• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap kadar alann aminotransferase dan aspartat aminotransferase pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap kadar alann aminotransferase dan aspartat aminotransferase pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas alanin aminotransferase (ALT) dan asparat aminotransferase (AST) pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi CCl4 serta untuk mengetahui dosis efektif ekstrak sebagai hepatoprotektif.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni, rancangan acak lengkap pola searah. Subjek dalam penelitian ini tikus jantan galur Wistar sebanyak 30 ekor berumur 2-3 bulan berat badan 160-250 g, dibagi secara acak dalam 6 kelompok. Kelompok I (kontrol negatif) diberi minyak zaitun dosis 2 mL/KgBB. Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberi larutan CCl4 dalam olive oil dengan perbandingan 1:1 dosis 2 mL/KgBB. Kelompok III (kotrol ekstrak etanol) diberi ekstrak etanol 70% daun S. Indica dengan dosis 400 mL/kgBB, setalah enak jam diambil darah. Kelompok IV, V, dan VI diberi ekstrak etanol 70% daun S. Indica dengan dosis bertingkat yakni 100, 200, dan 400 mg/KgBB, 6 jam setelah pemberian ekstrak etanol 70% dilakukan induksi dengan CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB secara i.p. Dilakukan pengambilan darah pada sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST pada jam ke-24 setelah pemberian CCl4. Data aktivitas serum ALT dianalisis menggunakan one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan uji Mann-Whitney atau Games Howel.

Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun S. indica memiliki persen hepatoprotektif dari dosis terendah ke tertinggi sebesar 38,12, 30,56 dan 97,53%. Dosis efektif adalah dosis 400 mg/kgBB.

(2)

ABSTRACT

This aims of study research to determine the hepatoprotective effect of 70% ethanol extract of jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) leaves to alanine aminotransferase (ALT) and aspartate aminotransferase (AST) activities in male Wistar rats were induced by CCl4 and to determine the effective dose of the extract.

This research is purely experimental research with randomized complete direct sampling design. Subjects in this research used 30 male Wistar rats, aged 2-3 months, 160-250 g weight, were randomly divided into 6 groups. Group I (negative control) was given olive oil at a dose 2 mL/ KgBW. Group II (control hepatotoxins) was given CCl4 dissolved in olive oil (1:1) at a dose of 2 mL/KgBW. Group III (ethanol extract) was given 70% ethanol extract S. Indica leaves at a dose of 400 mL/KgBW, blood was taken after the six hours later. Group IV, V, and VI were given 70% ethanol extract of S. indica leaves with dose level of 100, 200, and 400 mg/KgBW orally six hours before CCl4 administration intraperitonially at dose 2 mL/kgBW. Blood sampling from all group were taken through eyes orbital sinus for measuring of the activity of ALT and AST at the 24th hours after administration of CCl4. The data were analyzed using one-way ANOVA with 95% significancy level and continued test with Mann-Whitney or Howel Games.

The results showed that administration of 70% ethanol extract of S. indica leaves has a hepatoprotective percent from the lowest to the highest dose at 38.12, 30.56 and 97.53%. The effective dose is the dose of 400 mg/kgBW.

(3)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK ETANOL 70% DAUN JARONG (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) TERHADAP KADAR ALANN AMINOTRANSFERASE DAN ASPARTAT AMINOTRANSFERASE PADA

TIKUS JANTAN GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Bartolomeus Widiasta NIM : 128114115

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Everyone makes mistakes. The wise are not people who never make mistake, but those who forgive themselves and learn from their mistake” Ajahn Brahm

Impian haruslah menyala dengan apapun yang kita miliki, meskipun yang kita miliki tidak

sempurna, meskipun itu retak-retak 9 Summers Autumns

“Dua hal itu tidak dapat berubah: Allah tidak mungkin berdusta mengenai

janji dan sumpah-Nya. Sebab itu, kita yang sudah berlindung pada Allah,

diberi dorongan kuat untuk berpegang teguh pada harapan yang terbentang

di depan kita” Ibrani 6 : 18

Kupersembahkan karya ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberi perlindungan, kekuatan dan penerangan di setiap langkah hidupku

