• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBANDINGAN MORFOFONEMIK PADA PROSES MORFEMIS NOMINA BAHASA JEPANG DENGAN BAHASA INDONESIA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PERBANDINGAN MORFOFONEMIK PADA PROSES MORFEMIS NOMINA BAHASA JEPANG DENGAN BAHASA INDONESIA SKRIPSI"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN MORFOFONEMIK PADA PROSES MORFEMIS NOMINA BAHASA JEPANG DENGAN

BAHASA INDONESI

A

NIHONGO TO INDONESIAGO NO MEISHI DE GOKEISEI NO KEITAIONINRON NO HIKAKU BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh:

SYANTI NIM : 040708032

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG MEDAN

2008

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya akhirnya tugas akhir yang berupa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Skripsi ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana Jurusan Sastra Jepang di Universitas Sumatera Utara.

Tanpa bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Karena itulah pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D sebagai Ketua Program Studi Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Adriana Hasibuan, SS, M.Hum sebagai Ketua Program Studi Bahasa Jepang (D3) Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Adriana Hasibuan, SS, M.Hum sebagai Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktu dan pemikirannya dalam menyelesaikan skripsi ini

5. Bapak Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D sebagai Dosen Pembimbing II yang juga telah menyediakan waktu dan sarannya dalam penulisan skripsi ini 6. Seluruh Bapak/Ibu Pengajar dan Staf di Universitas Sumatera Utara,

khususnya di Jurusan Sastra Jepang

(3)

7. Orang tua dan saudara yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan baik moril maupun material selama penulis mengikuti pendidikan hingga selesai, dan

8. Seluruh teman yang telah memberikan dukungan kepada penulis, khususnya teman-teman Jurusan Sastra Jepang Stambuk 2004.

Mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya. Dan karena keterbatasan waktu yang dimiliki penulis, kekurangan atau kesalahan yang tidak disadari penulis mungkin ada di dalam skripsi ini. Saran dan kritikan akan sangat membantu untuk memperbaikinya.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2008 Penulis,

Syanti

(4)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Batasan Masalah ... 5

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Tinjauan Pustaka ………... 6

1.6. Kerangka Teori ... 9

1.7. Metode Penelitian ... 12

BAB II. PROSES MORFEMIS DAN MORFOFONEMIK 2.1. Pengertian Proses Morfemis ………... 14

2.2. Jenis Proses Morfemis ...14

2.2.1. Afiksasi ... 15

2.2.2. Reduplikasi ... 18

2.2.3. Komposisi ... 22

2.3. Pengertian Morfofonemik ... 25

2.4. Tipe Morfofonemik ... 27

2.4.1. Tipe Morfofonemik Bahasa Indonesia ... 27

2.4.2. Tipe Morfofonemik Bahasa Jepang ... 28

(5)

BAB III. ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN MORFOFONEMIK PADA PROSES MORFEMIS NOMINA BAHASA JEPANG DAN BAHASA INDONESIA

3.1. Morfofonemik Afiksasi pada Bahasa Indonesia ... 30

3.1.1. Morfofonemik Prefiks me- ... 30

3.1.2. Morfofonemik Prefiks pe- ... 35

3.1.3. Morfofonemik Prefiks ber- ... 40

3.1.4. Morfofonemik Prefiks ter- ... 41

3.1.4. Morfofonemik Sufiks i- ... 42

3.1.4. Morfofonemik Sufiks an- ... 42

3.2. Morfofonemik Afiksasi Bahasa Jepang ... 43

3.2.1. Morfofonemik Prefiks me-... 43

3.2.2. Morfofonemik Prefiks o- ... 46

3.2.3. Morfofonemik Prefiks kaku-... 49

3.2.4. Morfofonemik Sufiks ... 50

3.3. Morfofonemik pada Reduplikasi Bahasa Indonesia ... 52

3.4. Morfofonemik pada Reduplikasi Bahasa Jepang ... 52

3.5. Morfofonemik pada Komposisi Bahasa Indonesia ... 54

3.6. Morfofonemik pada Komposisi Bahasa Jepang ... 55

3.7. Persamaan dan Perbedaan ... 58

3.7.1. Persamaan ... 60

3.7.2. Perbedaan ... 62

(6)

BAB IV. Kesimpulan dan Saran

4.1. Kesimpulan ... 63 4.2. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting untuk dapat berinteraksi dengan orang lain. Di era globalisasi seperti di saat sekarang ini, penguasaan terhadap bahasa asing sangat diperlukan. Salah satunya adalah bahasa Jepang. Sebagai bahasa asing, bahasa Jepang mempunyai ciri dan kaidahnya sendiri yang berbeda dengan bahasa Indonesia.

Pada setiap bahasa ada proses pembentukan kata, termasuk pada bahasa Indonesia dan bahasa Jepang. Proses pembentukan kata disebut proses morfemis atau proses morfologis atau proses gramatikal. Menurut Muchtar (2006:34), proses morfemis merupakan bagaimana kata-kata dibentuk dengan menghubung- hubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Dalam bahasa Jepang, proses ini disebut dengan 語形成 (gokeisei). Proses morfemis tersebut dapat

berupa afiksasi, reduplikasi dan komposisi. Penelitian ini ingin membandingkan morfofonemik pada proses morfemis yang berupa afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, khususnya pada nomina bahasa Jepang dan bahasa Indonesia.

Secara umum afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar (Chaer, 2003:177). Menurut Koizumi (1993:95) afiksasi dalam bahasa Jepang disebut dengan 接辞 (setsuji) dan terbagi atas 3 jenis, yaitu

prefiks 接 頭 辞 (settouji), sufiks 接 尾 辞 (setsubiji), dan infiks 接 中 辞

(8)

(setsuchuuji). Sedangkan dalam bahasa Indonesia, Chaer (2003:177) membagi afiksasi atas 4 jenis, yaitu prefiks (awalan), sufiks (akhiran), infiks (sisipan), serta konfiks (awalan dan akhiran).

Juga menurut Chaer (2003:182), secara umum reduplikasi merupakan proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian, maupun dengan perubahan bunyi. Koizumi (1993:108) menyatakan reduplikasi dalam bahasa Jepang disebut dengan 重複 (juufuku). Menurut Japan

Wikipedia, selain disebut dengan juufuku, reduplikasi dapat disebut juga dengan 重畳 (choujou) atau 畳語 (jougo).

畳語(じょうご)とは、単語またはその一部をなす形態素などの 単位を反復して作られた単語をいう。(Jougo towa, tango matawa sono ichibu wo nasu keitaiso nado no tan i wo hanpokushite tsukurareta tango wo iu : Jougyo adalah kata yang dibentuk dengan mengulang satuan/unit morfem yang berupa kata atau satu bagian dari kata tersebut) (http://ja.wikipedia.org/wiki/%E7%95%B3%E8%AA%9E).

Masih menurut Chaer (2003:185), komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Komposisi dalam bahasa Jepang disebut dengan 複合語 (fukugougo).

Koizumi (1993:94) menyatakan bahwa:

(9)

自由形同士が結びついたものを『複合語』と呼んでいる.

(Jiyuukei doushi ga musubitsuitamono wofukugougo to yondeiru : morfem bebas dengan sesamanya (morfem bebas) yang berpadu menjadi satu disebut kata majemuk).

Seperti pada reduplikasi, pada afiksasi dan komposisi dalam prosesnya ada perubahan bentuk yang disertai dengan perubahan bunyi. Proses perubahan yang disertai dengan perubahan bunyi ini disebut proses morfofonemik. Chaer (2003:198) menyatakan bahwa masalah morfofonemik ini terdapat hampir pada semua bahasa yang mengenal proses-proses morfologis. Maka proses ini jelas ada dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jepang yang mengenal proses morfologis.

Morfofonemik dalam bahasa Jepang menurut Koizumi (1993:100) disebut dengan 異形態の交替 (igyoutainokoutai). Igyoutainokoutai dapat disebut juga 形態音韻

論 (keitaioninron).

Menurut Muchtar (2006:12), gejala morfofonemik timbul apabila fonem- fonem yang bersinggungan menyebabkan perubahan tertentu pada fonem-fonem tersebut. Contohnya dalam bahasa Indonesia pada proses afiksasi dengan prefiks me-. Prefiks me- tersebut apabila ditambahkan pada kata tangan, maka prefiks me- tersebut akan berubah menjadi men- dan fonem /t/ pada kata tangan akan luluh menjadi fonem /n/, sehingga menghasilkan kata menangan(i). Contoh pada proses afiksasi dengan prefiks dalam bahasa Jepang sepertinya juga demikian, yaitu pada prefiks me- (berbeda pengucapannya dengan bahasa Indonesia), yang apabila ditambahkan dengan kata tori akan berubah menjadi mendori.

