• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna cerita dalam pendidikan Agama Katolik di sekolah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna cerita dalam pendidikan Agama Katolik di sekolah."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

viii

ABSTRAK

Skripsi dengan judul “MAKNA CERITA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH” disusun berdasarkan pengalaman

melaksanakan praktek mengajar Pendidikan Agama Katolik di SD Kanisius Kalasan Yogyakarta. Selama menjalankan praktek mengajar, penulis merasa bahwa siswa kurang tertarik dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Hal tersebut terjadi karena selama pembelajaran di kelas penulis lebih banyak menerangkan dan meminta siswa untuk mencatat dan menghafal yang diajarkan. Sebenarnya ada bermacam-macam model, metode dan fasilitas pembelajaran, akan tetapi ini tidak dimanfaatkan secara memadai. Salah satu metode tersebut adalah penggunaan cerita.

Selama ini, para siswa menganggap cerita hanya sebagai hiburan atau selingan pembelajaran di kelas. Sebenarnya, penggunaan cerita di dalam mata pelajaran agama Katolik dapat membantu siswa untuk memperdalam pemahaman dan menggali makna dari materi pembelajaran. Selama ini, pemaknaan cerita di dalam pembelajaran agama Katolik di kelas másih kurang mendapat perhatian dari guru.

Karya tulis ini akan membahas persoalan tersebut dengan menggunakan pendekatan studi pustaka. Sebagian besar teori, pendapat para ahli dan buku referensi mengatakan bahwa cerita memiliki peranan yang besar dalam proses pembelajaran karena cerita dapat membantu untuk mengungkap makna dan memperdalam pemahaman. Cerita di dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dapat berfungsi sebagai media komunikasi pewartaan iman karena cerita mempermudah siswa di dalam memahami materi dan menemukan nilai-nilai Kristiani dari pelajaran agama di kelas. Yesus juga menggunakan cerita untuk mewartakan karya keselamatan Allah agar orang-orang dapat memahami tanda-tanda karya keselamatan Allah. Cerita juga dapat menyentuh sisi afektif para siswa sehingga mereka terdorong untuk mewujudkan nilai-nilai yang ditemukan di dalam cerita-cerita yang digunakan.

(2)

ix ABSTRACT

The thesis entitled THE MAKING SENSE OF STORIES IN THE

CATHOLIC RELIGION CLASS is based on the author’s personal experience

in doing the macro teaching in SD Kanisius Kalasan Yogyakarta. During the macro teaching, the author felt that the students were not interested in the Catholic Religion class. It was so because during the class, the author mostly employed lecturing model and asked the student to note down and to learn the teaching materials by heart. Anyway, there are various learning models, methods and facilities, but they are not used adequately. One of the methods is the usage of stories.

The students think that the usage of stories during the lesson is only for amusement or intermezzo. Actually, the usage of stories during the lesson purports to deepen the understanding and to make sense of the learning materials. However, the making sense of stories in the Catholic Religion class gets less attention from the teacher.

The thesis deals with this problem and employs the literature review

approach. Most of the theories, experts’ opinions and the literature references state

that the stories play a significant role in the learning process because the stories facilitate the students to discover the meaning and to deepen the understanding. The usage of stories in the Catholic Religion class are the medium of communication to announce the faith and further the stories make ease the understanding and the meaning discovery of the Christian values from the lesson.

Jesus also uses the stories to announce the God’s salvation in order to enable the people to understand the signs of God’s salvation. The stories also touch the

affective side of the students so that the students are motivated to implement the values which are found in the story.

(3)

i

MAKNA CERITA

DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Christina Jeany Ardilla NIM: 091124017

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan dengan tulus kepada: Tuhan Yesus yang selalu setia menemani dan mendampingiku,

Mama dan Papa serta seluruh keluargaku tercinta, para Dosen yang telah setia mendampingi dan membimbingku, kampus IPPAK-USD yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman,

dan kepada siapa saja yang telah mendukung dan membantuku dengan doa, semangat

(7)

v

MOTTO

“Kehidupan adalah perjuangan yang tidak boleh kita hindari tapi harus kita menangkan”

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 Januari 2016

Penulis,

(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Christina Jeany Ardilla No. Mahasiswa : 091124017

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

MAKNA CERITA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH. Berdasarkan perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian penyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 15 Januari 2016 Yang menyatakan,

(10)

viii

ABSTRAK

Skripsi dengan judul “MAKNA CERITA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH” disusun berdasarkan pengalaman

melaksanakan praktek mengajar Pendidikan Agama Katolik di SD Kanisius Kalasan Yogyakarta. Selama menjalankan praktek mengajar, penulis merasa bahwa siswa kurang tertarik dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Hal tersebut terjadi karena selama pembelajaran di kelas penulis lebih banyak menerangkan dan meminta siswa untuk mencatat dan menghafal yang diajarkan. Sebenarnya ada bermacam-macam model, metode dan fasilitas pembelajaran, akan tetapi ini tidak dimanfaatkan secara memadai. Salah satu metode tersebut adalah penggunaan cerita.

Selama ini, para siswa menganggap cerita hanya sebagai hiburan atau selingan pembelajaran di kelas. Sebenarnya, penggunaan cerita di dalam mata pelajaran agama Katolik dapat membantu siswa untuk memperdalam pemahaman dan menggali makna dari materi pembelajaran. Selama ini, pemaknaan cerita di dalam pembelajaran agama Katolik di kelas másih kurang mendapat perhatian dari guru.

Karya tulis ini akan membahas persoalan tersebut dengan menggunakan pendekatan studi pustaka. Sebagian besar teori, pendapat para ahli dan buku referensi mengatakan bahwa cerita memiliki peranan yang besar dalam proses pembelajaran karena cerita dapat membantu untuk mengungkap makna dan memperdalam pemahaman. Cerita di dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dapat berfungsi sebagai media komunikasi pewartaan iman karena cerita mempermudah siswa di dalam memahami materi dan menemukan nilai-nilai Kristiani dari pelajaran agama di kelas. Yesus juga menggunakan cerita untuk mewartakan karya keselamatan Allah agar orang-orang dapat memahami tanda-tanda karya keselamatan Allah. Cerita juga dapat menyentuh sisi afektif para siswa sehingga mereka terdorong untuk mewujudkan nilai-nilai yang ditemukan di dalam cerita-cerita yang digunakan.

(11)

ix ABSTRACT

The thesis entitled THE MAKING SENSE OF STORIES IN THE

CATHOLIC RELIGION CLASS is based on the author’s personal experience

in doing the macro teaching in SD Kanisius Kalasan Yogyakarta. During the macro teaching, the author felt that the students were not interested in the Catholic Religion class. It was so because during the class, the author mostly employed lecturing model and asked the student to note down and to learn the teaching materials by heart. Anyway, there are various learning models, methods and facilities, but they are not used adequately. One of the methods is the usage of stories.

The students think that the usage of stories during the lesson is only for amusement or intermezzo. Actually, the usage of stories during the lesson purports to deepen the understanding and to make sense of the learning materials. However, the making sense of stories in the Catholic Religion class gets less attention from the teacher.

The thesis deals with this problem and employs the literature review approach. Most of the theories, experts’ opinions and the literature references state that the stories play a significant role in the learning process because the stories facilitate the students to discover the meaning and to deepen the understanding. The usage of stories in the Catholic Religion class are the medium of communication to announce the faith and further the stories make ease the understanding and the meaning discovery of the Christian values from the lesson. Jesus also uses the stories to announce the God’s salvation in order to enable the people to understand the signs of God’s salvation. The stories also touch the affective side of the students so that the students are motivated to implement the values which are found in the story.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul MAKNA CERITA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH.

Skripsi ini ditulis berdasarkan pengalaman penulis sendiri dalam pelaksanaan praktek mengajar Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Pendidikan Agama Katolik adalah salah satu pendidikan iman yang membantu siswa memperkembangkan imannya dan menjadi hal penting bagi perkembangan iman anak, namun Pendidikan Agama Katolik kurang diminati para siswa. Oleh karena itu skripsi ini disusun untuk membantu siswa mengungkap makna dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah dengan menggunakan cerita serta sebagai syarat dalam memperoleh gelar sarjana Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan, dorongan dan doa dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini, dengan tulus hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

(13)

xi

2. Bapak F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd selaku dosen pembimbing akademik sekaligus sebagai dosen pembimbing utama yang telah dengan tulus hati meluangkan waktu penuh kesabaran mendampingi, membimbing, memotivasi, memberikan perhatian dan sumbangan pemikiran serta mengarahkan penulis dalam menuangkan gagasan-gagasan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Romo Dr. C. Putranta, SJ yang telah membimbing, memotivasi, membertikan perhatian dan memberikan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si. yang selalu mendukung, membantu dan meluangkan waktunya serta berkenan menguji skripsi ini.

