• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN THINKING ( STUDI KASUS : PT. TUNAS BARU LAMPUNG DI GEDANGAN - SIDOARJO).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISA WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN THINKING ( STUDI KASUS : PT. TUNAS BARU LAMPUNG DI GEDANGAN - SIDOARJO)."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SIDOARJ O)

SKRIPSI

Oleh :

DWI WAHYU WIDAYAT

0932215030

J URUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

(2)

( STUDI KASUS : PT. TUNAS BARU LAMPUNG DI GEDANGAN-SIDOARJ O)

Disusun Oleh :

DWI WAHYU WIDAYAT

0932215030

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industr i

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal : 29 NOVEMBER 2013

Dosen Penguji : Dosen Pembimbing :

1. 1.

Enny Ariyani. ST, MT. Ir.Nisa Masruroh, MT.

NIP. 370099500411 NIP. 19630125 198803 2 001

2. 2.

Dr.Ir.Minto Waluyo,MM. Ir. Hari Purwoadi, MM

NIP. 19611130 199003 1 0 NIP. 19480828 198403 1 001

3.

Ir.Nisa Masruroh, MT.

NIP. 19630125 198803 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknologi Industri

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

(3)

Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir di PT. Tunas Baru Lampung, Gedangan Sidoarjo.

Laporan Tugas Akhir (skripsi) ini merupakan bagian dari kurikulum yang ada pada Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa sejauh mana teori-teori yang telah diperoleh dapat digunakan secara nyata dalam dunia industri.

Pelaksanaan Laporan Tugas Akhir ini dapat berjalan dengan lancar karena adanya kerjasama yang baik dari berbagai pihak yang terlibat. Oleh karena itu penyusun menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT Atas Limpahan Kasih Sayang Yang Dia Berikan Melalui Kemudahan Dan Segala Kebaikan Dalam Apapun.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT, Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”Jatim.

3. Bapak Dr.Ir. Minto Waluyo, MM Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”Jatim.

4. Bapak Drs. Pailan, M.Pd Selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”Jatim.

(4)

Penguji Ujian Lesan Laporan Tugas Akhir.

10.Ibu Enny Ariyani ST, MT Selaku Dosen Penguji Ujian Lesan Laporan Tugas Akhir.

11.Orang Tua, Serta Keluarga Yang Telah Mendukung Dalam Mengerjakan Laporan Tugas Akhir Ini Sampai Selesai.

12.Teman-Teman Seperjuangan Atau Se-Angkatan Yang Telah Mendukung. 13.Semua Pihak Yang Telah Membantu Kelancaran Dalam Penyusunan

”Laporan Tugas Akhir”.

Dalam penyusunan Laporan ini, penyusun menyadari bahwa ”Laporan Tugas Akhir” ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penulisan maupun isi yang kami laporkan sehingga kami menyambut baik adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga ”Laporan Tugas Akhir” ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan kita.

Surabaya, 29 November 2013

(5)

Kata Pengantar... ... ...i

Daftar Isi... ...iii

Daftar Gambar... ...vi

Daftar Tabel... .. ...vii

Daftar Lampiran...viii

ABSTRAKS ... ... ...ix

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan masalah ... 3

1.4 Asumsi ... 3

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

1.7 Sistemetika Penulisan ... 4

BAB II. TINJ AUAN PUSTAKA ...7

2.1 Waste (pemborosan) ... 7

2.2 Jenis – Jenis waste... 8

2.2.1 Type tujuh pemborosan ( seven waste ) ... 8

2.2.2 Type delapan pemborosan ( eight waste ) ... 9

(6)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...43

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 43

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4 Metode Pengolahan Data ... 45

3.5 Langkah – Langkah Pemecahan Masalah ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...51

4.1Pengumpulan Data ... 51

4.1.1 Data Permintaan Dan Produksi ... 51

4.1.2 Data Defect ... 51

4.1.3 Data Waktu Menunggu Proses ... 53

4.1.4 Waste-Waste Yang Lain (Iventory, Transportation, Motion Dan Underutilized People) ... 54

4.1.5 Data Aliran Fisik ... 55

4.1.6 Data Aliran Proses ... 58

4.1.7 Aktivitas Proses Minyak Goreng ... 59

4.1.8 Data Big Picture Mapping ... 60

4.1.9 Identifikasi Waste Dengan Kusioner ... 62

4.2 Pengolahan Data ... 62

(7)

4.3.2 Usulan Perbaikan (FMEA) Failure Mode Effect Analysis ... 76 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81 5.1Kesimpulan ... 81 5.2Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA

(8)

Gambar 2.2 Struktur Utama Lean Improvement ... 24

Gambar 2.3 Pengembangan Struktur Utama Lean ... 25

Gambar 2.4 Simbol Big Picture Mapping ... 27

Gambar 2.5 Matriks VALSAT ... 31

Gambar 2.6 Diagram Sebab–Akibat ... 34

Gambar 3.1 Diagram Sebab–Akibat ... 47

Gambar 3.2 Flow Chart Pemecahan Masalah ... 48

Gambar 4.1 Aliran Proses Pembuatan Minyak Goreng ... 58

Gambar 4.2 Big Picture Mapping PT. Tunas Baru Lampung ... 61

Gambar 4.3 Korelasi Waste Terhadap Tools ... 64

Gambar 4.4 Prosentase Jumlah Aktivitas... 69

Gambar 4.5 Prosentase Kebutuhan Waktu ... 70

Gambar 4.6 Causse Effect Diagram Jenis Waste Defect ... 72

Gambar 4.7 Causse Effect Diagram Jenis Waste Iventories ... 72

Gambar 4.8 Causse Effect Diagram Jenis Waste Waiting ... 73

Gambar 4.9 Causse Effect Diagram Jenis Waste Underutilized People ... 74

Gambar 4.10 Causse Effect Diagram Jenis Waste Transportation ... 74

Gambar 4.11 Causse Effect Diagram Jenis Waste Over Production ... 75

(9)

Tabel 2.1 Pendekatan Untuk Mereduksi Pemborosan ... 18

Tabel 2.2 Korelasi Waste Terhadap Tools ... 32

Tabel 2.3 Skala Penilaian Severity ... 38

Tabel 2.4 Skala Penilaian Occurrence ... 38

Tabel 2.5 Skala Penilaian Detection ... 39

Tabel 3.1 Value Stream Analysis Tools ... 46

Tabel 4.1 Tabel Data Permintaan Tahun 2013 ... 51

Tabel 4.2 Data Defect ... 52

Tabel 4.3 Waktu Menunggu Proses ... 53

Tabel 4.4 Identifikasi Aktivitas Proses Pembuatan Minyak Goreng... 59

Tabel 4.5 Hasil Waste Wrokshop ... 63

Tabel 4.6 Perhitungan Skor Dan Rangking Valsat ... 65

Tabel 4.7 Penentuan Tools Dan Rangking Valsat ... 66

Tabel 4.8 Proces Activity Mapping... 67

Tabel 4.9 Prosentase Jumlah Activitas ... 69

Tabel 4.10 Prosentase Kebutuhan Waktu ... 70

(10)

Lampiran A2 Data permintaan dan data defect Lampiran B Gambar Big Picture Mapping. Lampiran C Data Kusioner.

Lampiran D Pembobotan Skor Valsat Lampiran E Tabel Valsat.

Lampiran F Tabel PAM (Proces Activity Mapping)

(11)

terus menerus hasil produksinya dan memperbaiki dalam bentuk kualitas, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu. usaha yang nyata adalah mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste) yang pada akhirnya adalah meningkatkan daya saing .