(10)

Fenomena perubahan tersebut cukup menarik karena terdapat pada bahasa Indonesia dan bahasa Jepang. Menurut Cahyono (1995:148) proses morfofonemik itu terjadi untuk mempermudah dan memperlancar ucapan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan agar kelak dapat berkomunikasi dengan mudah dan lancar, baik dengan bahasa Indonesia maupun dengan bahasa Jepang.

Karena dalam penelitian ini kajiannya berupa bahasa maka merupakan kajian linguistik, lebih tepatnya linguistik kontrastif. Menurut Ridwan (1997:10), linguistik kontrastif menganalisis perbedaan atau persamaan antara dua bahasa atau lebih dengan tujuan praktis khusus untuk pelajaran bahasa.

1.2. Perumusan Masalah

Proses pembentukan kata baik yang terdapat dalam bahasa Jepang maupun dalam bahasa Indonesia ada yang mengalami morfofonemik. Morfofonemik yang terjadi pada proses pembentukan kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jepang belum tentu sama, karena masing-masing dari kedua bahasa tersebut mempunyai ciri dan kaidahnya sendiri. Oleh karena itu, untuk membandingkan morfofonemik yang terdapat dalam bahasa Jepang dengan bahasa Indonesia, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana persamaan morfofonemik pada proses morfemis nomina yang terdapat dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia

b. Bagaimana perbedaan morfofonemik pada proses morfemis nomina yang terdapat dalam kedua bahasa tersebut

(11)

1.3. Batasan Masalah

Proses morfofonemik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Jepang sangat luas pembahasannya karena ada banyak jenis proses morfemis yang terdapat dalam kedua bahasa tersebut. Maka penelitian ini akan dibatasi pada proses morfemis yang berupa afiksasi yaitu dengan prefiks dan sufiks, serta reduplikasi dan komposisi yang terdapat pada bahasa Indonesia dan bahasa Jepang.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana persamaan morfofonemik pada proses morfemis nomina yang terdapat dalam bahasa Jepang dan Indonesia

b. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan morfofonemik pada proses morfemis nomina yang terdapat dalam kedua bahasa tersebut.

2. Manfaat Penelitian

Dari tujuan di atas, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan ilmu tentang morfofonemik dalam membentuk kata-kata baru dalam bahasa Jepang, baik melalui proses morfemis yang berupa afiksasi dengan prefiks dan sufiks, maupun reduplikasi dan komposisi. Juga menambah referensi bahan tentang proses morfofonemik bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

(12)

1.5. Tinjauan Pustaka

Proses morfemis ialah proses pembentukan kata yaitu bagaimana kata-kata dibentuk dengan menghubung-hubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain (Muchtar, 2006:34). Dalam bahasa Jepang proses ini disebut gokeisei.

Proses tersebut dapat berupa afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.

Afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar (Chaer, 2003:177). Dalam bahasa Indonesia afiks berupa prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks (baca Morfologi, Muhizar Muchtar, 2006:35-39).

Dalam bahasa Jepang, afiksasi disebut dengan setsuji. Setsuji terdiri atas settouji (prefiks), setsubiji (sufiks), dan setsuchuuji (infiks). Menurut Sutedi (2003:44), proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang bisa dengan formula:

“settouji + morfem isi” atau “morfem isi + setsubiji”.

Reduplikasi merupakan proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian, maupun dengan perubahan bunyi (Chaer, 2003:182). Proses ini dapat terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada bentuk ulangnya. Seperti yang dinyatakan oleh Muchtar (2006:40) bahwa dalam bahasa Indonesia, reduplikasi terbagi 3, perulangan utuh, perulangan sebagian, perulangan dengan perubahan vokal dan konsonan. Sedangkan Cahyono (1995:146) menggolongkan pengulangan menjadi 4 berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, yaitu pengulangan keseluruhan (misal: sepeda-sepeda), pengulangan sebagian (misal: pertama-tama), pengulangan dengan pengafiksasian (misal: rumah-rumahan), dan pengulangan dengan perubahan morfem yang

(13)

melibatkan perubahan vokal (misal: gerak-gerik), dan perubahan konsonan (misal:

lauk-pauk).

Dalam bahasa Jepang reduplikasi disebut dengan juufuku atau jougo atau choujou. Koizumi (1993:108-109) menyatakan bahwa reduplikasi dalam bahasa Jepang terbagi dua, yaitu 語幹の重複 (gokan no juufuku: kata ulang dari bentuk

dasarnya) dan 語幹の重複と接辞 (gokan no juufuku to setsuji : kata ulang yang

mengalami proses afiksasi). Menurutnya (1993:108), dalam bahasa Jepang ada juga reduplikasi yang terbagi atas 擬態語 (gitaigo) dan 擬音語 (gionggo).

Keduanya merupakan anomatope atau tiruan suara/bunyi.

Dalam bahasa Indonesia komposisi dapat berupa kata majemuk, yang dalam bahasa Jepang disebut dengan fukugougo. Cahyono (1995:146) menyatakan bahwa kata yang terjadi dari gabungan dua kata dan menimbulkan kata baru disebut dengan kata majemuk dengan ciri-ciri: salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata (misalnya kolam renang, tenaga kerja), unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan atau diubah strukturnya (misalnya kata kamar mandi yang tidak dapat dipisahkan menjadi kamar itu mandi), dan ada kalanya kata majemuk memiliki unsur morfem unik, yaitu morfem yang hanya mampu bergabung dengan satu satuan tertentu (misalnya simpang siur, sunyi senyap, dimana kata siur dan kata senyap itu hanya dapat berpadu dengan kata simpang dan sunyi).

Menurut Nomura (1992:185), fukugougo merupakan:

(14)

二つ以上の語基(語)が結合してできている語。(Futatsu ijou no goki(go) ga ketsugou shite dekiteiru go : kata yang terdiri dari 2 kata atau lebih yang dapat menjadi satu).

Selain yang telah dinyatakan dalam latar belakang di halaman sebelumnya, Koizumi (1993:94) juga menyatakan bahwa:

複合語は自由形の語もしくはその異形態とが相互に結びついてで

きた語。(fukugougo wa jiyuukei no go moshiku wa sono igyoutai to ga sougoni musubitsuite dekitago : kata majemuk adalah kata yang dapat saling berpadu antara kata yang berupa morfem bebas atau dengan bentuk perubahannya).

Menurut Sutedi (2003:46) fukugougo atau yang disebut juga 合成語

(gouseigo) merupakan kata yang terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa morfem isi dan contohnya antara lain:

a) dua buah morfem isi

● nomina + nomina

Contoh: 雨傘 (amagasa : payung hujan) b) morfem isi + setsuji

● nomina + verba

Contoh: 日帰り (hikaeri : pulang hari itu)

● verba + nomina

(15)

Contoh: 食べ物 (tabemono : makanan)

● verba + verba = verba

Contoh: 取り出す (toridasu : mengambil)

● verba + verba = nomina

Contoh: 行き帰り (ikikaeri : pulang-pergi)

Nomina atau kata benda merupakan kelas kata yang menyatakan nama seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Nomina dalam bahasa Jepang disebut dengan 名詞 (meishi).

1.6. Kerangka Teori

Proses morfofonemik merupakan peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi (Chaer, 2003:195). Perubahan wujud tersebut dapat berupa perubahan bentuk atau perubahan bunyi. Berdasarkan wujud perubahannya menurut Soeparno (2003:80), morfofonemik dapat dibedakan atas 4 macam, yaitu: pengurangan, penambahan, penggantian, dan pergeseran. Chaer (2003:196) menyatakan bahwa perubahan fonem dalam proses morfofonemik ini dapat berwujud:

a. Pemunculan fonem, misalnya prefiks me- yang dilekatkan pada kata baca sehingga menjadi membaca; dimana terlihat muncul fonem /m/.

b. Pelesapan fonem, misalnya prefiks ber- yang dilekatkan pada kata renang, dimana fonem /r/ dari prefiks itu hilang, sehingga menjadi berenang.

(16)

c. Proses peluluhan fonem, misalnya prefiks me- yang dilekatkan pada kata sikat, menjadi menyikat, dimana fonem /s/ pada kata sikat itu luluh dalam fonem /ny/.

d. Proses perubahan fonem, misalnya prefiks ber- yang dilekatkan pada kata ajar, yang menjadi belajar, dimana fonem /r/ dari prefiks itu berubah menjadi fonem /l/.

e. Proses pergeseran fonem, misalnya proses pengimbuhan sufiks -an pada kata jawab yang menjadi jawaban, dimana fonem /b/ yang semula berada pada silabel /wab/ pindah ke silabel /ban/.

