PENGARUH INSIDERS OWNERSHIP, INSTITUTIONAL
OWNERSHIP DAN SHAREHOLDERS DISPERSION
TERHADAP STRUKTUR MODAL
TESIS
Oleh
MUHAMMAD HADI PRAYOGI
077017054/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH INSIDERS OWNERSHIP, INSTITUTIONAL
OWNERSHIP DAN SHAREHOLDERS DISPERSION
TERHADAP STRUKTUR MODAL
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUHAMMAD HADI PRAYOGI
077017054/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH INSIDERS OWNERSHIP,
INSTITUTIONAL OWNERSHIP DAN
SHAREHOLDERS DISPERSION TERHADAP
STRUKTUR MODAL Nama Mahasiswa : Muhammad Hadi Prayogi Nomor Pokok : 077017054
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) Ketua
(Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec, Ac) Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
Telah diuji pada
Tanggal : 24 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak Anggota : 1. Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec, Ac
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:
“PENGARUH INSIDERS OWNERSHIP, INSTITUTIONAL OWNERSHIP DAN
SHAREHOLDES DISPERSION TERHADAP STRUKTUR MODAL”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, 24 Agustus 2010 Yang Membuat Pernyataan:
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Insider Ownership,
Institutional Ownership dan Shareholder Dispersion terhadap Struktur Modal baik
secara parsial maupun simultan.
Penelitian mengambil lokasi di Bursa Efek Indonesia, namun data dapat diambil melalui website yang tersedia yaitu www.jsx.co.id atau www.idx.co.id. Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan tahunan (annual report) yang diaudit dan dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia. Metode pemilihan sampel adalah purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan penilaian terhadap beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian sehingga dari kriteria di atas maka terdapat 155 perusahaan yang menjadi populasi dalam penelitian ini dan semua perusahaan dijadikan sampel dalam penelitian ini. Data dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda dengan terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik terhadap persamaan regresi yang akan diinterpretasi.
Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa variabel insiders ownership, institutional ownership, dan shareholders dispersion berpengaruh signifikan terhadap struktur modal secara parsial. Sedangkan untuk menguji secara simultan berdasarkan analisis regressi yang dilakukan menunjukkan bahwa secara simultan ketiga variabel berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Persamaan tersebut juga menjelaskan bahwa semua variabel tersebut dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap struktur modal.
ABSTRACT
This study aims to determine the influence of Insider Ownership, Institutional Ownership and Shareholder dispersion of capital structure either partially or simultaneously.
The study took place within the Indonesian Stock Exchange, but the data can be retrieved through a website that is available is www.jsx.co.id or www.idx.co.id. This study population is a manufacturing company which publishes annual financial reports (annual report) that are audited and published in Indonesian Stock Exchange. Sample selection method is purposive sampling that sample selection based on evaluation of several characteristics of the sample, adjusted for the purposes of the above criteria the research so there will be a population of 155 firms in this study and all the companies sampled in this study. Data were analyzed using linear regression with the first to test the classical assumption of regression equations that will be interpreted.
Based on regression analysis performed showed that the variable insiders ownership, institutional ownership, and shareholders have a significant dispersion of capital structure partially. Was examined simultaneously performed based on regression analysis showed that all three variables simultaneously significant effect on capital structure. The equation also explained that all these variables could explain its effect on the capital structure.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala yang atas rahmat-Nya maka laporan akhir tesis ini dapat diselesaikan, sebagai satu tahapan
akhir dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Akuntansi Sekolah
Pascasarjana USU Medan.
Tesis ini berjudul, “Pengaruh Insiders Ownership, Institutional
Ownership dan Shareholders Dispersion terhadap Struktur Modal”. Studi ini
dibuat berdasarkan bidang konsentrasi yang penulis tempuh di Program Studi
Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana USU, dan pengamatan serta kebutuhan
pasar modal dalam menjalankan operasinya sehari-hari.
Atas selesainya penyusunan tesis ini penulis dengan segala ketulusan hati
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak dan Bapak Drs. M. Lian
Dalimunthe, M.Ec, Ac atas bimbingannya hingga laporan akhir ini selesai
tersusun.
2. Pimpinan, staf dan karyawan PT (Persero) Angkasa Pura II Bandara Polonia
Medan, yang telah memberikan motivasi, dukungan dan masukan-masukan
yang dibutuhkan untuk penyusunan laporan akhir tesis ini.
3. Seluruh Pimpinan, Staf Pengajar dan karyawan serta rekan-rekan mahasiswa
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya Program Studi
Magister Akuntansi, yang telah mendorong dan membantu merangkumkan
kerangka pikir penulis sehingga penyusunan laporan akhir tesis ini dapat
terlaksana dengan lancar.
4. Teristimewa buat isteri tercinta Santi Indah Sari, AM.Keb yang banyak waktu
Berikutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penyusunan
laporan akhir ini terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan ilmu yang
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha
Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpah kurnia-Nya tesis ini
berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof. Dr. Ade Fatma
Lubis, MAFIS, MBA, Ak dan Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec, Ak
selaku Pembimbing pada penyelesaian tesis ini yang telah memberikan
panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan
tesis ini. Panduan ringkas dan padat dan profesional telah diberikan
kepada saya agar penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima
kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Program Studi
Magister Akuntansi, Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak dan
Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, Direktur dan Wakil Direktur
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada
Program Studi Magister Akuntansi SPs USU, dan rekan-rekan kuliah.
Akhirnya, tidak terlupakan kepada ayahanda dan ibunda tercinta, Drs. H.
Abdul Salam dan Hj. Tisnawaty, papa dan mama mertua tersayang, H.
Edi Saputra dan Hj. Rahmaniar, SH, M.Hum, isteri terkasih, Santi Indah
Sari, AM.Keb, bapak, ibu dan semua ahli keluarga yang selama ini
memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan. Semoga Allah SWT
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Muhammad Hadi Prayogi
Tempat/tanggal lahir : Medan/4 Mei 1982
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Karya Jaya Gg. Karya XIII No. 81-A Titi Kuning Kel.
