PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 2 BOYOLALI KORBAN
BULLYING
MELALUI PELATIHAN ASERTIF
ARTIKEL TUGAS AKHIR
Oleh
Dian Maya Novita
132013056
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
1
PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 2 BOYOLALI KORBAN BULLYING
MELALUI PELATIHAN ASERTIF
Oleh:
Dian Maya Novita1), Sumardjono Pm2), Tritjahjo Danny S2)
1)
Program Studi Bimbingan dan Konseling-FKIP-UKSW
2)
Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling-FKIP-UKSW
1)
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi peningkatan perilaku asertif siswa kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali korban bullying melalui pelatihan asertif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali tahun ajaran 2016/2017 yang berjumlah 12 orang siswa korban bullying yang memiliki perilaku asertif Rendah yang ditentukan secara purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan menyebarkan instrumen skala perilaku asertif berdasarkan Alberti dan Emmons (Nursalim, 2005) dan skala tindakan bullying
yang diadaptasi dari Astia (2011) berdasarkan teori Sejiwa.Teknik analisis data menggunakan uji Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan pretest dari kedua kelompok eksperimen dan kontrol yang menghasilkan p = 0.873 > 0,050, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dengan demikian eksperimen dapat dilanjutkan. Hasil analisis data setelah posttest, menghasilkan signifikansi perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada p = 0,010 < 0,050, dengan mean rank kelompok kontrol = 3,83 dan kelompok eksperimen = 9,17. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan yang signifikan perilaku asertif siswa kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali korban bullying melalui pelatihan asertif, artinya hipotesis yang diajukan berbunyi pelatihan asertif dapat meningkatkan secara signifikan perilaku asertif siswa kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali korban bullying, dapat diterima.
2
Pendahuluan
Perkembangan anak dan
remaja di dunia pendidikan terkhusus
di sekolah dari masa ke masa selalu
menjadi fenomena yang menarik untuk
diperbincangkan. Sekolah selayaknya
merupakan tempat peserta didik
mendapatkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan sebagai bekal
kehidupannya yang akan datang. Di
tempat ini peserta didik belajar banyak
hal baru, peserta didik tersebut juga
diberi latihan-latihan sehingga kelak
dapat mengaplikasikan ilmu
pengetahuannya dalam kehidupan
yang nyata. Terdapat sederet masalah
yang mengintai peserta didik saat ini,
misalnya ancaman bullying yang
akhir-akhir ini sering diberitakan oleh
media masa maupun sosial media.
Perilaku bullying saat ini marak terjadi
di lingkungan sekolah, pelaku bullying
menganggap bahwa dirinya yang
berkuasa atas korbannya.
Bullying memberikan dampak
terhadap korban baik secara fisik
maupun psikologis. Ketika mengalami
bullying, korban merasakan banyak
emosi negatif (marah, dendam, kesal,
tertekan, takut, malu, sedih, tidak
nyaman serta terancam) namun tidak
berdaya menghadapinya. Dalam
jangka panjang emosi-emosi ini dapat
berujung pada munculnya perasaan
rendah diri bahwa dirinya tidak
berharga. Para korban kesulitan
menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosial, ingin pindah ke sekolah lain
atau keluar dari sekolah itu, terganggu
prestasi akademisnya atau sering
sengaja tidak masuk sekolah. Selain
3 timbulnya gangguan psikologis, seperti
rasa cemas berlebihan, selalu merasa
takut, depresi, ingin bunuh diri, dan
gejala-gejala gangguan stres
pasca-trauma (post-traumatic stress
disorder), merasa hidupnya tertekan,
takut bertemu pelaku bullying, bahkan
depresi dan berkeinginan untuk bunuh
diri (Rigby, 2007).
Hasil wawancara dengan guru
BK SMP Negeri 2 Boyolali
menjelaskan bahwa ada tindakan
bullying yang terjadi di sekolahan
tersebut. Bentuk tindakan bullying
siswa seperti sering menghina teman
dengan sebutan pah poh, banci hingga
membuat sakit hati, memanggil nama
temannya dengan nama orang tuanya,
sering mengucilkan temannya, sering
membicarakan temannya dibelakang
dan sering mengerjai seseorang sampai
malu.