PT. Tunas Baru Lampung merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam produksi minyak goreng, akan tetapi dalam alur pembuatan pembuatan produk tersebut masih terjadi pemborosan (waste) yaitu masih adanya aktivitas waiting (menunggu) pada proses pemasukan raw material ke dalam plate heat cxchanger dan proses mixing, masih ada produk defect yaitu produk yang tidak sesuai dengan ketetapan perusahaan, dalam persediaan / Inventories yang terjadi adalah persediaan material yang berlebihan, sedangkan overproduction yang terjadi adalah memproduksi produk melebihi dari kebutuhan, transportation yaitu yang terjadi adalah memindahkan material dalam jarak yang sangat jauh Selanjutnya mengenai underutilized people adalah pekerja yang tidak mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik segi mental, kreativitas, serta skill, Dan mengenai motion / gerakan yang tidak perlu adalah dimana pada saat operator mencari alat / komponen karena tidak terdeteksi atu tempat yang jauh.

Lean merupakan suatu pendekatan yang sistematis terhadap pemborosan (waste) dalam berbagai proses secara terus menerus (continuous) untuk mengoptimalkan aliran value stream dengan menghilangkan segala bentuk pemborosan (waste) serta meningkatkan nilai tambah (value added) agar dapat memberikan hasil produk yang berkualitas kepada konsumen. Sedangkan Lean Thinking bertujuan untuk meningkatkan perfomansi, kelebihan dari Lean thinking adalah fokus kepada reduksi waste dimana waste itu sendiri adalah salah satu penghambat peningkatan perfomansi. Jadi pemborosan (waste) ini sebagai sesuatu yang tidak memberikan nilai tambah. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste) yang akhirnya adalah meningkatkan produktifitas perusahaan agar memperoleh hasil produksi yang lebih besar.

(12)

Abstract

The continued development of the industry is currently making the industry players must do a variety of things in order to survive in the competition . Manufacturing companies are continuously trying to improve its products and repair in the form of quality , quantity production , delivery on time in order to give satisfaction to the consumer . Real effort in the production of goods is to reduce the waste that has no added value in many ways , including the provision of raw materials , materials traffic , operator movement , the movement of equipment and machinery , wait for the process , re-work and repair . The main idea is the achievement of overall production efficiency by reducing waste ( waste) which in turn is increasing the competitiveness .

PT . Tunas Baru Lampung is a manufacturing company engaged in the production of cooking oil , were observed can be seen in pembutan there are waste cooking oil ( waste) . This waste include activities waiting ( waiting ) at the work station to work station next one so much time wasted in the production process , and the iventories in this material excess inventory resulting wrok In Process is too much on the machining process so needing space more for the rest of the storage material

Lean is a systematic approach to waste ( waste) in various processes continuously ( continuous ) to optimize the flow of the value stream to eliminate all forms of waste ( waste) as well as increase the value -added ( value added ) in order to provide the results of a quality product to consumers . While Lean Thinking aims to improve perfomansi , the advantages of Lean thinking is the focus on the reduction of waste where the waste itself is one of the inhibitors increased perfomansi . So waste ( waste) as something that does not add value . The main idea is the achievement of overall production efficiency by reducing waste ( waste) which ultimately is to increase the productivity of the company in order to obtain a greater yield.

(13)

1.1 Latar Belakang

Semakin berkembangnya dunia industri saat ini membuat para pelaku industri harus melakukan berbagai hal agar tetap bisa bertahan dalam ketatnya persaingan. Perusahaan manufaktur yang berusaha untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dan memperbaiki dalam bentuk kualitas, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu dengan tujuan memberikan kepuasan kepada konsumen. Usaha yang nyata dalam suatu produksi barang adalah mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah dalam berbagai hal termasuk penyediaan bahan baku, lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, menunggu proses, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste) yang pada akhirnya adalah meningkatkan daya saing .

(14)

yaitu yang terjadi adalah memindahkan material dalam jarak yang sangat jauh dan volume daya angkut dari satu proses ke proses selanjutnya, Selanjutnya mengenai underutilized people adalah pekerja yang tidak mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik segi mental, kreativitas, serta skill, Dan mengenai mantion / gerakan yang tidak perlu adalah dimana pada saat operator mencari alat / komponen karena tidak terdeteksi atu tempat yang jauh.

Lean merupakan suatu pendekatan yang sistematis terhadap pemborosan

(waste) dalam berbagai proses secara terus menerus (continuous) untuk mengoptimalkan aliran value stream dengan menghilangkan segala bentuk pemborosan (waste) serta meningkatkan nilai tambah (value added) agar dapat memberikan hasil produk yang berkualitas kepada konsumen. Sedangkan Lean Thinking bertujuan untuk meningkatkan perfomansi, kelebihan dari Lean thinking

adalah fokus kepada reduksi waste dimana waste itu sendiri adalah salah satu penghambat peningkatan perfomansi. Jadi pemborosan (waste) ini sebagai sesuatu yang tidak memberikan nilai tambah. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste) yang akhirnya adalah meningkatkan produktifitas perusahaan agar memperoleh hasil produksi yang lebih besar.

(15)

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana cara mengurangi pemborosan (waste) pada lantai produksi di PT Tunas Baru Lampung”

1.3 Batasan Masalah

Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Waste yang diteliti adalah seven waste yaitu pemborosan terhadap waktu

menunggu (waiting), produksi berlebih (over production), persediaan yang tidak perlu (inventories), produk cacat (defect), transportasi berlebih (transportation), gerakan yang tidak perlu (mantion) dan underutilized people.

2. Penelitian hanya dilakukan pada proses produksi minyak goreng. 3. Data diambil untuk periode bulan Januari sampai Oktober 2013.

1.4 Asumsi – asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Tidak ada penambahan alat atau mesin produksi selama penelitian. 2. Tidak ada penambahan karyawan selama penelitian.

3. Tidak terjadi waste Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan metode kerja atau urutan kerja.

(16)

1. Mengetahui terjadinya waste pada proses produksi minyak goreng.

2. Memberikan rekomendasi perbaikan untuk mengurangi waste yang sering terjadi.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian tugas akhir ini baik bagi peneliti, universitas maupun bagi perusahaan antara lain meliputi : 1. Pihak perusahaan dapat mengetahui pemborosan, waste yang ada di area

produksi, sehingga diketahui pula kerugian yang ditimbulkan.

2. Bagi peneliti dapat pengalaman dan penambahan ilmu secara langsung di dalam perusahaan.

3. Bagi universitas dapat memberikan informasi mengenai metode lean thinking dan menambah koleksi perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

1.7 Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah dalam pembuatannya, maka penulisan laporan hasil penelitian ini disusun dari bab-bab sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

(17)

BAB II TINJ AUAN PUSTAK A

Bab ini berisi teori-teori dasar yang berkaitan dengan Waste, jenis-jenis waste, Aktivitas, Lean Thinking dan langkah-langkah lean thinking, dan peneliti terdahulu untuk dijadikan bahan pertimbangan. Dengan yang dijadikan acuan dalam melakukan langkah-langkah penelitian sehingga permasalahan yang ada dapat dipecahkan.

BAB III M ETODE PENELITIAN

Bab ini berisi urutan langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis mulai dari perumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai, studi pustaka, pengumpulan data, dan metode analisis data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan tahapan identifikasi permasalahan yang ada di perusahaan dengan diawali penjelasan tentang proses produksi di PT. Tunas Baru Lampung. secara umum, pembuatan Big picture mapping, identifikasi waste dengan VALSAT, identifikasi penyebab permasalahan dengan fish bond / tulang ikan dan metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA)untuk penyebab permasalahan dan perancangan solusi perbaikan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(18)

tujuan penelitian. Selain itu juga berisi saran penelitian sehingga diharapkan dapat dilanjutkan untuk penelitian yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA

(19)

2.1 Waste (Pembor osan)

Waste adalah pemborosan, Pemborosan bisa berbentuk apa saja baik yang

terlihat maupun yang tidak terlihat. Pemborosan yang ada di lingkungan kerja. Saat

pabrik atau perusahaan sedang dalam kesulitan untuk mendapatkan keuntungan,

pabrik cenderung mengabaikan berbagai pemborosan yang mengelilinginya dan

mengabaikan kesempatan untuk meningkatkan perbaikan. Mereka cenderung hanya

melihat waktu sebagai sesuatu yang menambah nilai, misalnya waktu yang

dihabiskan dalam pembuatan suatu barang.