Pangkalan Masyhur Kec. Medan Johor Kota Medan
Telepon : 08126395170 – (061) 77034970
Umur : 28 tahun
Status : Menikah
Tinggi Badan : 175 cm
Berat Badan : 90 kg
PENDIDIKAN FORMAL
1987 - 1988 : TK Lestari Medan
1988 - 1994 : SD N 104211 Medan
1989 - 1994 : Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Awaliyah Medan
1994 - 1997 : SLTP N 13 Medan
1997 - 2000 : SMU N 2 Medan
2000 - 2006 : S1 - FMIPA USU Medan dengan IPK 2,92
2007 - 2010 : S2 - SPs Ekonomi USU Medan dengan IPK 3,44
PENDIDIKAN NON FORMAL
2002 : Diklat Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan Medan
2006 : Basic AVSEC Course Curug Tangerang
2006 : Junior AVSEC Course Curug Tangerang
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 11
1.3. Tujuan Penelitian ... 12
1.4. Manfaat Penelitian ... 12
1.5. Originalitas ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15
2.1. Landasan Teori ... 15
2.1.1. Teori Struktur Modal ... 15
2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal ... 19
2.1.3. Teori Agensi ... 22
2.1.4. Pendekatan untuk Mengurangi Agency Problem ... 26
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 31
3.1. Kerangka Konsep ... 31
3.2. Hipotesis ... 33
BAB IV METODE PENELITIAN ... 34
4.1. Jenis Penelitian ... 34
4.2. Lokasi Penelitian ... 34
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 36
4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Operasional Variabel ... 37
4.6. Metode Analisa Data ... 40
BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 46
5.1. Hasil Analisis ... 46
5.2. Pembahasan ... 54
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
6.1. Kesimpulan ... 60
6.2. Saran ... 60
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Penelitian Terdahulu ... 30
4.1. Definisi Operasional ... 40
5.1. Hasil Output Pengujian Autokorelasi ... 49
5.2. Hasil Output Pengujian Multikolinearitas ... 50
5.3. Hasil Output Koefisien Persamaan Regresi ... 51
5.4. Hasil Output Determinasi ... 51
5.5. Hasil Output Pengujian Hipotesis Secara Parsial dengan Uji-T ... 52
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Model Trade Off ... 17
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 32
5.1. Scatter Plot Pengujian Heteroskedastisitas ... 47
5.2. Grafik Histogram Pengujian Normalitas ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
I. Variabel-variabel (Data Diolah) yang Digunakan dalam Penelitian
pada Industri Manufaktur (2009) ... 65
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Insider Ownership,
Institutional Ownership dan Shareholder Dispersion terhadap Struktur Modal baik
secara parsial maupun simultan.
Penelitian mengambil lokasi di Bursa Efek Indonesia, namun data dapat diambil melalui website yang tersedia yaitu www.jsx.co.id atau www.idx.co.id. Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan tahunan (annual report) yang diaudit dan dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia. Metode pemilihan sampel adalah purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan penilaian terhadap beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian sehingga dari kriteria di atas maka terdapat 155 perusahaan yang menjadi populasi dalam penelitian ini dan semua perusahaan dijadikan sampel dalam penelitian ini. Data dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda dengan terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik terhadap persamaan regresi yang akan diinterpretasi.
Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa variabel insiders ownership, institutional ownership, dan shareholders dispersion berpengaruh signifikan terhadap struktur modal secara parsial. Sedangkan untuk menguji secara simultan berdasarkan analisis regressi yang dilakukan menunjukkan bahwa secara simultan ketiga variabel berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Persamaan tersebut juga menjelaskan bahwa semua variabel tersebut dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap struktur modal.
ABSTRACT
This study aims to determine the influence of Insider Ownership, Institutional Ownership and Shareholder dispersion of capital structure either partially or simultaneously.
The study took place within the Indonesian Stock Exchange, but the data can be retrieved through a website that is available is www.jsx.co.id or www.idx.co.id. This study population is a manufacturing company which publishes annual financial reports (annual report) that are audited and published in Indonesian Stock Exchange. Sample selection method is purposive sampling that sample selection based on evaluation of several characteristics of the sample, adjusted for the purposes of the above criteria the research so there will be a population of 155 firms in this study and all the companies sampled in this study. Data were analyzed using linear regression with the first to test the classical assumption of regression equations that will be interpreted.
Based on regression analysis performed showed that the variable insiders ownership, institutional ownership, and shareholders have a significant dispersion of capital structure partially. Was examined simultaneously performed based on regression analysis showed that all three variables simultaneously significant effect on capital structure. The equation also explained that all these variables could explain its effect on the capital structure.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada tanggal 14 Desember 1921, suatu asosiasi 13 broker dibentuk di Jakarta.
Asosiasi ini diberi nama oleh Belanda sebagai “Vereniging voor Effetenhandel” yang merupakan cikal bakal pasar modal pertama di Indonesia. Setelah perang dunia, pasar
modal di Surabaya giliran dibuka pada tanggal 1 Januari 1925 dan disusul
di Semarang pada tanggal 25 Agustus 1925. Karena pada saat itu masih dalam masa
penjajahan Belanda, mayoritas saham-saham yang diperdagangkan juga merupakan
saham-saham perusahaan Belanda. Pasar modal ini terus beroperasi sampai dengan
tahun 1940 sehingga Bursa Efek Jakarta untuk periode I hanya berumur 28 tahun.
Bursa Efek Jakarta (BEJ) dibuka kembali pada tanggal 3 Juni 1952 dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No. 28973/U.U. Tanggal 1 November 1951.
Tujuan dibuka kembali bursa ini adalah untuk menampung obligasi pemerintah yang
sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan lainnya adalah untuk
mencegah larinya ke luar negeri saham-saham perusahaan Belanda yang dulunya
diperdagangkan di pasar modal Jakarta.
Karena adanya sengketa antara Pemerintah RI dengan Belanda mengenai Irian
Barat, semua bisnis Belanda dinasionalkan melalui Undang-Undang Nasionalisasi
No. 86 Tahun 1958. Sengketa ini menyebabkan larinya modal Belanda dari tanah
sudah tidak diperdagangkan lagi di Bursa Efek Jakarta. Sejak saat itulah aktivitas
di Bursa Efek Jakarta semakin menurun.
Pemerintah Indonesia mengaktifkan lagi Bursa Efek Jakarta pada tahun 1977
berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976. Keputusan ini menetapkan
pendirian pasar modal, pembentukan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) dan
PT. Danareksa. Bursa Efek Jakarta diresmikan kembali pada tanggal 10 Agustus
1977 oleh Presiden Suharto. PT. Semen Cibinong merupakan perusahaan pertama
yang tercatat di BEJ. Penerbitan saham perdana disetujui pada tanggal 6 Juni 1977.
pada saat tercatat pertama sekali di bursa pada tanggal 10 Agustus 1977, sebanyak
178.750 lembar saham ditawarkan dengan harga sebesar Rp. 10.000,- per lembar.
Periode ini disebut juga sebagai periode tidur panjang, karena sampai dengan
tahun 1988 hanya sedikit sekali perusahaan yang tercatat di BEJ, yaitu hanya 24
perusahaan saja. Kurang menariknya pasar modal pada periode ini dari segi investor
mungkin disebabkan oleh tidak dikenakannya pajak penghasilan sebesar 15%.
Setelah tahun 1988, selama 3 tahun saja, yaitu sampai dengan tahun 1990, jumlah
perusahaan yang terdaftar di BEJ meningkat menjadi 127. Sampai dengan tahun 1996
jumlah perusahaan yang terdaftar menjadi 238 perusahaan. Peningkatan di pasar
modal ini disebabkan dengan adanya permintaan dari investor asing, pakto 88 dan
perubahan generasi.
Setelah BEJ lenyap secara diam-diam tanpa ada penutupan yang resmi sebab
situasi politik dan keadaan perekonomian yang semakin memburuk, maka Bursa Efek
swastanisasi Bursa efek yang sebelumnya dikelola oleh BAPEPAM. Hal ini
dilakukan untuk lebih mengoptimalkan BEJ sebagai pasar modal serta fungsi
pengawasan oleh BAPEPAM berdasarkan Kepres 53 Tahun 1990. Dengan Kepres
tersebut BEJ menjadi suatu lembaga yang mengatur dirinya sendiri (self regulatory
body).
Tugas dan fungsi BEJ yaitu menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan
sarana untuk mempertemukan penjual dan pembeli efek dengan tujuan
memperdagangkan efek diantara mereka, mencatat dan mengumumkan harga/kurs
efek dan menetapkan sanksi-sanksi atas pelanggaran terhadap tata tertib bursa.