Untuk meningkatkan perilaku
asertif siswa korban bullying, salah
satunya adalah melalui pelatihan
asertif pada siswa korban bullying.
Alberti & Emmons (2002) menyatakan
bahwa perilaku asertif
mempromosikan kesetaraan dalam
hubungan manusia, memungkinkan
siswa untuk bertindak yang terbaik
untuk diri sendiri tanpa kecemasan
berlebihan dan untuk mengekspresikan
perasaan secara jujur untuk
mempertahankan hak-hak pribadi
tanpa menyangkal hak-hak orang lain.
Bila perilaku asertif berkembang maka
kemungkinan mengalami bullying
minim. Korban bullying memiliki
asertivitas yang rendah. Korban tidak
mampu menolak saat diperlakukan
negatif, tidak percaya diri, dan siswa
yang belum mampu bersifat asertif
4 yang diinginkan) atau siswa yang
belum mampu bersikap terbuka
terhadap orang tua, teman dan
orang-orang terdekat (Sullivan et al, 2004).
Bullying
Olweus (1995) menyatakan
bahwa bullying merupakan suatu
perilaku negatif berulang yang
bermaksud menyebabkan ketidak
senangan atau menyakitkan oleh orang
lain, baik satu atau beberapa orang
secara langsung terhadap seseorang
yang tidak mampu melawannya.
Ada tiga bentuk bullying
menurut Coloroso (2007), yaitu: a)
Verbal bullying, Hal ini dapat terjadi
pada orang dewasa dan teman sebaya
tanpa terdeteksi. Verbal bullying dapat
berupa teriakan dan keriuhan yang
terdengar. Hal ini berlangsung cepat
dan tanpa rasa sakit pada pelaku
bullying dan dapat sangat menyakitkan
pada target. b) Physical bullying,
Bentuk ini meliputi menampar,
memukul, mencekik, mencolek,
meninju, menendang, menggigit,
menggores, memelintir, meludahi,
merusak pakaian atau barang dari
korban. c) Relational bullying, Bentuk
ini adalah yang paling sulit untuk
dideteksi, relational bullying adalah pengurangan perasaan „sense‟ diri
seseorang yang sistematis melalui
pengabaian, pengisolasian,
pengeluaran, penghindaran.
Bullying akan menimbulkan
dampak yang sangat merugikan, tidak
hanya bagi korban tetapi juga bagi
pelakunya (Craig & Pepler, 2007).
Menurut Olweus (dalam Berthold dan
Hoover, 2000) menyatakan bahwa
bullying memiliki pengaruh yang besar
5 dewasa. Saat masa sekolah akan
menimbulkan depresi dan perasaan
tidak bahagia untuk mengikuti
sekolah, karena dihantui oleh perasaan
cemas dan ketakutan.
Novalia dan Dayaksini melalui
penelitiannya tahun 2013
mengemukakan bahwa ada hubungan
antara perilaku asertif dengan
kecenderungan menjadi korban
bullying, karena dengan mereka
berperilaku asertif, mereka akan
mampu mengatakan tidak dengan sopan
dan tegas dengan berani menyampaikan
pendapat yang sesuai dengan apa yang
ingin disampaikan oleh individu,
berbicara dengan tegas tanpa ada rasa
takut, dan berani menolak ajakan yang
tidak disenangi. Dengan adanya
perilaku asertif tersebut maka
kecenderungan untuk menjadi korban
bullying kemungkinannya akan sedikit
atau rendah.
Perilaku Asertif
Pendapat Alberti & Emmons
dalam Nursalim (2005) bahwa
perilaku asertif mempertimbangkan
persamaan hak dalam hubungan antar
pribadi, perilaku asertif
memungkinkan individu untuk
bertindak sesuai dengan kepentingan
sendiri dalam mengekspresikan
perasaan dengan senang, jujur,
menggunakan hak pribadi tanpa
mengabaikan hak atau kepentingan
orang lain.
