i
PERBEDAAN SIKAP TERHADAP HOMOSEKSUALITAS
ANTARA MURID SEKOLAH HOMOGEN DAN HETEROGEN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Dicky Sugianto
NIM: 099114108
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
SKRIPSI
PERBEDAAN SIKAP TERHADAP HOMOSEKSUALITAS
ANTARA MURID SEKOLAH HOMOGEN DAN HETEROGEN
Oleh: Dicky Sugianto NIM: 099114108
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
iii
SKRIPSI
PERBEDAAN SIKAP TERHADAP HOMOSEKSUALITAS
ANTARA MURID SEKOLAH HOMOGEN DAN HETEROGEN
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Dicky Sugianto NIM: 099114108
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 17 Januari 2014
dan dinyatakan memenuhi syarat.
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Penguji I Debri Pristinella, S.Psi., M.Si. ……… Penguji II M. M. Nimas Eki S., M.Si ……… Penguji III C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi ………
Yogyakarta, Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Dekan,
iv
Allah Bapa Yang Mahakudus, Pencipta alam semesta.
Tuhan Yesus Kristus, Sahabat dan Juruselamat.
Roh Kudus, Sang Penghibur dan Penuntun.
Kupersembahkan tulisan ini pada-Mu.
Karena segala sesuatu berawal dari Engkau.
Dan karena segala sesuatunya adalah demi
v
Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan
ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit.
Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya
dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini
memberi lebih banyak dari pada semua orang
yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan.
Sebab mereka memberi dari kelimpahannya
tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, yaitu seluruh nafkahnya.”
– Markus 12:42-44
Jika engkau makan atau jika engkau minum,
atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain,
lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. – Rasul Paulus dalam 1 Korintus 10:31
Ad maiorem Dei gloriam.
– St. Ignasius Loyola, motto Society of Jesus
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 12 Februari 2014
Penulis
vii
PERBEDAAN SIKAP TERHADAP HOMOSEKSUALITAS ANTARA MURID S EKOLAH HOMOGEN DAN HETEROGEN
Dicky Sugianto
ABSTRAK
Masyarakat secara umum memiliki sikap yang negatif terhadap homoseksualitas (Blaauw, 2012; Rathus, Nevid & Fichner-Rathus, 2008). Sikap yang negatif ini menimbulkan perlakuan yang negatif terhadap orang-orang homoseksual. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sikap terhadap homoseksualitas pada murid sekolah homogen dan heterogen. Penelitian ini berusaha untuk mengungkap perbedaan sikap terhadap homoseksualitas antara sekolah yang memiliki murid sejenis kelamin dan sekolah yang memiliki murid kedua jenis kelamin. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif. Skala yang mengukur sikap terhadap homoseksualitas dikonstruksi dengan model penskalaan Likert. Data (N = 358) diambil dari empat sekolah yang berada di dua kota besar di Indonesia, yang terdiri dari dua sekolah homogen masing-masing dikhususkan untuk perempuan dan laki-laki, serta dua sekolah heterogen. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan independent sample t-test. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa tidak ada perbedaan sikap terhadap homoseksualitas yang signifikan antara murid sekolah homogen dan heterogen (t(345,377) = 0,745; p > 0.05).
viii
ATTITUDE DIFFERENCE TOWARD HOMOSEXUALITY BETWEEN SINGLE-SEX AND COEDUCATIONAL SCHOOL STUDENTS
Dicky Sugianto
ABSTRACT
Society in general has negative attitudes toward homosexuality (Blaauw, 2012; Rathus, Nevid & Fichner-Rathus, 2008). These negative attitudes toward homosexuality lead to negative treatments of homosexual people. This research aims to observe attitude toward homosexuality in single-sex and coeducational school students. This research tries to reveal attitude difference toward homosexuality between school which has same-sex students and school which has mixed-sex students. This research is a comparative quantitative research. A scale measuring attitude toward homosexuality was constructed using Likert scale modeling. Data (N = 358) was collected from four schools in two big cities in Indonesia, consisting two single-sex schools each specified for females and males, and also two coeducational schools. Data was analyzed using independent sample t-test. According to data analysis, it is found that there is no significant difference in attitude toward homosexuality between single-sex and coeducational school students (t(345,377) = 0,745; p > 0.05).
ix
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Dicky Sugianto
Nomor Mahasiswa : 099114108
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Perbedaan Sikap Terhadap Homoseksualitas antara Murid Sekolah Homogen dan Heterogen
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta,
Pada tanggal 12 Februari 2014
Yang menyatakan
x
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur dan terima kasih terutama kepada Allah yang Mahakudus dalam perantaraan Tuhan Yesus Kristus, Sang Juruselamat melalui penyertaan dan hikmat dari Roh Kudus yang karena kuasa-Nya yang ajaib serta curahan hikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Sikap Terhadap Homoseksualitas antara Murid Sekolah Homogen dan Heterogen” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi dan
mengakhiri pendidikan penulis di program S1 Psikologi Universitas Sanata Dharma.
xi
Banyak pihak yang terlibat dalam pembuatan skripsi ini dan penulis sangat bersyukur karena kehadiran mereka dalam kehidupan penulis. Oleh karena itu, penulis mengungkapkan rasa terima kasih setulus hati kepada:
1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma karena telah mengizinkan saya mengerjakan, menyelesaikan, dan mempertahankan skripsi ini.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kepala Program Studi Psikologi karena juga telah mengizinkan saya mengerjakan, menyelesaikan, dan mempertahankan skripsi ini. Terima kasih juga atas segala dukungan Ibu. 3. Ibu Debri Pristinella, S.Psi., M.Si., terima kasih atas kesabarannya
menghadapi saya selama mengerjakan penelitian ini. Terima kasih juga atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjadi asisten penelitian Prof. Bukatko.
4. Papah dan Mamah, terima kasih telah menjadi uluran tangan Tuhan Yesus Kristus. Terima kasih telah menjadi orangtua anugerah yang penuh kasih dalam ketulusan salib Kristus. Terima kasih atas kesabaran dan pelayanan yang luar biasa dalam hidup saya.
5. Emak Kwee Siang Lan, Oh Dial Sugianto, S.P., Oh Dion Sugianto, S.TP., dan Denny Sugianto. Terima kasih atas integritas makna yang telah kalian berikan kepada saya, begitu pula untuk Ci Sinta Novasari dan Ci Anita Anasstasia.
xii
atas kuliah, penelitian, dan publikasi yang lahir karena Anda. Terima kasih telah membuat pendidikan saya semakin bermakna.
7. Bapak Agung Santoso, M.A., terima kasih atas segala ilmu statistika dan SPSS, serta terima kasih atas dukungan dan kemurahan Bapak selama saya duduk di bangku kuliah.
8. Ibu Maria Laksmi Anantasari, M.Si., terima kasih karena dukungan, senyuman, kesabaran, dan nasehat yang telah Ibu berikan.
9. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si., terima kasih atas kuliah-kuliah Ibu yang terapeutik dan memicu insight. Terima kasih juga atas segala senyuman dan keramahan Ibu.
10.Alm. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, terima kasih atas segala dukungan Ibu pada suatu momen penting dalam kehidupan perkuliahan saya.
11.Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi., terima kasih juga atas segala ilmu yang saya dapatkan dari Bapak.
12.Ibu Agnes Indar Etikawati, M.Si. dan Ibu A. Tanti Arini, M.Si.,, terima kasih atas kesempatan menjadi asisten yang sangat berharga.
13.Ibu Maria Magdalena Nimas Eki Suprawati, M.Si., terima kasih atas ilmu, dukungan, keramahan, dan kesempatan yang dapat saya alami selama menempuh studi.
14.Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M.Si., terima kasih untuk ilmu, kekritisan, dan kuliah-kuliah Bapak yang selalu membuat saya berpikir berhari-hari. 15.Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum, M.App.Psych., terima kasih atas
xiii
16.Ibu Sylvia Carolina MYM., M.Si. dan Mbak P. Henrietta PDADS., M.A.,, terima kasih atas kesempatan, ilmu, dan keramahan yang telah diberikan. 17.Ibu Lusia Pratidarmanastiti, M.S., terima kasih atas keramahan dan
inspirasinya. Terima kasih juga atas pemaknaan yang Ibu berikan.
