EVALUASI BASA-BASA TUKAR DAN KAPASITAS TUKAR KATION TANAH YANG DIAPLIKASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA
SAWIT DI PT SMART KEBUN PADANG HALABAN KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA
SKRIPSI
OLEH:
RAPAEL BANJARNAHOR 060303031/ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIA N UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EVALUASI BASA-BASA TUKAR DAN KAPASITAS TUKAR KATION TANAH YANG DIAPLIKASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA
SAWIT DI PT SMART KEBUN PADANG HALABAN KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA
SKRIPSI
OLEH:
RAPAEL BANJARNAHOR 060303031/ILMU TANAH
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP) (Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP NIP. 19590917 198701 1 001 NIP. 19690502 199403 2 005
)
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIA N UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Evaluasi Basa-Basa Tukar dan Kapasitas Tukar Kation Tanah yang Diaplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit di PT SMART Kebun Padang Halaban Labuhan Batu Utara
Nama : Rapael Banjarnahor NIM : 060303031
Jurusan : Ilmu Tanah
Minat Studi : Konservasi Tanah dan Air
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP)
Ketua Anggota
(Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP)
Mengetahui,
Ketua Departemen (Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP)
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIA N UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
RAPAEL BANJARNAHOR: Evaluasi Basa-Basa Tukar dan Kapasitas Tukar Kation Tanah yang Diaplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit di PT SMART
Kebun Padang Halaban Labuhan Batu Utara, dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP dan Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP.
Limbah cair pabrik kelapa sawit masih mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga dapat diaplikasikan ke lahan perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi basa-basa tukar dan kapasitas tukar kation tanah di PT. SMART Kebun Padang Halaban Labuhan Batu Utara. Pengambilan contoh tanah menggunakan metode stratifikasi berdasarkan kedalaman tanah tiap 20cm, pada tiga lokasi penelitian yakni kontrol, sela, dan rorak aplikasi, enam taraf kedalaman yaitu 0-20cm, 20-40cm, 40-60cm, 60-80cm, 80-100cm, 100-120cm, dan tiga kali ulangan. Parameter yang diukur adalah K-tukar, Na-K-tukar, Ca-K-tukar, Mg-K-tukar, dan kapasitas tukar kation tanah. Uji statistik yang digunakan adalah uji t.
Hasil penelitian menunjukkan K-tukar, Mg-tukar, dan KTK tanah lebih tinggi di rorak aplikasi dibandingkan dengan di sela tanaman, dan di sela tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan di lahan kontrol pada tiap taraf kedalaman. Na-tukar pada ketiga lokasi penelitian menunjukkan hasil tidak berbeda dan berada pada kriteria sangat rendah. Ca-tukar lebih tinggi di rorak aplikasi dibandingkan dengan di sela tanaman dan lahan kontrol hanya pada kedalaman 0-80cm.
Kata Kunci : Evaluasi, Basa Tukar, Limbah
ABSTRACT
RAPAEL BANJARNAHOR: Bases Exchange and Cation Exchange Capacity Evaluation of Soil which is Apllicated by Liquid Waste of Oil Palm Factory in PT SMART Padang Halaban Plantation at Labuhan Batu Utara Regency, guided by Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP and Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP.
Liquid Waste of Oil Palm Factory still contains the nutrients which is required by plants so it can be applicated to the plantation land. The purpose of this research is evaluated the bases exchange and cation exchange evaluation of soil which is apllicated by liquid waste of oil palm factory in pt smart padang halaban plantation at labuhan batu utara regency. Intake of soil sampel by using stratified method based on soil deepness every 20cmon six deepness are 0-20, 20-40, 40-6-, 60-80, 80-100, and 100-120cm, at three different location of research namely kontrol, sela and rorak aplikasi, and three times restating. Parameters that measured are K-exchange, Na- exchange, Ca- exchange, Mg- exchange, and cation exchange capacity. Statistical test that used is t test.
Result of research show that the K-exchange, Mg- exchange, and cation exchange capacity are higher at rorak aplikasi compare with at sela tanaman, and at sela tanaman is higher than kontrol at every level of deepness. Na-exchange at the three locations show similar result at very low criteria. Ca-exchange is higher at rorak aplikasi compare with sela and control land just only 0-80cm deepness.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sibuntuon pada tanggal 14 September 1986 dari
ayahanda Jadiaman Banjarnahor dan Ibunda Rediana Br. Tamba. Penulis adalah
anak pertama dari tiga bersaudara.
Kurun waktu 1993 hingga 1999, penulis adalah siswa SD Negeri 173779
Janjimaria Pagarbatu, Desa Tamba, Samosir. Tahun 2002 lulus dari SMP Swasta
Budi Mulia Pangururan, Samosir. Tahun 2005 lulus dari SMA Negeri 1
Pangururan, Samosir. Dan pada tahun 2006, melalui jalur seleksi penerimaan
mahasiswa baru (SPMB), penulis masuk Universitas Sumatera Utara, Fakultas
Pertanian, Departemen Ilmu Tanah, dengan minat studi Konservasi Tanah dan
Air.
Aktivitas organisasi yang diikuti penulis selama mengikuti perkuliahan
adalah, menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA) dan menjadi
ketua untuk masa bakti 2008/2009. Menjadi anggota Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia (GMKI) Cabang Medan dan menjadi Wakil Ketua Bidang Aksi dan
Pelayanan untuk masa bakti 2008/2009. Menjadi anggota Parsadaan Mahasiswa
Samosir (PAMASA) dan menjadi Biro Komunikasi untuk masa bakti 2008/2009.
Pada bulan Juli hingga Agustus 2010, penulis melaksanakan praktek kerja
lapangan di PT Perkebunan Nusantara III Distrik Serdang 1 Unit Kebun Gunung
Pamela, Kecamatan Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian penulis
dan Kapasitas Tukar Kation Tanah Yang Diaplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa
Sawit Di PT SMART Kebun Padang Halaban Labuhan Batu Utara.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatNyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik dan tepat pada waktunya.
Adapun judul skripsi ini adalah adalah “Evaluasi Basa-Basa Tukar dan
Kapasitas Tukar Kation Tanah yang Diaplikasi Limbah Cair pabrik Kelapa Sawit Di PT Smart Kebun Padang Halaban kabupaten Labuhan Batu Utara”, dimana skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat mendapat
gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu
Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP selaku anggota komisi pembimbing. Dan kepada
semua pihak yang yang telah berperan dalam memberikan masukan dalam
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar menjadi
lebih baik dan dapat berguna bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis
Medan, Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Basa-Basa Tukar Pada Tanah ... 4
Kalium ... 5
Kalsium ... 6
Magnesium... 8
Natrium ... 9
Kapasitas Tukar Kation Tanah ... 10
Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ... 12
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 16
Bahan dan Alat Penelitian ... 16
Metodologi Penelitian ... 16
Pelaksanaan Penelitian ... 17
HASIL DAN PEMBAHSAN Hasil... 20
Pembahasan ... 29
Kesimpulan ... 35 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
1. Rataan Kalium Tukar di Tiap Titik Sampel di Berbagai Taraf Kedalaman ... 20 2. Hasil analisis uji t terhadap parameter kalium tukar tanah pada tiap
titik sampel ... 21 3. Rataan Natrium Tukar di Tiap Titik Sampel di Berbagai Taraf
Kedalaman ... 22 4. Hasil analisis uji t terhadap parameter natrium tukar tanah pada tiap
titik sampel ... 23 5. Rataan Kalsium Tukar di Tiap Titik Sampel di Berbagai Taraf
Kedalaman ... 24 6. Hasil analisis uji t terhadap parameter kalsium tukar tanah pada tiap
titik sampel ... 25 7. Rataan Magnesium Tukar di Tiap Titik Sampel di Berbagai Taraf
Kedalaman ... 26 8. Hasil analisis uji t terhadap parameter magnesium tukar tanah pada
tiap titik sampel ... 26 9. Rataan Kapasitas Tukar Kation Tanah di Tiap Titik Sampel di
Berbagai Taraf Kedalaman ... 27 10. Hasil analisis uji t terhadap parameter kapasitas tukar kation tanah
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hal
11. Data hasil analisis laboratorium parameter kalium tukar dari tiap titik sampel ... 37 12. Data hasil analisis laboratorium parameter natrium tukar tanah dari
tiap titik sampel ... 38 13. Data hasil analisis laboratorium parameter kalsium tukar tanah dari
tiap titik sampel ... 39 14. Data hasil analisis laboratorium parameter magnesium tukar tanah
dari tiap titik sampel ... 40 15. Data hasil analisis laboratorium parameter kapasitas tukar kation
tanah dari tiap titik sampel ... 41 16. Rataan hasil analisis laboratorium kalium tukar tanah dari tiap titik
sampel ... 42 17. Rataan hasil analisis laboratorium natrium tukar tanah dari tiap titik
sampel ... 42 18. Rataan hasil analisis laboratorium kalsium tukar tanah dari tiap titik
sampel ... 42 19. Rataan hasil analisis laboratorium magnesium tukar tanah dari tiap
titik sampel ... 43 20. Rataan hasil analisis laboratorium kapasitas tukar kation tanah dari
tiap titik sampel ... 43 21. Hasil analisis uji t terhadap parameter kalium tukar tanah pada tiap
titik sampel ... 43 22. Hasil analisis uji t terhadap parameter natrium tukar tanah pada tiap
titik sampel ... 44 23. Hasil analisis uji t terhadap parameter kalsium tukar tanah pada tiap
titik sampel ... 44 24. Hasil analisis uji t terhadap parameter magnesium tukar tanah pada
tiap titik sampel ... 44 25. Hasil analisis uji t terhadap parameter kapasitas tukar kation tanah
pada tiap titik sampel ... 45 26. Kriteria Penilaian Basa-Basa Tukar dan Kapasitas Tukar Kation
Tanah ... 45 27. Data pH H2O di Tiap Titik Sampel di Berbagai Taraf Kedalaman ... 46
ABSTRAK
RAPAEL BANJARNAHOR: Evaluasi Basa-Basa Tukar dan Kapasitas Tukar Kation Tanah yang Diaplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit di PT SMART
Kebun Padang Halaban Labuhan Batu Utara, dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP dan Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP.