Waste secara kasar dapat diartikan sebagai ‘sampah’ atau hal-hal yang tidak

berguna, tidak member nilai tambah, tidak bermanfaat, dan merupakan pemborosan.

Berkaitan dengan produksi, waste merupakan hal-hal yang melibatkan penggunaan

material atau resource lainnya yang tidak sesuai dengan standar.

Teknik industri tidak jauh dari hal-hal yang berupa penghematan atau efisiensi

dan efektifitas dalam meng-improve sistem. Untuk itu orang yang berkecimpung di

dunia teknik industri harus tahu hal-hal apa saja yang dapat mengganggu efisiensi dan

efektifitas dalam sistem di industri terutama di lantai produksi guna meningkatkan.

(20)

2.2 J enis–J enis Waste (Pembor osan)

Jenis-jenis waste menurut Gaspersz, Vincent. 2008) meliputi 4 jenis waste,

yang di sering terjadi di dunia manufactur maupun di bidang jasa.

2.2.1 Type Tujuh Pembor osa n (Seven waste).

Menurut Gaspersz, Vincent, (2008). Seven waste merupakan salah satu

konsep dalam proses perbaikan di dunia manufaktur. Tujuh pemborosan antara lain :

a. Produksi berlebihan (overproduction) adalah kegiatan menghasilkan barang

melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya

terhadap produk.

b. Menunggu (waiting) adalah proses menunggu kedatangan material, informasi,

peralatan dan perlengkapan.

c. Transportasi (transportation) adalah memindahkan material atau orang dalam

jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat

mengakibatkan waktu penaganan material bertambah.

d. Proses yang tidak tepat (inappropriate processing) adalah proses kerja dimana

terdapat ketidak sempurnaan proses atau metode operasi produksi yang

diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya ataupun

kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum faktor penyebabnya adalah

peralatan atau tool yang tidak sesuai, maintenance peralatan yang jelek dan

(21)

e. Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) adalah penyimpanan

(inventory) melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak karena

terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat penyimpanan,

material yang sudah kardaluasa. Secara umum faktor penyebabnya adalah waktu

change over yang lama, ketidakseimbangan lintasan, peramalan yang kurang

akurat, atau ukuran batch yang besar.

f. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) adalah gerakan yang melibatkan

konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan

gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan kontrol yang

terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak standar, operator

membungkuk. Secara umum faktor penyebabnya adalah pengelolaan tempat kerja

yang jelek, layout yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten, desain mesin

yang tidak ergonomis.

g. Kecacatan (defect) merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam kertas kerja,

kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman yang buruk,

ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan,

adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang (rework) dan tenaga

kerja menangani pekerjaan claim dari pelanggan.

2.2.2 Type Dela pan Pembor osa n (eight waste).

Lean Manufacturing dikenal juga sebagai delapan pemborosan yang menurut

(22)

dalam sekitar 95% dari semua biaya yang ada dalam produksi. menurut Grennwood

Rubina, (2005).delapan pemborosan tersebut adalah :

a. Overproduction (produksi berlebih).

Produksi berlebih adalah memproduksi produk jauh lebih banyak dari permintaan

konsumen atau melebihi jumlah yang dibutuhkan. Sedangkan dalam Lean

Manufacturing semua produk yang diproduksi diluar hal tersebut (Work in

Progress, buffer, safety stock) merupakan pemborosan karena hal tersebut

membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal lain yang dapat

memenuhi keinginan konsumen. Produksi berlebih adalah pemborosan yang

paling parah diantara jenis pemborosan lainnya. Kalau permintaan pasar sedang

tinggi, pemborosan jenis ini mungkin terlalu penting, namun dikala permintaan

pasar sedang menyusut, dampak dari produksi berlebih akan berlipat ganda.

Bahkan seringkali perusahaan mendapatkan kesulitan karena menyimpan barang

yang tidak terjual itu sebagai persediaan extra.

b. Waiting (menunggu).

Yang dimaksud dengan menuggu ialah menunggu kedatangan material,

menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang membuat

organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan pemborosan. Pemborosan

karena menunggu harus ini harus terungkap kebenaran situasinya terlebih dahulu

sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu contoh yang salah menafsirkan

(23)

dan operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang diperlukan sudah selesai.

Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan kemudian diatasi maka dampaknya

justru akan menimbulkan pemborosan karena produksi berlebih yang lebih gawat.

Dalam hal ini kita harus lebih cermat dalam menilai situasi.

c. Transportation (transportasi yang tidak perlu).

Yang di maksud transportasi dalam Lean Manufacturing adalah bahwa

transportasi suatu barang seharusnya dilaksanakan atau didatangkan langsung

menuju tempat dimana barang tersebut dapat langsung digunakan sehingga tidak

menimbulkan pemborosan lainnya yaitu transportasi yang tidak perlu.

Pemborosan karena transportasi dan penanganan barang adalah pemborosan yang

sering kita jumpai di dalam pabrik. Barang yang sama dapat saja ditangani

berulang-ulang tanpa memberi nilai tambah. Perencanaan yang buruk akan

menyebabkan kegiatan transportasi membengkak dan penanganan barang

dilakukan berulang-ulang.

d. Non value added activities (aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah).

Metode dalam pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari pemborosan yang

seharusnya tidak perlu ada. Misalnya pengerjaan ulang (reworking) karena

seharusnya proses tidak perlu diulang apabila dilakukan proses yang benar.

Deburing (sisa produksi) karena produk seharusnya dapat diproduksi tanpa sisa

produksi apabila dilakukan dengan desain yang tepat dan alat yang lengkap untuk

(24)

diproduksi dengan menggunakan Statistical Process Control (SPC) untuk

menghilangkan atau meminimalkan jumlas inspeksi yang diperlukan dalam

menjaga kualitas produk tersebut.

e. Excess inventory (persediaan berlebih).

Persediaan berlebih juga akan meningkatkan biaya produksi. Kelebihan

persediaan memerlukan penanganan extra, tempat extra, extra bunga yang harus

dibayar, extra karyawan, extra dokumen, dan lain-lain.

Berikut adalah beberapa prinsip untuk mengurangi persediaan berlebih :

1. Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan lagi

2. Jangan memproduksi barang yang tidak diperlukan untuk proses berikutnya.

3. Jangan membeli atau membawa barang dalam ukuran lot besar (meskipun

penghematan dari diskon pembelian dalam jumlah besar, mungkin lebih besar

dari biaya pemborosan karena persediaan)

4. Usahakan untuk memproduksi dalam lot kecil (mengurangi waktu set-up atau

tingkatkan frekuensi peralihan jenis produksi)

f. Excess motion (gerakan yang berlebih/tidak diperlukan).

Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk mondar-mandir

mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan kegiatan yang tidak

memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru akan membebani biaya

produksi dengan upahnya selama tiga jam yang sia-sia. Di samping itu, hasil

(25)

bertambah. Contoh gerakan mengambil dan mengembalikan benda dapat

dihilangkan bila kita meletakkan alat kerja berdekatan dengan penggunaannya.

Berjalan mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh adalah gerakan yang

sia-sia, khususnya bila operator diberi tanggung jawab untuk mengoperasikan mesin.

Mesin harus diletakkan dengan benar, saling berdekatan dengan operator

sehingga perjalanan kaki operator dapat dikurangi.

g. Defect waste (pemborosan karena cacat produksi).

Bila cacat produksi terjadi pada satu pos produksi kerja, maka pada umumnya

operator pada pos kerja berikutnya akan menunggu. Waktu terbuang percuma dan

menambah biaya produksi. Lebih parah lagi apabila barang-barang tersebut

dikerjakan ulang (rework) atau bahkan produk yang cacat itu harus dimusnahkan.