Menurut Cahyono (1995:153), proses perubahan fonem dapat digolongkan ke dalam beberapa tipe dengan istilah-istilah teknik tertentu, antara lain:

1. Asimilasi, yaitu proses perubahan bunyi yang mengakibatkan mirip atau sama dengan bunyi lain di dekatnya.

Contoh: me - + beli ► membeli

2. Disimilasi, yaitu proses perubahan bunyi yang terjadi bila dua bunyi yang sama berubah menjadi tak sama.

Contoh: ber- + runding ► berunding

3. Elipsis, yaitu penghilangan salah satu bunyi dalam pembentukan dalam proses morfofonemik

Contoh: ber- + kerja ► bekerja

4. Metatesis, yaitu perubahan dalam urutan fonem-fonem.

Contoh: almari dan lemari

(17)

5. Sandi, yaitu proses peleburan dua fonem vokal atau lebih menjadi satu fonem vokal.

Contoh: bhina + ika ► bhineka

Morfofonemik dalam bahasa Jepang dinamakan dengan igyoutainokoutai atau keitaioninron. Tipe morfofonemik yang terjadi pada morfem (Koizumi,1993:105-106) antara lain:

1. 付加 (fuka : penambahan bunyi). Contohnya: penambahan bunyi /er/

つく( tsuku : lengket/lekat) ► つける( tsukeru:melekatkan)

2. 削除 (sakujo : penghilangan bunyi). Contohnya: pengurangan bunyi /er/

さける (sakeru:mengembangkan) ► さく (saku : kembang) 3. 置換 (chikan : penggantian fonem). Contohnya:

あ つ ま る (atsumaru:berkumpul) ► あ つ め る (atsumeru:

mengumpulkan).

4. ゼロ 接辞 (zero setsuji : imbuhan kosong). Contohnya:

ふく (fuku:bertiup) (自動詞, jidoushi) ► ふく (fuku: meniup /menghembus) (他動詞, tadoushi).

Karena penelitian ini hendak membandingkan bahasa Indonesia dan bahasa Jepang maka penelitian ini termasuk dalam penelitian komparatif.

Komparatif berasal dari kata compare yang berarti membandingkan. Menurut Arikunto (2002:236), penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-

(18)

persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, orang, prosedur kerja, ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja.

Penelitian ini merupakan penelitian komparatif, maka di dalam penelitian ini akan menggunakan metode perbandingan atau metode komparatif dalam menganalisis datanya. Sudaryanto (1988:26) di dalam bukunya, menyatakan bahwa dalam pelaksanaan penggunaannya, metode dapat disebut “pendekatan”

atau “approach”. Maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan komparatif. Sudaryanto (1988:63) juga menyebutkan bahwa, istilah komparatif itu sendiri sudah menyarankan kepada cara kerjanya yang membanding-bandingkan data satu dengan data lainnya.

1.7. Metode Penelitian

Menurut Arikunto (2002:236), penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, orang, prosedur kerja, ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja. Maka penelitian ini merupakan penelitian komparasi dan dilakukan dengan menggunakan metode perbandingan atau metode komparatif dalam menganalisis datanya. Sudaryanto (1988:63) menyebutkan bahwa, istilah komparatif itu sendiri sudah menyarankan kepada cara kerjanya yang membanding-bandingkan data satu dengan data lainnya.

Langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini meliputi: pengumpulan data, analisis data, dan menarik kesimpulan. Data diperoleh dengan metode simak,

(19)

yaitu secara kepustakaan melalui buku, kamus, dan sebagainya yang relevan.

Kemudian data tersebut dipilah yang berupa afiksasi, reduplikasi dan komposisi.

Data dipilah lagi dengan melihat proses morfofonemiknya. Dalam pengkajian data digunakan teknik hubung menyamakan dan teknik hubung membedakan. Teknik hubung menyamakan dilakukan dengan mencari persamaan morfofonemik pada proses morfemis yang terdapat dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia.

Sedangkan teknik hubung membedakan, dilakukan dengan membandingkan untuk menemukan perbedaannya. Setelah itu, langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari hasil analisis data tersebut.

BAB II

PROSES MORFEMIS DAN MORFOFONEMIK

(20)

2.1. Pengertian Proses Morfemis

Proses pembentukan kata dalam bahasa Indonesia disebut proses morfemis atau proses morfologis atau proses gramatikal, dan dalam bahasa Jepang, proses ini disebut dengan istilah gokeisei. Cahyono (1995:145) menyatakan proses morfologis merupakan proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain yang merupakan bentuk dasar.

2.2. Jenis Proses Morfemis

Proses morfemis bahasa Indonesia ada banyak jenisnya dan menurut Chaer (2003:177-191) antara lain: afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, dan pemendekan. Sedangkan proses morfemis bahasa Jepang ada 4 jenis, yaitu:

haseigo (penggabungan dengan setsuji), fukugougo/goseigo (kata majemuk), shouryaku/karikomi (akronim yang berupa suku kata (silabis) dari kosakata aslinya), dan toujigo (singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf romaji) (Sutedi, 2003: 44-46). Japan Wikipedia menyatakan goseigo berupa fukugougo, haseigo, dan jougo (http://ja.wikipedia.org/wiki/%E5%90%88%E6%

88%90%E8%aAA%9E). Hal ini berarti bahwa proses morfemis bahasa Jepang dapat berupa haseigo, fukugougo, jougo, shouryaku/karikomi, dan toujigo. Proses morfemis yang dibahas dalam penelitian ini berupa afiksasi, reduplikasi dan komposisi.

2.2.1. Afiksasi

(21)

Menurut Muchtar (2006:35) yang disebut dengan afiksasi atau pengimbuhan ialah pembentukan kata dengan membubuhkan afiks pada morfem dasar baik morfem dasar bebas maupun morfem dasar terikat. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata (Chaer, 2003:177). Afiks dalam bahasa Indonesia ada 4 yaitu prefiks (awalan), sufiks (akhiran), infiks (sisipan), dan konfiks (awalan dan akhiran).

Yang dimaksud dengan prefiks adalah afiks diimbuhkan di depan bentuk dasar. Prefiks dalam bahasa Indonesia antara lain: me-, ber-, ter-, ke-, se-, dan pe-.

Contohnya:

me + telepon ► menelepon ber- + mobil ► bermobil ter- + kesan ► terkesan ke- + satu ► kesatu se- + ekor ► seekor pe- + jepit ► penjepit

Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan di akhir bentuk dasar. Sufiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia antara lain: -an, -kan, -i, -wan/-man, -wati.

Contohnya:

makan + -an ► makanan ambil + -kan ► ambilkan warna + -i ► warnai seni + -man ► seniman

(22)

harta + -wan ► hartawan karya + -wati ► karyawati

Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia antara lain: infiks –el-, -em-,-er-.

tunjuk + -el- ► telunjuk kilau + -em- ► kemilau gigi + -er- ► gerigi

Dan konfiks adalah gabungan prefiks dan sufiks. Konfiks dalam bahasa Indonesia antara lain: pe-an, ke-an, dan ber-an.

per-an + temu ► pertemuan ke-an + terang ► keterangan ber-an + muncul ► bermunculan

Afiksasi dalam bahasa Jepang disebut dengan setsuji dan menurut Koizumi (1993:95) ada 3 jenisnya, yaitu: settouji (prefiks), setsubiji (sufiks), dan setsuchuuji (infiks). Menurut Makino (2003:679-684), dalam bahasa Jepang ada banyak prefiks dan sufiks. Prefiks yang biasanya sering dipakai antara lain:

可 (ka)

(kaku)

片 (kata) 逆 (gyaku)

準 (jun) 諸 (sho)

素 (su) 前 (zen)

全 (sen)

総 (sou) 対 (tai) 耐 (tai)

第 (dai) 超 (chou) 同 (dou) 初 (hatsu)

半 (han) 非 (hi) 被 (hi) 不 (fu)

(23)

副 (fuku) 真 (ma) 毎 (mai) 未 (mi) 無 (mu)

Makino (2003:684) juga menyatakan bahwa pada beberapa prefiks terjadi perubahan bunyi (a sound change occurs with some prefixes). Ini berarti bahwa prefiks dalam bahasa Jepang ada yang mengalami morfofonemik.