5. Mama dan Papa yang sangat penulis cintai dan kedua adik-adik penulis Christiana Grace dan Christian S. Putra yang sangat penulis banggakan yang selalu mendoakan, menyemangati, mendukung dan memberikan inspirasi untuk penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat: Monalissa Essy, Fransisca Chandra, Maria Susana, Adriana, Faola Sulistiana, Caroline Natasia, Emilia Kuswardani, Vesveranda Seruni, Cynthia Tampi, Olivia Larasati, Rosalia Yuli yang selalu setia menemani, memberikan semangat, dukungan, bantuan, motivasi yang tiada henti untuk penulis dalam berjuang mennyelesaikan skripsi ini.

(14)

xii

8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 dan teman-teman mahasiswa IPPAK-USD yang telah dengan tulus mendoakan, memotivasi, berbagi pengalaman dan mendukung penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

9. Segenap Staf Dosen, Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK-USD serta seluruh karyawan yang telah memberi dukungan, membimbing penulis dalam studi dan dalam menyelesaikan skripsi ini..

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu baik langsung maupun tidak langsung telah mendoakan, menyemangati dan mendukung penulis sehingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata , semoga skripsi ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 15 Januar i 2016

Penulis,

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .. ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO . ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penulisan ... 8

F. Manfaat Penulisan ... 9

BAB II. PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH ... 10

A. PAK di Sekolah ... 10

1. PAK di Sekolah bagian dari Katekese ... 11

a. Katekese sebagai Pendidikan Iman ... 12

b. Katekese sebagai Pelayanan Sabda ... 14

c. Katekese sebagai Ilmu ... 15

2. Hakikat PAK di Sekolah ... 20

a. PAK di Sekolah bagian dari Pendidikan Iman ... 20

b. PAK di Sekolah bagian dari Pelayanan Sabda ... 21

(16)

xiv

3. PAK di Sekolah bagian dari Pendidikan Nasional ... 23

B. Konteks PAK di Sekolah ... 26

1. Sosialisasi menjadi Manusia yang Matang ... 26

2. Sosialisasi menuju Manusia yang Beriman dan Dewasa ... 26

3. Pendekatan Dialektis dalam Proses Sosialisasi ... 27

C. Tujuan PAK di Sekolah ... 28

D. Pendekatan PAK di Sekolah ... 35

1. Tiga unsur Pokok PAK di Sekolah ... 35

a. Pengalaman hidup peserta didik... 35

b. Visi dan Kisah Kristiani ... 36

c. Komunikasi hidup konkrit peserta ... 36

2. Gaya Pendidikan Agama Katolik di sekolah ... 37

BAB III. CERITA ... 39

A. Cerita dalam Kehidupan Manusia ... 39

1. Pengertian Cerita ... 39

2. Jenis Cerita ... 40

3. Fungsi Cerita ... 49

4. Alasan Cerita Digemari Orang ... 53

B. Cerita dalam Tradisi Kristiani ... 54

1. Cerita dalam Kitab Suci ... 55

a. Cerita dalam Perjanjian Lama ... 57

b. Cerita dalam Perjanjian Baru ... 60

1) Yesus mengajar dengan cerita ... 62

2) Pandangan menurut pengarang Injil ... 65

a) Markus ... 65

b) Matius ... 66

2. Cerita dalam Teologi ... 68

BAB IV. PERANAN CERITA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH ... 70

(17)

xv

B. Cerita Menantang Kreatifitas Belajar PAK dan Membantu

Memperkembangkan Iman ... 73

C. Cerita dalam Kaitan dengan Bercerita Sebagai Metode Pembelajaran PAK yang Memungkinkan Peserta Didik Memperkembangkan Imannya ... 74

D. Cerita dalam PAK Relevan dengan Tujuan Afeksi Untuk Pendidikan Agama Di Sekolah ... 75

E. Pesan Cerita dalam PAK di Sekolah Membantu Siswa Memperdalam Imannya ... 76

BAB V. PENUTUP ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

(18)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

Seluruh singkatan yang terdapat di bawah ini merupakan singkatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.

A. Singkatan Kitab Suci

Ef : Efesus

Kor : Korintus

Mat : Matius

Luk : Lukas

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

GE : Gravissimum Educationis, Pernyataan Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

C. Singkatan Lain

Art : Artikel

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik KBK : Kurikulum Berbasis Kompetensi

Komkat KWI : Komisi Kateketik Konferensi Wali Gereja Indonesia KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(19)

xvii PAK : Pendidikan Agama Katolik PUK : Petunjuk Umum Katekese SD : Sekolah Dasar

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bagian pendahuluan ini, penulis akan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan judul skripsi tersebut, yaitu: latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu per satu di bawah ini.

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang semakin maju pada saat ini merupakan anugerah bagi kehidupan manusia karena dengan berkembangnya teknologi manusia semakin dipermudah dalam menjalani setiap aktivitas kehidupan. Namun di sisi lain teknologi juga bisa menjadi bencana yaitu ketika manusia tidak dapat mempergunakannya dengan bijak. Teknologi memiliki banyak manfaat juga termasuk bagi bidang pendidikan. Berkat teknologi model-model dan metode pembelajaran semakin berkembang lebih menarik dan menyenangkan. Selain itu teknologi juga menuntut siswa dan guru untuk semakin kreatif dan inovatif khususnya dalam bidang pendidikan.

Di dalam Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pendidikan dilakukan agar mendapatkan tujuan yang diharapkan bersama yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

(21)

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3 UU

RI No 20/ 2003). Jadi jelaslah pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja agar anak didik memiliki sikap dan kepribadian yang baik.

Pendidikan sangat luas cakupannya dalam kehidupan, baik di masyarakat, keluarga, politik, rohani maupun lembaga-lembaga sosial yang tentunya memiliki banyak bidang yang salah satunya adalah Pendidikan Agama Katolik. Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan kesatuan Nasional. Pendidikan Agama Katolik khususnya yang dilakukan di sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam mewujudkan nilai-nilai kerajaan Allah untuk membangun hidup yang semakin beriman (Heryatno, 2008: 23). Membangun hidup beriman kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus yang memiliki keprihatinan tunggal yakni Kerajaan Allah.

(22)

mampu diterapkan dalam hidup sehari-hari, akan tetapi yang diupayakan bagi para siswa akan sia-sia jika kenyataannya para siswa kurang menangkap materi pada Pendidikan Agama Katolik.

Pengajar memberikan ilmu Pendidikan Agama Katolik dengan mewartakan kabar gembira. Pada Pendidikan Agama Katolik guru seharusnya memberikan pengajaran dengan santai, gembira dan menyenangkan karena itu hal yang efektif dilaksanakan dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Melalui pengalaman mengajar baik di Sekolah Dasar maupun di Sekolah Menengah Kejuruan, penulis mendapatkan situasi yang terjadi dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah ketika guru menyampaikan materi dengan rangkuman dan uraian mengenai pokok-pokok pembelajaran Pendidikan Agama Katolik mengakibatkan siswa kurang memperhatikan pelajaran. Dalam Pendidikan Agama Katolik guru tidak hanya memberikan penjelasan mengenai ajaran-ajaran dan aturan-aturan namun perlu memperhatikan perkembangan kondisi siswa yang senang dengan hiburan, kebebasan bukan aturan dan ajaran ajaran.

