• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.7. Metode Penelitian

Menurut Arikunto (2002:236), penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, orang, prosedur kerja, ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja. Maka penelitian ini merupakan penelitian komparasi dan dilakukan dengan menggunakan metode perbandingan atau metode komparatif dalam menganalisis datanya. Sudaryanto (1988:63) menyebutkan bahwa, istilah komparatif itu sendiri sudah menyarankan kepada cara kerjanya yang membanding-bandingkan data satu dengan data lainnya.

Langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini meliputi: pengumpulan data, analisis data, dan menarik kesimpulan. Data diperoleh dengan metode simak,

yaitu secara kepustakaan melalui buku, kamus, dan sebagainya yang relevan.

Kemudian data tersebut dipilah yang berupa afiksasi, reduplikasi dan komposisi.

Data dipilah lagi dengan melihat proses morfofonemiknya. Dalam pengkajian data digunakan teknik hubung menyamakan dan teknik hubung membedakan. Teknik hubung menyamakan dilakukan dengan mencari persamaan morfofonemik pada proses morfemis yang terdapat dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia.

Sedangkan teknik hubung membedakan, dilakukan dengan membandingkan untuk menemukan perbedaannya. Setelah itu, langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari hasil analisis data tersebut.

BAB II

PROSES MORFEMIS DAN MORFOFONEMIK

2.1. Pengertian Proses Morfemis

Proses pembentukan kata dalam bahasa Indonesia disebut proses morfemis atau proses morfologis atau proses gramatikal, dan dalam bahasa Jepang, proses ini disebut dengan istilah gokeisei. Cahyono (1995:145) menyatakan proses morfologis merupakan proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain yang merupakan bentuk dasar.

2.2. Jenis Proses Morfemis

Proses morfemis bahasa Indonesia ada banyak jenisnya dan menurut Chaer (2003:177-191) antara lain: afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi, dan pemendekan. Sedangkan proses morfemis bahasa Jepang ada 4 jenis, yaitu:

haseigo (penggabungan dengan setsuji), fukugougo/goseigo (kata majemuk), shouryaku/karikomi (akronim yang berupa suku kata (silabis) dari kosakata aslinya), dan toujigo (singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf romaji) (Sutedi, 2003: 44-46). Japan Wikipedia menyatakan goseigo berupa fukugougo, haseigo, dan jougo (http://ja.wikipedia.org/wiki/%E5%90%88%E6%

88%90%E8%aAA%9E). Hal ini berarti bahwa proses morfemis bahasa Jepang dapat berupa haseigo, fukugougo, jougo, shouryaku/karikomi, dan toujigo. Proses morfemis yang dibahas dalam penelitian ini berupa afiksasi, reduplikasi dan komposisi.

2.2.1. Afiksasi

Menurut Muchtar (2006:35) yang disebut dengan afiksasi atau pengimbuhan ialah pembentukan kata dengan membubuhkan afiks pada morfem dasar baik morfem dasar bebas maupun morfem dasar terikat. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata (Chaer, 2003:177). Afiks dalam bahasa Indonesia ada 4 yaitu prefiks (awalan), sufiks (akhiran), infiks (sisipan), dan konfiks (awalan dan akhiran).

Yang dimaksud dengan prefiks adalah afiks diimbuhkan di depan bentuk dasar. Prefiks dalam bahasa Indonesia antara lain: me-, ber-, ter-, ke-, se-, dan pe-.

Contohnya:

me + telepon ► menelepon ber- + mobil ► bermobil ter- + kesan ► terkesan ke- + satu ► kesatu se- + ekor ► seekor pe- + jepit ► penjepit

Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan di akhir bentuk dasar. Sufiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia antara lain: -an, -kan, -i, -wan/-man, -wati.