Perdagangan sekuritas di Bursa Efek Jakarta terbagi dalam tiga segmen pasar utama,
yaitu pasar regular (regular market), pasar non-reguler (non regular market), dan
pasar tunai (cash market). Perdagangan atau transaksi dilakukan setiap hari Senin
sampai dengan Jum’at dan terbagi dalam dua bagian (session). Sekuritas yang diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta antara lain saham Biasa (common stock),
saham preferen (preffered stock), obligasi (bond), obligasi yang dapat dikonversi
menjadi saham biasa (convertible bond) dan right sertificate.
Dengan peningkatan kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi
kapasitas manual, maka BEJ memutuskan untuk mengotomatisasikan kegiatan
transaksi di bursa. Sistem otomatisasi yang diterapkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
diberi nama Jakarta Automated Trading System (JATS) dan mulai dioperasikan pada
menggunakan jaringan komputer yang digunakan oleh broker untuk perdagangan
sekuritas di Bursa Efek Jakarta.
Pada tahun 1999 pasar modal sedikit mengalami kenaikan pada saat
dilaksanakan pemilu. Keberhasilan pemilu yang lebih baik dari pemilu-pemilu
sebelumnya telah mendongkrak kegiatan di pasar modal. Tetapi hal tersebut tidak
berlangsung lama karena diakhir tahun 1999 terjadi beberapa kerusuhan di Indonesia.
Sampai tahun 2000 kegiatan pasar modal di Indonesia tidak menunjukkan
perkembangan yang menyenangkan. Keadaan dan situasi politik yang tidak
mendukung berkembangnya aktivitas di pasar modal. Pada tahun 2000 terdapat 287
perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta yang terdiri dari 9 sektor.
Pada prinsipnya, setiap perusahaan membutuhkan sejumlah dana dalam
menjalankan aktivitasnya. Pemenuhan dana tersebut dapat bersumber dari
internal ataupun eksternal perusahaan (Masidonda, dkk. 2001). Bagi perusahaan
yang relatif besar, pendanaan dari sumber eksternal dengan keterlibatan pasar modal
menjadi salah satu pilihan, baik dalam bentuk saham ataupun hutang (obligasi).
Kebijakan pendanaan yang diputuskan perusahaan akan menentukan komposisi
struktur modal perusahaan tersebut. Keputusan yang diambil harus
mempertimbangkan komposisi hutang dan modal (struktur modal) yang optimum
sehingga mempunyai dampak positif terhadap nilai perusahaan dan akhirnya akan
meningkatkan minat investor terhadap perusahaan.
Keputusan pendanaan dan dampaknya terhadap nilai perusahaan dibahas
dalam pasar modal sempurna dan tidak pajak, nilai perusahaan bisa dirubah dengan
cara merubah struktur modal (Husnan, 2000). Namun, pada tahun 1958 ketika
Modigliani dan Millers mempublikasikan artikel keuangannya yang berjudul “The Cost of Capital, Corporate Finance, and the Theory of Investment”, teori struktur
modal modern dimulai (Bringham dan Houston, 2001). Artikel inilah yang paling
berpengaruh dalam pengembangan teori struktur modal selanjutnya.
Dalam artikel tersebut, Modigliani dan Millers dalam Brailsford, et al.
(2002) memproposisikan irrelevansi pilihan, stuktur modal dan nilai perusahaan.
Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat membatasi bangunan teori yang
dijelaskan oleh Modigliani dan Millers, ditunjukkan bahwa dalam pasar modal
sempurna dan tidak ada pajak, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modal
(Filbeck, 1996). Jadi tidak masalah bagaimana perusahaan mendanai operasinya,
karena keputusan struktur modal menjadi tidak relevan (irrelevan) bagi kemakmuran
pemegang saham.
Hasil kerja Modigliani dan Millers ini mendorong dilakukannya berbagai riset
atas struktur modal untuk mengembangkan teori struktur modal yang lebih
realistis, karena pada kenyataannya tidak ada pasar modal sempurna. Ahli
keuangan mulai memberikan perhatian yang besar pada variasi data yang bersifat cross
sectional dan time-series dalam struktur modal.
Perspektif manajerial digunakan sebagai usaha untuk menyediakan penjelasan
variasi struktur modal. Menurut perspektif manajerial, keputusan struktur modal tidak
pengendalian, melainkan ada masukan lain yang juga penting pada keputusan
pendanaan, yaitu nilai, tujuan, pilihan dan keinginan manajer (Brailsford, et al.,
2002).
Pandangan di atas dapat dijelaskan melalui kerangka teori agensi yang
merupakan salah satu explanatory variable untuk mengetahui adanya variasi dalam
kebijakan struktur modal perusahaan. Menurut teori agensi yang dikemukakan oleh
Jensen dan Meckling (1976), perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan
fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan (agency problem) antara
manajer dengan pemegang saham. Konflik tersebut timbul karena adanya perbedaan
kepentingan dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian
dana (financing decision), dan bagaimana dana yang diperoleh tersebut
diinvestasikan. Healy dan Palepu (1989) dalam Dutta, et al. (2001) menyebutkan
bahwa ada dua keputusan manajer yang biasanya mempunyai pengaruh signifikan terhadap
harga saham. Pertama, pilihan berapa banyak hutang yang dipertahankan dalam
struktur modal perusahaan. Kedua, pilihan berapa banyak dari laba yang
dibayarkan sebagai dividen jika ada.
Manajer sebagai pihak yang diberi kepercayaan untuk menjalankan
tanggung jawab pengelolaan perusahaan, seharusnya dalam mengambil keputusan
permasalahan keuangan di atas berdasarkan pada tujuan utama untuk meningkatkan
kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (peningkatan nilai saham). Namun
tidak ada jaminan bahwa manajer pasti akan bertindak untuk kepentingan pemilik.
dan bersikap opportunistic untuk memenuhi kepentingannya sendiri. Pandangan
opportunistic menyatakan bahwa perbedaan dalam pemilihan kebijakan akuntansi
dan pendanaan muncul sebagai akibat dari manajemen dalam merespon pengeluaran
kontrak (perjanjian kredit, perencanaan bonus dan lain-lain) (Scott, 1997 dalam
Pagalung, 2003). Kondisi ini menimbulkan konflik kepentingan antara pemegang
saham dengan para manajernya (agency problem). Pengaruh dari konflik antara
pemilik dan manajer dapat menyebabkan harga pasar terkoreksi dan menurunkan
nilai perusahaan. Kerugian ini merupakan agency cost of equity bagi perusahaan
(Jensen dan Meek, 1976).
Konflik juga dapat muncul antara shareholders dengan debtholders. Upaya
manajemen untuk meningkatkan kemakmuran shareholders melalui maksimisasi
harga saham dapat saja mengorbankan debtholders. Manajer dapat melakukan
investasi dengan risiko tinggi, jika investasi tersebut berhasil maka dampaknya
akan menguntungkan bagi pemegang saham, sedangkan bagi pemegang obligasi
tingkat return dalam bentuk bunga adalah tetap. Sebaliknya jika investasi
tersebut gagal maka dapat menurunkan harga saham dan jaminan bagi
pemegang obligasi akan terancam (ikut menanggung risiko) (Weston dan
Copeland, 1992).