18.Segenap staf pengajar yang memberikan saya keutuhan makna selama saya menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma: Ibu Titik Kristiyani, M.Si., Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi., Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si., Prof. Dr. A. Supratiknya, Romo A. Priyono Marwan, Ph.D., SJ., Prof. J. Subagja, Bapak Minto Istono, M.Si., Bapak C. Wijoyo Adi Nugroho, M.Si. Terima kasih atas ilmu, keramahan, dan kemurahan hati Bapak dan Ibu sekalian. 19.Sekolah-sekolah yang menjadi tempat pengambilan sampel untuk skripsi
ini. Terima kasih atas kemurahan hati dan kerjasamanya.
20.Segenap staf administratif Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma: Ibu M.B. Rohaniwati, Mas Y. Gandung Widyantoro, Pak Gi. Terima kasih atas pelayanan yang sangat baik, keramahan, kemurahan hati, dan kerjasamanya.
21.Segenap staf laboratorium Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma: Mas P. Mujiono dan Mas AG. Doni Indarto. Terima kasih atas kepercayaan dan pelayanan yang sangat baik.
xiv
yang sangat nyaman untuk menghabiskan waktu luang. Terima kasih atas informasi dan kepercayaan yang diberikan.
23.Segenap staf pelayanan kebersihan dan keamanan Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas kebersihan, keamanan, dan lingkungan kampus yang akan selalu dirindukan.
24.Teman-teman angkatan 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012, khususnya Ci Puji, Mba Tinna, Nino, Ci Nana, Mba Berta, Mba Ica, Mba Mengthy, Ci Jeje, Miss Titien, Kak Licia, Rani, Mei mei, dan segenap teman, segenap asisten, mantan anak asisten, dan kenalan lain yang tidak dapat disebutkan di sini. Terima kasih atas pertemanan, dukungan, dan senyuman kalian.
25.Teman-teman seperjuangan: Ong Imelda Gunawan, S.TP., Jevri Eka Susilo, Edo Elkana, terima kasih atas kemurahan hati, kebaikan, ketulusan, dan tawa yang ada karena eksistensi kalian.
26.Lia Susanti, S.Farm. terima kasih karena telah menjadi rekan penulis skripsi, rekan berbagi, teman yang baik. Terima kasih atas segala kemurahan hati, penerimaan, dan kasih dalam Tuhan Yesus Kristus.
27.Yosef Indra Sidharta, S.E., terima kasih telah menjadi teman yang luar biasa baik dan memahami. Terima kasih atas setiap dukungan dan semangatnya.
xv
29.Untuk kamu, terima kasih telah menjadi bagian penuh makna dalam kehidupan yang singkat ini. Semoga Tuhan Yesus Kristus memberkati kalian kini, nanti, dan selamanya.Hiduplah selalu dalam kebahagiaan! 30.Dan untuk para pembaca skripsi ini, semoga Anda menemukan makna
dalam penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis terbuka pada saran dan kritik terkait dengan karya tulis ini. Semoga karya ini dapat menambah kajian ilmu psikologi dan bermanfaat secara praktis untuk masyarakat.
Yogyakarta, 27 Januari 2014 Penulis
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xvi
DAFTAR TABEL ... xx
DAFTAR SKEMA ... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoritis ... 8
xvii
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A. Sikap ... 9
1. Definisi Sikap ... 9
2. Komponen Sikap ... 9
3. Pembentukan Sikap ... 10
B. Homoseksualitas ... 11
1. Orientasi Seksual dan Homoseksualitas... 11
2. Homoseksualitas dan Nonkonformitas Gender ... 12
C. Sikap terhadap Homoseksualitas... 13
1. Definisi Sikap terhadap Homoseksualitas ... 13
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap terhadap Homoseksualitas ... 14
3. Komponen Sikap terhadap Homoseksualitas ... 16
D. Sekolah Homogen dan Heterogen ... 17
1. Definisi Sekolah Homogen dan Heterogen ... 17
2. Promosi Peran Gender Tradisional pada Sekolah Homogen... 18
3. Promosi Peran Gender Tradisional pada Sekolah Heterogen ... 19
4. Gambaran Sikap terhadap Homoseksualitas pada Murid Sekolah Homogen dan Heterogen ... 20
xviii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23
A. Jenis Penelitian ... 23
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 23
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 23
1. Sikap terhadap Homoseksualitas... 23
2. Jenis Sekolah ... 24
D. Subjek Penelitian ... 25
E. Metode dan Instrumen Penelitian... 25
F. Kredibilitas Instrumen Penelitian ... 30
1. Uji Validitas ... 30
A. Pelaksanaan Penelitian ... 36
1. Persiapan Penelitian ... 36
2. Proses Penelitian ... 36
xix
B. Hasil Penelitian ... 39
1. Deskripsi Data Penelitian ... 39
2. Hasil Uji Asumsi ... 40
3. Hasil Uji Hipotesis ... 41
C. Analisis Data Tambahan ... 42
D. Pembahasan ... 43
BAB V PENUTUP ... 49
A. Kesimpulan ... 49
B. Keterbatasan Penelitian ... 49
C. Saran ... 49
1. Bagi anggota orientasi seksual minoritas ... 49
2. Bagi murid-murid sekolah homogen dan heterogen ... 50
3. Bagi penelitian selanjutnya ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel Spesifikasi Skala Sikap terhadap Homoseksualitas Sebelum
Seleksi Aitem ... 27
Tabel 2 Cetak Biru Skala Sikap terhadap Homoseksualitas Sebelum Seleksi Aitem ... 28
Tabel 3 Sistem Skoring untuk Pernyataan Favorable ... 29
Tabel 4 Sistem Skoring untuk Pernyataan Unfavorable ... 29
Tabel 5 Cetak Biru Skala Sikap terhadap Homoseksualitas Sebelum dan Sesudah Seleksi Aitem ... 33
Tabel 6 Karakteristik Usia Subjek ... 38
Tabel 7 Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39
Tabel 8 Karakteristik Subjek Berdasarkan Tingkatan Kelas ... 39
Tabel 9 Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 40
Tabel 10 Ringkasan Hasil Uji Normalitas ... 40
Tabel 11 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas ... 41
xxi
DAFTAR SKEMA
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa tahun belakangan ini, muncul penelitian-penelitian di Amerika Serikat yang berfokus pada pengalaman anak-anak muda lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di sekolah (Kosciw, Greytak, & Diaz, 2009). Sebagai contoh, Kosciw dan Diaz (2008) meneliti pengalaman negatif anak-anak muda LGBT di sekolah. Sementara itu, D’Augelli (2006) meneliti kekerasan yang dialami oleh anak-anak muda LGBT di sekolah. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut menemukan bahwa anak-anak muda LGBT rentan mengalami hal-hal yang negatif di sekolah yang disebabkan oleh orientasi seksual, identitas gender, dan ekspresi gender mereka (Kosciw et al., 2009).
Hal-hal negatif yang dialami anak-anak muda LGBT di sekolah ini membuat sekolah dapat menjadi lingkungan yang kurang menyenangkan bagi anak-anak muda yang tidak mengidentifikasikan dirinya sebagai heteroseksual (Wilkinson & Pearson, 2009). Anak-anak muda yang memiliki ketertarikan homoseksual (lesbian, gay, dan biseksual) rentan untuk mengalami kekerasan verbal, fisik (Bontempo & D’Augelli, 2002; D’Augelli, 2006), seksual (D’Augelli, Grossman, & Starks, 2006; Wyss, 2004), dan psikologis (Pearson,
memiliki ketertarikan homoseksual di sekolah. Di sekolah, anak-anak muda yang memiliki ketertarikan homoseksual juga rentan untuk mengalami isolasi dan masalah interpersonal dengan teman sebaya (Pearson et , 2007; Ueno, 2005). Ueno (2005) menemukan bahwa anak-anak dari kalangan seksual minoritas cenderung kurang lekat dengan teman-temannya di sekolah, dan dengan demikian mereka memiliki jumlah teman yang sedikit di sekolah. Hal-hal negatif yang dialami oleh anak-anak muda dari kalangan seksual minoritas ini menyebabkan mereka memiliki distress psikologis yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak muda yang berasal dari kalangan seksual mayoritas (Ueno, 2005). Selain itu, dampak psikologis dari kekerasan yang dialami anak-anak ini lebih parah dibandingkan dengan orang dewasa (Bontempo & D’Augelli, 2002).