Apabila cacat produksi terjadi maka akan diperlukan untuk membongkar dan

mereparasi produk itu, lagipula tambahan komponen juga akan diperlukan dalam

penaganan komponen yang rusak. Otomatis jadwal produksi akan terganggu

karena menunggu proses penyelesaian tersebut. Memilah-milah komponen yang

jelek juga menyerap tambahan tenaga kerja sehingga meningkatkan jumlah biaya,

yang berarti pemborosan. Kasus yang lebih buruk lagi apabila pelanggan

menemukan cacat produksi setelah produk berada ditangannya. Tidak hanya

ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang harus ditanggung, tetapi juga

pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis pendatang baru dan pangsa pasar

(26)

dikembangkan untuk menemukan dan mengenali cacat produksi serta berbagai

kondisi penyebab timbuknya cacat tersebut. Dengan demikian, operator bisa

melakukan tindakan perbaikan langsung.

h. Underutilized people (pekerja yang kurang profesioanl).

Yang dimaksud underutilzed people adalah pekerja yang tidak mengeluarkan

seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental, kreativitas, serta skill

dan kemampuan fisik dimana biasanya seorang pekerja harus dapat

mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimiliknya demi kepentingan

bersama. Beberapa penyebab pemborosan type ini adalah : proses kerja yang jelek

dan kurang teratur, budaya kerja yang kurang positif atau tidak mendorong

pekerjanya untuk berkembang, praktek perekrutan para pekerja yang kurang

selektif, training pegawai yang kurang memadai atau bahkan tidak ada sama

sekali training pegawai, dan turnover pekerja yang terlalu tinggi sehingga tidak

ada pekerja yang benar-benar mengerti pekerjaan serta segala detail dari

perusahaan untuk berkembang.

2.2.3 Type Sembilan Pembor osa n (nine waste)

Menurut Gaspersz, Vincent, (2008). sembilan waste dalam proses produksi

yang didefinisikan dengan istilah e-downtime©, yang dijabarkan sebagai berikut: a. E → Environmental, Health, and Safety.

Pemborosan yang terjadi akibat kelalaian pihak – pihak tertentu dalam perusahaan

(27)

menimbulkan dampak seringnya terjadi kecelakaan kerja. Jika permasalahan

kecelakaan tersebut terjadi, maka akan tidak sedikit biaya, waktu, dan tenaga

yang harus dikeluarkan perusahaan untuk mengatasinya. Oleh karena itu,

pemborosan dari segi EHS ini sangat penting untuk dapat dilakukan tindakan

preventif sedini mungkin agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

b. D → Defect.

Berarti adalah produk yang rusak atau tidak sesuai dengan spesifikasi, hal ini

akan menyebabkan proses rework yang kurang efektif. Tingginya complain dari

konsumen, serta inspeksi level yang sangat tinggi.

c. O → Overproduction.

Pemborosan yang disebabkan produksi yang berlebihan, maksudnya adalah

memproduksi produk yang melebihi yang dibutuhakan atau memproduksi lebih

awal dari jadwal yang sudah dibuat. Bentuk dari overproduction ini antara lain

adalah aliran produksi yang tidak lancar, tumpukan work in process (WIP) yang

terlalu banyak, target dan pencapaian hasil produksi dari setiap bagian produksi

kurang jelas.

d. W → Waiting.

Pemborosan karena menunggu untuk proses berikutnya. Waiting merupakan

selang waktu ketika operator tidak menggunakan waktu untuk melakukan value

adding activity dikarenakan menunggu aliran produk dari proses sebelumnya

(28)

produksi mesin dalam stasiun kerja lebih cepat atau lambat daripada stasiun yang

lainnya.

e. N → Not Utilizing Employees Knowledge, Skills, and Abilities.

Merupakan suatu kondisi dimana sumber daya yang ada (operator) tidak

digunakan secara maksimal, sehingga terjadi pemborosan. Kinerja operator yang

tidak maksimal ditujukkan dengan tidak adanya aktivitas yang dilakukan operator

(menganggur) atau produktivitas rendah. Selain itu juga bisa diakibatkan

penggunaan operator yang tidak tepat untuk suatu pekerjaan tertentu. Misalnya

pada penempatan karyawan pada posisi tertentu dimana skill atau riwayat

pendidikan yang tidak sesuai dengan bidang kerjanya sehingga di lapangan

operator sering melakukan kesalahan kerja.

f. T → Transportation.

Merupakan kegiatan yang penting akan tetapi tidak menambah nilai dari suatu

produk. Transport merupakan proses memindahkan material atau Work In

Process dari satu stasiun kerja ke satsiun kerja yang lainnya. Baik menggunakan

forklift maupun conveyor.

g. I → Inventories.

Berarti persediaan yang kurang perlu. Maksudnya adalah persediaan material

yang terlalu banyak, Work In Process yang terlalu banyak antara proses satu

dengan proses yang lainnya sehingga membutuhkan ruang yang banyak untuk

(29)

h. M → Motion.

Berarti adalah aktivitas atau pergerakan yang kurang perlu yang dilakukan

operator yang tidak menambah nilai dan memperlambat proses sehingga lead time

menjadi lama. Proses mencari komponen karena tidak terdeteksi tempat

penyimpanannya, gerakan tambahan untuk mengoperasikan suatu mesin. Hal ini

juga dapat terjadi dikarenakan layout produksi yang tidak tepat sehingga sering

terjadi pergerakan yang kurang perlu dilakukan oleh operator.

i. E → Excess Processing.

Terjadi ketika metode kerja atau urutan kerja (proces) yang digunakan dirasa

kurang baik dan fleksibel. Hal ini juga dapat terjadi ketika proses yang ada belum

standar sehingga kemungkinan produk yang rusak akan tinggi. Selain itu juga

ditunjukkan dengan adanya variasi metode yang dikerjakan operator.

2.2.4 Type Sepuluh Pembor osa n (ten waste)

Menurut Agustina, H, (2007). Sepuluh pemborosan (waste) dalam industri

manufaktur, dimana ke-10 jenis pemborosan itu dikelompokkan kedalam empat

kategori utama yaitu orang, kuantitas, kualitas dan informasi seperti yang ditunjukkan

dalam gambar 2.1 dan pendekatan untuk mereduksi pemborosan tersebut ditunjukkan

(30)

Gambar 2.1 Sepuluh Areas Waste Dalam Industri Manufaktur.

Menurut gambar Agustina, H, (2007).

Tabel 2.1 Pendekatan Untuk Mereduksi Pemborosan Dalam Industri Manufaktur.

Kategori

(31)

2.3 Aktivitas

Menurut Assauri (2008:105), proses produksi dapat diartikan sebagai cara,

metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau

jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan

dana) yang ada.

Dalam industri modern saat ini (yang berada dalam persaingan global yang

amat kompetitif), aktivitas bukan hanya sekedar dipandang sebagai kegiatan

mentransformasikan input menjadi output, tetapi dipandang sebagai penciptaan nilai

tambah, dimana setiap aktivitas dalam proses produksi harus memberikan nilai

tambah. Pemahaman terhadap nilai tambah ini penting agar setiap aktivitas produksi

dapat menghindari pemborosan.

Menurut Hines & Rich, (2005). aktivitas ialah operasi dalam proses produksi,

di dalam proses produksi sendiri terdapat tiga tipe operasi yang didefinisikan Ketiga

tipe operasi atau aktivitas yaitu:

1. Non-Value Adding (NVA).

Merupakan aktivitas yang tidak menambah nilai dari sudut pandang customer.

Aktivitas ini merupakan waste dan harus dikurangi atau dihilangkan. Contoh dari

aktivitas ini adalah waiting time, menumpuk work in process, dan double

(32)

2. Necessary but Non-Value Adding (NNVA).

Adalah aktivitas yang tidak menambah nilai akan tetapi penting bagi proses yang

ada. Contohnya adalah aktivitas berjalan untuk mengambil parts, unpacking

deliveries, dan memindahkan tool dari satu tangan ke tangan yang lain. Untuk

mengurangi atau menghilangkan aktivitas ini adalah dengan membuat perubahan

pada prosedur operasi menjadi lebih sederhana dan mudah, seperti membuat

layout baru, koordinasi dengan supplier dan membuat standar aktivitas.

