• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR – FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP RENDEMEN TEBU STUDI KASUS DI PABRIK GULA TOELANGAN SIDOARJO JAWA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR – FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP RENDEMEN TEBU STUDI KASUS DI PABRIK GULA TOELANGAN SIDOARJO JAWA TIMUR."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

RENDEMEN TEBU

STUDI KASUS DI PABRIK GULA TOELANGAN SIDOARJ O

J AWA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Program Studi Agribisnis

Oleh :

Ibnu Sabill Adi Putr a

0824010035

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(2)

J AWA TIMUR

SKRIPSI

Oleh :

Ibnu Sabill Adi Putr a

0824010035

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(3)

RENDEMEN TEBU

STUDI KASUS DI PABRIK GULA TOELANGAN SIDOARJ O J AWA TIMUR

Disusun Oleh

IBNU SABIL ADI PUTRA NPM : 0824010035

Telah dipertahankan di hadapan dan diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada tanggal : 07 Desember 2012

Pembimbing : Tim Penguji :

1. Pembimbing Utama 1. Ketua

Ir. Sigit Dwi Nugroho, MSi. Ir. Sigit Dwi Nugroho, MSi.

2. Pendamping Pendamping 2. Sekretaris

Dr.Ir. Eko Nurhadi, MS. Ir. Nuriah Yuliati, MP.

3. Anggota

Dr. Ir. Zainal Abidin, MS.

Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi

Agribisnis

Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. Dr.Ir. Eko Nurhadi, MS.

(4)

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul

“FAKTOR – FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP RENDEMEN TEBU STUDI KASUS DI PABRIK GULA TOELANGAN SIDOARJO JAWATIMUR”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana bagi mahasiswa Fakultas Pertanian Program Studi

Agribisnis UPN “Veteran” Jawa Timur.

Dalam pelaksanaan mulai dari awal sampai selesainya penulisan ini,

banyak pihak yang telah memberikan bantuannya baik secara langsung maupun

tidak langsung yang sangat bermanfaat bagi penulis. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dan dan juga kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP Selaku Rektor Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MSi selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Dr Ir. Eko Nurhadi, MS selaku Ketua Program Studi Manajemen Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur.

4. Ir. Sigit Dwi Nugroho, MSi selaku dosen pembimbing utama

5. Dr Ir. Eko Nurhadi, MS selaku pembimbing pendamping yang telah banyak

memberikan bimbingannya dan arahan hingga terselesaikannya penulisan

skripsi ini,

6. Kedua Orang Tuaku Chasiadi serta Mariana Sofia, serta kakak Maria Sofa

(5)

dan ujian.

7. Teman–teman seperjuangan Ronggo, Ony, Gendon, Black, Ingwang, Fitri,

Sinyo, Udin, Fredy, Charles, Boncu, Novan, Percel terima kasih atas

pertemanan kita selama di fakultas Pertanian Agribisnis semoga kita sukses

di masa mendatang.

8. Semua teman-temanku di Pertanian angkatan 2008 dan semua pihak, terima

kasih yang telah banyak membantu dan telah memberikan kontribusinya

dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan pada penulisan

skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak demi perbaikan selanjutnya.

Akhirnya penulis berharap penulisan skripsi ini berguna dan bermanfaat

bagi pembaca yang membutuhkan.

Wassamualaikum, Wr.Wb.

Surabaya, Desember 2012

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.2 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan penelitan ... 9

1.4 Manfaat penelitiaan ... 9

II. TINJ AUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Penelitian Terdahulu ... 10

2.2 Tebu ... 11

2.3 Penanganan Varietas ... 13

2.4 Analisis Kemasakan ... 14

2.5 Rendemen Tebu ... 18

2.5.1. Pengertian Rendemen Tebu ... 18

2.5.2. Penentuan Rendemen Tebu ... 20

2.5.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Rendemen Tebu... 23

(7)

2.8 Penurunan Rendemen Tebu dan Bobot Tebu ... 33

2.9 Kerangka Pemikiran ... 35

3.0. Hipotesis ... 38

III. METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Penentuan Lokasi Penelitian ... 39

3.2 Pengambilan Data ... 39

3.3 Penetapan Sampel ... 40

3.4 Analisa Data ... 40

3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 44

IV. KEADAAN UMUM PABRIK GULA ... 48

4.1 Sejarah Pabrik Gula Toelangan Sidoarjo ... 48

4.2 Lokasi Pabrik ... 50

4.3 Pengadaan Air ... 50

4.4 Pemasaran ... 51

4.5 Kegunaan Produk ... 51

4.6 Struktur Organisasi ... 52

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

5.1 Perkembangan Rendemen Tebu di Pabrik Gula Toelangan ... 56

5.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Rendemen Tebu di Pabrik Gula Toelangan ... 62

5.2.1. . Koefisien Determinan (R²) ... 69

5.2.2. . Pengujian Hipotesis Uji Semultan (uji F) ... 69

(8)

5.3Solusi yang Seharusnya Dilakukan oleh Pabrik Gula Toelangan

untuk Mengatasi Fluktuaisi Rendemen Tebu ... 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1 Kesimpulan ... 77

6.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(9)

Ibnu Sabil Adi Putra. Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Rendemen Tebu Di Pabrik Gula Toelangan Sidoarjo J awa Timur . Dosen

Pembimbing Utama : Ir. Sigit Dwi Nugroho, MSi . Dosen Pembimbing

Pendamping : Dr. Ir. H. Eko Nurhadi, MS

Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa negara. Rendemen tebu dipengaruhi oleh kualitas tebu dan efisiensi pabrik. Kontribusi kualitas tebu terhadap rendemen adalah sebesar 87,7 %, sedangkan kontribusi efisiensi pabrik terhadap rendemen hanya 12,3 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa, kualitas tebu mempunyai peran yang sangat penting untuk pencapaian rendemen yang semaksimal mungkin.

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Mengetahui rendemen tebu selama 7 tahun terakhir dan prediksi 5 tahun yang akan datang pada tahun 2016 di pabrik gula Toelangan. (2) Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi rendemen tebu di PG Toelangan Sidoarjo. (3) Mengetahui solusi yang di lakukan oleh pabrik gula Toelangan dari aspek sosial dan ekonomi untuk mengatasi rendemen tebu.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan trend quadratik perkembangan rendemen tebu di Pabrik Gula Toelangan sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen tebu menggunakan analisis regresi linier berganda

dengan variabel independen produksi tebu (X1), pupuk (X2), umur panen tebu

(X3), waktu tunggu diemplasemen (X4), dummy variabel jenis tebu (D1) dan

dummy keprasan (D2) serta dalam meneliti solusi yang dihadapi oleh Pabrik Gula

Toelangan hanya menggunakan analisis deskriktif.

(10)

1.1 Latar Belakang

Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu komoditi perkebunan

yang penting dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk

memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa

negara. Rendemen tebu dipengaruhi oleh kualitas tebu dan efisiensi pabrik.

Kontribusi kualitas tebu terhadap rendemen adalah sebesar 87,7 %, sedangkan

kontribusi efisiensi pabrik terhadap rendemen hanya 12,3 %. Kondisi ini

menunjukkan bahwa, kualitas tebu mempunyai peran yang sangat penting

untuk pencapaian rendemen yang semaksimal mungkin. Oleh karena itu

penghargaan prestasi kerja petani tebu secara individual perlu segera

diimplementasikan, untuk memotivasi petani tebu selalu meningkatkan

kualitas tebunya ( Sunantyo dan Santoso, 2000).

Di samping itu, rendemen tebu juga merupakan tolok ukur keberhasilan proses

produksi gula. Penentuan rendemen tebu yang berlaku saat ini masih mempunyai

beberapa kelemahan, antara lain:

1) Sampling tebu individu petani tidak akurat, terutama untuk PG yang besar

(kapasitas giling > 4000 ton tebu/hari). Tebu petani tercampur satu sama

lain.

2) Kadar nira tebu (KNT) sebagai salah satu kriteria kualitas tebu,

ditetapkan sama untuk semua tebu petani dalam 1 periode giling (15 hari

(11)

berdiameter besar dengan tebu berdiameter kecil, serta tebu tanaman

pertama (plant cane) dengan tebu keprasan (ratoon).

Akibatnya hasil penetapan rendemen tebu kurang mencerminkan tebu

individu petani dan tidak pula menghargai prestasi kerja individu petani. Istilah

awamnya, tebu baik dan tebu jelek rendemennya sama saja. Dampaknya, petani

tebu lebih berorientasi pada bobot tebunya dari pada kualitas tebunya. Kondisi

ini perlu segera diatasi, dengan cara mengaplikasikan sistem penetapan

rendemen alternatif yang dapat mengeliminir permasalahan di atas. Adapun

sistem alternatif yang ditawarkan adalah, penetapan rendemen tebu secara

individual menggunakan core sampler set (Arsana, 1997 ; Kartono, 1993 ;

Kusbijanto, 1982).

Gula berbasis tebu dihasilkan oleh 2 kelompok perusahan dengan

manajemen pengelolaan yang berbeda, yaitu PG BUMN dan PG swasta. PG milik

BUMN umumnya mengandalkan bahan baku tebu yang sebagian besar dari

tanaman milik petani, yang dikenal dengan manajemen penggilingan (PG).