(23)

maka segala hal yang sulit terjadi dan sulit dilakukan akan menjadi mudah dan ringan untuk dihadapi. Dengan memberikan unsur cerita pengalaman kejadian nyata mengenai kekuatan percaya pada Allah siswa mendengarkan dan mudah memahami apa yang disampaikan sehingga proses pembelajaran menjadi lebih aktif dengan sharing dari masing-masing siswa yang pada akhirnya menemukan masalah pada masing-masing siswa, berbagai masalah ditemukan seperti masalah keluarga, persahabatan, ekonomi, maupun pelajaran. Cerita mampu menghantar pada pemahaman yang lebih mendalalm khususnya pada pendidikan agama Katolik di sekolah siswa dihantar menjadi lebih beriman dan merasakan kasih karunia Allah yang menyelamatkan

Dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah penggunaan berbagai sarana, metode, dan model pembelajaran sangat dianjurkan untuk menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan, relevan, dan bermakna. Guru Pendidikan Agama Katolik cenderung mengajar dengan menjelaskan atau memberikan rangkuman yang membuat siswa kurang menarik pada pelajaran padahal anak pada umumnya senang dengan sesuatu yang menghibur dan menyenangkan. Untuk itu guru Pendidikan Agama Katolik harus pandai dalam mengolah dan mempersiapkan media atau sarana dalam Pendidikan Agama Katolik sehingga proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan efektif.

(24)

kelangsungan masyarakat itu dengan menawarkan kesempatan yang sebaik mungkin kepada semua orang demi perkembangan manusia seutuhnya maka diperlukan berbagai sarana, model, dan metode yang dapat mendukung untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut.

Pendidikan dalam arti umum memiliki tujuan. Begitu pula PAK memiliki tujuan yaitu PAK di Sekolah pada dasarnya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman. Membangun hidup beriman berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus, yang memiliki keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup yang dirindukan oleh setiap orang dari berbagai agama dan kepercayaan (Komkat KWI,2007: 7). Untuk mencapai tujuan pembelajaran PAK bisa didukung dengan sarana, metode, atau model pembelajaran yang sesuai.

Salah satu proses pembelajaran PAK yang menyenangkan dapat dibangun dengan memasukan cerita-cerita di dalamnya. Cerita dalam pendidikan agama Katolik sangat dekat dan tak dapat dilepaskan karena dalam PAK berisi cerita-cerita terlebih dalam Kitab Suci berisi sejarah dan kenangan mengenai Allah, alam semesta, para nabi, kisah-kisah mengenai Yesus yang disampaikan dalam pelajaran pendidikan agama Katolik segala yang terangkum dalam PAK tidak lepas dari unsur cerita.

(25)

saja sehingga cerita hanya dianggap sebagai selingan atau hiburan dalam proses pembelajaran. Melihat kenyataan yang terjadi, pengajar bertanggung jawab memberikan pembelajaran yang menarik dan kreatif seperti yang dilakukan oleh Yesus mengajar dengan bercerita. Cerita memiliki peranan penting dan dapat digunakan dengan kreatif agar lebih menarik yaitu dengan memanfaatkan teknologi saat ini seperti film, tayangan video maupun drama. Cerita mampu menghantar dan membawa pemahaman yang lebih mendalaman dan berkesan sehingga dapat lebih mudah diterima dan dipahami untuk diterapkan dalam kehidupan.

Cerita adalah hasil pengalaman yang dikreasikan dengan imajinasi dan disampaikan dengan media bahasa yang sesuai dengan dunia anak-anak. Cerita anak bukan cerita yang ditulis anak-anak tetapi dengan menggunakan sudut pandang anak-anak karena pada hakikatnya cerita anak adalah cerita yang ditulis untuk anak-anak sehingga anak bisa memahami cerita (Heru Kurniawan, 2013: 17-18).

(26)

Cerita memiliki peranan penting dalam Pendidikan Agama Katolik sehingga guru Pendidikan Agama Katolik perlu memperhatikan metode atau sarana yang mendukung untuk pembelajaran yang efektif dan mudah ditangkap siswa yaitu dengan menggunakan cerita dalam proses Pendidikan Agama Katolik. Dengan memanfaatkan cerita proses belajar Pendidikan Agama Katolik di sekolah menjadi lebih bermakna dan menarik. Dengan cerita mendukung proses belajar mengajar untuk mudah dimengerti dan disatukan dengan pengalaman nyata yang memudahkan memori untuk mengingat berbagai suasana dalam cerita yang diwarnai kejadian nyata, kesan dan keindahan karena cerita melibatkan seluruh panca indera, perasaan, kesan dan akhirnya seluruh kehidupan. Mengingat siswa lebih senang dengan hal yang gembira, hiburan, bebas dibandingkan dengan teori dan suatu ajaran saja.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk memaparkan peranan dan makna cerita dalam pendidikan agama katolik di sekolah. Oleh karena itu tulisan ini diberi judul MAKNA CERITA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan dalam skripsi ini yaitu:

1. Banyak siswa tidak tertarik pada pelajaran PAK.

(27)

3. Guru kurang memanfaatkan sarana dan media yang tersedia pada zaman ini. 4. Cerita-cerita mengenai Kitab Suci dan cerita-cerita yang relevan untuk

pengajaran iman kurang diperhatikan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pemaparan materi di atas, penulis akan membatasi dan memfokuskan masalah pada pemanfaatan cerita dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah.

D. Perumusan Masalah

1. Apa peranan cerita dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah?

2. Apa saja cerita yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah?

3. Bagaimana memaknai cerita dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah?

E. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan peranan cerita dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah. 2. Memaparkan cerita-cerita apa saja yang dapat digunakan dalam proses

pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah.

(28)

F. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dari penulisan ini adalah:

(29)

BAB II

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH

Pada bab ini penulis akan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Katolik (PAK) di sekolah dan PAK di sekolah sebagai bagian dari Pendidikan Nasional.

A. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Pada hakekatnya PAK di sekolah adalah sebagai proses komunikasi iman. Sebagai komunikasi iman pendidikan agama Katolik perlu menekankan sifatnya yang praktis. Bersifat praktis berarti Pendidikan Agama Katolik lebih menekankan tindakan dari pada konsep atau teori. Oleh sebab itu Pendidikan Agama Katolik lebih menekankan proses perkembangan, pendewasaan iman, serta peneguhan pengharapan, dan perwujudan kasih terhadap sesama (Heryatno Wono Wulung, 2008: 15-16).

(30)

memperkembangkan humanisme Katolik yaitu harus membantu peserta didik untuk menjadi pelaku-pelaku perubahan sosial. Pendidikan dipahami sebagai jalan, tempat atau pewarta menuju transformasi sosial (Heryatno Wono Wulung, 2008: 13-14).

Demi tujuan tersebut, pendidikan agama Katolik diusahakan oleh Gereja, dan terlaksana dalam keluarga katolik, dalam jemaat dan dalam sekolah terutama sekolah katolik. Pendidikan Agama Katolik pada dasarnya dilaksanakan oleh jemaat sebagai paguyuban umat beriman Kristiani terutama untuk para anggotanya demi pendewasaan dan pengembangan penghayatan dan pengalaman iman akan Allah Bapa dalam Yesus Kristus oleh kekuatan Roh Kudus.

1. PAK di Sekolah bagian dari Katekese

Paus Yohanes Paulus II memberikan ajakan tentang katekse yaitu dalam hubungannya dengan keluarga, sekolah perlu menyelenggarakan katekese dengan kemungkinan-kemungkinan yang tidak boleh diabaikan. Katekese tersebut berupa pendidikan agama yang diintegrasikan dengan hidup. Pendidikan hidup beriman dalam lingkup sekolah merupakan tugas Gereja dalam memperkembangkan iman.

(31)

katekese dengan sakramen inisiasi Kristen. Hal ini kemudian dipahami sebagai hidup menggereja yang terus menerus dalam iman teristimewa pada pelajaran agama di sekolah bersama dengan pendidikan keluarga Kristen yang membina kaum muda (PUK, Art. 60). Dengan demikian Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan bagian dari katekese karena PAK bertujuan untuk membantu siswa agar beriman semakin mendalam dan memiliki kesadaran untuk terlibat dalam kehidupan menggereja juga kehidupan di masyarakat.

a. Katekese sebagai Pendidikan Iman

Berdasarkan arti kata, katekese berasal dari bahasa Yunani Katechein, bentukan dari kata „Kat‟ yang berarti meluas atau pergi, dan „echo‟ yang berarti

menggemakan atau menyuarakan. Dengan demikian katechein berarti perwartaan secara meluas tentang suatu berita.

Pewarta Kabar Gembira yang utama dan pertama adalah Yesus Kristus. Dia mewartakan Kerajaan Allah, dan pewartaannya sebagai Kabar Gembira dirumusakan di dalam Injil (PUK, Art. 34). Pewartaan kabar Gembira yang telah dimulai oleh Yesus kemudian dilanjutkan oleh murid-murid-Nya. Melalui katekese umat beriman menyampaikan kata-kata dan perbuatan Wahyu, memaklumkan dan menceritakan sekaligus memperjelas misteri yang ada di dalamnya (PUK, Art. 39).