Masih menurut Makino (2003: 679-684 ) sufiks dalam bahasa Jepang yang sering digunakan antara lain:

家 (ka) 化 (ka) 限り(kagi ri) 方 (kata)

方 (gata) 形 (gata) 型 (gata) がち (gachi) ぎみ (gimi) 君 (kun)

頃 (goro) さ (sa) 様 (sama)

さん (san)

士 (shi) 師 (shi) 氏 (shi) 式 (shiki) 者 (sha) 手 (shu) 所 (jo) 上 (jou)

状(jou) 場(jou)

人 (jin) 性 (sei)

製 (sei) 代 (dai) たち (tachi) だらけ (darake) ちゃん (chan) 中 (chuu) 手 (te) 的 (teki)

ども(domo) 人 (hito)

費 (hi) 風 (fuu) 分 (bun)

み (mi) 目 (me) 面 (men) 屋 (ya) よう (you) 用 (you) ら (ra) 来 (rai)

料 (ryou)

(24)

Sedangkan infiks dalam bahasa Jepang secara umum tidak ada, namun terlihat pada contoh berikut yang menunjukkan infiks -e- (Koizumi, 1993:95).

mi-ru ► mi-e-ru ni-ru ► ni-e-ru

2.2.2. Reduplikasi

Cahyono (1995:145-46) menyatakan reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak dan menggolongkan pengulangan menjadi 4 berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, yaitu:

1. pengulangan keseluruhan, ialah pengulangan seluruh bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak dengan pengafiksasian. Misal: sepeda-sepeda.

2. pengulangan sebagian, ialah pengulangan sebagian bentuk dasarnya. Misal:

pertama-tama.

3. pengulangan dengan pengafiksasian, ialah pengulangan yang terjadi bersama- sama dengan proses pengimbuhan dan bersama-sama mendukung satu fungsi.

Misal: rumah-rumahan

4. pengulangan dengan perubahan morfem yang melibatkan perubahan vokal, misalnya: gerak-gerik, dan perubahan konsonan misalnya: lauk-pauk.

Sutan Takdir Alisjahbana dalam Chaer (2003:183) menyatakan bahwa dalam bahasa Indonesia ada reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu

(25)

sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang.

Menurut Chaer (2003:183) dalam linguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah untuk reduplikasi, yaitu: dwilingga (pengulangan morfem dasar, contoh: meja-meja), dwilingga salin suara (pengulangan morfem dasar dengan perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti : bolak-balik), dwipurwa (pengurangan silabel pertama, seperti : lelaki), dwiwasana (pengulangan pada akhir kata, seperti : cengengesan), dan trilingga (pengulangan morfem dasar sampai dua kali, seperti : dag dig dig).

Reduplikasi juga dapat digolongkan berdasarkan asal katanya (Pamungkas, 1995:44-46): kata ulang kata benda (contoh: anak-anak), kata ulang kata kerja (contoh: tidur-tidur), kata ulang kata sifat (contoh: kecil-kecil).

Reduplikasi dalam bahasa Jepang disebut juufuku atau jougo atau choujou.

Koizumi (1993: 108-109) menyatakan juufuku ada yang terbagi atas :

1. gitaigo yaitu bahasa bahasa yang diungkapkan seperti keadaan bendanya atau bunyi bahasa yang timbul dengan melihat keadaan bendanya. Contoh: hyu-hyu (bunyi angin)

2 gionggo yaitu bahasa yang mengungkapkan suara yang menyerupai bunyi suara benda atau hewan. Contoh: wan-wan (suara anjing)

Koizumi (1993:108-109) juga membagi juufuku menjadi:

a. gokan no juufuku (kata ulang dari bentuk dasarnya) Contoh: hitobito (orang- orang), kamigami (dewa-dewa)

(26)

b. gokan no juufuku to setsuji (kata ulang yang mengalami proses afiksasi).

Contoh: waka-wakashi (kemuda-mudaan), mizu-mizushi (seperti air). Kedua contoh kata tersebut setelah diulang ditambahkan dengan akhiran “shi”. Kalau dalam bentuk gitaigo maka ditambahkan dengan kata “suru”. Misalnya : hara- harasuru (berdebar-debar).

Di dalam Wikipedia Jepang dinyatakan definisi jougo:

単語またはその一部をなす形態素などの単位を反復して作られ た単語 (tango mata wa sono ichibu wo nasu keitaiso nado no tan i wo hanpokushite tsukurareta tango : merupakan kata yang terbentuk dengan mengulang satuan morfem yang berupa kata atau salah satu bagiannya)(http://ja.wikipedia.org/wiki/ %E7%95%B3%E8%AA%9E )

dan secara umum terbagi 3, yaitu :

a. 完全畳語 (kanzenjougo : pengulangan sempurna)

b. 部分畳語 (bubunjougo : pengulangan sebagian)

c. 音交替的畳語 (onkoutaitekijougo : pengulangan berubah bunyi)

Sampai saat ini pembahasan mengenai kanzenjougo dan onkoutaigo dalam bahasa Jepang sepertinya belum ada. Padahal jika dilihat dari artinya ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu: kanzenjougo sebagai pengulangan sempurna dan onkoutaijougo sebagai pengulangan berubah bunyi,

(27)

dapat dirasakan kemiripannya dengan pengulangan yang terdapat dalam bahasa Indonesia yaitu pengulangan penuh dan pengulangan dengan perubahan fonem (lihat di halaman 17). Jika demikian, maka kanzenjougo dapat didefinisikan sebagai pengulangan seluruh bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak dengan pengafiksasian, dan dapat diberikan contohnya dalam bahasa Jepang yaitu kata ie 'rumah' yang bentuk reduplikasinya menjadi ieie 'rumah-rumah'.

Onkoutaijougo dapat didefinisikan sebagai pengulangan yang melibatkan perubahan vokal dan perubahan konsonan, contohnya dalam bahasa Jepang yaitu kata kami 'dewa' yang direduplikasi menjadi kamigami 'dewa-dewa'. Sedangkan bubunjougo termasuk ke dalam jenis jougo.

Dalam bahasa Jepang ada banyak jenis jougo, antara lain (http://www.nobi.or.jp/i/kotoba/jougo/index.html):

1. 畳語名詞 ・代名詞 (Jougo meishi daimeishi : nomina dan pronomina ulang)

Contoh: ieie 'rumah-rumah', wareware 'kita'.

2. 畳語名詞 ・代名詞 (連濁) (jougo meishi daimeishi (rendaku) : nomina dan

pronomina ulang dengan perubahan bunyi) Contoh: kamigami 'dewa dewa', sorezore 'itu-itu'.

3. 畳語動詞 (jougo doushi : verba ulang)

Contoh: yasumiyasumi 'berhenti', nakunaku 'dengan sedih'.

4. 畳語動詞 (部分畳語) (jougo doushi (bubunjougo): verba ulang (pengulangan

sebagian)

(28)

Contoh : susuru 'menghirup', tsuzuku 'bersambung'.

5. 畳語形容詞 (jougo keiyoushi : adjektiva ulang)

Contoh: meme(shi) 'kewanita-wanitaan atau tidak jantan', yuyu(shi) 'serius'.

6. 畳語副詞 (jougo fukushi : adverbia ulang)

Contoh: tokidoki 'kadang-kadang', iro-iro 'macam-macam'.

7. 畳語擬音語 ・擬態語 (jougo giongo gotaigo : bunyi tiruan / anomatope

ulang)

Contoh: dokidoki 'deg-deg', konkon 'tok tok'.

8. 畳語外来語 (Jougo gairaigo : kata asing yang diulang)

Contoh: raburabu 'love love', go go 'go! go!'.

9. 畳語集畳語 (jougo shuujougo : kumpulan kata ulang)

Contoh: achirakochira 'ini itu', kokoasoko 'sana sini'.

2.2.3. Komposisi

Komposisi dalam bahasa Indonesia dapat disebut komponisasi atau kompositum atau bentuk majemuk atau kata majemuk. Menurut Chaer (2003:185), komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Menurut Wahyudin dalam Jurnal Ilmiah Lingua (2003), kompositum atau bentuk majemuk adalah penggabungan 2 bentuk kata atau lebih dan bentuk ini terdiri atas verba majemuk

(29)

dan verba nominal. Verba majemuk merupakan perpaduan 2 verba (contohnya:

maju mundur), sedangkan verba nomina merupakan perpaduan verba dan nomina (contohnya: terjun payung).

