hingga kini. Ada yang beranggapan bahasa Jepang yang termasuk ke dalam Pitch-accent. Language menggunakan Mora sebagai satuan ucapan terkecil. Ada yang berpendapat bahasa Jepang menggunakan Haku sebagai satuan ucapan terkecilnya. Pendapat lain dari beberapa ahli bahasa menggunakan istilah Onsetsu, atau yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai Syllable, sebagai satuan ucapan terkecil dalam sebuah kata pada bahasa Jepang.

(34)
(35)

35

BAB II

KATEGORI GRAMATIKA NOMINA

2.1Fenomena Perubahan Pembentukan Kata

Pembentukan kata dapat dikatakan juga suatu proses morfermis atau proses pengimbuhan. Morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Dalam bahasa jepang pembentukan kata disebut dengan istilah gokeisei. Dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang terdapat dua unsur penting antara lain dilihat bedasarkan bentuknya, yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat, serta berdasarkan isi, yaitu akar kata dan afiksasi atau dari segi gramatikalnya. Pembentukan kata bahasa Jepang memiliki 3 pokok bahasan utama yaitu pada afiksasi (setsuji), reduplikasi (jufuku), dan komposisi (fukugo).

Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata (go/tango) dan morfem (keitaiso). Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu kata (tango), morfem (keitaiso) dan jenisnya, alomorf (ikeitai), pembentukan kata (gokeisei), imbuhan (setsuji), perubahan bentuk kata (katsuyou), dan sebagainya.

Hasil pembentukan kata (gokeisei) dalam bahasa jepang sekurang-kurangnya ada empat macam yaitu: 1. haseigo, 2. fukugougo/ goseigo 3. karikomi/ shouryaku dan 4. toujigo. Kata yang terbentuk dari penggabungan morfem isi (naiyou-keitaiso) dengan imbuhan (setsuji) disebut kata kajian (haseigo). Proses pembentukkannya: awalan (settouji) + morfem atau morfem + akhiran (setsubiji). Awalan O-, GO-, SU-,MA-, KA- bisa digolongkan ke dalam

(36)

36 Pembahasan mengenai pembentukan kata dalam bahasa Jepang khususnya pada kelas kata adjektiva (keiyoushi) memiliki suatu fenomena kebahasaan dalam proses pembentukan katanya. Hal ini dapat dilihat dari contoh pembentukan kelas kata adjektiva melalui proses morfologis atau proses pengimbuhan (setsuji). Misalnya kelas kata nomina (meishi) yang jika ditambahkan sufiks/akhiran –PPOI yang memiliki makna ’menjadi seperti’ yang berfungsisebagai sufiks pembentuk kata sifat akan mengubah kelas kata nomina (meishi) menjadi pembentukan kelas kelas kata adjektiva (keiyoushi). Contohnya:

onna = 女= perempuan (kelas kata nomina) jika ditambahkan sufiks –PPOI (っぽい) (sufiks pembentuk adjektiva) onnappoi= 女 っ ぽ い = keperempuanan, feminim (kelaskata adjektiva) Berikut penguraian pembentukan katanya akibat proses morfologi atau pengimbuhan :(onna = perempuan ) (onna + ppoi) (onnappoi = keperempuan) Uraian diatas sebagai salah satu contoh dari suatu masalah fenomena kebahasan pada proses pembentukan kata bahasa Jepang (gokeisei) khususnya pada kelas kata adjektiva (keiyoushi). Bagaimanapun dalam suatu proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang memiliki suatu aturan tertentu.

2.2Tenses

Kala atau tenses dalam bahasa jepang disebut dengan 時制 (jisei) atau テンス (tensu) adalah kategori gramatikal yang menyatakan waktu terjadinya suatu oeristiwa atau berlangsungnya suatu aktifitas dengan bertitik tolak dari waktu saat kalimat tersebut diucapkan.Kala merupakan salah satu kategori semantik fungsional verba terkait waktu. Kala dalam bahasa Jepang disebut dengan Jisei atau tensu. Dalam bahasa Ingris disebut dengan

(37)

37 Kala dalam kategori gramatika verba yang dinyatakan dengan perbedaan gramatika dengan melihat waktu pengerjaan kegiatan dan saat pengucapan kalimat (ujaran). Dengan kata lain, kala adalah bentuk verba untk menyatakan hubungan waktu. Kala menunjukkan apakah suatu kegiatan itu dilakukan di masa lalu, sekarang atau akan datang. Kala pun menunjukkan apakah kegiatan itu sudah, sedang, atau akan, atau akan selesai dikerjakan, atau masih dikerjakan dalam waktu tertentu (Sunarni 2010:119).