Memanfaatkan dasar pemikiran yang mendasari kerangka teori agensi
di atas, beberapa studi empiris dan teoritis menemukan bahwa manajer sebagai
pihak yang investasinya pada perusahaan dalam bentuk non-diversifable human
mereka melalui jaminan kelangsungan hidup perusahaan (Amihud dan Lev, 1981
dalam Brailsford, et al. 2002). Satu metode untuk menurunkan risiko pekerjaan nondiversfiable adalah dengan menurunkan hutang perusahaan (Friend dan Lang,
1988). Penurunan jumlah hutang berarti merubah komposisi struktur modal
perusahaan, dan hal ini mempunyai dampak terhadap harga saham. Penelitian
Masulis (1980) dalam Husnan (2000) menemukan bahwa abnormal returns pada
hari pengumuman dan sehari setelah pengumuman peningkatan proporsi hutang
perusahaan adalah positif. Sedangkan perusahaan yang menurunkan leverage
ternyata memperoleh abnormal return negatif pada hari pengumuman dan sehari
setelah pengumuman.
Penelitian Masulis (1980) di atas menunjukkan bahwa penggunaan hutang
yang tinggi akan meningkatkan harga saham. Namun, menurut teori agensi
penggunaan hutang juga dapat memunculkan konflik antara manajer dengan
pemilik, yaitu timbul masalah jika penggunaan hutang yang tinggi tetapi tidak
hati-hati. Dalam hal ini kecenderungan perilaku oportunistik oleh insiders dapat
mengakibatkan biaya keagenan hutang (agency cost of debt) akan semakin tinggi dan
akhirnya merugikan pemegang saham.
Konflik di atas dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan
yang dapat mensejajarkan kepentingan pemilik dengan para manajer. Namun,
mekanisme pengawasan menimbulkan konsekuensi adaanya biaya keagenan (agency
cost). Biaya keagenan akan menyebabkan penurunan dalam nilai perusahaan
mengatasi agency problem adalah suatu mekanisme monitoring agar perilaku
opportunistic, manajer dapat dihalangi sehingga mereka bertindak yang terbaik
bagi pemegang saham.
Beberapa penelitian sebeluninva telah dilakukan untuk menguji kebijakan
perusahaan yang dapat mengurangi biaya keagenan, seperti kebijakan hutang
(capital structure, debt ratio atau leverage), kebijakan dividen (dividend policy),
peningkatan kepemilikan saham oleh manajemen, kepemilikan institusional dan
penyebaran pemegang saham. Berdasarkan pada pemikiran teori agensi dan
beberapa hasil penelitian sebelumnya, penelitian ini akan menguji isu
mengenai struktur kepemilikan sebagai mekanisme pengawasan pengelolaan
perusahaan dalam hal kebijakan struktur modal. Isu ini diuji untuk mengetahui
apakah struktur kepemilikan perusahaan vang terdiri dari insiders ownership,
institutional ownership, dan shareholders dapat membantu menjelaskan variasi
dalam struktur modal perusahaan dan mensejajarkan kepentingan mereka
sehingga dapat meminimumkan biaya agensi.
Penelitian sebelumnya mengenai struktur kepemilikan dan struktur modal
menggunakan managerial ownership (insiders ownership) sebagai unsur struktur
kepemilikan dan diuji pengaruhnya terhadap kebijakan hutang. Hasil yang ditemukan
berbeda-beda. Agrawal dan Mandelker (1987), dan Mehrar (1992) menemukan
hubungan positif antara pefseutas saham yang dimiliki insiders dengan debt ratio
hubungan negatif antara persentase saham yang dimiliki insiders dengan debt ratio
perusahaan.
Di tengah-tengah ketidakpastian di atas, Mohd, et al. (1998) menyebutkan ada
aspek lain yang harus dipertimbangkan dalam kepemilikan yang mempengaruhi
struktur modal pemisahaan, yaitu distribusi saham antara pemegang saham dari luar
yang merupakan alat untuk mengurangi biaya agensi. Pendapatnya ini didasarkan pada
pemikiran bahwa kepemilikan yang ada merupakan suatu sumber kekuasaan (source of
power) yang dapat mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen
sehingga konsentrasi atau penyebaran (dispersion power) menjadi suatu yang
relevan. Menurut kerangka pemikiran teori keagenan dari Jensen dan Meckling
(1976), jika jumlah pemegang saham semakin menyebar, konsentrasi kepemilikan
akan terpecah dalam persentase yang kecil. Hal ini menyebabkan power para pemegang
saham untuk mengontrol tindakan manajemen menjadi rendah. Selanjutnya Shleifer
dan Vishny (1986) dalam Faisal (2000) menjelaskan bahwa dengan adanya
konsentrasi kepemilikan, shareholders dapat mengatasi manajemen secara efektif. Hal
ini didasarkan pada argumen bahwa besarnya dana yang dipertaruhkan oleh
institutional investors merupakan motivator yang kuat bagi mereka untuk
mengawasi manajemen.
Penelitian Moh'd, et al. (1998) dengan menggunakan managerial
ownership, institutional ownership dan shareholders dispersion menemukan
bahwa struktur kepemilikan oleh pihak eksternal (institutional investor),
saham oleh pihak internal (insiders ownership) mempunyai pengaruh yang signifikan
dan berhubungan negatif dengan debt ratio. Sebelumnya. Bathala, et al. (1994)
meneliti dengan menggunakan pola, menemukan bahwa institutional ownership
berhubungan negatif dengan tingkat pendanaan hutang dan kepemilikan manajerial
dalam perusahaan.
Pengujian hubungan antara struktur kepemilikan dan struktur
modal dilakukan oleh Brailsford, et al. (2002). Hasilnya menunjukkan bahwa
external shareholders dan managerial shareholders mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kebijakan pendanaan perusahaan. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan hahwa external shareholders level dan managerial shareholders level
mempunyai pengaruh terhadap perbedaan tingkat leverage perusahaan.
Berdasarkan kerangka teori agensi serta penelitian Bathala, et al. (1994),
Moh'd, et al. (1998), dan Brailsford, et al. (2002) maka penelitian ini ingin menguji
kembali hipotesis pengaruh struktur kepemilikan terhadap struktur modal dengan
judul: “Pengaruh Insider Ownership, Institutional Ownership dan Shareholder
Dispersion terhadap Struktur Modal”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: Apakah ada pengaruh Insider Ownership, Institutional Ownership dan
Shareholder Dispersion terhadap Struktur Modal baik secara parsial maupun
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah: Untuk
mengetahui pengaruh Insider Ownership, Institutional Ownership dan
Shareholder Dispersion terhadap Struktur Modal baik secara parsial maupun
simultan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi:
1. Peneliti
Menambah dan memperkaya pengetahuan peneliti di bidang pasar modal
khususnya tentang struktur kepemilikan modal serta variabel-variabel yang
mempengaruhi yaitu Insider Ownership, Institutional Ownership dan Shareholder
Dispersion. 2. Manajemen
Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kombinasi antara kebijakan
hutang dan ekuitas dengan memperhatikan struktur kepemilikan sehingga dapat
men gurangi masalah keagenan dan memaksimumkan harga saham.