Komposisi dalam bahasa Jepang disebut dengan fukugougo. Japanese

Language Resource 1000 Books (1998:197) menyatakan bahwa fukugougo:

二つ以上の単語が結び付いて一つの単語となったもの。この中には 用語の語幹と単語が結合するものも含まれる (futatsu ijou no tango ga musubitsuite hitotsu no tango to nattamono. Kono naka ni wa yougo no gokan to tango ga ketsugousuru mono mo fukumareru : merupakan 2 kata atau lebih yang terikat menjadi satu kata. Di dalamnya termasuk juga gabungan kata yang akar katanya berupa istilah).

Fukugougo dapat berupa fukugou doushi dan fukugou meishi. Menurut Sudjianto (2004:150), fukugou doushi (verba majemuk) merupakan doshi yang terbentuk dari gabungan 2 buah kata atau lebih, dan gabungan kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai 1 kata. Misalnya hanashiau (berunding).

Sedangkan fukugou meishi, masih menurut Sudjianto (2004:162), merupakan nomina yang terbentuk dari gabungan beberapa kata, lalu gabungan kata itu secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata. Misalnya aozora (langit biru).

Nomura (1992:185) menyatakan fukugougo (kata majemuk) sebagai kata yang terdiri dari 2 kata atau lebih yang dapat menjadi satu, dan membaginya menjadi beberapa pola, yaitu:

(30)

1. 補足関係 (hosokukankei : hubungan pelengkap)

● N + A (irojiro : warna putih)

● N + V (higure : matahari terbenam)

2. 修飾関係 (shuushokukankei : hubungan penerang)

● A + V (hayaoki : bangun lebih awal)

● V + V (tachiyomi : baca sambil berdiri)

● A + N (marugao : muka/wajah bulat)

● V + N (uchikizu : luka memar)

● N + N (hondana : rak buku)

3. 対立関係 (tairitsukankei : hubungan perlawanan)

● N + N (ashikoshi : kaki dan pinggang)

● V + V (urikai : jual beli)

● A + A (sukikirai : suka dan tidak suka)

Situmorang (2007:39) dalam bukunya menyatakan bahwa perubahan bunyi pada meishi (nomina) terjadi apabila meishi tersebut dibuat menjadi kata majemuk. Hal ini berarti bahwa dalam pemajemukan nomina dalam bahasa Jepang ada yang mengalami morfofonemik.

(31)

2.3. Pengertian Morfofonemik

Ada banyak pembahasan mengenai morfofonemik yang telah dilakukan oleh para peneliti bahasa. Diantaranya yaitu Muchtar (2006:12) yang menyatakan morfofonemik sebagai studi mengenai perubahan-perubahan fonem disebabkan oleh hubungan dua fonem atau lebih serta pemberian tanda-tandanya. Soeparno (2003:79) yang menyatakan bahwa morfofonemik adalah perubahan fonem sebagai akibat prosede morfologis. Serta menurut Chaer (2003:198) yang menyatakan morfofonemik, seperti tampak dari namanya, merupakan gabungan dari dua bidang studi yaitu morfologi dan fonologi, atau morfologi dan fonemik.

Misalnya, pada prefiks me- muncul fonem /m/ ketika ditambahkan pada kata batu, sehingga menjadi membatu.

Dalam bahasa Jepang, morfofonemik disebut igyoutainokoutai atau keitaioninron. Yanagisawa (1998:60) menyatakan definisi keitaioninron sebagai

berikut.

形態論の一つ。形態を構成する音韻を対象とし、形態論補助する、

音 便 な ど の 形 態 の 音 的 現 象 を 記 述 す る 、 体 系 化 す る も の 。 (Keitairon no hitotsu. Keitai wo kouseisuru on in wo taishou toshi, keitairon wo hojosuru, onbin nado no keitai no on teki genshou wo kijutsusuru, taikeikasuru mono).

Maksudnya bahwa keitaioninron termasuk dalam morfologi, dan merupakan suatu sistem yang menggambarkan peristiwa yang ditinjau dari bunyi pada morfem yang mengalami perubahan, dan sebagainya, yang termasuk dalam

(32)

morfologi, dengan fonem yang menyusun/membentuk strukturnya sebagai objek.

Misalnya fonem /e/ pada kata ame (hujan) yang berubah menjadi fonem /a/ ketika digabungkan dengan kata mizu (air) sehingga menjadi amamizu (air hujan).

Perubahan fonem pada pemajemukan kata dalam bahasa Jepang tersebut disebut juga dengan henongenshou.

複合に際しては、それぞれの語基の構成音素に変化が生じること が あ る 。 こ れ も 変 音 現 象 と も 言 う 。 (fukugou ni saishite wa, sorezoreno goki no onso ni henka ga shoujiru koto ga aru. Kore mo henongenshou to mo iu : (Pada pemajemukan, ada yang mengalami perubahan fonem pada kata dasarnya. Hal tersebut disebut juga henongenshou) (Nomura, 1992:185).

Nomura (1992:185) juga menyatakan bahwa henongenshou antara lain berupa:

1. 連濁 (rendaku : perubahan bunyi seperti k

g, s

z, t

d, h b)

Contoh: kusa + hana ► kusabana 2. 母音交替 (boinkoutai : perubahan vokal).

Contoh: ame + kasa ► amagasa 3. 音挿入 (onsounyuu : penyisipan bunyi)

Contoh: haru + ame ► harusame 4. 音便 (onbin : perubahan bunyi)

Contoh: hiki + hagasu ► hippagasu

(33)

2.4. Tipe Morfofonemik

Menurut Soeparno (2003:79) berdasarkan sifat perubahannya morfofonemik bahasa Indonesia dibedakan 3 macam, yakni: asimilasi, desimilasi, dan fusi. Soeparno (2003:80) juga menyatakan berdasarkan wujud perubahannya dapat dibedakan atas 4 macam morfofonemik, yaitu: pengurangan, penambahan, penggantian, dan pergeseran.

Cahyono (1995:153) menyatakan proses perubahan fonem dapat digolongkan ke dalam beberapa tipe dengan istilah-istilah teknis tertentu. Tipe- tipe itu antara lain:

1. Asimilasi, ialah proses perubahan bunyi yang mengakibatkan mirip atau sama dengan bunyi lain di dekatnya.

Miasalnya: me - + beli ► membeli

2. Disimilasi, ialah proses perubahan bunyi yang terjadi bila dua bunyi yang sama berubah menjadi tak sama.

Misalnya: ber- + runding ► berunding

3. Elipsis, ialah penghilangan salah satu bunyi dalam pembentukan dalam proses morfofonemik. Misalnya ber- + kerja menjadi bekerja.

4. Metatesis, ialah perubahan dalam urutan fonem-fonem. Dalam bahasa Indonesia, bentuk almari dan lemari yang dapat digunakan secara silih berganti merupakan metatesis.

5. Sandi, ialah proses peleburan dua fonem vokal atau lebih menjadi satu fonem vokal. Misalnya, bentuk bhineka diturunkan dari bhina + ika.

(34)

Menurut Chaer (2003:196), perubahan fonem dalam proses morfofonemik bahasa Indonesia dapat berwujud: pemunculan fonem, pelesapan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem, dan pergeseran fonem.

1. Pemunculan fonem contohnya terlihat pada prefiks me- yang dilekatkan pada kata baca sehingga menjadi membaca; dimana terlihat muncul fonem /m/.

2. Pelesapan fonem terlihat pada prefiks ber- yang dilekatkan pada kata renang, dimana fonem /r/ dari prefiks itu hilang, sehingga menjadi berenang.

3. Proses peluluhan fonem terlihat pada prefiks me- yang dilekatkan pada kata sikat, yang menjadi menyikat, dimana fonem /s/ pada kata sikat itu luluh dalam fonem /ny/.

4. Proses perubahan fonem terlihat pada prefiks ber- yang dilekatkan pada kata ajar, yang menjadi belajar, dimana fonem /r/ dari prefiks itu berubah menjadi fonem /l/.

5. Proses pergeseran fonem terlihat dalam proses pengimbuhan sufiks -an pada kata jawab yang menjadi jawaban, dimana fonem /b/ yang semula berada pada silabel /wab/ pindah ke silabel /ban/.

Kemudian tipe morfofonemik bahasa Jepang yang terjadi pada morfem menurut Koizumi (1993:105-106) antara lain:

1. fuka (penambahan bunyi) Contoh: penambahan bunyi /er/

tsuku (lengket/lekat) ► tsukeru (melekatkan)

(35)

2. sakujo (penghilangan bunyi).

Contoh: pengurangan bunyi /er/

sakeru (mengembangkan) ► saku (kembang) 3. chikan (penggantian fonem).

Contoh: (atsumaru:berkumpul) ► atsumeru: mengumpulkan).