1. Pembagian Kala

Waktu terjadinya peristiwa atau aktifitas tersebut ada tiga : a. Waktu sebelumnya yang telah berlalu (過去’kako) b. Waktu saat berbicara (発話時“hatsuwaji”)

c. Waktu yang akan datang (未来’mirai’) 2. Fungsi Kala

Kala berfungsi untuk menegaskan kegiatan verba yang dilakukan, menunjukkan waktu keadaan/tindakan yang diungkapkan oleh verba pada saat penuturan.

Dalam bahasa Jepang,untuk menyatakan kala lampau-sekarang-mendatang (過去, 現在, 未来‘kako-genzai-mirai’) hanya digunakan dua bentuk verba saja : a. Bentuk akan

b. Bentuk lampau

(38)

38 Kala dalam Kalimat Tunggal

Contoh penggunaan ketiga bentuk verba tersebut dalam menyatakan kala dalam kalimat tunggal :

1. 私は今夜テレビを見ます。

Watashi wa kon-ya terebi o mimasu. (kala akan) (Saya nanti malam akan nonton TV)

2. 私は今テレビを見ています。

Watashi wa ima terebi o mite imasu. (kala kini) (Saya sekarang sedang nonton TV)

Untuk menyatakan kala sedang tidak harus menggunakan verba bentuk TE + IRU melainkan bisa juga dinyatakan dengan verba bentuk akan yang lain, seperti bentuk kamus atau bentuk MASU. Verba TE + IRU juga digunakan untuk menyatakan suatu keadaan.

3. 私は今朝テレビを見ました。

Watashi wa kesa terebi o mimashita. (kala lampau) (Saya tadi pagi nonton TV)

Contoh kala dalam kalimat :

1. 昨日、映画を見に行きました。

Kinou, eiga o mi ni ikimashita. (Kemarin pergi nonton film)

Verba bentuk MASHITA digunakan untuk menyatakan kala lampau (kako) 2. 今日映画を見に行きます。

Kyou eiga o mi ni ikimasu.

(Hari ini (akan) pergi nonton film)

Verba bentuk MASU (=RU) digunakan untuk menyatakan kala akan (mirai)

(39)

39

Kono hon, dou omoimasu ka.

(Buku ini, menurut Anda bagaimana?)

4. 日本語ができますか。

Nihongo ga dekimasu ka. (Apakah bisa berbahasa Jepang)

5. あそこに何がありますか。

Asoko ni nani ga arimasu ka. (Di sana ada apa?)

Bentuk MASU pada contoh 3, 4, dan 5 digunakan untuk menyatakan kala sekarang (現 在genzai). Kala lampau dinyatakan dengan verba bentuk MASHITA (TA), digunakan untuk menyatakan kejadian atau perbuatan yang telah berlalu. Bentuk MASU (RU), digunakan untuk menyatakan kala mendatang dan kala sekarang.

Kala dalam Kalimat Majemuk

Tensis (kala) dalam kalimat inti (induk kalimat): 1. Kala lampau

2. Kala mendatang 3. Kala kini (sekarang) (i) verba bentuk RU (MASU)

Verba bentuk RU (MASU) adalah verba yang mengatakan arti keberadaan sesuatu benda, kemampuan, pemikiran, keadaan dan sejenisnya, seperti verba : ある (aru) 、いる (iru) 、で きる (dekiru) 、思う(omou) 、要る (iru) 、気がする(ki ga suru) dan lain-lain.

(40)

40 Verba bentuk TE + IRU adalah verba yang menyatakan suatu aktivitas yang ada batas akhirnya, seperti: 食 べ る(taberu)、 飲 む(nomu)、 読 む (yomu)、 書 く(kaku), dan sebagainya.

Dalam anak kalimat, kala lampau tidak selalu dinyatakan dengan verba bentuk lampau, atau sebaliknya kala akan tidak selalu dinyatakan dengan verba bentuk akan.

Contoh :

1. 日本へ行くとき、カメラを買った。

Nihon e iku toki, kamera o katta.

2. 日本へ行ったとき、カメラをかった。

Nihon e itta toki, kamera o katta.

3. 日本へ行くときカメラを買う。

Nihon e iku toki, kamera o kau.