Hal-hal negatif yang dialami oleh anak-anak dari kalangan seksual minoritas ini sangat mempengaruhi perkembangan dan kesehatan mental mereka. Anak-anak muda yang memiliki ketertarikan homoseksual seringkali merasa tidak aman dan nyaman berada di sekolah (Kosciw et al., 2009). Hal ini menyebabkan mereka cenderung tidak masuk sekolah (Bontempo & D’Augelli, 2002; Kosciw, et al., 2009; Kosciw, Greytak, Bartkiewicz, Boesen,
dirinya dan resiko bunuh diri yang meningkat (Bontempo & D’Augelli, 2002;
Espelage, Aragon, Birkett, & Koenig, 2008; Russell, 2003; Wyss, 2004). Anak-anak muda ini memiliki resiko untuk terlibat dalam penyalahgunaan obat (Bontempo & D’Augelli, 2002; Espelage et al, 2008; Jordan, 2000;
Pearson et al., 2007). Bentuk-bentuk penyalahgunaan obat ini antara lain penggunaan alkohol, mariyuana, kokain, rokok, dan jenis narkotika lainnya (Bontempo & D’Augelli, 2002). Resiko untuk terlibat dalam penyalahgunaan
obat ini terkait dengan perasaan terasing dari masyarakat, usaha untuk meringankan depresi dan perasaan terisolasi, dan untuk melepaskan diri dari stress kronis karena stigma yang mereka terima dari masyarakat (Jordan, 2000).
Dampak lain dari kekerasan yang diterima oleh anak-anak muda dari kalangan seksual monoritas tersebut adalah meningkatnya resiko terlibat dalam perilaku seksual yang beresiko (Bontempo & D’Augelli, 2002). Hal-hal
ini berdampak pada performansi sekolah dan penghargaan diri anak-anak dari kalangan seksual minoritas. Performansi sekolah mereka menurun (Kosciw et al., 2012; Pearson et al., 2007; Ueno, 2005; Wyss, 2004) dan mereka memiliki penghargaan diri yang rendah (Pearson et al., 2007; Wyss, 2004).
yang negatif terhadap homoseksualitas adalah keyakinan terhadap peran gender tradisional (Herek, 1988; Horn, 2012; Whitley & Kite, 2010). Peran gender tradisional adalah stereotip mengenai sekelompok karakteristik yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan, yang membedakan kedua gender tersebut (lihat Baron et al., 2006). Dengan kata lain, peran gender tradisional adalah pandangan masyarakat mengenai bagaimana laki-laki dan perempuan harus berperilaku dan karakteristik kepribadian apa saja yang harus mereka miliki sesuai jenis kelamin mereka. Orang-orang yang memegang peran gender tradisional memiliki sikap yang lebih negatif terhadap orang-orang homoseksual (Herek, 1988; Whitley & Kite, 2010). Hal ini dikarenakan orang-orang homoseksual diyakini memiliki nonkonformitas gender, sehingga mereka dianggap menyimpang dari peran gender yang seharusnya mereka tampilkan.
negatif terhadap orang-orang homoseksual. Hal ini dikarenakan orang-orang homoseksual, yang diasumsikan memiliki nonkonformitas gender, dianggap menyimpang dari peran gender mereka.
Sekolah memiliki peran yang penting bagi anak muda homoseksual (Jordan, 2000). Anak-anak muda homoseksual membutuhkan lingkungan sekolah yang aman untuk menunjang perkembangannya. Sekolah-sekolah tertentu dapat menjadi tempat yang kurang aman bagi anak-anak muda homoseksual. Hal ini disebabkan karena jenis sekolah tertentu dapat mempromosikan sikap yang negatif terhadap homoseksualitas. Promosi sikap yang negatif terhadap homoseksualitas ini terkait dengan promosi peran gender tradisional kepada murid-muridnya.
juga membuka kesempatan bagi murid-muridnya untuk berinteraksi dengan lawan jenisnya sehingga anggota kedua jenis kelamin dapat saling mengerti satu sama lain (Ogden, 2011). Promosi maskulinitas dan femininitas pada sekolah homogen akan menyebabkan murid-murid sekolah homogen cenderung memiliki keyakinan yang lebih kuat terhadap peran gender tradisional dibandingkan dengan murid-murid sekolah heterogen. Hal ini akan membuat sikap murid-murid sekolah homogen terhadap homoseksualitas cenderung lebih negatif dibandingkan murid-murid sekolah heterogen.
Berdasarkan uraian di atas mengenai promosi peran gender tradisional pada sekolah homogen dan heterogen, tampak bahwa jenis sekolah dapat mempengaruhi sikap terhadap homoseksualitas. Penelitian ini bermaksud untuk melihat apakah ada perbedaan sikap terhadap homoseksualitas antara murid sekolah homogen dan heterogen. Hasil penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai sekolah mana yang memberikan perasaan yang lebih aman bagi anak-anak muda homoseksual. Iklim sekolah yang aman dicirikan dengan sikap terhadap perbedaan individu yang positif dan perasaan aman murid ketika berada di sekolah (Cohen, McCabe, Michelli, & Pickeral, 2009). Sekolah yang aman juga mendorong anak-anak muda homoseksual untuk memiliki kelekatan dan keterikatan dengan sekolah (bandingkan Pearson et al., 2007; Robinson & Espelage, 2011) yang menghasilkan performansi akademik yang lebih baik.
homoseksualitas pada murid sekolah homogen dan heterogen. Hingga saat ini, penelitian yang telah dilakukan berkisar pada sikap terhadap homoseksualitas pada remaja secara umum (bandingkan Bontempo & D’Augelli, 2002; D’Augelli et al., 2006; Diaz & Kosciw, 2009; Espelage et al., 2008;
Goodenow, Szalacha, & Westheimer, 2006) dan belum menyelidiki lebih lanjut kelompok remaja tertentu, seperti remaja dari etnik tertentu atau remaja yang berasal dari jenis sekolah tertentu. Berdasarkan hal tersebut, penelitian yang berfokus pada kelompok remaja tertentu menjadi penting untuk dilakukan untuk memperoleh gambaran utuh mengenai sikap terhadap homoseksualitas. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi dasar untuk melakukan langkah berikutnya dalam memastikan terciptanya iklim sekolah yang aman dan sehat.
B. Rumusan Masalah
Adakah perbedaan sikap terhadap homoseksualitas pada murid sekolah homogen dan heterogen?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi pada ranah studi orientasi seksual dan psikologi sosial, terutama sikap terhadap anggota orientasi seksual minoritas.
2. Manfaat Praktis
a. Pada anggota orientasi seksual minoritas
Penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam memilih sekolah baginya atau orang lain sesama anggota orientasi seksual minoritas.
b. Pada murid sekolah homogen dan heterogen
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sikap
1. Definisi Sikap
Sikap adalah evaluasi seseorang terhadap berbagai aspek kehidupan sosial (Baron, Byrne, & Branscombe, 2006), seperti orang-orang, obyek, ataupun ide-ide (Aronson, Wilson, & Akert, 2005). Evaluasi ini akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak dan merasa pada cara-cara tertentu (Lahey, 2012). Sikap seseorang terhadap suatu aspek kehidupan sosial dapat positif maupun negatif. Sikap yang positif dimaksudkan sebagai evaluasi menyenangkan dari seseorang terhadap suatu aspek kehidupan sosial tertentu, sementara sikap yang negatif merujuk pada evaluasi tidak menyenangkan. Seseorang juga dapat memiliki sikap yang positif sekaligus negatif pada suatu aspek kehidupan sosial tertentu (Baron et al., 2006).