3. Investor atau Calon Investor
Sebagai salah satu informasi dalam mempertimbangkan pengambilan
keputusan untuk membeli, menjual atau mempertahankan saham pada. Industri
manufaktur yang go publik di Bursa Efek Indonesia. Hal ini dilakukan dengan menilai
apakah kehadiran mereka sebagai investor efektif atau tidak sebagai alat
monitoring dalam meminimumkan biaya keagenan. 4. Dunia Akademik
Memperkaya wawasan ilmu pengetahuan tentang struktur kepemilikan dan
sruktur modal perusahaan manufaktur yang, go publik di Bursa Efek Indonesia dan
memberikan kajian empiris sehingga dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan teori keagenan, teori struktur modal, dan teori kepemilikan di masa
datang.
Originalitas
1. Penelitian ini mereplikasi peneliti Faisal (2000) dan Wahidawati (2001)
dengan mengkombinasikan variabel kedua penelitian tersebut. Di mana
insiders ownership dan shareholders dispersion merupakan variabel bebas
yang diteliti oleh Faisal sedangkan insiders ownership dan institutional
ownership merupakan variabel bebas yang diteliti oleh Wahidawati.
2. Penelitian yang menggunakan ketiga variabel yaitu pengaruh struktur
kepemilikan saham oleh pihak internal (insiders ownership), struktur
kepemilikan saham oleh pihak eksternal (institutional ownership) dan
penyebaran jumlah pemegang saham (shareholders dispersion) terhadap
struktur modal perusahaan secara parsial dan simultan.
3. Penelitian mengambil data setelah Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
penelitian sebelumnya masih mengambil data ketika kedua bursa tersebut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Struktur Modal
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur
modal terhadap nilai perusahaan kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen
dipegang konstan. Seandainya perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan
hutang (atau sebaliknya) apakah harga saham akan berubah apabila perusahaan tidak
merubah keputusan-keputusan keuangan lainnya. Struktur modal yang dapat
memaksimumkan nilai perusahaan atau harga saham adalah struktur modal yang
terbaik (Husnan, 2000). Berikut ini akan dijelaskan dua teori struktur modal yang
berkembang, yaitu:
1. Balancing theories atau trade-off theories
Esensi trade-off theories adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan
yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Teori ini dimulai dari teori struktur
modal irrelevant yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1958) dalam
Brigham dan Houston (2001). Dalam teori irrelevant ini, Modigliani dan Miller
menggunakan asumsi yang sangat tidak realistis, antara lain: 1) tidak ada biaya
broker (pialang), 2) tidak ada pajak, 3) tidak ada biaya kebangkrutan, 4) para
investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perseroan,
mengenai peluang investasi perusahaan di masa datang, 6) EBIT tidak dipengaruhi
oleh penggunaan hutang.
Pada tahun 1963, Modigliani dan Miller menerbitkan makalah lanjutan yang
melemahkan asumsi tidak adanya pajak perseroan. Menurut Modigliani dan Miller
dalam Husnan dan Pudjiastuti (2002), dalam keadaan ada pajak keputusan pendanaan
menjadi relevan. Hal ini karena, pada umumnya bunga yang dibayarkan bisa
dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak (tax deduxtable).
Jadi, apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi sama, tetapi yang satu
menggunakan hutang sedangkan satunya tidak, perusahaan yang membayar bunga
akan membayar pajak penghasilan lebih kecil. Jadi Modigliani dan Miller
berpendapat bahwa nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar
daripada nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang. Secara formal bisa
dinyatakan sebagai berikut:
VL = VU – TD Di mana:
VL = Nilai perusahaan yang menggunakan hutang
VU = Nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang
TD = Leverage gain (keuntungan penghematan pajak)
Teori di atas mendapat berbagai kritikan dalam praktiknya, karena secara
realita komisi para broker cukup tinggi, konflik antar pihak yang dapat terjadi
dalam perusahaan (agency problem) menimbulkan agency cost, serta perusahaan
mengembangkan teori ini dengan menunjukkan bahwa hutang bermanfaat karena bunga
dapat dikurangkan dalam menghitung pajak, tetapi hutang juga menimbulkan biaya
yang berhubungan dengan kebangkrutan yang aktual dan potensial.
Berdasarkan hal tersebut, struktur modal yang optimal berada pada
keseimbangan antara manfaat pajak dari hutang dan biaya kebangkrutan (Brigham dan
Houston, 2001). Apabila ke dalam model. Modigliani dan Miller di atas dimasukkan
financial distress dan agency cost, akan diperoleh model struktur modal sebagai
berikut (Brigham dan Gapenski, 1996):
VL = VU + TD - (PV of expected financial distress costs) - (PV of agency cosls)
Model di atas dapat dijelaskan dengan gambar efek hutang terhadap nilai
perusahaan (model trade- off) pada Gambar 2.1.
Value of Firm (VL) ($)
“Pure” MM Value of firm VL = VU –TD
PV of interest tax shelter (TD)
Financial Distress and Agency cost
Actual Value of Firm
(VU)
Value of Firm with no Financial Laverage
Optimal amount of debt
[image:35.595.107.464.419.745.2]0 D1 D2 Debt ($)
Menurut model trade off di atas, dengan meningkatnya penggunaan hutang,
keuntungan dari penggunaan hutang juga akan semakin besar (TD). Namun di sisi
lain, FV financial distress dan PV agency cost juga akan meningkat. Dengan
demikian penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan hanya sampai pada
titik tertentu. Setelah titik tersebut tercapai, sebaliknya penggunaan hutang akan
menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang
tidak sebanding dengan kenaikan financial distress dan agency cost. Titik balik
tersebut merupakan struktur modal optimal yang menunjukkan jumlah hutang yang
optimal.
2. Pecking order theories
Teori ini dikembangkan oleh Myers dan Majluf (1984), dan Myers (1984).
Mereka mengasumsikan bahwa perusahaan lebih memilih mendanai perusahaannya
dengan sekuritas paling aman. Dalam hal ini, struktur pendanaan perusahaan
mengikuti suatu hirarkhi. Pertama kali perusahaan akan memilih pendanaan internal
(laba ditahan), dan jika perusahaan harus mencari pendanaan eksternal, pertama kali
dimulai dari hutang yang paling rendah risikonya, dan terakhir saham biasa.
Myers dan Majluf (1984) dalam Halomoan dan Djakman (2000) membuat dua
asumsi menggunai manajer perusahaan, yaitu:
1) Mereka mengasumsikan bahwa pihak manajer perusahaan mengetahui lebih
banyak mengenai kondisi perusahaan daripada investor luar.
2) Pihak manajer melakukan tindakan yang terbaik bagi para pemegang saham
Mereka menyimpulkan bahwa jika biaya financial stress diabaikan maka
perusahaan akan mendanai investasi realnya dengan menggunakan sekuritas paling
aman. Selanjutnya, jika biaya financial distress besar, perusahaan akan
mempertimbangkan untuk menerbitkan saham untuk membayar hutangnya. Halomoan
dan Djakman (2000) menyebutkan bahwa teori pecking order itu tidak dapat
menjelaskan secara keseluruhan struktur modal yang diobservasi dalam praktiknya,
yaitu teori ini mengabaikan pentingnya agency problem yang akan muncul jika
perusahaan memelihara financial clack dalam jumlah yang besar.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa
variabel-variabel yang penting di dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah hutang
dan ekuitas, tetapi juga persentase kepemilikan saham oleh inside equity (insider
shareholders) dan outside equity (outside shareholders) (Jensen dan Mecling, 1976).