4. 日本へ行ったとき、カメラを買う。

Nihon e itta toki, kamera o kau.

Pada contoh 1 dan 3, kamera dibeli sebelum berangkat ke Jepang, sedangkan pada contoh 2 dan 4, kamera dibeli setelah berangkat di Jepangai g atau di Jepang. Perbdaan pada keempat contoh diatas, dapat diperjelas dengan gambar di bawah sebagai berikut.

(1) Kala lampau:

日本へ行くとき、カメラを買った。 日本へ行ったとき、カメラをかった。 Membeli kamera pergi ke jepang

(2) Kala akan:

(41)

41 Membeli kamera pergi ke jepang

Dari contoh diatas, diketahui bahwa bentuk TA (lampau) dan benruk RU (kamus) dalam anak kalimat, kedua-duanya digunakan tanpa dipengaruhi oleh bentuk kala dalam induk kalimatnya. Jadi, apakah kala dalam induk kalimat tersebut kala lamp[au ataupun kala kini, tetap werba bentuk RU dan bentuk TA bisa digunakan.

Verba bentuk TA dan bentuk RU dalam anak kalimat tersebut juga bisa diikuti oleh kata yang lainnya yang menyatakan waktu seperti mae dan ato. Seperti cotoh berikut:

1. ここへ来る前に、図書館によってきた。

Jadi, untuk anak kalimat yang menggunakan verba bentuk kamus (RU) dan bentuk lampau (TA), tidak selalu bahwa verba bentuk kamus hanya untuk menunjukan kala akan, dan verba bentuk lampau hanya untuk kala lampau saja, melainkan bias juga digunakan untuk kedua-duanya. Hal ini disebabkan karena kata mae jika mengikuti verba bentuk kamus artinya ; sedangkan kata ato jika mengikuti verba bentuk TA artinya kemudian, lalu.

Menurut kridalaksana (2008:103) pembedaan bentuk verba untuk membedakan perbedaan waktu atau jangka perbuatan atau keadaan; biasanya dibedakan antara kala lampau, kala kini, dan kala mendatang.

a. Kala Kini

Bentuk kala dari veba yang menunjuka perbuatan terjadi pada waktu pengujaran

b. Kala Lampau

Bentuk kala dari verba yang menunjuka perbuatan terjadi sebelum pengujaran

(42)

42 Bentuk kala dari verba yang menyatakan perbuatan akan berlangsung dalam waktu mendatang “akan”.

d. Kala perfektum

Kala yang menunjukan perbuatan terjadi pada waktu lampau dalam hubungannya dengan kini.

e. Kala perfektum mendatang

Kata yang menunjukan perbuatan mendatang

f. Kala Pluperfektum

Kala yang menunjukan perbuatan yang terjadi sebelum masa lampau.

Tenses atau kala menunjukkan titik waktu suatu keadaan/perbuatan dimana keadaan/perbuatan tersebut telah atau belum selesai pada titik waktu sekarang. (Inoue , 1976:160). Sedangkan menurut Kindaichi (1976: 60), tenses/kala adalah hubungan waktu yang terdapat pada kata kerja. Hal ini ditinjau apakah si pembicara berbicara sesuai atau sebelum kejadian atau tepat dengan waktu kejadian.

Contoh:

Morfem [ru] pada kalimat berikut:

Tarou ga jobun o honyaku shiteru darou ne.

‘Taro sedang menterjemah kata sambutan’.

Tenses/kala dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

a. Kakojisei ‘Kala lampau’

(43)

43

Gakusei wa sakujitsu repouto o teishutsu shita.

‘Mahasiswa kemarin memberikan lapora’.

b. Ginzaijisei ‘Kala sekarang’

Contoh:

Toukyou wa shicuu ni kouen ga takusan aru.

‘Di kota Tokyo ada banyak taman’.

c. Miraijisei

Contoh:

Ashita wa Kato-san ga sono kaigi ni deru.

‘Besok Tuan Kato akan datang pada rapat itu ’

Menurut Inoue, kata kerja dalam bahasa Jepang dibagi menjadi 8 kelompok, yaitu:

a. Kata kerja yang memiliki ciri semantis (+keadaan) (+kontinyu) dengan morfem [te shimau.

Contoh:

Kare wa uchi ga gunyou douro no soba ni atte shimatta node, hantai undou ni sanka

sezaru o enaktta.

