RENDEMEN TEBU
STUDI KASUS DI PABRIK GULA TOELANGAN SIDOARJ O
J AWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Program Studi Agribisnis
Oleh :
Ibnu Sabill Adi Putr a
0824010035
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
J AWA TIMUR
SKRIPSI
Oleh :
Ibnu Sabill Adi Putr a
0824010035
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
RENDEMEN TEBU
STUDI KASUS DI PABRIK GULA TOELANGAN SIDOARJ O J AWA TIMUR
Disusun Oleh
IBNU SABIL ADI PUTRA NPM : 0824010035
Telah dipertahankan di hadapan dan diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada tanggal : 07 Desember 2012
Pembimbing : Tim Penguji :
1. Pembimbing Utama 1. Ketua
Ir. Sigit Dwi Nugroho, MSi. Ir. Sigit Dwi Nugroho, MSi.
2. Pendamping Pendamping 2. Sekretaris
Dr.Ir. Eko Nurhadi, MS. Ir. Nuriah Yuliati, MP.
3. Anggota
Dr. Ir. Zainal Abidin, MS.
Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi
Agribisnis
Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. Dr.Ir. Eko Nurhadi, MS.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
“FAKTOR – FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP RENDEMEN TEBU STUDI KASUS DI PABRIK GULA TOELANGAN SIDOARJO JAWATIMUR”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana bagi mahasiswa Fakultas Pertanian Program Studi
Agribisnis UPN “Veteran” Jawa Timur.
Dalam pelaksanaan mulai dari awal sampai selesainya penulisan ini,
banyak pihak yang telah memberikan bantuannya baik secara langsung maupun
tidak langsung yang sangat bermanfaat bagi penulis. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dan dan juga kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP Selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MSi selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Dr Ir. Eko Nurhadi, MS selaku Ketua Program Studi Manajemen Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
4. Ir. Sigit Dwi Nugroho, MSi selaku dosen pembimbing utama
5. Dr Ir. Eko Nurhadi, MS selaku pembimbing pendamping yang telah banyak
memberikan bimbingannya dan arahan hingga terselesaikannya penulisan
skripsi ini,
6. Kedua Orang Tuaku Chasiadi serta Mariana Sofia, serta kakak Maria Sofa
dan ujian.
7. Teman–teman seperjuangan Ronggo, Ony, Gendon, Black, Ingwang, Fitri,
Sinyo, Udin, Fredy, Charles, Boncu, Novan, Percel terima kasih atas
pertemanan kita selama di fakultas Pertanian Agribisnis semoga kita sukses
di masa mendatang.
8. Semua teman-temanku di Pertanian angkatan 2008 dan semua pihak, terima
kasih yang telah banyak membantu dan telah memberikan kontribusinya
dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan pada penulisan
skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi perbaikan selanjutnya.
Akhirnya penulis berharap penulisan skripsi ini berguna dan bermanfaat
bagi pembaca yang membutuhkan.
Wassamualaikum, Wr.Wb.
Surabaya, Desember 2012
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.2 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 9
1.3 Tujuan penelitan ... 9
1.4 Manfaat penelitiaan ... 9
II. TINJ AUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Penelitian Terdahulu ... 10
2.2 Tebu ... 11
2.3 Penanganan Varietas ... 13
2.4 Analisis Kemasakan ... 14
2.5 Rendemen Tebu ... 18
2.5.1. Pengertian Rendemen Tebu ... 18
2.5.2. Penentuan Rendemen Tebu ... 20
2.5.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Rendemen Tebu... 23
2.8 Penurunan Rendemen Tebu dan Bobot Tebu ... 33
2.9 Kerangka Pemikiran ... 35
3.0. Hipotesis ... 38
III. METODE PENELITIAN ... 39
3.1 Penentuan Lokasi Penelitian ... 39
3.2 Pengambilan Data ... 39
3.3 Penetapan Sampel ... 40
3.4 Analisa Data ... 40
3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 44
IV. KEADAAN UMUM PABRIK GULA ... 48
4.1 Sejarah Pabrik Gula Toelangan Sidoarjo ... 48
4.2 Lokasi Pabrik ... 50
4.3 Pengadaan Air ... 50
4.4 Pemasaran ... 51
4.5 Kegunaan Produk ... 51
4.6 Struktur Organisasi ... 52
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56
5.1 Perkembangan Rendemen Tebu di Pabrik Gula Toelangan ... 56
5.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Rendemen Tebu di Pabrik Gula Toelangan ... 62
5.2.1. . Koefisien Determinan (R²) ... 69
5.2.2. . Pengujian Hipotesis Uji Semultan (uji F) ... 69
5.3Solusi yang Seharusnya Dilakukan oleh Pabrik Gula Toelangan
untuk Mengatasi Fluktuaisi Rendemen Tebu ... 73
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
6.1 Kesimpulan ... 77
6.2 Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
Ibnu Sabil Adi Putra. Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Rendemen Tebu Di Pabrik Gula Toelangan Sidoarjo J awa Timur . Dosen
Pembimbing Utama : Ir. Sigit Dwi Nugroho, MSi . Dosen Pembimbing
Pendamping : Dr. Ir. H. Eko Nurhadi, MS
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa negara. Rendemen tebu dipengaruhi oleh kualitas tebu dan efisiensi pabrik. Kontribusi kualitas tebu terhadap rendemen adalah sebesar 87,7 %, sedangkan kontribusi efisiensi pabrik terhadap rendemen hanya 12,3 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa, kualitas tebu mempunyai peran yang sangat penting untuk pencapaian rendemen yang semaksimal mungkin.
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Mengetahui rendemen tebu selama 7 tahun terakhir dan prediksi 5 tahun yang akan datang pada tahun 2016 di pabrik gula Toelangan. (2) Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi rendemen tebu di PG Toelangan Sidoarjo. (3) Mengetahui solusi yang di lakukan oleh pabrik gula Toelangan dari aspek sosial dan ekonomi untuk mengatasi rendemen tebu.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan trend quadratik perkembangan rendemen tebu di Pabrik Gula Toelangan sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen tebu menggunakan analisis regresi linier berganda
dengan variabel independen produksi tebu (X1), pupuk (X2), umur panen tebu
(X3), waktu tunggu diemplasemen (X4), dummy variabel jenis tebu (D1) dan
dummy keprasan (D2) serta dalam meneliti solusi yang dihadapi oleh Pabrik Gula
Toelangan hanya menggunakan analisis deskriktif.
1.1 Latar Belakang
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu komoditi perkebunan
yang penting dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk
memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa
negara. Rendemen tebu dipengaruhi oleh kualitas tebu dan efisiensi pabrik.
Kontribusi kualitas tebu terhadap rendemen adalah sebesar 87,7 %, sedangkan
kontribusi efisiensi pabrik terhadap rendemen hanya 12,3 %. Kondisi ini
menunjukkan bahwa, kualitas tebu mempunyai peran yang sangat penting
untuk pencapaian rendemen yang semaksimal mungkin. Oleh karena itu
penghargaan prestasi kerja petani tebu secara individual perlu segera
diimplementasikan, untuk memotivasi petani tebu selalu meningkatkan
kualitas tebunya ( Sunantyo dan Santoso, 2000).
Di samping itu, rendemen tebu juga merupakan tolok ukur keberhasilan proses
produksi gula. Penentuan rendemen tebu yang berlaku saat ini masih mempunyai
beberapa kelemahan, antara lain:
1) Sampling tebu individu petani tidak akurat, terutama untuk PG yang besar
(kapasitas giling > 4000 ton tebu/hari). Tebu petani tercampur satu sama
lain.
2) Kadar nira tebu (KNT) sebagai salah satu kriteria kualitas tebu,
ditetapkan sama untuk semua tebu petani dalam 1 periode giling (15 hari
berdiameter besar dengan tebu berdiameter kecil, serta tebu tanaman
pertama (plant cane) dengan tebu keprasan (ratoon).
Akibatnya hasil penetapan rendemen tebu kurang mencerminkan tebu
individu petani dan tidak pula menghargai prestasi kerja individu petani. Istilah
awamnya, tebu baik dan tebu jelek rendemennya sama saja. Dampaknya, petani
tebu lebih berorientasi pada bobot tebunya dari pada kualitas tebunya. Kondisi
ini perlu segera diatasi, dengan cara mengaplikasikan sistem penetapan
rendemen alternatif yang dapat mengeliminir permasalahan di atas. Adapun
sistem alternatif yang ditawarkan adalah, penetapan rendemen tebu secara
individual menggunakan core sampler set (Arsana, 1997 ; Kartono, 1993 ;
Kusbijanto, 1982).
Gula berbasis tebu dihasilkan oleh 2 kelompok perusahan dengan
manajemen pengelolaan yang berbeda, yaitu PG BUMN dan PG swasta. PG milik
BUMN umumnya mengandalkan bahan baku tebu yang sebagian besar dari
tanaman milik petani, yang dikenal dengan manajemen penggilingan (PG).