Limbah cair pabrik kelapa sawit masih mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga dapat diaplikasikan ke lahan perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi basa-basa tukar dan kapasitas tukar kation tanah di PT. SMART Kebun Padang Halaban Labuhan Batu Utara. Pengambilan contoh tanah menggunakan metode stratifikasi berdasarkan kedalaman tanah tiap 20cm, pada tiga lokasi penelitian yakni kontrol, sela, dan rorak aplikasi, enam taraf kedalaman yaitu 0-20cm, 20-40cm, 40-60cm, 60-80cm, 80-100cm, 100-120cm, dan tiga kali ulangan. Parameter yang diukur adalah K-tukar, Na-K-tukar, Ca-K-tukar, Mg-K-tukar, dan kapasitas tukar kation tanah. Uji statistik yang digunakan adalah uji t.
Hasil penelitian menunjukkan K-tukar, Mg-tukar, dan KTK tanah lebih tinggi di rorak aplikasi dibandingkan dengan di sela tanaman, dan di sela tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan di lahan kontrol pada tiap taraf kedalaman. Na-tukar pada ketiga lokasi penelitian menunjukkan hasil tidak berbeda dan berada pada kriteria sangat rendah. Ca-tukar lebih tinggi di rorak aplikasi dibandingkan dengan di sela tanaman dan lahan kontrol hanya pada kedalaman 0-80cm.
Kata Kunci : Evaluasi, Basa Tukar, Limbah
ABSTRACT
RAPAEL BANJARNAHOR: Bases Exchange and Cation Exchange Capacity Evaluation of Soil which is Apllicated by Liquid Waste of Oil Palm Factory in PT SMART Padang Halaban Plantation at Labuhan Batu Utara Regency, guided by Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP and Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP.
Liquid Waste of Oil Palm Factory still contains the nutrients which is required by plants so it can be applicated to the plantation land. The purpose of this research is evaluated the bases exchange and cation exchange evaluation of soil which is apllicated by liquid waste of oil palm factory in pt smart padang halaban plantation at labuhan batu utara regency. Intake of soil sampel by using stratified method based on soil deepness every 20cmon six deepness are 0-20, 20-40, 40-6-, 60-80, 80-100, and 100-120cm, at three different location of research namely kontrol, sela and rorak aplikasi, and three times restating. Parameters that measured are K-exchange, Na- exchange, Ca- exchange, Mg- exchange, and cation exchange capacity. Statistical test that used is t test.
Result of research show that the K-exchange, Mg- exchange, and cation exchange capacity are higher at rorak aplikasi compare with at sela tanaman, and at sela tanaman is higher than kontrol at every level of deepness. Na-exchange at the three locations show similar result at very low criteria. Ca-exchange is higher at rorak aplikasi compare with sela and control land just only 0-80cm deepness.
30. Gambar Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Kontrol ... 48 31. Gambar Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Pada Sela Rorak
Aplikasi ... 48
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan industri kelapa sawit berlangsung sangat cepat di Indonesia
saat ini. Pembangunan pabrik-pabrik kelapa sawit semakin meningkat sebagai
akibat dari semakin tingginya produksi tandan buah segar yang dihasilkan. Hal
tersebut terjadi dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan konsumen akan produk
turunan dari minyak kelapa sawit itu sendiri, serta secara relatif pengembangan
industri kelapa sawit di Indonesia cukup menjanjikan bagi pemrakarsanya, baik
masyarakat, swasta, maupun pemerintah. Hal ini terjadi karena didukung iklim
yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit dan kondisi pasar yang baik.
Di samping manfaat yang disumbangkan oleh industri kelapa sawit, baik
terhadap konsumen, distributor, dan produsen serta pemasukan devisa negara
yang tinggi, industri kelapa sawit juga menyisakan limbah yang jika tidak
diantisipasi akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan. Limbah ini
terutama limbah yang berwujud cair sebagai sisa dari proses pengolahan minyak
kelapa sawit.
Namun demikian, limbah cair yang dihasilkan dari proses pembuatan
minyak sawit ini tidaklah selamanya jadi pencemar bagi lingkungan jika
limbah cair dari proses pengolahan minyak kelapa sawit masih banyak
mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan tanah dan biasanya
digunakan sebagai alternatif pupuk di lahan perkebunan kelapa sawit yang disebut
dengan land application. Data unsur hara yang terkandung dalam limbah cair
pabrik kelapa sawit sebelumnya telah diperoleh. Berturut-turut N-total, P-total,
K-Total, Ca-total, dan Mg-total dala satuan mg/l adalah 500-900, 90-140,
1000-2000, 260-400, dan 250-350 (Musnamar, 2005).
Namun limbah cair pabrik kelapa sawit tentunya harus dikelola dengan
baik agar tidak menganggu kesehatan tanah, baik kesehatan biologi, fisik dan
kimia tanah, terutama tanah dimana limbah tersebut diaplikasikan. Sebagaimana
dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 28 tahun 2003 pasal tiga (3)
disebutkan syarat-syarat dalam mengaplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit yaitu
BOD tidak boleh melebihi 5000 mg/liter, nilai pH berkisar 6 sampai 9, tidak boleh
dilakukan pada tanah dengan permeabilitas 1,5 sampai 15cm/jam, dan tidak boleh
dilakukan pada lahan dengan kedalaman air tanah kurang dari 2 meter.
Setelah kajian tentang dampak pencemaran lingkungan dilakukan dan data
tentang limbah cair pabrik kelapa sawit tersebut telah diketahui, maka kajian
selanjutnya yang dilakukan adalah evaluasi terhadap tanah lokasi aplikasi,
utamanya kadar hara yang berfungsi untuk mendukung pertumbuhan tanaman
kelapa sawit. Informasi yang ingin di dapatkan adalah jumlah unsur hara serta
pengaruh jarak lokasi aplikasi limbah terhadap tanaman kelapa sawit dalam
mendukung pemenuhan kebutuhan unsur hara untuk tanaman kelapa sawit.
Oleh sebab itulah dilakukan evaluasi dilakukan terhadap kadar unsur hara
basa-basa yang dapat dipertukarkan, meliputi K-dd, Na-dd, Ca-dd, dan Mg-dd
serta kapasitas tukar kation tanah. Dimana unsur hara tersebut sangat menunjang
pertumbuhan tanaman.
Hipotesis Penelitian
Basa-basa tukar dan kapasitas tukar kation pada rorak aplikasi lebih tinggi
dibandingkan dengan di sela tanaman, dan di sela tanaman lebih tinggi
dibandingkan dengan di lahan kontrol.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan basa-basa yang dapat dipertukarkan dan
kapasitas tukar kation tanah pada lahan diterapkannya aplikasi LCPKS antara di
rorak aplikasi, di sela tanaman, dan di lahan kontrol.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai bahan informasi tentang basa-basa tukar dan kapasitas tukar kation
pada lahan yang diaplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit terutama di lahan
perkebunan kelapa sawit
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas
TINJAUAN PUSTAKA
Basa-Basa Tukar Pada Tanah
Basa-basa yang dapat dipertukarkan meliputi Kalium (K), Natrium (Na),
Kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Persentase penjenuhan basa adalah
persentase kapasitas tukar kation yang dijenuhkan dengan kation-kation ini.
Persentase penjenuhan basa:
=
kapasitas tukar kation
milliekuivalen basa-basa yang dapat dipertukarkan
(Foth, 1994).
Tingkat kejenuhan basa di dalam tanah berbeda-beda dengan dua alasan
utama. Alasan pertama yaitu pebedaan muatan efektif, dan kemampuan kation
dalam bentuk dapat dipertukarkan, dengan perbedaan pH. Alasan lain yaitu
basa-basa yang dapat dipertukarkan oleh ion H+ dan Al3+ dengan peningkatan pH,
tetapi ini nampak seperti sekedar faktor pada tanah mineral dengan menurunnya
pH di bawah 5,5. Faktor ini yang paling penting pada tingkat kejenuhan basa yang
tergantung pada muatan relatif yang disumbangkan oleh pH terhadap kapasitas
tukar kation pada pH tanah yang diperhitungkan (Hausenbuiller, 1982).
Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation
basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat
tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut.