‘Karena rumahnya ada disebelah jalan raya yang digunakan tentara, maka ia terpaksa turut serta dalam gerakan penentangan.’

(44)

44 b. Kata kerja yang mempunyai ciri semantis (+keadaan) (-kontinyu) dengan morfem [te iru]

Contoh:

Kono akanbou wa chichi oya ni yoku nite iru.

‘Anak bayi ini mirip sekali dengan ayahnya’

Kalimat diatas menyatakan suatu keadaan (joutaisou).

c. Kata kerja yang mempunyai ciri semantis (+perbuatan) (+kontinyu) (+sempurna) dengan semua morfem berupa kata bantu kata kerja.

Contoh:

Chichi ga kusabana o uete iru

‘Ayah menanam bunga’

Kalimat diatas menyatakan keadaan sedang berlangsung (shinkosou) dan menyatakan keadaan akibat (kekkajoutaisou), misalnya:

Tarou ga heya o katazukete shimatta.

‘Taro sudah mengatur kamar’

Kalimat diatas menyatakan keadaan yang telah dilakukan dan selesai dengan sempurna (kanketsusou) dan dapat menyatakan keadaan yang nyata (jitsugensou). Kata kerja yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: yomu ‘membaca’, tsukuru ‘membuat’, ueru ‘menanam’, kiru ‘memotong’, dll.

(45)

45 Contoh:

Yuki ga futte iru

‘Salju sedang turun’

Kalimat diatas menyatakan shinkosou (sedang berlangsung) dan kekkajoutaisou (keadaan yang berakibat) . Kata kerja yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: tooru ‘melewati’, odoru ‘menari’, hataraku ‘bekerja’, matsu ‘menunggu’, dll

e. Kata kerja yang mempunyai ciri semantis (+perbuatan) (-kontinyu) dengan morfem [te iru]

Contoh:

Hanako wa arudake no sara o tsugi tsugi ni watte iru.

‘Hanako terus memecahkan piring yang ada.’

Kalimat diatas menyatakan hanpukusou (keadaan berulang-ulang). Kalimat lain yang menyatakan kekkajoutaisou contohnya:

Tarou wa kekkon shite iru.

‘Taro sudah menikah’

Kata kerja yang tergolong kelompok ini diantaranya: shinu ‘mati’, mageru ‘belok’, toru ‘mengambil’, dll

f. Kata kerja yang memiliki ciri semantis (-perbuatan) (+kontinyu), (+subjektif) dengan morfem [ru] pada subjek orang pertama/dengan morfem [te iru] pada subjek orang ketiga.

(46)

46 1. Watashi wa kono mondai ga shinken ni tougi sareru koto o kibou suru.

‘Saya menginginkan masalah ini didiskusikan dengan sungguh-sungguh.’

2. Kokumin wa hayaku kezaijijou ga kouten suru koto o nozonde iru.

‘Rakyat mengharapkan cepat-cepat terjadinya perubahan ekonomi yang lebih baik.’ Kalimat diatas menyatakan genzai no shintekijoutai ‘keadaan mental sekarang’. Kata kerja yang termasuk golongan ini antara lain: shinjiru’percaya’, kanjiru ‘merasa’, omou ‘berpikir’, kibou suru ‘berharap’, dll.

g. Kata kerja yang mempunyai ciri semantis (-perbuatan), (+kontinyu) (-subjektif) hampir sama dengan kelompok f diatas, tetapai untuk menyatakan keadaan mental sekarang digunakan morfem rangkap [te iru] tanpa memperhatikan kata ganti orang pada subjek. Contoh:

Wareware wa daigakuin o susumou ka shuushoku shiyou ka to, mayotte iru. ‘Kami bingung apakah mencari pekerjaan atau meneruskan ke pascasarjana’.

Kalimat diatas menyatakan genzai no shintekijoutai ‘keadaan mental sekarang’. Kata kerja yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: koroshimu ‘menderita’, mayou ‘bimbang’, dll.

h. Kata kerja yang memiliki ciri semantis (-perbuatan) (-kontinyu) dengan morfem rangkap [te iru]

Contoh:

Jijitsu wo shitte shimatta ijou, karera mo damatteru koto ga dekinakatta. ‘Setelah mengetahui kenyataan, merekapun tidak dapat diam’.

Kata kerja yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: shiru, tanu, wakaru.

