• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model KKG PAB Kabupaten Semarang dalam Meningkatkan Mutu Profesionalitas Guru T2 942009125 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model KKG PAB Kabupaten Semarang dalam Meningkatkan Mutu Profesionalitas Guru T2 942009125 BAB I"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada era globalisasi sekarang ini, mempunyai peranan yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Guru sebagai salah satu komponen dalam pendidikan memegang peranan penting dalam mewujudkan tantangan baru paradigma pendidikan tersebut.

(2)

2 batin. Pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian sebagai guru.

Ke depan tuntutan meningkatkan kualitas guru yang profesional menjadi sangat penting dan mendesak untuk diupayakan. Guru profesional bukan lagi merupakan sosok yang berfungsi sebagai robot, tetapi merupakan dinamisator yang mengantar potensi-potensi peserta didik ke arah kerativitas. ”Tugas seorang guru profesional meliputi tiga bidang utama (1) dalam bidang profesi, (2) dalam bidang kemanusiaan, dan (3) dalam bidang kemasyarakatan” (Isjoni, 2006).

Sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan pembangunan pendidikan masakini, maka guru dituntut untuk terus menerus berupaya meningkatkan kompetensinya secara dinamis. Mantja (2002) menyatakan bahwa peningkatan kompetensi tersebut tidak hanya ditujukan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, namun yang lebih penting adalah kemampuan diri untuk terus menerus melakukan peningkatan kelayakan kompetensi. Sergiovanni (dalam Mantja, 2002) menegaskan bahwa teachers are axpected to put their knowledge to work to demonstrate they can do the

(3)

3 long commitment to self improvement. Self improvement

is the will-grow competency area.

Undang- undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa ”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini di jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. Joni (dalam Mantja, 2008) menyebutkan bahwa ”guru harus bertanggung jawab secara profesional untuk terus menerus meningkatkan profesionalnya”.

(4)

4 karena pengalaman mendidik bukan merupakan pengalaman rutin. Guru merupakan pelaku dalam tindakan pedagogik, karena pedagogik dalam kehidupan terus menerus berubah, profesionalisme guru akan terus berubah.

Tanggung jawab guru dalam menghadapi perubahan paradigma pendidikan adalah dengan melakukan pengembangan dalam proses pendidikan baik sebelum pelaksanaan (preservice) dan selama pelaksanaan (inservice) yang memberikan peluang dan tantangan bagi perkembangan profesionalnya. Saat ini telah muncul komitmen kuat dari Pemerintah Indonesia, terutama Dinas Pendidikan untuk merevitalisasi kinerja guru antara lain dengan memperketat persyaratan bagi siapa saja yang ingin meniti karir profesi di bidang keguruan. Dengan persyaratan minimum kualifikasi akademik sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2005, diharapkan guru benar-benar memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran.

(5)

5 pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian menunjuk pada kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional menunjuk pada kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial menunjuk kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dalam Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lebih diperjelas lagi bahwa sebagai tenaga profesional, guru bertugas merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, serta melakukan bimbingan dan pelatihan.

(6)

6 dimilikinya. Dari aspek kompetensi profesional, banyak guru yang dianggap masih gagap dalam menguasai materi ajar secara luas dan mendalam sehingga gagal menyajikan kegiatan pembelajaran yang bermakna dan bermanfaat bagi siswa. (Tuhusetya, 2008).

Ekosiswoyo (2010) dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Evaluasi Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang berjudul "Pengembangan Profesionalisme Guru sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan", bahwa profesionalisme guru mencakup lima hal, yaitu kepribadian yang baik, kesiapan bahan, perencanaan pengajaran, kelihaian mengajar, dan kemampuan menimbang permasalahan. Dari kelima aspek tersebut, kelemahan guru yang paling menonjol adalah ketidaksiapan bahan dan pola pengajaran. Masih banyak guru yang tidak menyeleksi bahan ajar yang akan digunakan. Sebagian besar guru hanya menyalin bahan ajar dari berbagai sumber. "Tidak ada kreativitas untuk membuat bahan ajar sendiri.”

(7)
(8)
(9)

9 Pendidikan Agama Buddha (PAB) membentuk kelompok guru PAB. Selanjutnya anggota kelompok tadi diharapkan mampu melakukan pembinaan profesional di sekolah masing-masing.