3. Value Adding (VA).

Merupakan aktivitas yang mampu memberikan nilai tambah pada suatu material

atau produk yang diproses. Aktivitas untuk memproses raw material atau

semi-finished product melalui penggunaan manual labor. Material pada value adding

ini berupa row material bahan pembuatan produk, atau bahan yang akan diproses.

2.4 Lean Thinking

Lean adalah suatu konsep perampingan atau efisiensi dalam upaya yang

dilakukan secara terus menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan

meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang atau jasa) agar dapat

memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). Prinsip Lean pada perusahaan

Toyota dikenal dengan istilah TPS (Toyota Production System), dari sinilah terlihat

adanya cara kerja atau proses produksi perusahaan yang dilakukan secara paralel

(33)

Perusahaan dikatakan Lean jika perusahaan tersebut telah menerapkan TPS

(Toyota Production System) ke dalam semua bagian proses produksinya karena yang

pertama menerapkan sistem Lean ini adalah perusahaan Toyota Motor Company.

Ketika suatu perusahaan sudah menerapkan sistem TPS (Toyota Production System)

ini, langkah awal yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah memeriksa proses

manufaktur dari sudut pelanggan. Dari sini dapat diamati suatu proses dan

memisahkan langkah – langkah yang menambah nilai dan langkah – langkah yang

tidak menambah nilai. Dari waste yang berhasil diminimalisasi ini diharapkan kepada

pihak perusahaan untuk dapat menjadikannya sebagai suatu standararisasi kerja.

(Womack, J. and Jones, D.T. 2005).

Sedangkan Lean Thinking adalah suatu konsep dari strategi Lean yang

digunakan untuk pencapaian perbaikan yang berkesinambungan dan signifikan

(continuous improvement) dalam kinerja perusahaan, dengan langkah mengeliminasi

semua pemborosan (waste) secara menyeluruh.

Pendekatan Lean Thinking pada lingkungan manufaktur merupakan

pendekatan yang sistematis untuk mengurangi waste yang tidak memberikan nilai

tambah melalui aktifitas peningkatan terus – menerus serta mengoptimalkan value

stream sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan performansi kerja dari

perusahaan. Mengurangi pemborosan adalah sebagian dari tujuan strategi system

(34)

Implementasi Lean Thinking adalah menfokuskan diri mendapatkan hal yang

tepat pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dalam jumlah yang tepat untuk

mencapai aliran kerja yang sempurna di saat yang sama meminimasi pemborosan dan

menjadi fleksibel (mudah berubah). Implementasi Lean Thinking pertama kali

diperkenalkan oleh Taiichi Ohno dari Toyota Motor Company, sebuah perusahaan

raksasa dunia yang sangat agresif dalam improvement.

Berikut ini menurut Laily, Hawien, (2008). terdapat ciri - ciri utama

perusahaan yang menerapkan Lean Thinking :

1. Naiknya kecepatan produksi sesuai dengan permintaan pelanggan (tidak lagi

berdasarkan cycle time tetapi berdasarkan waktu yang diminta untuk

menyelesaikan quantity yang diminta pelanggan. Ini berarti produksi dijalankan

dengan efisiensi yang tinggi).

2. Melakukan produksi jika ada permintaan dari pelanggan (dikenal dengan istilah

pull system yaitu berproduksi sebanyak unit yang diminta pelanggan)

3. Melakukan produksi unit per unit mulai dari awal hingga akhir dengan tujuan

untuk menghindari bertumpuknya barang setengah jadi diantara proses yang ada.

4. Hilangnya tujuh waste sehingga dihasilkan suatu peningkatan efisiensi.

Sebagai hasil akhir dari penerapan Lean Thinking diharapkan produk atau

komponen tersedia tepat pada waktunya, dalam jumlah yang tepat dan pada tempat

yang tepat pula. Dengan demikian persediaan dapat ditekan seminim mungkin dan

(35)

Menurut Womack, J. and Jones, D.T. (2005). penerapan dari filosofi lean

thinking didasarkan pada 5 prinsip utama yaitu:

1. Specify value (mendefinisikan nilai bagi pelanggan).

Yaitu mengidentifikasi nilai (value) produk berdasarkan perspektif pelanggan,

dimana pelanggan menginginkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang

kompetitif dan penyerahan tepat waktu.

2. Identify whole value stream (menetapkan value stream).

Yaitu mengidentifikasi semua langkah– langkah yang diperlukan untuk

mendesain, memesan dan memproduksi barang atau produk ke dalam whole value

stream untuk mencari non value added activity (aktivitas yang tidak memberikan

nilai tambah).

3. Flow (mengalir).

Yaitu membuat value flow untuk semua aktifitas yang memberikan nilai tambah

disusun dalam suatu aliran yang tidak terputus (continuous).

4. Pulled (ditarik oleh pelanggan).

Yaitu mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir lancar

dan efisien sepanjang proses value stream dengan pull system.

5. Perfection (pencapaian yang terbaik).

Yaitu mengejar keunggulan untuk mencapai kesempurnaan (zero waste) melalui

perbaikan yang dilakukan secara terus – menerus sehingga waste yang terjadi

(36)

Sebagian besar lean tools dan tekniknya merupakan suatu konsep teknik

industri yang baik yang dapat diterapkan pada perusahaan dengan berbagai kondisi

tanpa banyak kesulitan. Bagaimanapun dampak aplikasinya akan terasa, jika

diterapkan dengan proses improvement yang berkelanjutan. Sebuah framework yang

pada Gambar 2.1 menunjukkan sebuah aliran logis dari penerapan lean improvement.

Gambar 2.2 Struktur Utama Lean Improvement. (Womack, J. and Jones, D.T, 2005).

Dari struktur utama tersebut, bagian teknik tertentu akan dikembangkan,

sehingga tools tersebut akan memiliki dampak terhadap investasi. Dengan

pengembangan ini, akan mengurangi waktu tunggu, waktu proses, biaya, dana

pengiriman material hanya pada waktu dan tempat yang dibutuhkan. Pengembangan

tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.2. Pendekatan yang digunakan akan

dikelompokkan dalam sebuah “gelombang”, berdasarkan tipe penghematan yang

(37)

Gambar 2.3 Pengembangan struktur utama lean.(Womack, J. and Jones, D.T, 2005).

2.5 Langkah-la ngkah Lean Thinking.

Menurut Hines, Peter and Rich, Nick (2005). Langkah-langkah dalam

pengolaan data dalam metode lean thinking dengan menggunakan beberapa tool

yaitu:

1. Big Picture Mapping adalah suatu tool yang digunakan untuk menggambarkan

suatu sistem secara keseluruhan beserta aliran nilai (Value Stream) yang terdapat

dalam perusahaan. Sehingga nantinya diperoleh gambaran mengenai aliran

informasi dan aliran fisik dari sistem yang ada, mengidentifikasi dimana

terjadinya waste, serta mnggambarkan lead time yang dibutuhkan berdasar dari

masing-masing karakteristik proses yang terjadi. Peta ini tentunya dibuat untuk

suatu produk atau pelanggan tertentu yang sudah diidentifikasikan pada tahap

sebelumnya.

