5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman Anggur
Anggur diduga berasal dari sekitar Laut Hitam dan Laut Kaspi. Kemudian ,
menyebar ke amerika utara, amerika selatan, dan eropa, selanjutnya ke Asia termasuk Indonesia. Tanaman anggur merupakan tanaman tropis bertipe iklim kering dan bersifat tahunan. Tanamannya kecil, merambat dengan sulur yang
berbentuk spiral (Sunarjono, 2013).
Anggur mulai berkembang di Indonesia seiring dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah untuk mengurangi impor anggur melalui Surat Keputusan
Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 505/1982. Pengembangan perkebunan anggur rakyat Indonesia cukup prospektif karena kondisi tanah dan iklim dapat
mendukung tanaman tumbuh dan berproduksi optimal (Dewi, 2014). Klasifikasi tanaman anggur
Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi: Angiospermae Kelas : Dycotyledoneae Bangsa : Rhamnales Suku : Vitaceae Marga : Vitis
Jenis : Vitis vinifera L. (Hutapea, dkk., 1994).
Anggur merupakan salah satu buah hasil pertanian yang dibudidayakan
6
anggur dihasilkan sekitar 15% sebagai limbah dari industri pembuatan wine. Biji anggur dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan minyak biji anggur. Kandungan minyak yang terdapat dalam biji anggur tergantung dari varietas
anggur yang diolah, secara umum biji anggur mengandung 10-16% dari berat kering biji anggur (Canbay, dkk., 2011).
2.2 Minyak Biji Anggur
Minyak biji anggur mengandung asam lemak tidak jenuh dalam konsentrasi yang sangat tinggi antara lain asam linoleat 72-76% dari total
komposisi asam lemak minyak biji anggur (Yousefi, dkk., 2013). Minyak biji anggur juga kaya akan tokoferol, senyawa polifenol serta tannin dalam
konsentrasi yang tinggi. Sifat antioksidan senyawa senyawa yang terkandung dalam minyak biji anggur serta asam lemak tidak jenuh yang tinggi dari minyak biji anggur menyebabkan minyak biji anggur lebih tahan dan tidak mudah
teroksidasi sehingga sering dimanfaatkan dalam industri kosmetik, kuliner, farmasetika dan tujuan kesehatan lainnya (Canbay, dkk., 2011).
2.3 Kulit
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan
sel-sel yang sudah mati), repirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulita dari bahaya
7 2.3.1 Struktur kulit
Secara anatomi, kulit wajah dan seluruh tubuh terbagi menjadi beberapa lapisan yaitu: epidermis, dermis dan subkutan.
1. Lapisan epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang menyelimuti
permukaan tubuh dan terus-menerus mengalami pergantian sel. Lapisan epidermis terbagi menjadi beberapa lapisan berikut:
a. Stratum korneum atau lapisan tanduk
Merupakan lapisan kulit paling atas yang tersusun dari sel-sel mati. Di antara selnya terdapat lemak yang berperan menstabilkan lapisan tanduk, menjaga
kelembapan kulit saat terjadi pengu apan akibat panasnya sinar matahari, serta sebagai lapisan yang menyaring sekaligus mencegah sel-sel kontak dengan mikroorganisme, toksin, dan zat asing dari luar.
b. Stratum lusidum
Merupakan lapisan tebal dengan sel berbentuk gepeng yang tidak berwarna dan bening, yang mengandung banyak zat eleidin (lapisan mengeras)
yang ditemukaan hanya di lapisan telapak kaki dan tangan. c. Stratum granulosum
Merupakan sel mati yang tidak dapat membelah diri. Sel itu tersusun dari sel keratin yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, serta berinti mengkerut.
d. Stratum spinosum
Merupakan lapisan di atas sel basal yang tersusun dari sel keratinosit. Sel keratinosit berisi protein keratin, yang dapat melindungi lapisan sel basal yang
8 e. Stratum germinativum atau lapisan basal
Merupakan cikal bakal terbentuknya keratinosit baru serta mengandung melanosit yaitu sel yang memproduksi melanin guna memberi warna kepada kulit
sekaligus melindungi DNA pada inti sel kulit agar tidak bermutasi akibat radiasi sinar matahari.