Kation-kation basa merupakan unsur yang diperlukan tanaman. Di samping itu basa-basa
umumnya mudah tercuci, sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi
menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan
merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno, 2003).
Kalium (K)
Unsur kalium merupakan unsur yang paling mudah mengadakan
persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, misalnya khlor dan magnesium.
Unsur kalium berfungsi untuk tanaman yaitu untuk (a). mempercepat
pembentukan zat karbohidrat dalam tanaman; (b). memperkokoh tubuh tanaman;
(c). mempertinggi resistensi terhadap serangan hama dan penyakit dan
kekeringan; (d). meningkatkan kualitas biji. Sifat K yaitu mudah larut dan terbawa
hanyut dan mudah pula terfiksasi dalam tanah. Sumber K adalah beberapa jenis
mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik, air irigasi, larutan dalam tanah, abu
tanaman dan pupuk anorganik (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988).
Hakim dkk (1986) mengatakan bahwa pada saat sekarang ini permasalahan
kalium tanah belum mendapat perhatian yang serius. Namun, terjadinya
kekurangan unsur ini dapat terjadi sewaktu-waktu. Dengan meningkatnya
pemakaian pupuk N dan P maka kepeerluan K akan meningkat pula. Akibatnya
serapan kalium tanah akan meningkat. Bersamaan dengan itu juga, terjadi
kehilangan akibat pencucian, sehingga penambahan kalium kedalam tanah akan
Banyak tanah mempunyai kelimpa han kalium yang dapat digunakan dan
tanaman tidak tanggap terhadap pupuk kalium meskipun tanaman biasanya
menggunakan lebih banyak kalium dari tanah dibandingkan dengan hara lain
kecuali nitrogen. Pada dasarnya, kalium dalam tanah berada dalam mineral yang
melapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion tersebut diserap pada pertukaran
kation dan siap tersedia untuk diambil oleh tanaman. Kalium yang tersedia
menumpuk dalam tanah dengan rejim ustik atau berkelembaban lebih kering tanpa
adanya pencucian. Pada umumnya tanah-tanah seperti itu netral atau basa, tidak
membutuhkan kapur dan memerlukan pupuk kalium bahkan untuk hasil panen
yang tinggi. Pencucian di kawasan basah menghilangkan kalium tersedia dan
menciptakan keperluan akan pupuk kalium bila dikehendaki hasil-hasil panen
yang sedang atau tinggi. Tanah organik terkenal miskin kalium karena tanah
tersebut mengandung sedikit mineral yang mengandung kalium (Foth, 1994).
Dalam Hakim dkk (1986) juga dikatakan bahwa kalium yang tersedia
hanya meliputi 1-2 % dari seluruh kalium yang terdapat pada kebanyakan tanah
mineral. Ia dijumpai dalam tanah sebagai kalium dalam larutan tanah dan kalium
yang dapat dipertukarkan dan diadsorbsi oleh permukaan koloid tanah. Sebagian
besar dari kalium tersedia ini berupa kalium dapat dipertukarkan (900%). Kalium
larutan tanah lebih mudah diserap oleh tanaman dan juga peka terhadap
pencucian. Pada keadaan tertentu, misalnya pada pertanaman intensif atau pada
tanah muda yang banyak mengandung mineral kalium dengan curah hujan tinggi,
kalium tidak dapat dipertukarkan dapat juga diserap oleh tanaman.
Kalsium berasal dari pelapukan dari sejumlah mineral dan batuan yang
sangat dominan, meliputi feldspar, apatit, limestone, dan gypsum.
Mineral-mineral tersebut sangat banyak jumlahnya, sehingga kebanyakan tanah
mengandung kalsium yang cukup untuk kebutuhan kalsium tanaman. Tanah
terbentuk dari bahan induk yang berkadar kapur tinggi yang mungkin memiliki
tingkat kandungan kapur yang lebih tinggi dari kapur bebas (Plaster, 1992).
Kalsium berfungsi bagi tanaman untuk (a). pengatur kemasaman tanah dan
tubuh tanaman, (b). penting bagi pertumbuhan akar tanaman, (c). penting bagi
pertumbuhan daun, dan (d). dapat menetralisasi akumulasi racun dalam tubuh
tanaman. Menurut Mehlich dan Drake dalam Sutedjo dan Kartasapoetra (2002),
Ca seperti halnya dengan unsur K berperan mengatur proses fisika-kimia. Ion Ca
menyebabkan dehidratasi, mempengaruhi rumah tangga air tanaman yang sifatnya
antagonik dengan ion K. Ion Ca berperanan penting pula bagi pertumbuhan
tanaman ke arah atas dan pembentukan kuncup.
Kalsium merupakan kation yang sering dihubungkan dengan kemasaman
tanah, disebabkan ia dapat mengurangi efek kemasaman. Disamping itu ia juga
memberikan efek yang menguntungkan terhadap sifat dari tanah. Pada tanah
daerah basah, kalsium bersama-sama dengan ion hidrogen merupakan kation yang
dominan pada kompleks adsorbsi (Hakim dkk, 1986).
Kalsium diambil tanaman dalam bentuk ion Ca2+, berperan sebagai
komponen dinding sel, dalam pembentukan struktur dan permeabilitas membran
sel. Kalsium rata-rata menyusun 0,5% tubuh tanaman, banyak terdapat dalam
daun dan pada beberapa tanaman mengendap sebagai Ca-oksalat dalam sel-sel.
akibat terganggunya pertumbuhan pucuk tanaman dan ujung-ujung akar (titik-titik
tumbuh), serta jaringan penyimpan. Hal ini sebagai konsekuensi rusaknya
jaringan meristematik akibat rusaknya permeabilitas dan struktur membran sel-sel
(Hanafiah, 2005).
Magnesium (Mg)
Menurut Mehlich dan Drake dalam Hardjowigeno (2002) dikatakan bahwa
magnesium merupakan komponen zat khlorofil, yang mungkin memainkan suatu
peranan dalam beberapa reaksi enzim. Sumber-sumber Mg yaitu: dolomit
limestone (CaCO3MgCO3), sulfat potas magnesium, epsom salt (MgSO4.7H2O),
kieserit, magnesia (MgO) serpentin (Mg3SiO2(OH)4, magnesit (MgCO3), dan
lain-lain.
Ketersediaan magnesium dapat terjadi akibat proses pelapukan
mineral-mineral yang mengandung magnesium. Selanjutnya, akibat proses tadi maka
magnesium akan terdapat bebas di dalam larutan tanah. Keadaan ini dapat
menyebabkan (a). magnesium hilang bersama air perkolasi, (b). magnesium
diserap oleh tanaman atau organisme hidup lainnya, (c). diadsorbsi oleh partikel
liat dan (d). diendapkan menjadi mineral sekunder. Ketersediaan magnesium bagi
tanaman akan berkurang pada tanah-tanah yang mempunyai kemasaman tinggi.
Hal ini disebabkan karena adanya dalam jumlah yang sangat besar mineral liat
tipe 2:1. Dengan adanya mineral liat ini maka magnesium akan terjerat antara
kisi-kisi mineral tersebut, ketika menjadi pengembangan dan pengkerutan dari
Kekurangan magnesium akan mengakibatkan perubahan warna yang khas
pada daun. Kadang-kadang penguguran daun sebelum waktunya merupakan
akibat dari kekurangan magnesium. Klorosis pada tembakau yang dikenal dengan
tenggelam pasir disebabkan oleh kekurangan magnesium. Tanaman kapas yang
kekurangan unsur ini menghasilkan daun-daun yang merah agak lembayung
dengan tulang-tulang yang hijau. Daun-daun sorgum dan jagung menjadi
bergaris-garis, tulang-tulang daunnya tetap hijau tetapi daerah diantara tulang-tulang daun
pada sorgum menjadi lembayung dan ujung-ujung menjadi kuning (Foth, 1994).
Magnesium diambil tanaman dalam bentuk ion Mg2+, terutama berperan
sebagai penyusun khlorofil (satu-satunya mineral), tanpa khlorofil fotosintesis
tanaman tidak akan berlangsung, dan sebagai aktivator enzim. Secara umum
magnesium rata-rata menyusun 0,2% bagian tanaman. Sebagian besar terdapat di
daun tetapi seringkali dijumpai dalam proporsi cukup banyak pada bebijian padi,
jagung, sorgum, kedelai dan kacang tanah (Hanafiah, 2005).
Natrium
Natrium merupakan unsur penyusun litosfer ke-6 setelah Ca, yaitu 2,75%,
yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan
tanaman terutama di daerah arid dan semi arid (kering dan agak kering) yang
berdekatan dengan pantai, karena tingginya Na air laut. Suatu tanah disebut tanah
alkali atau tanah salin jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi
oleh > 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen-komponen
dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber
Kadar natrium dalam tanah biasanya dinyatakan sebagai salinity adsorption rate
(SAR). Ini merupakan perbedaan jumlah kation (positif) yang disumbangkan oleh
natrium pada tanah dengan yang disumbangkan oleh kalsium dan magnesium.