Untuk melakukan pemetaan terhadap aliran informasi dan material atau

produk secara fisik, kita dapat menerapkan big picture mapping dengan 5 fase:

(38)

Menggambarkan kebutuhan konsumen. Mengidentifikasi jenis dan

jumlah produk yang diinginkan customer, timing, munculnya kebutuhan akan

produk tersebut, kapasitas dan frekuensi pengirimannya, packaging serta

jumlah persediaan yang disimpan untuk keperluan customer.

b. Phase 2 : Information flows

Menggambarkan aliran informasi dari konsumen ke supplier yang berisi

antara lain: peramalan dan informasi pembatalan supply oleh customer, orang

atau departemen yang memberi informasi ke perusahaan, berapa lama

informasi muncul sampai diproses, informasi apa yang disampaikan kepada

supplier serta pesanan yang disyaratkan.

c. Phase 3 : Physical flows

Menggambarkan aliran fisik yang dapat berupa : langkah-langkah utama

aliran material dan aliran produk dalam perusahaan, waktu yang dibutuhkan,

waktu penyelesaian tiap-tiap operasi, berapa banyak orang yang bekerja

disetiap workplace, berapa lama waktu berpindah yang dibutuhkan untuk

berpindah dari satu workplace ke workplace yang lain, berapa jam per hari tiap

workplace beroperasi, titik bottleneck yang terjadi dan lain-lain.

d. Phase 4 : Linking physical and information flows

Menghubungkan aliran informasi dan aliran fisik dengan anak panah

(39)

dihasilkan, dari dan untuk siapa informasi dan instruksi dikirim, kapan dan

dimana biasanya terjadi masalah dalam aliran fisik.

e. Phase 5 : Complete map

Melengkapi peta atau gambar aliran informasi dan aliran fisik dilakukan

dengan menambahkan lead time dan value adding time dari keseluruhan proses

dibawah gambar aliran yang dibuat.

Simbol-simbol yang digunakan dalam Big Picture Mapping adalah

sebagai berikut:

Gambar 2.4 Simbol-simbol Big Picture Mapping. (Hines, Peter and Rich, Nick , 2005).

2. Kusioner ialah cara pengumpulan data dengan mengirim atau menggunakan

kusioner yang berisi sejumlah pertanyaan, kelebihannya dapat dilakukan dalam

skala besar, biaya nya lebih murah dan dapat memperoleh jawaban yang sifatnya

pribadi. Kelemahannya adalah jawaban bisa tidak akurat, bisa jadi semua

pertanyaan terjawab bahkan tidak semua lembar jawaban dikembalikan.

Riduwan,dan Sunarto, (2007).

Jadwal mingguan customer I

Q

Supplier / Customer Titik Persediaan Kotak Informasi Aliran Informasi Aliran Fisik

Aliran fisik antar

Total production Lead Time = 22.75 jam Value Adding Time (lower line) = 2.25 jam

(40)

3. Value Stream Analysis Tools (VALSAT)

Alat ini berfungsi untuk memilih alat dari pemetaan aliran proses yang nantinya

akan digunakan sebagai pedoman dalam mengidentifikasi pemborosan (waste).

Pada proses ini dilakukan dari hasil pembobot kusioner, lalu proses pemetaan dari

future state yang diusulkan Value Stream berfokus pada proses value adding dan

non-value adding. Value Stream Mapping. Menurut Hines&Rich, (2005). Di

dalam Value Stream Analysis Tools, terdapat 7 tool yang di gunakan untuk

menggurai waste antara lain :

a) Proses Activity Mapping (PAM)

Pada dasarnya tool ini digunakan untuk me-record seluruh aktivitas dari

suatu proses dan berusaha untuk mengurangi aktivitas yang kurang penting,

menyederhanakannya, sehingga dapat mengurangi waste. Dalam tool ini

aktivitas dikategorikan dalam beberapa kategori seperti: operation, transport,

inspection, dan storage. Selain aktivitas, tool ini juga me-record mesin dan

area yang digunakan dalam operasi, serta jarak perpindahan, waktu yang

dibutuhkan , dan jumlah operator. Dalam proses penggunaan tool tersebut

peneliti harus memahami dan melakukan studi berkaitan dengan aliran proses,

selalu berpikir untuk mengidentifikasi waste, dengan mengubah urutan proses

atau process rearrangement

(41)

Tool ini meruoaka sebuah diagram sederhana yang berusaha

menggambarkan the critical lead time constraint untuk setiap bagian proses

dalam supply chain, yaitu cumulative lead time di dalam distribusi sebuah

perusahaan baik supplier-nya dan downstream retailer-nya. Diagram ini

terdapat dua axis dimana untuk vertical axis menggambarkan rata – rata

jumlah inventory (hari) dalam setiap bagian supply chain. Sedangkan untuk

horizontal axis menunjukkan cumulative lead time-nya.

c) Production Variety Funnel

Teknik pemetaan secara visual dengan cara melakukan plot pada

sejumlah produk yang dihasilkan dalam setiap tahap proses manufaktur.

Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik mana sebuah produk

generic diproses menjadi beberapa produk yang spesifik, dapat menunjukkan

area bottleneck pada desain proses.

d) Quality Filter Mapping

Quality filter mapping merupakan tool untuk mengidentifikasi dimana

terdapat problem kualitas. Hasil dari pendekatan ini menunjukkan dimana tiga

tipe defect terjadi. Ketiga tipe defect tersebut adalah product defect (cacat fisik

produk yang lolos ke customer), service defect (permasalahan yang dirasakan

customer berkaitan dengan cacat kualitas pelayanan), dan internal defect

(42)

dalam tahap inspeksi). Ketiga tipe defect tersebut digambarkan secara

latotudinaly sepanjang supply chain. (Rini, Dewi, 2008).

e) Demand Amplification Mapping

Merupakan diagram yang menggambarkan bagaimana demad berubah –

ubah sepanjang jalur supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi

yang dihasilkan oleh diagram ini merupakan dasar untuk mengatur fluktuasi

dan menguranginya., membuat keputusan berkaitan dengan value stream

configuration. Dalam diagram ini vertival axis menggambarkan jumlah

demand dan horizontal axis menggambarkan interval waktu, grafik

didapatkan untuk setiap chain dari supply chain configuration yang ada.

(Hines&Rich, 2005).

f) Decision Point Analysis

Merupakan tool yang digunakan untuk menentukan titik dimana actual

demand dilakukan dengan system pull sebagai dasar untuk membuat

peramalan pada sistem push pada supply chain atau dengan kata lain titik

batas dimana produk dibuat berdasarkan actual demand dan setelah titik ini

selanjutnya produk harus dibuat dengan melakukan peramalan. Dengan tool

ini dapat diukur kemampuan dari porses upstream dan downstream

berdasarkan titik tersebut, sehingga dapat ditentukan filosofi pull atau push

yang sesuai. Selain itu juga dapat digunakan sebagai scenario apabila

(43)

g) Physical Structure Mapping

Tool ini digunakan untuk memahami kondisi dan fungsi – fungsi

bagian–bagian dari supply chain untuk berbagai level industri. Untuk level

yang lebih kecil tool ini dapat menggambarkan inbound supply chain di lantai

produksi. Pemahaman terdapat fungsi – fungsi di dalam inbound supply chain

tersebut dan memberikan pemahaman berkaitan dengan inefisiensi bagian

produksi.

Menurut Hines&Rich, (2005). Dari ketujuh tool tersebut akan digunakan

dalam usaha untuk memahami kondisi yang terjadi di lantai produksi.

Penggunaan tool tersebut dilakukan dengan melakukan pemilihan dengan

menggunakan matrik. Untuk langkah pertama dan penting dalam pemilihan tool

yang sesuai denga kondisi yang bersangkutan adalah melakukan pembobotan

waste. Pembobotan ini merupakan hal yang sangat penting sekali karena dengan

pembobotan waste yang sempurna maka tool yang digunakan juga tepat sehingga

mudah dalam melakukan usulan perbaikan. Kemudian dilakukan pemilihan

dengan menggunakan matrik program LEAP.

Gambar 2.5 Matriks VALSAT

(44)

Dimana:

Kolom A : Berisi 7 waste dalam perusahaan.

Kolom B : Berisi 7 tool pada value stream mapping (Process activity mapping,

Supply chain response matrix, Production variety funnel, Quality

filter mapping, Demand amplification mapping, Decision point

analysis dan Physical structure mapping).

Kolom C : Berisi korelasi antara kolom A dan kolom B.

Kolom D : Bobot dari 7 waste.

