PERAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN
KERJ A TERHADAP KEINGINAN NIAT KELUAR
KERJ A KARYAWAN DI PT. DELTA PRIMA
STEEL SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
FAWAZ ACHMAD AL-AMOUDI 0812010091 / FE /EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN`
J AWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
J ur usan Manajemen
Oleh:
FAWAZ ACHMAD AL-AMOUDI 0812010091 / FE /EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN`
J AWA TIMUR
PERAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN
KERJ A TERHADAP KEINGINAN NIAT KELUAR
KERJ A KARYAWAN DI PT. DELTA PRIMA
STEEL SURABAYA
Yang diajukan
FAWAZ ACHMAD AL-AMOUDI 0812010091 / FE /EM
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh
Pembimbing Utama
Dra. Ec. Sulastri Irbayuni,MM Tanggal: ………..
Mengetahui
Ketua Program Studi Fakultas Ekonomi
KERJ A KARYAWAN DI PT. DELTA PRIMA
STEEL SURABAYA
Yang diajukan
FAWAZ ACHMAD AL-AMOUDI 0812010091 / FE /EM
Disetujui untuk Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
Dra. Ec. Sulastri Irbayuni,MM Tanggal: ………..
Mengetahui
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
S K R I P S I
PERAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN
KERJ A TERHADAP KEINGINAN NIAT KELUAR
KERJ A KARYAWAN DI PT. DELTA PRIMA
STEEL SURABAYA
Disusun Oleh :
FAWAZ ACHMAD AL-AMOUDI 0812010091 / FE /EM
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Manajemen Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada tanggal 13 J uni 2013
Pembimbing : Tim Penguji :
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan
berkat-Nya yang diberikan kepada penyusun sehingga skripsi yang berjudul
“Peran Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja Ter hadap Keinginan
Niat Keluar Kerja Karyawan Di PT. Delta Prima Steel Sur abaya”.
Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat penyelesaian
Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberi bimbingan, petunjuk serta bantuan baik spirituil
maupun materiil, khususnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur. SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar,MM, MS. Selaku Ketua Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
4. Ibu Sulastri Irbayuni,SE.MM selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan skripsi sehingga peneliti bisa merampungkan tugas
5. Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis
selama menjadi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“
Jawa Timur.
6. Kepada kedua orangtuaku tercinta yang telah memberikan dukungan baik
moril ataupun material.
7. Berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi
terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa apa yang telah disusun dalam
skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat berharap saran
dan kritik membangun dari pembaca dan pihak lain.
Akhir kata, Peneliti berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Salam hormat,
Surabaya, Mei 2013
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAKSI ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu... 9
2.2. Landasan Teori ... 11
2.2.2. Komitmen Organisasi ... 11
2.2.2.1. Pengertian Komitmen Organisasi ... 11
2.2.3. Kepuasan Kerja ... 15
2.2.3.1. Pengertian Kepuasan Kerja ... 15
iv
2.2.4.1. Pengertian Keinginan Niat Keluar Kerja ... 18
2.2.4.2. Indikasi Terjadinya Keinginan Niat Keluar Kerja 19 2.2.5. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi ... 20
2.2.6. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Keinginan Keluar Kerja ... 22
2.2.7. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Keinginan Niat Keluar ... 23
2.4. Kerangka Konseptual ... 25
2.5. Hipotesis ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional ... 27
3.1.1. Definisi Operasional Variabel ... 27
4.1.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 47
4.2. Analisis Karakter Responden ... 47
4.2.1. Deskripsi Variabel ... 49
4.2.1.1. Deskripsi Variabel Komitmen Organisasi (X1) ... 49
4.2.1.2. Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja (X2) .. 50
4.2.1.3. Deskripsi Variabel Keinginan Keluar Pindah Kerja (Y) ... 52
4.3. Analisis Data ... 53
4.3.1. Evaluasi Outlier ... 53
4.3.2. Intrepretasi Hasil PLS ... 54
4.3.2.1. Pengujian Model Pengukuran Model (Otter Model) ... 54
4.3.2.2. Analisis Model PLS……… ... 59
4.3.2.3 Evaluasi Pengujian Struktural Model (Inner Model) 4.3.2.4 Inner Model (Pengujian Model Struktural). 62 4.4. Pembahasan ... 63
4.4.1. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi ... 63
vi
4.4.3. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap
Keinginan Niat Keluar Kerja ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 68
5.2. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA
Surabaya.2009-2012 ... 5
Tabel 4.1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 48
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 48
Tabel 4.3. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Komitmen Organiasi ... 49
Tabel 4.4. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kepuasan Kerja ... 50
Tabel 4.5. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Keinginan Keluar Pindah Kerja ... 52
Tabel 4.6. Outlier Data ... 54
Tabel 4.7. Outer loading ... 55
Tabel 4.8. Average Variance Extract (AVE) ... 57
Tabel 4.9. Reliabilitas Data ... 58
Tabel 4.10. R-Square ... 60
Tabel 4.11. Outter Weights ... 61
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konseptual ... 25
Gambar 2. Langkah-langkah Analisis PLS ... 34
Gambar 3. Contoh Diagram Jalur untuk PLS... 36
Gambar 4. Model Penelitian ... 46
Lampiran 3. Uji Outlier
Lampiran 4. Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)
PERAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN
KERJ A TERHADAP KEINGINAN NIAT KELUAR
KERJ A KARYAWAN DI PT. DELTA PRIMA
STEEL SURABAYA
FAWAZ ACHMAD AL-AMOUDI
Abstraksi
Tingkat turnover yang terjadi di PT. Delta Prima Steel Surabaya. menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan, hal ini seperti menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian (uncertainity) terhadap kondisi tenaga kerja dan peningkatan biaya sumber daya manusia yakni yang berupa biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan sampai biaya rekrutmen dan pelatihan kembali sebab menurut standarisasi dari perusahaan untuk tingkat turnover di perusahaan maksimal sebesar 5%. Turnover yang tinggi juga dapat mengakibatkan organisasi tidak efektif karena perusahaan kehilangan karyawan yang berpengalaman dan perlu melatih kembali karyawan baru.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Delta Prima Steel Surabaya yang berjumlah 64 karyawan. Teknik sampel dalam penelitian ini menggunakan sensus sampling.Data yang dipergunakan adalah data primer yaitu data yang berdasarkan kuisioner hasil jawaban responden. Sedangkan analisis yang dipergunakan adalah Partial Least Square (PLS)
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan :1)Adanya kepuasan kerja yang rendah dan rendahnya tantangan dalam bekerja maka akan menurunkan komitmen oraganisasi di PT. Delta Prima Steel Surabaya.2).Adanya kepuasan kerja yang tinggi dalam bekerja maka akan menurunkann karyawan untuk melakukan keinginan niat keluar kerja di PT. Delta Prima Steel Surabaya 3. Adanya komitmen organisasi yang tinggi dalam karyawan dalam bekerja maka akan menurunkan karyawan untuk melakukan keinginan niat keluar kerja di PT. Delta Prima Steel Surabaya
1.1. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia (SDM) merupakan satu-satunya aset penting
organisasi yang dapat menggerakkan sumber daya lainnya. Sumber daya manusia
dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas organisasi (Simamora, 2006). Hal
tersebutlah yang membuat manajemen perusahaan sadar akan nilai investasi
karyawan sebagai sumber daya manusia. Terlebih lagi mempertahankan yang
sudah ada. Disinilah dituntut adanya peranan penting manajemen sumber daya
manusia MSDM) dalam sebuah perusahaan.
