• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ringkasan Buku Penerapan Teori dalam Pen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ringkasan Buku Penerapan Teori dalam Pen"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

METODOLOGI PENELITIAN HUKUM

(Ringkasan Buku Penerapan Teori dalam Tesis dan Disertasi)

DOSEN PENGASUH : Dr. R. J. Akyuwen, S.H., M.Hum

O L E H

Nama : Onifaris Mildrik Matjora Nim : 136 9315 093

Kelas : C

Kementrian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi Pasca Sarjana Universitas Pattimura

(2)
(3)

SUMBER-SUMBER PENELITIAN HUKUM

A. Bahan Hukum Primer dan Sekunder

Bahwa peneltian hukum tidak mengenal adanya data. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi :

1. Sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer, yang merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim.

2. Bahan-bahan hukum sekunder, terdiri dari semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan sokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.

Mengingat indonesia merupakan bekas jajahan Belanda sehingga Indonesia merupakan penganut civil law system, maka bahan-bahan hukum primer yang terutama bukanlah putusan peradilan atau yurisprudensi melainkan perundang-undangan. Sedangkan bahan hukum sekundernya yang terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi. Oleh sebab itu, dianjurka buku teks yang digunakan adalah buku teks yang ditulis oleh penulis dari eropa kontinental.

(4)

kebudayaan ataupun laporan-laporan penelitian nonhukum dan jurnal-jurnal nonhukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian.

Perlu dikemukakan bahwa jangan sampai bahan-bahan non hukum menjadi sangat dominan sehingga penelitian itu kehilangan artinya sebagai penelitian hukum. Hal ini sering terjadi pada mereka yang melakukan penelitian empiris yang tanpa disadari terjerembab ke dalam penelitian sosial. Akibatnya, temuan-temuan yang terjadi tidak mempunyai makna hukum. Sekali lagi ditekankan bahwa bahan bahan-bahan nonhukum merupakan pelengkap, bukan yang utama.

B. Peraturan Perundang-undangan Sebagai Bahan Hukum Primer

Di Indonesia, bahan-bahan hukum primer yang terutama bukanlah putusan peradilan atau yurisprudensi, melainkan peraturan perundang-undangan, karena Indonesia merupakan bekas jajahan Belanda yang menganut sistem hukum Civil Law. Menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011, perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dari pengertian tersebut, yang dapat dijadikan bahan hukum primer berupa legislasi dan regulasi.

Adapun di dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara terdapat keputusan yang di terbitkan oleh pejabat administrasi untuk masalah yang bersifat kongkret dan khusus yang lazim disebut beschikkiang/decree, misalnya Keputusan presiden, keputusan mentri,

(5)

kajian akademis. Di sini jelas bahwa beschikkiang/decree bukan merupakan bahan hukum primer tetapi menjadi opjek yang diteliti. Bahan hukum primer yang digunakan untuk meneliti beschikkiang/decree itu adalah peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan terjadinya keputusan tersebut. Mengenai hieraki peraturan perundang-undangan tertuang di dalam Pasal 7 (1) UU No. 12 Tahun 2001. Oleh karena dalam menggunakan bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan, peneliti bukan saja melihat kepada bentuk peraturan perundang-undangan saja, melainkan juga menelaah materi

muatannya.

C. Putusan Pengadilan Sebagai Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer berikutnya yang perlu dirujuk oleh peneliti hukun adalah putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Untuk

memperoleh arti penting dirujuknya putusan pengadilan perlu dikutip ucapan portalis, salah seorang perancang code civil, dalam discrous preliminaire du projek de code civil tahun 1804 sebagai berikut:

(Terjemahan Bebas: “Suatu kitab hukum betapapun kelihatan lekap, didalam pratik, tidak akan menjawap apabila beribu-ribu masalah yang tidak di duga diajukan kepada hakim. Oleh karena itulah undang-undang, sekali ditulis, tetapi seperti apa yang ditulis, sebaliknya manusia manusia tidak pernah berhenti bergerak”.)