Kolom E : Berisi pembobotan dari masing-masing waste yang didapat dari

kuesioner yang diisi oleh manajer dan supervisor terkait.

Sedangkan untuk bagian F diisi dengan melakukan perkalian antar bobot

waste dengan nilai korelasi antar waste dengan masing – masing tools. Dimana

korelasi setiap waste terdapat korelasi high dengan nilai tujuh (7), medium dengan

nilai tiga (3), dan low dengan nilai satu (1 ).

Tabel 2.2 Tabel Korelasi Waste Terhadap Tools

(45)

4. Penyebab Kecacatan atau Kegagalan.

Suatu solusi masalah yang efektif adalah apabila berhasil ditemukan sumber

sumber penyebab masalah itu kemudian mengambil tindakan untuk

menghilangkan akar-akar penyebab tersebut. Untuk dapat menemukan akar

penyebab dari suatu masalah, perlu dipahami prinsip yang berkaitan dengan

hukum sebab-akibat menurut Laily, Hawien, (2008). yaitu:

a. Suatu akibat terjadi hanya jika penyebabnya itu ada pada titik yang sama

dalam ruang dan waktu.

b. Setiap akibat memiliki paling sedikit dua penyebab dalam bentuk.

1. Controllable Causes: penyebab itu berada dalam lingkup tanggung

jawab dan wewenang manusia sehingga dapat diambil tindakan untuk

menghilangkan penyebab itu.

2. Uncontrollable Causes: penyebab yang berada di luar pengendalian

manusia.

Menemukan akar penyebab dari suatu masalah dapat dilakukan dengan

menerapkan prinsip “5 Why’s”, yaitu dengan bertanya “mengapa” sebanyak lima

kali tentang terjadinya suatu akibat maka akan dapat ditemukan dan dipahami

sebab-sebab yang melatarbelakanginya.

Selanjutnya akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan melalui

bertanya “Why” beberapa kali itu dapat dimasukkan ke dalam Diagram Sebab –

(46)

Diagram sebab-akibat (atau juga disebut Diagram Tulang ikan)

dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa dan pada awalnya digunakan oleh bagian

pengendali kualitas untuk menemukan potensi penyebab masalah dalam proses

manufaktur yang biasanya melibatkan banyak variasi dalam sebuah proses.

Namun kemudian digunakan secara luas dalam setiap aspek kegiatan bisnis ketika

diperlukan pemilahan penyebab timbulnya masalah untuk kemudian disusun

dalam suatu hubungan yang saling berkaitan.

Dalam industri manufaktur, pembuatan diagram sebab-akibat ini dapat

menggunakan konsep “5M-1E”, yaitu: machines, methods, materials,

measurement, men/women, dan environment. Sedangkan dalam bidang pelayanan

dapat memakai pendekatan “3P-1E” yang terdiri dari: procedures, policies,

people, serta equipment.

Gambar 2.6 Diagram Sebab – Akibat. (Laily, Hawien, (2008).

Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan

kualitas Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah beberapa hal

sebagai berikut :

(47)

Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan

proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah

ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi

pelanggan.

b. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab kecacatan atau

kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan,

dapat menggunakan Fishbone diagram (cause and effect diagram). Dengan

analisa cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah

masalah, atau dalam beberapa kasus, merupakan akibat atau hasil yang

diinginkan dan membuat daftar terstruktur dari penyebab potensial.

Setelah akar-akar penyebab dari masalah ditemukan, maka dimasukkan ke

dalam cause and effect diagram tulang ikan yang telah mengkategorikan

sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, Menurut Gaspersz Vincent, (2008).

yaitu :

1) Manpower ( Tenaga Kerja ).

2) Machines ( Mesin-mesin ).

3) Methods ( Metode Kerja ).

4) Material ( Bahan Baku dan Bahan Penolong ).

5) Media (Surat Kabar).

6) Motivation ( Motivasi ).

(48)

5. Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk

mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial kegagalan.

(Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2004).

Definisi FMEA yang lain yaitu suatu prosedur terstruktur untuk

mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. Mode

kegagalan ini meliputi apa saja yang termasuk dalam kecacatan desain, kondisi di

luar batas spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan-perubahan dalam

produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.

Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi 2 yaitu FMEA Design yang

dipergunakan untuk memprediksi kesalahan yang akan terjadi pada desain proses

produk, sedangkan FMEA process untuk mendeteksi kesalahan pada saat proses

telah dijalankan. Dengan menggunakan FMEA maka akan meningkatkan

keandalan dari suatu produk dan pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan

pelanggan yang menggunakan produk dan pelayanan tersebut. Tahapan FMEA

sendiri adalah :

a. Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa, didapatkan dari tahap define

dari proses DMAIC.

b. Melakukan pengamatan terhadap proses yang akan dianalisa.

c. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan kesalahan / defect potensial

(49)

d. Mengidentifikasi potensial cause (penyebab dari kesalahan / defect yang

terjadi).

e. Mengidentifikasikan akibat (effect) yang ditimbulkan.

f. Menetapkan nilai-nilai (dengan jalan brainstorming) dalam point :

1. Keseriusan akibat kesalahan terhadap proses lokal, lanjutan dan terhadap

konsumen (severity).

2. Frekuensi terjadinya kesalahan (occurance).

3. Alat kontrol akibat potential cause (detection).

g. Memasukkan kriteria nilai sesuai dengan 3 kriteria yang telah dibuat

sebelumnya.

h. Dapatkan nilai RPN (Risk Potential Number) dengan jalan mengalikan nilai

SOD (Severity, Occurance, Detection).

i. Pusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segera lakukan perbaikan

terhadap potential cause, alat control dan efek yang diakibatkan.

j. Buat implementation action plan, lalu terapkan.

k.Ukur perubahan yang terjadi dalam RPN dengan langkah-langkah yang sama

diatas.

Nilai – nilai dalam brainstorming terbagi dalam:

a. Severity

Severity merupakan suatu estimasi atau perkiraan subyektif tentang

(50)

produk atau jasa . Adapun skala yang menggambarkan severity dapat

diinterpretasikan pada tabel 2.3 sebagai berikut :

Tabel 2.3 Skala Penilaian Severity

Rating Kriteria Deskripsi

1 Negligible severity Pengaruh buruk yang dapat diabaikan

2 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit

3 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit

4 Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat (masih berada dalam

batas toleransi)

5 Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat (masih berada dalam

batas toleransi)

6 Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat (masih berada dalam

batas toleransi)

7 High severity Pengaruh buruk yang tinggi (berada di luar batas

toleransi)

8 High severity Pengaruh buruk yang tinggi (berada di luar batas

toleransi)

9 Potentialsafety problem

Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya (berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial)

(Sumber : Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2004)

b. Occurrence

Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah terjadi karena

potensial cause. Adapun skala yang menggambarkan occurrence dapat

diinterpretasikan pada tabel 2.4 sebagai berikut :

Tabel 2.4 Skala Penilaian Occurrence Rating Tingkat Kegagalan Deskripsi

(51)

Rating Tingkat Kegagalan Deskripsi

5 1 dalam 400 Kegagalan agak mungkin terjadi 6 1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi 7 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 8 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi

9 1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

10 1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

(Sumber : Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2004).

c. Detection

Detection merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi

potential cause. Adapun skala yang menggambarkan detection dapat

diinterpretasikan dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Skala PenilaianDetection

Rating Degree Deskripsi

1 Very high Otomatis proses dapat mendeteksi kesalahan yang terjadi (komputerisasi)

2 Very high Hampir semua kesalahan dapat dideteksi oleh alat kontrol (visual pada bentuk barang dan double checking)

3 High Alat kontrol cukup andal untuk mendeteksi kesalahan (visual pada bentuk barang)

4 High Alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi kesalahan (visual pada bentuk barang)

5 Moderate Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan (visual pada susunan barang)

(52)

Rating Degree Deskripsi

7 Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan rendah

(pengamatan fisik)

8 Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan sangat

rendah (perubahan warna)

9 Very low Alat kontrol tidak bisa diandalkan untuk mendeteksi kesalahan (feeling berdasar pengalaman masa lalu)

10 Very low Tidak ada alat kontrol yang bisa digunakan untuk mendeteksi kesalahan

(Sumber : Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2004).