Kinerja suatu perusahaan ditentukan oleh kondisi dan perilaku karyawan
yang dimiliki perusahaan tersebut. Fenomena yang seringkali terjadi adalah
kinerja suatu perusahaan yang telah demikian bagus dapat terganggu, baik secara
langsung maupun tidak langsung oleh berbagai perilaku karyawan yang sulit
dicegah terjadinya. Salah satu bentuk perilaku karyawan tersebut adalah keinginan
berpindah (turnover intention) yang berujung pada keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya. Dengan tingginya tingkat turnover pada perusahaan, akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya, baik itu biaya
pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti
dikorbankan, maupun biaya rekruitmen dan pelatihan kembali. (Suwandi dan
Indriantoro, 1999; dalam Agustina, 2008).
2
mengetahui proses rekrutmen yang telah berhasil menjaring staf yang berkualitas
ternyata menjadi sia-sia pada akhirnya karena staf yang direkrut tersebut telah
memilih pekerjaan di perusahaan lain. (Toly, 2001). Disebutkan juga dalam
Mobley (1986) terdapat beberapa dampak negatif yang akan terjadi pada
organisasi sebagai akibat dari proses pergantian karyawan, seperti : meningkatnya
potensi biaya perusahaan, masalah prestasi, masalah pola komunikasi dan social,
merosotnya semangat kerja, strategi-strategi pengendalian yang kaku, hilangnya
biaya-biaya peluang strategik..
Perpindahan karyawan (employee turnover) adalah suatu fenomena yang sering terjadi dalam industri. Turnover dapat diartikan sebagai pergerakan tenaga
kerja keluar dari organisasi. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang
dihadapi suatu organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi
pada periode tertentu, sedangkan keinginan karyawan untuk berpindah (turnover
intentions) mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungan
dengan organisasi yang belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan
organisasi. Turnover dapat berupa pengunduran diri, perpindahan keluar unit
organisasi, pemberhentian atau kematian anggota organisasi.
Saat ini tingginya tingkat turnover karyawan telah menjadi masalah serius
bagi banyak perusahaan. Banyak hal yang disinyalir sebagai penyebab keluarnya
seorang karyawan dari suatu pekerjaan. Situasi kerja yang dihadapi saat ini tidak
sesuai dengan harapan yang diinginkan (timbulnya ketidakpuasan dalam bekerja)
atau dipengaruhi oleh pandangan karyawan untuk mendapatkan alternatif
dituntut untuk dapat mempertahankan karyawannya, seperti mampu memberikan
balas jasa tinggi dan memahami hal-hal yang mampu membuat karyawannya
kerasan untuk tetap bekerja tanpa menurunkan kinerja perusahaan tersebut secara
keseluruhan.
Komitmen telah menjadi salah satu attitut pekerjaan (work attitudes) paling populer dan paling banyak dipelajari oleh para praktisi dan peneliti (Riley,
2006). Sebagai contoh, penelitian telah menemukan bahwa semakin individual
memiliki komitmen terhadap organisasi, semakin besar juga usaha mereka dalam
menyelesaikan tugas/pekerjaannnya. Komitmen organisasional mencakup suatu
perasaan dalam keterlibatan pekerjaan, kesetiaan, dan kepercayaan terhadap
nilai-nilai organisasi. Untuk itu, organisasi memiliki peranan penting dalam
meningkatkan komitmen individual, yaitu dengan memastikan para individual
termotivasi dan puas dengan pekerjaan mereka
Para individual yang memiliki komitmen organisasional akan memiliki
kemampuan untuk menerima identitas organisasi dalam dirinya, terutama
komitmen jenis afektif (Knippenberg & Schie, 2000). Hal ini berkaitan dengan
adanya hubungan antara identifikasi organisasional dan komitmen organisasional.
Misalnya, Porter dalam Jahangir et al. (2006) menyatakan bahwa komitmen organisasional merupakan kekuatan relatif individual dalam mengidentifikasikan
dirinya dengan identitas organisasi dan ikut terlibat di dalamnya
Penelitian ini dilakukan di salah satu industri manufaktur yaitu di PT.
Delta Prima Steel Surabaya. perusahaan ini adalah salah satu perusahaan
4
indikasi permasalahan dalam perusahaan ini adalah Tingginya tingkat turnover
tenaga kerja dapat diprediksi dari seberapa besar keinginan berpindah yang
dimiliki anggota (staff) suatu organisasi atau perusahaan. Penelitian-penelitian dan literatur yang ada menunjukkan bahwa keinginan berpindah seseorang terkait erat
dengan kepuasan gaji, kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Turnover Intention yang tinggi menyita perhatian perusahaan karena mengganggu operasi, melahirkan permasalahan moral pada karyawan yang tinggal, dan juga
melambungkan biaya dalam rekrutmen, wawancara, tes, pengecekan referensi,
biaya administrasi pemrosesan karyawan baru, tunjangan, orientasi, dan biaya
peluang yang hilang karena karyawan baru harus mempelajari keahlian yang baru.
Di dukung dengan sarana yang memadai maka diharapkan karyawan juga
dapat menunjukkan komitmen dalam bekerja, sehingga nanti kepuasan kerja dapat
tercapai, baik individu ataupun organisasi, sehingga niatan untuk pindah kerja
dapat dikurangi, namun hal tersebut berbanding terbalik dengan keadaan yang
ada, bahwa di dalam perusahaan masih terjadi permasalahan, hal tersebut dapat
diketahui pada tabel berikut:
Tabel 1.1: Perpindahan Karyawan PT. Delta Prima Steel Surabaya.2009-2012
Tahun Jumlah
Sumber: PT. Delta Prima Steel Surabaya.,2012
menggunakan rumus LTO (Labour Turnover). Hasibuan,(2008). Rumus untuk mengetahui besarnya turnover yakni sebagai berikut:
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa data perpindahan kerja di
perusahaan yang cukup tinggi terjadi di PT. Delta Prima Steel Surabaya., sebab
dari tahun 2009 sampai dengan 2012 tercatat secara perpindahan karyawan dari
tahun 2009-2010 karyawan yang masuk sebesar 8 orang kemudian yang keluar 12
orang atau sebanyak 6.78%, kemudian tahun 2010 dari perpindahan karyawan
yang masuk sebesar 27 dan yang keluar sebanyak 20 karyawan, kemudian di
tahun 2011 karyawan yang keluar sebanyak 12 karyawan dan yang masuk
sebanyak 8 karyawan, dan di akhir tahun 2012 karyawan yang keluar sebanyak 5
karyawan dan yang masuk sebnayak 9 karyawan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak penyelia perusahaan PT. Delta
Prima Steel Surabaya, (Bachmid) selaku HRD manager bahwa tingkat
standarasisasi turnover di perusahaan yang berlaku saat ini adalah berkisar 5%
aturan ini disesuaikan dengan tingkat perkembangan karyawan. Akan tetapi pada
tahun sebelumnya yaitu tahun 2010 standarisasi turnover berkisar 10% sebab pada
tahun tersebut banyak terjadi karyawan yang pindah kerja.