Dari apa yang dikemukakan oleh porltalis ini, perancang code civil ini mengakui bahwa didalam pratik pengadilan, sangat mungkin timbul masalah-masalah baru yang tidak ditampung oheh kodifikasi sekalipun. Secara tidak langsung, portalis memberikan keempatan kepada hakin untuk memberikan pemecahan masalah sesuai dengan kewenangannya.

(6)

wakil-wakilnya. Oleh karena itulah tidak boleh ditafsirkan oleh hakim. Sebaliknya portalis bersikap realitis. Ia berpendapat bahwa tidak mungkin pembentuk undang-undang mengetahui

segalah hal.

Apa yang dikemukakan oleh portalis tersebut sebenarnya menunjukan bahwa prinsip-prinsip yang melandasi undang-undang itu merupakan suatu landasan bagi hakim untuk menyelesaikan kasus tertentu. Oleh karena itulah menurut portalis, putusan pengadilan bukanlah penerapan suatu teks undang-undang secara tepat melainkan merupakan beberapa teks yang membimbing kearah putusan, meskipun tidak lagi berisi teks-teks itu.

Tidak dapat disangkal bahwa pertimbangan Hoge Raad memang sudah menjadi kewajiban setiap orang yang mengerti untuk menghargai putusan pengadilan atas perkara yang diputusakan. Sebagaimana tertuang dalam pasal 5 code civil, yaitu melarang diterapkannya putusan hakim terdahulu terdahulu untuk perkara lainya. Hal yang sama sebenarnya juga dilakukaan oleh belanda akan tetapi didalam praktik tidak demikianya halnya. Di dalam persidangan terlihat bahwa betapa kuat rasa percaya diri seorang advodkat apabila ia merujuk kepada purusan-putusan Hoge Raad . Tidak dapat disangkal di belanda terdapat himpunan yurisprudensi. Hal yang sama juga terdapat di indonesia. Oleh karena itulah terbuka intuk melakukan studi perbandingan antara putusan masa kini dan putusan yang dijatuhkan pada masa-masa lalu.

Di dalam ajaran preseden, lazimya hakim terikat akan putusan pengadian terdahulu. Hal ini pada dasarnya merupakan bagian dari seistemcammon law. Sebaliknya dalam sistim civil law hakim tidak terikat pada preseden. Melakukan pengujian putusan pengadilan bukan terhadap rumusan undang-undang mealainkan terhadap apa yang telah diputuskan

(7)

perbuatan hukum, hogerat membuat rumusan sendiri layaknya undang-undang, yaitu apabila perbuatan itu bertentangan dengan prinsip kehati hatian sesuai dengan pergaulan masarakat.

Geny, ahli hukum prancis berpendapat bahwa apabila ditinjau dari segi lembaga negara, dapat dikatakan bahwa putusan pengadilan bukanlah sumber hukum. Pengadilan dilarang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa, bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Pasal 5 ayat 1 undang-undang itu berbunyi;” hakim dan hakim konstitusi wajib mengadili, megiuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang dalam masaralat. Kedua ketentuan itu merupakan landasan bagi hakim untuk melakukan

rechtsvinding (penemuan hukum). Hasil dari kegiatan rechtvindingtersebut berupa putusan pengadilan mempunyai nilai autoratatif itulah sebabnya putusan pengadilan merupakan bahan hukum primer dalam penelitian hukum.

Seyogyanya putusan pengadilan yang dijadikan bahan hukum primer adalah yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde) dan tidak harus putusan mahkamah agung. Akan tetapi apabila terhadap isu yang dihadapi belum ada ketentuan yang mengaturnya, peneliti tidak dapat mengatakan bahwa untuk isu tersebut dilakukan statute approach, melainkan conceptual approach dan yang namanya konsep tersebut dapat diketemukan lewat putusan pengadilan dari negara lain.

D. Bahan Hukum Sekunder

(8)

Bagi kalangan praktisi, bahan hukum sekunder ini bukan sebagai panduan berpikirdalam menyusun argumentasi yang akan diajukan dalam persidangan, atau memberikan pendapat hukum. Begitu juga dangan komentar-komentar atau putusan pengadilan, perlu di seleksi kasus-kasus yang relevan dengan objek penelitian, buku-buku dan artikel-artikel hukum yang dirujuk adalah mempunyai relevansi dengan apa yang hendak diteliti hal inilah peneliti di tuntut ketajaman pemikiran yurdis peneliti dalam menghadapi isu yang ditanganinya.

