13
13
DAMPAK PEMBANGUNAN
DAMPAK PEMBANGUNAN
SUB SEKTOR PETERNAKAN (SAPI)
SUB SEKTOR PETERNAKAN (SAPI)
TERHADAP LINGKUNGAN
TERHADAP LINGKUNGAN
11ua puluh tahun lalu, seminar tentang limbah ternak yang
ua puluh tahun lalu, seminar tentang limbah ternak yang diorganisirdiorganisir oleh the Regional Office for Europe of the World Health oleh the Regional Office for Europe of the World Health Organization (lihat Taiganides, 1977) tampak masih menempatkan Organization (lihat Taiganides, 1977) tampak masih menempatkan limbah ternak sebagai faktor negatif dalam industri ternak. Walaupun pada limbah ternak sebagai faktor negatif dalam industri ternak. Walaupun pada saat itu teknologi pengelolaan limbah juga sudah berkembang di benua saat itu teknologi pengelolaan limbah juga sudah berkembang di benua Eropa, pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah ternak lebih Eropa, pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah ternak lebih difokuskan pada pengurangan faktor negatif tersebut semaksimal mungkin difokuskan pada pengurangan faktor negatif tersebut semaksimal mungkin sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitarnya. Jadi ada
sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitarnya. Jadi ada konotasi negatifkonotasi negatif terhadap keberadaan limbah yang memang tidak dapat dihindari dalam terhadap keberadaan limbah yang memang tidak dapat dihindari dalam industri peternakan.
industri peternakan.
Fenomena semacam itu juga terjadi di belahan dunia lainnya termasuk Fenomena semacam itu juga terjadi di belahan dunia lainnya termasuk Indonesia. Dalam industri peternakan sapi (potong dan perah), khususnya Indonesia. Dalam industri peternakan sapi (potong dan perah), khususnya usaha peternakan secara insentif, limbah yang dihasilkan memang usaha peternakan secara insentif, limbah yang dihasilkan memang mengganggu lingkungan sekitarnya dan ada kalanya menyebar ke radius mengganggu lingkungan sekitarnya dan ada kalanya menyebar ke radius yang lebih luas. Semakin besar kegiatan peternakan yang dilakukan, yang lebih luas. Semakin besar kegiatan peternakan yang dilakukan, semakin besar pula dampak lingkungan yang ditimbulkan. Berbagai upaya semakin besar pula dampak lingkungan yang ditimbulkan. Berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi resiko akibat limbah yang mencemari dilakukan untuk mengurangi resiko akibat limbah yang mencemari lingkungan dan seolah-olah limbah merupakan musuh yang harus lingkungan dan seolah-olah limbah merupakan musuh yang harus dihancur-kan keberadaannya dari usaha beternak sapi. Walaupun pemanfaatan kan keberadaannya dari usaha beternak sapi. Walaupun pemanfaatan limbah sebagai bahan pupuk organik dan sebagai penghasil gas telah limbah sebagai bahan pupuk organik dan sebagai penghasil gas telah diterapkan, limbah tetap dipandang sebelah mata oleh pelaku bisnis diterapkan, limbah tetap dipandang sebelah mata oleh pelaku bisnis peternakan.
peternakan.
Saat ini, khususnya di Indonesia, pandangan tentang limbah ternak Saat ini, khususnya di Indonesia, pandangan tentang limbah ternak bukan lagi sebagai faktor pembeban dalam usaha beternak tetapi malah bukan lagi sebagai faktor pembeban dalam usaha beternak tetapi malah
11Disajikan pada Pelatihan Peningkatan Keterampilan Pendidikan Pembinaan AuditDisajikan pada Pelatihan Peningkatan Keterampilan Pendidikan Pembinaan Audit
Lingkungan/Pengelolaan Lingkungan Subsektor Peternakan di Bogor, 11-16 Lingkungan/Pengelolaan Lingkungan Subsektor Peternakan di Bogor, 11-16 Oktober 1999 (Ditulis bersama Suryahadi).
Oktober 1999 (Ditulis bersama Suryahadi).
D
D
merupakan salah satu tambang keuntungan dari usaha tersebut. Pemanfaatan feses ternak sapi sebagai salah satu bahan pembuatan media cacing tanah yang sangat efektif (Palungkun, 1999) telah membuat feses menjadi barang menjijikkan yang dicari-cari orang. Fesespun jual mahal, dan harganya ikut merangkak naik dengan maraknya budidaya cacing tanah akhir-akhir ini.