Keputusan tanaman, seperti waktu tanam, varietas, pemupukan, pemeliharaan

tanaman dll, sepenuhnya berada di tangan para petani, yang jumlahnya banyak

dan beragam pula kemampuan modal dan keterampilannya. PG BUMN

mengalami kesulitan dan ruwet dalam mengatur jadwal tebang/giling,

pengangkutan tebu sehingga telah berpengaruh negatif terhadap rendemen gula.

Pemisahan manajemen ini dianggap sebagai salah satu faktor yang telah

menyulitkan PG milik BUMN untuk meningkatan efisiensi, produktivitas tebu,

(12)

Berikut ini data perkembangan areal, produksi, produktivitas dan rendemen

tebu di Jawa Timur dalam kurun waktu 2001 – 2011.

Tabel 1. Produksi Tebu dan Tingkat Rendemen J awa Timur Tahun 2001 – 2011

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur

Dalam kurun waktu 11 tahun produksi tebu dan rendemen tebu di Jawa

Timur kurang memberi pengaruh positif terhadap perekonomian di provinsi Jawa

Timur maupun di Indonesia. Dapat dilihat dari tahun 2001 rendemen tebu yang di

hasilkan dari produsi tebu sebesar 11.471.714,80 ton serta menghasilkan

rendemen sebesar 6,30% sampai dengan tahun 2003 produksi tebu yang didapat

hanya 11.089.119,70 ton tetapi rendemen tebu yang dihasilkan mengalami

peningkatan menjadi 6,95%. Pada tahun 2004 produksi tebu mengalami

peningkatan yang cukup meyakinkan menjadi 12.664.376,37 ton serta

menghasilkan rendemen tebu yang didapat juga mengalami peningkatan menjadi

7,27%. Sedangkan rendemen tebu yang dihasilkan oleh Pabrik Gula di seluruh

Jawa Timur yang paling baik pada tahun 2008 sebesar 7,70% tetapi produksi

yang dihasilkan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi

(13)

sebelumnya adalah pada tahun 2010 yang hanya mendapatkan rendemen sebesar

5,97% dan mengalami penurunan yang sangat drastis pula dengan produksi tebu

yang mencapai sebesar 9.619.525,40 ton dikarenakan keadaan iklim dikawasan

Jawa Timur mengalami musim penghujan yang cukup lama sehingga tanaman

tebu mengalami kerusakan serta kadar rendemennya menurun.

Fluktuasi produksi tebu serta rendemen tebu yang terdapat di Provensi Jawa

Timur sangat mempengaruh terhadap kondisi usahatani tebu di Indonesia

sehingga pemerintah pada tahun 2006 telah dicanangkan Gerakan Peningkatan

Rendemen Tebu di Jawa Timur untuk meningkatkan produksi dan produktivitas

tebu sehingga mampu mendukung keberhasilan Program Swasembada Gula

Nasional. Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 45 Tahun 2006 tentang Petunjuk

Teknis Gerakan Peningkatan Rendemen Tebu dan pada tahun ketahun mengalami

naik turun sehingga berpengaruh terhadap produksi gula di Jawa Timur yang

ditetapkan di Surabaya tanggal 28 Agustus 2006, merupakan landasan operasional

bagi gerakan tersebut, dalam pelaksanaannya didasari pula pada keterpaduan dan

harmonisasi pelaku praktisi gula khususnya antara petani dan pabrik gula (PG).

(Sawit, M.H, Erwidodo, T. Kuntohartono, dan H. Siregar. 2004)

Untuk mengupayakan peningkatan rendemen tebu mencakup aspek teknis di

bidang On Farm (meliputi penataan varietas, pemupukan, kontrak giling, dan

monitoring perencanaan tebangan tebu dengan aplikasi pertanian terukur); Tebang

Angkut; Off Farm. Oleh karena itu Pemprov Jawa Timur telah menerbitkan

regulasi pembentukan tim teknis rendemen, yang diharapkan dapat menjadi analis

(14)

diterbitkan dalam Surat Keputusan Gubernur No.188/625/KPTS/013/2010 tentang

Teknis Penentuan Rendemen di Jawa Timur.

Terjadinya penurunan rendemen tebu yang terjadi di Indonesia disebabkan

oleh ketidak pahaman para petani dalam mengelola system penanaman tebu. Hal

ini dikarenakan tanaman keprasan tebu yang seharusnya di panen maksimal 3-4

kali, oleh petani Indonesia dijadikan 8-10 kali panen. Bagi petani selain

menghemat biaya dalam hal pembibitan juga menghemat tenaga kerja bongkar

maupun tanam. Namun hal ini mengakibatkan jumlah rendemen berkurang hingga

7,5 % sedangkan standar maximal rendemen yang digunakan untuk gula 12 %.

Dengan sedikitnya rendemen yang dihasilkan sering kali petani di monopoli

dalam hal penjualan hasil produksi tebu dengan dihargai jauh di bawah harga

standar.

Sebagian petani yang mengerti tentang rendemen tidak serta merta

menerapkan kepras tebu yang 3 kali untuk mendapatkan rendemen yang tinggi.

Petani cenderung membiarkan tanaman tebunya tumbuh hingga panen ulang. Hal

ini dikarenakan petani tebu yang ada selalu mengalami kesulitan dalam

permodalan. Oleh sebab itu usahakan agar tanaman tebu bisa ditebang saat

rendemen pada posisi optimal. Posisi rendemen yang optimal dapat dilihat dari

kemasakan tebu, akan sangat merugikan apabila tebu yang ditebang masih terlalu

muda atau terlalu tua. Setelah penebangan tebu selesai, harus segera diangkut ke

pabrik gula untuk segera digiling. Tebu yang terlalu lama ditimbun di kebun,

kadar gula di dalam batang tebu sebagian akan turun karena terjadi penguapan.

(15)

di pabrik, waktu tunggu tidak boleh melebihi 20 jam. Bila penimbunan tebu lebih

dari 20 jam maka rendemen akan menguap.

Peningkatan rendemen akan meningkatkan produktivitas (produksi) tanpa

perlu meningkatkan kapasitas pabrik gula. Peningkatan kapasitas pabrik berarti

peningkatan biaya bagi industri gula yang pada saat sekarang barangkali tidak

direkomendasikan untuk melaksanakan investasi peningkatan kapasitas pabrik.

Sebagai contoh, dengan kapasitas giling total seluruh pabrik gula di Indonesia

lebih dari 170 ribu ton tebu per hari pada saat ini dan menggiling tebu lebih dari

25 juta ton hanya mampu menghasilkan hablur sebesar 1,7 juta ton. Hal ini berarti

bahwa produksivitas hablur hanya sekitar 5,01 ton per hektar karena kisaran

rendemen rata-rata hanya dinaikkan menjadi 8% maka potensi hablur yang akan

dihasilkan mencapai lebih dari 2 juta ton, dan ini berarti dengan luas areal yang

relatif tetap produktivitas hablur meningkat menjadi sekitar 6 ton per hektar.

Program akselerasi yang akan didukung dengan berbagai terobosan teknologi

menargetkan produktivitas hablur sebesar 8 ton per hektar. Ini berarti apabila

kenaikan produksi hanya bertumpu pada kenaikan rendemen, maka rendemen

rata-rata harus ditingkatkan paling tidak menjadi sekitar 11%. (Pusat Penelitian

Perkebunan Gula Indonesia (P3GI)

 Kondisi Pabrik Gula Nasional

Rendahnya produksi gula nasional antara lain juga disebabkan tidak

efisiennya pabrik-pabrik Gula (PG) yang ada. Pada masa kejayaan industri gula

di tahun 1930, Indonesia memiliki 179 Pabrik Gula (PG). Jumlah PG semakin

menurun karena secara ekonomis tidak menguntungkan. Jumlah PG per

(16)

swasta. Dari 58 Pabrik Gula tersebut, 46 Pabrik Gula berada di Jawa dan 12

Pabrik Gula berada di luar Jawa. Pada umumnya Pabrik Gula beroperasi jauh di

bawah kapasitas giling, karena sebagian besar mempunyai kapasitas giling yang

kecil (<3.000 TCD) dan mesin yang telah berumur lebih dari 75 tahun serta tidak

mendapat perawatan yang memadai, sehingga menyebabkan biaya produksi per

kg gula tinggi sedangkan rendemen yang dihasilkan Pabrik Gula juga sangat

menurun.

Rendemen tebu yang dihasilkan Pabrik Gula selama 10 tahun terakhir

(1993-2004) relatif berfluktuasi dengan rata-rata mencapai 7,24%, jauh lebih

meingkat dibandingkan 10 tahun sebelumnya (1983-1992) yang dapat mencapai

9,8%. Produktivitas gula yang dihasilkan PG nasional selama 10 tahun terakhir

(1993 – 2004) juga relatif rendah dengan rata-rata 5,12 ton/ha. Demikian juga

produksi gula yang dihasilkan PG tersebut relatif rendah dan cenderung menurun

dengan rata-rata –3,3 persen per tahun. Penurunan rendemen, produktivitas dan

produksi gula yang cukup drastis terjadi pada tahun 1998, yaitu mencapai lebih

dari 15 persen (Tabel 2).