Berikut ini akan dijelaskan peranan kedua pihak pemegang saham dalam mengatasi insider
problem.
a. Insiders ownership
Bathala, et al (1994) menyebutkan dalam model agency yang dikemukakan
oleh Jensen dan Meckling, perusahaan modern merupakan subyek terhadap
meningkatnya konflik. Hal ini disebabkan karena adanya penyebaran pengambilan
keputusan dan risiko yang ditanggung perusahaan. Dalam mengelola perusahaan,
manajemen mempunyai kecenderungan menggunakan kelebihan keuntungan untuk
kegiatan tersebut tetapi kurang mau menanggung risiko dari biaya yang
dikeluarkan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan hal tersebut sebagai agency
cost of equity.
Perusahaan dapat mengurangi arus kas berlebih dengan berbagai macam
cara. Salah satunya adalah dengan mengalirkan sebagian arus kas kembali ke
pemegang saham melalui dividen yang lebih tinggi. Alternatif lain adalah menggeser
struktur modal ke arah yang lebih banyak menggunakan hutang dengan harapan
persyaratan pelunasan hutang yang lebih tinggi akan memaksa manajer untuk lebih
disiplin (Brigham dan Houston, 2001). Namun, manajer dapat juga menggunakan
hutang untuk kepentingan oportunistik mereka. Hal ini meningkatkan beban bunga
pinjaman karena risiko kebangkrutan perusahaan meningkat yang berarti agency cost
of debt semakin tinggi.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) kehadiran biaya tersebut dapat
dikurangi dengan cara meningkatkan kepemilikan saham manjerial (managerial
ownership) dalam perusahaan. Kepemilikan saham oleh manajer akan memaksa
mereka untuk menanggung risiko atas kesalahan pengelolaan perusahaan. Dengan
demikian mereka akan semakin hati-hati dalam menggunakan hutang dan berusaha
meningkatkan nilai perusahaan.
b. Institutional ownership
Shleifer dan Vishny (1986) dalam Faisal (2000) menyatakan bahwa
pemegang saham besar (large shareholders) mempunyai arti penting dalam
kepemilikan, para pemegang saham besar seperti investor institusional akan dapat
memonitor manajemen secara lebih efektif, dan dapat meningkatkan nilai perusahaan
jika terjadi takeover. Meningkatnya saham institusional investor juga dapat
mengimbangi kebutuhan terhadap penggunaan hutang.
Coffee (1991) dalam Bathala, et al. (1994) menyediakan pengetahuan dasar
dalam perubahan perilaku investor institusional dari investor yang pasif menjadi
investor yang aktif dalam melakukan monitoring. Adanya kepemilikan saham yang
signifikan oleh investor institusional telah menghasilkan peningkatan kemampuan.
mereka untuk melakukan tindakan secara kolektif. Pada waktu yang sama, biaya
untuk keluar dari investasi yang mereka lakukan (exit cost) menjadi semakin mahal,
karena adanya risiko saham akan terjual pada harga diskon. Bathala, et al. (1994)
menemukan bahwa institutional shareholdings mempunyai hubungan yang signifikan
dan negatif dengan debt ratio. Penelitian ini membuktikan bahwa kehadiran institutional
investors efektif dalam melakukan monitoring terhadap perilaku para manajer
sehingga perusahaan cenderung menurunkan tingkat hutangnya.
c. Shareholders dispersion
Berdasarkan kerangka teori keagenan dari Jensen dan Meckling (1976)
perusahaan perlu meningkatkan hutang guna mendisiplinkan tindakan manajer
dalam perusahaan jika jumlah pemegang saham semakin menyebar. Hal ini karena,
jumlah pemegang saham yang semakin menyebar menyebabkan konsentrasi
kepemilikan akan terpecah dalam persentase yang kecil sehingga power pemegang
perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi, pihak manajemen praktis
diangkat dan diberhentikan oleh pemegang saham yang besar (controlling
shareholders) (Husnan, 2000). Dalam kondisi ini berarti pemegang saham memiliki power yang besar untuk mengontrol tindakan manajer.
Moh'd, et al. (1998) menemukan hal yang berbeda dengan teori di atas.
Penelitiannya menemukan hahwa jumlah shareholders dispersion mempunyai
hubungan negatif dan signifikan dengan debt ratio. Hasil penelitian ini
mendukung pernyataan yang dikemukakan oleh Easterbrook (1984) dalam Faisal
(2000) bahwa pemegang saham yang menyebar (diffused-shareholders) mempunyai
sedikit pengaruh terhadap posisi manajemen yang konservatif dalam penggunaan
hutang.
2.1.3. Teori Agensi
Dalam suatu perusahaan terjadi hubungan kontraktual antara pemegang
saham (shareholders) dengan manajer perusahaan. Jensen dan Meckling (1976)
memodelkan hubungan kontraktual tersebut sebagal kontrak principal-agent yang
menimbulkan hubungan keagenan (agency relationship). Mereka mendefinisikan
hubungan keagenan sebagai kontrak di bawah satu orang atau lebih sebagai
pemilik dengan orang lain yang disebut agen untuk melaksanakan jasa atas
kepentingan mereka yang disertai dengan pendelegasian otorisasi pengambilan
keputusan kepada agen tersebut.
Berdasarkan definisi di atas dapat dijelaskan bahwa teori keagenan
untuk melaksanakan pekerjaan. Ada dua pihak yang terlibat di sini: Pertama,
prinsipal (para pemegang saham) yang akan memberikan (mengamanahkan)
haknya berupa pengelolaan perusahaan kepada orang lain. Kedua, agen
(manajemen) sebagai penerima amanah untuk mengelola perusahaan. Kedua belah
pihak diikat oleh kontrak yang menyatakan hak dan kewajibannya
masing-masing. Prinsipal menyediakan fasilitas dan dana untuk menjalankan
perusahaan, sedangkan agen mempunyai kewajiban untuk mengelola apa yang
diamanahkan prinsipal kepadanya. Atas kepemilikannya pada perusahaan,
prinsipal akan memperoleh hasil berupa pembagian laba dalam bentuk dividen,
sedangkan agen akan memperoleh kompensasi dalam bentuk gaji, bonus, insentif,
perumahan, atau kompensasi lainnya.