Bagi penelitian untuk keperluan akademis adalah buku hukum yang di tulis oleh penulis yang menulis berbagi bidang hukum. Dengan demikian, sebenarnya yang menjadi ukuran bukan kualifikasi penulis, melainkan karya tulisnya.Suatu ciri khas bahwa suatu tulisan merupakn tulisan hukum adalah penulisnya akan membahas suatu bidang tertentu sesuai dengan keahlianya, atau tulisan itu tentang ilmu hukum secara umum, penulisanya akan berpakal dari karakter keilmuan hukum sebagi norma bukan sebagai gejala sosial. Oleh karena itulah yang juga perlu dipelajari adalah preface atau voorwoord atau mungkin

introductory notes atau apapun sebutannya, yang jelass merupakan kata pengantar yang berisi tentang tujuan ditulisnya buku itu dan dari sudut pandang apakah buku itu ditulis.

(9)

jurnal-jurnal hukum yang akrual dari berbagai negara seperti yang dijumpai di negara-negara lain seperti malaysia, singapura, dan lain-lainya.

E. Bahan-Bahan Nonhukum

Seorang praktisi hukum yang cerdas adalah yang mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis fakta secara akurat dan mnemukan isu hukum atas fakta tersebut. Akan tetapi fakta yang dihadapi oleh ahli hukum tersebut setingkali kompleks, sehinga perlu pemahaman tertentu akan masalah itu. Sebagai contoh, sebuah jembatan yang baru saja di bangun ternyata ambruk karena ada mobil trailer yang lewat. Pemerintah kabupaten setempat dibagunnya jembatan itu langsung menggugat kontraktor yang

membangunnya meskipun masih masalah layanan paska konstruksi, kuasa hukum penggugat menduga bahwa kontraksi tersebut tidak wajar karna baru saja dibanggung telah ambruk. Dalam petitumnya ia menyatakan bahwa kontrakror telah melakukan wan perstasi dan karnah itulah harus mengembaikan uang yang elah diterimanya dua kali lipat sesuai perjanjian dan sisa pembayaran yang belum dibayarkan tidak akan dibayarkan. Sebagi penggugat pengacara tersebut harus membutikan kebenaran dalihnya. Dalam melakukan penelitian inilah

pengacara tersebut memerlukan saksi ahli di bidang teknik sipil. Tidak mungkin seorang pengacara harus juga belajar teknik sipil sehingga ahli hukum menjadi seorang

(10)

Di dalam penelitian hukum untuk keperluan akadenispun bahan nonhukum dapat membantu. Misalnya, seorang calon dokror hukum akan menulis eutanasia pasif merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum. Seorang ahli hukum jelas tidak paham mengenai eutanasia baik yang aktif maupun yang pasif. Untuk memahami hal itu, ia tidak perlu belajar di Fakultas kedokteran, tetapi mau tidak mau Ia harus berhubungan dengan Dokter dan membaca-baca literatur mengenai eutanasia. Sebagai seorang juris di bidang hukum pidana, calon doktor hukum tersebut telah mempunyai pengetahuan

mengenaipengertian pembunuhan, pembunuhan berencana, atau menghilangkan nyawa orang laim melalui buku-buku hukum (tretises) dan jurnal-jurnal hukum, dengan berpegang pada penngetahuan tersebut ia akan mampu untuk menganalisis dan mengidentifikasi apa sebenarnaya eutanasia itu dari segi hukum dengan demikian ia dapat memberikan jawaban atas isu hukum, tentang eutanasia tersebut.