Pada Tahun 2002, Departemen Pertanian menerapkan program akselerasi

peningkatan produktivitas gula nasional, yang meliputi kegiatan rehabilitasi atau

peremajaan perkebunan tebu (bongkar ratoon) guna memperbaiki komposisi

tanaman dan varietas sehingga produktivitasnya mendekati produktivitas

potensial. Program tersebut diperkirakan dapat memberikan peningkatan hasil

pada Tahun 2004 ini. Taksasi produksi sampai bulan November 2004

memperkirakan produksi gula dalam negeri akan mencapai 2 juta ton serta

(17)

hanya mencapai 1,63 juta ton dengan rendemen 7,21%. Keberhasilan tersebut

antara lain disebabkan oleh adanya pergantian ratoon seluas 7.000 ha, peningkatan

produktivitas lahan dengan adanya penggunaan bibit berkualitas, dan peningkatan

modal usahatani tebu melalui kredit ketahanan pangan (KKP), serta pengendalian

harga melalui berbagai implementasi kebijakan tata niaga pergulaan nasional.

Tabel 2. Produksi, Produktivitas dan Rendemen Tebu Nasional

Tahun

Sumber : Sekretariat Dewan Gula (2004)

Beberapa metode perhitungan rendemen tebu antara lain menggunakan

faktor rendemen, faktor overal recovery, dan faktor eksternal. Saat ini yang

umumnya dilakukan adalah menggunakan faktor rendemen merupakan

pengukuran tertinggi dalam produktifitas dan berskala ekonomi bagi pelaku bisnis

industri gula, ketepatan perhitungan rendemen sesuatu hal yang mendesak,

sehinggan kepercayaan antara pabrik gula dan petani sebagai mitra bisnis akan

(18)

1.2 Per masalahan

Pemasalahan – Permasalahan yang terdapat pada usahatani tebu adalah:

1. Bagaimana gambaran rendemen tebu di pabrik gula Toelangan pada 7

tahun terakhir.

2. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi rendemen tebu yang ada di

PG Toelangan Sidoarjo.

3. Solusi apa saja yang dilakukan pabrik gula toelangan untuk mengatasi

rendemen tebu agar menjadi stabil

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari karya tulis ini adalah:

1. Mengetahui rendemen tebu selama 7 tahun terakhir dan prediksi 5 tahun

yang akan datang pada tahun 2016 di pabrik gula Toelangan.

2. Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi rendemen tebu di PG

Toelangan Sidoarjo.

3. Mengetahui solusi yang di lakukan oleh pabrik gula Toelangan dari aspek

sosial dan ekonomi untuk mengatasi rendemen tebu.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Menambah pengalaman dan wawasan bagi mahasiswa tentang

pengelolaan tanaman tebu dalam mengurangi naik turun rendemen gula

2. Bahan informasi yang dapat digunakan pemerintah atau instansi yang

terkait dengan tebu dan gula.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak – pihak yang berkepentingan

(19)

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Sriwana (2006) dalam melakukan penelitian tentang pemodelan sistem

untuk peningkatan produksi gula tebu studi kasus di PT PG Rajawali II unit PG

Subang, disimpulkan bahwa untuk meningkatkan produksi gula tebu aspek-aspek

yang harus diperhatikan adalah sistem jadwal tebang tebu, sistem antrian

transportasi tebu, jadwal pemeliharaan mesin pabrik gula dan penentuan kapasitas

operasional pabrik. Aspek-aspek diatas dimaksudkan agar peningkatan produksi

gula tebu tidak hanya di bagian tanaman tapi juga di bagian pabrik gula.

Muhammad Faatihul Huda. (2011) dalam melakukan penelitian tentang

Analisis Pasar Oligopoli Gula Domestik Pada Aspek Fluktuasi Harga,

disimpulkan bahwa Pasar Gula domestik merupakan bagian dari pasar oligopoli,

dimana beberapa produsen memiliki pengendalian penuh atas pasar tersebut. Gula

juga merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako) yang sangat

penting bagi kebutuhan masyarakat sehari-hari, baik dalam skala rumah tangga

maupun industri makanan dan minuman besar ataupun kecil. Namun sejak masuk

tahun 2010 harga gula mengalami kenaikan cukup signifikan hingga Rp. 13000/

kg di beberapa tempat. Kenaikan harga tersebut diduga disebabkan adanya

beberapa faktor yang mempengaruhinya, baik dari aspek supply yang terdiri dari:

Harga gula impor, Luas lahan tebu, Produktivitas tebu, dan Kebijakan pemerintah

maupun dari aspek demand yang terdiri dari: Harga gula impor, Pertumbuhan

jumlah penduduk, Pendapatan Nasional Perkapita, dan Estimasi harga dimasa

(20)

aspek penawaran maupun permintaan, digunakan alat bantu analisis regresi

berganda dalam bentuk cobb douglass, dengan mempertimbangkan uji asumsi

klasik.

Partowinoto (1996) melakukan penelitian tentang menunjukkan bahwa

hasil penetapan rendemen tidak mencerminkan tebu individu petani karena tidak

menghargai prestasi individu. Akibatnya, para petani yang awalnya bekerja keras

untuk berprestasi akan kecewa karena tidak menemukan perbedaan nyata dengan

petani yang berprestasi lebih rendah. Input usahatani berupa bibit, pupuk dan

tenaga kerja yang berbeda tidak membedakan pendapatan petani (Adisasmito,

1998: Murdiyantmo, 2000). Petani yang merasa dirugakan dan timbul kecurigaan

terhadap PG karena pendapatan rendemen tersebut dilakukan oleh PG. Timbul

hubungan yang kurang harmonis antaran PG dan petani, kondisi kemitraan

menjadi tidak kondusif dan terjadi disinsentif terhadap peningkatan produksi

(Husodo, 200; Partowinoto, 1996; Woeryanto, 2000). Oleh karena itu, perbaikan

industri gula saat ini harus menyentuh aspek pengukuran kualitas tebu yang

mampu mengukur prestasi petani secara menjamin akurat tersebut. Teknik dan

sistem penetapan rendemen yang lebih transparan dan adil sangat diperlukan

untuk mendorong petani memproduksi tebu dengan rendemen yang tinggi

2.2 Tebu

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman semusim

yang termasuk famili Graminae dan tumbuh optimal di khatulistiwa pada 39 LU

– 35 LS. Tanaman tebu dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan

dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum untuk

(21)

amplitudo tidak lebih dari 6 C, dengan beda suhu antara siang dan malam tidak

lebih dari 10 C (Indriani dan Sumiarsih, 1992).

Berbagai varietas tebu telah diluncurkan oleh Kementrian Pertanian

untuk meningkatkan produksi petani. Kualitas bibit tebu merupakan salah satu

faktor yang sangat menetukan keberhasilan pengusahaan tanaman tebu. Bibit

tebu yang baik adalah bibit yang cukup (5 – 6 bulan), murni (tidak tercampur

varietas lain), bebas dari penyakit dan tidak mengalami kerusakan fisik. Pada

tabel 3 dapat dilihat beberapa varietas tebu beserta ciri-cirinya.

Tabel 3. Varietas dan Karakteristik Tebu yang Terdapat Di Indonesia

Varietas Diameter batang Kemasakan Rendemen

PS 851 Sedang Awal – tengah 10,74

Bululawang Sedang – besar Tengah – lambat 7,51

Kentung Sedang Awal – tengah 8,33

Kidang Kencana Sedang – besar Tengah – lambat 9,51

Sumber : Kementerian Pertanian, 2009

Penyinaran matahari merupakan unsur ekologi yang penting bagi

pertumbuhan tanaman tebu karena banyak memanfaatkan energi dan CO2 untuk

diubah menjadi glukosa dan serat. Lama penyinaran 12 – 14 jam per hari

menghasilkan sukrosa yang tinggi dan mempercepat pemasakan. Air dibutuhkan

oleh tanaman tebu untuk transpirasi, pengambilan hara, perkecambahan bibit,

(22)

penyimpanan gula. Kekurangan air pada fase vegetatif dan pemasakan akan

mempengaruhi produktivitas tebu. Menurut Notojoewono dan Kusumaningrum

(2005), tanaman tebu memerlukan banyak air pada fase pertumbuhannya dan

memerlukan sedikit air pada fase pemasakan karena kelebihan air pada fase

pemasakan dapat menurunkan rendemen tebu.

Pertumbuhan tanaman tebu yang normal membutuhkan fase vegetatif

selama enam sampai tujuh bulan. Dalam masa itu, jumlah air yang dibutuhkan

untuk evapotranspirasi adalah 3,0 – 5,0 mm air per hari. Dengan demikian curah

hujan bulanan yang diperlukan selama masa pertumbuhan tebu minimal 100 mm.

Setelah fase pertumbuhan vegetatif, tebu memerlukan 2 – 4 bulan kering untuk

proses pemasakan tebu atau pembentukan sukrosa. Curah hujan yang tinggi pada

setelah fase vegetatif akan berakibat kemasakan tebu terlambat dan kadar gula

rendah (Lembaga Pendidikan Perkebunan, 1982).