(32)

dalamnya terdapat pewartaan iman yang dapat saling meneguhkan iman masing-masing peserta dengan pengalaman iman yang dapat mendekatkan diri dengan Kristus yang terungkap dalam peristiwa hidup sehari-hari.

Katekese sebagai pendidikan iman merupakan salah satu bentuk karya pewartaan Gereja yang bertujuan untuk membantu umat beriman agar imannya semakin mendalam dan supaya mereka semakin terlibat dalam kehidupan menggereja dan masyarakat baik sebagai pribadi maupun kelompok (Adisusanto, 1995:3). Dengan demikian katekese membuat setiap orang diundang untuk bertobat, lebih mendekatkan diri dan mengimani Yesus. Pendidikan iman ini diharapkan berlangsung terus-menerus sepanjang hidup manusia di dunia.

b. Katekese sebagai Pelayanan Sabda

Pelayanan sabda adalah salah satu bentuk dari katekese. Tidak ada katekese yang benar kalau nama, ajaran, janji-janji, Kerajaan Allah, Putra Allah, Yesus dari Nasaret tidak diwartakan. Mereka yang sudah menjadi murid Kristus juga harus disuburkan dengan sabda Allah agar mereka dapat bertumbuh dalam hidup Kristiani mereka (PUK, Art. 50). Katekese sebagai pelayanan sabda memiliki fungsi yaitu:

1) Dikumpulkan dan dipanggil kepada iman

(33)

mereka yang memeluk agama-agama lain. Selain itu fungsi ini juga ditujukan kepada anak-anak dari keluarga Kristiani.

2) Inisiasi

Mereka yang karena rahmat memilih untuk mengikuti Yesus kemudian diperkenalkan dengan hidup iman, liturgi dan cinta kasih Umat Allah. Untuk mencapai pada fungsi ini katekese memiliki peranan penting terutama katekese mengenai sakramen-sakramen inisiasi yang akan atau sudah diterima. Pendidikan Kristen dalam keluarga dan pelajaran agama di sekolah juga memiliki fungsi mengawali.

3) Pendidikan iman

Katekese ini ditujukan bagi orang-orang Kristen yang sudah diperkenalkan oleh unsur dasar iman Kristen namun masih perlu memupuk dan memperdalam iman selama hidup. Fungsi ini dilaksanakan melalui banyak bentuk antara lain: sistematis atau kadang-kadang, individual atau komunal, diatur atau spontan.

4) Fungi Liturgis

(34)

Katekese sebagai pelayanan sabda memiliki banyak fungsi yaitu untuk pertobatan, pendidikan iman baik dalam keluarga maupun dalam lembaga-lembaga pendidikan, selain itu pelayanan sabda diberikan secara berkesinambungan guna memupuk iman dan mendewasakan iman.

c. Katekese sebagai Ilmu

Kateketik adalah teori tentang katekese, refleksi atas karya Gereja, ilmu yang mengajarkan bagaimana mewartakan ajaran Kristus kepada kaum muda dan dewasa. Kateketik adalah ilmu pendidikan agama atau ilmu bina iman, yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan pembinaan iman (Telaumbanua, 2005: 6). Kateketik sebagai ilmu pendidikan agama atau ilmu bina iman telah cukup lama ditekuni, khususnya dalam hal praksis bina iman yang dinamai katekese (Telambuana, 2005: 13). Sedangkan menurut Purwatma (2012: 155) ilmu kateketik adalah sebuah studi ilmiah perihal katekese dengan menggunakan metode dan sistem yang spesifik. Perkembangan paham, tujuan, model, sarana dan kedudukan katekese dalam Gereja serta hubungan katekese dengan ilmu pendidikan ikut membantu memperkembangkan ilmu kateketik sehingga umat semakin berkembang dalam iman dan penghayatan hidup akan Yesus Kristus yang menyelamatkan.

1) Objek Formal

Objek formal dalam ilmu kateketik memiliki tiga aspek penting yaitu komunikasi iman, pewartaan dan pendidikan iman.

(35)

Dalam PPKI II yang berlangsung di Klender Jakarta menjelaskan bahwa katekese umat adalah komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat beriman. Dalam katekese, umat dituntut untuk mampu bersaksi tentang imannya akan Yesus Kristus sebagai pola hidup umat beriman dalam Kitab Suci khususnya dalam Perjanjian Baru sebagai dasar penghayatan iman umat kristiani sepanjang hidupnya. Telambuana (2005: 86) juga mengungkapkan bahwa katekese yang menjemaat, yang berdasarkan pada situasi konkret setempat dan berpola pada Yesus Kristus adalah sumber iman yang utama menuju pada hidup Kristiani yang utuh.

Katekese umat merupakan komunikasi iman dari peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat tanpa pandang bulu untuk terus bersaksi tentang iman mereka secara terbuka ditandai sikap saling menghargai dan mendengarkan satu sama lain (Telambuana, 2005: 87-88). Komunikasi iman juga diharapkan mampu membantu peserta agar menghayati imannya di dalam kenyataan hidupnya atau kebudayaan dan cara berpikirnya sendiri. Perjumpaan antara kenyataan hidup peserta dengan kekayaan iman Kristiani, membantu mereka supaya sampai pada penghayatan iman yang menyeluruh, yang membawa mereka pada kematangan atau kedewasaan iman (Heryatno Wono Wulung, 2008: 50).

b) Pewartaan Sabda

(36)

Kerajaan Allah, Putra Allah tidak diwartakan. Mereka yang sudah menjadi murid Kristus juga harus disuburkan dengan sabda Allah agar mereka dapat bertumbuh dalam hidup Kristiani mereka (PUK, art. 50).

Katekese bukan hanya membuat orang saling berkontak satu sama lain, namun ada kemesraan dengan Yesus kristus. Mewartakan Kabar Gembira merupakan kesatuan dengan Yesus Kristus. Persatuan dengan Yesus Kristus membawa murid-murid menyatukan diri dengan segala sesuatu yang mempersatukan Yesus Kristus secara mendalam dengan Allah Bapa dan dengan Roh Kudus (PUK, Art. 80)..

c) Pendidikan Iman

(37)

2) Objek Material

Objek material ilmu kateketik adalah iman (Tradisi Gereja) dalam pengalaman hidup. Iman dalam Tradisi Gereja dan dalam pengalaman hidup akan diuraikan sebagai berikut:

a) Iman

Iman merupakan tanggapan manusia terhadap sabda Allah, manusia tidak bisa bersifat pasif atau menutup diri tetapi harus memberi tanggapan dengan memutuskan sikap yang tepat dalam keseluruhan rencana keselamatan Allah (Adisusanto, 1995: 3). Iman mencakup perubahan hidup, suatu pertobatan yakni perubahan budi dan hati yang mendalam, iman yang membuat seorang beriman menghayati pertobatan itu. Iman dan pertobatan muncul dari hati yakni muncul dari kedalaman pribadi manusia dan melibatkan seluruh keberadaannya melalui perjumpaan dengan Yesus Kristus dan kesetiaan kepada-Nya (PUK, art.55). Telaumbanua (2005: 52) juga mengatakan “pertobatan lebih pada usaha pembaharuan diri yang terus-menerus yang dilakukan dalam seluruh proses pembangunan iman secara pribadi.”

(38)

menjadi penting untuk menyatukan pengakuan iman kepada Kristus akan cinta Allah dan sesama menyatakan keberadaan dan tindakan-Nya (PUK, Art 82).

Iman dengan mana manusia menanggapi pewartaan Injil menuntut permandian, yang didasarkan pada kehendak Kristus sendiri yang memerintahkan murid-Nya untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya dan mempermandikan mereka, misi ini merupakan misi untuk mewartakan Kabar Gembira. Mereka yang sudah bertobat kepada Yesus Kristus dan telah dididik dalam iman melalui katekese, dengan menerima sakramen-sakramen inisiasi Kristen (Permandian, Krisma dan Ekaristi) dibebaskan dari kekuasaan kejahatan melalui sakramen-sakramen inisiasi Kristen (PUK, Art. 65).

b) Pengalaman Hidup

Pengalaman membangkitkan dalam diri manusia, minat, pertanyaan-pertanyaan, harapan-harapan, Kecemasan-kecemasan, perenungan dan penilaian-penilaian semuanya bertemu untuk membentuk suatu hasrat untuk mengubah eksistensinya. Adalah tugas katekese membuat orang sadar akan pengalamannya yang paling dasar, membantu mereka menilai dalam terang injil pertanyaan dan kebutuhan yang muncul dari pengalaman itu, serta mendidik hingga sampai pada suatu cara hidup yang baru yang membuat setiap pribadi sanggup bertindak dengan aktif dan penuh tanggung jawab di hadapan karunia Allah (PUK, Art. 152).