2.6 Penelitian Ter dahulu

Untuk mengetahui perkembangan penelitian dengan tema lean thinking,

peneliti akan memberikan review dari beberapa penelitian terdahulu sehingga dapat

diketahui posisi dan perbedaan penelitian yang dilakukan saat ini dengan penelitian

lainnya, antara lain:

1. Fanesha Febriary,T (2010). Dengan judul penelitian: “Implementasi Konsep Lean

Thinking untuk Menganalisis Order Fullfilment Process, tujuan penelitiannya

adalah: untuk mengeliminasi waste yang terjadi pada bagian produksi dan

memberikan masukan kepada perusahaan untuk mengurangi pemborosan (waste)

dalam rangka meningkatkan produktivitas perusahaan,

PT Baja Pertiwi Industri, bergerak dalam bidang pengolahan baja dan

(53)

carriage, screw, permasalahan yaitu adanya waste pada bagian produksi yang

dalam hal ini pada pemenuhan order roda lorry antara lain waktu menunggu,

transportasi dan stock. Perusahaan perlu mengatasi pemborosan yang terjadi

sehingga production lead time menjadi lebih pendek. Penggunaan value stream

mapping dapat membantu untuk mengidentifikasi terjadinya waste (tujuh jenis

waste antara lain overproduction, waiting, transportation, inappropriate

processing, unnecessary inventory, unnecessary motion, defect)selama proses

produksi berlangsung. dengan mengidentifikasi pemborosan yang terjadi selama

proses produksi sehingga dapat diambil langkah untuk mengurangi pemborosan

tersebut. Pemborosan yang menjadi perhatian adalah waktu menunggu antar

proses yang panjang yang dapat pada current state map. Setelah dicari akar

permasalahan dengan menggunakan tool 5 why diperoleh bahwa yang menjadi

akar permasalahan adalah ketidakseimbangan lintasan produksi. Beberapa usulan

perbaikan untuk membuat future state map kemudian diberikan antara lain

penerpaan prinsip 5S, kanban, dan penyeimbangan lintasan dengan menggunakan

metode Kilbridge Wester. Dengan dilakukannya perbaikan diperoleh pengurangan

production lead time sebanyak 3825.57 menit ataupun 53.60%.

2. Agus Tri W (2012). Judul penelitian ialah: Implementasi lean thinking dalam

meminimasi waste pada produksi mesin diesel, tujuan penelitian adalah:

Mengidentifikasi waste yang terjadi, menganalisa penyebab waste yang ada,

(54)

necessary but not value added) yang berpengaruh terhadap sistem di perusahaan

dan Memberikan usulan perbaikan pada perusahaan untuk meningkatkan efisiensi

dengan meminimasi waste yang terjadi.

PT. Tri Ratna Diesel Indonesia di Gresik, merupakan perusahaan yang

bergerak dibidang industri mesin diesel dengan produk utama yaitu D 2400 H dan

D 2700 H, waste yang sering terjadi adalah waiting, inappropriate processing,

dan defect. Dari ketiga waste ini diberikan rekomendasi perbaikan. Dan Process

Activity Mapping didapatkan prosentase untuk jumlah pada tiap kategori aktivitas

Value Added (Operasi) sebanyak 12 aktivitas atau 60 %, Non Value Added (Delay

dan Storage) sebanyak 3 aktivitas atau 15%, Necessary but Non Value Added

(Transportasi & Inspeksi) sebanyak 5 aktivitas atau 25%. Sedangkan prosentase

dari waktu yaitu yang dibutuhkan pada tiap kategori aktivitas yaitu Value Added

(Operasi) sebanyak 17970 detik atau 71.67 %, Non Value Added (Delay dan

Storage) sebanyak 3960 detik atau 16.11%, Necessary but Non Value Added

(55)

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Tunas Baru Lampung, yang berlokasi di Jl. Raya Gedangan No. 147. Sidoarjo. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai data terpenuhi.

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Dalam identifikasi variable terdapat variabel – variabel yang didapatkan berdasarkan dari data perusahaan yang digunakan dalam metode Lean Thinking. Variabel – variabel tersebut adalah sebagai berikut:

Variabel Bebas adalah suatu variabel yang mempunyai nilai berubah – ubah dan mempengaruhi variasi perubahan nilai variabel terikat, variabel tersebut meliputi:

Variabel Bebas

1. Waktu menunggu (waiting).

Waktu tunggu dari proses yang satu ke proses lainnya. 2. Produksi Berlebihan (overproduction).

Jumlah produksi melebihi dari jumlah pesanan. 3. Persediaan Berlebihan / yang tidak perlu (iventories).

(56)

4. Produk Cacat (defect).

Produk cacat apabila kandungan FFA(fruid facid acid) diatas 0,3% dari jumlah CPO(cruide palm oil) yang di produksi.

5. Transportasi Berlebih (transportation).

Adalah memindahkan material dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses selanjutnya dan biasanya tidak dimaksimalkan dalam volume pengankutannya.

6 Gerakan yang tidak perlu (mantion).

Kegiatan yang tidak perlu dilakukan oleh karyawan selama bekerja. 7 Underutilized People

Pekerja yang tidak mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik mental, kreativitas, ketrampilan, dan kemampuan.

Variabel Terikat yaitu variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas, adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah waste yang sekecil mungkin.

3.3 Metode Pengumpulan Data

(57)

3.4 Metode Pengolahan Data

Pada penelitian ini tahap pengolahan data dengan metode lean thinking menggunakan beberapa tool yakni: Big Picture Mapping (BPM), data kusioner, kuisioner untuk pembobotan waste, lalu dilakukan pengolaan dengan Value stream analysis tools (VALSAT), menyertakan diagram sebab – akibat/ diagram

tulang ikan dan terakhir guna memberikan perbaikan menggunakan Failure Mode Effect nalysis (FMEA).

1. Pengolahan dengan big picture mapping (BPM).

Dari tool big picture mapping untuk memberikan gambaran umum sistem produksi perusahaan.

2. Pengolahan data kusioner.

Kuisioner pembobotan seven waste untuk menunjukan bobot nilai dari waste yang ada.

3. Pengolahan data dengan VALSAT

Gambar

Gambar 2.1 Sepuluh Areas Waste Dalam Industri Manufaktur.
Gambar 2.3 Pengembangan struktur utama lean.(Womack, J. and Jones, D.T, 2005).
Gambar 2.4 Simbol-simbol Big Picture Mapping.
Gambar 2.5 Matriks VALSAT Menurut gambar http://bysatria.wordpress.com
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bidang Apotek Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti PKPA di

Seseorang yang menderita hipertensi disebabkan karena ada masalah dari dalam diri atau dari luar, kemudian penderita hipertensi tersebut memiliki keyakinan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : (1) Pelaksanaan pembelajaran mengidentifikasikan karakter tokoh dongeng di SMP Muhammadiyah 2 Jatinom

simple additive weighting berbasis Sistem Operasi Android yang akan dimanfaatkan oleh pengguna android untuk mendapatkan informasi dan memilih restoran di

(ROE), Earnings Growth Rate (EGR), dan Beta terhadap Price Book Value (PBV) pada kelompok perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada periode

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Lelang Nomor : 012./PAN-FISIK/ XII /DINKES/TJT/Pen.Pem/DINKES/2013 tanggal 28 juni 2013, perihal Penetapan Pemenang Pelelangan Pengadaan

Pokja Barang/Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Aceh Barat Daya akan melakukan klarifikasi dan/atau verifikasi kepada penerbit

pembagian sisa hasil usaha berdasarkan kasus soal yang diberikan dosen Metode : Ceramah, tanya jawab, diskusi, simulasi / kasus, dan resitasi Media : OHP dan LCD 1.