4. zero setsuji (imbuhan kosong).

Contoh:

fuku (bertiup) (自動詞, jidoushi) ► fuku (meniup /menghembus) (他動詞, tadoushi).

(36)

BAB III

ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN MORFOFONEMIK PADA PROSES MORFEMIS NOMINA BAHASA JEPANG DAN BAHASA

INDONESIA

3.1. Morfofonemik pada Afiksasi Bahasa Indonesia

Berikut ini merupakan morfofonemik pada afiksasi dengan prefiks (me-, ber-, ter-,) dan sufiks ( -i, -an) dalam bahasa Indonesia.

3.1.1. Morfofonemik Prefiks me-

● me- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /k/, /g/, /h/, bentuknya berubah menjadi meng-.

Contoh:

/a/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

aspal mengaspal alas mengalas(i)

/i/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

idola mengidola(kan) infus menginfus

(37)

/u/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

uang menguang(kan) uap menguap

/e/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

ekor mengekor embun mengembun

/o/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

obat mengobat(i) otak mengotak(i)

/k/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

me- /ng/

kail

/k/ ►/ng/

mengail

kuping menguping

/g/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

gunung menggunung gulai menggulai

(38)

/h/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

handuk menghanduk(i) hujan menghujan(i)

● me- ditambahkan pada kata dasar yang bermula dengan fonem /d/, /j/, /t/, bentuknya berubah menjadi men-.

Contoh:

/c/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /n/

cangkul mencangkul cerita mencerita(kan)

/d/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /n/

dongkrak mendongkrak darat mendarat

/j/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /n/

jejak menjejak(kan) jodoh menjodoh(kan)

(39)

/t/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

me- /n/

tangan

/t/ ►/n/

menangan(i)

telepon menelepon

● me- ditambahkan pada kata dasar yang bermula dengan fonem /b/, /f/, /p/, bentuknya berubah menjadi mem-.

Contoh:

/b/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /m/

batu membatu bajak membajak

/f/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan

Fonem Hasil

me- /m/

foto

/f/ ►/m/

memoto

fokus memokus(kan)

/p/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

me- /m/

patung

/p/ ►/m/

mematung

pompa memompa

(40)

● me- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /s/, bentuknya berubah menjadi meny-.

Contoh:

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

me- /ny/

sapu

/s/ ►/ny/

menyapu

sisir menyisir

● me- ditambahkan pada kata yang berupa satu suku kata, bentuknya berubah menjadi menge-.

Contoh:

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /nge/

bom mengebom cat mengecat

● me- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /l/, /m/, /n/, /r/, /w/, bentuknya tidak berubah, tetap me-.

Contoh:

Fonem Dasar Hasil

/l/ lubang melubang(i) /m/ makam memakam(kan)

(41)

/n/ nasehat menasehat(i)

/r/ racun meracun(i) /w/ warna mewarna(i)

3.1.2. Morfofonemik Prefiks pe-

● pe- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /k/, /g/, /h/, bentuknya berubah menjadi peng-.

Contoh:

/a/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

aspal pengaspal alas pengalas

/i/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

idola pengidola infus penginfus

/u/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

uang penguang uap penguap

(42)

/e/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

ekor pengekor embun pengembun

/o/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

obat pengobat otak pengotak(an)

/k/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

pe- /ng/

kail

/k/ ►/ng/

pengail kuping penguping

/g/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

gunting penggunting garam penggaram(an)

/h/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

hutan penghutan(an) hujan penghujan

(43)

● pe- ditambahkan pada kata dasar yang bermula dengan fonem /d/, /j/, /t/, bentuknya berubah menjadi pen-.

Contoh:

/c/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /n/

cermin pencermin(an) cerita pencerita(an)

/d/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /n/

dongkrak pendongkrak darat pendarat(an)

/j/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /n/

jejak penjejak(an) juri penjuri(an)

/t/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan

Fonem Hasil

pe- /n/

tangan

/t/ ►/n/

penangan(an)

telepon penelepon

(44)

● pe- ditambahkan pada kata dasar yang bermula dengan fonem /b/, /f/, /p/, bentuknya berubah menjadi pem-.

Contoh:

/b/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /m/

buku pembuku(an) bajak pembajak

/f/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

pe- /m/

foto

/f/ ►/m/

pemoto

fokus pemokus

/p/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan

Fonem Hasil

pe- /m/

patung

/p/ ►/m/

pematung

pompa pemompa

● pe- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /s/, bentuknya berubah menjadi peny-.

Contoh:

(45)

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

pe- /ny/

sapu

/s/ ►/ny/

penyapu

sisir penyisir

● pe- ditambahkan pada kata yang berupa satu suku kata, bentuknya berubah menjadi penge-.

Contoh:

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /nge/

bom pengebom cat pengecat

● pe- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /l/, /m/, /n/, /r/, /w/, bentuknya tidak berubah, tetap pe-.

Contoh:

Fonem Dasar Hasil

/l/ lubang pelubang /m/ makam pemakam(an)

/n/ nasehat penasehat /r/ rumah perumah(an)

/w/ warna pewarna

(46)

3.1.3. Morfofonemik Prefiks ber-

● ber- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /r/, bentuknya berubah menjadi be-.

Contoh:

/r/

Prefiks Pelesapan Fonem Dasar Hasil

ber- /r/

ranting beranting rantai berantai

● ber- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /a/, /i/, /c/, /j/, /k/, /m/, /s/, /t/, dan seterusnya, bentuknya tidak berubah.

Contoh:

Fonem Dasar Hasil

/a/ ayah berayah /i/ ibu beribu /c/ cermin bercermin /j/ jaket berjaket /k/ kaki berkaki /m/ mobil bermobil /s/ sepeda bersepeda /t/ topi bertopi

(47)

3.1.4. Morfofonemik Prefiks ter-

● ter- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /r/, bentuknya berubah menjadi te-.

Contoh:

Prefiks Pelesapan Fonem Dasar Hasil

ter- /r/

racun teracun(i) rencana terencana

● ter- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /c/, /n/, /p/, bentuknya tidak berubah

contoh:

Fonem Dasar Hasil

/c/ cermin tercermin /n/ noda ternoda /p/ paku terpaku

(48)

3.1.5. Morfofonemik Sufiks –i

Sufiks –i tidak mengalami perubahan jika ditambahkan pada kata dasar.

Contoh:

Dasar Sufiks Hasil Pergeseran Fonem

warna

i-

warnai

jalan jalani ja-lan ► ja-la-ni

Dari contoh diatas dapat dilihat pergeseran fonem /n/ pada kata jalan yang semula berada pada silabel /lan/ pindah ke silabel /ni/.

3.1.6. Morfofonemik Sufiks –an

Sufiks –an tidak mengalami perubahan bentuk jika digabungkan dengan kata dasar manapun.

Contoh:

Dasar Sufiks Hasil Pergeseran Fonem

sayur

an-

sayuran sa-yur ► sa-yu-ran

piring piringan pi-ring ►pi-ri-ngan

Dari contoh diatas dapat dilihat pergeseran fonem /r/ pada kata sayur yang semula berada pada silabel /yur/ pindah ke silabel /ran/ dan fonem /ng/ pada kata piring yang semula berada pada silabel /ring/pindah ke silabel /ngan/.

(49)

3.2. Morfofonemik pada Afiksasi Bahasa Jepang

Berikut ini merupakan morfofonemik pada afiksasi dengan prefiks (me- (雌), o-/osu- (雄), kaku- (各)) dalam bahasa Jepang.

3.2.1. Morfofonemik pada Prefiks me-

● me- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /s/, fonem /s/

berubah menjadi fonem /j/.

Contoh:

Prefiks Dasar Perubahan Fonem Hasil

me-

shika 'rusa'

/s/ ►/j/

mejika 'rusa betina' shishi

'singa'

mejishi 'singa betina'

● me- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /k/, fonem /k/

berubah menjadi fonem /g/.

Contoh:

Prefiks Dasar Perubahan Fonem Hasil

me-

kuma 'beruang'

/k/ ►/g/

meguma 'beruang betina' kamo

'itik'

megamo 'itik betina'

(50)

● me- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /h/, fonem /h/

berubah menjadi fonem /b/.

Contoh:

Prefiks Dasar Perubahan Fonem Hasil

me-

hachi 'lebah'

/h/ ►/b/

mebachi 'lebah betina' hana

'bunga'

mebana 'bunga betina'

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa fonem /h/ pada kata hachi dan hana berubah menjadi fonem /b/. Namun perubahan fonem tersebut kadang- kadang tidak terjadi. Sebagai contoh, prefiks me- ditambahkan dengan kata hitsuji 'domba' menjadi mehitsuji 'domba betina'.