2. Lapisan dermis
Lapisan dermis merupakan lapisan dengan ketebalan 4 kali lipat dari lapisan epidermis (sekitar 0,25-2,55 mm). Lapisan dermis tersusun dari jaringan
penghubung dan penyokong lapisan epidermis (Widyastuti, 2013). Lapisan ini bertanggung jawab terhadap elastisitas dan kehalusan kulit serta berperan
menyuplai nutrisi bagi epidermis (Mulyawan dan Suryana, 2013). 3. Lapisan subkutis
Lapisan subkutis merupakan lapisan di bawah dermis yang tersusun dari
sel kolagen dan lemak tebal untuk menyekat panas. Dengan demikian, tubuh dapat beradaptasi dengan perubahan temperatur luar tubuh karena perubahan cuaca. Selain itu, lapisan subkutis juga dapat menyimpan cadangan nutrisi bagi kulit
(Widyastuti, 2013).
2.3.2 Fungsi biologik kulit
Fungsi kulit sangat kompleks dan berkaitan satu dengan yang lainnya di dalam tubuh manusia.
1. Fungsi proteksi
Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti
9
dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus. Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak subkutis, tebalnya lapisan kulit dan serabut penunjang yang
berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan sinar ultraviolet diatasi oleh sel melanin yang menyerap sinar tersebut. Fungsi sawar kulit terutama
berada di sel-sel epidermis dan kemampuan kulit sebagai sawar berbeda beda tergantung pada kondisi epidermis di tempat tersebut.
2. Fungsi ekskresi
Kelenjar kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, asam urat, amonia, dan
sedikit lemak. Lemak atau sebum yang dihasilkan kelenjar kulit dapat melindungi kulit dengan cara meminyaki kulit dan menahan penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di
permukaan kulit membentuk keasaman kulit pada pH 5-6,5. 3. Fungsi absorbsi
Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban udara, metabolisme dan jenis vehikulum yang menempel di kulit. Penyerapan dapat melalui celah antar sel, saluran kelenjar atau saluran keluar
rambut.
4. Fungsi pengindra
Kulit mengandung reseptor di lapisan dermis dan subkutis. Kulit sangat
sensitif terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu dan nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor kulit dan diteruskan ke
10 5. Fungsi pengaturan suhu tubuh
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Pada keadaan suhu tubuh
meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan banyak keringat ke permukaan kulit dan dengan penguapan keringat tersebut terbuang pula kalori atau panas tubuh.
Vasokonstriksi pembuluh darah kapiler kulit menyebabkan kulit melindungi diridari kehilangan panas pada waktu dingin (Wasitaatmaja, 1997).
2.3.3 Warna kulit
Warna kulit terutama ditentukan oleh oxyhemoglobin yang berwarna merah, melanin yang berwarna coklat, keratohyalin yang memberikan
penampakan opaque pada kulit, serta lapisan stratum corneum yang memiliki warna putih kekuningan atau keabu-abuan. Karoten merupakan suatu pigmen warna kuning yang sedikit sekali jumlah dan efeknya, serta eleidin dalam stratum
lucidum yang hanya terlihat pada kulit yang menebal dari telapak kaki bagian tumit. Dari semua bahan-bahan pembangun warna kulit tersebut, yang paling menetukan warna kulit adalah pigmen melanin. Jumlah, tipe, ukuran dan
distribusi pigmen melanin ini akan menentukan variasi warna kulit berbagai golongan ras/bangsa di dunia (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.3.4 Mekanisme pigmentasi pada kulit
Proses pembentukan pigmen melanin terjadi pada butir-butir melanosom yang dihasilkan oleh sel-sel melanosit yang terdapat di antara sel-sel basal
keratinosit di dalam lappisan basal (stratum germinativum). Melalui juluran lengan-lengannya yang dinamakan dendrit, melanosit memberikan melanosom
11
dalam keratinosit berbentuk partikel-partikel padat atau merupakan gabungan dari 3-4 buah partikel lebih kecil memiliki membran (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.4 Penyinaran Matahari dan Efeknya Pada Kulit
Kulit adalah pelindung tubuh dari pengaruh luar terutama dari sengatan sinar matahari. Sinar matahari mempunyai 2 efek, baik yang merugikan maupun
yang menguntungkan, tergantung dari frekuensi dan lamanya sinar mengenai kulit, intensitas sinar matahari, serta sensitivitas seseorang.