Dalam melaksanakan kontrak tersebut, manajer yang diberi kekuasaan oleh
pemilik perusahaan (pemegang saham) untuk membuat keputusan sering memiliki
tujuan pribadi yang bersaing dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan
pemegang saham (Brigham dan Houston, 1998). Manajemen perusahaan mempunyai
kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya
pihak lain. Perilaku ini biasanya disebut sebagai keterbatasan rasional (bounaed
rationality) dan manajer cenderung tidak menyukai risiko (risk averse) (Wahidahwati,
2001). Namun, keterbatasan ini menciptakan konflik potensial atas kepentingan
masing-masing antara pemilik dan manajer yang saling mencari peluang untuk
Teori keagenan Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa
perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan
rentan terhadap konflik keagenan. Jika perusahaan dikelola sebagai perusahaan
perorangan oleh pemiliknva, manajer/pemilik akan menjalankan perusahaan untuk
memaksimalkan kesejahteraannya. Kesejahteraan ini diukur dari meningkatnya
kesejahteraan pribadi, kesenangan, atau barang-barang mewah. Namun, konflik
potensial muncul ketika manajer/pemilik menjual sebagian saham kepada pihak luar
sehingga kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100%. Dalam
kondisi ini, manajer/pemilik akan cenderung bertindak dan mengambil keputusan
untuk kepentingan meningkatkan kemakmuran dirinya sendiri bukan berdasarkan
kepentingan bersama pemegang saham lain. Sedangkan biaya yang dikeluarkan
perusahaan akan ditanggung bersama oleh seluruh pemegang saham. Menurut Jensen
dan Meeckling (1976) kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi
pengelolaan dengan fungsi kepemilikan atau sering disebut dengan the separation of
the decision-making and risk beuting functions of the firm. Dengan pemisahan
fungsi, pengambil keputusan, yaitu manajemen tidak menanggung risiko atas kesalahan
dalam pengambilan keputusan sehingga tidak menaikkan nilai perusahaan. Risiko
tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemegang saham (prinsipal). Oleh karena itu,
manajemen cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak
produktif untuk kepentingan pribadinya, seperti peningkatan gaji dan membeli barang
Penyebab lain konflik antara manajer dengan pemegang saham dipicu oleh
aktivitas pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pencarian dana (financing
decision) dan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan. Konflik ini
didorong oleh perbedaan perhatian terhadap risiko antara manajer dan pemegang saham
dalam keputusan pendanaan. Menurut Fama (1980) dalam Wahidahwati (2001),
pernegang saham hanya peduli terhadap risiko sistematik (systematic risk) dari saham
perusahaan, karena mereka melakukan investasi pada portofolio yang terdiversifikasi
dengan baik. Sedangkan manajer berhubungan dengan risiko perusahaan secara
keseluruhan dan hal ini disebabkan dua alasan, yaitu: pertama, bagian substantif dari
kekayaan mareka adalah di dalam specifict human capital perusahaan vang
membuat mereka nondivercifiable. kedua, manajer akan terancam reputasinya,
demikian juga kemampuan earning perusahaan, jika perusahaan menghadapi
kebangkrutan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa menurut teori
keagenan, manajer cenderung bertindak atas dasar kepentingannya sendiri bukan
berdasarkan maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini merupakan konflik kepentingan
antara manajer dan pemilik. Teori ini telah menjadi basis penelitian yang kuat dalam
disiplin keuangan dan akuntansi dengan penekanan pada kebijakan manajemen
yang berkaitan dengan kemakmuran dirinya dan kemakmuran pemilik perusahaan,
seperti kebijakan struktur modal, kebijakan dividen, dan kepemilikan internal
(Abdullah, 2001). Pendapat lain yang dikemukakan oleh Fama (1980) dalam Faisal
keputusan-keputusan keuangan tidak mampu melakukan diversifikasi investasi
dalam human capital.
2.1.4. Pendekatan untuk Mengurangi Agency Problem
Jensen dan Meckling (1976) telah mengembangkan suatu perlakuan
analitis terhadap hubungan manajer dan pemilik. Dalam temuannya, ada
konflik kepentingan jika seorang manajer memiliki saham yang lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah saham perusahaan, yang menimbulkan agency
problem. Kepemilikan sebagian menyebabkan manajer tidak mempunyai tujuan
utama untuk meningkatkan kemakmuran pemilik untuk mengatasi agency problem
ini dibutuhkan tambahan biaya yang disebut agency cost.
Agency cost didefinisikan sebagai jumlah dari: 1) pengeluaran biaya
monitoring oleh prinsipal yaitu biaya untuk memonitor perilaku agen dengan
memonitor hasil kerjanya (sistem audit untuk membatasi wewenang manajemen),
2) pengeluaran karena penggunaan hutang oleh agen, yaitu biaya untuk membentuk
mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak sesuai dengan kepentingan
prinsipal, dan 3) residual loss (pengeluaran karena kehilangan kebebasan), yaitu
biaya untuk mendorong agen bertindak sesuai dengan kemampuannya untuk kepentingan
prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) menyarankan keputusan struktur modal yang
dibuat oleh manajer menyeimbangkan agency cost of debt dengan agency cost of
equityuntuk meminimalkan pengaruhnya pada nilai perusahaan.
Ada beberapa cara untuk mengatasi agency problem dan mengurangi
problem bisa dikurangi apabila manajer mempunyai kepemilikan saham dalam
perusahaan. Kepemilikan ini menyebabkan manajer merasakan langsung manfaat dari
keputusan yang diambil, dan sebaliknya merasakan juga kerugian yang timbul
sebagai konsekwensi dari pengambilan keputusan yang salah. Jadi kepemilikan oleh
insiders akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang
saham dan insentif bagi manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan (Jensen and
Meckling, 1976).
Kedua, meningkatkan pendanaan dari hutang yang merupakan pendekatan
pengawasan eksternal. Peningkatan hutang akan menurunkan konflik kepentingan
antara manajer dan pemegang saham. Jensen (1986) dalam Bathala, et al. (1994)
menyatakan hutang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow
secara berlebihan oleh manajemen dan menghindari aktivitas yang tidak optimal.
Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan karena peningkatan hutang
akan meningkatkan harga saham dan penurunan hutang akan menurunkan harga saham
(Masuiis, 1988 dalam Husnan, 2000). Menurut Grossman dan Hart (1982) dalam
Seetharaman (2001), penggunaan hutang dapat juga menghindari konflik agensi dan
meningkatkan nilai perusahaan. Tekanan keuangan atau kebangkrutan adalah sesuatu
yang mahal bagi manajer yang tidak dapat melakukan diversifikasi investasi human
capital dalam perusahaan. Ketakutan akan kebangkrutan mempengaruhi manajer
untuk menjadi efisien, dengan demikian akan memperbaiki biaya agensi.
Ketiga, meningkatkan dividend payout ratio. Dengan demikian tidak
luar untuk membiayai investasinya (Crutchley dan Hansen, 1989 dalam Wahidahwati,
2001).
Keempat, institusional investor sebagai monitoring agen. Bathala, et al. (1994)
menyatakan institusional investor merupakan satu kelompok monitoring agen yang
efektif dan membantu menghindari biaya agensi. Selanjutnya Moh'd, et al. (1998)
menyatakan bahwa distribusi saham antara pemegang saham dari luar (outsiders),
yaitu institutional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi agency
cost. Kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) yang
dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan
manjemen, karena itu konsentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal yang
relevan. Adanya kepemilikan oleh investor-investor institusional, seperti perusahaan
asuransi, bank perusahaan investasi, dan institusi lain dalam bentuk perusahaan akan
mendorong pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajer.
Pendekatan lainnya adalah melalui labor market controls, capital market
controls, dan ancaman take over (Mester, 1989 dalam Faisal, 2000). Dalam labor market control, pemberian kompensasi kepada manajer dikaitkan dengan kinerja dan
nilai saham perusahaan. Manajer yang mempunyai kinerja yang baik akan
mendapatkan kompensasi yang lebih baik dan lebih mudah mendapatkan pekerjaan
yang lain. Sedangkan manajer yang kinerjanya buruk akan kesulitan untuk
mendapatkan pekerjaan, khususnya jika perusahaan tersebut diambil alih oleh
perusahaan lain. Selanjutnya, pendekatan capital market control yang dilakukan
dilakukan oleh investor institusional untuk mendorong manajer bertindak seperti
keinginan pemegang saham. Terakhir, pengawasan melalui ancaman takeover akan
membuat manajer disiplin dalam bertindak sesuai dengan pemegang saham.