2.3 Penataan Varietas

Terdapat kecenderungan bahwa dalam penetapan dan pemilihan varietas

yangditanam serta dikembangkan belum atau bahkan tidak mendasarkan kepada

prosesseleksi dan adaptasi yang baik serta pembibitan yang terencana. Jumlah

varietasdalam satu wilayah menjadi tidak terencana, kemurnian varietas di kebun

dankesehatan tanaman tampaknya kurang mendapat perhatian.

Padahal dengan pemakaian bibit yang murni dan bermutu akan mampu

meningkatkan produksi sebesar19%,dengan peningkatan penerimaan pendapatan

hampir dua kali tambahan biaya pengadaan bibit tersebut (Nahdodin, 1993).

Penataan varietas dimulai dari perbaikan mutu bibit atas varietas unggul yang

(23)

kajian adaptasi yang meliputi kegiatan-kegiatan orientasi (ORVAR) dan adaptasi

serta demonstrasi plot atau yang populer dikenal dengan warung tebu (WARTEB).

Pada proses pengembangannya, melalui temu lapang WARTEB para praktisi dan

petani dilibatkan dalam memilih dan menetapkan varietas-varietas mana yang

disukai untuk ditanam.

Secara simultan penyediaan bibit atas varietas-varietas unggul yang ada

pada WARTEB juga disiapkan, sehingga permintaan bibit atas varietas yang

dipiliholeh praktisi telah tersedia dengan cukup. Mengingat arti pentingnya bibit

dalam menunjang peningkatan produktivitas, maka penyelenggaraan kebun bibit

yang benar dan terencana harus dipersiapkandengan baik agar diperoleh mutu

(kebenaran varietas, kemurnian dan kesehatan) bibit yang baik.

2.4 Analisis Kemasakan

Mochtar (1994) menyebutkan beberapa kriteria bagi tebu yang dinyatakan

tebu:masak, segar bersih (MSB) adalah sebagai berikut :

1. Tebu dikatakan masak, apabila secara visual daun tebu sebagian besar

mengering,kecuali pucuknya. Untuk tebu yang mudah mengelentek ( self

trashing), sebagianbesar daunnya rontok, baik karena mengelentek sendiri

ataupun dikelentek. Secara kimiawi, kadar gula (pol, brix, HK, rend) bagian

bawah dan atas hampirsama. Kadar gula reduksinya rendah (biasanya dibawah 0,5

%). Kadar P2O5 tinggi(> 250 ppm). Tebu dikatakan sudah masak jika faktor

kemasakan < 25

2. Tebu dikatakan bersih apabila tidak/sedikit mengandung kotoran non tebu

a.l.:daun,pucuk, klaras, sogolan,tanah, dan benda lain yang bersabut/tidak

(24)

tinggi (diatas80 %), kadar gula reduksi rendah < 0,5 %, kadar amilumnya rendah

< 100 ppm dan kadar tanahnya rendah < 2,5 % bahan kering.

3. Tebu segar secara visual bekas potonganya masih basah (tidak

kering),batangnyatidak keriput dan tidak berjamur. Sedang secara kimiawi HK

niranya tinggi (jauh diatas 80 %), kadar gula reduksinya rendah ( <0,5 %), kadar

dextran rendah (<0,02 % bx) dan pH nya normal (5,4- 5,8)

a. Analisa Kemasakan Tebu

Untuk mengetahui apakah tebu yang ditanam di suatu kebun itu

sudahwaktunya untuk ditebang atau belum, tidak cukup hanya dilihat dari

tanda-tandafisiknya yakni daunnya yang sudah hampir mengering semua serta sebagian

besarsudah menglentek, sebab tanda-tanda tersebut bisa jadi disebabkan oleh hal

lain seperti akibat kekeringan. Cara yang umum dilakukan adalah dengan

melakukananalisa kemasakan atau sering disebut analisa gilingan contoh atau

analisa gilingankecil atau analisa pendahuluan.

Perlu diperhatikan bahwa hasil analisis kemasakan tidak boleh dikaitkan

dengantinggi rendahnya rendemen efektif hasil gilingan besar, karena

sample/contoh/cuplikanyang diambil tidak mewakili seluruh/sebagian kebun

misalnya satu petak tebang.Tata cara pelaksanaan analisa kemasakan khususnya

pada kebun yang dikelola secaraReynoso dan kondisi pertumbuhannya homogen

ialah

(1) menentukan petak maupunjuringan contoh,

(2) kemudian dari juringan-juringan contoh tersebut ditentukan letakbatang

(25)

periode/rondenya. Yang penting baik juringan maupun batang contoh

haruslah mewakili kondisi pertanaman dari seluruh areal tersebut.

(3) melakukananalisa yakni dengan langkah-langkah menglentek daun,

menghitung, menimbang danmengukur batang serta menghitung jumlah

ruasnya

(4) memotong tiap batang menjadi 3 bagian (bawah, tengah dan atas/BTA)

yang sama panjang, masing-masingditimbang,dibelah, dihitung jumlah

ruasnya, serangan hama (khususnya penggerekbatang dan bakteriosis),

keadaan “voos” (gabes) atau adanya lubang di tengah batang.

(5) tiap kelompok bagian batang tersebut digiling di gilingan kecil

denganfaktor perah diusahakan mencapai 60 %.

(6) dari nira tersebut dengan peralatan laboratorium dapat diperoleh nilai brix

dan pol dan dapat dihitung Nilai nira (NN) danHasil bagi Kemurnian

(HK).

Dari analisa beberapa ronde dapat diketahui secara tepat keadaan/faktor

kemasakan (FK), kemungkinan/kosien peningkatan (KP) dan keadaan/kosien

dayatahannya (KDT) dengan rumus-rumus sebagai berikut:

Rendemen B – Rendemen A

Rendemen a.a adalah rendemen rata-rata hasil analisa akhir, sedang Rendemen

a.a.-2

(26)

H.K. (B) (a.a)

K.D.T. = ————————— x 100 %, H.K. (B) (a.a.-2)

Dimana:

H.K. (B) (a.a.) adalah hasil bagi kemurnian batang bawah rata-rata analisa

akhirsementara H.K. (B). (a.a.-2) rata-rata analisa dua ronde sebelumnya.

Tjokrodirdjo (1999) menyatakan karena jalannya FK dari 100 menuju 0,

maka tebu dikatakan masak ketika FK mendekati angka 0. Mochtar (1994)

menyebut angkaFK ideal dimana tebu layak untuk ditebang adalah sekitar 25.

Kosien peningkatansebaliknya berjalan dari 0 sampai > 100. Jika FK > 100% ,

rendemen tersebut masihbisa meningkat, namun bila sudah menurun dibawah 100

berarti rendemen sudahmenurun. Demikian juga KDT apabila = 100% atau lebih

sedikit, kondisi tebu(terhadap kemasakannya) masih dapat ditahan untuk

sementara. Bila sudah < 100%menandakan sudah terjadi perombakan gula

menjadi bukan gula yang disebabkan olehterlalu masak, seyogyanya tebu segera

ditebang.

Penentuan kemasakan tebu dengan cara analisa tiga bagian seperti

diuraikan diatas terasa rumit dan memerlukan tenaga, waktu dan kecermatan,

yang berarti jugamenambah beban biaya pengelolaan tebu. Belum lagi karena

setiap rondenya adabatang-batang yang perlu dikorbankan ditebang untuk

dianalisa, menyebabkan pemilikkebun sering keberatan dilakukan analisa

tersebut. Barangkali karena kerumitan danadanya korbanan batang-batang yang

harus ditebang maka analisa kemasakan tidakdilaksanakan sepenuhnya di

(27)

Ditinjau dari kondisi tanaman tebu dilapangan saat ini, tampaknya agak

sulitmencapai persyaratan untuk dilaksanakan analisa tersebut. Boleh dikata

sangat langkapertanaman dalam suatu hamparan yang relatif homogen, baik

varietasnya, masatanamnya, kategori tanamannya, penyediaan airnya, kondisi

batang biasanya jugasangat heterogen seperti banyak yang roboh, doyong, mati

sogolan dll. Kondisi sepertiitu terutama terlihat pada tebu rakyat, khususnya TRB.

Dengan kondisi yang tidakhomogen tentu saja sample yang diambil sering kurang

mewakili dan menyebabkanpenyimpangan data kemasakannya.

Analisa kemasakan saat ini masih dilakukan, namun tujuannya hanya

sekedarmemenuhi prosedur. Analisa belum tentu dilakukan dalam 10 ronde, di

beberapa PGumumnya hanya 8 ronde. Biasanya analisa dihentikan apabila FK

sudah mencapai sekitar 35-40%

2.5 RendemenTebu

2.5.1. Pengertian Rendemen Tebu

Rendemen tebu adalah kadar kandungan gula didalam batang

tebuyang dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 10

%artinya ialah bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di Pabrik Gula

akan diperoleh gula sebanyak 10 kg. Rendemen itu sendiriada 3

macam,yaitu: rendemen contoh,rendemen sementara, dan rendemen efektif

1 Rendemen Contoh

Rendemen ini merupakan contah yang dipakai untuk mengetahui

apakah suatu kebun tebu sudah mencapai masak optimal atau belum.