SAR ditentukan dari ekstraksi air dari tanah jenuh. Nilai SAR yang diingankan
adalah dibawah 13. Jika SAR berada di atas 13, natrium dapat menyebabkan
kerusakan struktur tanah dan masalah infiltrasi air. Beberapa laboratorium
melaporkan tingkat natrium tinggi sebagai ESP (persentase natrium tukar). ESP
lebih dari 15 persen dianggap sebagai nilai ambang untuk tanah diklasifikasikan
sebagai tanah sodik. Ini berarti bahwa natrium menempati lebih dari 15 persen
dari kapasitas tukar kation tanah (CEC). Perlu diketahui bahwa tanaman yang
peka dapat menunjukkan kerusakan atau pertumbuhan yang lambat bahkan pada
kadar natrium yang lebih rendah (Davis dkk, 2007).
Natrium sangat rentan terhadap pencucian dan natrium tanah yang tersedia
dapat hilang selama musim dingin. Perakaran tanaman yang lebih dalam dapat
membantu penyerapan natrium ke lapisan tanah di bawah tapak bajak. Tidaklah
mungkin untuk membangun cadangan natrium dalam tanah dengan aplikasi
berulang-ulang sepanjang tahun. Tingkat natrium dapat tukar yang tinggi dapat
mendispersi partikel tanah liat yang mengakibatkan rusak atau hilangnya struktur
tanah. Hal ini sering terlihat saat kejadian banjir yang diakibatkan oleh naikknya
air laut. Efek yang tidak nyata juga dapat terjadi ketika aplikasi natrium dilakukan
pada tanah sehingga terikat dengan garam atau pada pupuk yang digunakan.
Namun hal ini dapat dibenahi dengan pemberian kapur (gypsum) (Bunn, 2010).
Salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara
bagi tanaman dan menjadi indikator kesuburan tanah adalah kapasitas tukar kation
(KTK) atau cation exchangeable capacity (CEC). KTK merupakan jumlah total
kation yang dapat dipertukarkan (cation exchangeable) pada permukaan koloid
yang bermuatan negatif. Suatu hasil pengukuran KTK adalah milliekuivalen
kation dalam 100 gram tanah atau me kation pada 100 g tanah (Madjid, 2007).
Kapasitas tukar kation (KTK) suatu tanah dapat didefenisikan sebagai
suatu kemampuan koloidal tanah menjerap dan mempertukarkan kation.
Kemampuan atau daya jerap unsur hara dari suatu koloid tanah dapat ditentukan
dengan mudah. Jumlah unsur hara yang terjerap dapat ditukar dengan barium
(Ba+) atau ammonium (NH4+), kemudian jumlah Ba dan NH4 yang terjerap ini
ditentukan kembali melalui penyulingan, jumlah Ba dan NH4 yang disuling akan
sama banyak dengan jumlahnya dengan unsur hara yang ditukar oleh koloid tanah
tadi (Hakim dkk, 1986).
Bahan organik tanah mempengaruhi sifat pertukaran kation. Penetapan
kapasitas tukar kation dilakukan terhadap tanah pada sebelum dan sesudah diberi
perlakuan dengan larutan hidrogen peroksida. Larutan keras ini berfungsi untuk
menyingkirkan semua bahan organik yang terdapat di dalam tanah
(Musa dkk, 2006).
Daya tukar kation yang efektif dari paling sedikit 4 meq/100 g diperlukan
untuk menahan sebagian besar kation terhadap pencucian. Nilai DTK yang lebih
tinggi bahkan lebih baik, terutama jika kation dapat tukarnya yang ada bersifat
basa. Karena mineral sangat lapuk atau bertekstur pasiran, banyak tanah tropika
yang demikian, meningkatkan DTK merupakan tujuan pengaturan yang penting.
Hal itu dapat dilakukan dua proses: menggampingi tanah asam dengan sistem
oksida atau silikat lapis bersalut-oksida, dan memperbanyak kandungan bahan
organik (Sanchez, 1992).
Tanah-tanah padang rumput di Kanada bagian Barat mengandung tanah
tanah liat dan bahan organik berturut-turut 57 dan 250 milliekuivalen per 100
gram. Kapasitas pertukaran kation di tanah-tanah ini dapat diperkiranakan dengan
persamaan berikut:
CEC = persen bahan organic x 2,5 + persen tanah liat x 0,57
Kapasitas pertukaran kation fraksi pasir dan lumpur halus dihilangkan dalam
perhitungan kapasitas pertukaran kation itu, karena angkanya terlalu kecil.
Penentuan yang akurat dapat dibuat dengan menjenuhkan semua posisi pertukaran
dengan suatu kation, seperti ammonium, lalu menentukan jumlah keseluruhan
ammonium yang diserap (Foth, 1994).
Kenyataan menunjukkan bahwa KTK dari berbagai tanah sangat beragam
bahkan tanah sejenisnya pun berbeda KTKnya. Besarnya KTK tanah dipengaruhi
oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri antara lain adalah:
1. Reaksi tanah atau pH
2. Tekstur tanah atau jumlah liat
3. Jenis mineral liat
4. Bahan organik
5. Pengapuran dan pemupukan
Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (Land Application)
Dalam Kepmen LH No 29 tahun 2009 dinyatakan bahwa air limbah yang
dihasilkan dari industri kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk pemupukan pada
tanah perkebunan karena air limbah tersebut pada kondisi tertentu masih
mengandung unsur-unsur hara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Pemupukan dengan air limbah ini pada umumnya dilakukan dengan mengalirkan
air limbah yang berasal dari kolam penanganan limbah ke parit-parit yang ada di
perkebunan. Akan tetapi di sisi lain, pemupukan air limbah pada tanah juga secara
potensial menimbulkan pencemaran lingkungan atau bahkan akan menyebabkan
kematian tanaman kelapa sawit di kawasan pemanfaatan air limbah itu sendiri.
Dengan melihat kondisi tersebut di atas dan untuk mengurangi resiko pencemaran
lingkungan yang terjadi maka pemanfaatan air limbah pada tanah dapat dilakukan
setelah pemerakarsa melakukan pengkajian akan pengaruh tersebut.
Kebanyakan kandungan BOD atau COD dalam limbah minyak kelapa
sawit berasal dari minyak yang tercecer. Untuk mendapatkan pengolahan dan
pengurangan pencemaran yang efektif, perlu diusahakan perolehan kembali
minyak yang efisien. Temperatur minyak di dalam perjernihan di atas 900oC
untuk mendapatkan pemisahan minyak yang efektif. Pengolahan limbah cair
kilang minyak sawit meliputi pengolahan kimia-fisik untuk menghilangkan
padatan dan minyak dan pengolahan biologi untuk mengurangi beban organik
yang sangat besar (Santi, 2004).
Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit
adalah limbah cair dan limbah padat. Limbah padatnya berupa tandan buah
untuk dijadikan pupuk kompos. Prosesnya terlebih dahulu dicacah sebelum
diaplikasikan (dibuang) ke lahan. Sedangkan cangkang buah sawit dapat
dimanfaatkan kembali sebagai alternatif bahan bakar (alternative fuel oil) pada
boiler dan power generation. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri
pengolahan minyak kelapa sawit merupakan sisa dari proses pembuatan minyak
sawit yang berbentuk cair. Limbah ini masih mengandung unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman dan tanah. Limbah cair ini biasanya digunakan sebagai
alternatif pupuk di lahan perkebunan kelapa sawit yang disebut dengan land
application (Agustina, 2006).
Aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit pada perkebunan kelapa sawit
dengan sistem flatbed sebagaimana yang dijelaskan Sitorus (2007) dalam Permadi
(2010) menguraikan sebagai berikut:
1. Limbah cair pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai pupuk. Aplikasi
limbah cair memiliki keuntungan antara lain mengurangi biaya pengolahan
limbah cair dan sekaligus berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa
sawit.
2. Metode aplikasi limbah cair yang umum digunakan adalah sistem flatbed, yaitu
dengan mengalirkan limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi dan selanjutnya
ke parit primer dan sekunder (flatbed).
3. Pembangunan instalasi apliksi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif
mahal. Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan
penghematan biaya pupuk sehingga penerimaan juga meningkat. Aplikasi
46%/Ha. Disamping itu, aplikasi limbah cair juga akan mengurangi biaya
pengolahan limbah.
Dalam Erik (2008) diungkapakan bahwa kualifikasi limbah cair yang
digunakan mempunyai kandungan BOD 3.500-5.000 mg/L yang berasal dari
kolam anaerobik primer. Kandungan hara pada 1 m3 limbah cair setara dengan 1,5
kg urea, 0,3 kg SP-36, 3,0 kg kieserit. Pabrik kelapa sawit dengan kapsitas 30
ton/jam akan menghasilkan sekitar 480 m3 limbah cair per hari, sehingga areal
yang dapat diaplikasi sekitar 100-120 Ha.
Untuk melakukan pengolahan limbah cair diwajibkan melakukan kajian
terlebih dahulu tentang kelayakan pemanfaatan air limbah sebagai pupuk pada
tanah di perkebunan. Hasil kajian ini akan menjadi dasar dalam pemberian ijin
pemanfaatan tersebut. Peraturan yang secara spesifik air limbah industri kelapa
sawit yang dikeluarkan oleh kementerian lingkungan hidup yang mengatur
tentang baku mutu air limbah yang boleh diaplikasi ke lingkungan yaitu
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 1995
(Agustina, 2006).