Keputusan tanaman, seperti waktu tanam, varietas, pemupukan, pemeliharaan
tanaman dll, sepenuhnya berada di tangan para petani, yang jumlahnya banyak
dan beragam pula kemampuan modal dan keterampilannya. PG BUMN
mengalami kesulitan dan ruwet dalam mengatur jadwal tebang/giling,
pengangkutan tebu sehingga telah berpengaruh negatif terhadap rendemen gula.
Pemisahan manajemen ini dianggap sebagai salah satu faktor yang telah
menyulitkan PG milik BUMN untuk meningkatan efisiensi, produktivitas tebu,
Berikut ini data perkembangan areal, produksi, produktivitas dan rendemen
tebu di Jawa Timur dalam kurun waktu 2001 – 2011.
Tabel 1. Produksi Tebu dan Tingkat Rendemen J awa Timur Tahun 2001 – 2011
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur
Dalam kurun waktu 11 tahun produksi tebu dan rendemen tebu di Jawa
Timur kurang memberi pengaruh positif terhadap perekonomian di provinsi Jawa
Timur maupun di Indonesia. Dapat dilihat dari tahun 2001 rendemen tebu yang di
hasilkan dari produsi tebu sebesar 11.471.714,80 ton serta menghasilkan
rendemen sebesar 6,30% sampai dengan tahun 2003 produksi tebu yang didapat
hanya 11.089.119,70 ton tetapi rendemen tebu yang dihasilkan mengalami
peningkatan menjadi 6,95%. Pada tahun 2004 produksi tebu mengalami
peningkatan yang cukup meyakinkan menjadi 12.664.376,37 ton serta
menghasilkan rendemen tebu yang didapat juga mengalami peningkatan menjadi
7,27%. Sedangkan rendemen tebu yang dihasilkan oleh Pabrik Gula di seluruh
Jawa Timur yang paling baik pada tahun 2008 sebesar 7,70% tetapi produksi
yang dihasilkan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi
sebelumnya adalah pada tahun 2010 yang hanya mendapatkan rendemen sebesar
5,97% dan mengalami penurunan yang sangat drastis pula dengan produksi tebu
yang mencapai sebesar 9.619.525,40 ton dikarenakan keadaan iklim dikawasan
Jawa Timur mengalami musim penghujan yang cukup lama sehingga tanaman
tebu mengalami kerusakan serta kadar rendemennya menurun.
Fluktuasi produksi tebu serta rendemen tebu yang terdapat di Provensi Jawa
Timur sangat mempengaruh terhadap kondisi usahatani tebu di Indonesia
sehingga pemerintah pada tahun 2006 telah dicanangkan Gerakan Peningkatan
Rendemen Tebu di Jawa Timur untuk meningkatkan produksi dan produktivitas
tebu sehingga mampu mendukung keberhasilan Program Swasembada Gula
Nasional. Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 45 Tahun 2006 tentang Petunjuk
Teknis Gerakan Peningkatan Rendemen Tebu dan pada tahun ketahun mengalami
naik turun sehingga berpengaruh terhadap produksi gula di Jawa Timur yang
ditetapkan di Surabaya tanggal 28 Agustus 2006, merupakan landasan operasional
bagi gerakan tersebut, dalam pelaksanaannya didasari pula pada keterpaduan dan
harmonisasi pelaku praktisi gula khususnya antara petani dan pabrik gula (PG).
(Sawit, M.H, Erwidodo, T. Kuntohartono, dan H. Siregar. 2004)
Untuk mengupayakan peningkatan rendemen tebu mencakup aspek teknis di
bidang On Farm (meliputi penataan varietas, pemupukan, kontrak giling, dan
monitoring perencanaan tebangan tebu dengan aplikasi pertanian terukur); Tebang
Angkut; Off Farm. Oleh karena itu Pemprov Jawa Timur telah menerbitkan
regulasi pembentukan tim teknis rendemen, yang diharapkan dapat menjadi analis
diterbitkan dalam Surat Keputusan Gubernur No.188/625/KPTS/013/2010 tentang
Teknis Penentuan Rendemen di Jawa Timur.
Terjadinya penurunan rendemen tebu yang terjadi di Indonesia disebabkan
oleh ketidak pahaman para petani dalam mengelola system penanaman tebu. Hal
ini dikarenakan tanaman keprasan tebu yang seharusnya di panen maksimal 3-4
kali, oleh petani Indonesia dijadikan 8-10 kali panen. Bagi petani selain
menghemat biaya dalam hal pembibitan juga menghemat tenaga kerja bongkar
maupun tanam. Namun hal ini mengakibatkan jumlah rendemen berkurang hingga
7,5 % sedangkan standar maximal rendemen yang digunakan untuk gula 12 %.
Dengan sedikitnya rendemen yang dihasilkan sering kali petani di monopoli
dalam hal penjualan hasil produksi tebu dengan dihargai jauh di bawah harga
standar.
Sebagian petani yang mengerti tentang rendemen tidak serta merta
menerapkan kepras tebu yang 3 kali untuk mendapatkan rendemen yang tinggi.
Petani cenderung membiarkan tanaman tebunya tumbuh hingga panen ulang. Hal
ini dikarenakan petani tebu yang ada selalu mengalami kesulitan dalam
permodalan. Oleh sebab itu usahakan agar tanaman tebu bisa ditebang saat
rendemen pada posisi optimal. Posisi rendemen yang optimal dapat dilihat dari
kemasakan tebu, akan sangat merugikan apabila tebu yang ditebang masih terlalu
muda atau terlalu tua. Setelah penebangan tebu selesai, harus segera diangkut ke
pabrik gula untuk segera digiling. Tebu yang terlalu lama ditimbun di kebun,
kadar gula di dalam batang tebu sebagian akan turun karena terjadi penguapan.
di pabrik, waktu tunggu tidak boleh melebihi 20 jam. Bila penimbunan tebu lebih
dari 20 jam maka rendemen akan menguap.
Peningkatan rendemen akan meningkatkan produktivitas (produksi) tanpa
perlu meningkatkan kapasitas pabrik gula. Peningkatan kapasitas pabrik berarti
peningkatan biaya bagi industri gula yang pada saat sekarang barangkali tidak
direkomendasikan untuk melaksanakan investasi peningkatan kapasitas pabrik.
Sebagai contoh, dengan kapasitas giling total seluruh pabrik gula di Indonesia
lebih dari 170 ribu ton tebu per hari pada saat ini dan menggiling tebu lebih dari
25 juta ton hanya mampu menghasilkan hablur sebesar 1,7 juta ton. Hal ini berarti
bahwa produksivitas hablur hanya sekitar 5,01 ton per hektar karena kisaran
rendemen rata-rata hanya dinaikkan menjadi 8% maka potensi hablur yang akan
dihasilkan mencapai lebih dari 2 juta ton, dan ini berarti dengan luas areal yang
relatif tetap produktivitas hablur meningkat menjadi sekitar 6 ton per hektar.
Program akselerasi yang akan didukung dengan berbagai terobosan teknologi
menargetkan produktivitas hablur sebesar 8 ton per hektar. Ini berarti apabila
kenaikan produksi hanya bertumpu pada kenaikan rendemen, maka rendemen
rata-rata harus ditingkatkan paling tidak menjadi sekitar 11%. (Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia (P3GI)
Kondisi Pabrik Gula Nasional
Rendahnya produksi gula nasional antara lain juga disebabkan tidak
efisiennya pabrik-pabrik Gula (PG) yang ada. Pada masa kejayaan industri gula
di tahun 1930, Indonesia memiliki 179 Pabrik Gula (PG). Jumlah PG semakin
menurun karena secara ekonomis tidak menguntungkan. Jumlah PG per
swasta. Dari 58 Pabrik Gula tersebut, 46 Pabrik Gula berada di Jawa dan 12
Pabrik Gula berada di luar Jawa. Pada umumnya Pabrik Gula beroperasi jauh di
bawah kapasitas giling, karena sebagian besar mempunyai kapasitas giling yang
kecil (<3.000 TCD) dan mesin yang telah berumur lebih dari 75 tahun serta tidak
mendapat perawatan yang memadai, sehingga menyebabkan biaya produksi per
kg gula tinggi sedangkan rendemen yang dihasilkan Pabrik Gula juga sangat
menurun.