Tingkat turnover yang terjadi di PT. Delta Prima Steel Surabaya.
menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan, hal ini seperti menciptakan
ketidakstabilan dan ketidakpastian (uncertainity) terhadap kondisi tenaga kerja
6
kembali sebab menurut standarisasi dari perusahaan untuk tingkat turnover di
perusahaan maksimal sebesar 5%. Turnover yang tinggi juga dapat
mengakibatkan organisasi tidak efektif karena perusahaan kehilangan karyawan
yang berpengalaman dan perlu melatih kembali karyawan baru. Perusahaan harus
menjaga tingkat turnover karyawan dengan low performance agar tidak lebih dari 10%, jika annual turnover di dalam suatu perusahaan melebihi angka 10%, maka
turnover di dalam perusahaan tersebut dapat dikategorikan tinggi.
Turnover bisa berdampak negatif dan positif bagi perusahaan. Jika suatu perusahaan kehilangan 20% orang yang dirasakannya mempunyai performance
yang tinggi, maka tentu saja hal itu berdampak negatif karena berdasarkan studi
yang ada, karyawan yang mempunyai performance yang tinggi memiliki kontribusi rata-rata 10 kali lebih banyak daripada karyawan umumnya. Oleh sebab
itu perusahaan harus menjaga tingkat turnover karyawan dengan high performance dibawah 5%. Tetapi jika perusahaan kehilangan orang yang dirasakannya mempunyai performance yang rendah sebanyak 20%, maka hal ini berdampak positif bagi perusahaan karena dapat diganti dengan orang yang
memiliki performance yang lebih baik
Berdasarkan kondisi tersebut perusahaan pada dasarnya tidak mampu
mempengaruhi atau mengendalikan karyawan yang telah mengambil keputusan
keluar karena berbagai alasan, terutama yang berasal dari eksternal perusahaan.
Keluar yang dapat dikendalikan oleh perusahaan hanya niat untuk ke luar dengan
Kepuasan gaji dapat diartikan bahwa seseorang akan terpuaskan dengan
gajinya ketika persepsi terhadap gaji dan apa yang mereka peroleh sesuai dengan
yang diharapkan. Kepuasan kerja juga dihubungkan negatif dengan keluarnya
karyawan (turnover intention) tetapi faktor-faktor lain seperti kondisi pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan panjangnya masa kerja merupakan kendala yang
penting untuk meninggalkan pekerjaan yang ada (Robbins, 2001). Individu yang
merasa terpuaskan dengan pekerjaannya cenderung untuk bertahan dalam
organisasi. Sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan dengan
pekerjaannya akan memilih untuk keluar dan organisasi.
Cranny dalam Samad (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
kontribusi dari teori dan reaksi mengenai persepsi yang berbeda tentang apa yang
diinginkan dibanding dengan yang dia terima. Kepuasan kerja berpengaruh secara
langsung terhadap keinginan berpindah karyawan. Hal ini sama seperti yang
dijelaskan oleh Williams (dalam Chiu et al., 2005) bahwa kepuasan kerja secara umum mempunyai pengaruh yang kuat pada keinginan untuk pergi.
Balas jasa kerja karyawan ini adalah yang berupa financial maupun yang
non-financial. Bila kepuasan kerja terjadi, maka pada umumnya tercermin pada
perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, yang sering diwujudkan dalam sikap
positip karyawan terhadap pekerjaannya di lingkungan kerjanya. Makin puas
mereka bekerja dalam suatu organisasi, makin kecil perputaran. Sebaliknya,
8
Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih
mendalam tentang “Pengaruh Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja
Ter hadap Keinginan Niat Keluar Kerja Karyawan Di PT. Delta Pr ima Steel
Sur abaya”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka
masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Apakah komitmen organisasi berpengaruh terhadap keinginan niat keluar
kerja karyawan di PT. Delta Prima Steel Surabaya?
2. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap keinginan niat keluar kerja
karyawan di PT. Delta Prima Steel Surabaya?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh komitmen organisasi terhadap keinginan niat
keluar kerja karyawan di PT. Delta Prima Steel Surabaya.
2. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap keinginan niat keluar
kerja karyawan di PT. Delta Prima Steel Surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka manfaat penelitian ini
1. Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan masukan mengenai komitmen organisasi dan kepuasan kerja
terhadap keinginan keluar kerja di lingkungan perusahaan
2. Bagi Pihak lain
Sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang
berhubungan dengan masalah keinginan pindah kerja.
9 BAB II
KAJ IAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, oleh:
a. Fieruaningsih, (2009). Dengan judul “Kompensasi, kepuasan kerja, dan
Keinginan Untuk Keluar Perusahaan Di Hotel Purnama Batu”. Tujuan dari
penelitian ini adalah Penelitian ini dimaksudkan untuk membuktikan pengaruh
OCB terhadap kepuasan kerja dan keinginan keluar karyawan. Untuk dapat
membuktikan apakah OCB memiliki hubungan dan pengaruh terhadap
keinginan keluar dan kepuasan kerja maka perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut. Hasil penelitian ini menunjukkan Pada penelitian ini responden adalah
anggota kepolisian yang tidak memiliki ancaman dalam melaksanakan
terhadap keinginan keluar sehingga efek dari OCB tidak memiliki dampak
yang begitu berpengaruh bagi anggota kepolisian tersebut. Pada penelitian
selanjutnya perlu dilakukan penelitian pada organisasi yang memiliki tingkat
ancaman dikeluarkan dari pekerjaannya bila tidak melakukan tugasnya dengan
baik, seperti organisasi sektor publik seperti bank. Hal tersebut agat dapat
memperlihatkan dampak OCB terhadap keinginan keluar secara negatif.
b. Witasari, (2009) dengan judul penelitian “Analisis pengaruh kepuasan kerja
Dan komitmen organisasional Terhadap turnover intentions (studi empiris pada novotel Semarang). Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah
1.Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional? 2.
3. Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover intensions?. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan Structural Equation Modelling
(SEM) yang dioperasikan melalui program paket software statistic AMOS. Kesimpulan, Pertama, semakin tinggi kepuasan kerja, maka semakin tinggi komitmen organisasional. Seseorang yang telah terpenuhi semua kebutuhan
dan keinginan oleh organisasi (puas), secara otomatis dengan penuh kesadaran
mereka akan meningkatkan tingkat komitmen yang ada adalam dirinya.
Kedua, semakin tinggi kepuasan kerja, maka semakin rendah tingkat turnover intentions. Individu yang merasa terpuaskan dengan pekerjaannya cenderung untuk bertahan dalam organisasi. Ketiga, semakin tinggi komitmen organisasional, maka semakin tinggi pula tingkat turnover intentions. Hal ini berbanding terbalik dengan hipotesis sementara peneliti dan tidak sesuai
dengan kesimpulan para peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa
semakin tinggi komitmen organisasional, maka semakin rendah turnover intentions.
c. Lubis dan Kawedar,(2009) dengan judul penelitian ”Pengaruh Komitmen
Organisasional Terhadap keinginan berpindah Dengan kepuasan kerja Sebagai
variabel intervening”. Adapun permasalahan yang diajukah adalah: apakah
komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan menggunakan
kepuasan kerja sebagai variabel intervening di lingkngan aparatur BPKP.