● me- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /t/, bentuknya ada yang berubah menjadi men-, ada yang tidak

Contoh:

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Perubahan

Fonem Hasil

me- /n/

tori

'ayam' /t/ ►/d/

mendori 'ayam betina' tora

'harimau'

metora 'harimau betina'

(51)

● me- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /i/, bentuknya berubah menjadi mesu-.

Contoh:

Prefiks Penambahan

Fonem Dasar Hasil

me- /su/ inu

'anjing'

mesuinu 'anjing betina'

● me- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /u/, /b/, /y/, dan /z/, bentuknya tidak berubah.

Contoh:

fonem Dasar Hasil

/u/

uma 'kuda'

meuma 'kuda betina' ushi

'sapi'

meushi 'sapi betina'

/b/

buta 'babi'

mebuta 'babi betina'

/y/

yagi 'kambing'

meyagi 'kambing betina'

/z/

zou 'gajah'

mezou 'gajah betina' zui

'putik'

mezui 'putik'

(52)

3.2.2. Morfofonemik pada Prefiks o-

● o- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /s/, fonem /s/ berubah menjadi fonem /j/.

Contoh:

Prefiks Dasar Perubahan Fonem Hasil

o-

shika 'rusa'

/s/ ►/j/

ojika 'rusa jantan' shishi

'singa'

ojishi 'singa jantan'

● o- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /k/, fonem /k/ berubah menjadi fonem /g/.

Contoh:

Prefiks Dasar Perubahan Fonem Hasil

o-

kuma 'beruang'

/k/ ►/g/

oguma 'beruang jantan' kamo

'itik'

ogamo 'itik jantan'

● o- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /h/, fonem /h/

berubah menjadi fonem /b/.

Contoh:

(53)

Prefiks Dasar Perubahan Fonem Hasil

o-

hachi 'lebah'

/h/ ►/b/

obachi 'lebah jantan' hana

'bunga'

obana 'bunga jantan'

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa fonem /h/ pada kata hachi dan hana berubah menjadi fonem /b/. Namun perubahan fonem tersebut kadang- kadang tidak terjadi, sama seperti contoh dengan prefiks me-. Sebagai contoh, prefiks o- ditambahkan dengan kata hitsuji 'domba' menjadi ohitsuji 'domba betina'.

● o- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /i/, bentuknya berubah menjadi osu-

Contoh:

Prefiks Penambahan

Fonem Dasar Hasil

o- /su/

inu 'anjing'

osuinu 'anjing jantan'

● o- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /t/, bentuknya ada yang berubah menjadi on-, ada yang tidak

Contoh:

(54)

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Perubahan

Fonem Hasil

o- /n/

tori

'ayam' /t/ ►/d/

ondori 'ayam jantan' tora

'harimau'

otora 'harimau jantan'

● o- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /u/, /n/, /r/, dan /y/, bentuknya tidak berubah.

Contoh:

fonem Dasar Hasil

/u/ uma

'kuda'

ouma 'kuda jantan'

/n/

neko 'kucing'

oneko 'kucing jantan'

/r/

raba 'keledai'

oraba 'keledai jantan'

/y/

yagi 'kambing'

oyagi 'kambing jantan'

(55)

3.2.3. Morfofonemik pada Prefiks kaku-

● kaku- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /k/, bentuknya berubah menjadi kak.

Contoh:

Prefiks Pelesapan Fonem Dasar Hasil

kaku- /u/

ko 'pintu'

kakko 'setiap pintu' koku

'negara'

kakkoku 'setiap negara'

● kaku- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /b/, /c/, /e/, /g/, /h/, /j/, /r/, /s/, dan /t/, bentuknya tidak berubah.

Contoh:

Fonem Dasar Hasil

/b/

bu 'bagian'

kakubu 'setiap bagian'

/c/

chi 'daerah'

kakuchi 'setiap daerah'

/e/

eki 'stasiun'

kakueki 'setiap stasiun'

/g/

getsu 'bulan'

kakugetsu 'setiap bulan'

(56)

/h/

ha 'kelompok/partai'

kakuha

'setiap kelompok/partai'

/j/

jin 'orang'

kakujin 'setiap orang'

/r/

rei 'contoh'

kakurei 'setiap contoh'

/s/

sho 'tempat'

kakusho 'setiap tempat'

/t/

ten 'poin/nilai'

kakuten 'setiap poin/nilai'

3.2.4. Morfofonemik pada Sufiks

Sufiks dalam bahasa Jepang yang digabungkan dengan dasar nomina antara lain:

Dasar Sufiks Hasil

mame 'kacang'

-han 'makanan'

mamehan 'nasi campur kacang' ki

'pesawat'

-nai 'dalam'

kinai 'dalam pesawat' take

'bambu'

-sei 'buatan'

takesei 'terbuat dari bambu' ya

'rumah'

-chin 'biaya'

yachin 'biaya sewa rumah'

(57)

chiiki 'wilayah'

-betsu 'menurut'

chiikibetsu 'menurut wilayah' manga

'kartun'

-ka 'orang/-is'

mangaka 'kartunis' doubutsu

'binatang'

-kai 'dunia'

doubutsukai 'dunia binatang' shinrai

'kepercayaan'

-kan 'rasa'

shinraikan 'rasa percaya' ningen

'manusia'

-kan 'pandangan'

ningenkan

'pandangan tentang manusia' kikai

'mesin'

-kou 'pekerja'

kikaikou 'tukang mesin' ryouri

'masakan'

-nin 'orang/pe-'

ryourinin 'koki' shinbun

'surat kabar'

-jin 'orang/penduduk'

shinbunjin 'orang surat kabar' dougo

'alat'

-rui 'kelas/item'

dougorui 'peralatan' yakuzai

'obat'

-shi 'praktisi/pe-'

yakuzaishi 'ahli obat' noumin

'petani'

-sou 'kelas/golongan'

nouminsou 'kaum petani' keikan

'polisi'

-tai 'kelompok/group'

keikantai 'angkatan polisi'

(58)

3.3. Morfofonemik pada Reduplikasi Bahasa Indonesia

● fonem pada dasar bermula dengan fonem /s/, bentuk reduplikasinya ada yang berubah menjadi fonem /m/, ada yang tidak.

Contoh:

Dasar Perubahan Fonem Hasil

sayur /s/ ► /m/ sayur-mayur

sikat sikat-sikat

Sebagai tambahan, pada reduplikasi dengan verba juga mengalami perubahan tersebut, yaitu kata serta yang menjadi serta-merta.

● fonem pada dasar bermula dengan fonem /l/, bentuk reduplikasinya ada yang berubah menjadi fonem /p/, ada yang tidak berubah, tetap /l/.

Contoh:

Dasar Perubahan Fonem Hasil

lauk /l/ ► /p/ lauk-pauk

luka luka-luka

3.4. Morfofonemik pada Reduplikasi Bahasa Jepang

● fonem /k/ pada dasar berubah menjadi /g/.

Contoh:

(59)

Dasar Perubahan Fonem Hasil kami

'dewa'

/k/ ► /g/

kamigami 'dewa-dewa' kuni

'negara'

kuniguni 'negara-negara'

● fonem /sh/ pada dasar berubah menjadi /j/.

Contoh:

Dasar Perubahan Fonem Hasil

shima 'pulau'

/sh/ ► /j/

shimajima 'pulau-pulau' shina

'benda'

shinajina 'benda-benda'

● fonem /h/ pada dasar berubah menjadi /b/.

Contoh:

Dasar Perubahan Fonem Hasil

hito 'orang'

/h/ ► /b/

hitobito 'orang-orang' hi

'hari'

hibi 'hari-hari'

(60)

● fonem pada dasar bermula dengan fonem /i/, /m/, /y/, bentuk reduplikasinya tidak berubah.

Contoh:

Fonem Dasar Hasil

/i/ ie 'rumah' ieie 'rumah-rumah' /m/ mura 'desa' muramura 'desa-desa'

/y/ yama 'gunung' yamayama 'gunung-gunung'

3.5. Morfofonemik pada Komposisi Bahasa Indonesia

Komposisi dalam bahasa Indonesia tidak ada yang mengalami morfofonemik. Sebagai contoh:

Dasar I Dasar II Hasil

sapu tangan sapu tangan

kutu buku kutu buku

kepala batu kepala batu

hidung belang hidung belang

mata hati mata hati

(61)

3.6. Morfofonemik pada Komposisi Bahasa Jepang

● fonem /e/ pada dasar I berubah menjadi /a/.