(39)

menekan seperti kekuatiran, ketakutan dan kebingungan tetapi juga kegembiraan, kebahagian, cita-cita serta pengharapan. Dengan bertitik tolak dari pengalaman hidup peserta, kegiatan pendidikan iman menjadi relevan dan sungguh menanggapi kenyataan hidup dan kebutuhan peserta karena setiap peserta memiliki pengalamannya sendiri yang diyakini maknanya dan dipahami sebagai suatu bagian penting dari rangkaian perjalanan hidup (Heryatno Wono Wulung, 2008: 50).

2. Hakikat PAK di Sekolah

a. PAK di sekolah bagian dari Pendidikan Iman

Iman adalah pemberian Allah yang anugerah-Nya menyentuh inti batin seseorang dan membimbing seseorang ke arah hubungan yang hidup dengan Allah di dalam Yesus Kristus. Iman adalah “pemberian Allah” (Ef. 2:8) dan “Allah yang memberi pertumbuhan” (1 Kor. 3:7). Secara kognitif iman merupakan kegiatan percaya. Para pendidik khususnya para pengajar PAK bertugas untuk mengajarkan iman yang mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperdalam dan memperluas pemahaman mengenai iman. Secara afektif iman adalah kegiatan mempercayakan yaitu mempercayakan semua pada kehendak Kristus dan mampu menanggapi undangan dengan rasa percaya bahwa Allah yang setia yang menyelamatkan oleh kuasa Roh Kudus.

(40)

hormat dan rasa kagum pada kebaikan yang Allah berikan (Thomas Groome, 2010:109).

Pendidikan iman di sekolah berlangsung secara struktur sesuai dengan perkembangan anak dan tingkatannya dengan sengaja memperkembangkan iman peserta didik secara menyeluruh sebagai tujuan utama. Dengan begitu pendidikan agama Katolik di sekolah salah satunya bertujuan memperkembangkan iman peserta didik untuk lebih mengenal Allah lewat pendidikan agama di sekolah berupa cerita ataupun kutipan kitab suci yang membawa peserta didik lebih mengenal Yesus selain membantu memperkembangkan iman membuat peserta didik memiliki nilai moral juga sikap seperti yang diteladankan Yesus sehingga dapat diterapkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

b. PAK di sekolah bagian dari Pelayanan Sabda

Pendidikan agama katolik di sekolah diberikan para pendidik yaitu guru yang memiliki peran penting dalam melayani dan mengajar peserta didik di sekolah. Secara khusus pendidikan agama harus mempresentasi Yesus ketika melayani peserta didik dengan pelayanan sabda yang berkenaan dengan inkarnasi (Thomas Groome, 2010:390). Merepresentasikan Yesus karena “ Dia yang

memberikan rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita Injil, gembala-gembala dan pengajar-pengajar untuk melengkapi orang beriman bagi pekerjaan pelayanan dalam membangun Tubuh Kristus” (Ef. 4:11-12).

(41)

disitu saja namun para pendidik perlu membawa peserta menuju perwujudan nyata yang konkrit dalam hidup. Misalnya pelayanan sabda memberitakan Injil mengenai sikap saling mengasihi tidak hanya diwartakan saja namun perlu diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari seperti saling mengasihi dengan teman, tetangga atau toleransi antar umat beragama. Pelayanan sabda dalam pendidikan agama di sekolah tidak hanya berkotbah menyampaikan firman akan tetapi membentuk peserta didik hidup sesuai dengan ajaran Kristus yang mampu mewujudkan tindakan konkrit dalam hidup sehari-hari. Selain itu para pendidik harus mampu membuat peserta didik mengenal Allah dan menghadirkan Allah yang menyelamatkan dalam diri peserta didik.

Oleh karena itu pendidik dan peserta didik memiliki peran penting yang saling membutuhkan dan meneguhkan dalam pendidikan agama katolik di sekolah khususnya seorang pendidik yang memiliki kewajiban memberikan pelayanan sabda kepada peserta didik, pendidik juga berperan sebagai seorang fasilitator yang menuntun peserta didik dalam pembentukan iman yag terus menerus dalam hidup sesuai sabda.

c. PAK di Sekolah bagian dari Ilmu Katekese

(42)

Dalam sidang PKKI di Klender mengatakan tentang katekese sebagai komunikasi iman yaitu proses tukar menukar pengalaman iman dari satu peserta kepada yang lainnya. Dari proses tersebut peserta mendapatkan ilmu dan pengetahuan berupa pengalaman yang berguna bagi pengetahuan imannya. Dengan sharing pengalaman iman kita mendapat ilmu yang bisa meneguhkan iman dan meneguhkan iman sebagai seorang Kristiani.

Dengan demikian pendidikan agama Katolik di sekolah adalah bagian dari ilmu katekese yang baik karena didalamnya terdapat praktek keagamaan pendidikan agama Katolik secara khusus. Jadi Pendidikan agama katolik di sekolah sebagai ilmu yang mampu menghantar peserta didik memahami pendidikan Kristiani lewat komunikasi iman. Dari proses komunikasi iman peserta didik menunjukan dirinya sebagai seorang Kristiani yang sejati karena dorongan timbul dari dalam diri bukan dari luar, dorongan untuk semakin beriman kepada Kristus dan bertindak sesuai ajaran Kristiani. Pendidikan agama Katolik di sekolah adalah tujuan yang sesungguhnya dari proses belajar mengajar yang mampu membentuk kepribadian peserta didik yang menyeluruh menuju sosok pribadi yang berkembang dan semakin beriman.

3. PAK di Sekolah bagian dari Pendidikan Nasional

(43)

pada Tuhan. Dengan diberikan pendidikan agama di sekolah dapat memberikan pendekatan pada anak sekaligus mendekatkan diri anak dengan Tuhan selain itu menjadi bekal budi pekerti dan akhlak ana-anak.

Pendidikan merupakan sarana yang paling utama dan penting dalam hidup, karena dengan pendidikan dapat menjadikan masyarakat memiliki kualitas dalam menjalani kehidupan. Karena pentingnya pendidikan maka negara membuat Undang-undang Dasar 1945 yang berisi berbagai hal mengenai peraturan negara salah satunya menyelenggarakan sistem pendidikan nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah telah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan bakat peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis, serta bertanggung jawab.

Di dalam Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa pendidikan dilakukan agar mendapatkan tujuan yang diharapkan bersama yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

(44)

Jadi jelaslah pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja agar anak didik memiliki sikap dan kepribadian yang baik, sehingga penerapan pendidikan harus diselenggarakan sesuai dengan Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan UU No 20/ 2003. Menurut UU RI no 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional jenis pendidikan dilaksanakan dalam rangka memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan ke perguruan tinggi.

Untuk itu agama memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan karena sebagai pegangan dlam mewujudkan hidup yang memiliki nilai yang bermakna. Sehingga pendidikan agama sangat penting diberikan pada anak baik itu dalam lingkungan keluarga maupun di sekolah. Dengan pendidikan agama di sekolah membuat peserta didik beriman memiliki spiritual dan akhlak yang sesuai dengan ajaran agama. Pendidikan dilakukan secara berkesinambungan sesuai dengan ajaran Gereja Katolik dengan tetap memiliki toleransi dengan umat beragama lain sehingga tercipta persaudaraan dan persatuan nasional.

(45)

B. Konteks PAK di Sekolah

Dalam konteks PAK di Sekolah terdapat beberapa elemen penting yaitu keluarga, masyarakat, Gereja dan sekolah, keempat hal tersebut menjadi penting karena memiliki hubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam konteks sosial membantu memperkembangkan kepribadian dan hati nurani, memberikan rasa aman, memberi semangat dan arah yang jelas dalam hidup pribadi masing-masing peserta. Bila satu sama lain saling bersinergi dan bekerjasama dengan baik akan membentuk pendidikan yang utuh dan kontekstual (Heryatno Wono Wulung, 2008: 39).