Hasil dari penelitian ini adalah komitmen organisasional aspek komitmen
afifectfve berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja sedangkan aspek
11
memiliki pengaruh negative terhadap keinginan berpindah. Kepuasan kerja
memiliki pengaruh negatif terhadap keinginan berpindah.
Berdasarkan uraian di atas maka perbedaan dalam penelitian ini terletak
pada obyek penelitian dalam penelitian yang sedang dilakukan obyek
penelitiannya berada di PT. Delta Prima Steel Surabaya kemudian tahun
penelitian juga berbeda, sedangkan pada penelitian sebelumnya dilakukan di
aparatur BPKP dan Hotel novotel Semarang. Sedangkan persamaan dalam
penelitian ini adalah terletak memiiki kesamaan pada variabel komtmen
organisasi, kepuasaan kerja dan keinginan niat berpindah.
2.2. Landasan Teori
2.2.2. Komitmen Or ganisasi
2.2.2.1. Pengertian Komitmen Or ganisasi
Keberhasilan pengelolaan organisasi sangatlah ditentukan oleh
keberhasilan dalam mengelola SDM. Tinggi rendahnya komitmen karyawan
terhadap organisasi tempat mereka bekerja, sangatlah menentukan kinerja yang
akan dicapai organisasi. Dalam dunia kerja komitmen karyawan memiliki
pengaruh yang sangat penting, bahkan ada beberapa organisasi yang berani
memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang jabatan
Komitmen organisasi merupakan dorongan dalam diri individu untuk
berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi. Yudi Syarif,
(2006). Trisnaningsih (2001) menggunakan dua pandangan tentang komitmen
organisasi yaitu affective dan continuence. Hasil penelitian mengungkapkan
pandangan profesionalisme yaitu pengabdian pada profesi. Sedangkan komitmen
organisasi continuence berhubungan secara positif dengan pengalaman dan
berhubungan negatif dengan pandangan profesionalisme kewajiban sosial.
Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu
keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan keangotaannya dalam organisasi. komitmen
organisasional sebagai derajad dimana karyawan percaya dan mau menerima
tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan
organisasinya). Mowday yang dikutip Sopiah (2008) menyatakan ada tiga aspek
komitmen orgnisasi, yaitu:
1) Affective commitment, yang berkaitan dengan adanya keinginan untuk terikat
pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri.
Kunci dari komitmen ini adalah want to.
2) Continuance commitment, adalah suatu komitmen yang didasarkan akan
kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini terbentuk atas dasar
untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan
menetap pada suatu organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan
untuk bertahan (need to).
3) Normative Commitment, adalah komitmen yang didasarkan pada norma yang
ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab
terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari
13
Menurut Michaels, 1998 (dalam Budiharjo, 2008), ciri-ciri komitmen
organisasi sebagai berikut:
a) Ciri-ciri komitmen pada pekerjaan: menyenangi pekerjaannya, tidak pernah
melihat jam untuk segera bersiap-siap pulang, mampu berkonsentrasi pada
pekerjaannya, tetap memikirkan pekerjaannya walaupun tidak dengan bekerja,
dan sebagainya.
b) Ciri-ciri komitmen dalam kelompok: sangat memperhatikan bagaimana orang
lain bekerja, selalu siap menolong teman kerjanya, selalu berupaya untuk
berinteraksi dengan teman kerjanya, selalu berupaya untuk berinteraksi
dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagi keluarga,
selalu terbuka pada kehadiran teman kerja baru, dan sebagainya.
c) Ciri-ciri komitmen pada organisasi (komitmen pembelajaran organisasi),
antara lain:
1. Selalu berupaya untuk mensukseskan organisasi.
2.. Selalu mencari informasi tentang kondisi organisasi
3. Selalu mencoba mencari komplementaris antara sasaran organisasi dengan
sasaran pribadinya
4. Selalu berupaya untuk memaksimumkan kontribusi kerjanya sebagai
bagian dari usaha organisasi keseluruhan
5. Menaruh perhatian pada hubungan kerja antar unit organisasi
6. Berfikir positif pada kritik dari teman-teman
7. Menempatkan prioritas organisasi di atas departemennya
9. Memiliki keyakinan bahwa organisasinya memiliki harapan untuk
berkembang.
10. Berfikir positif pada pimpinan puncak organisasi
Adapun dimensi dan indikator dari komitmen organisasi Sriwidadi,(2008):
a. Komitmen Afektif (X1) merupakaan komitmen yag berkaitan dengan
kehadiran dari perasaan emosional kepada organisasi.
- Manajemen dapat berkomunikasi dengan karyawan secara terbuka
- Proffesinalitas dalam bekerja
- Bekerja sesuai dengan keahlian yang dimiliki
- Memberikan motivasi dalam bekerja
- sesuai dengan jadwal kerja yang ditetapkan
b. Komitmen continuance (X2) merupakan kerugian karyawan ketika
meninggalkan organisasi
- Aktif dalam pekerjaan yang di tugaskan
- Manajemen merikan tuntutan pekerjaan pada pelaksanaan target
c. Komitmen normatif (X3) merupakan komponen normatif berhubungan
dengan kewajiban moral yang dirasakan karyawan untuk tetap berada
dalam organisasi.
- Adanya pemberian tunjangan dan fasilitas dalam pekerjaan
- Adanya proses pengemangan diri atau promosi
15
2.2.3. Kepuasan Kerja
2.2.3.1. Pengertian Kepuasan Kerja
Salah satu sarana penting pada manjemen sumber daya manusia dalam
sebuah orgaisasi adalah terciptanya kepuasan kerja para pegawai atau karyawan.
Kepuasan kerja menurut Martoyo, (2002: 115), pada dasarnya merupakan salah
satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya,ia akan merasa puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan,
keterampilan dan harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi.
Adapun Robbins (2001), mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu
sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya, selisih antara banyaknya
ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini
seharusnya mereka terima. Penilaian (assesment) seorang karyawan terhadap puas atau tidak puas akan pekerjaannya merupakan penjumlahan yang rumit dari
sejumlah unsur pekerjaaan yang diskrit (terbedakan atau terpisah satu sama lain ).
Kepuasan kerja ditentukan oleh beberapa faktor yakni kerja yang secara mental
menantang, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, serta
kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.
Berdasarkan batasan - batasan mengenai kepuasan kerja tersebut, dapat
disimpulkan secara sederhana bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya. Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja melihatnya
sebagai hasil interaksi manusia terhadap lingkungan kerjanya. Di samping itu,
perasaan seseorang terhadap pekerjaan tentulah sekaligus merupakan refleksi dari
bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda
– beda sesuai dengan sistem nilai – nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini
disebabkan karena adanya perbedaan pada masing – masing individu. Semakin
banyak aspek – aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu,
maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, dan sebaliknya.
2.2.2.2. Faktor – Faktor Timbulnya Kepuasan Kerja
Sebagian besar orang berpendapat bahwa gaji atau upah merupakan faktor
utama untuk dapat menimbulkan kepuasan kerja. Sampai taraf tertentu, hal ini
memang bisa diterima, terutama dalam negara yang sedang berkembang, dimana
uang merupakan kebutuhan yang sangat vital untuk bisa memenuhi kebutuhan
pokok sehari – hari. Akan tetapi kalau masyarakat sudah bisa memenuhi
kebutuhan keluarganya secara wajar, maka gaji atau upah ini tidak menjadi faktor
utama. Sesuai dengan tingkatan motivasi manusia yang dikemukakan oleh
Maslow, maka upah atau gaji merupakan kebutuhan dasar.