Contohnya:

makan + -an ► makanan ambil + -kan ► ambilkan warna + -i ► warnai seni + -man ► seniman

harta + -wan ► hartawan karya + -wati ► karyawati

Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia antara lain: infiks –el-, -em-,-er-.

tunjuk + -el- ► telunjuk kilau + -em- ► kemilau gigi + -er- ► gerigi

Dan konfiks adalah gabungan prefiks dan sufiks. Konfiks dalam bahasa Indonesia antara lain: pe-an, ke-an, dan ber-an.

per-an + temu ► pertemuan ke-an + terang ► keterangan ber-an + muncul ► bermunculan

Afiksasi dalam bahasa Jepang disebut dengan setsuji dan menurut Koizumi (1993:95) ada 3 jenisnya, yaitu: settouji (prefiks), setsubiji (sufiks), dan setsuchuuji (infiks). Menurut Makino (2003:679-684), dalam bahasa Jepang ada banyak prefiks dan sufiks. Prefiks yang biasanya sering dipakai antara lain:

可 (ka)

副 (fuku) 真 (ma) 毎 (mai) 未 (mi) 無 (mu)

Makino (2003:684) juga menyatakan bahwa pada beberapa prefiks terjadi perubahan bunyi (a sound change occurs with some prefixes). Ini berarti bahwa prefiks dalam bahasa Jepang ada yang mengalami morfofonemik.

Masih menurut Makino (2003: 679-684 ) sufiks dalam bahasa Jepang yang sering digunakan antara lain:

家 (ka)

Sedangkan infiks dalam bahasa Jepang secara umum tidak ada, namun terlihat pada contoh berikut yang menunjukkan infiks -e- (Koizumi, 1993:95).

mi-ru ► mi-e-ru ni-ru ► ni-e-ru

2.2.2. Reduplikasi

Cahyono (1995:145-46) menyatakan reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak dan menggolongkan pengulangan menjadi 4 berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, yaitu:

1. pengulangan keseluruhan, ialah pengulangan seluruh bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak dengan pengafiksasian. Misal: sepeda-sepeda.

2. pengulangan sebagian, ialah pengulangan sebagian bentuk dasarnya. Misal:

pertama-tama.

3. pengulangan dengan pengafiksasian, ialah pengulangan yang terjadi bersama-sama dengan proses pengimbuhan dan berbersama-sama-bersama-sama mendukung satu fungsi.

Misal: rumah-rumahan

4. pengulangan dengan perubahan morfem yang melibatkan perubahan vokal, misalnya: gerak-gerik, dan perubahan konsonan misalnya: lauk-pauk.

Sutan Takdir Alisjahbana dalam Chaer (2003:183) menyatakan bahwa dalam bahasa Indonesia ada reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu

sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang.

Menurut Chaer (2003:183) dalam linguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah untuk reduplikasi, yaitu: dwilingga (pengulangan morfem dasar, contoh: meja-meja), dwilingga salin suara (pengulangan morfem dasar dengan perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti : bolak-balik), dwipurwa (pengurangan silabel pertama, seperti : lelaki), dwiwasana (pengulangan pada akhir kata, seperti : cengengesan), dan trilingga (pengulangan morfem dasar sampai dua kali, seperti : dag dig dig).

Reduplikasi juga dapat digolongkan berdasarkan asal katanya (Pamungkas, 1995:44-46): kata ulang kata benda (contoh: anak-anak), kata ulang kata kerja (contoh: tidur-tidur), kata ulang kata sifat (contoh: kecil-kecil).

Reduplikasi dalam bahasa Jepang disebut juufuku atau jougo atau choujou.

Koizumi (1993: 108-109) menyatakan juufuku ada yang terbagi atas :

1. gitaigo yaitu bahasa bahasa yang diungkapkan seperti keadaan bendanya atau bunyi bahasa yang timbul dengan melihat keadaan bendanya. Contoh: hyu-hyu (bunyi angin)

2 gionggo yaitu bahasa yang mengungkapkan suara yang menyerupai bunyi suara benda atau hewan. Contoh: wan-wan (suara anjing)

Koizumi (1993:108-109) juga membagi juufuku menjadi:

a. gokan no juufuku (kata ulang dari bentuk dasarnya) Contoh: hitobito (orang-orang), kamigami (dewa-dewa)

b. gokan no juufuku to setsuji (kata ulang yang mengalami proses afiksasi).