Menurut Kindaichi tenses dalam bahasa Jepang dibagi menjadi 5 bagian, antara lain:

(47)

47 2. Waktu akan datang

3. Waktu sekarang’

4. Waktu keadaan waktu luar biasa 5. Waktu perbuatan selesai

Sedangkan menurut Inoue, tenses/kala dalam bahasa Jepang terbagi atas tiga macam:

1. Waktu sekarang 2. Waktu lampau 3. Waktu akan datang

2.3Aspek

Menurut Chaer (2007: 259), aspek atau aspektualitas adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses. Aspek sering dibandingkan dan erat kaitannya dengan kala/tense. Kala merupakan kategori gramatikal yang menyatakan tentang waktu untuk menegaskan kegiatan verba yang dilakukan, misalnya: dengan dibubuhi kata kinou ‘kemarin’, kyou ‘hari ini’, atau ashita ‘besok.’ Aspek hanya menerangkan kegiatan yang dilakukan tersebut tanpa dikaitkan oleh waktu. Namun, pembahasan mengenai aspek sangat sedikit dibandingkan dengan kala. Hal ini dikarenakan dibandingkan dengan kala, aspek memiliki banyak jenis.

Aspek dalam bahasa Jepang disebut アスペクトasupekuto atau 相 sou. Menurut Katou, dkk (1989:146) aspek adalah:

話し手が設定した話題の時点において、話題の事柄が始まる階段にあるのか、 始まって継続している階段にあるのか、終わった階段にあるのかといった、 事柄の働きの階段を表す文法的範疇をアスペクトという。

(48)

48

aru noka, hajimatte keizoku shite iru kaidan ni aru noka, owatta kaidan ni aru noka to itta, kotogara no hataraki no kaidan o arawasu bunpouteki hanchuu o asupekto to iu.

‘Aspek adalah kategori gramatikal yang menunjukkan apakah topik pembicaraan baru akan dimulai, sudah dimulai dan berlanjut atau sudah berakhir, dilihat dari titik waktu pembicaraan.’

Aspek menurut Sutedi (2003: 86) adalah kategori gramatikal dalam verba yang menyatakan kondisi suatu perbuatan atau kejadian apakah baru dimulai, sedang berlangsung, sudah selesai atau berulang-ulang.

Menurut Kindaichi (1976: 60) , Aspek adalah keadaan dari berlangsungnya suatu perbuatan. Dan aspek tidak memakai kyougusei ‘sifat keadaan’. Misalnya : kata benda kotoshi : tahun ini, kinou: kemarin, dll, dalam kata kerja misalnya: kuru: datang, yaru : melakukan, iku : pergi , dll. Aspek merupakan sifat kedudukan dari keadaan atau perbuatan yang ditunjukkan oleh predikat. (Inoue, 1976: 6). Aspek merupakan subkategori semantik fungsional yang mempelajari bermacam-macam sifat unsur waktu internal situasi (peristiwa, proses, atau keadaan), yang secara lingual (bahasa) terkandung dalam semantik verba. Terdiri dari dua, yaitu :

(1). Aspek Perfektif

Aspek yang menggambarkan perbuatan selesai. Ditandai dengan morfem terikat ~te shimatta.

Contoh : 昨日この映画を見てしまった。”Kemarin film ini telah selesai ditonton”

(2). Aspek Imperfektif

Aspek yang menggambarkan perbuatan yang belum selesai. Ditandai morfem terikat ~ta, ~da dan ~te iru.

(49)

49 - 昨日この本を読んだ。”kemarin membaca buku ini”

- 車が止まっている。”mobil mati/ berhenti/ tidak jalan”

Kelompok aspek dalam bahasa Jepang terbatas pada morfem [ru], [ta], morfem rangkap [te iru] dan morfem rangkap [te ita].

Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses. Bentuk ~te iru adalah salah satu aspek hyougen yang berkenaan dengan waktu (jikan wo arawasu hyougen).

Teramura (1988:119) membagi aspek bahasa Jepang menjadi 3 bagian yaitu:

A. Aspek Suru (mizen ‘tidak lampau’) dan shita (kizen ‘lampau’)

Bentuk suru yang digunakan untuk menyatakan kegiatan yang belum terjadi sedangkan bentuk shita digunakan untuk menyatakan kegiatan telah terjadi. Bentuk aspek ini sering disamakan dengan bentuk kala. Untuk membedakan kedua bentuk ini (kala dan aspek), kala sering ditandai dengan keterangan waktu dalam kalimat, sedangkan aspek sering ditandai dengan kata keterangan mou ‘sudah.’