Dengan kata lain rendemen contah adalah untuk mengetahui gambaran

(28)

diketahui kapan kapan saat tebang yang tepat dan kapan tanaman tebu

mencapai tingkat rendemen yang memadai.

Rumus: Nilai nira x Faktor rendemen = Rendemen contoh.

2 Rendemen Sementara

Perhitungan ini dilaksanakan untuk menentukan bagi hasil gula,namun

sifatnyamasih sementara.Hal ini untuk memenuhi ketentuan yang

menginstruksikan agar penentuan bagi hasil gula dilakukan secepatnya

setelah tebu petani digiling sehingga petani tidak menunggu terlalu lama

sampai selesai giling namun diberitahu lewat perhitungan rendemen

sementara. Cara mendapatkan rendemen sementara ini adalah dengan

mengambil nira perahan pertama tebu yang digiling untuk dianalisis di

laboratorium untuk mengetahui berapa besar rendemen sementara tersebut.

Rumus : Rendemen Sementara = Faktor Rendemen x Nilai Nira

Rumusan perhitungan rendemen contoh dan rendemen sementara adalah

sebagai berikut (Moerdokusumo, 1993):

R = FR x NN

Keterangan: R = Rendemen (Contoh atau Sementara) dalam persen (%)

FR = Faktor Rendemen

NN = Nilai Nira

3 Rendemen Efektif

Rendemen efektif disebut juga rendemen nyata atau rendemen

terkoreksi. Rendemen efektif adalah rendemen hasil perhitungan setelah

tebu digiling habis dalam jangka waktu tertentu.Perhitungan rendemen

(29)

periode giling sehingga apabila pabrik gula mempunyai hari giling 170

hari,maka jumlah periode giling adalah 170/15 = 12 periode.Hal ini berarti

terdapat 12 kali rendemen nyata/efektif yang bisa diperhitungkan dan

diberitahukan kepada petani tebu.

Tebu yang digiling di suatu pabrik gula jelas hanya sebagian kecil

saja yang akan menjadi gula.Kalau 1 kuintal tebu mempunyai rendemen 10

% maka hanya 10 kg gula yang didapat dari 1 kuintal tebu tersebut.

2.5.2. Penentuan Rendemen Tebu

Tujuan utama penanaman tebu adalah untuk memperoleh hasilhablur

gula yang tinggi. Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan. Tanaman

tebu yang menghasilkan gula terjadi di dalam proses metabolisme tanaman

tebuproses ini terjadi di lapangan (on farm). Pabrik gula sebenarnya hanya

berfungsi sebagai alat ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu

dan mengolahnya menjadi gula kristal.

Hablur yang dihasilkan mencerminkan rendemen tebu,dalam

prosesnya ternyata rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi

oleh keadaan tanaman dan proses penggilingan di pabrik. Untuk

mendapatkan rendemen yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan

ditebang pada saat yang tepat. Namun sebaik apapun mutu tanaman tebu,

jika pabrik sebagai sarana pengolahan tidak baik, hablur yang didapat akan

berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada di batang. Oleh sebab itu

(30)

Berbagai kasus yang mencuat dan bahkan menyebabkan konflik

antara petani dan pabrik gula adalah karena ketidakjelasan penentuan

rendemen. Perhitungan rendemen memerlukan alat dan metode khusus yang

selama ini hanya dilakukan di pabrik. Namun untuk keperluan penelitian

dan keperluan kemitraan petani dengan pabrik diperlukan pengukuran

rendemen dengan cara yang cepat dan sederhana. Salah satu alternatif

metode pengukuran rendemen secara cepat adalah dengan hand

refractometer. Tetapi harus ada suatu konversi antara hasil pengukuran

dengan alat handrefractometer dengan rendemen tebu.

Kandungan gula total dalam batang tebu oleh kandungan gula total

yang dicerminkan oleh persen pol dalam nira tebu. Sementara itu rendemen

yang diperoleh sangat tergantung dari kandungan sukrosa yang merupakan

bagian dari gula total. Selain gula, dalam nira juga terkandung padatan lain.

Besarnya nilai padatan terlarut dicerminkan oleh nilai brix. Angka

rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil di pabrik gula adalah

ratio antara hasil gula kristal (hablur) dengan bobot tebu yang digiling (tebu)

yang disebut rendemen nyata. Perhitungan rendemen nyata yang diperoleh

dilakukan dengan rumus:

= × 100 %

Dari perhitungan ini berarti gula yang diperoleh adalah hanya gula

yang dihasilkan dalam bentuk kristal selama satu periode proses.

Kenyataannyaselama proses terjadi kehilangan gula dalam proses, sehingga

(31)

oleh efisiensi pabrik gula. Kehilangangula selama proses kemungkinan

terbawa dalam bagase (ampas), filtercake (blotong) atau molases (tetes)

(Lembaga Penelitian IPB, 2002). Penggilingan yang kurang baik

menyebabkan sebagian gula masih terbawa dalam bagase. Pada saat proses

pemurnian nira kotor menjadi nira jernih dapat terjadi kehilangangula

bersama dengan filter cake (blotong). Kehilangan gula intinya adalah pada

saat pemisahan antara kristal gula dengan tetes. Pada Gambar 2 disajikan

secara ringkas alur pengolahan gula dan kemungkinan terjadinya kehilangan

gula.

Sumber : Lembaga Penelitian IPB, 2002

(32)

2.5.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Rendemen Tebu

1.Beberapa faktor di pabrik yang Mempengaruhi Rendemen.Tebu yang

sama jika digiling ke PG yang berbeda dapat menghasilkan rendemen

yangberbeda, hal tersebut disebabkan keadaan dalam PG.

a.Peralatan PemerahanUmumnya makin tua dan makin sedikit jumlah

gilingan memerasnya tebu kurangsempurna, sehingga mengurangi juga

gula yang dapat diambil dari tebu yang berakibat juga rendemen kurang

baik.

b. Peralatan pemasakan gula: peralatan yang sudah tua dan mundur

efisiensinyamenyebabkan gula yang hilang waktu pemasakan, sehingga

dapat merugikanrendemen.Senitasi peralatan dalam PG, alat-alat yang

kurang bersih merugikan rendemen.

2. Beberapa faktor di Tanaman yang Mempengaruhi Rendemen.Tanaman

memegang peranan yang penting dalam pembentukan besar kecilnya

rendemen,Faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen pada tanaman

antara lain:

a. Jenis Tebu :

Seperti halnya pada tanaman-tanaman lainnya, pada tebu juga ada jenis

yang mempunyai sifat pembawaan rendemen tinggi, yaitu jenis-jenis POJ

3016, Ps 8, Ps 41, Ps 56 umumnya mempunyai rendemen yang lebih tinggi

dari pada jenis POJ 3067.

• Varietas tebu adalah kumpulan tanaman yang berseifat sama, sedangkan

varietas unggul adalah kumpulan tanaman yang sama dan mempunyai

(33)

unggul diharapkan dicapai suatu tingkat hasil/rendemen tebu yang lebih

tinggi dari pada tingkat rendemen tebu yang dicapai oleh varietas standard

pada suatu keadaan lingkungan yang serupa. Jadi dengan varietas unggul

diharapkan hasil yang lebih tinggi daripada yang selama ini dicapai.

Kontribusi varietas terhadap rendeemen tebu mencapai 60%, karena itu

ketersediaan varietas tebu unggul sebagai sumber teknologi baru adalah

penting dalam ushatani tebu (Dianpratiwi &Imam, 2003: 10).

b. Luas Lahan:

adalah luas areal sawah yang digunakan dalam usahatani tebu pada 1

musim tanam dan dinyatakan dalam satuan hektar (ha)

c. Produksi Tebu:

Jumlah hasil yang didapat dari komoditi tanaman tebu yang diusahakan

pada suatu luas lahan dalam satu musim tanam, dinyatakan dalam ton

pertahun. Rendemen tebu akan meningkat jika produksi tebu yang

didapat oleh pabrik gula memenuhi target yang telah ditentukan

d. Umur Tebu:

Rendemen tebu meningkat bersamaan dengan umur tanaman. Pada

tanaman yang muda mula - mula rendemen rendah, makin tua makin

besar, pada yang terlalu tua rendemen menjadi turun. Keadaan tersebut

umumnya para petani TR sudah merasakan.

e. Mutu Tebangan:

Pada kadar kotoran di atas 3%, ada kecenderungan menurunkan

(34)

• Pucukan: karena bagian atas (bagian yang masih muda) kandungan gula

sangatsedikit, maka tebangan yang pucuknya tidak dipotong akan

menurunkan rendemen.Sehingga dianjurkan agar waktu tebang pucuknya

diambil, karena sekaligus dapatdigunakan untuk bahan tanam. Setiap

36,9 kg pucukan yang turut digiling bersama10 Ku tebu menyebabkan

kehilangan 1 kg gula.