1. Sosialisasi Menjadi Manusia yang Matang

Sosialisasi merupakan proses yang panjang dan membutukan waktu lama dimana seseorang memasukan diri dan dimasukan dalam etos hidup bersama. Dalam proses tersebut manusia menghadapi pengaruh konteks sosial yang berupa tatanan hidup, nilai yang dianut, corak tingkah laku yang diharapkan dan lain sebagainya (Heryatno Wono wulung, 2008:41).

(46)

pendidikan, pergaulan maupun dengan teman di seolahnya. Sosialisasi memiliki dampak besar dalam hidup karena memberikan hasil yang positif dan memperkembangkan manusia menjadi pribadi yang dewasa dan matang.

2. Sosialisasi Menuju Manusia yang Beriman dan dewasa

Menjadi manusia Kristiani yang mantap dan dewasa sejajar dengan sosialisasi menuju manusia yang matang, kita perlu berinteraksi dengan sesama dan jemaat lainnya (Heryatno Wono Wulung, 2008:46). Iman kita dibentuk dan dilkembangkan melalui interaksi tersebut. Pendidikan Agama Katolik di sekolah bertitik tolak pada kebutuhan peserta didik dengan memperhatikan peserta didik mampu menuntun dan mengarahkan untuk menjadi manusia Kristiani yang beriman.

3. Pendekatan Dialektis dalam Proses Sosialisai

Proses sosialisasi dlam Pendidikan agama Katolik membutuhkan proses edukasi yang kritis yang memiliki hubungan dialektis antara jemaat satu dan lainnya. Yang diperlukan tidak saja hanya perubahan namun mampu menyesuaikan diri, menginternalisasi nilai, pandangan hidup yang sudah lama dimiliki. Maka dari itu pendidikan Agama Katolik adalah proses sosialisasi dan edukasi yang kritis dan bernilai emansipatif. Dialektika mendorong Gereja untuk bersikap kritis pada dirinya dan tatanan hidup masyarakat.

(47)

sendiri namun memperkembangkan seluruh segi sosial yang bertolak dari kenyataan hidup peserta sehingga membantu mendewasakan dan memperkembangkan imannya bukan hanya segi kognitif namun sikap dan tindakan bagi masyarakat dan sesama.

C. Tujuan PAK di Sekolah

PAK di Sekolah pada dasarnya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman. Membangun hidup beriman berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus, yang memiliki keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup yang dirindukan oleh setiap orang dari berbagai agama dan kepercayaan (Komkat KWI,2007: 7).

Heryatno (2008:25) mengatakan bahwa pada hakekatnya tujuan PAK yaitu, demi terwujudnya Kerajaan Allah, iman yang selalu berkembang.

1. Demi Terwujudnya Kerajaan Allah

(48)

adalah untuk menyelamatkan jiwa. Jika Allah sudah meraja maka tentu kita akan selamat dan bahagia karena kita adalah Anak-anakNya.

Oleh sebab itu Pendidikan Agama Katolik di Sekolah harusnya mampu menggerakkan siswa untuk ikut mengambil bagian demi terciptanya Kerajaan Allah. Artinya Pendidikan Agama Katolik harus mampu membuat siswa merasa bahagia dan berbagi kebahagian dengan orang-orang di sekitar lewat sikap dan tindakan sehari-hari yang sesuai dengan ajaran Katolik. Dengan demikian Kerajaan Allah di surga akan hadir secara nyata lewat sikap dan tindakan yang memberi kebahagian bagi orang di sekitar.

Terwujudnya Kerajaan Allah menjadi tujuan utama dalam PAK di Sekolah, karena Kepercayaan kita kepada Allah memimpin kita untuk menyadari dan mengingat bahwa Kerajaan Allah adalah pemberian. Dalam arti yang definitif Kerajaan telah datang dalam Yesus Kristus. Keselamatan telah dimenangkan bagi kita. Karena Kerajaan Allah telah hadir dan kedatangannya yang terakhir dijanjikan dapat dipercaya, kita dapat menjalani masa kini dengan suka cita, damai dan bahagia.

2. Iman Yang Selalu Berkembang

Iman Katolik sebagai realitas yang hidup memiliki tiga dimensi yang esensial, yaitu keyakinan, hubungan yang penuh kepercayaan dan kehidupan agape yang hidup. Maksud dari agape di sini adalah iman tumbuh karena ada rasa

(49)

sehari-hari. Iman adalah sebuah realitas yang hidup, maka tiga dimensi tersebut diekspresikan ke dalam tiga kegiatan, yaitu iman sebagai keyakinan (faith as believing), iman sebagai kegiatan mempercayakan (faith as trusting) dan iman

sebagai kegiatan melakukan (faith as doing). Ketiga dimensi dan kegiatan ini harus ada dalam pendidikan agama (Groome, 2010: 81).

Menurut Gravissimum Educationis yaitu pernyataan Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen tujuan PAK, tampak dalam artikel yang ada (art 1-9). Dalam Artikel 2 mengatakan bahwa semua orang Kristen berhak atas pendidikan kristen. Alasannya karena telah dilahirkan kembali dalam air dan Roh Kudus (dibaptis). Pendidikan tidak hanya bertujuan mematangkan pribadi manusia saja (bdk. art. 1), melainkan juga bertujuan utama agar orang yang telah dibaptis perlahan-lahan memahami misteri penyelamatan Allah, menyadari anugrah-anugrah iman yang diperolehnya, belajar menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4:33) terutama dalam karya Liturgi, dan kekudusan yang benar (Ef 4:22-24). Konsili mengingatkan para gembala jiwa akan tugas tersebut, agar semua orang beriman menikmati pendidikan Kristen, terutama angkatan muda yang adalah harapan gereja.

(50)

manusia, alat-alat komunikasi sosial, bermacam-macam serikat untuk melatih jiwa dan raga, organisasi kaum muda, dan terutama sekolah-sekolah.

Selain itu dalam artikel 7 menjelaskan mengenai Gereja yang menyelenggarakan dengan tekun pendidikan moral dan agama bagi semua putra-putrinya. Gereja harus hadir dengan perhatian dan bantuan khusus bagi sekian banyak orang yang dididik di sekolah-sekolah bukan katolik, baik melalui kesaksian hidup maupun karya kerasulan, terutama melalui pelayanan imam dan awam yang memberikan ajaran keselamatan, sesuai dengan usia dan keadaan serta menymbangkan bantuan rohani melalui kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan keadaan, waktu, tempat. Gereja mengingatkan para orang tua akan tugas mereka yang berat untuk mengatur malah menuntut agar para putra-putrinya dapat menikmati bantuan-bantuan itu dan maju dalam pendidikan kristen dengan langkah-langkah yang seimbang dengan pendidikan profan. Gereja memuji negara-negara yang memperhatikan kemajemukan masyarakat dewasa ini lalu memperhitungkan kebebasan agama, serta membantu keluarga-keluarga agar pendidikan anak di semua sekolah dapat diberikan seuai dengan azas-azas moral dan agama masing-masing.

(51)

berdasarkan permandian (ciptaan baru) dan mengarahkan seluruh kebudayaan manusiawi kepada warta keselamatan sedemikian, sehingga pengetahuan yang diperoleh oleh murid tentang dunia, kehidupan dan manusia diterangi oleh iman. Konsili mengingatkan para orang tua Katolik akan kewajiban mereka untuk mempercayakan anak-anaknya kepada sekolah-sekolah Katolik sekuat tenaga serta bekerja sama dengannya demi kepentingan putra-putrinya.

Menurut kurikulum 1984, PAK di sekolah memiliki beberapa tujuan yaitu agar murid mampu memahami diri sendiri, sesama dan lingkungannya serta mencari dan membangun hidup yang mendalam seperti yang diwartakan oleh Yesus Kristus dan diwujudkan serta diwartakan terus oleh umat beriman Kristiani. Dalam PAK Iman Kristiani menjadi inti pokok dan Yesus Kristus sendiri adalah pusatnya.