Rendemen tebu yang dihasilkan Pabrik Gula selama 10 tahun terakhir
(1993-2004) relatif berfluktuasi dengan rata-rata mencapai 7,24%, jauh lebih
meingkat dibandingkan 10 tahun sebelumnya (1983-1992) yang dapat mencapai
9,8%. Produktivitas gula yang dihasilkan PG nasional selama 10 tahun terakhir
(1993 – 2004) juga relatif rendah dengan rata-rata 5,12 ton/ha. Demikian juga
produksi gula yang dihasilkan PG tersebut relatif rendah dan cenderung menurun
dengan rata-rata –3,3 persen per tahun. Penurunan rendemen, produktivitas dan
produksi gula yang cukup drastis terjadi pada tahun 1998, yaitu mencapai lebih
dari 15 persen (Tabel 2).
Pada Tahun 2002, Departemen Pertanian menerapkan program akselerasi
peningkatan produktivitas gula nasional, yang meliputi kegiatan rehabilitasi atau
peremajaan perkebunan tebu (bongkar ratoon) guna memperbaiki komposisi
tanaman dan varietas sehingga produktivitasnya mendekati produktivitas
potensial. Program tersebut diperkirakan dapat memberikan peningkatan hasil
pada Tahun 2004 ini. Taksasi produksi sampai bulan November 2004
memperkirakan produksi gula dalam negeri akan mencapai 2 juta ton serta
hanya mencapai 1,63 juta ton dengan rendemen 7,21%. Keberhasilan tersebut
antara lain disebabkan oleh adanya pergantian ratoon seluas 7.000 ha, peningkatan
produktivitas lahan dengan adanya penggunaan bibit berkualitas, dan peningkatan
modal usahatani tebu melalui kredit ketahanan pangan (KKP), serta pengendalian
harga melalui berbagai implementasi kebijakan tata niaga pergulaan nasional.
Tabel 2. Produksi, Produktivitas dan Rendemen Tebu Nasional
Tahun
Sumber : Sekretariat Dewan Gula (2004)
Beberapa metode perhitungan rendemen tebu antara lain menggunakan
faktor rendemen, faktor overal recovery, dan faktor eksternal. Saat ini yang
umumnya dilakukan adalah menggunakan faktor rendemen merupakan
pengukuran tertinggi dalam produktifitas dan berskala ekonomi bagi pelaku bisnis
industri gula, ketepatan perhitungan rendemen sesuatu hal yang mendesak,
sehinggan kepercayaan antara pabrik gula dan petani sebagai mitra bisnis akan
1.2 Per masalahan
Pemasalahan – Permasalahan yang terdapat pada usahatani tebu adalah:
1. Bagaimana gambaran rendemen tebu di pabrik gula Toelangan pada 7
tahun terakhir.
2. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi rendemen tebu yang ada di
PG Toelangan Sidoarjo.
3. Solusi apa saja yang dilakukan pabrik gula toelangan untuk mengatasi
rendemen tebu agar menjadi stabil
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari karya tulis ini adalah:
1. Mengetahui rendemen tebu selama 7 tahun terakhir dan prediksi 5 tahun
yang akan datang pada tahun 2016 di pabrik gula Toelangan.
2. Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi rendemen tebu di PG
Toelangan Sidoarjo.
3. Mengetahui solusi yang di lakukan oleh pabrik gula Toelangan dari aspek
sosial dan ekonomi untuk mengatasi rendemen tebu.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Menambah pengalaman dan wawasan bagi mahasiswa tentang
pengelolaan tanaman tebu dalam mengurangi naik turun rendemen gula
2. Bahan informasi yang dapat digunakan pemerintah atau instansi yang
terkait dengan tebu dan gula.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak – pihak yang berkepentingan
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Sriwana (2006) dalam melakukan penelitian tentang pemodelan sistem
untuk peningkatan produksi gula tebu studi kasus di PT PG Rajawali II unit PG
Subang, disimpulkan bahwa untuk meningkatkan produksi gula tebu aspek-aspek
yang harus diperhatikan adalah sistem jadwal tebang tebu, sistem antrian
transportasi tebu, jadwal pemeliharaan mesin pabrik gula dan penentuan kapasitas
operasional pabrik. Aspek-aspek diatas dimaksudkan agar peningkatan produksi
gula tebu tidak hanya di bagian tanaman tapi juga di bagian pabrik gula.
Muhammad Faatihul Huda. (2011) dalam melakukan penelitian tentang
Analisis Pasar Oligopoli Gula Domestik Pada Aspek Fluktuasi Harga,
disimpulkan bahwa Pasar Gula domestik merupakan bagian dari pasar oligopoli,
dimana beberapa produsen memiliki pengendalian penuh atas pasar tersebut. Gula
juga merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako) yang sangat
penting bagi kebutuhan masyarakat sehari-hari, baik dalam skala rumah tangga
maupun industri makanan dan minuman besar ataupun kecil. Namun sejak masuk
tahun 2010 harga gula mengalami kenaikan cukup signifikan hingga Rp. 13000/
kg di beberapa tempat. Kenaikan harga tersebut diduga disebabkan adanya
beberapa faktor yang mempengaruhinya, baik dari aspek supply yang terdiri dari:
Harga gula impor, Luas lahan tebu, Produktivitas tebu, dan Kebijakan pemerintah
maupun dari aspek demand yang terdiri dari: Harga gula impor, Pertumbuhan
jumlah penduduk, Pendapatan Nasional Perkapita, dan Estimasi harga dimasa
aspek penawaran maupun permintaan, digunakan alat bantu analisis regresi
berganda dalam bentuk cobb douglass, dengan mempertimbangkan uji asumsi
klasik.
Partowinoto (1996) melakukan penelitian tentang menunjukkan bahwa
hasil penetapan rendemen tidak mencerminkan tebu individu petani karena tidak
menghargai prestasi individu. Akibatnya, para petani yang awalnya bekerja keras
untuk berprestasi akan kecewa karena tidak menemukan perbedaan nyata dengan
petani yang berprestasi lebih rendah. Input usahatani berupa bibit, pupuk dan
tenaga kerja yang berbeda tidak membedakan pendapatan petani (Adisasmito,
1998: Murdiyantmo, 2000). Petani yang merasa dirugakan dan timbul kecurigaan
terhadap PG karena pendapatan rendemen tersebut dilakukan oleh PG. Timbul
hubungan yang kurang harmonis antaran PG dan petani, kondisi kemitraan
menjadi tidak kondusif dan terjadi disinsentif terhadap peningkatan produksi
(Husodo, 200; Partowinoto, 1996; Woeryanto, 2000). Oleh karena itu, perbaikan
industri gula saat ini harus menyentuh aspek pengukuran kualitas tebu yang
mampu mengukur prestasi petani secara menjamin akurat tersebut. Teknik dan
sistem penetapan rendemen yang lebih transparan dan adil sangat diperlukan
untuk mendorong petani memproduksi tebu dengan rendemen yang tinggi
2.2 Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman semusim
yang termasuk famili Graminae dan tumbuh optimal di khatulistiwa pada 39 LU
– 35 LS. Tanaman tebu dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan
dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum untuk
amplitudo tidak lebih dari 6 C, dengan beda suhu antara siang dan malam tidak
lebih dari 10 C (Indriani dan Sumiarsih, 1992).
Berbagai varietas tebu telah diluncurkan oleh Kementrian Pertanian
untuk meningkatkan produksi petani. Kualitas bibit tebu merupakan salah satu
faktor yang sangat menetukan keberhasilan pengusahaan tanaman tebu. Bibit
tebu yang baik adalah bibit yang cukup (5 – 6 bulan), murni (tidak tercampur
varietas lain), bebas dari penyakit dan tidak mengalami kerusakan fisik. Pada
tabel 3 dapat dilihat beberapa varietas tebu beserta ciri-cirinya.
Tabel 3. Varietas dan Karakteristik Tebu yang Terdapat Di Indonesia
Varietas Diameter batang Kemasakan Rendemen
PS 851 Sedang Awal – tengah 10,74
Bululawang Sedang – besar Tengah – lambat 7,51
Kentung Sedang Awal – tengah 8,33
Kidang Kencana Sedang – besar Tengah – lambat 9,51
Sumber : Kementerian Pertanian, 2009
Penyinaran matahari merupakan unsur ekologi yang penting bagi
pertumbuhan tanaman tebu karena banyak memanfaatkan energi dan CO2 untuk
diubah menjadi glukosa dan serat. Lama penyinaran 12 – 14 jam per hari
menghasilkan sukrosa yang tinggi dan mempercepat pemasakan. Air dibutuhkan
oleh tanaman tebu untuk transpirasi, pengambilan hara, perkecambahan bibit,
penyimpanan gula. Kekurangan air pada fase vegetatif dan pemasakan akan
mempengaruhi produktivitas tebu. Menurut Notojoewono dan Kusumaningrum
(2005), tanaman tebu memerlukan banyak air pada fase pertumbuhannya dan
memerlukan sedikit air pada fase pemasakan karena kelebihan air pada fase
pemasakan dapat menurunkan rendemen tebu.