Mengacu pada Standar Pengembangan KKG yang dikeluarkan oleh Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (Ditjen PMPTK 2008) bahwa tujuan dari KKG adalah:

(1) Memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya penguasaan substansi materi pembelajaran, penyusunan silabus, penyusunan bahan-bahan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, memaksimalkan pemakaian sarana/prasarana belajar, memanfaatkan sumber belajar; (2) Memberi kesempatan kepada anggota kelompok kerja atau musyawarah kerja untuk berbagi pengalaman serta saling memberikan bantuan dan umpan balik; (3) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta mengadopsi pendekatan pembaharuan dalam pembelajaran yang lebih profesional bagi peserta kelompok kerja atau musyawarah kerja; (4) Memberdayakan dan membantu anggota kelompok kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di sekolah; (5) Mengubah budaya kerja anggota kelompok kerja atau musyawarah kerja (meningkatkan pengetahuan, kompetensi dan kinerja) dan mengembangkan profesionalisme guru melalui kegiatan-kegiatan pengembangan profesionalisme di tingkat KKG; (6) Meningkatkan mutu proses pendidikan dan pembelajaran yang tercermin dari peningkatan hasil belajar peserta didik; (7) Meningkatkan kompetensi guru melalui kegiatan-kegiatan di tingkat KKG. (Ditjen PMPTK, 2008)

(10)
(11)

11 Keefektifan KKG Pendidikan Agama Buddha di Kabupaten Semarang disampaikan oleh Ibu Sutinem yang merupakan guru agama Buddha di SD Negeri Kenteng 01, Kecamatan Susukan bahwa, “fungsi KKG rasanya tidak efektif, yang hadir cuma 5%”. Motivasi kehadiran hanya kalau ada atasan yang hadir, misalnya apabila pertemuan itu mengagendakan pembinaan dengan menghadirkan Pembimas, baru anggota KKG menyempatkan hadir.

Pengelolaan KKG pendidikan agama Buddha dalam meningkatkan profesionalisme guru agama Buddha juga disampaikan Ibu Maryati yang mengajar pendidikan agama Buddha di SD Negeri Getasan 03, Kecamatan Getasan. “KKG sebenarnya bisa dijadikan sebagai wadah untuk meningkatkan profesionalisme guru Agama Buddha, bila ditangani secara serius, setiap pertemuan agendanya hanya apel, reuni, makan-makan saja!”. Penyusunan program kegiatan KKG PAB seperti yang disampaikan Ibu Jiyem bahwa, “yang membuat program hanya orang-orang tertentu saja, yang lainnya tinggal meng-copy”.

(12)

12

Tabel I.1

EVALUASI PROGRAM KERJA KKG PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA

KABUPATEN SEMARANG

NO PROGRAM KERJA BULAN TERLAKSANA

I JANGKA PENDEK

II JANGKA MENENGAH

3. Pekan Penghayatan pendidikan pada saat bulan puasa selama 2 hari dan hanya kecamatan Getasan anggota team yang sebagian besar mengikuti program strata I menghadapi

(13)

13

Terkendala sumber bahan dan buku penunjang sebagai referensi sehingga team penyusun yang dibentuk belum dapat menyusun alat peraga

s.d Desember

2010

III JANGKA PANJANG 1. Lomba Mapel

2. Lomba dhammapada 3. Lomba vihara githa 4. Lomba LCC

Tidak terlaksana kurang terkoordinasi sehingga pengiriman peserta sippa Dhamma sampajja ke jakarta hanya penunjukkan oleh penyuluh agama Buddha dengan pertimbangan subjektif, tidak melalui seleksi dengan alasan waktu untuk seleksi terlalu singkat dan menganggap satuan

Sumber: Dokumen KKG PAB Kabupaten Semarang

(14)

14 Semarang dikategorikan sesuai tetapi dengan skor minimal.

Kondisi seperti ini menuntut penganalisaan masalah pengelolaan KKG Pendidikan Agama Buddha di Kabupaten Semarang untuk menentukan model pengembangan KKG Pendidikan Agama Buddha di Kabupaten Semarang berdasarkan pada pendekatan-pendekatan tertentu. Pendekatan-pendekatan-pendekatan yang akan diambil tentunya harus mengacu pada Standar Operasional Penyelenggaraan KKG yang meliputi standar operasional organisasi, penyusunan program, SDM, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penjaminan mutu.