(52)

tentang agama, ajaran-ajaran Gereja sangat perlu bagi seorang agama Katolik. Tujuannya adalah agar peserta didik akrab dan terhindar dari keterasingan dari lingkungan sendiri serta dapat menolong orang tua dan dirinya sendiri dalam memperbaiki kehidupannya.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 adalah kompetensi yang berupa serangkaian keterampilan atau kemampuan dasar serta sikap dan nilai penting yang dimiliki seorang individu setelah dididik dan dilatih melalui pengalaman belajar yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Sasaran utama proses pendidikan umumnya serta proses belajar mengajar khususnya pada suatu jenjang sekolah SD, SLTP, dan SLTA, bukan semata-mata menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan sebanyak-banyaknya namun lulusan yang memiliki serangkaian keterampilan atau kemampuan serta berbagai sikap dan nilai penting yang tidak hanya berguna untuk melanjutkan pendidikan tetapi juga untuk hidup dan bekerja di masyarakat

Berdasarka pernyataan tentang kompetensi di atas maka Pendidikan Agama Katolik tidak lagi terlalu berorientasi pada materi tetapi lebih pada kompetensi, oleh karena itu seseorang dianggap kompeten apabila:

a. Mampu menguasai ajaran imannya, menginterpretasikan, menganalisis dan membuat sintesis-sintesis dari padanya secara bertanggung jawab (know how, know why).

b. Mampu bertindak, berbuat sesuai dengan ajaran imannya (know to do)

(53)

d. Dapat hidup mengumat dan memasyarakat sesuai dengan ajaran imannya (to live together).

Kurikulum 2006 hadir dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan untuk mencapai tujuan yang jelas dalam materi standar belajar siswa dan pembelajaran yang berkesinambungan dalam PAK yang menjadi sentral yaitu anak atau siswa sebagai pribadi dan pembelajar yang dikondisikan secara aktif menjadi subjek yang membangun kesadaran dan pembelajarannya sendiri dalam interaksi antar siswa, interaksi dengan pendamping dan refleksi serta aksi yang mengikutinya atas kondisi real lingkungan pembelajaran. Siswa-siswi didorong, diasuh dan diasah untuk aktif berkomunikasi, bereksplorasi, terampil berefleksi dan berani menyatakan sikap dan pendaptnya. Yang diharapkan bukan sekedar pengetahuan tentang Kitab Suci, agama dan ajaran Katolik melainkan kompetensi dan keterampilan yang konkret real berhadapan dengan situasi dan kondisi real lingkungan dengan begitu proses belajar mengajar dikembangkan.

Setiap perubahan kurikulm memiliki kekhasan dalam tujuan dan proses pembelajarannya. Meskipun kurikulum dan tujuan pendidikan selalu berubah-ubah tujuan khas dari PAK tetaplah sama yaitu memperkembangkan iman siswa secara utuh dan mendalam bukan semata-mata menerima pendidikan di sekolah namun siswa dapat memaknai dan menerapkan dalam diri pribadi, lingkungan, keluarga dan masyarakat.

(54)

mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik yang tumbuh dan berkembang untuk jadi pribadi yang matang. Tujuan Pendidikan Agama Katolik sendiri yaitu mengembangkan diri yang utuh, bertanggung jawab, membentuk kesadaran sosial dan menyiapkan para peserta ddik untuk mampu menerima kehidupan dan memaknai hidup.

D. Pendekatan PAK di Sekolah

Pendidikan Agama Katolik dalam pembelajaran di sekolah memiliki beberapa model dalam menyelenggarakan pendidikan iman. Heryatno (2008:49) mengatakan bahwa istilah model perlu dimengerti sebagai suatu pendekatan yang memiliki suatu kerangka tertentu untuk proses penyelenggaraan pendidikan iman dengan langkah yang kurang lebih tetap. Dalam Pendidikan Agama Katolik di Sekolah guru sebagai fasilitator dan siswa sebagi subyek. Dengan model PAK di Sekolah guru bisa mengetahui cara dalam membantu siswa untuk berkembang dengan pendekatan yang dilakukan guru untuk siswanya dalam bertindak.

1. Tiga unsur Pokok PAK di Sekolah a. Pengalaman hidup peserta didik

(55)

karena dalam hidup kita mendapat banyak pengalaman baik hal yang menyenangkan maupun sebaliknya yang bisa membuat kita berfikir dan merefleksikan pengalaman menjadi sesuatu pelajaran dan hikmah dalam hidup sehingga melatih siswa untuk memperbaiki diri, mampu mendekatkan diri dengan Allah dan menanggapi kehadiran Allah. Pengalaman hidup membawa orang untuk berkembang menjadi lebih baik baik itu sikap, pola fikir, tindakan dan perkataan dan semakin dekat dengan Allah.

b. Visi dan Kisah Kristiani

Visi dan kisah hidup Kristiani menjadi kerangka untuk menafsirkan pengalaman hidup konkret peserta, agar peserta menyadari makna pengalamannya dan dihantar sampai pada pengakuan iman Katolik yang lebih personal dan otentik (Heryatno, 2008:51). Visi dan kisah menjadi pengalaman hidup karena dari pengalaman seseorang mampu merasakan dan menyadari hidupnya dengan pengalaman iman mampu mengubah manusia menjadi pribadi yang lebih baik. Umat Kristiani berarti sebagai anak Allah anak yang dipilih Allah. Allah memberikan tanda dengan sakramen dan nyata nampak dalam sakramen inisiasi ketika manusia dibaptis dalam nama Roh Kudus. Allah nampak dan hadir menjadi penyelamat kita dan itu adalah ciri otentik umat Kristiani dan dari pengalaman kita dihantar untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dan diteguhkan iman sebagai pengikut Kristus.

(56)

Pengalaman hidup konkret yang didialogkan dengan visi dan kisah Tradisi Kristiani menghasilkan pendidikan iman yang bernilai edukatif dan transformatif. Dialog membantu siswa untuk semakin menghayati imannya sebagai pribadi yang beriman pada Kristus. Dalam pendidikan Agama Katolik di sekolah dalam menginterpretasikan pengalaman konkrit adalah visi dan kisah hidup kristiani. Dengan hal tersebut sungguh merupakan iman Katolik karena sungguh membantu siswa memaknai hidupnyasebagai anggota Gereja yang diwujudkan dalam hidup sehari-hari yang selalu menjunjung nilai Kerajaan Allah dan semangat injili.

2. Gaya Pendidikan Agama Katolik di Sekolah a. Berpusat pada hidup peserta

(57)

b. Praxis

Dalam model ini istilah praxis berarti menekankan metode yang berpusat pada hidup peserta dengan menggarisbawahi pengalaman peserta dan menemukan inti disiplin ilmu dengan mengembangkan model interpretatif dari suatu pengetahuan. Untuk itu pendidikan harus membantu peserta berfikir secara kritis dengan berbagai informasi dan sikap kedewasan iman (Heryatno, 2008: 60).

(58)

BAB III

CERITA

Pada bab ini penulis akan menjabarkan mengenai cerita yang di dalamnya terdapat beberapa hal tentang pengertian cerita, jenis cerita, fungsi cerita juga beberapa alasan cerita digemari orang.

A. Cerita dalam Kehidupan Manusia

1. Pengertian cerita

Cerita adalah laporan mengenai suatu peristiwa di mana terjadi suatu ketegangan dan juga kelegaan. Dalam cerita selalu terdapat tokoh-tokohyan saling berhubungan. Peristiwa yang diceritakan dapat sungguh-sungguh terjadi (historis) tetapi juga dapat merupakan khayalan (fiktif).

(59)

suara keras. Cerita dikategorikan ke dalam tiga kelompok pembaca yaitu bagi anak-anak, kaum remaja, orang dewasa/tua. Dengan adanya kategori tersebut maka muncul cerita anak, cerita remaja dan cerita dewasa/orang tua. Cerita anak-anak adalah cerita yang ditujukan pada anak-anak-anak-anak dan bukan cerita tentang anak-anak. Begitupun untuk kaum remaja dan dewasa adalah cerita yang ditujukan bagi kaum remaja dan dewasa (Hardjana; 1996: 2)

Dari beberapa uraian para ahli mengatakan cerita berisi peristiwa-peristiwa kejadian, tema, tempat, waktu dan makna dalam suatu kejadian. Cerita merupakan penyampaian kejadian yang dapat diambil dari pengalaman dapat dikembangkan dengan imajinasi dan karangan yang menarik disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan.