Pertumbuhan tanaman tebu yang normal membutuhkan fase vegetatif
selama enam sampai tujuh bulan. Dalam masa itu, jumlah air yang dibutuhkan
untuk evapotranspirasi adalah 3,0 – 5,0 mm air per hari. Dengan demikian curah
hujan bulanan yang diperlukan selama masa pertumbuhan tebu minimal 100 mm.
Setelah fase pertumbuhan vegetatif, tebu memerlukan 2 – 4 bulan kering untuk
proses pemasakan tebu atau pembentukan sukrosa. Curah hujan yang tinggi pada
setelah fase vegetatif akan berakibat kemasakan tebu terlambat dan kadar gula
rendah (Lembaga Pendidikan Perkebunan, 1982).
2.3 Penataan Varietas
Terdapat kecenderungan bahwa dalam penetapan dan pemilihan varietas
yangditanam serta dikembangkan belum atau bahkan tidak mendasarkan kepada
prosesseleksi dan adaptasi yang baik serta pembibitan yang terencana. Jumlah
varietasdalam satu wilayah menjadi tidak terencana, kemurnian varietas di kebun
dankesehatan tanaman tampaknya kurang mendapat perhatian.
Padahal dengan pemakaian bibit yang murni dan bermutu akan mampu
meningkatkan produksi sebesar19%,dengan peningkatan penerimaan pendapatan
hampir dua kali tambahan biaya pengadaan bibit tersebut (Nahdodin, 1993).
Penataan varietas dimulai dari perbaikan mutu bibit atas varietas unggul yang
kajian adaptasi yang meliputi kegiatan-kegiatan orientasi (ORVAR) dan adaptasi
serta demonstrasi plot atau yang populer dikenal dengan warung tebu (WARTEB).
Pada proses pengembangannya, melalui temu lapang WARTEB para praktisi dan
petani dilibatkan dalam memilih dan menetapkan varietas-varietas mana yang
disukai untuk ditanam.
Secara simultan penyediaan bibit atas varietas-varietas unggul yang ada
pada WARTEB juga disiapkan, sehingga permintaan bibit atas varietas yang
dipiliholeh praktisi telah tersedia dengan cukup. Mengingat arti pentingnya bibit
dalam menunjang peningkatan produktivitas, maka penyelenggaraan kebun bibit
yang benar dan terencana harus dipersiapkandengan baik agar diperoleh mutu
(kebenaran varietas, kemurnian dan kesehatan) bibit yang baik.
2.4 Analisis Kemasakan
Mochtar (1994) menyebutkan beberapa kriteria bagi tebu yang dinyatakan
tebu:masak, segar bersih (MSB) adalah sebagai berikut :
1. Tebu dikatakan masak, apabila secara visual daun tebu sebagian besar
mengering,kecuali pucuknya. Untuk tebu yang mudah mengelentek ( self
trashing), sebagianbesar daunnya rontok, baik karena mengelentek sendiri
ataupun dikelentek. Secara kimiawi, kadar gula (pol, brix, HK, rend) bagian
bawah dan atas hampirsama. Kadar gula reduksinya rendah (biasanya dibawah 0,5
%). Kadar P2O5 tinggi(> 250 ppm). Tebu dikatakan sudah masak jika faktor
kemasakan < 25
2. Tebu dikatakan bersih apabila tidak/sedikit mengandung kotoran non tebu
a.l.:daun,pucuk, klaras, sogolan,tanah, dan benda lain yang bersabut/tidak
tinggi (diatas80 %), kadar gula reduksi rendah < 0,5 %, kadar amilumnya rendah
< 100 ppm dan kadar tanahnya rendah < 2,5 % bahan kering.
3. Tebu segar secara visual bekas potonganya masih basah (tidak
kering),batangnyatidak keriput dan tidak berjamur. Sedang secara kimiawi HK
niranya tinggi (jauh diatas 80 %), kadar gula reduksinya rendah ( <0,5 %), kadar
dextran rendah (<0,02 % bx) dan pH nya normal (5,4- 5,8)
a. Analisa Kemasakan Tebu
Untuk mengetahui apakah tebu yang ditanam di suatu kebun itu
sudahwaktunya untuk ditebang atau belum, tidak cukup hanya dilihat dari
tanda-tandafisiknya yakni daunnya yang sudah hampir mengering semua serta sebagian
besarsudah menglentek, sebab tanda-tanda tersebut bisa jadi disebabkan oleh hal
lain seperti akibat kekeringan. Cara yang umum dilakukan adalah dengan
melakukananalisa kemasakan atau sering disebut analisa gilingan contoh atau
analisa gilingankecil atau analisa pendahuluan.
Perlu diperhatikan bahwa hasil analisis kemasakan tidak boleh dikaitkan
dengantinggi rendahnya rendemen efektif hasil gilingan besar, karena
sample/contoh/cuplikanyang diambil tidak mewakili seluruh/sebagian kebun
misalnya satu petak tebang.Tata cara pelaksanaan analisa kemasakan khususnya
pada kebun yang dikelola secaraReynoso dan kondisi pertumbuhannya homogen
ialah
(1) menentukan petak maupunjuringan contoh,
(2) kemudian dari juringan-juringan contoh tersebut ditentukan letakbatang
periode/rondenya. Yang penting baik juringan maupun batang contoh
haruslah mewakili kondisi pertanaman dari seluruh areal tersebut.
(3) melakukananalisa yakni dengan langkah-langkah menglentek daun,
menghitung, menimbang danmengukur batang serta menghitung jumlah
ruasnya
(4) memotong tiap batang menjadi 3 bagian (bawah, tengah dan atas/BTA)
yang sama panjang, masing-masingditimbang,dibelah, dihitung jumlah
ruasnya, serangan hama (khususnya penggerekbatang dan bakteriosis),
keadaan “voos” (gabes) atau adanya lubang di tengah batang.
(5) tiap kelompok bagian batang tersebut digiling di gilingan kecil
denganfaktor perah diusahakan mencapai 60 %.
(6) dari nira tersebut dengan peralatan laboratorium dapat diperoleh nilai brix
dan pol dan dapat dihitung Nilai nira (NN) danHasil bagi Kemurnian
(HK).
Dari analisa beberapa ronde dapat diketahui secara tepat keadaan/faktor
kemasakan (FK), kemungkinan/kosien peningkatan (KP) dan keadaan/kosien
dayatahannya (KDT) dengan rumus-rumus sebagai berikut:
Rendemen B – Rendemen A
Rendemen a.a adalah rendemen rata-rata hasil analisa akhir, sedang Rendemen
a.a.-2
H.K. (B) (a.a)
K.D.T. = ————————— x 100 %, H.K. (B) (a.a.-2)
Dimana:
H.K. (B) (a.a.) adalah hasil bagi kemurnian batang bawah rata-rata analisa
akhirsementara H.K. (B). (a.a.-2) rata-rata analisa dua ronde sebelumnya.
Tjokrodirdjo (1999) menyatakan karena jalannya FK dari 100 menuju 0,
maka tebu dikatakan masak ketika FK mendekati angka 0. Mochtar (1994)
menyebut angkaFK ideal dimana tebu layak untuk ditebang adalah sekitar 25.
Kosien peningkatansebaliknya berjalan dari 0 sampai > 100. Jika FK > 100% ,
rendemen tersebut masihbisa meningkat, namun bila sudah menurun dibawah 100
berarti rendemen sudahmenurun. Demikian juga KDT apabila = 100% atau lebih
sedikit, kondisi tebu(terhadap kemasakannya) masih dapat ditahan untuk
sementara. Bila sudah < 100%menandakan sudah terjadi perombakan gula
menjadi bukan gula yang disebabkan olehterlalu masak, seyogyanya tebu segera
ditebang.
Penentuan kemasakan tebu dengan cara analisa tiga bagian seperti
diuraikan diatas terasa rumit dan memerlukan tenaga, waktu dan kecermatan,
yang berarti jugamenambah beban biaya pengelolaan tebu. Belum lagi karena
setiap rondenya adabatang-batang yang perlu dikorbankan ditebang untuk
dianalisa, menyebabkan pemilikkebun sering keberatan dilakukan analisa
tersebut. Barangkali karena kerumitan danadanya korbanan batang-batang yang
harus ditebang maka analisa kemasakan tidakdilaksanakan sepenuhnya di
Ditinjau dari kondisi tanaman tebu dilapangan saat ini, tampaknya agak
sulitmencapai persyaratan untuk dilaksanakan analisa tersebut. Boleh dikata
sangat langkapertanaman dalam suatu hamparan yang relatif homogen, baik
varietasnya, masatanamnya, kategori tanamannya, penyediaan airnya, kondisi
batang biasanya jugasangat heterogen seperti banyak yang roboh, doyong, mati
sogolan dll. Kondisi sepertiitu terutama terlihat pada tebu rakyat, khususnya TRB.