2. Komponen Sikap
Komponen kognitif terdiri dari pemikiran dan keyakinan mengenai suatu aspek kehidupan sosial. Sementara itu, komponen perilaku terdiri dari tindakan atau perilaku tampak terhadap suatu aspek kehidupan sosial. 3. Pembentukan Sikap
Hampir semua psikolog sosial meyakini bahwa sikap terbentuk karena proses belajar (Baron et al., 2006). Pengalaman sosial seseorang berperan penting dalam membentuk sikapnya (Aronson et al., 2005). Seseorang memiliki sikap tertentu dari interaksinya dengan orang lain atau semata-mata mengamati perilaku mereka (Baron et al., 2006). Berdasarkan teori belajar, sikap terbentuk melalui pengkondisian klasik, pengkondisian instrumental, pembelajaran melalui pengamatan, dan pengaruh dari perbandingan sosial (Baron et al., 2006; lihat juga Aronson et al., 2005; Lahey, 2012).
tersebut dengan sikap orang-orang di sekitarnya untuk menentukan apakah sikapnya benar atau tidak.
B. Homoseksualitas
1. Orientasi Seksual dan Homoseksualitas
Orientasi seksual merujuk pada pola ketertarikan emosional, romantik, dan seksual yang menetap kepada anggota jenis kelamin yang sama atau berbeda dari dirinya, maupun keduanya (APA, 2008; Rathus et al., 2008). Orientasi seksual juga meliputi perasaan identitas seseorang berdasarkan ketertarikan, perilaku terkait, dan keanggotaan pada komunitas yang beranggotakan orang-orang dengan ketertarikan tersebut (APA, 2008). Orientasi seksual biasanya dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu orientasi heteroseksual, homoseksual, dan biseksual.
kecenderungan untuk mengembangkan hubungan romantik pada anggota kedua jenis kelamin.
2. Homoseksualitas dan Nonkonformitas Gender
Banyak orang mengira orang-orang homoseksual ingin menjadi anggota lawan jenis kelaminnya karena mereka tertarik dengan anggota sesama jenis kelaminnya (Rathus et al., 2008). Meskipun demikian, homoseksualitas berbeda dari transgender. Transgender merupakan sebuah istilah bagi orang-orang yang identitas dan ekspresi gendernya tidak konform dengan jenis kelamin mereka saat lahir (APA, 2011). Orang-orang transgender menjalani kehidupannya dengan mengikuti peran gender lawan jenisnya (APA, 2011). Orang-orang homoseksual belum tentu merupakan seorang transgender (lihat APA, 2011).
beberapa orang homoseksual lainnya tidak menunjukkan nonkonformitas gender dan memiliki ekspresi gender sesuai dengan jenis kelaminnya.
Beberapa orang homoseksual berusaha untuk menunjukkan konformitas gender untuk menyembunyikan identitasnya sebagai homoseksual. Hal ini terkait dengan anggapan masyarakat bahwa orang-orang homoseksual cenderung memiliki nonkonformitas gender (Whitley & Kite, 2010). Dengan menunjukkan konformitas gender, orang-orang homoseksual yang menyembunyikan identitasnya akan merasa lebih terlindungi dari diskriminasi, prasangka, dan stereotip sehingga mereka merasa lebih aman (bandingkan D’Augelli et al., 2006; Whitley & Kite,
2010). Sementara itu, beberapa orang homoseksual lainnya memiliki kecenderungan alami untuk menunjukkan konformitas gender. Hal ini semata-mata dikarenakan karakteristik individu bawaan yang dimiliki oleh orang tersebut (lihat LeVay, 2012).
C. Sikap terhadap Homoseksualitas
1. Definisi Sikap terhadap Homoseksualitas
Sikap adalah evaluasi seseorang terhadap aspek-aspek kehidupan sosial (Baron et al., 2006). Evaluasi tersebut diantaranya adalah evaluasi terhadap orang-orang (Aronson et al., 2005). Berdasarkan definisi tersebut, sikap terhadap homoseksualitas adalah evaluasi seseorang terhadap homo-seksualitas.
menyenangkan atau menerima terhadap orang-orang homoseksual maupun homoseksualitas secara umum. Sebaliknya, sikap yang negatif terhadap homoseksualitas merujuk pada reaksi tidak menyenangkan atau menolak terhadap orang-orang homoseksual maupun homoseksualitas secara umum.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap terhadap Homoseksualitas
Sikap terhadap homoseksualitas dipengaruhi oleh ajaran agama (lihat Moon, 2002: Olson et al., 2006) dan keyakinan terhadap peran gender tradisional (Herek, 1988; Horn, 2012; Whitley & Kite, 2010). Masing-masing faktor yang mempengaruhi sikap terhadap homoseksualitas tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengaruh agama pada sikap terhadap homoseksualitas
dan orang-orang yang tidak menganut sistem kepercayaan tertentu memiliki sikap yang lebih positif terhadap homoseksualitas dibandingkan orang-orang yang memeluk agama Islam (Adamczyk & Pitt, 2009). Di sisi lain, Adamczyk dan Pitt (2009) juga menemukan bahwa sikap pemeluk agama Kristen Protestan terhadap homoseksualitas juga tidak lebih positif daripada pemeluk agama Islam. Dengan demikian, dalam konteks sosial Indonesia, orang-orang yang memeluk agama Islam dan Kristen Protestan akan memiliki sikap yang lebih negatif terhadap homoseksualitas dibandingkan dengan orang-orang yang memeluk agama Katolik, Hindu, maupun Buddha. b. Pengaruh keyakinan terhadap peran gender tradisional pada sikap
terhadap homoseksualitas
Penyimpangan dari peran gender tradisional dapat memicu sikap yang negatif dan penolakan dari orang lain (bandingkan Whitley & Kite, 2010). Masyarakat secara umum menganggap bahwa orang-orang homoseksual menyimpang dari peran gender tradisional (Rathus et al., 2008; Whitley & Kite, 2010). Masyarakat cenderung meyakini bahwa laki-laki yang feminin dan perempuan yang maskulin adalah homoseksual (Whitley & Kite, 2010). Dengan demikian, masyarakat akan cenderung memiliki sikap yang negatif dan menolak orang-orang homoseksual karena orang-orang homoseksual menyimpang dari peran gender tradisional.
3. Komponen Sikap terhadap Homoseksualitas
LaMar dan Kite (1998) meneliti sikap terhadap homoseksualitas pada laki-laki dan perempuan. Mereka membagi sikap terhadap homo-seksualitas dalam empat komponen. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:
a. Moralitas homoseksual
Moralitas homoseksual merupakan komponen sikap terhadap homoseksualitas dengan cara melihat evaluasi seseorang mengenai keselarasan homoseksualitas dengan nilai-nilai moral.
yang berusaha melihat evaluasi seseorang mengenai harus/tidaknya seorang homoseksual dihukum/diterima.
c. Kontak dengan orang-orang homoseksual
Kontak dengan orang-orang homoseksual adalah komponen sikap terhadap homoseksualitas yang berusaha melihat evaluasi seseorang mengenai kenyamanan dirinya ketika harus menjalin kontak dengan orang-orang homoseksual.
d. Stereotip terhadap orang-orang homoseksual
Stereotip terhadap orang-orang homoseksual merupakan komponen sikap terhadap homoseksualitas yang berusaha melihat stereotip yang dimiliki seseorang terhadap orang-orang homoseksual.
Pada penelitian ini, komponen kognitif, afektif, dan konatif sikap (Aronson, Wilson, & Akert, 2005) digabungkan dengan komponen sikap terhadap homoseksualitas menurut LaMar & Kite (1998). Masing-masing komponen kognitif, afektif, dan konatif sikap mencakup komponen sikap terhadap homoseksualitas menurut LaMar & Kite (1998).