F. Wawancara, Dialog, Kesaksian Ahli Hukum Dipengadilan, Seminar, Ceramah Dan Kuliah

Pertanyaan yang seringkali diajukan didalam pelatihan penelitian hukum adalah apakah hasil wawancara dapat dijadikan bahan hukum sebagai data dalam penelitian sosial dan juga memang dapat menjadi bahan hukum, apakah bahan hukum primer, sekunder, atau mungkin bahan non-hukum.Untuk menjawab pertanyaan tersebut terlebih dahulu

dikemukakan bahwa yang namanya bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif. Hasil wawancara dengan pejabat yang paling punya kewenangan pun bukan merupakan bahan hukum primer karena hasil wawancara itu tidak bersifat autoritatif. Lalu jika demikian dapatkah dijadikan bahan hukum sekunder? Sebagaimana dijelaskan diawal bab ini bahwa bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum bukan

(11)

dapat dimasukan sebagai bahan non-hukum dan ada baiknya kalau peneliti menyusun beberapa pertanyaan atau mengemukakan isu hukum secara tertulis, sehingga si yang di wawancarai dapat memberikan pendapatnya secara tertulis. Apabila hal ini dilakukan, pendapat hukum tersebut dapat menjadi bahan hukum sekunder.

Sama halnya dengan wawancara, hasil dialog juga bukan merupakan bahan hukum. Akan tetapi apabila subtansinya merupakan subtansi hukum dan bukan yang bersifat

sosiolegal sebagaimana yang sering ditanyakan di televisi, hasil dialog hukum tersebut kemudian dipublikasikan, sudah barang tentu hasil dialog itu dapat menjadi bahan hukum sekunder.

Lainhalnya dengan kesaksian dipengadilan. Meskipun kesaksian dipengadilan berlangsung secara lisan, kesaksian itu selalu dicatat secara cermat. Oleh karena itulah kesaksian ahli hukum yang menjadi saksi ahli dalam suatu sidang pengadilan dapat menjadi bahan hukum sekunder.

Begitu pula dengan seminar. Didalam seminar, pemakalah menulis makalah. Apabila makalah hukum, tentu saja makalah itu dapat dijadikan bahan hukum sekunder. Lalu

bagaimana dengan dialog dengan floor dan penulis? Sekali lagi apabila hasil seminar termasuk dialog itu dipublikasikan, dapat saja dialog itu menjadi bahan hukum sekunder lebih-lebih yang berdialog adalah para pakar dibidang hukum tertentu.

Akhirnya mengenai ceramah dan kuliah dapat dijadikan bahan hukum sekunder? Dari beberapa pengamatan, bahan-bahan kuliah dan ceramah dimanapun menjadi buku.

Contohnya, ceramah Roscoe ppound dihimpun manjadi buku Law Finding Through

(12)

tidak tertulis atau yang hanya dipresentasikan dengan menggunakan power poin merupakan bahan hukum? Jika masih menggunakan power poin boleh dikatakan masih tertulis sehingga menjadi bahan hukum sekunder. Adapun yang hanya lisan saja tanpa bahan tertulis sama sekali tidak mungkin dijadikan bahan hukum sekunder. Jika memang masih harus dijadikan rujukan, akan menjadi bahan non-hukum.

G. Penelitian Dalam Bidang Hukum Internasional

Hukum internasioal lazimnya diartikan sebagai hukum internasional publik yang mengatur hubungan antar negara atau antara negara dengan organisasi internasional. Dilihat dari segi historis, sebenarnya hukum internasional timbul karena adanya kebutuhan akan mempertahangkan perdamaian dan aturan-aturan dalam perang. Akan tetapi, pada saat ini hukum internasioanl tidak hanya mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan kenegaraan, tetapi juga mengatur aktivitas bisnis transnasional.

Meskipun demikian, sebagai sumber-sumber hukum internasional masih diacu ketentuan pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional. Menurut ketentuan itu sumber-sumber hukum internasional antara lain :

a. International conventions, whether general or particular, establishing rules expressly recoughnized by the contesting states;

b. International custom as efidence of a general principle accepted as law;

c. General principles of law recognized by civilized nations;

(13)

Dari sumber-sumber hukum tersebut, yang mempunyai otoritas tertinggi adalah yang pertama, yaitu convensi internasional. Hal itu dapat dipahami karena convensi internasional merupakan perjanjian antar negara. Oleh karena itulah convensi mengikat negara peserta convensi tersebut. Hal yang sama juga berlaku bagi treaty, yaitu perjanjian antara dua negara atau lebih yang oleh ketentuan pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional tersebut disebut sebagai particular International convention.