Contoh: waka-wakashi (kemuda-mudaan), mizu-mizushi (seperti air). Kedua contoh kata tersebut setelah diulang ditambahkan dengan akhiran “shi”. Kalau dalam bentuk gitaigo maka ditambahkan dengan kata “suru”. Misalnya : hara-harasuru (berdebar-debar).

Di dalam Wikipedia Jepang dinyatakan definisi jougo:

単語またはその一部をなす形態素などの単位を反復して作られ た単語 (tango mata wa sono ichibu wo nasu keitaiso nado no tan i wo hanpokushite tsukurareta tango : merupakan kata yang terbentuk dengan mengulang satuan morfem yang berupa kata atau salah satu bagiannya)(http://ja.wikipedia.org/wiki/ %E7%95%B3%E8%AA%9E )

dan secara umum terbagi 3, yaitu :

a. 完全畳語 (kanzenjougo : pengulangan sempurna)

b. 部分畳語 (bubunjougo : pengulangan sebagian)

c. 音交替的畳語 (onkoutaitekijougo : pengulangan berubah bunyi)

Sampai saat ini pembahasan mengenai kanzenjougo dan onkoutaigo dalam bahasa Jepang sepertinya belum ada. Padahal jika dilihat dari artinya ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu: kanzenjougo sebagai pengulangan sempurna dan onkoutaijougo sebagai pengulangan berubah bunyi,

dapat dirasakan kemiripannya dengan pengulangan yang terdapat dalam bahasa Indonesia yaitu pengulangan penuh dan pengulangan dengan perubahan fonem (lihat di halaman 17). Jika demikian, maka kanzenjougo dapat didefinisikan sebagai pengulangan seluruh bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak dengan pengafiksasian, dan dapat diberikan contohnya dalam bahasa Jepang yaitu kata ie 'rumah' yang bentuk reduplikasinya menjadi ieie 'rumah-rumah'.

Onkoutaijougo dapat didefinisikan sebagai pengulangan yang melibatkan perubahan vokal dan perubahan konsonan, contohnya dalam bahasa Jepang yaitu kata kami 'dewa' yang direduplikasi menjadi kamigami 'dewa-dewa'. Sedangkan bubunjougo termasuk ke dalam jenis jougo.

Dalam bahasa Jepang ada banyak jenis jougo, antara lain (http://www.nobi.or.jp/i/kotoba/jougo/index.html):

1. 畳語名詞 ・代名詞 (Jougo meishi daimeishi : nomina dan pronomina ulang)

Contoh: ieie 'rumah-rumah', wareware 'kita'.

2. 畳語名詞 ・代名詞 (連濁) (jougo meishi daimeishi (rendaku) : nomina dan

pronomina ulang dengan perubahan bunyi) Contoh: kamigami 'dewa dewa', sorezore 'itu-itu'.

3. 畳語動詞 (jougo doushi : verba ulang)

Contoh: yasumiyasumi 'berhenti', nakunaku 'dengan sedih'.

4. 畳語動詞 (部分畳語) (jougo doushi (bubunjougo): verba ulang (pengulangan

sebagian)

Contoh : susuru 'menghirup', tsuzuku 'bersambung'.

5. 畳語形容詞 (jougo keiyoushi : adjektiva ulang)

Contoh: meme(shi) 'kewanita-wanitaan atau tidak jantan', yuyu(shi) 'serius'.

6. 畳語副詞 (jougo fukushi : adverbia ulang)

Contoh: tokidoki 'kadang-kadang', iro-iro 'macam-macam'.

7. 畳語擬音語 ・擬態語 (jougo giongo gotaigo : bunyi tiruan / anomatope

ulang)

Contoh: dokidoki 'deg-deg', konkon 'tok tok'.

8. 畳語外来語 (Jougo gairaigo : kata asing yang diulang)

Contoh: raburabu 'love love', go go 'go! go!'.

9. 畳語集畳語 (jougo shuujougo : kumpulan kata ulang)

Contoh: achirakochira 'ini itu', kokoasoko 'sana sini'.