Selanjutnya, tentang pedoman teknis pengkajian pemanfaatan air limbah
dari industri minyak kelapa sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit secara
rinci diatur dalam Kepmen LH No 28 Tahun 2003. Pasal 6 berbunyi “pelaksanaan
pengkajian pemanfaatan air limbah industri minyak kelapa sawit pada tanah di
perkebunan kelapa sawit dilakukan minimal selama 1 (satu) tahun”, serta ayat dua
pasal ini berbunyi “pengkajian pemanfaatan air limbah industry minyak kelapa
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penenelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Smart Kebun Padang Halaban Labuhan
Batu Utara yakni di Divisi II blok 3 dan blok 6. Analisis tanah dilakukan di
Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Penelitian ini dilaksanakan
September 2010 sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Tanah Kering Udara
(BTKU) dari lapangan, yaitu dari rorak aplikasi, sela rorak dan tanaman kelapa
sawit, dan dari lahan yang tidak di aplikasi. Bahan-bahan kimia yang dibutuhkan
dalam analisis parameter.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk
pengambilan sampel tanah, bor tanah untuk pengambilan sampel tanah, mortal
dan alu untuk menghaluskan sampel tanah, dan alat-alat tulis untuk keperluan tulis
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode stratifikasi berdasarkan kedalaman
tanah tiap 20cm, yang terdiri dari 6 taraf kedalaman yaitu 0-20, 20-40, 40-60,
60-80, 80-100, dan 100-120cm, 3 lokasi sampel tanah yakni kontrol, sela tanaman
dan rorak aplikasi, dan 3 ulangan sehingga diperoleh 54 contoh tanah.
K = kontrol (contoh tanah yang tidak diaplikasi limbah cair)
S = sela rorak aplikasi dan tanaman (contoh tanah di antara rorak aplikasi dan
tanaman)
R = rorak aplikasi (contoh tanah dari parit atau rorak aplikasi)
Jumlah contoh tanah yang diambil adalah 3 x 6 x 3 = 54 contoh tanah adalah
sebagai berikut:
K1 = kontrol dengan kedalaman 0-20 cm
K2 = kontrol dengan kedalaman 20-40 cm
K3 = kontrol dengan kedalaman 40-60 cm
K4 = kontrol dengan kedalaman 60-80 cm
K5 = kontrol dengan kedalaman 80-100 cm
K6 = kontrol dengan kedalaman 100-120 cm
S1 = sela tanaman dengan kedalaman 0-20 cm
S2 = sela tanaman dengan kedalaman 20-40 cm
S3 = sela tanaman dengan kedalaman 40-60 cm
S4 = sela tanaman dengan kedalaman 60-80 cm
S5 = sela tanaman dengan kedalaman 80-100 cm
S6 = sela tanaman dengan kedalaman 100-120 cm
R2 = rorak aplikasi dengan kedalaman 20-40 cm
R3 = rorak aplikasi dengan kedalaman 40-60 cm
R4 = rorak aplikasi dengan kedalaman 60-80 cm
R5 = rorak aplikasi dengan kedalaman 80-100 cm
R6 = rorak aplikasi dengan kedalaman 100-120 cm
Pelaksanaan Penelitian
Sampel tanah diambil dari PT Smart Kebun Padang Halaban Labuhan
Batu Utara. Sampel yang diambil adalah dari tiga lokasi berbeda, yakni lahan
kontrol yaitu tanah diambil dari lokasi yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh
aplikasi limbah cair pabrik, sela rorak aplikasi dan tanaman kelapa sawit, dan dari
rorak aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit. Cara pengambilan adalah
menggunakan bor tanah dengan setiap kedalaman 20 cm diambil menjadi satu
contoh tanah, seterusnya hingga kedalaman 120 cm, sehingga didapat sampel
tanah dari enam taraf kedalaman, yaitu 0-20 cm, 20-40 cm, 40-60 cm, 60-80 cm,
80-100 cm, dan 100-120 cm. Tanah diambil dan dimasukkan ke dalam plastik
dengan jumlah seperlunya.
Pengeringan sampel dilakukan di tempat yang tidak terkena sinar matahari
secara langsung sehingga didapat tanah kering udara. Setelah tanah menjadi
kering udara, kemudian ditumbuk dan di ayak dengan ayakan 20 mesh.
Dimasukkan ke dalam plastik, tiap sampel diberi label sesuai contoh sampel yang
diambil saat di lapangan. Selanjutnya tanah di analisis di laboratorium dengan
Peubah Amatan
Peubah amatan yang di ukur dalam penelitian ini adalah:
- K-tukar
- Ca-tukar
- Na-tukar
- Mg-tukar
R : Rorak Aplikasi S : Sela Tanaman K : Kontrol
Gambar: Sketsa Lokasi Pengamabilan Sampel Tanah di PT SMART Kebun Padang Halaban Labuhan Batu Utara
Divisi II Blok 6
Divisi II Blok 3
R
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Basa-Basa Tukar
Kalium
Kalium tukar pada tanah yang di aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit
disajikan secara kualitatif pada tabel 1. Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar
kalium tukar secara horizontal menunjukkan peningkatan. Dimana pada rorak
terlihat kalium tukar paling tinggi, pada sela tanaman mengalami penurunan, dan
kadar kalium terendah terlihat pada sampel tanah kontrol.
Secara vertikal dapat dilihat fluktuasi kadar kalium pada tiap taraf
kedalaman. Pada rorak aplikasi kadar kalium tukar mengalami peningkatan dari
kedalaman 0-20cm hingga kedalaman 20-40cm, dari kedalaman 20-40cm hingga
kedalaman 60-80cm terdapat kadar kalium tukar yang stabil pada nilai 12me/10gr.
Namun peningkatan kembali terjadi pada kedalaman 80-100cm, kemudian terjadi
[image:33.595.107.517.591.702.2]penurunan di kedalaman 100-120cm.
Tabel 1. Rataan Kalium Tukar di Tiap Titik Sampel di Berbagai Taraf Kedalaman
Kedalaman …..cm…..
Kontrol Sela Rorak
Rataan ..me/100gr..
Kriteria*) Rataan ..me/100gr..
Kriteria*) Rataan ..me/100gr..
Kriteria*)
0-20 0.44 S 0.78 T 3.75 ST
20-40 0.44 S 1.06 ST 4.24 ST
40-60 0.45 S 0.91 T 4.23 ST
60-80 0.41 S 1.39 ST 4.31 ST
80-100 0.38 S 1.20 ST 4.34 ST
100-120 0.26 R 1.30 ST 3.43 ST
Dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa kadar kalium tukar pada tanah
secara umum berada dalam kriteria sangat tinggi. Pada ketiga lokasi sampel
kecuali pada sampel kontrol di kedalaman 100-120cm terlihat kriteria tinggi. Hal
ini menunjukkan pada tanah tersedia kalium tukar yang melimpah. Namun
demikian aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit tetap saja memberikan
pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kadar kalium tukar pada tanah seperti
yang ditunjukkan pada tabel analisis uji t (tabel 2).
Hasil analisis secara kuantitatif yakni dengan menggunakan uji t (tabel 2)
untuk parameter kalium menunjukkan bahwa aplikasi limbah cair pabrik kelapa
sawit memberikan peningkatan kadar kalium tukar secara nyata di rorak aplikasi
untuk setiap kedalaman. Namun pada sela tanaman, peningkatan secara nyata
[image:34.595.108.516.450.559.2]hanya terlihat pada kedalaman 40-80cm.
Tabel 2. Hasil analisis uji t terhadap parameter kalium tukar tanah pada tiap titik sampel
K vs S K vs R S vs R
0-20 tn * *
20-40 tn * *
40-60 * * *
60-80 * * *
80-100 tn * *
100-120 tn * *
F-tabel 5% : 4,303 *) : nyata
tn : tidak nyata
Dari tabel analisis uji t untuk parameter kalium tukar yakni tabel 2, juga
dapat kita lihat peningkatan kadar kalium tukar yang nyata di rorak aplikasi jika
dibandingkan dengan sela tanaman. Oleh karena perbandingan kontrol dengan
sela tanaman tidak menunjukkan peningkatan kadar kalium tukar pada tanah di
dari rorak ke sela tanaman kurang mobil, sebab di sela tanaman terdapat kalium
yang jauh lebih rendah dibandingkan di rorak aplikasi.
Natrium
Aplikasi Limbah cair pabrik kelapa sawit meningkatkan jumlah natrium
tukar di rorak aplikasi dan di sela tanaman. Dari data pada tabel 3 menunjukkan
hal tersebut. Namun demikian peningkatan ini tidak mengubah kriteria natrium
tukar pada tanah dari kriteria sangat rendah
Jika dibandingkan natrium tukar di tiap taraf kedalaman pada tabel 3
(secara horizontal), dapat dilihat pada rorak aplikasi, di sela tanaman, dan di lahan
kontrol, natrium tukar tidak menunjukkan perbedaan yang cukup berarti. Sehingga
dapat dikatakan bahwa aplikasi LCPKS pada lahan tidak memberikan peningkatan
terhadap hara natrium tukar tanah pada tiap taraf kedalaman.