Aspek-aspek perilaku asertif
yang dikemukakan oleh Alberti &
Emmons (1995) dalam kunci pokok
perilaku asertif adalah sebagai berikut:
6 Artinya bahwa individu asertif
mampu untuk mengkomunikasikan
apa yang diinginkan, dirasakan, dan
dipikirkan kepada orang lain.
b)Menghormati kepentingan orang
lain.
Individu asertif dapat
menerima keadaan orang lain
dengan terbuka tanpa harus
memaksakan kehendak kepada
orang lain dan tetap menunjukan
rasa hormat akan pendapat orang
lain terhadapnya.
c) Langsung dan tegas.
Individu asertif mampu untuk
mengkomunikasikan pikiran dan
perasaan secara langsung artinya
dapat berkomunikasi tanpa
perantara orang lain. Selain itu
seseorang dapat dikatakan asertif
apabila mampu menyatakan
keinginan dan sesuatu yang tidak
diinginkannya dengan tegas tanpa
cemas atau khawatir.
d) Jujur dan terbuka mengatakan
kebutuhan perasaan dan pikiran apa
adanya.
Aspek ini menyebutkan bahwa
individu asertif mampu mengatakan
perasaan dan pikirannya apa adanya
dan selalu melakukan tindakan
dengan jujur dan terbuka tanpa
merasa takut dan malu.
e) Menempatkan orang lain secara
setara dalam suatu hubungan.
Setiap individu tidak dapat
hidup tanpa orang lain dan
membutuhkan bantuan orang lain.
Individu yang asertif dapat
menempatkan orang lain setara
dengan dirinya tanpa merendahkan
7 f) Komunikasi verbal, mengandung isi
pesan (perasaan, fakta, pendapat,
permintaan, batasan-batasan).
Individu asertif mampu
mengekspresikan dirinya melalui
perkataan yang diucapkan. Namun,
sesuatu yang diucapkan tidak hanya
sebatas mengeluarkan kata-kata saja
tapi juga mengandung pesan yang
dapat dimengerti oleh lawan
komunikasinya. Pesan tersebut
dapat berupa perasaan dimana
individu dapat mengutarakan
perasaannya secara jujur, fakta yang
terjadi, dan pengungkapan
kebutuhan. Individu asertif selalu
mempertimbangkan isi kalimat
sehingga tidak membuat lawan
bicara menjadi terancam.
g)Komunikasi non verbal
mengandung bentuk pesan (kontak
mata, suara, postur, ekspresi, wajah,
gerak tubuh, jarak fisik, waktu,
kelancaran bicara, mendengarkan).
Dalam melakukan proses
komunikasi, individu asertif tidak
hanya secara verbal namun juga non
verbal dimana bentuk pesan disertai
dengan bahasa tubuh. Orang yang
non-asertif akan cenderung
menunduk atau melihat objek lain
daripada melihat mata lawan
bicaranya sehingga akan terlihat
merunduk atau memalingkan wajah.
Lain halnya dengan individu asertif
dapat menatap mata lawan
bicaranya disertai dengan intonasi
suara yang tepat artinya tidak terlalu
lantang dan tidak terlalu lirih.
h) Dapat diterima secara sosial.
Individu asertif adalah individu
yang fleksibel yang dapat
mengekspresikan diri serta
8 dapat diterima oleh lingkungan
sosial. Misalnya, keluarga, teman,
sahabat dan masyarakat pada
umumnya.
Pelatihan Asertif
Alberti dan Emmons (dalam
Nelson-Jones, 2011) mengenai latihan
asertif yang menekankan bahwa
latihan asertif seharusnya bukan hanya
berfokus pada perilaku verbal, tetapi
juga komponen lain seperti kontak
mata, postur tubuh, gestur, ekspresi
wajah, volume suara, kelancaran
dalam berbicara dan timing asersi.
Pelatihan Asertif adalah salah satu
treatment gangguan tingkah laku
dimana klien diintruksikan, diarahkan,
dilatih serta didukung untuk bersikap
asertif dalam menghadapi situasi yang
tidak nyaman atau kurang
menguntungkan bagi dirinya.