Kepuasan kerja juga dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan
(turnover intention) tetapi faktor-faktor lain seperti kondisi pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan panjangnya masa kerja merupakan kendala yang
penting untuk meninggalkan pekerjaan yang ada (Robbins, 2001). Adapun
menurutnya faktor-faktor yang mendorong kepuasan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang.
2. Kondisi kerja yang mendukung.
3. Rekan sekerja yang mendukung.
17
Individu yang merasa terpuaskan dengan pekerjaannya cenderung untuk
bertahan dalam organisasi. Sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan
dengan pekerjaannya akan memilih untuk keluar dan organisasi. Kepuasan kerja
yang dirasakan dapat mempengaruhi pemikiran seseorang untuk keluar. Evaluasi
terhadap berbagai alternatif pekerjaan, pada akhirnya akan mewujudkan terjadinya
turnover karena individu yang memilih keluar organisasi akan mengharapkan hasil yang lebih memuaskan di tempat lain.
Menurut pendapat Moh. As’ad (2002:115), faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja antara lain:
a. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan
pegawai yang meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja,
perasaan kerja.
b. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik lingkungan
kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan
waktu kerja, perlengkapan kerja, sirkulasi udara, kesehatan pegawai.
c. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan
serta kesejahteraan pegawai, yang meliputi sistem penggajian, jaminan
sosial, besarnya tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan lain-lain
Adapun instrumen indikatornya adalah sebagai berikut (Tua E.H. (2002:
291-292):
- Gaji adalah jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari
- Pekerjaan itu sendiri adalah isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah
memiliki elemen yang memuaskan.
- Rekan sekerja adalah teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa
berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan
rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan.
- Promosi adalah kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui
kenaikan jabatan.
- Lingkungan kerja adalah lingkungan fisik dan psikologis.
2.2.4. Keinginan Niat Keluar Kerja
2.2.4.1. Pengertian Keinginan Niat Keluar Kerja
Keinginan keluar adalah refleksi secara subyektif pada seorang karyawan
akan merubah pekerjaannya dalam periode waktu tertentu (Poza & Hennerberger,
2002). Turnover dilukiskan sebagai penghilangan permanent, sukarela maupun
tidak, pada seorang karyawan dari organisasi (Koslowsky et al., 1997; dalam
Khalid & Ali, 2005). Keinginan keluar timbul secara sukarela maupun secara
paksa, hal ini didorong oleh banyak faktor, seperti faktor eksternal dan faktor
internal. Contoh faktor eksrternal, diantaranya suasana kerja, hubungan kerja,
peraturan organisasi sedangkan dari faktor internal, diantaranya komitmen
karyawan, organizational citizenship behavior, kepercayaan organisasi.
Pergantian karyawan atau keluar masuknya karyawan dari organisasi
adalah suatu fenomena penting dalam kehidupan organisasi. Ada kalanya
pergantian karyawan memiliki dampak positif. Namun sebagian besar pergantian
19
segi biaya maupun dari segi hilangnya waktu dan kesempatan untuk
memanfaatkan peluang.
2.2.4.2. Indikasi Terjadinya Keinginan Niat Keluar Kerja
Menurut Harnoto (2002:2): “Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat,
mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja,
keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk
menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari
biasanya.” Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk
memprediksikan turnover intentions karyawan dalam sebuah perusahaan. 1. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai
dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan
dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas
bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang
dipandang lebih mampu mmenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering
dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun
4. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan.
Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau
aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan
ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan,
dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari
biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover
Berdasarkan uraian di atas maka indikator dari keinginan pindah kerja
adalah sebagai berikut: Fieraningsih,(2009)
a. Ingin pindah kerja jika memungkinkan
b. Berencana keluar dari pekerjaan
c. Aktif mencari pekerjaan lain
2.2.5. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Or ganisasi
Seorang karyawan yang merasakan kepuasan di saat bekerja di organisasi
yang fokus terhadap keahliannya tersebut akan berjalan beriringan dengan
munculnya profesionalisme untuk menyelesaikan kewajibannya. Seseorang akan
memiliki komitmen yang tinggi terhadap karirnya setelah merasakan adanya rasa
puas terhadap karir dan lingkungan kerjanya sehingga mereka tidak berpikiran
meninggalkan profesi di bidangnya untuk berpidah ke karir yang lain (Adio dan
21
Menurut Sunjoyo dan Kristiana,(2007), komitmen organisasional
merupakan salah satu indikator yang baik terhadap kepuasan kerja secara
menyeluruh baik intrinsik maupun ekstrinsik, yaitu dalam bentuk pemihakan
individual terhadap pekerjaan dan organisasi. Individual yang mendapatkan
kepuasan kerja (intrinsik & ekstrinsik) dalam organisasi cenderung memiliki
tingkat komitmen jenis afektif, karena kepuasan tersebut berasal dari dalam
dirinya, dan juga didukung dari keadaan lingkungan pekerjaan yang baik.
Sependapat dengan Robbins, Clive dan Richard dalam Chang dan Lee (2006)
menunjukkan bahwa komitmen organisasional merupakan hasil dari kepuasan
kerja dan memiliki pengaruh yang positif. Luthans (1995) juga menyatakan hal
yang sama, kepuasan kerja (intrinsic & ekstrinsik) memiliki pengaruh yang kuat
dan positif terhadap komitmen.
Suliman dan Iles, (2000), ketika karyawan merasakan keamanan pekerjaan
yang lebih tinggi dan kepuasan kerja terhadap pekerjaan secara umum juga tinggi,
maka tingkat komitmen keberlanjutan (continuance) juga akan tinggi. Hal ini sangat berguna karena meningkatkan keamanan pekerjaan dan menciptakan
sebuah lingkungan kerja yang positif dan membuat keputusan-keputusan
perusahaan yang ekonomis dalam kaitannya dengan pengurangan biaya yang
dikaitkan dengan hilangnya karyawan.
Berdasarkan uraian di atas bahwa dengan adanya kepuasan kerja yang
2.2.6. Pengaruh Komitmen Or ganisasi Ter hadap Keinginan Keluar Kerja
Komitmen organisasi merupakan kondisi di mana pegawai sangat tertarik
terhadap tujuan, nilainilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap
organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal. Karena meliputi sikap
menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang
tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan (Steers dalam
Kuntjoro, 2002).
Penelitian menunjukkan bahwa komitmen organisasi mempunyai
pengaruh pada niat keluar. Terdapat beberapa elemen sehingga komitmen
organisasi dapat menimbulkan reaksi tertentu terhadap niat keluar. Karyawan
yang mempunyai komitmen tinggi kepada organisasi kemungkinan kecil untuk
meninggalkan organisasi daripada karyawan yang relative tidak berkomitmen
(Joiner dalam Chiu, et al., 2005).
Menurut Meyer & Allen dalam Barlett (2001) secara umum komitmen
organisasi dapat dianggap sebagai tingkat keterkaitan terhadap organisasi dimana
dia bekerja. Karyawan dengan komitmen yang tinggi akan tetap bersama dengan
organisasi pada saat susah dan senang. Mereka cenderung rutin bekerja, kerja
secara penuh, melindungi aset perusahaan dan membagi tujuan organisasi.