D. Sekolah Homogen dan Heterogen
1. Definisi Sekolah Homogen dan Heterogen
seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Sementara itu, sekolah homogen perempuan adalah sebuah sekolah yang terdiri dari murid yang seluruhnya berjenis kelamin perempuan. Sejalan dengan penjelasan sekolah homogen oleh U.S. Department of Education (2005) tersebut, sekolah heterogen merupakan sebuah sistem pendidikan dimana laki-laki dan perempuan mengenyam masa sekolah dengan anggota sesama maupun berbeda dari jenis kelaminnya. Dengan kata lain, sekolah heterogen merupakan sebuah sekolah yang terdiri dari murid laki-laki dan perempuan.
2. Promosi Peran Gender Tradisional pada Murid Sekolah Homogen
Martino dan Frank (2006) melakukan penelitian pada sebuah sekolah homogen laki-laki dan menemukan sistem pendidikan untuk mempromosikan maskulinitas. Guru-guru pada sekolah khusus laki-laki tersebut mengajarkan dan membina hubungan dengan para siswanya untuk menumbuhkan maskulinitas (Martino & Frank, 2006). Selain itu, guru-guru juga dituntut untuk menjadi contoh maskulinitas (Martino & Frank, 2006). Guru-guru di sekolah khusus laki-laki tersebut harus menunjukkan maskulinitasnya, seperti menjadi pelatih tim olahraga sepakbola (Martino & Frank, 2006). Selain itu, ketidaksetaraan gender juga dipromosikan pada sekolah khusus laki-laki (Lee et al., 1994). Hal ini tampak dari sistem pengajaran yang mensosialisasikan kontrol dan kekuasaan atas perempuan dan penempatan perempuan sebagai objek seksual (Lee et al., 1994).
sekolah homogen khusus perempuan juga mendorong murid-muridnya untuk menjadi dependen dan kekanak-kanakan, suatu perilaku yang merupakan stereotip peran gender perempuan. Dengan demikian, murid-murid sekolah homogen akan memiliki keyakinan yang kuat terhadap peran gender tradisional karena sistem sekolah yang mempromosikan maskulinitas (pada sekolah homogen laki-laki) dan femininitas (pada sekolah homogen perempuan).
3. Promosi Peran Gender Tradisional pada Sekolah Heterogen
murid-murid sekolah heterogen akan cenderung menerima kehadiran orang-orang yang tidak mengikuti peran gender tradisional, sehingga murid-murid sekolah heterogen akan cenderung lebih menerima homoseksualitas.
4. Gambaran Sikap terhadap Homoseksualitas pada Murid Sekolah Homogen dan Heterogen
Sekolah heterogen memiliki sistem pengajaran untuk mempromosikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan (Lee et al., 1994) melalui interaksi yang terbuka antara kedua jenis kelamin (Ogden, 2011). Hal ini dapat membuat murid-murid sekolah heterogen dapat saling memahami kedua jenis kelamin (Ogden, 2011) yang berdampak pada meningkatnya pemahaman para murid akan kesetaraan gender. Selain itu, karena ketidaksetaraan gender tidak diperkuat di sekolah heterogen, murid-murid sekolah heterogen akan saling menganggap bahwa murid lainnya juga merasa pembedaan gender bukanlah suatu hal yang positif. Berdasarkan teori pembentukan sikap berdasarkan perbandingan sosial, murid-murid sekolah heterogen akan memiliki sikap yang cenderung negatif terhadap ketidaksetaraan gender. Dengan demikian, murid-murid sekolah heterogen akan memiliki keyakinan terhadap peran gender tradisional yang cenderung rendah, sehingga sikap murid-murid sekolah heterogen terhadap homoseksualitas akan cenderung lebih positif.
E. Hipotesis
Skema 1
Skema Dinamika Perbedaan Sikap terhadap Homoseksualitas
pada Murid Sekolah Homogen dan Heterogen
Jenis Kelamin
Sekolah Heterogen Sekolah Homogen
Adanya Promosi Heteroseksualitas
Tidak Adanya Promosi Heteroseksualitas
Tingkat Kepercayaan pada Peran Gender Tradisional
Cenderung Tinggi
Tingkat Kepercayaan pada Peran Gender Tradisional
Cenderung Rendah
Sikap terhadap Homoseksualitas Cenderung Lebih Negatif
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif. Penelitian kuantitatif komparatif menggunakan analisis statistik inferensial yang bertujuan untuk membandingkan rerata dari dua atau lebih kelompok populasi untuk melihat apakah ada perbedaan statistik yang signifikan pada kedua populasi tersebut (lihat Neuman, 2000). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sikap terhadap homoseksualitas pada sekolah homogen dan sekolah heterogen.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Tergantung : Sikap terhadap Homoseksualitas 2. Variabel Bebas : Jenis Sekolah
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Sikap terhadap Homoseksualitas
oleh LaMar dan Kite (1998) yaitu keyakinan moralitas orang-orang homoseksual, toleransi seseorang terhadap orang-orang homoseksual, kenyamanan menjalin kontak dengan orang-orang homoseksual, dan stereotip yang dipegang orang tersebut terhadap orang-orang homoseksual. Sikap terhadap homoseksualitas diukur dengan sebuah skala yang melihat penilaian seseorang akan dirinya pada pernyataan-pernyataan yang mewakili masing-masing komponen tersebut. Nilai skala menunjukkan seberapa positif/negatif sikap seseorang terhadap homoseksualitas, dengan nilai yang semakin tinggi menunjukkan sikap yang semakin positif dan nilai yang semakin rendah menunjukkan sikap yang semakin negatif. 2. Jenis Sekolah
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah murid-murid kelas X hingga XII. Subjek penelitian berasal dari sekolah homogen dan sekolah heterogen yang berada di Indonesia. Pada masing-masing sekolah, partisipan penelitian didapatkan dari tiap tingkatan kelas. Penentuan kelas ditentukan oleh sekolah dengan menyesuaikan kalender akademik dan kesediaan tiap sekolah. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel purposif. Teknik pengambilan sampel purposif adalah sebuah cara untuk mengambil sampel berdasarkan tujuan tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Neuman, 2000).
Pada penelitian ini, agama dikontrol karena memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada sikap terhadap homoseksualitas. Kontrol terhadap variabel agama ini dilakukan dengan memilih sekolah-sekolah yang memiliki latar belakang agama yang sama. Hal ini dilakukan untuk lebih memastikan bahwa hasil penelitian merupakan pengaruh dari jenis sekolah, bukan latar belakang agama sekolah.
E. Metode dan Instrumen Penelitian
homoseksualitas disusun berdasarkan empat komponen sikap terhadap homo-seksualitas yang dipaparkan oleh LaMar & Kite (1998).
Tabel 1
Tabel Spesifikasi Skala Sikap terhadap Homoseksualitas
Sebelum Seleksi Aitem
Komponen Kognitif Afektif Konatif Jumlah %
Moralitas Homoseksual 5 3 2 10 25
Toleransi/Generalisasi Hukuman kepada Orang Homoseksual
3 2 5 10 25
Kontak dengan Orang
Homoseksual 2 3 5 10 25
Stereotip terhadap Orang
Homoseksual 5 3 2 10 25
Tabel 2
Cetak Biru Skala Sikap terhadap Homoseksualitas
Sebelum Seleksi Aitem
Mor : Moralitas homoseksual
Tol : Toleransi/generalisasi hukuman kepada orang homoseksual Cont : Kontak dengan orang homoseksual
Skala disusun dengan menggunakan Skala Likert, yaitu suatu bentuk skala dimana seseorang memilih salah satu respon dari pernyataan-pernyataan skala (Smith & Davis, 2010). Dalam skala ini, respon terdistribusi dalam jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (STS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Demi kemudahan penilaian skala, skor untuk tiap respon terbagi dalam rentang 1 (satu) hingga 4 (empat). Sistem skoring dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 3
Sistem Skoring untuk Pernyataan Favorable
Respon Skor
Sangat Setuju (SS) 4
Setuju (S) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Tabel 4
Sistem Skoring untuk Pernyataan Unfavorable
Respon Skor
Sangat Setuju (SS) 1
Setuju (S) 2
Tidak Setuju (TS) 3
Berdasarkan sistem skoring tersebut, semakin tinggi skor subjek, semakin positif sikapnya terhadap homoseksualitas. Sebaliknya, semakin rendah skor subjek, semakin negatif sikapnya terhadap homoseksualitas.