2.2.3. Komposisi

Komposisi dalam bahasa Indonesia dapat disebut komponisasi atau kompositum atau bentuk majemuk atau kata majemuk. Menurut Chaer (2003:185), komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Menurut Wahyudin dalam Jurnal Ilmiah Lingua (2003), kompositum atau bentuk majemuk adalah penggabungan 2 bentuk kata atau lebih dan bentuk ini terdiri atas verba majemuk

dan verba nominal. Verba majemuk merupakan perpaduan 2 verba (contohnya:

maju mundur), sedangkan verba nomina merupakan perpaduan verba dan nomina (contohnya: terjun payung).

Komposisi dalam bahasa Jepang disebut dengan fukugougo. Japanese

Language Resource 1000 Books (1998:197) menyatakan bahwa fukugougo:

二つ以上の単語が結び付いて一つの単語となったもの。この中には 用語の語幹と単語が結合するものも含まれる (futatsu ijou no tango ga musubitsuite hitotsu no tango to nattamono. Kono naka ni wa yougo no gokan to tango ga ketsugousuru mono mo fukumareru : merupakan 2 kata atau lebih yang terikat menjadi satu kata. Di dalamnya termasuk juga gabungan kata yang akar katanya berupa istilah).

Fukugougo dapat berupa fukugou doushi dan fukugou meishi. Menurut Sudjianto (2004:150), fukugou doushi (verba majemuk) merupakan doshi yang terbentuk dari gabungan 2 buah kata atau lebih, dan gabungan kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai 1 kata. Misalnya hanashiau (berunding).

Sedangkan fukugou meishi, masih menurut Sudjianto (2004:162), merupakan nomina yang terbentuk dari gabungan beberapa kata, lalu gabungan kata itu secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata. Misalnya aozora (langit biru).

Nomura (1992:185) menyatakan fukugougo (kata majemuk) sebagai kata yang terdiri dari 2 kata atau lebih yang dapat menjadi satu, dan membaginya menjadi beberapa pola, yaitu:

1. 補足関係 (hosokukankei : hubungan pelengkap)

● N + A (irojiro : warna putih)

● N + V (higure : matahari terbenam)

2. 修飾関係 (shuushokukankei : hubungan penerang)

● A + V (hayaoki : bangun lebih awal)

● V + V (tachiyomi : baca sambil berdiri)

● A + N (marugao : muka/wajah bulat)

● V + N (uchikizu : luka memar)

● N + N (hondana : rak buku)

3. 対立関係 (tairitsukankei : hubungan perlawanan)

● N + N (ashikoshi : kaki dan pinggang)

● V + V (urikai : jual beli)

● A + A (sukikirai : suka dan tidak suka)

Situmorang (2007:39) dalam bukunya menyatakan bahwa perubahan bunyi pada meishi (nomina) terjadi apabila meishi tersebut dibuat menjadi kata majemuk. Hal ini berarti bahwa dalam pemajemukan nomina dalam bahasa Jepang ada yang mengalami morfofonemik.

2.3. Pengertian Morfofonemik

Ada banyak pembahasan mengenai morfofonemik yang telah dilakukan oleh para peneliti bahasa. Diantaranya yaitu Muchtar (2006:12) yang menyatakan morfofonemik sebagai studi mengenai perubahan-perubahan fonem disebabkan oleh hubungan dua fonem atau lebih serta pemberian tanda-tandanya. Soeparno (2003:79) yang menyatakan bahwa morfofonemik adalah perubahan fonem sebagai akibat prosede morfologis. Serta menurut Chaer (2003:198) yang menyatakan morfofonemik, seperti tampak dari namanya, merupakan gabungan dari dua bidang studi yaitu morfologi dan fonologi, atau morfologi dan fonemik.

Misalnya, pada prefiks me- muncul fonem /m/ ketika ditambahkan pada kata batu, sehingga menjadi membatu.

Dalam bahasa Jepang, morfofonemik disebut igyoutainokoutai atau keitaioninron. Yanagisawa (1998:60) menyatakan definisi keitaioninron sebagai

berikut.