B. Aspek verba bentuk ~te + verba bantu (hojodoushi)

verba bantu yang mengikuti verba utama (bentuk ~te) meliputi:

a. Verba bantu ~te iru, ~te aru, ~te shimau, ~te iku, ~te kuru

b. Verba bantu ~te oku, ~te miru, ~te miseru

c. Verba bantu ~te yaru/ageru, ~te morau/itadaku, ~te kureru/kudasaru

(50)

50 Aspek ini dibagi menjadi ke dalam 3 bentuk, yaitu:

a. Menyatakan aspek waktu, terdiri dari:

1. Menyatakan dimulainya suatu aksi, meliputi: verba ~hajimeru, ~dasu, ~kakeru

2. Menyatakan keberlangsungan suatu aksi, meliputi: verba ~tsuzukeru, ~tsudzuku.

3. Menyatakan selesainya suatu aksi, meliputi: verba ~owaru, ~oeru, ~yamu

b. Menyatakan aspek ruang, terdiri dari:

1. Menyatakan arah pergerakan ke atas dan ke bawah, meliputi: verba ~ageru, ~agaru, ~orosu, ~kudaru, ~sagaru, ~sageru, ~ochiru

2. Menyatakan arah pergerakan keliling, bagian dalam dan bagian luar, meliputi: verba ~komu, ~komeru, ~dasu, ~mawasu

3. Menyatakan pergerakan pada suatu sasaran, meliputi: verba ~kakeru, ~kakaru, ~tsukeru, ~tsuku, ~~kaeru, ~au

4. Menyatakan aspek tingkat, derajat, kekuatan, makna dan penyelesaian suatu aksi, meliputi : verba ~nuku, ~~kiru, ~komu, ~toosu, ~tsumeru, ~tsukusu

Menurut Sutedi (2003 :108) untuk menyatakan aspek dalam bahasa Jepang, secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi menjadi 2 macam, yaitu:

1. Menggunakan verba bentuk te + verba bantu (hojo-doushi)

2. Menggunakan verba selain bentuk te

(51)

51 a. ... Te iru (~ている)

1. Menyatakan aktivitas/kejadian yang sedang berlangsung

Contoh:

子供達は庭で遊んでいます

Kodomotachi wa niwa de asonde imasu

‘Anak-anak sedang bermain di halaman ’ (tengah berlangsung)

2. Menyatakan kondisi hasil suatu perbuatan/kejadian

Contoh:

ドアが閉まっている。

Doa ga shimatte iru.

‘Pintu (dalam keadaan ) tertutup’ (kondisi/keadaan)

3. Keadaan yang terjadi secara alami

Contoh:

この道が曲がっている。

Kono michi ga magatte iru.

‘Jalan ini membelok.’ (keadaan kondisi alam)

4. Pengalaman

(52)

52 あの教授は本をたくさん書いている。

Ano kyouju wa hon o takusan kaite iru.

‘Profesor itu banyak menulis buku.’

5. Pengulangan (perbuatan yang dilakukan berulang-ulang).

Contoh:

家には毎日流しが来ている。

Ie ni wa mainichi nagashi ga kite iru.

‘Ke rumah saya setiap hari datang pengamen.’ (terus menerus).

b. ...Te Kuru dan ... Te Iku (~てくる・~ていく)

1. Proses muncul dan hilangnya sesuatu

Contoh:

言葉は人間の生活の中から生まれてくる。

Kotoba wa ningen no seikatsu no naka kara umarete kuru.

‘Bahasa lahir dari dalam kehidupan manusia’

あの選手は力を失っていった。

Ano senshu wa chikara o ushinatte itta.

‘Atlit itu telah kehabisan tenaga.’

(53)

53 Contoh:

お腹がすいてきた。

Onaka ga suite kita.

‘Perut menjadi lapar.’

父の病気はますます重くなっていった。

Chichi no byouki wa masumasu omoku natte itta.

‘Penyakit ayah semakin berat.’

3. Bermulanya suatu aktifitas/kejadian (untuk Te Kuru)

Contoh:

雨が風ってきた。

Ame ga futte kita.

‘Hujan mulai turun.’

4. Aktifitas/kejadian yang terus berlangsung

母は今日まで苦しい生活をしてきた。

Haha wa kyou made kurushii seikatsu o shite kita.