Jadi perusahaan yang mengerti apa yang dibutuhkan karyawan akan lebih
mempunyai kesempatan untuk meningkatkan komitmen organisasi karyawan
sesuai dengan yang direncanakan oleh perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa komitmen organisasi mempengaruhi niat keluar secara internal dan
23
Berdasarkan uraian di atas bahwa dengan adanya komitmen organisasi
yang meningkat maka akan menurunkan keinginan niat keluar kerja karyawan
dari perusahaan.
2.2.7. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Keinginan Niat Keluar Kerja
Salah satu sasaran penting dalam rangka manajemen sumber daya manusia
dalam suatu organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja para anggota organisasi
yang lebih lanjut akan meningkatkan prestasi kerja. Dengan kepuasan kerja
tersebut diharapkan pencapaian tujuan organisasi akan lebih baik dan akurat.
Kepuasan kerja “adalah keadaan emosional karyawan di mana terjadi ataupun
tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan
perusahaan/organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan
oleh karyawan yang bersangkutan” (Martoyo, 2003: 132). Balas jasa kerja
karyawan ini adalah yang berupa financial maupun yang non-financial. Bila
kepuasan kerja terjadi, maka pada umumnya tercermin pada perasaan karyawan
terhadap pekerjaannya, yang sering diwujudkan dalam sikap positip karyawan
terhadap pekerjaannya di lingkungan kerjanya. Makin puas mereka bekerja dalam
suatu organisasi, makin kecil turnover karyawan dalam perusahaan, sebaliknya,
kepuasan kerja yang rendah akan mengakibatkan tingginya turnover intentions. Kepuasan kerja mempunyai peranan saling mempengaruhi dengan
komitmen organisasi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen
organisasi yang berdampak pada tinggi rendahnya tingkat niat keluar. Hubungan
antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi sangat kuat. Penelitian terdahulu
organisasi (Williams & Hazer dalam Barlett, 2001). Tidak dapat dipungkiri dalam
setiap hubungan kepuasan dan komitmen senantiasa berjalan berdampingan.
Karyawan yang lebih terlibat dengan pekerjaan akan merasa lebih puas dengan
pekerjaan dapat diharapkan akan lebih komitmen pada organisasi mereka
(O'Driscoll & Randall dalam Boon et al., 2005).
Menurut Robbins (2006) dalam bukunya Perilaku Organisasi, dampak kepuasan kerja pada kinerja karyawan meliputi beberapa hal, diantaranya terhadap
produktivitas, keabsenan, dan pengunduran diri. Disebutkan pula bahwa kepuasan
juga berkorelasi negatif dengan pengunduran diri, namun hubungan tersebut lebih
kuat dari apa yang kita temukan untuk keabsenan. Namun kembali, faktor-faktor
lain seperti kondisi bursa kerja, harapan-harapan tentang peluang pekerjaan
alternatif, dan panjangnya masa kerja pada organisasi tertentu merupakan
rintangan-rintangan penting bagi keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan
seseorang saat ini. Banyak bukti yang menyatakan bahwa dimensi penting
hubungan kepuasan kerja-pengunduran diri adalah level kinerja karyawan. Untuk
itu banyak perusahaan berupaya keras untuk mempertahankan karyawannya
terutama yang bikenerja tinggi bagi mereka, seperti kenaikan upah, pujian,
pengakuan, peningkatan peluang promosi, dan seterusnya. Sedangkan sedikit
upaya ditempuh organisasi untuk mempertahankan karyawan yang berkinerja
buruk. Bahkan mungkin tersapat sedikit tekanan untuk mendorong mereka agar
mengundurkan diri. Hal inipun diperkuat oleh pendapat Handoko (2001) yang
menyebutkan bahwa meskipun hanya merupakan salah satu faktor dari banyak
25
karyawan dan absensi. Perusahaan bisa mengharapkan bahwa bila kepuasan kerja
meningkat, perputaran karyawan dan absensi menurun, atau sebaliknya
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja
berpengaruh langsung secara positif pada komitmen awal sebelum memasuki
perusahaan dan akan berpengaruh pada komitmen berikutnya. Ini berarti semakin
tinggi kepuasan kerja karyawan akan semakin meningkatkan komitmen
organisasi. Karyawan yang terpenuhi kepuasan kerjanya dapat diartikan bahwa
komitmen organisasinya sangat tinggi dan cenderung untuk bertahan dalam
organisasi. Berdasarkan uraian di atas bahwa dengan adanya kepuasan kerja yang
meningkat maka akan menurunkan keinginan niat keluar kerja karyawan dari
perusahaan.
2.4. Kerangka Konseptual
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
2.5. Hipotesis
1. Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi karyawan
di PT. Delta Prima Steel Surabaya.
2. Komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap keinginan niat keluar kerja
karyawan di PT. Delta Prima Steel Surabaya.
Kepuasan Kerja
(X1) Komitmen Organisasi
(X2)
3. Kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan niat keluar kerja
27 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional
3.1.1. Definisi Operasional Variabel
Untuk kemudahan dalam memahami penelitian ini serta menghindari
kesalahan persepsi, maka perlu diuraikan definisi opersional variabel-variabel
yang akan diteliti. Variabel-variabel tersebut adalah:
1. Komitmen Organisasional (X2) merupakan sejauh mana seorang karyawan
komit terhadap organisasi tempat ia bekerja. Pareke,(2004). Adapun
indikatornya adalah: (Sriwidadi,2010).
a. Cenderung terlibat dan menikmati keanggotaannya dalam perusahaan
b. Akan terus bertahan dalam perusahaan.
c. Memperkecil ketidakhadirannya dan menghindari keterlambatan dalam
kehadiran pada pekerjaan.
d. Kerugian yang akan ditanggung bila karyawan meninggalkan perusahaan
e. Bertahan dalam perusahaan karena memang sudah seharusnya
2. Kepuasan Kerja (X1)
Kepuasan kerja, perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri
karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun kondisi dirinya.
Adapun instrumen indikatornya: (Ratnawati dan Manurung, 2012):
a. Kepuasan dengan Gaji (Z1) adalah jumlah bayaran yang diterima seseorang
sebagai akibat dari pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan
b. Kepuasan dengan Pekerjaan itu sendiri (Z2) adalah isi pekerjaan yang
dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang memuaskan.
c. Kepuasan dengan rekan sekerja (Z3) adalah teman-teman kepada siapa
seseorang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang
dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak
menyenangkan.
d. Kepuasan dengan promosi (Z4) adalah kemungkinan seseorang dapat
berkembang melalui kenaikan jabatan.
e. Kepuasan dengan penyelia (Z5) adalah keharmonisan dengan penyelia.
3. Niat Keluar Kerja (Y) merupakan keinginan individu untuk meninggalkan
organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. Adapun indikatornya:
Novliadi,(2007) dalam Fieraningsih,(2009)
a. Ingin pindah kerja jika memungkinkan (Y1)
b. Berencana keluar dari pekerjaan (Y2)
c. Aktif mencari pekerjaan lain (Y3)
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval
yaitu jarak antara satu data dengan yang lain dan mempunyai bobot yang sama,
(likert scale) merupakan metode pengukuran sikap dengan skala penilaian tujuh butir yang menyatakan secara verbal dua kutub (bipolar).