形態論の一つ。形態を構成する音韻を対象とし、形態論補助する、

音 便 な ど の 形 態 の 音 的 現 象 を 記 述 す る 、 体 系 化 す る も の 。 (Keitairon no hitotsu. Keitai wo kouseisuru on in wo taishou toshi, keitairon wo hojosuru, onbin nado no keitai no on teki genshou wo kijutsusuru, taikeikasuru mono).

Maksudnya bahwa keitaioninron termasuk dalam morfologi, dan merupakan suatu sistem yang menggambarkan peristiwa yang ditinjau dari bunyi pada morfem yang mengalami perubahan, dan sebagainya, yang termasuk dalam

morfologi, dengan fonem yang menyusun/membentuk strukturnya sebagai objek.

Misalnya fonem /e/ pada kata ame (hujan) yang berubah menjadi fonem /a/ ketika digabungkan dengan kata mizu (air) sehingga menjadi amamizu (air hujan).

Perubahan fonem pada pemajemukan kata dalam bahasa Jepang tersebut disebut juga dengan henongenshou.

複合に際しては、それぞれの語基の構成音素に変化が生じること が あ る 。 こ れ も 変 音 現 象 と も 言 う 。 (fukugou ni saishite wa, sorezoreno goki no onso ni henka ga shoujiru koto ga aru. Kore mo henongenshou to mo iu : (Pada pemajemukan, ada yang mengalami perubahan fonem pada kata dasarnya. Hal tersebut disebut juga henongenshou) (Nomura, 1992:185).

Nomura (1992:185) juga menyatakan bahwa henongenshou antara lain berupa:

1. 連濁 (rendaku : perubahan bunyi seperti k

g, s

z, t

d, h b)

Contoh: kusa + hana ► kusabana 2. 母音交替 (boinkoutai : perubahan vokal).

Contoh: ame + kasa ► amagasa 3. 音挿入 (onsounyuu : penyisipan bunyi)

Contoh: haru + ame ► harusame 4. 音便 (onbin : perubahan bunyi)

Contoh: hiki + hagasu ► hippagasu

2.4. Tipe Morfofonemik

Menurut Soeparno (2003:79) berdasarkan sifat perubahannya morfofonemik bahasa Indonesia dibedakan 3 macam, yakni: asimilasi, desimilasi, dan fusi. Soeparno (2003:80) juga menyatakan berdasarkan wujud perubahannya dapat dibedakan atas 4 macam morfofonemik, yaitu: pengurangan, penambahan, penggantian, dan pergeseran.

Cahyono (1995:153) menyatakan proses perubahan fonem dapat digolongkan ke dalam beberapa tipe dengan istilah-istilah teknis tertentu. Tipe-tipe itu antara lain:

1. Asimilasi, ialah proses perubahan bunyi yang mengakibatkan mirip atau sama dengan bunyi lain di dekatnya.

Miasalnya: me - + beli ► membeli

2. Disimilasi, ialah proses perubahan bunyi yang terjadi bila dua bunyi yang sama berubah menjadi tak sama.

Misalnya: ber- + runding ► berunding

3. Elipsis, ialah penghilangan salah satu bunyi dalam pembentukan dalam proses morfofonemik. Misalnya ber- + kerja menjadi bekerja.

4. Metatesis, ialah perubahan dalam urutan fonem-fonem. Dalam bahasa Indonesia, bentuk almari dan lemari yang dapat digunakan secara silih berganti merupakan metatesis.

5. Sandi, ialah proses peleburan dua fonem vokal atau lebih menjadi satu fonem vokal. Misalnya, bentuk bhineka diturunkan dari bhina + ika.

Menurut Chaer (2003:196), perubahan fonem dalam proses morfofonemik bahasa Indonesia dapat berwujud: pemunculan fonem, pelesapan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem, dan pergeseran fonem.

1. Pemunculan fonem contohnya terlihat pada prefiks me- yang dilekatkan pada kata baca sehingga menjadi membaca; dimana terlihat muncul fonem /m/.

2. Pelesapan fonem terlihat pada prefiks ber- yang dilekatkan pada kata renang, dimana fonem /r/ dari prefiks itu hilang, sehingga menjadi berenang.