• Kotoran/daduk : kotoran tersebut akan menarik gula dalam nira, sehingga

tebanganyang kiotor merugikan rendemen. Setiap 13,4 kg kotoran kering

yang turut digilingbersama 10 ku tebu menyebabkan kehilangan 1 kg

gula.

• Kurang ngonce: bagi kebun yang tidak akan dikepras, penebangan yang

kurangngonce berarti membuang tebu yang banyak gulanya, sehingga

merugikanrendemen.

• Tebangan yang menginap lama/lesehan: tebangan yang dibiarkan lama

dikebunmaupun di emplasemen PG tidak segera dapat diangkut

merugikan rendemenkarena banyak gula hilang karena antara lain kena

panas dan lain-lain,

• Tebu terbakar yang tidak segera digiling sangat merugikan rendemen

;padaumumnya kebun yang terbakar, oleh PG akan segera ditebang dan

digiling.

f. Mutu pekerjaan kebun

• Waktu menanam: pada tanah-tanah berat dan becek, penanaman yang

tergesa-gesa sehingga tanah kurang mendapat angin (tanah kurang

(35)

dua minggu setelahdicemplong pada tanah-tanah berat tersebut baru

ditanami.

• Bulan tanam : bertalian dengan penyediaan air untuk tanaman tebu, maka

tanamanyang terlalu awal dan terlalu kasip kurang menguntungkan

;bulan terbaik umumnyabulan Mei sampai dengan Juli.

• Penyiangan: rumput merupakan saingan terhadap tanaman utamanya.

Kebunyang kurang dirawat rumputnya sangat merugikan rendemen dan

produksi dapatturun ± 0,11%.

• Pemberian tanah: tanah berguna antara lain memberi makanan,

memberikekuatan. Pengaruh pemberian tanah sebagai berikut : Gulud

maupun klenteksebelum gulud yang sempurna dapat memperbiki

rendemen.

g. Pemupukan

Pupuk adalah bahan baik berupa padat, cair maupun gas yang

mengandung hara yang dibutuhkan tanaman, tidak bersifat racun dan

dapat diberikan melalui tanah ataupun melalui bagian tanaman. Pupuk

dapat dibedakan berdasarkan sifat kelarutan, sifat kimia, mobilitas hara,

kandungan hara, dan jenis hara. Pupuk pada dapat diberikan dengan cara

ditabur pada permukaan, diberikan dalam alur tanaman, maupun

diberikan dalam lapisan bawah. Sedangkan pupuk cair dapat diberikan

dengan jalan disemprotkan pada tanaman ataupun disiramkan pada tanah.

Cara aplikasi pupuk padat yang baik pada tebu adalah ditempatkan pada

alur tanaman dan dibenamkan sehingga tanaman tebu dapat

(36)

• Pupuk Fitase juga mampu meningkatkan ketersediaan hara mineral lain

di dalam jaringan tanaman seperti Ca, Mg, dan Fe. Hara tersebut dapat

dimanfaatkan tanaman untuk sintesis klorofil sehingga dapat

meningkatkan fotosintesis dan metabolisme dalam tanaman yang secara

tidak langsung dapat meningkatkan rendemen tebu (Nurhasanah, 2007).

h. Hama dan Penyakit .

Pada saat ini hama penggerek merupakan musuk utama bagi tanaman

tebu.Serangan penggerek pucuk dari hasil-hasil sebelum perang dapat

menurunkanrendemen ± 4%, kerugian gula ± 10% pada serangan ± 30%.

j. Keprasan

Penambahan tingkat keprasan akan mengakibatkan terjadinya penurunan

rendemen, hasil penelitian Kuntohartono (2000) menyatakan bahwa hasil

panen keprasan makin menurun dengan semakin besarnya ulangan

pengeprasan. Karenanya, jumlah keprasan dibatasi satu sampai tiga

keprasan saja. Pada penelitian Husnan,et al. (2000) di PG Cintamanis

tahun 1997-2000 terlihat adanya penurunan produksi tebu keprasan II

dibanding tebu keprasan I, dengan rata-rata produksi sebesar 7,86%.

Percobaan di lahan PG Pesentren Baru oleh Kuntohartono dan Djajadi

(1985) juga melaporkan keadaan yang sama, yaitu terjadi penurunan

produksi rata-rata sebesar 30% pada tanaman keprasan I dan 54% pada

tanaman keprasan II dibanding dengan produksi tebu baru.

k. Keadaan Tanaman

Rendemen akan turun jika tanaman:

(37)

• Tebu doyong maupun roboh.

• Tebu banyak keluar sogolan.

• Tebu yang gabes.

l. Kemasakan

Merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegetatif menurun dan

sebelum batang tebu mati. Pada fase ini gula di dalam batang tebu mulai

terbentuk hingga titik optimal hingga berangsur-angsur menurun. Fase ini

disebut juga fase penimbunan rendemen gula.(Cahya Nujmudinr

Ohman,2010)

m. Keadaan Lingkungan

o Iklim

Curah hujan sangat mempengaruhi rendemen. Hujan pada bulan Oktober

dan Nopember berpengaruh baik pada rendemen, sedang hujang pada

bulan Mei sangat merugikan rendemen.

o Letak Daerah

-Di Dunia:Daerah-daerah penanaman tebu yang terletak 160 Lintang

Utaradan 200 Lintang Selatan garis katulistiwa menghasilkan rendemen

yang relatif lebih tinggi dari pada di luar batas tersebut.

-Di Jawa: ada daerah-daerah yang mempunyai potensi menghasilkan

rendemen tinggi (daerah Madiun, Solo), ada daerah-daerah dekat

pantai,antara lain daerah Sidoarjo, Probolinggo.

-Dalam satu daerah PG juga terdapat kebun-kebun yang rendemen

(38)

o Keadaan air tanah

Pada daerah yang air tanahnya tinggi (daerah-daerah dekat pantai)

umumnya rendemen lebih kecil dari pada daerah-daerah yang air

tanahnya sedang.

o Daerah dataran tinggi

Umumnya rendemen lebih tinggi dari pada di dataran rendah.Pada jenis

yang sama di daerah Malang dapat mempunyai rendemen yang

lebihtinggi dibanding jika jenis tersebut ditanam misalnya di daerah

Sidoarjo Delta.

2.6 Sistem Tebang Muat Angkut

Pengelolaan tebang muat angkut (TMA) sangat berperan dalam

menyediakan tebu untuk kebutuhan pabrik selama musim giling. Kekurangan atau

kerusakan bahan baku tebu di pabrik menyebabkan pabrik berhenti giling.

Kesukaran dalam penebangan/pengangkutan akan menyebabkan tertundanya tebu

digiling atau kekurangan tebu harus diinformasikan sehingga dapat diambil

tindakan untuk mengatasinya.

Sistem tebang yang dimaksud adalah apakah tebu akan ditebang secara

manual atau mekanis atau kedua-duanya; tebu akan ditebang sebagai tebu utuh

atau dipotong-potong (chopped cane); dipanen sebagai tebu segar atau dibakar.

Setiap kombinasi sistem yang digunakan, memerlukan persiapan, perlakuan dan

penyediaan sarana/prasarana yang berbeda (Mochtar et.al., 1988).

Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas penebang tebu, yaitu

kondisi tebu segar atau terbakar, karakteristik dan persentasi trash (kotoran),

(39)

ditebang, kesesuaian alat tebang yang digunakan, dan sistem pembayaran dan

finansial penebang. Produktivitas penebang dapat bervariasi, mulai dari 1

ton/orang/hari untuk menebang dan muat dengan kondisi tebu segar (seperti di

Vietnam dan Indonesia). Untuk tebu yang dibakar terlebih dulu akan melebihi

angka 1 ton/orang/hari. Di Australia, sebelum menggunakan penebangan mekanis,

penebang di Australia memiliki produktivitas 1,5 ton/orang/hari dengan

penebangan tebu dibakar dahulu dan pemuatan dengan mekanis (Weekes, 2004).

Penebangan secara manual, pelaksanaan seluruh kegiatan sejak penebangan,

pembersihan klaras (sisrikan), pengikatan dan muat tebu hasil tebangan dilakukan

seluruhnya oleh tenaga manusia (Mochtar, 1988). Untuk penebangan secara

manual, penebangan tebu dilakukan dengan tebu tebang utuh. Pembakaran

sebelum penebangan menjadi tidak efisien, karena biasanya penebangan

dilakukan pada pagi hari, dan baru akan dimuat pada siang atau bahkan sore hari.

Proses pembakaran akan menambah waktu tebu mati dan proses giling

selama 12 – 18 jam dibandingkan dengan tebu segar (tidak terbakar) . Sedangkan

waktu tunggu maksimal antara penebangan dan giling tebu yang telah terbakar

adalah 24 jam dan tebu yang telah dipotong-potong adalah tidak lebih dari 12 jam.

Untuk tebu yang segar (tidak terbakar) memiliki interval waktu lebih panjang,

yaitu 48 jam (Weekes, 2004).

Penebangan secara mekanis dengan tebu dipotong-potong menyebabkan

kerusakan kualitas tebu lebih cepat daripada tebu yang ditebang secara utuh.