‘Ibu saya sampai hari ini hidup dalam kesusahan’

お前達はいつかに死ぬことを考えて生きていくべきだ。

(54)

54 ‘Kamu semua semestinya (terus) hidup dengan memikirkan bahwa suatu saat akan mati.’

e. ...Te Shimau (~てしまう)

1. Menyatakan aktivitas/kejadian yang dilangsungkan sampai tuntas

Contoh:

彼女はりんごを三つとも食べしてしまった。

Kanojo wa ringo o mittsu tomo tabeshite shimatta.

‘Dia (wanita) telah menghabiskan apel 3 buah.’

2. Perbuatan yang tidak disengaja (tidak diharapkan) terlanjur terjadi

Contoh:

酒を飲みすぎてしまった。

Sake o nomisugite shimatta.

‘Terlalu banyak minum sake.’

Selain aspek yang menggunakan verba bentuk ~Te diatas, adapula aspek yang tidak menggunakan jenis verba selain bentuk ~Te, diantaranya dengan menggunakan sufiks pada verba majemuk, atau menggunakan bentuk verba yang lainnya.

Sufik dalam verba majemuk yang bisa digunakan untuk menyatakan aspek, yaitu

(55)

55 berlangsungnya suatu kegiatan/kejadian. Untuk menyatakan aspek berakhir/selesainya suatu kegiatan/kejadian bisa digunakan sufik ---owaru dan ---ageru/agaru.

Selain itu, untuk menyatakan dimulainya suatu kegiatan/kejadian bisa digunakan verba bentuk ‘you/ou + to suru, verba bentuk ru + tokoro, atau verba bentuk (masu) + sou da.’ Masih ada cara lain untuk menyatakan tengah berlangsungnya suatu perbuatan/kejadian, seperti dengan menggunakan verba bentuk (masu) + tsutsu aru.

Bagi pembelajar bahasa Jepang sebagai bahasa asing, masalah aspek dan kala sering menjadi penghambat. Salah satu penyebabnya antara lain karena kedua hal tersebut dapat dinyatakan dengan dua bentuk verba yang sama. Misalnya verba bentuk TA selain digunakan untuk menyatakan kala lampau, bisa digunakan untuk menyatakan aspek selesai (kanryou).

Contoh:

1. もう宿題をやったか。 Mou shukudai o yatta ka?

まだ、やらない。 Mada, yaranai.

まだ、やっていない。 Mada, yatte inai.

まだ、*やらなかった。 Mada, *yaranakatta.

2. 昨日宿題をやったか。 Kinou shukudai o yatta ka?

昨日、*やらない。 Kinou, *yaranai.

昨日、*やっていない。 Kinou, *yatte inai.

(56)

56 Pada contoh (1) berhubungan dengan aspek, sedangkan contoh (2) merupakan kala bentuk lampau. Pada contoh (1) ditanya dengan ‘Sudah mengerjakan PR?’, hal ini tidak berhubungan dengan kala (lampau, sedang, atau akan), sehingga ada dua jawaban yang memungkinkan yaitu : ‘yaranai atau yatte inai’ yang kedua-duanya menyatakan arti ‘belum dikerjakan’. Lain halnya dengan pertanyaan (2), dengan diberikan ruang lingkup waktu, yaitu kata kinou (kemarin), maka jawabannya hanya satu yaitu: yaranakatta (tidak mengerjakan) dalam bentuk lampau.

Aspek sering dibandingkan dan erat kaitannya dengan kala/tense. Kala merupakan kategori gramatikal yang menyatakan tentang waktu untuk menegaskan kegiatan verba yang dilakukan, misalnya: dengan dibubuhi kata kinou ‘kemarin’, kyou ‘hari ini’, atau ashita ‘besok.’ Aspek hanya menerangkan kegiatan yang dilakukan tersebut tanpa dikaitkan oleh waktu. Namun, pembahasan mengenai aspek sangat sedikit dibandingkan dengan kala. Hal ini dikarenakan dibandingkan dengan kala, aspek memiliki banyak jenis.

Menurut Kindaichi (1989:66), pembagian aspek hyougen ada dua macam, yaitu:

1. Joutaisou no asupekuto (aspek yang berdasarkan keadaan) 2. Dousasou no asupekuto (aspek yang berdasarkan aktivitas)

Berdasarkan jenisnya, joutaisou no asupekuto atau aspek yang berdasarkan keadaan dibagi menjadi 7 macam, yaitu: ~te iru, ~te aru, ~te oku, ~tsutsuaru, ~te kuru, ~te iku, dan ~te tsudzukeru.