3. Proses peluluhan fonem terlihat pada prefiks me- yang dilekatkan pada kata sikat, yang menjadi menyikat, dimana fonem /s/ pada kata sikat itu luluh dalam fonem /ny/.

4. Proses perubahan fonem terlihat pada prefiks ber- yang dilekatkan pada kata ajar, yang menjadi belajar, dimana fonem /r/ dari prefiks itu berubah menjadi fonem /l/.

5. Proses pergeseran fonem terlihat dalam proses pengimbuhan sufiks -an pada kata jawab yang menjadi jawaban, dimana fonem /b/ yang semula berada pada silabel /wab/ pindah ke silabel /ban/.

Kemudian tipe morfofonemik bahasa Jepang yang terjadi pada morfem menurut Koizumi (1993:105-106) antara lain:

1. fuka (penambahan bunyi) Contoh: penambahan bunyi /er/

tsuku (lengket/lekat) ► tsukeru (melekatkan)

2. sakujo (penghilangan bunyi).

Contoh: pengurangan bunyi /er/

sakeru (mengembangkan) ► saku (kembang) 3. chikan (penggantian fonem).

Contoh: (atsumaru:berkumpul) ► atsumeru: mengumpulkan).

4. zero setsuji (imbuhan kosong).

Contoh:

fuku (bertiup) (自動詞, jidoushi) ► fuku (meniup /menghembus) (他動詞, tadoushi).

BAB III

ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN MORFOFONEMIK PADA PROSES MORFEMIS NOMINA BAHASA JEPANG DAN BAHASA

INDONESIA

3.1. Morfofonemik pada Afiksasi Bahasa Indonesia

Berikut ini merupakan morfofonemik pada afiksasi dengan prefiks (me-, ber-, ter-,) dan sufiks ( -i, -an) dalam bahasa Indonesia.

3.1.1. Morfofonemik Prefiks me-

● me- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /k/, /g/, /h/, bentuknya berubah menjadi meng-.

Contoh:

/a/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

aspal mengaspal alas mengalas(i)

/i/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

idola mengidola(kan) infus menginfus

/u/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

uang menguang(kan) uap menguap

/e/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

ekor mengekor embun mengembun

/o/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

obat mengobat(i) otak mengotak(i)

/k/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

me- /ng/

kail

/k/ ►/ng/

mengail

kuping menguping

/g/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

gunung menggunung gulai menggulai

/h/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /ng/

handuk menghanduk(i) hujan menghujan(i)

● me- ditambahkan pada kata dasar yang bermula dengan fonem /d/, /j/, /t/, bentuknya berubah menjadi men-.

Contoh:

/c/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /n/

cangkul mencangkul cerita mencerita(kan)

/d/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /n/

dongkrak mendongkrak darat mendarat

/j/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /n/

jejak menjejak(kan) jodoh menjodoh(kan)

/t/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

me- /n/

tangan

/t/ ►/n/

menangan(i)

telepon menelepon

● me- ditambahkan pada kata dasar yang bermula dengan fonem /b/, /f/, /p/, bentuknya berubah menjadi mem-.

Contoh:

/b/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /m/

batu membatu bajak membajak

/f/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan

Fonem Hasil

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

me- /m/

patung

/p/ ►/m/

mematung

pompa memompa

● me- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /s/, bentuknya berubah menjadi meny-.

Contoh:

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

me- /ny/

sapu

/s/ ►/ny/

menyapu

sisir menyisir

● me- ditambahkan pada kata yang berupa satu suku kata, bentuknya berubah menjadi menge-.

Contoh:

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

me- /nge/

bom mengebom cat mengecat

● me- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /l/, /m/, /n/, /r/, /w/, bentuknya tidak berubah, tetap me-.

Contoh:

Fonem Dasar Hasil

/l/ lubang melubang(i) /m/ makam memakam(kan)

/n/ nasehat menasehat(i)

/r/ racun meracun(i) /w/ warna mewarna(i)

3.1.2. Morfofonemik Prefiks pe-

● pe- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /k/, /g/, /h/, bentuknya berubah menjadi peng-.