Walaupun dibutuhkan untuk pembentukan vitamin D yang sangat berguna
bagi tubuh, sinar matahari merupakan faktor utama dari berbagai masalah kulit, mulai dari sunburn, pigmentasi kulit, penuaan kulit, hingga kanker kulit. Kulit
yang terkena radiasi sinar UV akan berwarna lebih gelap, berkeriput, kusam, kering, timbul bercak-bercak coklat kehitaman (melasma), hingga kanker kulit. Efek sinar matahari yang merugikan berupa:
1. Penyinaran matahari yang singkat pada kulit dapat menyebabkan kerusakan
epidermis sementara, gejalanya disebut sengatan surya. Sinar matahari dapat menyebabkan eritema ringan hingga luka bakar nyeri.
2. Penyinaran langsung dan lama serta berlebihan dapat menyebabkan kelainan
kulit mulai dari dermatritis ringan hingga kanker kulit. Sengatan matahari
berlebihan adalah karsinogenik, sinar ultraviolet dapat menyebabkan kanker kulit (Ditjen POM, 1985).
Paparan sinar matahari berlebihan dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan efek yang merugikan pada kulit lapisan atas (epidermis) dan lapisan lebih dalam kulit (dermis). Pada lapisan epidermis kerusakan kulit mengarah pada
12
berlebihan. Kerusakan serat elastin dan kolagen terlihat pada lapisan dermis yang mengakibatkan kemunduran elastisitas kulit (Prianto, 2014).
Penyinaran matahari terdiri dari berbagai spektrum dengan panjang
gelombang yang berbeda, dari inframerah hingga spektrum ultraviolet
Berdasarkan panjang gelombang dan efek fisiologisnya, sinar ultraviolet
dapat dibagi menjadi 3 bagian:
1. Ultraviolet A ialah sinar dengan panjang gelombang antara 400-315 nm dengan
efektivitas tertinggi pada 340 nm, dapat menyebabkan warna coklat pada kulit
tanpa menimbulkan kemerahan, sehingga disebuit daerah pigmentasi.
2. Ultraviolet B ialah sinar dengan panjang gelombang antara 315-280 nm dengan
efektivitas tertinggi pada 297.6 nm, merupakan daerah eritemogenik, dapat menimbulkan nyeri sengatan surya dan terjadi reaksi pembentukan melanin awal.
3. Ultraviolet C ialah sinar dengan panjang gelombang di bawah 280 nm, dapat
merusak jaringan kulit, tetapi sebagian besar tersaring oleh lapisan ozon dalam atmosfer (Ditjen POM, 1985).
2.5 Mekanisme Perlindungan Kulit
Secara alami kulit manusia mempunyai sistem perlindungan terhadap
paparan sinar matahari. Mekanisme perlindungan tersebut adalah dengan penebalan stratum korneum dan pigmentasi kulit. Perlindungan terhadap sengatan surya juga disebabkan oleh peningkatan jumlah melanin dalam epidermis. Butir
melanin yang terbentuk dalam sel basal kulit setelah penyinaran ultraviolet-B akan berpindah ke stratum korneum di permukaan kulit, kemudian teroksidasi
13
kulit kehilangan pelindung terhadap sinar matahari. (Ditjen POM, 1985). Efek negatif sinar matahari dapat dihindari dengan cara melindungi kulit dengan memakai topi, baju, payung sampai penggunaan kosmetika tabir surya
(Wasitaatmaja, 1997). 2.6 Tabir Surya
Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud membaurkan atau menyerap secara efektif cahaya matahari , terutama daerah emisi gelombang ultraviolet dan inframerah, sehingga dapat mencegah
terjadinya gangguan kulit karena cahaya mahatari (Ditjen POM, 1985). Ada 2 macam tabir surya:
1. Tabir surya kimia, misalnya PABA, PABA ester, benzofenon, salisilat, antranilat, yang dapat mengabsorpsi, hampir 95% radiasi sinar UV B yang dapat menyebabkan sunburn namun tidak menghalangi UV A penyebab
direct tanning, kerusakan sel elastin, actinic skin damage, dan timbulnya kanker kulit (Wasitaatmadja, 1997). Tapi perlu diingat bahwa PABA dan sejumlah bahan tersebut bersifat phosensitizer, yaitu jika terkena sinar
matahari terik seperti halnya di negara tropis Indonesia dapat menimbulkan berbagai reaksi negatif pada kulit photoallergy, phototoxic (Tranggono dan
Latifah, 2007).