Dalam Loekmono (2008) menyatakan
bahwa latihan asertif biasanya
diberikan kepada konseli yang tidak
dapat melepaskan kemarahannya, tidak dapat mengatakan “tidak”, terlalu
tertib dan dimanfaatkan orang lain,
tidak dapat menyatakan isi hati dan
perasaan serta respon-respon positif
dan individu yang merasa tidak
mempunyai hak untuk menyatakan
pikiran, kepercayaan dan perasaanya.
Metode Penelitian
Subjek penelitian ini adalah 12
siswa kelas VII C SMP Negeri 2
Boyolali korban bullying yang
memiliki perilaku asertif rendah.
Subyek penelitian dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol masing-masing
9
Rancangan Penelitian
Grup Pretest Perlakuan PostTest
Eksperimen O1 X O2
X : Pemberian latihan asertif
- : Tidak ada pemberian latihan asertif
O2 : Posttest tentang tindakan bullying
dan perilaku asertif untuk kelompok eksperimen
O4 : Posttest tentang tindakan bullying
dan perilaku asertif untuk kelompok kontrol
Alat pengumpul data yang
digunakan adalah skala perilaku asertif
dikembangkan dari teori yang
dikemukakan oleh Alberti & Emmons
(1995) dan skala tindakan bullying
yang diadaptasi dari Astia (2011)
berdasarkan teori Sejiwa. Digunakan
uji Mann Whitney untuk menguji
signifikansi hipotesis komparatif
antara dua kelompok sampel.
Perlakuan yang dikenakan pada
kelompok eksperimen menggunakan
topik latihan asertif sebagaimana pada
Tabel 1.
Tabel 1
Sesi Aspek Latihan
1 Berlatih Mengeskpresikan Diri secara Penuh.
2 Berlatih jujur dan terbuka mengatakan kebutuhan perasaan dan pikiran apa adanya.
3 Berlatih menghormati kepentingan orang lain.
4 Berlatih menempatkan orang lain secara setara dalam hubungan.
5 Berlatih berkomunikasi secara verbal, mengandung isi pesan.
6 Berlatih mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara langsung dan tegas.
7 Berlatih berkomunikasi secara non verbal yang mengandung bentuk pesan.
10
Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini pemberian
perlakuan kepada kelompok
eksperimen diterapkan sebanyak 8 sesi
pertemuan dengan 8 aspek latihan.
Setelah pemberian perlakuan selesai,
skala perilaku asertif yang sama
dengan pretest diadministrasikan
kembali kepada kedua kelompok untuk
mengetahui perbedaan kedua
kelompok pada saat posttest. Berikut
adalah hasil sebaran pretest dan
posttest dari kedua kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
Tabel 2.
Sebaran Frekuensi Siswa Berdasarkan Perilaku Asertif dari Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Berdasarkan Tabel 2, dapat
dilihat pada pretest kelompok
eksperimen, diantara 6 siswa sejumlah
1 orang siswa memiliki perilaku asertif
sangat rendah, 3 orang siswa memiliki
perilaku asertif rendah dan 2 orang
siswa memiliki perilaku asertif cukup
tinggi, sedangkan hasil posttest
kelompok eksperimen terdapat 2 orang
siswa yang memiliki perilaku asertif
cukup tinggi dan 4 orang siswa
memiliki perilaku asertif tinggi.
Dengan demikian semua siswa dalam
kelompok eksperimen mengalami
peningkatan perilaku asertif.
Sedangkan pada pretest kelompok
kontrol, dari 6 orang siswa semuanya
memiliki perilaku asertif rendah dan
pada posttest kelompok kontrol yang
berjumlah 6 orang siswa hanya
terdapat 1 orang siswa yang
mengalami peningkatan perilaku Interval Kategori
Kelompok 152-165 Sangat
11 asertif dan dan 5 orang siswa lainnya
tidak mengalami peningkatan yaitu
tetap memiliki perilaku asertif rendah.
Tabel 3
Perbedaan Mean Rank Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
NPar Tests
Signifikansi Posttest Perilaku Asertif Mann-Whitney Test
Test Statisticsa
Pretest Postest
Mann-Whitney
0,050. Perhitungan statistik tersebut
menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan perilaku asertif antara
kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol dengan mean rank kelompok
eksperimen = 9,17 dan kelompok
kontrol = 3,83. Hal ini menunjukkan
bahwa ada peningkatan yang
signifikan perilaku asertif siswa kelas
VII SMP Negeri 2 Boyolali korban
bullying melalui pelatihan asertif.