Contoh:

/a/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

aspal pengaspal alas pengalas

/i/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

idola pengidola infus penginfus

/u/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

uang penguang uap penguap

/e/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

ekor pengekor embun pengembun

/o/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

obat pengobat otak pengotak(an)

/k/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

pe- /ng/

kail

/k/ ►/ng/

pengail kuping penguping

/g/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

gunting penggunting garam penggaram(an)

/h/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /ng/

hutan penghutan(an) hujan penghujan

● pe- ditambahkan pada kata dasar yang bermula dengan fonem /d/, /j/, /t/, bentuknya berubah menjadi pen-.

Contoh:

/c/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /n/

cermin pencermin(an) cerita pencerita(an)

/d/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /n/

dongkrak pendongkrak darat pendarat(an)

/j/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /n/

jejak penjejak(an) juri penjuri(an)

/t/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan

Fonem Hasil

pe- /n/

tangan

/t/ ►/n/

penangan(an)

telepon penelepon

● pe- ditambahkan pada kata dasar yang bermula dengan fonem /b/, /f/, /p/, bentuknya berubah menjadi pem-.

Contoh:

/b/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /m/

buku pembuku(an) bajak pembajak

/f/

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

pe- /m/

foto

/f/ ►/m/

pemoto

fokus pemokus

/p/

Prefiks Pemunculan

Fonem Dasar Peluluhan

Fonem Hasil

pe- /m/

patung

/p/ ►/m/

pematung

pompa pemompa

● pe- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /s/, bentuknya berubah menjadi peny-.

Contoh:

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Peluluhan Fonem Hasil

pe- /ny/

sapu

/s/ ►/ny/

penyapu

sisir penyisir

● pe- ditambahkan pada kata yang berupa satu suku kata, bentuknya berubah menjadi penge-.

Contoh:

Prefiks Pemunculan Fonem Dasar Hasil

pe- /nge/

bom pengebom cat pengecat

● pe- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /l/, /m/, /n/, /r/, /w/, bentuknya tidak berubah, tetap pe-.

Contoh:

Fonem Dasar Hasil

/l/ lubang pelubang /m/ makam pemakam(an)

/n/ nasehat penasehat /r/ rumah perumah(an)

/w/ warna pewarna

3.1.3. Morfofonemik Prefiks ber-

● ber- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /r/, bentuknya berubah menjadi be-.

Contoh:

/r/

Prefiks Pelesapan Fonem Dasar Hasil

ber- /r/

ranting beranting rantai berantai

● ber- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /a/, /i/, /c/, /j/, /k/, /m/, /s/, /t/, dan seterusnya, bentuknya tidak berubah.

Contoh:

Fonem Dasar Hasil

/a/ ayah berayah /i/ ibu beribu /c/ cermin bercermin /j/ jaket berjaket /k/ kaki berkaki /m/ mobil bermobil /s/ sepeda bersepeda /t/ topi bertopi

3.1.4. Morfofonemik Prefiks ter-

● ter- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /r/, bentuknya berubah menjadi te-.

Contoh:

Prefiks Pelesapan Fonem Dasar Hasil

ter- /r/

racun teracun(i) rencana terencana

● ter- ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /c/, /n/, /p/, bentuknya tidak berubah

contoh:

Fonem Dasar Hasil

/c/ cermin tercermin /n/ noda ternoda /p/ paku terpaku

3.1.5. Morfofonemik Sufiks –i

Sufiks –i tidak mengalami perubahan jika ditambahkan pada kata dasar.

Contoh:

Dasar Sufiks Hasil Pergeseran Fonem

warna

i-

warnai

jalan jalani ja-lan ► ja-la-ni

Dari contoh diatas dapat dilihat pergeseran fonem /n/ pada kata jalan yang semula berada pada silabel /lan/ pindah ke silabel /ni/.

3.1.6. Morfofonemik Sufiks –an

Sufiks –an tidak mengalami perubahan bentuk jika digabungkan dengan kata dasar manapun.

Sufiks –an tidak mengalami perubahan bentuk jika digabungkan dengan kata dasar manapun.

Dokumen terkait