Makalah ini akan mengupas berbagai hal yang berkaitan dengan limbah ternak, mulai dari permasalahan yang ditimbulkan sampai potensinya sebagai barang ekonomis.
Industri
Feedlotdan Limbah yang Dihasilkan
Di Indonesia, pada umumnya, yang disebut industri feedlot adalah industri pemeliharaan ternak potong saja. Namun dalam diskusi ini pemeliharaan secara intensif pada ternak perah juga dimasukkan dalam kategori feedlot. Keduanya memang memenuhi kriteria feedlot, yang sedikitnya terdiri atas 3 butir yaitu: (a) pemeliharaan ternak dalam jumlah besar pada suatu area tertentu yang terbatas dalam waktu berkisar bulanan sampai tahunan untuk menghasilkan daging dan susu serta ternak bibit; (b) pakan dan air sebagai kebutuhan utama ternak disediakan di dalam kandang, dalam arti bahwa ternak tidak mencari sendiri (merumput); (c) Lahan yang digunakan untuk pemeliharaan ternak tidak dapat digunakan untuk kegiatan pertanian lainnya. Dengan demikian, kuantitas manure (feses dan urin) yang dihasilkan oleh ternak dalam pemeliharaan secara feedlot sangat besar (dibandingkan tempat pemeliharaan yang terbatas luasannya) dan manure tersebut dihasilkan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Jumlah manure akan cepat menggunung, yang apabila tidak ditangani
secara khusus akan berdampak buruk terhadap lingkungan. Pola pemeliharaan semacam ini ( feedlot) berbeda dengan pola pemeliharaan di padang penggembalaan ( pastura).
Pemeliharaan secara pastura, seperti pada umumnya pemeliharaan sapi potong di Australia (pengamatan pribadi), sapi digembalakan secara bebas pada suatu lahan yang sangat luas. Di lahan tersebut, terdapat juga beberapa genangan air untuk kebutuhan air minum. Manure yang dihasilkan oleh ternak dalam pemeliharaan secara pastura dapat didaur ulang secara in situ. Secara teoritis, manure ternak dapat digunakan sebagai bahan nutrisi untuk pertumbuhan rumput yang juga sebagai pakan utama ternak. Atau, manure tersebut juga dapat digunakan untuk peningkatan kualitas hay yang juga merupakan jenis pakan ternak.
Berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh setiap ekor sapi, jumlah manure yang dihasilkan berkisar antara 10-30 kg untuk sapi potong
kuantitas yang dihasilkan pada pemeliharaan sapi potong dan sapi perah secara intensif.
Tabel 1. Kuantitas beberapa komponen yang dibutuhkan oleh dan dihasilkan dari sapi yang dipelihara secara intensif.
Komponen Jenis Ternak
Sapi potong Sapi perah
Kisaran berat badan sapi 250 - 500 kg/ekor 500 - 650 kg/ekor
Lama pemeliharaan 100 - 180 hari Tergantung masa laktasi
Pakan yang diberikan 8 - 16 kg/ekor/hari 15 - 25 kg/ekor/hari
Air yang diberikan 40 - 120 liter/ekor/hari 60-320 liter/ekor/hari
Manure yang dihasilkan 10 - 30 kg/ekor/hari 40 - 60 kg/ekor/hari
Gas methane 0.25 m3/ekor/hari 0.25 m3/ekor/hari
Dari angka-angka yang tampak pada Tabel 1 tersebut, kita dapat menghitung secara gampang kuantitas manure yang dihasilkan per hari dari industri feedlot yang, apabila jumlah ternak yang dipelahara sangat besar, maka masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh kotoran ternak yang dihasilkan juga sangat besar.