Dengan kondisi yang tidakhomogen tentu saja sample yang diambil sering kurang
mewakili dan menyebabkanpenyimpangan data kemasakannya.
Analisa kemasakan saat ini masih dilakukan, namun tujuannya hanya
sekedarmemenuhi prosedur. Analisa belum tentu dilakukan dalam 10 ronde, di
beberapa PGumumnya hanya 8 ronde. Biasanya analisa dihentikan apabila FK
sudah mencapai sekitar 35-40%
2.5 RendemenTebu
2.5.1. Pengertian Rendemen Tebu
Rendemen tebu adalah kadar kandungan gula didalam batang
tebuyang dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 10
%artinya ialah bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di Pabrik Gula
akan diperoleh gula sebanyak 10 kg. Rendemen itu sendiriada 3
macam,yaitu: rendemen contoh,rendemen sementara, dan rendemen efektif
1 Rendemen Contoh
Rendemen ini merupakan contah yang dipakai untuk mengetahui
apakah suatu kebun tebu sudah mencapai masak optimal atau belum.
Dengan kata lain rendemen contah adalah untuk mengetahui gambaran
diketahui kapan kapan saat tebang yang tepat dan kapan tanaman tebu
mencapai tingkat rendemen yang memadai.
Rumus: Nilai nira x Faktor rendemen = Rendemen contoh.
2 Rendemen Sementara
Perhitungan ini dilaksanakan untuk menentukan bagi hasil gula,namun
sifatnyamasih sementara.Hal ini untuk memenuhi ketentuan yang
menginstruksikan agar penentuan bagi hasil gula dilakukan secepatnya
setelah tebu petani digiling sehingga petani tidak menunggu terlalu lama
sampai selesai giling namun diberitahu lewat perhitungan rendemen
sementara. Cara mendapatkan rendemen sementara ini adalah dengan
mengambil nira perahan pertama tebu yang digiling untuk dianalisis di
laboratorium untuk mengetahui berapa besar rendemen sementara tersebut.
Rumus : Rendemen Sementara = Faktor Rendemen x Nilai Nira
Rumusan perhitungan rendemen contoh dan rendemen sementara adalah
sebagai berikut (Moerdokusumo, 1993):
R = FR x NN
Keterangan: R = Rendemen (Contoh atau Sementara) dalam persen (%)
FR = Faktor Rendemen
NN = Nilai Nira
3 Rendemen Efektif
Rendemen efektif disebut juga rendemen nyata atau rendemen
terkoreksi. Rendemen efektif adalah rendemen hasil perhitungan setelah
tebu digiling habis dalam jangka waktu tertentu.Perhitungan rendemen
periode giling sehingga apabila pabrik gula mempunyai hari giling 170
hari,maka jumlah periode giling adalah 170/15 = 12 periode.Hal ini berarti
terdapat 12 kali rendemen nyata/efektif yang bisa diperhitungkan dan
diberitahukan kepada petani tebu.
Tebu yang digiling di suatu pabrik gula jelas hanya sebagian kecil
saja yang akan menjadi gula.Kalau 1 kuintal tebu mempunyai rendemen 10
% maka hanya 10 kg gula yang didapat dari 1 kuintal tebu tersebut.
2.5.2. Penentuan Rendemen Tebu
Tujuan utama penanaman tebu adalah untuk memperoleh hasilhablur
gula yang tinggi. Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan. Tanaman
tebu yang menghasilkan gula terjadi di dalam proses metabolisme tanaman
tebuproses ini terjadi di lapangan (on farm). Pabrik gula sebenarnya hanya
berfungsi sebagai alat ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu
dan mengolahnya menjadi gula kristal.
Hablur yang dihasilkan mencerminkan rendemen tebu,dalam
prosesnya ternyata rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi
oleh keadaan tanaman dan proses penggilingan di pabrik. Untuk
mendapatkan rendemen yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan
ditebang pada saat yang tepat. Namun sebaik apapun mutu tanaman tebu,
jika pabrik sebagai sarana pengolahan tidak baik, hablur yang didapat akan
berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada di batang. Oleh sebab itu
Berbagai kasus yang mencuat dan bahkan menyebabkan konflik
antara petani dan pabrik gula adalah karena ketidakjelasan penentuan
rendemen. Perhitungan rendemen memerlukan alat dan metode khusus yang
selama ini hanya dilakukan di pabrik. Namun untuk keperluan penelitian
dan keperluan kemitraan petani dengan pabrik diperlukan pengukuran
rendemen dengan cara yang cepat dan sederhana. Salah satu alternatif
metode pengukuran rendemen secara cepat adalah dengan hand
refractometer. Tetapi harus ada suatu konversi antara hasil pengukuran
dengan alat handrefractometer dengan rendemen tebu.
Kandungan gula total dalam batang tebu oleh kandungan gula total
yang dicerminkan oleh persen pol dalam nira tebu. Sementara itu rendemen
yang diperoleh sangat tergantung dari kandungan sukrosa yang merupakan
bagian dari gula total. Selain gula, dalam nira juga terkandung padatan lain.
Besarnya nilai padatan terlarut dicerminkan oleh nilai brix. Angka
rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil di pabrik gula adalah
ratio antara hasil gula kristal (hablur) dengan bobot tebu yang digiling (tebu)
yang disebut rendemen nyata. Perhitungan rendemen nyata yang diperoleh
dilakukan dengan rumus:
= × 100 %
Dari perhitungan ini berarti gula yang diperoleh adalah hanya gula
yang dihasilkan dalam bentuk kristal selama satu periode proses.
Kenyataannyaselama proses terjadi kehilangan gula dalam proses, sehingga
oleh efisiensi pabrik gula. Kehilangangula selama proses kemungkinan
terbawa dalam bagase (ampas), filtercake (blotong) atau molases (tetes)
(Lembaga Penelitian IPB, 2002). Penggilingan yang kurang baik
menyebabkan sebagian gula masih terbawa dalam bagase. Pada saat proses
pemurnian nira kotor menjadi nira jernih dapat terjadi kehilangangula
bersama dengan filter cake (blotong). Kehilangan gula intinya adalah pada
saat pemisahan antara kristal gula dengan tetes. Pada Gambar 2 disajikan
secara ringkas alur pengolahan gula dan kemungkinan terjadinya kehilangan
gula.
Sumber : Lembaga Penelitian IPB, 2002
2.5.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Rendemen Tebu
1.Beberapa faktor di pabrik yang Mempengaruhi Rendemen.Tebu yang
sama jika digiling ke PG yang berbeda dapat menghasilkan rendemen
yangberbeda, hal tersebut disebabkan keadaan dalam PG.
a.Peralatan PemerahanUmumnya makin tua dan makin sedikit jumlah
gilingan memerasnya tebu kurangsempurna, sehingga mengurangi juga
gula yang dapat diambil dari tebu yang berakibat juga rendemen kurang
baik.
b. Peralatan pemasakan gula: peralatan yang sudah tua dan mundur
efisiensinyamenyebabkan gula yang hilang waktu pemasakan, sehingga
dapat merugikanrendemen.Senitasi peralatan dalam PG, alat-alat yang
kurang bersih merugikan rendemen.
2. Beberapa faktor di Tanaman yang Mempengaruhi Rendemen.Tanaman
memegang peranan yang penting dalam pembentukan besar kecilnya
rendemen,Faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen pada tanaman
antara lain:
a. Jenis Tebu :
Seperti halnya pada tanaman-tanaman lainnya, pada tebu juga ada jenis
yang mempunyai sifat pembawaan rendemen tinggi, yaitu jenis-jenis POJ
3016, Ps 8, Ps 41, Ps 56 umumnya mempunyai rendemen yang lebih tinggi
dari pada jenis POJ 3067.
• Varietas tebu adalah kumpulan tanaman yang berseifat sama, sedangkan
varietas unggul adalah kumpulan tanaman yang sama dan mempunyai
unggul diharapkan dicapai suatu tingkat hasil/rendemen tebu yang lebih
tinggi dari pada tingkat rendemen tebu yang dicapai oleh varietas standard
pada suatu keadaan lingkungan yang serupa. Jadi dengan varietas unggul
diharapkan hasil yang lebih tinggi daripada yang selama ini dicapai.