Dengan demikian, hipotesis
yang diajukan bahwa perilaku asertif
siswa kelas VII SMP Negeri 2
Boyolali korban bullying dapat
12
Pembahasan
Terjadinya perbedaan mean
rank kelompok eksperimen = 9,17 dan
kelompok kontrol = 3,83 tersebut
menunjukkan bahwa ada peningkatan
yang signifikan perilaku asertif siswa
kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali
korban bullying melalui pelatihan
asertif dengan berlatih
mengekspresikan diri secara penuh,
menghormati kepentingan orang lain,
memngkomunikasikan pikiran dan
perasaan secara langsung,
menempatkan orang lain secara setara
dalam suatu hubungan, komunikasi
verbal (mengandung isi pesan),
komunikasi non verbal yang
mengandung bentuk pesan,
mengekspresikan diri serta
menghormati orang lain sehingga
dapat diterima oleh lingkungan sosial.
Hal ini sependapat dengan
Alberti, dkk (Nursalim, 2005) bahwa
latihan asertif dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku asertif individu
yang pasif atau korban bullying yang
kurang asertif. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian dari Karyanti (2014) yang berjudul “Keefektifan
Pelatihan Keterampilan Asertif untuk
Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa
Korban Bullying di SMA Palangkaraya” yang menunjukkan
bahwa hasil analisis visual yang
dilakukan dengan memperhatikan level
dan trend, yang didukung dengan hasil
skala perilaku asertif, maka dapat
disimpulkan bahwa pelatihan
keterampilan asertif efektif untuk
meningkatkan perilaku asertif siswa
13
Penutup
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan, maka kesimpulan
yang ditemukan dari penelitian ini
adalah bahwa ada peningkatan yang
signifikan perilaku asertif siswa kelas
VII SMP Negeri 2 Boyolali korban
bullying melalui pelatihan asertif,
dengan nilai Asymp p = 0,010 < 0,050,
dengan mean rank kelompok kontrol =
3,83 dan kelompok eksperimen = 9,17.
Kelompok eksperimen meningkat dari
6.67 pada saat pretest meningkat
menjadi 9.17 pada saat posttest.
Saran
Bagi Guru BK hasil penelitian
ini dapat digunakan oleh Guru BK
dalam meningkatkan perilaku asertif
siswa korban bullying melalui
pelatihan asertif.
Bagi peneliti selanjutnya dapat
meneliti lebih lanjut mengenai perilaku
asertif siswa korban bullying melalui
pelatihan asertif dengan populasi yang
lebih luas.
DAFTAR RUJUKAN
Alberti & Emmons, (1990). Your Perfect Right: A Guide To Assertive Living. The University of Michigan: Impact Publisher.
Coloroso, Barbara. (2007). Stop Bullying. Jakarta: Penerbit Serambi Ilmu Semesta.
14 Indrawati, Ertik. (2014). Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga Menggunakan Pendekatan Behavioral Dengan Teknik Latihan Asertif (Skripsi). Salatiga: Progdi Bimbingan dan Konseling, FKIP UKSW
Karyanti & Atmoko, Adi (2015). Keefektifan Pelatihan Keterampilan Asertif Untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Korban Bullying di SMA. Jurnal Pendidikan Humaniora Volume 3 Nomor 2, Juni 2015, Hlm 116-121. ISSN Cetak: 2338-8110 – ISSN Online: 2442-3890. http://journal.um.ac.id (Diakses pada tanggal 23 Juni 2016. Pukul 11.28).
Loekmono, J.T. (2008). Model-model Konseling. Salatiga: Widya Sari.
Nelson, Richard & Jones. (2011). Teori dan Praktis Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nursalim, dkk. (2005). Strategi Konseling. UNESA University Press.
Olweus, D. (1995). Bullying at School: What We Know and What We Can Do. Oxford: Blackwell.
Sejiwa. (2008). Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta: Grasindo.
Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.