Permasalahan Higienis
Sedikitnya ada tiga problem higienis yang ditimbulkan oleh pemeliharaan ternak secara feedlot, yaitu produksi gas noxious, kontaminasi tanah karena kandungan korotan ternak secara berlebihan, dan polusi air. Gas noxious
Beberapa jenis gas yang dihasilkan dari industri feedlot diantaranya ammonia, hidrogen sulfat, karbon dioksida, dan methan. Gas tersebut dapat menimbulkan gangguan umum melalui penyebaran bau tak sedap dan dapat juga menimbulkan masalah kesehatan bagi manusia atau bagi ternak itu sendiri. Bau tersebut dihasilkan oleh amonia, hidrogen sulfida dan sejumlah besar gugusan organik yang merupakan hasil dekomposisi biologis dari bahan organik dalam manure ternak. Apabila gas semacam itu dihirup (terhirup) dalam konsentrasi tinggi, gas tersebut dapat menyebabkan kematian pada manusia. Pengaruh terhadap manusia dari konsentrasi beberapa gas yang dihirup atau terhirup disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Efek yang ditimbukan dengan adanya gas yang ditimbulkan
Konsentrasi gas Hidrogen sulfat Efek yang ditimbulkan
mg liter udara ppm Kematian secara langsung
1.2 - 2.4 800 - 1600 Kematian dalam waktu 0.5 s.d. 1 jam
0.6 - 0.84 400 - 550 Berbahaya jika dihirup lebih dari 0.5 - 1 jam
0.5 350 Dapat ditoleransi dalam waktu 0.5 - 1 jam
tanpa ada akibat negatif
0.24 - 0.36 160 - 250 Dapat ditoleransi dalam waktu 6 jam tanpa
gejala apapun
0.12 - 0.18 90 - 130
Konsentrasi gas amonia Efek yang ditimbulkan
50% dari total volume
-- Kematian dalam beberapa menit
Konsentrasi gas karbondioksida Efek yang ditimbulkan
7-8% dari total volume
Sufoikasi (suffocation) karena menurunnya konsentrasi oksigen
Kontaminasi tanah
Jumlah cairan manure ternak yang secara berlebihan diaplikasikan ke dalam tanah selama ber-tahun tahun membuat "overload" kapasitas tanah untuk menyaring dan menahan nutrisi dari manure ternak tersebut. Dengan demikian, sejumlah nutrisi merembes ke permukaan tanah atau ke air permukaan, yang tentu saja dapat menimbulkan masalah polusi. Beberapa bahan organik yang berpengaruh terhadap timbulnya kontaminasi tanah tersebut adalah asam phosphor, fosfat, dan nitrat.
Kontaminasi air
Mikroorganisme patogenik dikeluarkan melalui feses atau urin. Dalam banyak kasus, walaupun feses atau urin tersebut diperlakukan sedemikian rupa, mikroorganisme semacam itu kadang-kadang tidak dapat dipunahkan. Oleh karena itu, dalam industri feedlot, tidak menutup kemungkinan adanya sejumlah besar patogen terbuang melalui selokan-selokan yang dibuat di sekitar kandang menyebar ke lingkungan luar melalui aliran sungai. Satu jenis mikroorganisme yang sudah sering ditemukan mencemari air sungai
adalah samonella.
Bakteri salmonella dapat melipat-ganda 100 ribu kali di dalam air sungai yang mengandung 100 mg bahan organik per liter. Pelepasan air yang tercampur manure ternak yang tidak di-treatment (diolah) ke air tanah atau permukaan tanah akan menciptakan behaya kesehatan terhadap manusia
atau ternak yang mengkonsumsi air tersebut. Hal ini menyebabkan munculnya salmonellosis, yaitu suatu penyakit yang mencakup mulai dari gastroenteritis sampai septicaemia, enteric fever dan meningitis yang
menyebab-kan kematian.
Beberapa problem kesehatan lain yang mungkin saja disebabkan oleh pelepasan air yang mengandung manure ternak dari industri feedlot adalah penyakit yang berasal dari coliforms, leptospirosis, tularemia, penyakit mulut dan kuku, hepatitis, hog cholera dan lain lain. Escherichia coli, misalnya, telah diketahui bersifat bahaya terhadap manusia atau ternak dan terkadang menyebabkan kematian pada bayi. Satu dari penyebab pencemaran lingkungan yang sangat jarang terjadi adalah tularemia bacillus yang biasanya ditemukan pada ternak domba atau kelinci.
Dampak Lingkungan Lain
Permasalahan higienis yang dijelaskan di atas merupakan per-masalahan klasik lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya dalam industri feedlot. Kegiatan budidaya tersebut memberikan kontribusi terbesar dalam menimbulkan masalah lingkungan dan ada beberapa kegiatan lain yang secara langsung maupun tidak berperan dalam pencemaran lingkungan, yang di antaranya mencakup tata-laksana pem-berian pakan, manajemen kesehatan, dan, di masa mendatang, pengaruh ternak hasil rekayasa genetik.
Pemanfaatan antibiotik sebagai feed-supplement untuk meningkatkan pertumbuhan ternak merupakan contoh klasik tentang bagaimana mikro-organisme yang membahayakan lingkungan dan manusia ataupun ternak dapat berkembang secara lebih baik. Penggunaan antibiotik telah memung-kinkan terciptanya mikroorganisme yang resistan terhadap antibiotik tersebut sehingga mikroorganisme semacam itu tidak dapat diberantas. Situasi ini diperburuk dengan adanya kemungkinan bahwa suatu mikroorganisme dapat memindahkan daya tahan tersebut ke mikro-organisme lain yang belum pernah terkontaminasi oleh antibioteik tersebut. Dengan demikian, penyebaran mikroorganisme yang tahan terhadap antibiotik dapat semakin cepat dan tentu saja hal ini akan menimbulkan masalah serius apabila mikroorganisme tersebut bersifat patogen.