F. Kredibilitas Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Validitas pengukuran merujuk pada sejauh mana definisi konseptual dan operasional saling berhubungan (Neuman, 2000). Semakin besar hubungan antara definisi konseptual dan operasional, alat ukur dinyatakan semakin valid. Selain itu, validitas merujuk pada seberapa baik sebuah ide mengenai realitas sesuai dengan realitas (Neuman, 2000). Pada skala yang telah dikonstruksi, validitas yang digunakan adalah validitas validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang didapatkan dari uji kelayakan alat ukur (Azwar, 2012). Dalam validitas isi, ahli menilai kesesuaian isi alat ukur dengan domain yang hendak diukur. Pada penelitian ini, validitas isi terpenuhi melalui penilaian kesesuaian isi alat ukur dengan domainnya oleh dosen pembimbing skripsi.
2. Uji Reliabilitas
Cronbach. Nilai alpha Cronbach yang ideal adalah 0,7 hingga 0,9 (Clark- Carter, 2004).
3. Hasil Uji Alat Ukur
Skala penelitian yang telah dikonstruksi diujikan kepada 93 orang murid sebuah sekolah heterogen di Yogyakarta. Sebanyak 13 skala uji coba gugur karena tidak diisi dengan lengkap. Data yang diperoleh dari hasil uji coba alat ukur adalah sebanyak 80 data. Data kemudian dianalisis untuk mengetahui nilai reliabilitas skala dan kualitas tiap-tiap aitem skala. a. Hasil Uji Reliabilitas
Reliabilitas skala penelitian dilihat melalui nilai alpha Cronbach. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan perangkat lunak statistik SPSS versi 16.0.0, nilai alpha Crobach skala sebelum seleksi aitem adalah sebesar 0,912. Sementara itu, nilai alpha Cronbach skala sesudah seleksi aitem adalah sebesar 0,941. Dengan demikian, skala dapat dinyatakan sebagai reliabel karena nilai alpha Cronbach yang ideal berkisar antara 0,7 hingga 0,9 (Clark-Carter, 2009).
b. Hasil Uji Kualitas Aitem
aitem skala adalah kemampuan aitem-aitem skala untuk membedakan individu yang memiliki sikap positif terhadap homoseksualitas dengan individu yang memiliki sikap negatif terhadap homoseksualitas. Daya diskriminasi aitem didapat dengan menghitung koefisien korelasi distribusi skor aitem dengan skor total keseluruhan aitem yang menghasilkan koefisien korelasi aitem-total (Azwar, 2013). Aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem-total (rix) sebesar minimal 0,3 dianggap memiliki daya diskriminasi yang cukup memuaskan (Azwar, 2013).
Tabel 5
Cetak Biru Skala Sikap terhadap Homoseksualitas
Sebelum dan Sesudah Seleksi Aitem
Aspek Komponen
Nomor Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable Sebelum Sesudah
Kognitif
Mor : Moralitas homoseksual
Tol : Toleransi/generalisasi hukuman kepada orang homoseksual Cont : Kontak dengan orang homoseksual
Keterangan: nomor-nomor aitem yang dicetak tebal menunjukkan aitem-aitem yang dikeluarkan dari skala.
G. Metode Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah suatu metode statistika yang digunakan untuk melihat apakah data sebuah penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal (Santoso, 2010). Uji normalitas diperlukan sebelum melakukan uji hipotesis karena uji hipotesis dirancang dengan asumsi data yang akan dianalisis berasal dari suatu populasi yang memiliki sebaran normal (Santoso, 2010). Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan skor Z dari teknik Kolmogorov-Smirnov (lihat Santoso, 2010). Jika hasil uji normalitas menunjukkan nilai p lebih besar dari 0,1, data penelitian dinyatakan normal (Santoso, 2010).
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah suatu metode statistika yang digunakan untuk melihat perbedaan varians pada dua kelompok (Santoso, 2010). Uji homogenitas diperlukan untuk melakukan independent sample t-test
Levene. Suatu data dianggap homogen jika uji homogenitas menunjukkan nilai p yang lebih besar dari 0,05 (lihat Santoso, 2010).
3. Uji Hipotesis
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sikap terhadap homoseksualitas antara murid sekolah homogen dan heterogen. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan
independent sample t-test karena penelitian ini menggunakan dua sampel.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Peneliti melakukan beberapa persiapan sebelum penelitian dilakukan. Peneliti mendapatkan surat izin penelitian yang ditandatangani oleh Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma pada tanggal 19 September 2013. Peneliti mengajukan izin penelitian kepada dua sekolah yang terdiri dari satu sekolah heterogen dan satu sekolah homogen khusus perempuan pada tanggal 23 September 2013 dan mendapatkan izin penelitian dari kedua sekolah pada tanggal 24 September 2013. Peneliti mengajukan izin penelitian pada satu sekolah homogen khusus laki-laki pada tanggal 3 Oktober 2013 dan mendapatkan izin penelitian pada hari yang sama. Peneliti mengajukan izin penelitian pada satu sekolah heterogen lainnya pada tanggal 30 Oktober 2013 dan mendapatkan izin pada hari yang sama. Sekolah-sekolah yang menjadi tempat pengambilan data merupakan sekolah yang memiliki latar belakang agama Katolik. 2. Proses Penelitian
khusus laki-laki. Seratus enam belas data digunakan dalam penelitian dan 4 data tidak digunakan dalam penelitian karena skala tidak diisi dengan lengkap.
Penelitian dilaksanakan pada sekolah heterogen pertama pada tanggal 29 Oktober 2013. Pengambilan data dilakukan pada murid-murid kelas X, XI, dan XII sebanyak dua kelas untuk tiap tingkatan kelas. Peneliti mendapatkan 165 partisipan penelitian dari sekolah heterogen pertama. Seratus lima puluh data digunakan dalam penelitian dan 15 data tidak digunakan dalam penelitian karena skala tidak diisi dengan lengkap.
Penelitian dilaksanakan pada sekolah homogen khusus perempuan pada tanggal 16 November 2013. Pengambilan data dilakukan pada murid-murid kelas XI dan XII sebanyak masing-masing satu kelas. Murid-murid-murid kelas X tidak didapatkan di sekolah homogen khusus perempuan karena kebijakan sekolah. Peneliti mendapatkan 63 partisipan penelitian dari sekolah homogen khusus perempuan.
partisipan perempuan agar jumlah data antara sekolah homogen dan heterogen relatif sama.
3. Deskripsi Karakteristik Subjek
Skala penelitian yang telah diberikan kepada 358 partisipan penelitian disusun untuk mengetahui beberapa karakteristik subjek, yaitu usia subjek, jenis kelamin subjek, dan tingkatan kelas subjek. Karakteristik subjek dalam penelitian ini dijelaskan dalam tabel-tabel berikut:
Tabel 6
Karakteristik Usia Subjek
Usia
Jenis Sekolah
Jumlah Homogen Heterogen
14 3 3 6
15 39 38 77
16 57 65 122
17 62 59 121
18 15 13 28
19 2 0 2
Tabel 7
Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Karakteristik Subjek Berdasarkan Tingkatan Kelas
Tingkatan
Tabel 9
Statistik Deskriptif Data Penelitian
Deskripsi
Jenis Sekolah
Homogen Heterogen
N 179 179
Minimum 35 37
Maksimum 117 117
Rerata 72,53 71,22
Simpangan Rerata 1,346 1,127
Standar Deviasi 18,007 15,083
2. Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik SPSS versi 16.0.0. Berdasarkan hasil analisis Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas data, ditemukan bahwa data penelitian tergolong normal (Z = 1,039, p > 0,1).