Secara aturan empiris, tebu yang dipotong-potong harus segera digiling, waktu

(40)

keuntungan dapat mereduksi waktu antara tebu ditebang dan digiling sampai 12

jam.

Banyak faktor yang mempengaruhi suatu pabrik menggunakan penebangan

manual atau mekanis. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah topografi,

kerataan permukaan kebun, pegunungan, luas areal kebun, dan akses menuju ke

kebun dari pabrik. Penebangan secara mekanis menjadi tidak biasa dilakukan

karena mesin pemotong memiliki beban yang sangat berat sehingga kebun tebu

dan akses menuju kebun membutuhkan adaptasi dan persiapan. Alat transportasi

dibutuhkan dan bengkel mesin harus selalu tersedia

2.7 Sistem Bagi Hasil

Menurut keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 1083 /

Menhutbun-IX/1998 tentang Kebijaksanaan Peningkatan Produktifitas Industri

Gula antara lain :

1) Petani bebas memilih antara Sistem Pembelian Tebu (SPT) atau Sistem Bagi

Hasil (SBH) melalui kesepakatan antara Pabrik Gula dengan petani yang

dituangkan dalam perjanjian kerjasama.

2) Berdasarkan hablur bagian petani dan Pabrik Gula dihitung berdasarkan

ketentuan sebagai berikut :

a. Untuk rendemen tebu sampai dengan 8,90 % maka hablur bagian petani adalah

65 % dari rendemen tebu yang dicapai.

b. Pada rendemen tebu diatas 8,90% maka agar petani terangsang meningkatkan

efisiensinya, maka hablur bagian petani dihitung dengan rumus :

T = 50,8 + 1,6 x R dan

(41)

Dimana :

T = Hablur bagian petani dalam persen dari rendemen tebu

P = Hablur bagian Pabrik Gula dalam persen dari rendemen tebu

R = Rendemen tebu dari tebu rakyat yang diolah Pabrik Gula.

Bagi penyerahan tebu yang menggunakan Sistem Bagi Hasil (SBH), selain hasil

gula yang menjadi hak petani maka petani juga memperoleh tetes sebesar 2 kg

setiap kwintal tebu.

3) Berdasarkan SK. Gubernur tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan

Pemitraan Tebu Rakyat di Jawa Timur pada musim giling namun 1998 :

a. Dengan memperhatikan kondisi gula sebagai komoditi prioritas, maka

percadangan areal untuk penanaman tebu di lahan sawah diatur secara bergiliran

dengan komoditi lain atas dasar musyawarah dala rembung desa. Sedangkan tebu

di lahan tegalan dapat dikembangkan seluas-luasnya dengan memperhatikan

aspek konservasi lahan.

b. Pembinaan tebu rakyat ditempuh melalui kemitraan antar petani/ kelompok tani

dengan Pabrik Gula yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah yaitu

secara prioritas dapat berbentuk :

1.) Tebu Rakyat (TR) Kredit yaitu tebu rakyat yang dikembangkan oleh petani

dengan memanfaatkan kredit koperasi primer untuk anggotanya KKP (Kredit

Ketahan Pangan) dengan bimbingan teknis dan pengolahan hasil oleh perusahaan

mitra.

2.) Tebu Rakyat Mandiri, yaitu tebu rakyat yang dikembangkan oleh petani

dengan modal sendiri dengan bimbingan teknis dan pengolahan hasilnya oleh

(42)

3.) Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani (TR KSU) yaitu tebu rakyat yang dilakukan

oleh petani pemilik lahan dengan menyerahkan pengelolaannya pada perusahaan

mitra atas dasar kesepakatan bersama yang saling menguntungkan dengan

memperoleh jaminan penghasilan tertentu dengan memanfaatkan Kredit

Ketahanan Pangan atau kredit lainnya.

4.) Sewa lahan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Pola ini diterapkan

dalam keadaan terpaksa dimana ketiga pola diatas tidak dapat terlaksana.

c. Bentuk – bentuk pola kemitraan antara petani dengan Pabrik Gula tersebut

diatas, pelaksanaanya tergantung pada pilihan petani sendiri yang ditentukan pada

saat motivasi.

d. Untuk menunjang kelancaran kegiatan motivasi dan musyawarah dengan petani

perlu dibentuk tim pemandu.

2.8 Penurunan Rendemen Tebu dan Bobot Tebu

Tujuan TMA (Tebang Muat Angkut) menyelamatkan tebu MSB (Masak

Segar Bersih) sebanyak-banyaknya, namun hasil pengamatan di sebuah pabrik

gula di Jawa seperti diilustrasikan pada Gambar 2 menunjukkan penurunan kadar

tebu bisa mencapai 6.0 % dalam perjalanannyamulai dari kebun, di cane yard atau

emplasemen dan terakhir di pabrik.

Dari kebun kecane yard atau emplasemen mencapai 2.5 %, sedangkan dari

cane yard atau emplasemen hingga ke luar dari proses pabrik mencapai 3.5 %.

Belum lagi jika memperhitungkan penurunan bobot tebunya.Penurunan kadartebu

dari kebun ke cane yard umumnya disebabkan penundaan giling. Tebu di lasahan

terlalu lama, akibat terlambatnya angkutan atau produktivitas tebangan kurang,

(43)

hasil tebangan ditimbun dan diatur baik untuk digiling langsung maupun sebagai

persediaan giling malam hariyang disesuaikan dengan konsep FIFO (First In First

Out) atau First In FirstServed (FIFS). Konsep FIFO adalah konsep dimana tebu

yang datang pertama ke pelataran tebu, maka akan digiling pertama pula.

Gambar 2. Proses Tebang Muat Angkut dari Kebun ke Pabrik Dikaitkan dengan Kadar Gula di PG Toelangan.

Lamanya tebu di lahan perkebunan umumnya karena menunggu tebu

terkumpul dulu cukup banyak untuk diangkut, atau karena menunggu alat angkut.

Hal ini disebabkan jumlah tenaga TMA yang tidak mencukupi kebutuhan untuk

tenaga penebangan dan penggilingan. Tebu yang berada di emplasemen atau cane

yard lama tidaknya bisa disebabkan karena pabrik mengalami kerusakan sehingga

tebu harus tertunda proses giling, dan mengakibatkan terjadi penurunan kadar

gula.Dari pengamatan di beberapa PG juga menunjukkan bahwa kendala dalam

kegiatan TMA, hampir selalu sama, yakni berkurangnya jumlah tenaga tebang

(44)

kebakaran tebu yang tidak terkendali sehingga menyebabkan fluktuasi rendemen

tebu terjadi.

2.9 KERANGKA PEMIKIRAN

Kegiatan industri gula di Pabrik Toelangan terdiri dari berbagai macam

kegiatan yang mendukung tentang peningkatan rendemen tebu serta

menanggulangi penurunan rendemen yang cukup merugikan petani tebu dengan

faktor - faktor yang menyebabkan rendemen tebu terjadi.

rendemen tebu terjadi saat tebu berada di kebun dan saat tebang sampai

akhir proses pengolahan gula hingga mencapai 35 persen sisanya terjadi pada saat

berada di Pabrik. Dalam pernyataan Dardak (2006) menyatakan bahwa penurunan

rendemen tebu antara lain disebabkan oleh penerapan teknologi yang memenuhi

baku mutu budidaya dan pengguaan varietas – varietas lama yang telah

mengalami degradasi genetik. Oleh sebab itu dilakukkan upaya melalui kegiatan

pemasyarakatan teknologi budidaya tebu untuk meningkatkan pengetahuan,

kemampuan dan keterampilan serta merupakan sikap dan cara pandang (atas

teknologi baru) agar petani tebu lebih tanggap terhadap inovasi – inovasi baru.

Salah satu metode yang dipandang dapat memberikan dampak kuat

terhadap perubahan – perubahan sikap dan cara pandang (atas teknologi baru)

para petani adalah melalui pemasyarakatan teknologi budidaya dalam bentuk

kebun peragaan. Sudaryanto (2006) menyatakan bahwa diseminasi teknologi

kepada pengguna, sehingga teknologi yang dihasilkan memberi manfaat optimal

bagi masyarakat. Meskipun demikian keputusan mengadopsi suatu jenis teknologi

bukan hanya masalah teknis karena merupakan dependent variabel dari kondisi

(45)

dicapai adalah input teknologi berupa varietas unggul baru dan pupuk halei atau

kalina dapat meningkatkan rendemen tebu.

Gambar 3. Alur Kerangka Penelitian Rendemen tebu

Analisa rendemen dilakukan berdasarkan pengukuran parameter mutu gula

tebu. Parameter yang diukur adalah nilai briks dan pol tebu. Pengukuran

dilakukan di kebun, pada saat tebu ditebang dan di pelataran tebu pada saat tebu

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Penentuan Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (Teknik

Purposive) yaitu di PT. PG Toelangan Sidoarjo. Penentuan daerah ini berdasarkan

pertimbangan bahwa daerah ini berpotensi untuk usahatani tebu. Salah satunya

dalam Pengelolaan Tanaman Tebu Dalam Mengurangi Kehilangan Rendemen

Gula di Pabrik Gula Sidoarjo yang selama ini masih menjadi polemik di petani

tebu dan pabrik gula di Jawa Timur kususnya di pabrik Toelangan itu sendiri.