Takeover terjadi apabila saham perusahaan dinilai terlalu rendah dibandingkan harga
potensial karena manajemen yang buruk (Brigham dan Houston, 1998). Dalam konteks
ini, manajemen yang kinerjanya buruk akan tersingkir bila takeover terjadi atau
kehilangan status dan otoritasnya.
2.2. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang menjadi pedoman peneliti dalam
meneliti pengaruh struktur kepemilikan terhadap struktur modal dapat dilihat pada
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul
Variabel Independen dan
Dependen Hasil Penelitian
1
Jansen & Mackling (1976)
Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Take Overs
Independen:
Institutional ownership
Dependen:
Pendanaan utang dan kepemilikan manjerial
Institutional ownership
berhubungan negatif dengan pendanaan utang dan Kepemilikan manajerial dalam perusahaan
2
Friend & Lang
An Empirical Test of
the Impact of
Manajerial
Self-Interest of Capital Structure
Independen:
Debt ratio
Dependen:
Profitabilitas dan kepemilikan manajerial
Debt ratio memiliki
hubungan yang negatif dengan profitabilitas dan kepemilikan manajerial
3
Bathala,
Chenchuramaiah, Kenneth P. Moon & Ramesh P. Rao (1994)
Managerial
Ownership, Debt
Policy, and the Impact
of Onstitutionl
Hodings: An Agency Perspective.
Independen:
Institutional investor
Dependen:
Pendanaan hutang dan Kepemilikan manajerial
Institutional investor
berhubungan negatif dengan pendanaan hutang dan kepemilikan manajerial dalam perusahaan
4
Moh’d, Latry, James (1998)
The Impact of
Ownership Structure on Coorporate Debt Policy: a Times-Series Cross-Sectional Analysis. Independen: Institutional Investor Dependen: Equity
Investor institusional efektif dalam melakukan
monitoring terhadap
pelaku para manajer sehingga perusahaan cenderung menurunkan tingkat hutangnya 5
Faisal (2000)
Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Hutang Perusahaan pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Jakarta.
Independen:
Insider ownership
dan shareholder
dispersion
Dependen:
Equity Policy
Insider ownership dan
shareholder dispersion
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang 6 Wahidahwati (2001) Pengaruh Kepemilikan
Manajerial dan Kepemilikan
Institutional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency.
Independen:
Iinsider ownership
dan institutional
ownership
Dependen:
debt ratio
Iinsider ownership dan institutional ownership
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting
(Uma Sekaran, 2003). Kerangka konsep yang baik menjelaskan secara teoritis antara
variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara
variabel independen dan dependen. Pertautan antara variabel tersebut selanjutnya
dirumuskan kedalam paradigma penelitian yang harus didasarkan pada kerangka
konsep.
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan data-data sekunder
yang bersumber dari BEI. Adapun variabel-variabel yang akan diteliti dalam
penelitian ini pada umumnya adalah didasari pada teori manajemen keuangan dan
pasar modal.
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini ialah menganalisa pengaruh
variabel-variabel Insiders Ownership, Institutional Ownership dan Shareholders
Dispersion terhadap Struktur Modal. Terdapat tiga variabel yang akan dipertanyakan
yaitu Insiders Ownership, Institutional Ownership dan Shareholders Dispersion dan
Struktur Modal sebagai variabel terikat.
Kerangka konsep merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang
kritis dan sistematis sehingga menghasilkan sintesa hubungan antara variabel yang
diteliti. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut selanjutnya digunakan untuk
merumuskan hipotesis dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian teoritis dan tinjauan
penelitian terdahulu, maka kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
[image:50.595.115.530.271.402.2]STRUKTUR KEPEMILIKAN
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Penelitian Faisal (2000) yang menguji pengaruh struktur kepemilikan
terhadap kebijakan hutang. Di mana insiders ownership dan shareholder dispersion
secara parsial memiliki hubungan negatif terhadap debt to equity ratio namun tidak
signifikan dan ini relevan dengan teori yang telah dibangun di bab sebelumnya
meskipun tidak signifikan. Sedangkan institutional ownership berdasarkan penelitian
Wahidawati (2001) memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap debt to equity
ratio begitu juga insiders ownership. Oleh karena itu maka penulis memprediksi
bahwa ketiga variabel bebas masih memiliki pengaruh yang negatif terhadap debt to
equity ratio.
Insider Ownership (X1) INSDO
Institutional Ownership (X2) INSTO
Shareholder Ownership (X3) SDP
STRUKTUR MODAL Debt to Equity
Ratio DEQU
3.2. Hipotesis
Dengan melihat pada latar belakang permasalahan, landasan teori yang sudah
dibangun dan penelitian terdahulu yang ada di atas dan maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut: “Ada Pengaruh Insiders Ownership, Institutional
Ownership dan Shareholders Dispersion terhadap Struktur Modal Baik Secara
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Pada dasarnya tujuan umum setiap penelitian adalah untuk pengembangan
teori dan pemecahan masalah. Penelitian ini secara lebih spesifik dimaksudkan
sebagai penelitian pengujian hipotesa atau penelitian penjelasan (explanation
research) untuk menguji hipotesis yang menjelaskan fenomena dalam bentuk
hubungan antar variabel sehingga dapat memberikan jawaban atas masalah
(Indriantoro dan Supomo, 2002).
4.2. Lokasi Penelitian
Penelitian mengambil lokasi di Bursa Efek Indonesia, namun data dapat
diambil melalui website yang tersedia yaitu www.jsx.co.id atau www.idx.co.id.
Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan mulai April 2010 sampai Juni 2010.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
menerbitkan laporan keuangan tahunan (annual report) yang diaudit dan
dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan manufaktur dipilih karena
merupakan populasi terbanyak di Bursa Efek Indonesia sehingga diharapkan dapat
semakin banyak pula kesempatan dan pilihan bagi investor untuk melakukan
investasi di perusahaan sektor manufaktur ini. Di samping itu, ada sektor
industri yang harus menggunakan indikator berbeda dalam mengukur variabel
variabel yang digunakan karena karakteristik usahanya berbeda. Misalnya, ada
ketetapan struktur modal dalam capital adequacy ratio yang ditetapkan
lembaga pengatur yang khusus berlaku bagi industri-industri yang berada
di bawah pengawasan pemerintah, seperti bank dan asuransi (Harahap, 2001).
Dengan demikian, dipilih satu jenis industri dengan harapan adanya
keseragaman praktik kebijakan struktur modal.
Metode pemilihan sampel adalah purposive sampling yaitu pemilihan
sampel berdasarkan penilaian terhadap beberapa karakteristik anggota
sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian atau berdasarkan pada
beberapa kriteria tertentu (Kuncoro, 2003; Cooper dan Schindler, 2003). Dalam
penelitian ini digunakan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Tersedianya laporan keuangan pada capital market direct or y selama
periode pengamatan tahun 2009.
2. Perusahaan tersebut minimal terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) satu
tahun, sebelum tahun sampel.
3. Tersedianya data tentang persen