Dari tabel 3 diatas, dapat dilihat perbandingan antar tiap taraf kedalaman
(secara vertikal), kadar natrium tukar berfluktuasi dengan bertambahnya
kedalaman. Pada lokasi kontrol, dari kedalaman 0-20cm ke 20-40cm terjadi
penurunan, tapi meningkat kembali di kedalaman 40-60cm, hingga kedalaman
[image:35.595.104.517.564.696.2]120cm, terjadi penurunan dan peningkatan secara bergantian tiap selang 20cm.
Tabel 3. Rataan Natrium Tukar di Tiap Titik Sampel di Berbagai Taraf Kedalaman
Kedalaman …..cm…..
Kontrol Sela Rorak
Rataan ..me/100gr..
Kriteria*) Rataan ..me/100gr..
Kriteria*) Rataan ..me/100gr..
Kriteria*)
0-20 0.05 SR 0.04 SR 0.04 SR
20-40 0.05 SR 0.04 SR 0.05 SR
40-60 0.03 SR 0.05 SR 0.06 SR
60-80 0.04 SR 0.04 SR 0.05 SR
80-100 0.11 SR 0.05 SR 0.07 SR
100-120 0.10 SR 0.04 SR 0.09 SR
Uji statistik yang disajikan pada tabel 4 menunjukkan bahwa pada rorak
aplikasi dan sela tanaman terlihat perbedaan yang tidak nyata akan peningkatan
kadar natrium tukar dalam tanah akibat aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit.
Dimana dapat kita lihat, perbandingan natrium tukar antara kontrol dengan sela
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Begitu juga pada perbandingan kontrol
[image:36.595.108.517.280.388.2]dengan rorak, dan perbandingan sela dengan rorak aplikasi.
Tabel 4. Hasil analisis uji t terhadap parameter natrium tukar tanah pada tiap titik sampel
K vs S K vs R S vs R
0-20 tn tn tn
20-40 tn tn tn
40-60 tn tn tn
60-80 tn tn tn
80-100 tn tn tn
100-120 tn tn tn
F-tabel 5% : 4,303 *) : nyata
tn : tidak nyata
Jika kita perhatikan tabel 4 di atas dapat disimpulkan bahwa limbah cair
pabrik kelapa sawit tidak mengandung natrium tukar yang tinggi. Bahkan pada
kriteria sangat rendah, sehingga perbedaan tidak terlihat pada ketiga perbandingan
tersebut, yakni kontrol, sela, dan rorak aplikasi.
Kalsium
Kalsium tukar pada tanah yang diaplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit
memiliki kadar yang bervariasi pada tiap taraf kedalaman jika dibandingkan
secara horizontal. Yang berarti tidak seperti kalium dan natrium tukar tanah, yang
cenderung lebih tinggi di rorak aplikasi dari pada di sela tanaman dan juga di
kontrol. Hal ini ditunjukkan pada tabel 5, dimana pada rorak lebih tinggi
80-120cm justru lebih tinggi di lokasi kontrol dari pada di rorak aplikasi. Pada
sela tanaman di kedalaman 0-40cm dan 60-80cm, lebih tinggi dibandingkan di
kontrol, namun pada kedalaman 40-60cm dan 80-120cm, justru di kontrol lebih
tinggi kadar kalsium tukarnya.
Perbandingan kalsium tukar antara kedalaman di lokasi sampel yang sama
(secara vertikal), menunjukkan hal yang sama, yakni fluktuasi penurunan dan
peningkatan. Hal ini juga dapat dilihat pada tabel 5. Pada titik sampel kontrol, di
kedalaman 0-20cm hingga 20-60cm terjadi penurunan, 40-60cm hingg 80-100cm
terjadi peningkatan, dan 80-100cm ke 100-120cm terjadi lagi penurunan. Pada
[image:37.595.107.517.369.495.2]sela tanaman, peningkatan terjadi dari 0-20 ke 40-60cm dan 60-120cm.
Tabel 5. Rataan Kalsium Tukar di Tiap Titik Sampel di Berbagai Taraf Kedalaman
Kedalaman …..cm…..
Kontrol Sela Rorak
Rataan ..me/100gr..
Kriteria*) Rataan ..me/100gr..
Kriteria*) Rataan ..me/100gr..
Kriteria*)
0-20 1.54 SR 1.95 SR 5.96 S
20-40 0.91 SR 1.33 SR 1.52 SR
40-60 0.91 SR 0.74 SR 2.08 S
60-80 1.24 SR 1.28 SR 1.76 R
80-100 1.57 SR 0.98 SR 1.48 SR
100-120 1.46 SR 0.87 SR 1.20 SR
*) SR: Sangat rendah; R: Rendah; S: Sedang;
Dari tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa pemberian limbah cair pabrik
kelapa sawit tidak mengubah kriteria kalsium tukar pada sela tanaman. Dimana
pada kontrol terdapat kriteria kalsium tukar sangat rendah, begitu juga pada sela
tanaman. Di rorak aplikasi pemberian LCPKS mengubah kriteria kalsium tukar
menjadi kriteria sedang pada kedalaman 0-20cm, dan rendah pada kedalaman
40-60cm, namun di kedalaman 20-40cmdan 60-120cm masih pada kriteria sangat
Analisis uji t yang dilakukan (tabel 6) menunjukkan beda nyata kalsium
tukar tanah hanya pada kedalaman 0-20cm, yaitu perbandingan antara kontrol dan
[image:38.595.109.517.196.302.2]rorak aplikasi dan juga pada perbandingan antara sela dan rorak aplikasi.
Tabel 6. Hasil analisis uji t terhadap parameter kalsium tukar tanah pada tiap titik sampel
K vs S K vs R S vs R
0-20 tn * *
20-40 tn tn tn
40-60 tn tn tn
60-80 tn tn tn
80-100 tn tn tn
100-120 tn tn tn
F-tabel 5% : 4,303 *) : nyata
tn : tidak nyata
Dari tabel 6 di atas juga dapat dilihat bahwa pada sela tanaman, pemberian
LCPKS tidak menunjukkan beda nyata terhadap kadar kalsium tukar tanah. Begitu
juga di rorak aplikasi di kedalaman 20-120cm. Hal yang sama juga terjadi pada
perbandingan sela tanaman dengan rorak aplikasi, dimana pada rorak aplikasi di
kedalaman 20-120cm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Magnesium
Magnesium tukar di rorak aplikasi lebih tinggi dari pada di sela tanaman
dan juga di lokasi kontrol. Pada tabel 7 ditunjukkan bahwa pada tiap taraf
kedalaman, magnesium meningkat dari kontrol ke sela tanaman dan dari sela ke
rorak aplikasi.
Kajian terhadap magnesium tukar dari tabel 7 secara vertikal dari tiap taraf
kedalaman memiliki fluktuasi. Peningkatan dan penurunan dari tiap taraf
kedalaman tanah yang diteliti terjadi tiap selang 20cm, hal ini terjadi di kontrol.
terjadi penurunan, tetapi meningkat di kedalaman 60-80cm, dan menurun kembali
hingga kedalaman 120cm. Di rorak aplikasi terlihat pola yang jelas tentang kadar
magnesium tukar tanah yang semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman,
[image:39.595.107.515.212.329.2]yaitu dari kedalaman 0-120c m tanah yang diteliti.
Tabel 7. Rataan Magnesium Tukar di Tiap Titik Sampel di Berbagai Taraf Kedalaman
Kedalaman …..cm…..
Kontrol Sela Rorak
Rataan ..me/100gr..
Kriteria*) Rataan ..me/100gr..
Kriteria*) Rataan ..me/100gr..
Kriteria*)
0-20 0.36 SR 0.67 R 5.74 T
20-40 0.19 SR 0.60 R 3.75 T
40-60 0.22 SR 1.17 SR 3.37 T
60-80 0.17 SR 2.22 R 3.17 T
80-100 0.18 SR 1.72 R 2.62 T
100-120 0.15 SR 1.39 R 1.76 S
*) SR: Sangat rendah; R: Rendah; S: Sedang; T: Tinggi
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada lokasi kontrol, magnesium
tukar berada pada kriteria sangat rendah. Di sela tanaman aplikasi LCPKS
meningkatkan magnesium tukar tanah menjadi kriteria rendah di kedalaman
0-40cm dan 60-120cm, tetapi di kedalaman 40-60cm tetap dengan kriteria sangat
rendah. Di rorak aplikasi, kriteria magnesium tukar tanah di kedalaman 0-100cm
berada pada kriteria tinggi dan di kedalaman 100-120cm menjadi kriteria sedang.
Tabel 8. Hasil analisis uji t terhadap parameter magnesium tukar tanah pada tiap titik sampel
K vs S K vs R S vs R
0-20 tn * *
20-40 tn * *
40-60 tn * *
60-80 * * *
80-100 tn * *
100-120 tn * *
F-tabel 5% : 4,303 *) : nyata
tn : tidak nyata
Analisis uji t yang disajikan pada tabel 8, untuk parameter magnesium
[image:39.595.106.517.549.657.2]berbeda nyata di rorak aplikasi dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan di sela
tanaman berbeda nyata hanya pada kedalaman 60-80cm. perbandingan
magnesium tukar antara sela tanaman dengan di rorak aplikasi juga menunjukkan
perbedaan yang nyata di rorak aplikasi pada tiap taraf kedalaman.