Kontribusi varietas terhadap rendeemen tebu mencapai 60%, karena itu
ketersediaan varietas tebu unggul sebagai sumber teknologi baru adalah
penting dalam ushatani tebu (Dianpratiwi &Imam, 2003: 10).
b. Luas Lahan:
adalah luas areal sawah yang digunakan dalam usahatani tebu pada 1
musim tanam dan dinyatakan dalam satuan hektar (ha)
c. Produksi Tebu:
Jumlah hasil yang didapat dari komoditi tanaman tebu yang diusahakan
pada suatu luas lahan dalam satu musim tanam, dinyatakan dalam ton
pertahun. Rendemen tebu akan meningkat jika produksi tebu yang
didapat oleh pabrik gula memenuhi target yang telah ditentukan
d. Umur Tebu:
Rendemen tebu meningkat bersamaan dengan umur tanaman. Pada
tanaman yang muda mula - mula rendemen rendah, makin tua makin
besar, pada yang terlalu tua rendemen menjadi turun. Keadaan tersebut
umumnya para petani TR sudah merasakan.
e. Mutu Tebangan:
Pada kadar kotoran di atas 3%, ada kecenderungan menurunkan
• Pucukan: karena bagian atas (bagian yang masih muda) kandungan gula
sangatsedikit, maka tebangan yang pucuknya tidak dipotong akan
menurunkan rendemen.Sehingga dianjurkan agar waktu tebang pucuknya
diambil, karena sekaligus dapatdigunakan untuk bahan tanam. Setiap
36,9 kg pucukan yang turut digiling bersama10 Ku tebu menyebabkan
kehilangan 1 kg gula.
• Kotoran/daduk : kotoran tersebut akan menarik gula dalam nira, sehingga
tebanganyang kiotor merugikan rendemen. Setiap 13,4 kg kotoran kering
yang turut digilingbersama 10 ku tebu menyebabkan kehilangan 1 kg
gula.
• Kurang ngonce: bagi kebun yang tidak akan dikepras, penebangan yang
kurangngonce berarti membuang tebu yang banyak gulanya, sehingga
merugikanrendemen.
• Tebangan yang menginap lama/lesehan: tebangan yang dibiarkan lama
dikebunmaupun di emplasemen PG tidak segera dapat diangkut
merugikan rendemenkarena banyak gula hilang karena antara lain kena
panas dan lain-lain,
• Tebu terbakar yang tidak segera digiling sangat merugikan rendemen
;padaumumnya kebun yang terbakar, oleh PG akan segera ditebang dan
digiling.
f. Mutu pekerjaan kebun
• Waktu menanam: pada tanah-tanah berat dan becek, penanaman yang
tergesa-gesa sehingga tanah kurang mendapat angin (tanah kurang
dua minggu setelahdicemplong pada tanah-tanah berat tersebut baru
ditanami.
• Bulan tanam : bertalian dengan penyediaan air untuk tanaman tebu, maka
tanamanyang terlalu awal dan terlalu kasip kurang menguntungkan
;bulan terbaik umumnyabulan Mei sampai dengan Juli.
• Penyiangan: rumput merupakan saingan terhadap tanaman utamanya.
Kebunyang kurang dirawat rumputnya sangat merugikan rendemen dan
produksi dapatturun ± 0,11%.
• Pemberian tanah: tanah berguna antara lain memberi makanan,
memberikekuatan. Pengaruh pemberian tanah sebagai berikut : Gulud
maupun klenteksebelum gulud yang sempurna dapat memperbiki
rendemen.
g. Pemupukan
Pupuk adalah bahan baik berupa padat, cair maupun gas yang
mengandung hara yang dibutuhkan tanaman, tidak bersifat racun dan
dapat diberikan melalui tanah ataupun melalui bagian tanaman. Pupuk
dapat dibedakan berdasarkan sifat kelarutan, sifat kimia, mobilitas hara,
kandungan hara, dan jenis hara. Pupuk pada dapat diberikan dengan cara
ditabur pada permukaan, diberikan dalam alur tanaman, maupun
diberikan dalam lapisan bawah. Sedangkan pupuk cair dapat diberikan
dengan jalan disemprotkan pada tanaman ataupun disiramkan pada tanah.
Cara aplikasi pupuk padat yang baik pada tebu adalah ditempatkan pada
alur tanaman dan dibenamkan sehingga tanaman tebu dapat
• Pupuk Fitase juga mampu meningkatkan ketersediaan hara mineral lain
di dalam jaringan tanaman seperti Ca, Mg, dan Fe. Hara tersebut dapat
dimanfaatkan tanaman untuk sintesis klorofil sehingga dapat
meningkatkan fotosintesis dan metabolisme dalam tanaman yang secara
tidak langsung dapat meningkatkan rendemen tebu (Nurhasanah, 2007).
h. Hama dan Penyakit .
Pada saat ini hama penggerek merupakan musuk utama bagi tanaman
tebu.Serangan penggerek pucuk dari hasil-hasil sebelum perang dapat
menurunkanrendemen ± 4%, kerugian gula ± 10% pada serangan ± 30%.
j. Keprasan
Penambahan tingkat keprasan akan mengakibatkan terjadinya penurunan
rendemen, hasil penelitian Kuntohartono (2000) menyatakan bahwa hasil
panen keprasan makin menurun dengan semakin besarnya ulangan
pengeprasan. Karenanya, jumlah keprasan dibatasi satu sampai tiga
keprasan saja. Pada penelitian Husnan,et al. (2000) di PG Cintamanis
tahun 1997-2000 terlihat adanya penurunan produksi tebu keprasan II
dibanding tebu keprasan I, dengan rata-rata produksi sebesar 7,86%.
Percobaan di lahan PG Pesentren Baru oleh Kuntohartono dan Djajadi
(1985) juga melaporkan keadaan yang sama, yaitu terjadi penurunan
produksi rata-rata sebesar 30% pada tanaman keprasan I dan 54% pada
tanaman keprasan II dibanding dengan produksi tebu baru.
k. Keadaan Tanaman
Rendemen akan turun jika tanaman:
• Tebu doyong maupun roboh.
• Tebu banyak keluar sogolan.
• Tebu yang gabes.
l. Kemasakan
Merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegetatif menurun dan
sebelum batang tebu mati. Pada fase ini gula di dalam batang tebu mulai
terbentuk hingga titik optimal hingga berangsur-angsur menurun. Fase ini
disebut juga fase penimbunan rendemen gula.(Cahya Nujmudinr
Ohman,2010)
m. Keadaan Lingkungan
o Iklim
Curah hujan sangat mempengaruhi rendemen. Hujan pada bulan Oktober
dan Nopember berpengaruh baik pada rendemen, sedang hujang pada
bulan Mei sangat merugikan rendemen.
o Letak Daerah
-Di Dunia:Daerah-daerah penanaman tebu yang terletak 160 Lintang
Utaradan 200 Lintang Selatan garis katulistiwa menghasilkan rendemen
yang relatif lebih tinggi dari pada di luar batas tersebut.
-Di Jawa: ada daerah-daerah yang mempunyai potensi menghasilkan
rendemen tinggi (daerah Madiun, Solo), ada daerah-daerah dekat
pantai,antara lain daerah Sidoarjo, Probolinggo.
-Dalam satu daerah PG juga terdapat kebun-kebun yang rendemen
o Keadaan air tanah
Pada daerah yang air tanahnya tinggi (daerah-daerah dekat pantai)
umumnya rendemen lebih kecil dari pada daerah-daerah yang air
tanahnya sedang.
o Daerah dataran tinggi
Umumnya rendemen lebih tinggi dari pada di dataran rendah.Pada jenis
yang sama di daerah Malang dapat mempunyai rendemen yang
lebihtinggi dibanding jika jenis tersebut ditanam misalnya di daerah
Sidoarjo Delta.
2.6 Sistem Tebang Muat Angkut
Pengelolaan tebang muat angkut (TMA) sangat berperan dalam
menyediakan tebu untuk kebutuhan pabrik selama musim giling. Kekurangan atau
kerusakan bahan baku tebu di pabrik menyebabkan pabrik berhenti giling.
Kesukaran dalam penebangan/pengangkutan akan menyebabkan tertundanya tebu
digiling atau kekurangan tebu harus diinformasikan sehingga dapat diambil
tindakan untuk mengatasinya.
Sistem tebang yang dimaksud adalah apakah tebu akan ditebang secara
manual atau mekanis atau kedua-duanya; tebu akan ditebang sebagai tebu utuh
atau dipotong-potong (chopped cane); dipanen sebagai tebu segar atau dibakar.
Setiap kombinasi sistem yang digunakan, memerlukan persiapan, perlakuan dan
penyediaan sarana/prasarana yang berbeda (Mochtar et.al., 1988).
Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas penebang tebu, yaitu
kondisi tebu segar atau terbakar, karakteristik dan persentasi trash (kotoran),
ditebang, kesesuaian alat tebang yang digunakan, dan sistem pembayaran dan
finansial penebang. Produktivitas penebang dapat bervariasi, mulai dari 1
ton/orang/hari untuk menebang dan muat dengan kondisi tebu segar (seperti di
Vietnam dan Indonesia). Untuk tebu yang dibakar terlebih dulu akan melebihi
angka 1 ton/orang/hari. Di Australia, sebelum menggunakan penebangan mekanis,
penebang di Australia memiliki produktivitas 1,5 ton/orang/hari dengan
penebangan tebu dibakar dahulu dan pemuatan dengan mekanis (Weekes, 2004).