Telah ada rekomendasi puluhan tahun lalu bahwa penggunaan antibiotik disarankan untuk tujuan therapy dan bukan feed suplement. Namun, hal inipun perlu dicermati karena adanya fenomena yang mungkin saja sama seperti disebutkan di atas.
Bioteknologi rekayasa genetik yang memungkinkan suatu makhluk hidup disisipi gen tertentu yang diisolasi dari makhluk hidup lainnya merupakan teknologi yang perlu dicermati perkembangannya. Walaupun banyak ahli mengklaim bahwa teknologi tersebut membawa kesejahteraan
manusia menjadi lebih baik, bukti-bukti lain menunjukkan fakta yang berlawanan. Kekhawatiran tentang hal ini terungkap dalam makalah yang ditulis Shiva (1994) walaupun dia lebih banyak menyoroti masalah flora daripada fauna. Dampak bioteknologi terhadap kehidupan manusia dan kerusakan lingkungan juga telah menjadi perdebatan serius di tingkat pengambil keputusan, misalnya Krishnayanti dan Jhamtani (1995).
Memanfaatkan limbah secara ekonomis
Berbagai teknologi telah dikembangkan untuk mengubah limbah yang menjijikkan dan pencemar lingkungan menjadi barang ekonomis yang potensial. Setidaknya pemanfaatan limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1) sebagai penghasil energi, 2) sebagai sumber pakan ternak, 3) sebagai pupuk dalam budidaya pertanian.
Sebagai penghasil energi, laporan penelitian dari Fakultas Peternakan IPB pada tahun delapan puluhan menyebutkan bahwa dari 20 limbah ternak dapat dihasilkan 1600 s.d. 2000 liter gas bio per hari. Jumlah gas yang diperoleh ini dapat dimanfaatkan untuk memasak selama 3.5 jam. Ini dapat dimanfaatkan untuk menanak nasi, lauk-pauk atau sayur mayur pagi dan sore hari untuk kebutuhan satu keluarga yang terdiri atas 5 jiwa. Adapun untuk memperoleh sejumlah gas bio tersebut, tangki digester yang dibutuh-kan berukuran 3.5 meter kubik.
Pemanfaatan kembali limbah ternak menjadi pakan ternak juga telah banyak dilaporkan. Satu diantaranya adalah perusahaan sapi perah CV Lembah Hijau di Solo (reporter Majalah Agribisnis Peternakan, 1999). Yang perlu diperhatikan dalam memanfaatkan limbah sebagai pakan adalah: menentukan nilai nutrisi dari limbah; menjamin bahwa pakan dari limbah tersebut tidak mengakibatkan gangguan kesehatan pada ternaknya; Produk ternak yang dihasilkan aman dikonsumsi oleh manusia. Potensi limbah sebagai pakan ternak disebabkan kandungan asam amino yang cukup tinggi. Seperti disajikan pada Tabel 3, sedikitnya ada 17 macam asam amino terkandung dalam feses ternak. Tentu saja, limbah perlu diproses terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternaknya. Beberapa metode yang umum digunakan telah diterangkan secara rinci oleh Day (1977) yang selain mengupas teknologinya juga perhitungan input-outputnya.