Tabel 10
Ringkasan Hasil Uji Normalitas
Uji Normalitas N Z Signifikansi Keterangan
Tes Kolmogorov-Smirnov Satu- Sampel
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik SPSS versi 16.0.0. Berdasarkan hasil analisis Levene untuk mengetahui homogenitas data, ditemukan bahwa data penelitian tergolong tidak homogen (F = 7,502, p < 0,05).
Tabel 11
Ringkasan Hasil Uji Homogenitas
Uji Levene untuk Kesetaraan Varians F Signifikansi
Varians diasumsikan setara 7,502 0,006
3. Hasil Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan dengan metode independent sample t-test
menggunakan perangkat lunak statistik SPSS versi 16.0.0. Berdasarkan uji homogenitas, ditemukan bahwa data penelitian tidak memiliki homogenitas varians. Dengan demikian, perbedaan rerata kedua kelompok data dilihat melalui asumsi varians yang tidak sama.
Tabel 12
Ringkasan Hasil Uji Hipotesis
Uji Hipotesis
Kelompok
Homogen Heterogen
N 179 179
Rerata 72,53 71,22
Perbedaan Rerata 1,31
Derajat Kebebasan (df) 345,377
Nilai t 0,745
Signifikansi 0,457
Keterangan p > 0.05 (tidak signifikan)
C. Analisis Data Tambahan
Data penelitian dianalisis untuk melihat perbedaan sikap terhadap homoseksualitas antara murid laki-laki dan perempuan pada masing-masing jenis sekolah. Data dianalisis menggunakan analisis varians dengan uji post hoc untuk membandingkan rerata dari empat kelompok (bandingkan Santoso, 2010), yaitu murid laki-laki sekolah homogen, murid perempuan sekolah heterogen, murid laki-laki sekolah heterogen, dan murid perempuan sekolah heterogen. Berdasarkan hasil analisis varians, ditemukan bahwa ada perbedaan rerata pada masing-masing kelompok (F(3, 417) = 13,077; p < 0,05).
laki-laki (M = 67,83; SD = 15,454), baik pada sekolah homogen maupun sekolah heterogen (t(353) = -6,631; p < 0,05). Secara terinci, sikap murid sekolah homogen perempuan (M = 81,86; SD = 15,930) terhadap homo-seksualitas lebih positif dibandingkan murid sekolah homogen laki-laki (M = 67,47; SD = 17,074) dan murid laki-laki sekolah heterogen (M = 71,22; SD = 15,083). Sikap murid perempuan sekolah heterogen (M = 76,92; SD = 16,185) terhadap homoseksualitas lebih positif dibandingkan murid sekolah homogen laki-laki. Selain itu, sikap murid laki-laki sekolah heterogen terhadap homoseksualitas lebih positif daripada murid sekolah homogen laki-laki. Hasil analisis varians secara terinci dapat dilihat pada lampiran.
D. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rerata sikap terhadap homoseksualitas pada murid sekolah homogen adalah senilai 72,53. Sementara itu, pada murid sekolah heterogen, nilai rerata sikap terhadap homoseksualitas yang didapatkan adalah senilai 71,22. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan sikap terhadap homoseksualitas yang signifikan antara murid sekolah homogen dengan murid sekolah heterogen (t(345,377) = 0,745; p > 0.05).
heterogen juga tidak terbukti. Sebaliknya, sikap murid sekolah heterogen (M = 71,22) sekilas lebih negatif daripada sikap murid sekolah homogen (M = 72,53), meskipun tidak signifikan berbeda. Hal ini mungkin disebabkan karena interaksi sosial murid-murid sekolah homogen dan heterogen.
membersihkan kelas. Hal-hal ini dapat mengembangkan keyakinan terhadap peran gender tradisional yang kuat diantara murid-murid sekolah heterogen.
Sikap murid sekolah homogen terhadap homoseksualitas sekilas tampak lebih positif daripada murid sekolah heterogen. Berdasarkan analisis statistik deskriptif yang dilakukan, tampak bahwa sikap murid sekolah homogen terhadap homoseksualitas yang tampak lebih positif banyak disumbang oleh sikap murid sekolah homogen perempuan. Hal ini mungkin menyatakan bahwa murid-murid sekolah homogen perempuan memiliki keyakinan terhadap peran gender tradisional yang lebih rendah dan keyakinan akan kesetaraan gender yang lebih tinggi. Keyakinan terhadap kesetaraan gender yang lebih tinggi dapat mempengaruhi sikap terhadap homoseksualitas yang lebih positif (lihat Adamczyk & Pitt, 2009), disamping penjelasan teoritis sebelumnya yang menyatakan bahwa keyakinan terhadap peran gender tradisional yang lebih rendah juga mempengaruhi sikap terhadap homo-seksualitas yang lebih positif (bandingkan Herek, 1988; Horn, 2012; Whitley & Kite, 2010).
homogen perempuan dapat mengembangkan perasaan independensi pada murid-muridnya. Hal ini misalnya tampak pada pembagian pekerjaan di kelas. Ketiadaan murid laki-laki pada jenis sekolah ini membuat murid-murid sekolah homogen perempuan harus melakukan pekerjaan-pekerjaan di kelas dan sekolah sendiri (tanpa tergantung oleh figur laki-laki). Hal ini dapat membuat murid-murid sekolah homogen merasa mampu untuk melakukan pekerjaan sendiri. Dengan demikian, mereka akan memiliki sikap terhadap peran gender stereotipikal yang lebih rendah (Lee et al., 1994) dan merasa mampu untuk terjun ke dunia profesional dan politik (lihat Lee et al., 1994), suatu dunia yang secara tradisional ditugaskan kepada laki-laki. Hal tersebut dapat membuat murid-murid sekolah homogen perempuan memiliki tingkat keyakinan terhadap peran gender tradisional yang lebih rendah dan keyakinan terhadap kesetaraan gender yang lebih kuat.
perempuan dan femininitas lebih inferior daripada laki-laki. Murid-murid yang melakukan tugas-tugas yang biasa dilakukan oleh perempuan (misalnya pekerjaan administratif seperti mencatat absen atau membersihkan ruang kelas) mungkin merasa inferior. Hal ini dapat memicu perasaan negatif terhadap tugas-tugas yang identik dengan femininitas sehingga memperkuat keyakinan murid-murid sekolah homogen laki-laki bahwa peran perempuan lebih inferior daripada laki-laki (bandingkan Lee et al., 1994). Dengan demikian, murid-murid sekolah homogen laki-laki memiliki keyakinan terhadap peran gender tradisional dan ketidaksetaraan gender yang lebih kuat.
heterogen dapat memiliki sikap yang cenderung negatif terhadap homoseksualitas dan murid-murid sekolah homogen perempuan dapat memiliki sikap yang cenderung positif terhadap homoseksualitas sebagai hasil dari interaksi sosial antar murid di sekolah.
49
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil analisis independent sample t-test menemukan bahwa tidak ada perbedaan sikap terhadap homoseksualitas yang signifikan antara murid sekolah homogen dan heterogen. Sikap murid sekolah heterogen terhadap homoseksualitas juga tidak lebih positif dibandingkan murid sekolah homogen.
B. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti mengambil data mengenai orientasi seksual partisipan penelitian. Meskipun demikian, data mengenai orientasi seksual ini tidak diikutsertakan dalam analisis. Hal ini disebabkan karena subjek yang memiliki orientasi seksual nonheteroseksual berjumlah sangat sedikit. Dengan demikian, peneliti tidak dapat melakukan analisis mengenai sikap terhadap homoseksualitas pada murid-murid sekolah homogen dan heterogen yang memiliki orientasi seksual nonheteroseksual.