Dari tabel 8 di atas dapat dikaji lebih lanjut dimana aplikasi LCPKS tidak
meningkatkan kadar magnesium tukar tanah di sela tanaman. Dimana hanya pada
satu taraf kedalaman saja, yakni pada kedalaman 60-80 cm yang meningkat secara
nyata. Perbedaan yang nyata pada perbandingan kontrol dengan rorak juga antara
sela dengan rorak, mengartikan bahwa magnesium tukar menumpuk di rorak
aplikasi (Mg-dd belum sampai ke sela tanaman dari rorak aplikasi).
Kapasitas Tukar Kation
Dari tabel 9 dapat dilihat perbandingan kapasitas tukar kation tanah yang
diteliti akibat aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit (perbandingan secara
horizontal), dimana di rorak aplikasi lebih tinggi dari pada sela tanaman, dan di
sela tanaman lebih tinggi dari pada di lokasi kontrol. Perbedaan ini terjadi di tiap
[image:40.595.109.515.580.689.2]taraf kedalaman, dari 0-20cm hingga taraf kedalaman 100-120cm.
Tabel 9. Rataan Kapasitas Tukar Kation Tanah di Tiap Titik Sampel di Berbagai Taraf Kedalaman
Kedalaman …..cm…..
Kontrol Sela Rorak
Rataan ..me/100gr..
Kriteria*) Rataan ..me/100gr..
Kriteria*) Rataan ..me/100gr..
Kriteria*)
0-20 9.37 R 11.87 R 16.85 R
20-40 8.27 R 10.53 R 11.96 R
40-60 7.87 R 9.20 R 10.37 R
60-80 7.96 R 8.42 R 11.08 R
80-100 7.84 R 8.36 R 10.21 R
100-120 7.17 R 7.57 R 12.93 R
*) SR: Sangat rendah; R: Rendah; S: Sedang; T: Tinggi; ST: Sangat tinggi
Tabel 9 juga menunjukkan kapasitas tukar kation yang menurun secara
sampel, yaitu di lokasi kontrol, sela tanaman, dan juga di rorak aplikasi.
Penurunan ini terlihat perlahan-lahan dengan berbedanya kedalaman berselang
20cm.
Dari kriteria kapasitas tukar kation tanah yang diaplikasi limbah cair
pabrik kelapa sawit pada tabel 9 di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
peningkatan kapasitas tukar kation tanah akibat aplikasi limbah cair pabik kelapa
sawit tidak meningkatkan kriterianya. Diamana pada lokasi kontrol, sela tanaman,
dan juga pada rorak aplikasi berada dalam kriteria rendah untuk tiap taraf
kedalaman.
Kajian kuantitatif untuk parameter kapasitas tukar kation dengan
menggunakan uji t disajikan pada tabel 10. Pada tabel 10 di bawah
memperlihatkan bahwa pada perbandingan kapasitas tukar kation di kontrol
dengan sela tanaman, hanya perbedaan nyata pada kedalaman 0-20cm. Dapat juga
dilihat bahwa perbedaan nyata kapasitas tukar kation tanah di rorak aplikasi yakni
pada kedalaman 0-20cm, 40-60cm, dan 80-100cm, terlihat selang-seling
[image:41.595.108.517.556.662.2]perbedaan nayta dan tidak nyata tiap perbedaan kedalaman 20cm.
Tabel 10. Hasil analisis uji t terhadap parameter kapasitas tukar kation tanah pada tiap titik sampel
K vs S K vs R S vs R
0-20 * * tn
20-40 tn tn tn
40-60 tn * tn
60-80 tn tn *
80-100 tn * tn
100-120 tn tn tn
F-tabel 5% : 4,303 *) : nyata
tn : tidak nyata
Dari tabel 10 di atas, dapat kita lihat perbandingan sela tanaman dengan
tukar kation akibat aplikasi LCPKS hanya terjadi pada kedalaman 60-80cm. Pada
taraf kedalaman 0-60cm dan 80-120cm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
Pembahasan
Basa-basa Tukar Kalium
Secara kuantitatif, nilai kalium tukar pada rorak dan sela tanaman lebih
tinggi dibanding pada kontrol. Nilai kalium tukar pada rorak nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan di sela tanaman. Hal ini disebabkan oleh karena limbah cair
pabrik kelapa sawit mengandung kalium tukar sangat tinggi, namun kalium tukar
ini tidak termobilisasi pada tanah hingga ke sela tanaman, yakni sejauh 2,5 meter
dari rorak aplikasi. Sehingga terjadi penumpukan kalium tukar di rorak aplikasi
secara nyata dibandingkan dengan di sela tanaman. Hal ini diakibatkan kurangnya
mobilisasi kalium tukar dari rorak aplikasi ke sela tanaman (mobilisasi secara
horizontal).
Ketersediaan kalium tukar dalam tanah yang diaplikasi limbah cair pabrik
kelapa sawit dipengaruhi oleh pH tanah. Pada lampiran 17 (ratan pH pada tiap
titik sampel) ditunjukkan bahwa pada kontrol dan sela tanaman nilai pH berada
pada tingkat masam hingga sangat masam, dan pada rorak aplikasi hingga
kedalaman 100cm berada pada kondisi netral dan pada 120cm berada pada
kondisi agak masam.
Keterkaitan antara ketersediaan kalium tukar dengan pH tanah
menunjukkan suatu hubungan yang berbanding lurus, artinya pH yang semakin
Dalam Musa dkk (2006) dijelaskan bahwa ketersediaan unsur hara
tanaman dalam tanah secara umum dipengaruhi oleh kemasaman tanah.
Ketersediaan maksimum unsur hara makro, dalam hal ini adalah kalium, terjadi
pada pH antara 6,5-7,5. Selanjutnya juga dikatakan bahwa pada kemasaman pH
yang tinggi tanah kekurangan unsur hara kalium.
Jika dilihat pada kondisi lapangan, bahwa pada rorak aplikasi berada pada
kondisi basah, dimana pada kondisi basah terjadi pencucian hara kalium. Namun
dari data yang didapat justru terjadi peningkatan yang nyata di rorak aplikasi. Hal
ini dijelaskan oleh Foth (1994) yang mengatakan bahwa di kawasan basah
sebagian kalium tercuci dari tanah, namun terjaganya kadar kalium tukar
walaupun dalam kondisi basah ini dapat diduga karena adanya horizon argilik
dengan kapasitas yang cukup untuk mengikat kalium pada kompleks pertukaran.
Jadi dapat diduga bahwa horizon argilik inilah yang mempertahankan kalium
tukar dalam tanah berada dalam kondisi yang sangat tinggi meskipun dalam
kondisi basah. Walaupun belum ada data yang diketahui tentang adanya argilik di
horizon tanah pada lokasi penelitian namun dugaan akan keberadaan argilik ini
diperkuat oleh data tekstur tanah di lokasi penelitian (Ketaren, 2010) yang mana
pada tiap taraf kedalaman bertekstur liat, dan akumulasi liat terlihat khususnya
pada kedalaman 40cm (lampiran 19).
Kondisi di rorak aplikasi , kalium tukar mengalami peningkatan hingga
kedalaman 100cm dan menurun pada kedalaman 120cm. Hal ini disebabkan oleh
tercucinya sebagian kalium tukar ke bawah hingga 100cm dan pada 120cm
mengalami penurunan akibat kedalaman yang diperkirakan telah mencapai bahan
yang disebutkan pada Kartasapoetra dan Mulyani (1987) yang mengatakan bahwa
sifat kalium yaitu mudah larut dan terbawa hanyut dan mudah pula terfiksasi
dalam tanah. Di sela tanaman terjadi fluktuasi meningkat dan menurun antara tiap
taraf kedalaman yang diakibatkan oleh tidak meratanya mobilisasi hara di tiap
horizon tanah. Sehingga kondisi di rorak aplikasi yang meningkat sesuai taraf
kedalaman berbeda dengan di sela tanaman yang cenderung berfluktuasi.
Sedangkan pada kontrol peningkatan terjadi hingga kedalaman 60cm namun
60-120cm terjadi penurunan. Hal ini diakibatkan oleh adanya penahanan terhadap
kalium yang tercuci ke bawah di kedalaman 60cm. Horizon argilik di kedalaman
60cm diperkirakan menjadi salah satu penyebab tertahannya kalium tukar ini
seperti telah disebutkan di atas.
Natrium
Analisis secara kuantitatif, nilai natrium dapat tukar tidak dipengaruhi oleh
aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit. Sebab tidak ada perbedaan kriteria antara
kontrol, sela, dan rorak aplikasi. Juga nilai-nilai natrium tukar pada kontrol, sela,
dan rorak menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, bahkan perbedaan yang
sangat kecil tersebut dapat diabaikan.