2. Jenis cerita

Dalam kehidupan manusia yang beraneka ragam suku, bahasa, budaya dan adat istiadat memiliki cerita masing-masing. Begitupun dalam berkomunikasi dengan orang lain kita tidak dapat lepas dari cerita selain itu dalam setiap daerah memiliki kekhasan dengan dibuat cerita atau banyak ditemukan asal usul cerita dari setiap daerah maupun kejadian ataupun sejarah penting yang dirangkum dalam sebuah cerita. Maka ada beberapa orang dalam karyanya yang dirangkum dalam sebuah buku menyebutkan tentang jenis cerita.

a. Fantasi/ karangan khayal

(60)

mitos. Dalam cerita ini semuanya benar-benar dongeng khayal yang tidak berdasar kenyataan.

Selanjutnya Heru Kurniawan (2013: 45-51) berpendapat cerita fantasi adalah cerita yang mengisahkan kejadian yang sulit untuk diterima akal sehat. Cerita fantasi akan menghadirkan dunia: negeri, tokoh dan nama-nama lain yang benar-benar tidak ada dalam kehidupan sehari-hari. Cerita fantasi menarik bagi pembaca maupun pendengar karena kisahnya merupakan hasil imajinasi yang tinggi dan menghadirkan kisah petualangan fantasi. Cerita fantasi diceritakan dalam bentuk kisah yang panjang sehingga masuk dalam novel fantasi.

b. Realistic Fiction/ fiksi (cerita khayal)

(61)

c. Biografi

Menurut Marion Van Horne dalam buku Cerita anak-anak karangan Hardjana, biografi atau riwayat hidup, banyak orang-orang terkenal yang dibuat menjadi cerita untuk diperkenalkan kepada anak-anak dengan bahasa sederhana dan isinya gamblang sebagaimana adanya, mudah dimengerti sebagai suri tauladan.

d. Folk tales (cerita rakyat)

Menurut Marion Van Horne dalam buku Cerita anak-anak karangan Hardjana,Folk tales atau cerita rakyat, hampir semua suku bangsa memiliki cerita rakyat yang hidup di masyarakat. Sedangkan menurut Ruedi Hofmann (1994:1) cerita rakyat yaitu cerita yang kita peroleh dari warisan nenek moyang kita diambil dari kisah-kisah yang dimiliki oleh suku-suku atau daerah-daerah yang ada di Indonesia, misalnya terjadinya Candi Borobudur, tangkuban perahu dan sebagainya. Cerita rakyat bersifat dongeng yang menarik, di dalam dongeng itu tidak banyak kita menemukan makna luhur.

e. Religius

(62)

f. Formula

Heru Kurniawan (2013: 45-51) mengatakan cerita formula adalah cerita yang memiliki pola-pola penceritaan tertentu, pola ini yang membedakan cerita formula dengan cerita lainnya. Cerita formula jalan ceritanya bisa ditebak, cerita formula menjadi menarik untuk pembaca mauoun pendengar karena memiliki keterkejutan dalam setiap pola Cerita yang berjenis formula antara lain: cerita misterius, cerita detektif dan cerita lain yang memiliki pola penceritaan.

g. Sains

Heru Kurniawan (2013: 45-51) mengatakan cerita sains adalah cerita yang mengambil persoalan dari dunia sains yang diceritakan dalam bentuk cerita. Cerita sains biasanya menceritakan inovasi-inovasi ilmu pengetahuan, teknologi dan sains yang dibuat dalam rangkaian peristiwa yang fiksi. Cerita sains biasanya bercerita tentang kehidupan masa depan yang telah dipostulasikan sesuai dengan data-data ilmu pengetahuan, maka dalam cerita sains akan melihat kejadian menembus waktu, keadaan umat masa depan, kehidupan manusia dengan robot-robot dan sebagainya.

h. Cerita Kehidupan

(63)

i. Cerita Tradisional

Heru Kurniawan (2013: 45-51) mengatakan cerita tradisional sering disebut cerita rakyat yaitu cerita yang mentradisi yang sering didengar dalam kehidupan sehari-hari tanpa diketahui kapan cerita ditulis, tidak diketahui penulisnya dan diceritakan secara turun temurun.

Menurut Burhan Nurgiantoro (2005: 171) cerita tradisional memiliki berbagai jenis seperti mitos, legenda, fabel, cerita rakyat. Cerita tradisional memiliki karakteristik yang tidak pasti tetapi memiliki kandungan makna, pesan, dan moral yang ditawarkan.

Cerita tradisional biasa berwujud: 1) Fabel (cerita binatang)

Heru Kurniaan(2013: 46) mengatakan cerita fabel yaitu cerita yang tokoh-tokohnya binatang seperti perumpamaan karakter dan watak manusia. Sedangkan Burhan Nurgiantoro (2005: 190) cerita binatang adalah bentuk cerita yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita yang dapat berfikir dan berinteraksi layaknya manusia. Cerita binatang hadir sebagai personifikasi manusia yaitu manusia dan persoalan hidup manusia diungkap lewat binatang.

2) Dongeng

(64)

cerita yang beredar dimasyarakat yang bersifat universal yang berfungsi memberikan hiburan juga menampilkan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.

3) Mitos

Heru Kurniawan (2013: 47) dalam buku Sastra anak mitos yaitu cerita masa lampau yang dimiliki oleh bangsa dan daerah tertentu. Burhan Nurgiantoro (2005: 172) mengatakan mitos merupakan salah satu cerita lama yang dikaitkan dengan dewa-dewa atau kekuatan supranatural yang melebihi batas-batas kemampuan manusia. Selain itu Lukens dalam buku Sastra Anak (2005:172) mengatakan mitos adalah suatu yang diyakini bangsa dan masyarakat tertentu yang pada intinya menghadirkan kekuatan supranatural. Mitos juga sering dikaitkan dengan cerita tentang berbagai peristiwa dan kekuatan, asal-usul tempat, tingkah laku manusia yang hadir dengan menampilkan cerita menarik yang mengandung aksi peristiwa dan berisi konflik kehidupan. Dengan berbagai pengertian mitos adalah suatu kebenara yang diyakini masyarakat yang memiliki nilai dan dibutuhkan untuk memenuhi psikologis.

Adapun jenis-jenis mitos: a) Mitos penciptaan

(65)

b) Mitos alam

Mitos alam adalah cerita yang menjelaskan hal yang bersifat alami seperti perubahan alam, karateristik binatang, perbintangan, daln lain sebagainya. Dalam masyarakat jawa cerita wayang menampilkan mitos alam karena dewa-dewa dalam cerita wayang menampilkan tokoh masing-masing sesuai peran dan kewibawaannya.

c) Mitos kepahlawanan

Mitos kepahlawanan adalah mitos yang menceritakan tokoh yang menjadi pahlawan yang memiliki kemampuan tertentu di luar batas nalar manusia, cerita yang ditampilkan adalah cerita dengan tokoh yang memiliki kekuatan supranatural d

Gambar

--  Angka-angka - Gambar  Struktur/ susunan  -Bentuk dan warna

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu, Ho: Perbendaharaan cerita tidak memiliki hubungan dengan karakter kejujuran siswa dalam

PA selaku ketua komite sekolah mengatakan bahwa: Di SMP Negeri 1 Malang ini setiap hari jum’at pagi selalu diadakan parent’s day yaitu orang tua yang berkompeten didaulat

yang dianut siswa SMP Katolik Widyatama Kota Batu, yaitu agama Islam,. Kristen, Katolik, dan juga Budha. Namun demikian dengan adanya

Subandijah (1992, hlm. 38) mengatakan “Pengembangan kurikulum merupakan kegiatan untuk menghasilkan kurikulum baru, melalui langkah-langkah penyusunan kurikulum atas dasar

Kehadiran GKI bertujuan ikut mengerjakan misi Allah dengan mewujudkan persekutuan serta melaksanakan kesaksian dan pelayanan salah satunya dibidang pendidikan yaitu

Serta perspektif guru Pendidikan Agama Islam, Kristen, dan Katolik mengenai pengembangan nilai toleransi kelas XI di SMK Negeri 1 Karangawen dan SMK Bhakti

Sebagaimana yang diperoleh dari hasil wawancara I-1-I-2, I-3, I-4, I-5 I-6, I-7, I-8, I- 9, I-10, I-12, dan I-13, yang mengatakan bahwa: “Bahwa cara yang dilakukan guru PAK untuk

Sehingga ini dalam saling berhubungan dalam membangun komunikasi yang baik, di dunia pendidikan agama Kristen yang harus diperhatikan bahwa setiap materi yang diajarkan adalah selalu