Digunakan jenjang 1-5 dalam penelitian ini mengikuti pola sebagai berikut,
misalnya : 1 5
29
3.2. Teknik Penentuan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Delta Prima Steel
Surabaya yang berjumlah 64 karyawan .
b. Sampel
Menurut Djarwanto dan Subagyo, (2000: 108) sampel adalah sebagian dari
populasi yang karakteristik hendak diteliti, dan dianggap bisa mewakili
keseluruhan populasi (jumlahnya lebih sedikit dari jumlah populasinya).
Teknik sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling, Teknik
pengambilan sampel data dimana seluruh jumlah populasi di jadikan sebagai
sample.Berdasarkan perhitungan di atas, maka peneliti mengambil sampel
sebesar 64 responden .
3.3. J enis Data
Untuk menganalisa data yang baik maka diperlukan data yang valid,
supaya mengandung suatu kebenaran. Ada data yang dikumpulkan dari penelitian,
yaitu:
Data Primer
Data yang dikumpulkan langsung yaitu dengan menyebarkan daftar pertanyaan
kepada karyawan PT. Delta Prima Steel Surabaya.
3.3.1. Sumber Data
Sumber data diperoleh dari PT. Delta Prima Steel Surabaya yang dijadikan
3.3.2. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Digunakan untuk mendapatkan bukti–bukti yang berkaitan atau keterangan
yang lebih mendalam, khususnya berhubungan dengan beberapa hal yang
belum jelas dari data yang ada, wawancara ini dilakukan kepada karyawan
perusahaan.
b. Kuesioner dengan menyebarkan angket daftar pertanyaan kepada karyawan
3.4. Uji Validitas Dan Reliabilitas
3.4.1. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi
sebenarnya yang diukur. Analisis validitas item bertujuan untuk menguji apakah
tiap butir pertanyaan benar-benar sudah sahih, paling tidak kita dapat menetapkan
derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa yang diyakini
dalam pengukuran, analisis ini dilakukan dengan cara mengkorelasiakn antar skor
item denga skor total item. Dalam hal ini koefisien korelasi yang nilai
signifikasinya lebih kecil dari 5 % (level of significance) menunjukkan bahwa
item-item tersebut sudah sahih sebagai pembentukan indikator.
3.4.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas untuk mengetahui apakah instrumen memiliki indeks
kepercayaan yang baik jika diujikan berulang. Suatu instrument pengukuran
dikatakan reliable jika pengukurannya konsisten dan akurat. Jadi uji reliabilitas
dilakukan dengan tujuan mengetahui konsistensi dari instrument sebagai alat ukur,
31
rumus Cronbach Alpha dengan bantuan software smart PLS. Suatu pertanyaan
pada kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Purbayu & Ashari, 2005 : 247).
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.5.1. Teknik Analisis
Partial Least Square (PLS) merupakan sebuah metode untuk
mengkonstruksi model-model yang dapat diramalkan ketika faktor-faktor terlalu
banyak. PLS dikembangkan pertama kali oleh Wold sebagai metode umum untuk
mengestimasi path model yang menggunakan variabel laten dengan mutiple
indikator. PLS juga merupakan factor indeterminacy metode analisis yang
powerful karena tidak mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala
tertentu, jumlah sampel kecil.
PLS adalah dalam penggunaan model persamaan struktural untuk menguji
teori atau pengembangan teori untuk tujuan prediksi oleh Ghozali (2008: 5). Pada
situasi dimana penelitian mempunyai dasar teori yang kuat dan pengujian teori
atau pengembangan teori sebagai tujuan utama riset, maka metode dengan
covariance based (Generalized Least Squares) lebih sesuai. Namun demikian adanya indeterminacy dari estimasi factor score maka akan kehilangan ketepatan prediksi dari pengujian teori tersebut. Untuk tujuan prediksi, pendekatan PLS
lebih cocok. Karena pendekatan untuk mengestimasi variabel laten dianggap
sebagai kombinasi linier dari indikator maka menghindarkan masalah
Dengan variabel laten berupa kombinasi linier dari indikatornya, maka
prediksi nilai dari variabel laten dapat dengan mudah diperoleh, sehingga prediksi
terhadap variabel laten yang dipengaruhinya juga dapat dengan mudah dilakukan
(Ghozali 2008).
3.5.1.1. Cara Kerja PLS
Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan menjadi
tiga. Kategori pertama yaitu weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor atau nilai variabel laten. Kedua mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten dan indikatornya
(loading), ketiga berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi ini,
PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan
estimasi. Tahap pertama menghasilkan weight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi(konstanta).
Selama iterasi berlangsung inner model estimate digunakan untuk mendapatkan outside approximation weigth, sementara itu outer model estimate
digunakan untuk mendapatkan inside approximation weight. Prosedur iterasi ini akan berhenti ketika persentase perubahan setiap outside approximation weight
relatif terhadap proses iterasi sebelumnya kurang dari 0,01.
3.5.1.2. Model Spesifikasi PLS
33
didefinisikan sebagai dua persamaan linier, yaitu model pengukuran yang
menyatakan hubungan antara peubah laten dengan sekelompok peubah penjelas
dan model struktural yaitu hubungan antar peubah-peubah laten (Gefen, 2000).
Model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari tiga set
hubungan; (1) inner model yang menspesifikasi hubungan antar variabel laten (structural model), (2) outer model yang menspesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikator atau variabel manifestasinya (measurement model), dan (3)
weight relation dalam mana nilai kasus dari variabel laten dapat diestimasi. 3.5.1.3. Langkah-Langkah PLS
Langkah-langkah pemodelan persamaan struktural PLS dengan software
Gambar 2 Langkah-langkah Analisis PLS
(1). Langkah Pertama: Merancang Model Str uktural (inner model)
Perancangan model struktural hubungan antar variabel laten pada PLS
didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian.
(a) Teori, kalau sudah ada
(b) Hasil penelitian empiris
(c) Analogi, hubungan antar variabel pada bidang ilmu yang lain
(d) Normatif, misal peraturan pemerintah, undang-undang, dan lain
sebagainya
35
(e) Rasional.
Oleh karena itu, pada PLS dimungkinkan melakukan eksplorasi hubungan
antar variabel laten, sehingga sebagai dasar perancangan model struktural bisa
berupa proposisi. Hal ini tidak direkomendasikan di dalam SEM, yaitu
perancangan model berbasis teori, shingga pemodelan didasarkan pada hubungan
antar variabel laten yang ada di dalam hipotesis.
(2). Langkah Kedua: Merancang Model Pengukuran (outer model)
Pada PLS perancangan model pengukuran (outer model) menjadi sangat penting, yaitu terkait dengan apakah indikator bersifat refleksif atau formatif.
Merancang model pengukuran yang dimaksud di dalam PLS adalah menentukan
sifat indikator dari masing-masing variabel laten, apakah refleksif atau formatif.
Kesalahan dalam menentukan model pengukuran ini akan bersifat fatal, yaitu
memberikan hasil analisis yang salah.
Dasar yang dapat digunakan sebagai rujukan untuk menentukan sifat
indikator apakah refleksif atau formatif adalah: teori, penelitian empiris
sebelumnya, atau kalau belum ada adalah rasional. Pada tahap awal penerapan
PLS, tampaknya rujukan berupa teori atau penelitian empiris sebelumnya masih
jarang, atau bahkan belum ada. Oleh karena itu, dengan merujuk pada definisi
konseptual dan definisi operasional variabel, diharapkan sekaligus dapat
dilakukan identifikasi sifat indikatornya, bersifat refleksif atau formatif.