Mengenai kebiasaan-kebiasaan internasional dapat diketemukan di dalam putusan-putusan pengadilan domestik tentang perkara-perkara yang berdimensi internasional. Sebagi contoh dapat dikemukakan putusan King’s Bench Inggris pada tahun 1905 atas kasus Wes Trand Central Gold Mining v. The King, putusan Distrik Cour Of Jerusalem, Israel tahun 1961 atas Raad Belanda tahun 1959 atas kasus The Nyugat. Akan tetapi, dalam melakukan penelitian dengan sumber kebiasaan internasional, peneliti perlu melakukan elaborasi adakah kebiasaan tersebut seiring atau bertentangan dengan hukum domestik tempat pengadilan itu diselanggarakan.

Selanjutnya apa yang disebut sebagai “General Principles Of Law Recognized by Civilized Nations” agak sulit ditentukan karena kriteria Civilized Nation yang tidak jelas, sehingga sulit menentukan yang prinsip hukum mana yang dianggap sebagai General Principles Of Law dan dapat digunakan sebagai sumber hukum Internasional. Meskipun banyak ahloi hukum dan diplomat yang mendasarkan gugatan-gugtannya atas “General Principles Of Law Recognized By Civilized Nations”, pada kenyataannya pengadilan yang bersifat internasional jarang mendasarkan putusannya atas sumber hukum tersebut.

Mengenai putusan pengadilan dapat dikatakan bukan hanya putusan mahkamah internasional, melainkan juga putusan-putusan pengadilan domestik, tetapi kasusnya

(14)

diputus dan belum yang belum diputus, peneliti dapat menggunakan The Yearbook of InternationalCour of Justice. Didalam Yearbook tersebut dimuat daftar kasus yang diajikan kemahkamah internasional. Adapun putusan pengadilan domestik yang dapat dirujukan dalam penelitian dibidang hukum internasional adalah putusan-putusan yang mengandung unsur asing, misalnya salah satu pihak dalam sengketa adalah orang atau badan hukum asing atau mungkin organisasi internasional atau perbuatan diklakukan diluar negeri tetapi

mempunyai akibat didalam teritorial tempat diselanggarakannya peradilan tersebut sebagai contoh dapat diajukan putusan pengadilan tinggi Arnheem, Belanda tahun 1958 dalam kasus J. H. Gf. Open Baar Ministerie, putusan pengadilan kasasi Italya tahun 1946 tentang Penati. Kasus-kasus bukan merupakan sesuatu yang asing didalam studi hukum internasional.

(15)

LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN HUKUM

Di dalam penelitian hukum, dilakukan langkah-langkah:

1) Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminasi hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan;

2) Pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekiranya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan nonhukum;

3) Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan;

4) Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum; dan

5) Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan. Sebagai ilmu yang bersifat prespektif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validasi aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum.

A. Mengidentifikasi Fakta Hukum, Mengeliminasi Hal-hal yang Tidak Relevan, dan Menetapkan Isu Hukum

1. Penelitian Untuk Keperluan Praktik Hukum

(16)

argumentasi hukum dituangkan di dalam Legal Opinion dengan bahasa yang lebih dimengerti oleh klien. Apabila untuk keperluan beracara di pengadilan, argumentasi hukum dituangkan di dalam bentuk eksepsi, pledoi, replik (bagi jaksa), kesimpulan (bagi kuasa penggugat maupun tergugat), maupun putusan hakim. Sebagai langkah pertama dalam penelitian hukum untuk keperluan praktis adalah mengidentifikasi fakta hukum dan mengiliminasi hal-hal yang tidak relevan.