3.2 J enis dan Sumber data

Jenis dari penelitian ini adalah penelitian penjelasan atau explanatory yaitu

yang menyoroti hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji

hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

a. Data Sekunder / eksternal

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder/eksternal dengan

menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber di luar

lembaga yang menggunakanya. Kemudian data tersebut dikumpulkan dan

dipublikasikan oleh lembaga-lembaga resmi tersebut antara lain Pabrik Gula

Toelangan yang berkaitan dengan obyek penelitian ini.

Dengan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Renemen Tebu (Y),

Produksi Tebu (X1), Harga Pupuk (X2), Umur Panen Tebu (X3), Waktu Tunggu

(47)

3.3 Penetapan Sampel

Sampel yang di teliti pada penelitian ini adalah rendemen tebu. Jumlah

sampel di ambil dalam penelitian ini sebanyak 43 data rendemen tebu dari

masa giling pada tahun 2005 sampai dengan masa giling tebu tahun 2011

3.4 Analisis Data

Metode analisis data yang dimaksud adalah proses menghitung dari data

yang ada baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan sesuai tujuan yang di

harapkan sebagai berikut:

1. Untuk menjawab tujuan pertama yaitu mengenai perkembangan rendemen

tebu digunakan Analisa Trend kuadratik yang pada dasarnya merupakan

analisis regresi linier sederhana, yang menjelaskan hubungan antara variabel

independen atau (X) yang selalu menjelaskan hubungan antara variabel

dependen (Y), dan tidak memungkinkan sebaliknya. Rumusan

matematikanya sebagai berikut

¡ = + ¡ ²

Dimana :

Y¡ = Perkembangan rendemen tebu

X¡ ² = Indeks tahun (2005 – 2011)

a,b = Intersep / bilangan konstant

Untuk mengetahui nilai a,b d dan c metode kuadrat terkecil dapat digunakan

rumus sebagai berikut :

(48)

= ∑

∑ ²

Keterangan :

X = indeks tahun ke – i

Y = perkembangan rendemen tebu

n = banyaknya pasangan data

kriteria pengujian :

Ho ditolak Hı diterima apabila b > 0, maka ada peningkatan

perkembangan rendemen tebu. Hal inin disebabkan adanya data peningkatan atau

kenaikan dari tahun ketahun.

Ho diterima Hı ditolak apabila b 0, maka tidak ada peningkatan

perkembangan rendemen tebu. Hal ini disebabkan adanya penurunan jumlah data

dari tahun ketahun.

2. Untuk menjawab tujuan kedua digunakan metode analisis Regresi Linier

Berganda yaitu untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel

prediktor (variabel bebas) terhadap variabel terikat.

Rumus :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ... +e

Y = Rendemen (%)

a = konstanta

b1,b2,b3,b4 = koefisien regresi

X1 = Produksi Tebu ( Ton/ha)

X2 = Harga Pupuk (Rp/Kwintal)

(49)

D1 = Variabel Jenis Tebu (Ps 862 dan Ps 864)

D2 = Keprasan (1 sampai 3)

е = error

- Koefisien Determinasi Sampel

R2 dapat diartikan sebagai suatu nilai yang mengukur proporsi atau variasi

total di sekitar nilai tengah Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi.

Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1.

- Uji-t (uji parsial)

Uji t dilakukkan untuk menguji hipotesisi yakni “Faktor – Faktor yang

Mempengaruhi Rendemen Tebu Study Kasus di Pabrik Gula Toelangan

Sidoarjo Jawa Timur”. Cara yang dilakukan adalah dengan melihat level of

significant (= 0,05) masing-masing variabel bebas. Jika nilai signifikansi

lebih kecil dari 0,05 maka Ho dan H1 adalah sebagai berikut :

X1 : Ho : b1 = 0 artinya tidak ada pengaruh yang berarti antara variabel X1

secara parsial terhadap variabel Y.

H1 : b1 ҂ 0 artinya ada pengaruh yang berarti antara variabel X1

secara parsial terhadap variabel Y.

X2 : H0 : b2 = 0 artinya ada pengaruh yang berarti antara variabel X2 secara

parsial terhadap variabel Y.

H1 : b2 ҂ 0 artinya ada pengaruh yang berarti antara variabel X2

secara parsial terhadap variabel Y.

X3 : H0 : b3 = 0 artinya tidak ada pengaruh yang berarti antara variabel X3

(50)

H1 : b3 ҂ 0 artinya ada pengaruh yang berarti antara variabel X3

secara parsial terhadap variabel Y.

X4 : H0 : b4 = 0 artinya tidak ada pengaruh yang berarti antara variabel X2

secara parsial terhadap variabel Y.

H1 : b4 ҂ 0 artinya ada pengaruh yang berarti antara variabel X4

secara parsial terhadap variabel Y.

- Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dapat didasarkan dengan menggunakan dua hal, yaitu: tingkat

signifikansi atau probabilitas (α) dan tingkat kepercayaan atau confidence interval.

Didasarkan tingkat signifikansi pada umumnya orang menggunakan 0,05. Kisaran

tingkat signifikansi mulai dari 0,01 sampai dengan 0,1. Yang dimaksud dengan

tingkat signifikansi adalah probabilitas melakukan kesalahan tipe I, yaitu

kesalahan menolak hipotesis ketika hipotesis tersebut benar. Tingkat kepercayaan

pada umumnya ialah sebesar 95%, yang dimaksud dengan tingkat kepercayaan

ialah tingkat dimana sebesar 95% nilai sample akan mewakili nilai populasi

dimana sample berasal. Dalam melakukan uji hipotesis terdapat dua hipotesis,

yaitu:

• H0 (hipotessis nol) dan H1 (hipotesis alternatif)

Contoh uji hipotesis misalnya rata-rata produktivitas pegawai sama dengan 10

(x= 10), maka bunyi hipotesisnya ialah:

• H0: Rata-rata produktivitas manajemen pabrik sama dengan 10

• H1: Rata-rata produktivitas manajemen pabrik tidak sama dengan 10

Hipotesis statistiknya:

(51)

• H1: x > 10 Untuk uji satu sisi (one tailed) atau

• H1: x < 10

• H1: x ≠ 10 Untuk uji dua sisi (two tailed)

3. Untuk mencapai tujuan ketiga digunakan analisis deskriktif yaitu dengan

memberikan solusi tentang permasalahan – permasalahan yang telah di

hadapi oleh pabrik gula Toelangan Sidoarjo.

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.

1. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu komoditi perkebunan

yang penting dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk

memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil

devisa negara.

2. Rendemen tebu (Y)

Rendemen Tebu adalah kadar kandungan gula didalam batang tebu yang

dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 10 %,artinya ialah

bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di Pabrik Gula akan diperoleh

gula sebanyak 10 kg.

3. Produksi Tebu (X1)

Produksi tebu merupakan jumlah tebu yang dihasilkan selama satu musim

tanaman tebu dalam satuan kuintal per ha. Pada usahatani tebu ada produksi

tebu lebih di utamakan dalam hal mendapatkan rendemen tebu yang tinggi

dikarenakan produksi tebu adalah bahan utama dalam pembentukan gula.

4. Harga Pupuk (X2)

Pupuk merupakan salah satu penting bagi usahatani tebu yang dinyatakan

Gambar

Tabel 1. Produksi Tebu dan Tingkat Rendemen  Jawa Timur Tahun 2001 – 2011
Tabel 3. Varietas dan Karakteristik Tebu yang Terdapat Di Indonesia
Gambar 1. Alur Pengolahan Menjadi Gula Kristal
Gambar 2. Proses Tebang Muat Angkut dari Kebun ke Pabrik Dikaitkan dengan   Kadar Gula di PG Toelangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Petani tebu yang diteliti adalah petani tebu yang menerapkan penananam dengan bibit bud chips dan yang menjadi mitra Pabrik Gula Ngadiredjo.. Pendapatan yang diukur dalam

Analisis Tingkat Kepuasan Petani Tebu Rakyat Pabrik Gula (PG) Semboro Kabupaten Jember ; Luqmanul Hakim, 081510601078; 2013: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut. 1) Mengetahui proses produksi gula kristal putih pada Pabrik

Upaya perbaikan daya saing gula nasional perlu terus diupayakan diantaranya melalui penciptaan varietas tebu dengan tingkat produktivitas yam lebih tinggi, teknik

Fadhilah, Rahayu Nur 2012, Pengaruh Dongeng Bertema Sosial Terhadap Tingkat Empati Anak Di TK Kusuma Harapan Pabrik Gula (PG) Krembung Sidoarjo.. Skripsi, Jurusan

Sedangkan pabrik gula sebagai lembaga pengolahan sangat mempengaruhi motivasi petani terkait dengan transparansi dalam penentuan rendemen yang menjadi dasar tingkat bagi hasil

Abstrak : Analisis Peran Pemerintah dalam Mengatasi Limbah Industri Pabrik Gula Tjoekir (Studi pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Jombang). PG Tjoekir merupakan anak

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul : Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung, Jawa Timur adalah