Telah lama dilaporkan juga bahwa feses ternak bermanfaat sebagai sumber nutrisi tanaman karena feses ternak mengandung unsur hara yang cukup tinggi. Dengan mengatur kandungan unsur hara dari feses secara proporsional bagi kebutuhan tanaman, feses sangat efektif digunakan sebagai penyubur tanaman (baik tanaman utama maupun tanama hias). Dengan timbulnya dampak negatif dari penggunaan bahan kimia sebagai pupuk, saat ini orang cenderung kembali ke alam dengan memanfaatkan pupuk organik seperti kompos yang bahan utamanya tak lain adalah limbah
ternak. Untuk mengetahui kandungan bahan organik dan bahan anorganik di dalam feses, lihat Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 3. Kandungan asam amino dalam feses beberapa ternak. Asam amino Jenis Ternak
Sapi potong Domba Babi Unggas Arginin 1.1 3.4 3.1 4.2 Histidin 0.7 1.3 1.8 1.8 Isoleucin 1.3 3.7 4.8 4.5 Leucin 3.8 4.4 7.2 7.3 Methionin 2.9 5.1 5.1 4.4 Phenilalanin 0.6 1.5 2.7 0.8 Threonin 0.0 3.4 4.0 4.0 Tryptophan 1.8 4.8 3.7 4.5 Valin -- 0.9 -- --Asam aspartat 2.3 4.9 4.8 5.7 Serin 4.3 -- 6.3 9.7 Asam glutamat 1.5 -- 2.7 4.7 Prolin 3.8 -- 15.6 14.0 Glycin 1.8 -- 4.2 4.9 Alanin 2.7 -- 7.0 7.5 Cystin 4.0 -- 5.3 9.7 Tyrosin 0.2 -- 3.0 2.3 Asam amino total 32.5 33.4 81.9 100
Tabel 4. Komposisi feses (dalam keadaan basah) yang dihasilkan sapi dan babi
Komponen Jenis ternak
Sapi potong Sapi perah Bahan kering 9.9 8.1 Bahan organik 7.6 5.9 Total Carbon 4.8 2.8 Total Nitrogen 0.62 0.35 N-NH4 0.34 0.18 P2O5 0.39 0.17 K2O 0.65 0.51 CaO 0.29 0.21 MgO 0.13 0.07 Na2O 0.07 0.07
Rasio C:N 7.7 8.0
PH 7.7 7.6
Berdasarkan potensi limbah dengan segala kandungan yang ada di dalamnya, Suryahadi dan Pilliang (1999) menerapkan model pengembangan usaha tani terpadu, yang memasukkan limbah sebagai komponen penting selain cacing tanah. Model ini melibatkan budidaya sapi perah, itik, ayam dan ikan lele. Untuk mensuplai kebutuhan pakan hewan selain sapi, cacing tanah juga dibudidayakan yang kastingnya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman hijauan makanan ternak atau tanaman hortkultura lainnya. Manure yang dihasilkan ternak dan sisa-sisa pakan dimanfaatkan sebagai campuran media cacing. Proses pertanian terpadu semacam ini tampak memanfaatkan semua potensi sumber daya yang ada. Keterpaduan usaha semacam ini sudah barang tentu meningkatkan efisiensi produksi dan ramah lingkungan. Ini merupakan satu alternatif pemecahan masalah limbah menjadi barang ekonomis yang mungkin saja sesuai dengan kondisi Indonesia.
Penutup
Pembangunan industri peternakan (khususnya ternak besar), yang saat ini mengalami berbagai kendala ekonomi dan politis, menimbulkan masalah lingkungan sebagai akibat dari siklus biologis kehidupan ternak yang normal. Berbagai kemungkinan munculnya dampak negatif terhadap lingkungan perlu dicermati dan berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi dampak tersebut perlu dipertahankan atau lebih ditingkatkan kualitasnya. Potensi memanfaatkan limbah sebagai barang ekonomis juga semakin terbuka lebar seiring dengan pendayagunaan sumberdaya alam lokal Indonesia yang selama ini kurang mendapat perhatian.
Daftar Pustaka
Day, D.L. 1977. Utilization of Livestock Wastes as Feed and Other Dietary Products. Dalam Animal Wastes. (editor: Taiganides E.P.). Applied Science Publishers LTD, London.: 295-314.
Krishnayanti I.N. dan Jhamtani H. 1995. Bioteknologi dan Keselamatan Hayati: mengantisipasi dampak bioteknologi modern terhadap kehidupan manusia dan etika. Penerbit Konphalindo, Jakarta. 100 hal.
Palungkun R. 1999. Sukses beternak cacing tanah Lumbricus rubellus. PT Penebar Swadaya, Cetakan I. Jakarta. 189 hal.
Reporter. 1999. Seratus Persen Makan Limbah. Majalah Agribisnis Peternakan Vol.2 Tahun 1999: 32-33.
Shiva V. 1994. Bioteknologi dan Lingkungan Dalam Perspektif Hubungan Utara-Selatan (judul asli "Biotechnology and the Environment". Alih Bahasa: Wahyuni Rizkiana Kamah. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 59 hal.
Suryahadi dan Pilliang W.G. 1999. Pendauran ulang limbah ternak dan pengendalian lingkungan. Makalah Pelatihan Singkat Acdemic Networking Peternakan di Lahan Kering, Universitas Tadulako 11-21 Oktober 1999.
Taiganides E.P. 1977. Animal Wastes. Applied Science Publishers LTD, London. 429 hal.