2. Tabir surya fisik; misalnya titanium dioksida, Mg silikat, seng oksida, red petrolatum dan kaolin, yang dapat memantulkan sinar. Tabir surya fisik
mampu menahan UVA maupun UVB. Tabir surya fisik melindungi kulit meniru sifat cermin dengan memantulkan sinar radiasi ultraviolet dari
14
Tabir surya dapat dibuat dalam berbagai bentuk sediaan, misalnya bentuk larutan air atau alkohol, emulsi, krim, dan semi padat, yang merupakan sediaan lipid non-air, gel, dan aerosol (Ditjen POM, 1985). Produk terbaik tabir surya
adalah prduk yang memiliki spektrum luas untuk kedua tipe sinar ultraviolet A dan B (Prianto, 2014).
2.7 Oksibenzon
Oksibenzon merupakan bahan aktif tabir surya golongan benzofenon yang dapat digunakan baik sebagai penahan UVA maupun UVB. Oxybenzone atau
benzophenone-3 merupakan salah satu penyerap paling efektif pada spektrum UVB, dan mencapai spektrum UVA II. Umumnya oxybenzone ini digunakan
sebagai penyerap UVA, dan dapat meningkatkan nilai SPF tabir surya melalui kombinasi dengan penyerap UVB lain. Oxybenzone ini merupakan material solid yang sulit larut (Barel, dkk., 2009). Konsentrasi yang umum digunakan sebesar
2-6% b/b (Shaath, 1990). Dari hasil penelitian sebelumnya (Zulkarnain, 2003) penggunaan kombinasi oksibenzon dan oktilmetoksisinamat dalam krim tabir surya efektif meningkatkan nilai SPF (Sun Protection Factor) sediaan
dibandingkan pada pemakaian tunggalnya.
2.8 Oktilmetoksisinamat
Oktilmetoksisnamat merupakan bahan aktif tabir surya golongan sinamat. Sinamat merupakan zat aktif tabir surya yang paling banyak digunakan, dan merupakan alternatif penyerap UVB menggantikan PABA (Barel, dkk., 2009).
Oktilmetoksisinamat umumnya digunakan dengan konsentrasi sebesar 2-7,5% b/b. Kombinasi oktilmetoksisinamat dengan senyawa turunan benzofenon mampu
15 2.9 Sun Protection Factor (SPF)
Sun Protection Factor (SPF) adalah nilai yang tertera pada label produk
tabir surya yang menyatakan efikasi dari suatu sediaan tabir surya. SPF
merupakan indikator universal dari suatu zat atau sediaan yang bersifat UV protektor, semakin tinggi nilai SPF dari suatu produk tabir surya maka semakin
efektif untuk melindungi kulit dari pengaruh buruk sinar ultraviolet matahari (Dutra, dkk., 2004). SPF menyatakan perbandingan antara dosis minimal yang diperlukan untuk menimbulkan eritema pada kulit yang diolesi sediaan tabir surya
dengan yang tidak (Wasitaatmaja, 1997).
Minimal erythema dose (MED) adalah lama waktu minimal paparan
terhadap radiasi sinar ultraviolet yang diperlukan untuk menyebabkan eritema
pada kulit (Dutra, dkk., 2004).
Nilai SPF berkisar antara 0-100, dan kemampuan tabir surya yang
dianggap baik berada di atas 15. Tingkat perlindungan tabir surya berdasarkan nilai SPF-nya dikategorikan sebagai berikut :
1. Minimal, bila SPF berkisar 2-4
2. Sedang, bila SPF berkisar 4-6 3. Ekstra, bila SPF antara 6-8
4. Maksimal, bila SPF berkisar 8-15
16 2.10 Krim
Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak di dalam air, dan
dikenal sebagai “krim”. Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan dunia kosmetik (Ansel, 1989). Secara umum krim yang sering kita lihat pada produk kosmetik adalah vanishing cream (Prianto, 2014). Vanishing cream
umumnya merupakan emulsi minyak dalam air, mengandung air dalam persentase yang besar dan asam stearat dalam komposisi formulanya. Setelah pemakaian
krim, air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis (Ansel, 1989).
Sediaan vanishing cream memiliki kandungan air yang tinggi daripada
krim lainnya. Salah satu fungsi utama yang diharapkan dari kandungan air yang cukup tinggi ini adalah rasa sejuk pada saat aplikasi sediaan tersebut tetapi tetap
meiliki efek lembab pada kulit. Vanishing cream sangatlah mudah untuk diaplikasi dan dibersihkan pada saat pemakaian. Bentuk sediaan vanishing cream sering dipakai dalam formulasi krim tabir surya dan juga bentuk sediaan krim lain