(57)

57 Aspek ~teiru termasuk dalam joutaisou no asupekuto, dan diklasifikasikan makna dan cara pemakaiannya menjadi 5 jenis, yaitu:

1. Dousa /Saiyou no Keizoku (aktivitas atau kejadian yang sedang berlangsung) Contoh:

子供がそとで遊んでいます。 Kodomo ga soto de asonde imasu. ‘Anak-anak sedang bermain diluar’

2. Kekka no Joutai (hasil dari suatu keadaan) Contoh:

木が倒れている。 Ki ga taorete iru

‘Pohon dalam keadaan tumbang’

3. Joutai no Keizoku (keadaan yang terjadi secara alami) Contoh:

この道は曲がっている。 Kono michi ga magatte iru ‘Jalan ini membelok’ 4. Keiken (pengalaman)

Contoh:

彼は二年前に大学を卒業している。

Kare wa ninen mae ni daigaku o sotsugyou shite iru. ‘Laki-laki itu lulus dari perguruan tinggi 2 tahun yang lalu.’ 5. Kurikaeshi (kejadian yang berulang-ulang)

(58)

58 あそこの夫婦は毎日喧嘩している。

Asoko no fuufu wa mainichi kenka shite iru.

Menurut Kindaichi aspek dalam bahasa Jepang terbatas pada morfem [ru], morfem [ta] , morfem rangkap [te iru] dan morfem rangkap [te ita], yaitu:

1. Aspek keadaan sedang berlangsung

2. Aspek keadaan sedang berlangsung berulang-ulang 3. Aspek keadaan sederhana

4. Aspek perbuatan sederhana 5. Aspek perbuatan terus-menerus

6. Aspek perbuatan terus menerus berulang-ulang

Menurut Chaer (2007:259) dari berbagai bahasa dikenal adanya berbagai macam aspek , antara lain:

1. Aspek kontinuatif, yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung. 2. Aspek inseptif, yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian baru mulai. 3. Aspek progresif, yaitu aspek yang menyatakan perbuatan sedang berlangsung. 4. Aspek repetitif, yaitu yang menyatakan perbuatan itu terjadi berulang-ulang. 5. Aspek perfektif, yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai.

6. Aspek imperfektif, yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar. 7. spek sesatif, yaitu yang menyatakan perbuatan berakhir.

Dalam bahasa Indonesia untuk menyatakan aspek perfektif digunakan unsur leksikal

sudah seperti pada kalimat (1); untuk menyatakan aspek inseptif, baru mulai, digunakan partikel pun dan lah seperti dalam kalimat (2); dan untuk menyatakan aspek repetitif

Menurut kridalaksana aspek terdiri dari 18 macam ( 2008:21), yaitu :

Referensi

Dokumen terkait

empat komponen: (1) daftar morfem yang memuat morfem dasar bebas, morfem dasar terikat, afiks, reduplikasi dan kata majemuk (2) kaidah pembentukan kata yang memeroses semua

Dalam penelitian ini menggunakan suatu teori dengan beberapa pendapat para ahli, yaitu proses morfologis berupa afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan pada

Data dalam penelitian ini adalah data tulis yang mencakup aspek bunyi bahasa, aspek bentuk kata (afiksasi (manfaat bentuk kata), reduplikasi (kata ulang), komposisi

Tulisan ini berfokus pada pembentukan kata dan perubahan makna ism (nomina) yang mengalami variasi afiksasi-aglutinatif dari bentuk dasar verba (fi‟il) baik dari tiga,

Bentuk dasar dalam kata ulang agak berbeda dengan bentuk-bentuk dasar pada jenis pembentukan kata yang lain seperti afiksasi dan komposisi, karena bentuk dasar dalam

Dilain pihak, dalam bahasa Bugis, nomina merupakan morfem bebas yang dapat berubah menjadi morfem terikat jika mengalami afiksasi; Proses pemajemukan verba dalam

Kelas kata yang akan dibahas dalam pembahasan ini adalah terkait pada reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu pada aspek bentuk afiksasi pembentuk reduplikasi

Selanjutnya, penelitian Jatiyasa (2017) yang berjudul Afiksasi Dan Reduplikasi Bahasa Bali dalam Novelet Rasti Karya Idk Raka Kusuma. Penelitiannya menunjukkan bahwa: 1) afiksasi