C. Saran
1. Bagi anggota orientasi seksual minoritas
terlepas dari jenis sekolahnya, orang-orang seksual minoritas, terutama anak-anak muda homoseksual, dapat mengalami kekerasan di sekolah akibat sikap yang negatif dari para murid terhadap homoseksualitas. Anak-anak muda homoseksual dapat melakukan strategi untuk menghindari dampak negatif (seperti gangguan mental dan perilaku) dari kekerasan yang mungkin mereka alami. Anak-anak muda homoseksual dapat membangun dukungan sosial yang kuat dan strategi coping yang efektif untuk mengatasi masalah yang mereka alami sebagai faktor protektif terhadap dampak kekerasan yang dapat mereka alami (Safren & Pantalone, 2006; Steinberg, 2002).
2. Bagi murid-murid sekolah homogen dan heterogen
Penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi murid-murid sekolah homogen dan heterogen mengenai keyakinannya akan peran gender tradisional dan sikapnya terhadap kesetaraan gender. Hal ini dapat menjadi refleksi bagi murid sekolah homogen dan heterogen mengenai keyakinannya sendiri terhadap kesetaraan gender. Dengan demikian, murid-murid sekolah homogen dan heterogen diharapkan dapat mulai menumbuhkan keyakinan akan kesetaraan gender. Keyakinan terhadap kesetaraan gender ini tidak hanya berpengaruh terhadap sikap para murid terhadap homoseksualitas, tetapi juga pemilihan karier dan pembagian kekuasaan dalam suatu hubungan romantik (Brannon, 1996).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, sikap yang negatif terhadap homoseksualitas ini dapat mengakibatkan kekerasan terhadap anak-anak muda dari kalangan seksual minoritas. Murid-murid sekolah homogen dan heterogen diharapkan dapat lebih terbuka terhadap keberadaan anak-anak muda lainnya yang memiliki orientasi seksual yang berbeda (homoseksual atau biseksual) untuk menghindari terjadinya kekerasan terhadap anak-anak muda dari kalangan seksual minoritas. Dengan demikian, diharapkan lingkungan sekolah, terlepas dari jenis sekolahnya, menjadi lebih aman bagi murid-murid dari setiap kalangan untuk belajar.
3. Bagi penelitian selanjutnya
52
DAFTAR PUSTAKA
Adamczyk, A. & Pitt, C. (2009). Shaping attitudes about homosexuality: The role of religion and cultural context. Social Science Research, 38, 338-351. American Psychological Association. (2008). Answers to your questions: For a
better understanding of sexual orientation and homosexuality. Wahington, DC: Penulis. (Diambil dari www.apa.org/topics/ sorientation.pdf).
American Psychological Association. (2011). Answers to your questions: About transgender people, gender identity, and gender expression.
Washington, DC: Penulis. (Diambil dari www.apa.org/topics/ sexuality/transgender.pdf).
Aronson, E., Wilson, T. D., & Akert, R. M. (2005). Social psychology (ed. ke-5). Upper Saddle River, NJ: Pearson Education Inc.
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan validitas (ed ke-4). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2013). Penyusunan skala psikologi (ed. ke-2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron, R. A., Byrne, D., & Branscombe, N. R. (2006). Social psychology (ed. ke-11). Upper Saddle River, NJ: Pearson Education Inc.
Blaauw, J. (2012). Attitudes toward homosexuality: A study on contextual explanations of general and specific homonegativity among Dutch secondary school students. Tesis master yang tidak diterbitkan. Radboud University Nijmegen, Belanda.
Bontempo, D. E. & D’Augelli, A. R. (2002). Effects of at-school victimization and sexual orientation on lesbian, gay, or bisexual youths’ health risk behavior. The Journal of Adolescent’s Health, 30, 364-374.
Brannon, L. (1994). Gender: Psychological perspective. Needham Heights, MS: Allyn & Bacon.
Charles, C. (2004, Desember). Re-thinking discourses of heterosexuality in single-sex girls’ education. Makalah disajikan dalam pertemuan The Annual Conference of the Australian Association for Research in Education, Melbourne, Australia.
Clark-Carter, D. (2004). Quantitative psychological research: A student’s
Cohen, J., McCabe, E. M., Michelli, N. M., & Pickeral, T. (2009). School climate: research, policy, practice, and teacher education. Teachers College Record, 111(1), 180-213.
Creswell, J. W. (2009). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches (ed. ke-3). Thousand Oaks, CA: Sage Publications Inc.
D’Augelli, A. R. (2006). Developmental and contextual factors and mental health among lesbian, gay, and bisexual youths. In Omoto, A. M. & Kurtzman, H. S. (Ed.), Sexual orientation and mental health: examining identity and development in lesbian, gay, and bisexual people (hh. 37-53). Washington, DC: APA.
D’Augelli, A. R., Grossman, A. H., & Starks, M. T. (2006). Childhood gender atypicality, victimization, and PTSD among lesbian, gay, and bisexual youth. Journal of Interpersonal Violence, 21(11), 1-19.
Espelage, D. L., Aragon, S. R., Birkett, M., & Koenig, B. W. (2008). Homophobic teasing, psychological outcomes, and sexual orientation among high school students: What influence do parents and schools have? School Psychology Review, 37(2), 202-216.
Goodenow, C., Szalacha, L., & Westheimer, K. (2006). School support groups, other school factors, and the safety of sexual minority adolescents.
Psychology in the Schools, 43(5), 573-589.
Herek, G. M. (1988). Heterosexuals’ attitudes toward lesbians and gay men: Correlates and gender differences. The Journal of Sex Research, 25(4), 451-477.
Horn, S. S. (2012). Attitudes about sexual orientation. In C. J. Patterson & A. R. D’Augelli (Ed.). Handbook of psychology and sexual orientation (hh. 239-251). New York, NY: Oxford University Press.
Jordan, K. M. (2000). Substance abuse among gay, lesbian, bisexual, transgender, and questioning adolescents. School Psychology Review, 29(2), 201-206.
Kosciw, J. G. & Diaz, E. M. (2008). Involved, Invisible, Ignored: The Experiences of Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender Parents and Their
Kosciw, J. G., Greytak, E. A., & Diaz, E. M. (2009). Who, what, where, when, and why: Demographic and ecological factors contributing to hostile school climate for lesbian, gay, bisexual, and transgender youth.
Journal of Youth & Adolescence, 38, 976-988.
Kosciw, J. G., Greytak, E. A., Bartkiewicz, M. J, Boesen, M. J., & Palmer, N. A. (2012). The 2011 National School Climate Survey: The experiences of
lesbian, gay, bisexual, and transgender youth in our nation’s schools. New York: GLSEN.
Lahey, B. B. (2012). Psychology (ed. ke-11). New York, NY: McGraw-Hill Companies.
LaMar, L. & Kite, M. (1998). Sex differences in attitudes toward gay men and lesbians: A multidimensional perspective. The Journal of Sex Research, 35(2), 189-196.
Lee, V. E., Marks, H. M., & Byrd, T. (1994). Sexism in single-sex and coeducational independent secondary school classrooms. Sociology of Education, 67(2), 92-120.
LeVay, S. (2012). Gay, straight, and the reason why: The science of sexual orientation. New York, NY: Oxford University Press.
Martino, W. & Frank, B. (2006). The tyranny of surveillance: Male teachers and the policing of masculinities in a single sex school. Gender and Education, 18(1), 17-33.
Moon, D. (2002). Religious views of homosexuality. In D. Richardson & S. Seidman (Ed.), Handbook of lesbian and gay studies (hh. 313-329). Thousand Oaks, CA: Sage Publications Inc.
Neuman, W. L. (2000). Social research methods: Qualitative and quantitative approaches. Needham Heights, MA: Allyn & Bacon.
Ogden, C. E. (2011). A comparison of student performance in single-sex education and coeducational settings in urban middle schools. Disertasi doktor yang tidak diterbitkan, Georgia Southern University, Statesboro, Georgia.
Olson, L. R., Cadge, W., & Harrison, J. T. (2006). Religion and public opinion about same-sex marriage. Social Science Quarterly, 87(2), 340-360. Pearson, J., Muller, C., & Wilkinson, L. (2007). Adolescent same-sex attraction