(3). Langkah Ketiga: Mengkonstruksi diagr am J alur
Bilamana langkah satu dan dua sudah dilakukan, maka agar hasilnya lebih
selanjutnya dinyatakan dalam bentuk diagram jalur. Contoh bentuk diagram jalur
untuk PLS dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3 Contoh Diagram Jalur untuk PLS (sama dengan Gambar 1)
(4). Langkah Keempat: Konversi diagr am J alur ke dalam Sistem Per samaan
a) Outer model, yaitu spesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikatornya, disebut juga dengan outer relation atau measurement model, mendefinisikan karakteristik variabel laten dengan indikatornya. Model
indikator refleksif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:
x = Λx ξ + εx
y = Λy η + εy
Di mana X dan Y adalah indikator untuk variabel laten eksogen (ξ) dan
endogen (η). Sedangkan Λx dan Λy merupakan matriks loading yang
37
variabel laten dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan εx danεy
dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran atau noise. Model indikator formatif persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:
ξ = ΠξXi + δx
η = ΠηYi + δy
Dimana ξ, η, X, dan Y sama dengan persamaan sebelumnya. Πx dan Πy
adalah seperti koefisen regresi berganda dari variabel laten terhadap
indikator, sedangkan δx dan δy adalah residual dari regresi.
Pada model PLS Gambar 3 terdapat outer model sebagai berikut: Untuk variabel latent eksogen 1 (reflektif)
x1 = λx1 ξ1 + δ1
x2 = λx2 ξ1 + δ2
x3 = λx3 ξ1 + δ3
Untuk variabel latent eksogen 2 (formatif)
ξ2 = λx4 X4 + λx5 X5 + λx6 X6 + δ4
Untuk variabel latent endogen 1 (reflektif)
y1 = λy1 η1 + ε1
y2 = λy2η1 + ε2
Untuk variabel latent endogen 2 (reflektif)
y3 = λy3 η2 + ε3
b) Inner model, yaitu spesifikasi hubungan antar variabel laten (structural model), disebut juga dengan inner relation, menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan teori substansif penelitian. Tanpa
kehilangan sifat umumnya, diasumsikan bahwa variabel laten dan
indikator atau variabel manifest diskala zero means dan unit varian sama dengan satu, sehingga parameter lokasi (parameter konstanta) dapat
dihilangkan dari model.
Model persamaannya dapat ditulis seperti di bawah ini:
η = βη + Γξ + ζ
Dimana η menggambarkan vektor vaariabel endogen (dependen), ξ adalah
vektor variabel laten eksogen dan ζ adalah vektor residual (unexplained variance). Oleh karena PLS didesain untuk model rekursif, maka hubungan antar variabel laten, berlaku bahwa setiap variabel laten
dependen η, atau sering disebut causal chain system dari variabel laten dapat dispesifikasikan sebagai berikut:
ηj = Σi βji ηi + Σi γjbξb + ζj
Dimana γjb (dalam bentuk matriks dilambangkan dengan Γ) adalah
koefisien jalur yang menghubungkan variabel laten endogen (η) dengan
eksogen (ξ). Sedangkan βji (dalam bentuk matriks dilambangkan dengan
β) adalah koefisien jalur yang menghubungkan variabel laten endogen (η)
dengan endogen (η); untuk range indeks i dan b. Parameter ζj adalah
39
Pada model PLS Gambar 3 inner model dinyatakan dalam sistem persamaan sebagai berikut:
η1 = γ1ξ1 + γ2ξ2 + ζ1
η2 = β1η1 + γ3ξ1 + γ4ξ2 + ζ2
c) Weight relation, estimasi nilai variabel latent. Inner dan outer model
memberikan spesifikasi yang diikuti dengan estimasi weight relation
dalam algoritma PLS:
ξb = Σkb wkb xkb
ηi = Σki wki xki
Dimana wkb dan wki adalah k weight yang digunakan untuk membentuk
estimasi variabel laten ξb dan ηi. Estimasi data variabel laten adalah linear
agregat dari indikator yang nilai weight-nya didapat dengan prosedur estimasi PLS.
(5). Langkah Kelima: Estimasi
Metode pendugaan parameter (estimasi) di dalam PLS adalah metode
kuadrat terkecil (least square methods). Proses perhitungan dilakukan dengan cara iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi konvergen.
Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu :
1) Weight estimate yang digunakan untuk menghitung data variabel laten 2) Estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan antar variabel laten dan
estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.
Sebagai langkah awal iterasi, algoritmanya adalah menghitung
aproksimasi outside dari variabel latent dengan cara menjumlahkan indikator dalam setiap kelompok indikator dengan bobot yang sama (equal weight). Bobot untuk setiap iterasi diskalakan untuk mendapatkan unit varian dari skor variabel
laten untuk N kasus dalam sampel. Dengan menggunakan skor untuk setiap
variabel latent yang telah diestimasi, kemudian digunakan untuk pendugaan
aproksimasi inside variabel laten.
Ada tiga skema bobot aproksimasi inside yang telah dikembangkan untuk mengkombinasikan variabel laten tetangga (neighboring LV) untuk mendapatkan estimasi variabel laten tertentu yaitu: centroid, factor dan path weighting. Skema
weighting dengan centroid merupakan prosedur asli yang digunakan oleh Wold. Metode ini hanya mempertimbangkan tanda korelasi antara variabel laten dan
variabel laten tetangganya (neigboring LV). Nilai kekuatan korelasi dan arah model struktural tidak diperhitungkan. Skema weighting dengan faktor menggunakan koefisien korelasi antara variabel laten dengan variabel laten
tetangga sebagai pembobot (weight). Variabel laten menjadi principal component
(komponen utama) dari variabel laten tetangganya. Skema weighting dengan faktor memaksimumkan varian dari komponen utama variabel laten ketika jumlah
variabel laten menjadi tak terhingga jumlahnya. Skema dengan path weighting
membobot variabel laten tetangga dengan cara berbeda tergantung apakah
variabel laten tetangga merupakan anteseden atau konsekuen dari variabel laten
41
Dengan hasil estimasi variabel laten dari aproksimasi inside, maka didapatkan satu set pembobot baru dari aproksimasi outside. Jika skor aproksimasi inside dibuat tetap (fixed), maka dapat dilakukan regresi sederhana atau regresi berganda bergantung apakah indikator dari variabel laten bersifat
refleksif ataukah model berbentuk formatif. Oleh karena
inside
outside
outer model
convergent discriminant validity composite
realibility outer model
substantive content relative weight
weight
inner model
Stone-Geisser Q Square test
bootstrapping
a). Outer Model Outer model
Convergent validity
loading
Discriminant validity
cross loading cross loading
cross loading
square root of average variance extracted
square root of average variance extracted
discriminant validity
i
i i i
λ
λ ε
=
+
∑
∑
∑
Composite reliability
Goodness of Fit Model
Q-Square predictive relevance
predictive relevance
≤ predictive relevance
m
R path analysis
(7). Langkah Ketujuh: Pengujian Hipotesis
inner model
inner model
distribution free
t-test p-value ≤
outter model