2. Penelitian Untuk Keperluan Akademis

Berbeda dengan penelitian hukum untuk keperluan praktik hukum, penelitian untuk keperluan akademis digunakan untuk menyusun karya akademis. Posisi peneliti selaku praktisi hukum berbeda dengan peneliti untuk penulisan karya akademis. Pada penelitian akademisi, peneliti bersikap netral. Bahkan putusan hakim pun bilamana perlu juga dikritisi dengan dijadikan sasaran penelitian, yaitu dalam penelitian yang bersifat case studi atau yang menggunakan caseapproach. Karya akademisi berupa makalah (term paper), skripsi, makalah dalmseminar akademik, tesis, artikel di jurnal hukum, dan disertasi. Tulisan populer disurat kabar atau majalah meskipun mengandung penelitian tidak dapat dimasukan sebagai karya akademis.

(17)

Untuk karya akademis mahasiswa hukum Indonesia yang disebut skripsi, ada baiknya dibandingkan dengan karya akademisi Fakulti Undang-undang di Malasya dan tugas akhir mahasiswa Faculti of Law, National Universiti Singapura. Tugas akhir mahasiswa fakultas hukum ke dua negeri jiran itu benar-benar merupakan hasil penelitian hukum. Hanya saja sebagai tipikal dari sistem Anglo-Amerika, pendekatan yang mereka lakukan terutama adalah pendekatan kasus. Itulah sebabnya di Malasya tidak jarang tugas akhir diawali dengan beberapa kasus yang di Malasya mereka adaptasi ke dalam bahasa Malasia menjadi Kesdari bahasa Inggris case.

Di Indonesia, skripsi mahasiswa hukum lebih menampakan diri sebagai hasil studi social-legal dari pada karya akademis hukum. Begitu juga tesis hukum dan lebih-lebih disertasi hukum malahan sering kali tidak lebih dari sekedar laporan penelitian. Bahkan tidak jarang tesis atau disertasi atau malahan juga skripsi yang disertai data statistik untuk memberi kesan bahwa penelitian yang dilakukan itu benar-benar merupakan kegiatan ilmiah. Karya akademisi yang demikian sebenarnya bukan merupakan karya akademis hukum, melainkan karya akademisi yang lain. Sebenarnya, baik skripsi, tesis, maupun disertasi mempunyai alur yang sama. Yang membedakan adalah lapisan keilmuan yang dijadikan objek studi. Untuk skripsi hanya menjawab problem yang ada pada tingkat realitas. Pada tesis sudah harus dipersoalkan masalah-masalah yang bersifat teoritis. Adapun untuk disertasi harus mengungkap sesuatu yang bersifat filosofis. Hal ini berlaku untuk ilmu apapun.

(18)

B. Pengumpulan Bahan-bahan Hukum

Begitu isu hukum ditetapkan, peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu yang dihadapi. Apabila di dalam penelitian tersebut penelitian sudah menyebutkan pendekatan perundang-undangan, yang harus dilakukan oleh peneliti adalah mencari peraturan perundang-undangan mengenai atau berkaitan dengan isu tersebut. Oleh karena itulah untuk memecahkan suat isu hukum, peneliti mungkin harus menelusuri sekian banyak berbagai produk peraturan perundang-undangan termasuk produk-produk zaman Belanda. Bahkan undang-undang yang tidak langsung berkaitan tentang isu hukum yang hendak dipecahkan adakalanya harus juga menjadi bahan hukum bagi penelitian tersebut.

Apabila peneliti menggunakan pendekatan kasus, ia harus mengumpulkan putusan-putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi. Akan tetapi tidak berarti hanya Landmark decisions yang perlu diacu, melainkan melainkan juga yang mempunyai relevansi dengan isu yang dihadapi. Begitu juga putusan-putusan pengadilan asing yang dapat

memberikan inspirasi bagi peneliti untuk meminjam ratiodecidendi putusan itu dalam memecahkan isu yangsedang dihadapi.

Apabila peneliti menggunakan pendekatan historis, bahan hukum yang perlu

dikumpulkan adalah peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan, dan buku-buku hukum dari waktu ke waktu.