Secara umum, terdapat nilai Natrium tukar yang merata pada tiap taraf
kedalaman pada ketiga lokasi sampel yakni kontrol, sela, dan rorak aplikasi yang
berada pada kriteria sangat rendah. Dari kriteria Natrium tukar yang sangat rendah
ini menunjukkan bahwa tanah tidak memiliki potensi resiko keracunan/toksik
Natrium bagi tanaman akibat aplikasi LCPKS. Sebab Natrium merupakan unsur
toksik. Hanafiah (2004) mengatakan akumulasi Natrium atau nisbah Natrium
filogenik tanaman terhadap Natrium sehingga pertumbuhan tanaman juga
terganggu.
Kalsium dan Magnesium
Di dalam tanah kalsium dan magnesium memiliki banyak karakter yang
sama. Kalsium dan magnesium selalu dihubungkan dengan efek kemasaman tanah
karena ionnya dapat mengurangi kemasaman tanah. Dari faktor kehilangan di
dalam tanah, kalsium dan magnesium sama-sama mudah tercuci bersama larutan
tanah.
Analisis secara kuantitatif, nilai kalsium tukar di rorak aplikasi lebih tinggi
pada kedalaman 0-80cm dibandingkan dengan sela tanaman, dan di sela tanaman
lebih tinggi dibandingkan di kontrol kecuali di kontrol dengan kedalaman
80-120cm yang justru lebih tinggi dari pada rorak aplikasi. Hal ini disebabkan oleh
karena limbah cair pabrik kelapa sawit yang diaplikasikan mengandung kalsium
tukar. Sehingga terlihat peningkatan pada rorak aplikasi, sebagian kalsium tukar
di rorak aplikasi mengalami peresapan/mobilisasi hingga ke sela tanaman
sehingga di sela tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.
Selain karena faktor penambahan kalsium oleh aplikasi LCPKS ini,
perbedan kalsium tukar pada tanah juga dipengaruhi oleh pH pada tiap taraf
kedalaman tanah yang diteliti. Korelasi antara kalsium tukar dengan pH tanah
terlihat sangat jelas. Dimana pada tiap kenaikan dan penurunan pH, kalsium tukar
juga mengikuti pola tersebut (rataan pH pada tiap taraf kedalaman pada lampiran
17). Terlihat bahwa pada kontrol dan sela tanaman pH tanah yang ditemukan
taraf yang sangat rendah. Sedangkan pada rorak aplikasi terjadi kenaikan kalsium
tukar pada tanah, dan juga kalsium tukar meningkat dalam tanah. Oleh Hanafiah
(2004) menjelaskan keterkaitan pH dengan ketersediaan kalsium tukar ini, dia
mengatakan ketersediaan unsur Ca tinggi pada pH 7,0-8,6, kemudian menurun
pada pH di bawah 7,0 maupun di atas 8,5.
Tidak berbeda jauh dari kalsium, magnesium tukar dalam tanah lebih
tinggi di rorak aplikasi dan sela tanaman dari pada kontrol. Penyebabnya juga
diakibatkan oleh pH tanah pada lokasi penelitian. pH tanah di rorak berada pada
taraf netral hingga kedalaman 100cm dan agak masam pada kedalaman
100-120cm. Sementara di sela dan kontrol berada antara sangat masam hingga masam.
Maka sesuai penurunan atau kenaikan pH ini, terjadi penurunan dan peningkatan
magnesium tukar pada tanah.
Di rorak aplikasi terlihat semakin menurunnya magnesium tukar tanah
dengan semakin bertambahnya kedalaman. Akan tetapi pada sela tanaman tidak
terlihat pola yang demikian. Hal ini disebabkan oleh tidak meratanya tiap horizon
tanah melangsungkan mobilisasi magnesium tukar pada tanah. Dan diperkirakan
tiap horizon tanah memiliki daya pegang terhadap magnesium tukar pada tanah
Kapasitas Tukar Kation
Ada beberapa penyebab tinggi rendahnya kapasitas tukar kation ini di
dalam tanah. Oleh Hakim dkk (1986) mengatakan besarnya kapasitas tukar kation
tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri, antara lain adalah reaksi
tanah atau pH, tekstur tanah atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik dan
paling dominan adalah pH tanah dan bahan organik yang dikandung oleh tanah.
Dari lampiran 17 (data rataan pH) dapat dilihat bahwa pada lokasi penelitian
terutama di sela dan kontrol memiliki pH yang sangat rendah (masam hingga
sangat masam), maka kapasitas tukar kation pun terlihat sangat rendah.
Sedangkan pH di rorak aplikasi menunjukkan pH yang agak masam hingga netral,
namun tidak menunjukkan kenaikan kapasitas tukar kation yang cukup signifikan.
Hal ini diakibatkan oleh kadar bahan organik tanah yang berada pada kriteria pada
umumya rendah hingga sangat rendah.
Di rorak aplikasi, kapasitas tukar kation tanah meningkat hingga
kedalaman 100cm dan menurun pada kedalaman 120cm. Di sela tanaman terjadi
penurunan hingga kedalaman 120cm, dan pada kontrol terjadi penurunan hingga
kedalaman 60cm meningkat di kedalaman 80cm kemudian menurun hingga
120cm. Adanya perbedaan yang tidak terpola, bahkan kedalaman tidak
mempengaruhi kapasitas tukar kation tanah berkurang di beberapa taraf
kedalaman, disebabkan oleh berbedanya daya tukar suatu mineral liat yang berada
di tanah, oleh karenanya berbeda juga kemampuan dalam mempertukarkan kation
yang ada pada tanah, sebab Hakim dkk (1986) menyebutkan salah satu yang
mempengaruhi tinggi rendahnya kapasitas tukar kation tanah adalah jenis mineral
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kalium tukar lebih tinggi di rorak aplikasi pada kriteria sangat tinggi
dibandingkan di sela tanaman pada kriteria tinggi sampai sangat tinggi dan di
lahan kontrol pada kriteria rendah sampai sedang di tiap taraf kedalaman, dan
pada sela tanaman lebih tinggi pada kedalaman 40-80cm dibandingkan
dengan lahan kontrol.
2. Natrium tukar di rorak aplikasi, di sela dibandingkan dengan di lahan kontrol
tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berada pada kriteria sangat
rendah.
3. Kalsium tukar lebih tinggi di rorak aplikasi pada kriteria sangat rendah
sampai sedang dibandingkan dengan di sela tanaman pada kriteria sangat
rendah maupun di lahan kontrol pada kriteria sangat rendah, di sela tanaman
kalsium tukar tidak berbeda dibandingkan dengan di lahan kontrol.
4. Magnesium tukar lebih tinggi di rorak aplikasi pada kriteria sedang sampai
tinggi dibandingkan di sela tanaman pada kriteria sangat rendah sampai
rendah dan di lahan kontrol pada kriteria sangat rendah di setiap taraf
kedalaman, di sela tanaman juga lebih tinggi dibandingkan dengan lahan
kontrol di kedalaman 60-80cm.
5. Kapasitas tukar kation tanah lebih tinggi di rorak aplikasi dibandingkan
dengan di sela tanaman pada kedalaman 60-80cm, dibandingkan dengan
80-100cm, di sela tanaman dibandingkan dengan lahan kontrol lebih tinggi
pada kedalaman 0-20cm, ketiga lokasi berada pada kriteria rendah.
Saran
Analisis basa-basa tukar pada limbah sebelum diaplikasi hendaknya
dilakukan terlebih dahulu agar jumlah basa-basa tukar yang disumbangkan oleh
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, H. 2006. Land Apllication Sebagai Alternatif 3R Pada Industri Kelapa Sawit. Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Pengelolaan Bahan dan Limbah Berbahaya dan Beracun.
Brady, N. C. 1974. The Nature And Properties of Soils. 8th edition. Mac Millan Publishing co., Inc. New York
Bunn, J. 2010. Indeks Natrium Tanah. http://translate.googleusercontent. com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.hdc.org.uk/& rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjehnUY7omtoXhtAYjJXoY5Qq OBJg. [20 Agustus 2010]
Davis, J. G., R. M. Waskom., T. A. Bauder., dan G. E. Cardon. 2007. Mengelola Tanah Sodic. [19 Agustus 2010]
Kartasapoetra, G., dkk. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Kedua. Bina Aksara. Jakarta
Erik. 2008. Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Pada Perkebunan Kelapa Sawit.
Foth, H. D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Edisi keenam. Alih Bahasa Adi Soemarto. Penerbit Erlangga. Jakarta
Hakim, N., M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., S. G. Nugroho., M. R. Saul., M. A. Diha., G. B. Hong., dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UNILA. Lampung
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajagrafindo Persada. Jakarta
Hardjowigeno, H. S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta
Hausenbuiller, R. I. 1982. Soil Science. Principles and Practices. Wm. C. Brown Company Publishers. Dubuque. Iowa
Kepmen LH No 29 Tahun 2003. 2003. Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit di Perkebunan Kelapa Sawit. [14 Agustus 2010]
Ketaren, E.F. 2010. Evaluasi Sifat Fisika Tanah yang Diaplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit di PT Smart Kebun Padang Halaban Kabupaten Labuhan Batu Utara. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah FP-USU, Medan
Lubis, M. A. T. P, 2010. Evaluasi Sifat Kimia Tanah yang Diaplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit di PT Smart Kebun Padang Halaban Kabupaten Labuhan Batu Utara. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah FP-