Contoh:

Dasar I Perubahan

Fonem Dasar II Perubahan

Fonem Hasil

ame 'hujan'

/e/ ► /a/

kasa

'payung' /k/ ► /g/ amagasa 'payung hujan' fune

'kapal'

tabi 'perjalanan'

funatabi 'perjalanan kapal' sake

'sake'

kura 'gudang'

sakagura 'lumbung sake' ine

'padi'

tsuma 'istri'

inatsuma 'petir' kaze

'angin'

kuruma

'mobil' /k/ ► /g/ kazaguruma 'kincir angin'

● fonem /i/ pada dasar I berubah menjadi /o/.

Contoh:

Dasar I Perubahan

Fonem Dasar II Perubahan

Fonem Hasil

ki

'pohon' /i/ ►/o/

kuchi

'kantong' /k/ ► /g/ koguchi 'ujung potongan/kayu' tama

'roh/jiwa' /t/ ► /d/ kodama 'gema'

(62)

● fonem /t/ pada dasar II berubah menjadi /d/

Contoh:

Dasar I Dasar II Perubahan

Fonem Hasil

yama 'gunung'

tori 'ayam'

/t/ ► /d/

yamadori 'ayam hutan' garasu

'gelas'

tama 'bola'

garasudama 'bola gelas' hon

'buku'

tana 'lemari'

hondana 'lemari buku'

● fonem /k/ pada dasar II berubah menjadi /g/.

Contoh:

Dasar I Dasar II Perubahan Fonem Hasil me

'mata'

kusuri 'obat'

/k/ ► /g/

megusuri 'obat mata' kuchi

'mulut'

kuruma 'mobil'

kuchiguruma 'rayuan' sakura

'sakura'

kami 'kertas'

sakuragami 'kertas toilet'

(63)

● fonem /f/ dan /h/ pada dasar II berubah menjadi fonem /b/.

Contoh:

Dasar I Dasar II Perubahan

Fonem Hasil

i 'lambung'

fukuro 'kantong'

/f/ ► /b/

ibukuro 'lambung' ishi

'batu'

fune 'kapal'

ishibune

'perahu pengangkut batu' gomi

'sampah'

hako

'kotak' /h/ ► /b/ gomibako 'kotak sampah'

● fonem /ch/ pada dasar II berubah menjadi /j/.

Contoh:

Dasar I Dasar II Perubahan

Fonem Hasil

ishi 'batu'

chi 'tanah'

/ch/ ► /j/

ishiji 'tanah berbatu' hana

'hidung'

chi 'darah'

hanaji 'mimisan'

● penambahan fonem /s/ pada dasar II Contoh:

Dasar I Dasar II Penambahan

Fonem Hasil

ito 'benang'

ame

'hujan' /s/ itosame

'hujan yang halus'

(64)

3.7. Persamaan dan Perbedaan

Dari analisis di atas dapat diketahui bagaimana morfofonemik pada proses morfemis dengan nomina dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jepang.

Morfofonemik yang terjadi pada afiksasi dengan prefiks:

1. dalam bahasa Indonesia, yaitu:

a. pemunculan fonem

● prefiks me- ► /ng/, /n/, /m/, /ny/, /nge/

● prefiks pe- ► /ng/, /n/, /m/, /ny/, /nge/

b. pelesapan fonem

● fonem /r/ pada prefiks ber-

● fonem /r/ pada prefiks ter- c. peluluhan fonem

● fonem /k/ ke dalam fonem /ng/ pada prefiks me- dan pe-

● fonem /t/ ke dalam fonem /n/ pada prefiks me- dan pe-

● fonem /f/ ke dalam fonem /m/ pada prefiks me- dan pe-

● fonem /p/ ke dalam fonem /m/ pada prefiks me- dan pe-

● fonem /s/ ke dalam fonem /ny/ pada prefiks me-dan pe-

2. dalam bahasa Jepang, yaitu:

a. pemunculan / penambahan fonem:

● prefiks me- ► /n/, /su/

● prefiks o- ► /n/, /su/

(65)

b. pelesapan / penghilangan fonem:

● fonem /u/ pada prefiks kaku- c. perubahan fonem:

● fonem /sh/ ► /j/ pada prefiks me- dan o-

● fonem /k/ ► /g/ pada prefiks me- dan o-

● fonem /h/ ► /b/ pada prefiks me- dan o-

● fonem /t/ ► /d/ pada prefiks me- dan o-

Morfofonemik yang terjadi pada afiksasi dengan sufiks:

1. dalam bahasa Indonesia, yaitu pergeseran fonem : sufiks –i dan –an.

2. dalam bahasa Jepang tidak ada.

Morfofonemik yang terjadi pada reduplikasi:

1. dalam bahasa Indonesia, yaitu:

● perubahan fonem /s/ ► /m/

● perubahan fonem /l/ ► /p/

2. dalam bahasa Jepang, yaitu:

● perubahan fonem /k/ ► /g/

● perubahan fonem /sh/ ► /j/

● perubahan fonem /h/ ► /b/

(66)

Morfofonemik yang terjadi pada komposisi:

1. dalam bahasa Indonesia tidak ada.

2. dalam bahasa Jepang, yaitu:

a. pemunculan fonem /s/

b. perubahan fonem: ● fonem /e/ ► /a/

● fonem /k/ ► /g/

● fonem /i/ ► /o/

● fonem /t/ ► /d/

● fonem /f/ ► /b/

● fonem /h/ ► /b/

● fonem /ch/ ► /j/

3.7.1. Persamaan

Dari analisis diatas dapat dilihat persamaan morfofonemik pada proses morfemis nomina bahasa Jepang dan bahasa Indonesia yaitu:

1. ada 2 prefiks dalam bahasa Indonesia yang kaidah morfofonemiknya hampir sama, yaitu prefiks me- dan pe-.

me- ► me-, meng-, men-, mem-, meny-, menge- pe- ► pe-, peng-, pen-, pem-, peny-, penge-

Dalam bahasa Jepang juga ada 2 prefiks yang kaidah morfofonemiknya sama, yaitu prefiks me- dan o-.

me- ► me-, men-, mesu- o- ► o-, on-, osu-

(67)

2. prefiks me- pada kedua bahasa tersebut sama-sama ada yang mengalami morfofonemik yang berupa pemunculan fonem /n/ ketika digabungkan dengan kata yang bermula dengan fonem /t/.

me- + telepon ► menelepon me- + tori ► mendori

Pada contoh diatas juga terlihat fonem /t/ pada kata telepon luluh ke dalam fonem /n/, sedangkan fonem /t/ pada kata tori berubah menjadi fonem /d/.

3. prefiks pada kedua bahasa tersebut sama-sama ada yang mengalami morfofonemik yang berupa pelesapan fonem.

ber- + rantai ► berantai kaku- + koku ► kakkoku

Pada contoh di atas dapat dilihat penghilangan fonem /r/ pada prefiks ber- dalam bahasa Indonesia, sedangkan dalam bahasa Jepang pada prefiks kaku-, yang hilang adalah fonem /u/.

4. reduplikasi pada kedua bahasa tersebut sama-sama mengalami perubahan fonem.

sayur ► sayur-mayur shima ► shimajima

Dari contoh di atas dapat dilihat fonem /s/ dalam bahasa Indonesia pada kata sayur berubah menjadi fonem /m/. Sedangkan dalam bahasa Jepang fonem /sh/ pada kata shima berubah menjadi fonem /j/.

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat pengangguran memiliki pengaruh signifikan terhadap kemiskinan, dapat dijelaskan bahwa jika suatu masyarakat sudah bekerja pasti masyarakat atau orang tersebut

POKJA ULP PENGADAAN PEMBUATAN TAMAN, POS JAGA, PAGAR, BAK AIR DAN INSTALASI AIR PENGADILAN NEGERI PAGAR ALAM

Berdasarkan deskripsi proses, dan deskripsi produk, dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik simpulan-simpulan (1) terjadi peningkatan aktivital belajar

Kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasian interim adalah selaras dengan kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam penyusunan

Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata indeks gain yang diperoleh kelas eksperimen lebih tinggi dibandingan dengan kelas kontrol maka melalui media silsilah raja-raja

Distribusi Raskin telah dilaksanakan sesuai data yang telah dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik dan jumlah beras yang didistribusikan juga sesuai dengan aturan, tetapi

Jumlah Bertambah / (Berkurang) Keterangan Rp Anggaran

Telur asin merupakan produk pangan yang memiliki karakteristik sebagaimana bahan pangan lain, yaitu mudah rusak dan busuk. Oleh karena itu bahan pangan ini