Berikut ini adalah gambaran hasil pengukuran tentang kesesuaian pengembangan Kelompok Kerja Pendidikan Agama Buddha Kabupaten Semarang dengan Standar pengembangan KKG:

Tabel I.2

Keseuaian Pengembangan KKG Pendidikan Agama Buddha Kabupaten Semarang

No Standar KKG Indikator Kesesuaian

TS KS S SS

1 Program 1,6% 5,8% 48,6% 44%

2 Organisasi 0,7% 3,5% 37,9% 57,9%

3 Pengelolaan 2,8% 15% 45,5% 36,7%

4 Sarana dan Prasarana

0% 20% 56,6% 23,4 %

5 Sumber Daya Manusia

0% 7.5% 52.5% 40%

(15)

15

7 Penjaminan Mutu 1.2% 11,1 63,5% 24,2%

Sumber: Diolah dari pengisian instrument Keseuaian Pengembangan KKG PAB dengan Standar Pengembangan KKG

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa terdapat beberapa ketidaksesuaian pengembangan KKG PAB Kabupaten Semarang apabila dibandingkan dengan standar pengembangan KKG. Hasil Pengukuran diperoleh peneliti berdasarkan instrument pengisian kesesuaian pengembangan KKG PAB Kabupaten Semarang dengan Standar Pengembangan KKG yang dikembangkan oleh peneliti sendiri. Instrumen ini kemudian diisi oleh guru-guru pendidikan agama Budddha diseluruh Kabupaten Semarang yang menjadi anggota KKG PAB.

(16)

16

Gambar 1.1

Model Organisasi KKG PAB Kab. Semarang

Penjelasan Gambar:

1. Pengembangan KKG PAB mengalami perubahan akibat adanya faktor eksternal, yaitu perubahan paradigma pendidikan dari model sistem industri "Teacher centered/Tradisional" yang berpusat pada guru untuk mendidik anak-anak, ke sistem pembelajaran yang berpusat pada siswa, sistem pembelajaran yang berbasis pada pemecahan masalah, dan sistem pembelajaran yang berbasis pada pemahaman.

2. Faktor internal pengembangan profesional lebih diarahkan pada motivasi pribadi guru sebagai agen perubahan (agent of change).

3. Faktor Eksternal dan Faktor Internal inilah yang menuntut adannya pengembangan KKG PAB melalui strategi pengembangan baru sebagai jaminan layanan terhadap anggotanya yaitu peningkatan kompetensi dan profesionalisme Guru Pendidikan Agama Buddha dengan sumber daya yang dimiliki (Ijin Operasional, Program,

(17)

17 Kepengurusan, Sarana dan Prasarana, Nara

Sumber, Pembiayaan, dan Laporan

Pertanggungjawaban).

4. Sebagai Output setelah guru mengikuti kegiatan di dalam organisasi KKG PAB terjadi adanya peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru pendidikan agama Buddha.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana model pengembangan kelompok kerja guru pendidikan agama Buddha dalam meningkatkan profesionalisme guru-guru agama Buddha di Kabupaten Semarang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah menyusun pengembangan model KKG pendidikan Agama Buddha dalam meningkatkan profesionalisme guru agama Buddha di Kabupaten Semarang.

D. Kegunaan Hasil Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini adalah: 1. Kegunaan Praktis

(18)

guru-18 guru pendidikan agama Buddha di Kabupaten Semarang.

2. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis kegunaan hasil penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan profesionalitas guru.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam lima bab, dengan urutan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, dan sistematika penulisan; Bab II Dasar Teori, berisi pengertian KKG, upaya

pengembangan KKG, tujuan KKG, kegiatan pengembangan profesi melalui KKG PAB, kajian yang relevan;

Bab III Metode penelitian meliputi: jenis penelitian, prosedur penelitian, tempat dan waktu penelitian, jenis dan teknik pengumpulan data; Bab IV Hasil penelitian, berisi profil KKG PAB Kab.

Semarang, Program kerja KKG PAB Kab. Semarang, analisis SWOT, pengembangan model KKG PAB;

Gambar

Tabel I.1 EVALUASI PROGRAM KERJA KKG PENDIDIKAN AGAMA
Tabel I.2 Keseuaian Pengembangan KKG Pendidikan Agama Buddha
Gambar 1.1  Model Organisasi KKG PAB Kab. Semarang

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

 The lazy, dirty, tall boy in the blue shirt is a student.

Banyaknya masyarakat di kawasan Asia Tenggara yang telah melek media online dengan membuat akun jejaring sosial seperti Facebook, tentu dapat mempermudah pemerintah dalam

Fakta-fakta Asean dalam gambar ini meliputi peta wilayah negara-negara asean, bendera dan lambang asean, demonim-negara anggota asean, kode telepon negara asean, PDB-IPM dan mata

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kinerja Karyawan CV.. Malik Jaya Balikpapan” disusun untuk memenuhi serta melengkapi

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Penyebab terjadinya lack of fusion yaitu : 1) Penyetelan arus terlalu rendah. 2) Teknik pengelasan yang salah.. 4) Menggunakan kawat las tidak sesuai dengan jenis sambungan.