Apabila peneliti menggunakan pendekatan komparatif, peneliti harus mengumpulkan ketentuan perundang-undangan ataupun putusan-putusan pengadilan negara lain mengenai isu hukum yang hendak dipecahkan. Dalam hal ini disarankan untuk melakukan

(19)

Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah apabila peneliti menggunakan pendekatan konseptual, yang harus dikumpulkan lebih dahulu bukan peraturan perundang-undangan karena belum ada aturan perundang-undangan untuk isu hukum yang hendak dipecahkan. Ia dapat saja mengumpulkan aturan perundang-undangan negara lain atau putusan-putusan pengadilan Indonesia yang berkaitan dengan isu hukum itu atau putusan-putusan pengadilan negara lain yang memang mengenai isu hukum tersebut. Akan tetapi yang lebih esensial adalah penelusuran buku-buku hukum karena banyak terkandung konsep-konsep hukum. Sama halnya dengan penelitian untuk keperluan praktik hukum, dalam penelitian untuk keperluan akademik dengan menggunakan statuteapproach, bahan hukum primer yang pertama kali harus dikumpulkan adalah peraturan perundang-undangan tentang isu yang hendak dipecahkan. Hal itu disebabkan isu yang hendak dipecahkan tersebut berkaitan dengan ketentuan lain, bahkan mungkin berada diluar bidang hukum yang menjadi telaah utama.

Begitu pulah dengan bahan hukum primer yang berupa putusan pengadilan, yang dirujuk mungkin lebih banyak dari pada untuk keperluan praktik hukum. Dari telaah tersebut peneliti dapat menemukan titik pangkal sengketa. Di samping itu juga putusan-putusan pengadilan asing dapat menjadi inspirasi dalam pemecahan isu yang dihadapi.

C. Melakukan Telaah Atas Isu Hukum yang Diajukan

Ketentuan-ketentuan mengenai hal itu terdapat di dalam buku III BW, karena kasus itu tidak dapat dilepaskan dari hukum perjanjian yang termuat di dalam buku III BW mengenai perikatan. Oleh karena itulah sangat dianjurkan kalau peneliti mempelajari serial assertersebut bagian VerbinteniseRech (hukum perikatan). Atau setidaknya tulisan

(20)

Indonesia tersebut. Akan tetapi, apabila ditelaah ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam BW, dapat dipastikan peneliti tidak akan menemukan hubungan antara produsen dan

pemasang watertreatment karena hal itu berada di luar BW. Di dalam kasus itu jelas tidak ada perjanjian tertulis antarapemasangwatertreatment, yaitu Riswanto dengan pengusaha tahu, si klien, oleh karena itulah dapat dipastikan bahwa BW saja tidak mampu menjawab isu tersebut.

Apabila dilihat dari sudut pandang BW, perjanjian antara pengusaha dan produsen watertretment adalah perjanjian jual beli. Adapun antara produsen alat tersebut dengan tukang pasang alat itu tidak mempuinyai hubungan hukum dalam bentuk perjanjian, bahkan salesman yang bernama Yongky hanya memberikan rujukan untuk menggunakan Riswanto. Dengan demikian, sebenarnya telah terjadi perjanjian tidak tertulis antara pengusaha tahu dengan tukar pasang watertreatment. Akan tetapi mungkinkah konsep demikian tertuang di dalam BW.

Mengingat Belanda telah mempunyai NieuwBurgerlijkWetboek(NBW), ada baiknya kalau peneliti dalam membangun argumentasinya mengenai adanya tanggung gugat produsen Water Treatmentdalam kasus tersebut peneliti merujuk kepada NBW yang tidak lain daripada updatingdari BW. Dari NBW yang mengandung komentar dari salah seorang yang ikut menyiapkannya, yaitu Hartkamp, peneliti akan memperoleh dasar ontologi NBW dan ratiolegis adanya ketentuan-ketentuan yang berada dengan yang terdapat pada buku III BW Indonesia yang saat ini masih dipakai.