Penebangan secara manual, pelaksanaan seluruh kegiatan sejak penebangan,
pembersihan klaras (sisrikan), pengikatan dan muat tebu hasil tebangan dilakukan
seluruhnya oleh tenaga manusia (Mochtar, 1988). Untuk penebangan secara
manual, penebangan tebu dilakukan dengan tebu tebang utuh. Pembakaran
sebelum penebangan menjadi tidak efisien, karena biasanya penebangan
dilakukan pada pagi hari, dan baru akan dimuat pada siang atau bahkan sore hari.
Proses pembakaran akan menambah waktu tebu mati dan proses giling
selama 12 – 18 jam dibandingkan dengan tebu segar (tidak terbakar) . Sedangkan
waktu tunggu maksimal antara penebangan dan giling tebu yang telah terbakar
adalah 24 jam dan tebu yang telah dipotong-potong adalah tidak lebih dari 12 jam.
Untuk tebu yang segar (tidak terbakar) memiliki interval waktu lebih panjang,
yaitu 48 jam (Weekes, 2004).
Penebangan secara mekanis dengan tebu dipotong-potong menyebabkan
kerusakan kualitas tebu lebih cepat daripada tebu yang ditebang secara utuh.
Secara aturan empiris, tebu yang dipotong-potong harus segera digiling, waktu
keuntungan dapat mereduksi waktu antara tebu ditebang dan digiling sampai 12
jam.
Banyak faktor yang mempengaruhi suatu pabrik menggunakan penebangan
manual atau mekanis. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah topografi,
kerataan permukaan kebun, pegunungan, luas areal kebun, dan akses menuju ke
kebun dari pabrik. Penebangan secara mekanis menjadi tidak biasa dilakukan
karena mesin pemotong memiliki beban yang sangat berat sehingga kebun tebu
dan akses menuju kebun membutuhkan adaptasi dan persiapan. Alat transportasi
dibutuhkan dan bengkel mesin harus selalu tersedia
2.7 Sistem Bagi Hasil
Menurut keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 1083 /
Menhutbun-IX/1998 tentang Kebijaksanaan Peningkatan Produktifitas Industri
Gula antara lain :
1) Petani bebas memilih antara Sistem Pembelian Tebu (SPT) atau Sistem Bagi
Hasil (SBH) melalui kesepakatan antara Pabrik Gula dengan petani yang
dituangkan dalam perjanjian kerjasama.
2) Berdasarkan hablur bagian petani dan Pabrik Gula dihitung berdasarkan
ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk rendemen tebu sampai dengan 8,90 % maka hablur bagian petani adalah
65 % dari rendemen tebu yang dicapai.
b. Pada rendemen tebu diatas 8,90% maka agar petani terangsang meningkatkan
efisiensinya, maka hablur bagian petani dihitung dengan rumus :
T = 50,8 + 1,6 x R dan
Dimana :
T = Hablur bagian petani dalam persen dari rendemen tebu
P = Hablur bagian Pabrik Gula dalam persen dari rendemen tebu
R = Rendemen tebu dari tebu rakyat yang diolah Pabrik Gula.
Bagi penyerahan tebu yang menggunakan Sistem Bagi Hasil (SBH), selain hasil
gula yang menjadi hak petani maka petani juga memperoleh tetes sebesar 2 kg
setiap kwintal tebu.
3) Berdasarkan SK. Gubernur tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan
Pemitraan Tebu Rakyat di Jawa Timur pada musim giling namun 1998 :
a. Dengan memperhatikan kondisi gula sebagai komoditi prioritas, maka
percadangan areal untuk penanaman tebu di lahan sawah diatur secara bergiliran
dengan komoditi lain atas dasar musyawarah dala rembung desa. Sedangkan tebu
di lahan tegalan dapat dikembangkan seluas-luasnya dengan memperhatikan
aspek konservasi lahan.
b. Pembinaan tebu rakyat ditempuh melalui kemitraan antar petani/ kelompok tani
dengan Pabrik Gula yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah yaitu
secara prioritas dapat berbentuk :
1.) Tebu Rakyat (TR) Kredit yaitu tebu rakyat yang dikembangkan oleh petani
dengan memanfaatkan kredit koperasi primer untuk anggotanya KKP (Kredit
Ketahan Pangan) dengan bimbingan teknis dan pengolahan hasil oleh perusahaan
mitra.
2.) Tebu Rakyat Mandiri, yaitu tebu rakyat yang dikembangkan oleh petani
dengan modal sendiri dengan bimbingan teknis dan pengolahan hasilnya oleh
3.) Tebu Rakyat Kerjasama Usahatani (TR KSU) yaitu tebu rakyat yang dilakukan
oleh petani pemilik lahan dengan menyerahkan pengelolaannya pada perusahaan
mitra atas dasar kesepakatan bersama yang saling menguntungkan dengan
memperoleh jaminan penghasilan tertentu dengan memanfaatkan Kredit
Ketahanan Pangan atau kredit lainnya.
4.) Sewa lahan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Pola ini diterapkan
dalam keadaan terpaksa dimana ketiga pola diatas tidak dapat terlaksana.
c. Bentuk – bentuk pola kemitraan antara petani dengan Pabrik Gula tersebut
diatas, pelaksanaanya tergantung pada pilihan petani sendiri yang ditentukan pada
saat motivasi.
d. Untuk menunjang kelancaran kegiatan motivasi dan musyawarah dengan petani
perlu dibentuk tim pemandu.
2.8 Penurunan Rendemen Tebu dan Bobot Tebu
Tujuan TMA (Tebang Muat Angkut) menyelamatkan tebu MSB (Masak
Segar Bersih) sebanyak-banyaknya, namun hasil pengamatan di sebuah pabrik
gula di Jawa seperti diilustrasikan pada Gambar 2 menunjukkan penurunan kadar
tebu bisa mencapai 6.0 % dalam perjalanannyamulai dari kebun, di cane yard atau
emplasemen dan terakhir di pabrik.
Dari kebun kecane yard atau emplasemen mencapai 2.5 %, sedangkan dari
cane yard atau emplasemen hingga ke luar dari proses pabrik mencapai 3.5 %.
Belum lagi jika memperhitungkan penurunan bobot tebunya.Penurunan kadartebu
dari kebun ke cane yard umumnya disebabkan penundaan giling. Tebu di lasahan
terlalu lama, akibat terlambatnya angkutan atau produktivitas tebangan kurang,
hasil tebangan ditimbun dan diatur baik untuk digiling langsung maupun sebagai
persediaan giling malam hariyang disesuaikan dengan konsep FIFO (First In First
Out) atau First In FirstServed (FIFS). Konsep FIFO adalah konsep dimana tebu
yang datang pertama ke pelataran tebu, maka akan digiling pertama pula.
Gambar 2. Proses Tebang Muat Angkut dari Kebun ke Pabrik Dikaitkan dengan Kadar Gula di PG Toelangan.
Lamanya tebu di lahan perkebunan umumnya karena menunggu tebu
terkumpul dulu cukup banyak untuk diangkut, atau karena menunggu alat angkut.
Hal ini disebabkan jumlah tenaga TMA yang tidak mencukupi kebutuhan untuk
tenaga penebangan dan penggilingan. Tebu yang berada di emplasemen atau cane
yard lama tidaknya bisa disebabkan karena pabrik mengalami kerusakan sehingga
tebu harus tertunda proses giling, dan mengakibatkan terjadi penurunan kadar
gula.Dari pengamatan di beberapa PG juga menunjukkan bahwa kendala dalam
kegiatan TMA, hampir selalu sama, yakni berkurangnya jumlah tenaga tebang
kebakaran tebu yang tidak terkendali sehingga menyebabkan fluktuasi rendemen
tebu terjadi.
2.9 KERANGKA PEMIKIRAN
Kegiatan industri gula di Pabrik Toelangan terdiri dari berbagai macam
kegiatan yang mendukung tentang peningkatan rendemen tebu serta
menanggulangi penurunan rendemen yang cukup merugikan petani tebu dengan
faktor - faktor yang menyebabkan rendemen tebu terjadi.
rendemen tebu terjadi saat tebu berada di kebun dan saat tebang sampai
akhir proses pengolahan gula hingga mencapai 35 persen sisanya terjadi pada saat
berada di Pabrik. Dalam pernyataan Dardak (2006) menyatakan bahwa penurunan
rendemen tebu antara lain disebabkan oleh penerapan teknologi yang memenuhi
baku mutu budidaya dan pengguaan varietas – varietas lama yang telah
mengalami degradasi genetik. Oleh sebab itu dilakukkan upaya melalui kegiatan
pemasyarakatan teknologi budidaya tebu untuk meningkatkan pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan serta merupakan sikap dan cara pandang (atas
teknologi baru) agar petani tebu lebih tanggap terhadap inovasi – inovasi baru.
Salah satu metode yang dipandang dapat memberikan dampak kuat
terhadap perubahan – perubahan sikap dan cara pandang (atas teknologi baru)
para petani adalah melalui pemasyarakatan teknologi budidaya dalam bentuk
kebun peragaan. Sudaryanto (2006) menyatakan bahwa diseminasi teknologi
kepada pengguna, sehingga teknologi yang dihasilkan memberi manfaat optimal
bagi masyarakat. Meskipun demikian keputusan mengadopsi suatu jenis teknologi
bukan hanya masalah teknis karena merupakan dependent variabel dari kondisi
dicapai adalah input teknologi berupa varietas unggul baru dan pupuk halei atau
kalina dapat meningkatkan rendemen tebu.
Gambar 3. Alur Kerangka Penelitian Rendemen tebu
Analisa rendemen dilakukan berdasarkan pengukuran parameter mutu gula
tebu. Parameter yang diukur adalah nilai briks dan pol tebu. Pengukuran
dilakukan di kebun, pada saat tebu ditebang dan di pelataran tebu pada saat tebu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (Teknik
Purposive) yaitu di PT. PG Toelangan Sidoarjo. Penentuan daerah ini berdasarkan
pertimbangan bahwa daerah ini berpotensi untuk usahatani tebu. Salah satunya
dalam Pengelolaan Tanaman Tebu Dalam Mengurangi Kehilangan Rendemen
Gula di Pabrik Gula Sidoarjo yang selama ini masih menjadi polemik di petani
tebu dan pabrik gula di Jawa Timur kususnya di pabrik Toelangan itu sendiri.
3.2 J enis dan Sumber data
Jenis dari penelitian ini adalah penelitian penjelasan atau explanatory yaitu
yang menyoroti hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji
hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
a. Data Sekunder / eksternal
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder/eksternal dengan
menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber di luar
lembaga yang menggunakanya. Kemudian data tersebut dikumpulkan dan
dipublikasikan oleh lembaga-lembaga resmi tersebut antara lain Pabrik Gula
Toelangan yang berkaitan dengan obyek penelitian ini.
Dengan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Renemen Tebu (Y),
Produksi Tebu (X1), Harga Pupuk (X2), Umur Panen Tebu (X3), Waktu Tunggu
3.3 Penetapan Sampel
Sampel yang di teliti pada penelitian ini adalah rendemen tebu. Jumlah
sampel di ambil dalam penelitian ini sebanyak 43 data rendemen tebu dari
masa giling pada tahun 2005 sampai dengan masa giling tebu tahun 2011
3.4 Analisis Data
Metode analisis data yang dimaksud adalah proses menghitung dari data
yang ada baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan sesuai tujuan yang di
harapkan sebagai berikut:
1. Untuk menjawab tujuan pertama yaitu mengenai perkembangan rendemen
tebu digunakan Analisa Trend kuadratik yang pada dasarnya merupakan
analisis regresi linier sederhana, yang menjelaskan hubungan antara variabel
independen atau (X) yang selalu menjelaskan hubungan antara variabel
dependen (Y), dan tidak memungkinkan sebaliknya. Rumusan
matematikanya sebagai berikut
¡ = + ¡ ²
Dimana :
Y¡ = Perkembangan rendemen tebu
X¡ ² = Indeks tahun (2005 – 2011)
a,b = Intersep / bilangan konstant
Untuk mengetahui nilai a,b d dan c metode kuadrat terkecil dapat digunakan
rumus sebagai berikut :
= ∑
∑ ²
Keterangan :
X = indeks tahun ke – i
Y = perkembangan rendemen tebu
n = banyaknya pasangan data
kriteria pengujian :
Ho ditolak Hı diterima apabila b > 0, maka ada peningkatan
perkembangan rendemen tebu. Hal inin disebabkan adanya data peningkatan atau
kenaikan dari tahun ketahun.
Ho diterima Hı ditolak apabila b ≤ 0, maka tidak ada peningkatan
perkembangan rendemen tebu. Hal ini disebabkan adanya penurunan jumlah data
dari tahun ketahun.
2. Untuk menjawab tujuan kedua digunakan metode analisis Regresi Linier
Berganda yaitu untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel
prediktor (variabel bebas) terhadap variabel terikat.
Rumus :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ... +e
Y = Rendemen (%)
a = konstanta
b1,b2,b3,b4 = koefisien regresi
X1 = Produksi Tebu ( Ton/ha)
X2 = Harga Pupuk (Rp/Kwintal)
D1 = Variabel Jenis Tebu (Ps 862 dan Ps 864)
D2 = Keprasan (1 sampai 3)
е = error
- Koefisien Determinasi Sampel
R2 dapat diartikan sebagai suatu nilai yang mengukur proporsi atau variasi
total di sekitar nilai tengah Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi.
Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1.
- Uji-t (uji parsial)
Uji t dilakukkan untuk menguji hipotesisi yakni “Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Rendemen Tebu Study Kasus di Pabrik Gula Toelangan
Sidoarjo Jawa Timur”. Cara yang dilakukan adalah dengan melihat level of
significant (= 0,05) masing-masing variabel bebas. Jika nilai signifikansi
lebih kecil dari 0,05 maka Ho dan H1 adalah sebagai berikut :
X1 : Ho : b1 = 0 artinya tidak ada pengaruh yang berarti antara variabel X1
secara parsial terhadap variabel Y.
H1 : b1 ҂ 0 artinya ada pengaruh yang berarti antara variabel X1
secara parsial terhadap variabel Y.
X2 : H0 : b2 = 0 artinya ada pengaruh yang berarti antara variabel X2 secara
parsial terhadap variabel Y.
H1 : b2 ҂ 0 artinya ada pengaruh yang berarti antara variabel X2
secara parsial terhadap variabel Y.
X3 : H0 : b3 = 0 artinya tidak ada pengaruh yang berarti antara variabel X3
H1 : b3 ҂ 0 artinya ada pengaruh yang berarti antara variabel X3
secara parsial terhadap variabel Y.
X4 : H0 : b4 = 0 artinya tidak ada pengaruh yang berarti antara variabel X2
secara parsial terhadap variabel Y.
H1 : b4 ҂ 0 artinya ada pengaruh yang berarti antara variabel X4
secara parsial terhadap variabel Y.
- Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dapat didasarkan dengan menggunakan dua hal, yaitu: tingkat
signifikansi atau probabilitas (α) dan tingkat kepercayaan atau confidence interval.
Didasarkan tingkat signifikansi pada umumnya orang menggunakan 0,05. Kisaran
tingkat signifikansi mulai dari 0,01 sampai dengan 0,1. Yang dimaksud dengan
tingkat signifikansi adalah probabilitas melakukan kesalahan tipe I, yaitu
kesalahan menolak hipotesis ketika hipotesis tersebut benar. Tingkat kepercayaan
pada umumnya ialah sebesar 95%, yang dimaksud dengan tingkat kepercayaan
ialah tingkat dimana sebesar 95% nilai sample akan mewakili nilai populasi
dimana sample berasal. Dalam melakukan uji hipotesis terdapat dua hipotesis,
yaitu:
• H0 (hipotessis nol) dan H1 (hipotesis alternatif)
Contoh uji hipotesis misalnya rata-rata produktivitas pegawai sama dengan 10
(x= 10), maka bunyi hipotesisnya ialah:
• H0: Rata-rata produktivitas manajemen pabrik sama dengan 10
• H1: Rata-rata produktivitas manajemen pabrik tidak sama dengan 10
Hipotesis statistiknya:
• H1: x > 10 Untuk uji satu sisi (one tailed) atau
• H1: x < 10
• H1: x ≠ 10 Untuk uji dua sisi (two tailed)
3. Untuk mencapai tujuan ketiga digunakan analisis deskriktif yaitu dengan
memberikan solusi tentang permasalahan – permasalahan yang telah di
hadapi oleh pabrik gula Toelangan Sidoarjo.
3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.
1. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu komoditi perkebunan
yang penting dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk
memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil
devisa negara.
2. Rendemen tebu (Y)
Rendemen Tebu adalah kadar kandungan gula didalam batang tebu yang
dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 10 %,artinya ialah
bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di Pabrik Gula akan diperoleh
gula sebanyak 10 kg.
3. Produksi Tebu (X1)
Produksi tebu merupakan jumlah tebu yang dihasilkan selama satu musim
tanaman tebu dalam satuan kuintal per ha. Pada usahatani tebu ada produksi
tebu lebih di utamakan dalam hal mendapatkan rendemen tebu yang tinggi
dikarenakan produksi tebu adalah bahan utama dalam pembentukan gula.
4. Harga Pupuk (X2)
Pupuk merupakan salah satu penting bagi usahatani tebu yang dinyatakan