(21)

Mengingat di dalam kasus tersebut ternyata bahwa alatnya tidak rusak tetapi salah pemasangan, proposisi untuk menyatakan bahwa produsen telah melakukan wanprestasi tidak dapat di terima. Oleh karna itulah dalam kasus ini, pengacara yang menangani kasus tersebut perlu merujuk ke UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Dalam hal ini dapat juga ditelaah pandangan-pandangan yang telah berkembang mengenai perlindungan hukum terhadao konsumen. Apabila pengacara tersebut merujuk kepada pandang-pandangan tersebut,pendekatan yang bdilakukan oleh praktisi hukum itu bukan sekedar pendekatan pendekatan perundang-undangan, melainkan juga pendekatan konseptual selanjutnya untuk memperkukuh argumentasinya bahwa produsen watertreatmenttelah melakukan wanprestasi, pengacara tersebut perlu juga menelaah kasus yang pernah terjadi di negara-negara lain yang dapat membangun hubungan antara produsen alat itu dan tukang pasangnya sebagai apparent Agency.

D. Menarik Kesimpulan Yang Menjawab Isu Hukum

Dengan menggunakan bahan-bahan hukum dan bilamana perlu juga non hukum sebagai penunjang penelitian akan dapat menarik kesimpulan yang menjawab isu yang diajukan.

Untuk contoh kasus telah diajukan empat isu hukum yaitu:

1) Apakah di dalam perjanjian jual beli antara penjual waterThreatmentdengan klien dituangkan kasus mengenai garansi, dan jika ya, apakah bentuik garansi itu!

2) Mengingat menurut salesman tidak ada kerusakan terapi salah pemasangan apakah hal itu masuk ke dalam garansi?

(22)

4) Apakah penjual watertreatment bertanggung gugat atas kerugian yang diderita oleh klien?

Dalam menjawab isu pertama, peneliti yang dalam hal ini lawyerdalam kedudukannya sebagai kuasa penggugat, setelah menelaah ketentuan-ketentuan BW terutama pasal 1320, 1337, dan 1338, perlu menegok ke klausul-klausul perjanjian teersebut untuk mencari adakah klausul tentang garansi (warranty) dan apa bentuk garansi tersebut. Jawaban atas isu hukum tersebut tidak dapat diperoleh dari bahan hukum primer saja, baik berupa undang-undang maupun putusan pengadilan. Dalam mencari pemecahan atas isu tersebut, perlu diacu bahan hukum sekunder. Dari literatur hukum inilah dapat diperoleh jawaban atas isu tersebut. Bahkan untuk yang tidak ada klausul garansi pun, bahan hukum sekunder yang berupa literatur hukum dapat menjawabnya.

E. Memberikan Preskripsi

Referensi

Dokumen terkait

Tipe pernyataan ini juga merupakan lokusi, yakni menyatakan sesuatu kepada pendengar. Lokusi dalam tipe ini merupakan lokusi tidak langsung, karena hanya merupakan berita,

Dari angka-angka yang tampak pada Tabel 1 tersebut, kita dapat menghitung secara gampang kuantitas manure yang dihasilkan per hari dari industri feedlot yang, apabila jumlah

Penggunaan suhu yang lebih rendah dari titik didih pelarut akan menyebabkan proses ekstraksi berjalan dengan lambat dan kurang efisien, sedangkan penggunaan suhu yang lebih

 Penilaian sendiri atas pelaksanaan tata kelola terintegrasi yang dilakukan dengan melakukan analisa terhadap 7 aspek yaitu Direksi, Dewan Komisaris, Komite Tata

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data tentang bagaimana kepemimpinan manajer yang dimiliki Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk- Cisanggarung,

Pinjaman Bilateral yang diterima Pemerintah Indonesia pada semester II tahun 2012 adalah 7 pinjaman dengan total sebesar EUR 16.000.000,00 dan USD 511.776.987,99 yang berasal

diri melalui seni tari 14.1 Memeragakan tari Nusantara dengan pola lantai secara berkelompok 14.2 Menyiapkan pertunjukan tari Nusantara di sekolah 14.3 Menggelar

Dalam pasal ini jelas dikatakan bahwa pencatatan kelahiran yang terjadi lewat batas waktu yang telah ditetapkan maka penduduk tersebut harus melapor ke Pengadilan untuk mendapatkan