Bapak, Ibu, Mb Aning, Mas Anton, Mb Shinta, Mb Nita, Daud, Ria, Kakak Jo

Teman dan sahabat-sahabatku

(7)
(8)
(9)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala perlindungan dan berkat yang telah diberikan sehingga skripsi berjudul “Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol 70% Daun Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) Terhadap Kadar Alanin Aminotransferase dan Aspartat Aminotransferase pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida” dapat dikerjakan dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari campur tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. dan ibu Dra. Sri Hartati Yuliani, Apt. selaku Dekan dan Ketua Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Pembimbing Utama dan

Dosen Penguji yang telah membimbing, mendampingi, memotivasi dan memberikan saran selama penyusunan skripsi.

3. Ibu drh. Sitarina Widyarini, MP., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Pendamping dan Dosen Penguji yang telah membimbing, mendampingi, memotivasi, dan memberikan saran selama penyusunan skripsi.

4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt., Ph. D. Sebagai Dosen Penguji skripsi atas koreksi dan masukan kepada penulis.

(10)

viii

6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Penanggungjawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.

7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. yang telah memberikan bantuan dalam determinasi tanaman Stachytarpheta indica (L,) Vahl..

8. Pak Kayat, Pak Heru, Pak Parjiman, Pak Parlan, dan Pak Bimo selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi yang telah membantu penulis dalam proses pelaksanaan penelitian di laboratorium.

9. Seluruh Dosen dan Karyawan Universitas Sanata Dharma terutama Fakultas Farmasi yang telah membantu dan memberi pembelajaran penulis dari awal hingga akhir perkuliahan.

10. Bapak yang selalu mendoakan dari surga, Ibu, Mb Aning, Mas Anton, Mb Shinta, Mb Nita, Daud, Ria, Kakak Jo yang selalu memberikan doa, segala bentuk dukungan, semangat, dan kasih sayang.

11. Teman-teman seperjuangan penelitian daun Jarong: Irest, Jojo, Anna yang telah membant, kerjasama, menikmati suka duka dari awal hingga akhir . 12. Teman satu kelompok praktikum Putra, Agatha, Tika, Cindy, Rossa, Astrid,

Ruri, Novi, Meda, Ira, PWT, Sion, Vani, Vivin yang telah memberikan banyak pelajaran dan dinamika selama proses perkuliahan terlebih praktikum.

13. Sahabat ngumpul Yudha, Sion, Aan, Satrio, Danang atas semangat dan dukungan dalam penyelesaian penelitian ini. Sativa sebagai sahabat yang selalu memberi semangat dan teman berbagi keluh kesah.

(11)

ix

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu Farmasi.

(12)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA . ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan Masalah... 3

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

(13)

xi

2. Tujuan Khusus ...5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) ... 7

B. Anatomi dan Fisiologi Hati ... 9

C. Kerusakan Hati ... 12

D. Hepatotoksin ... 13

E. Alanin Aminotransferasi (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST)14 F. Karbon Tetraklorida ... 14

G. Flavonoid ... 16

H. Maserasi ... 16

I. Landasan Teori ... 17

J. Hipotesis ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 19

1. Variabel utama ... 19

2. Variabel pengacau ... 19

3. Definisi operasional... 20

C. Bahan Penelitian ... 21

1. Bahan utama ... 21

2. Bahan kimia ... 21

D. Alat Penelitian ... 23

(14)

xii

1. Determinasi tanaman jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl) ... 23

2. Pengumpulan bahan uji ... 24

3. Pembuatan serbuk ... 24

4. Penetapan kadar air serbuk daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl. .. 24

5. Uji tabung kandungan polifenol ... 25

6. Pembuatan pelarut etanol 70% ... 25

7. Pembuatan ekstrak kental daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl ... 25

8. Pembuatan CMC-Na 1% ... 26

9. Penetapan dosis ekstrak etanol 70% daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl ... 26

10.Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50% ... 26

11.Uji pendahuluan ... 26

a. Penetapan dosis hepatotoksin ... 26

b. Penetapan waktu pencuplikan darah ... 27

12.Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 27

13.Pembuatan serum ... 28

14.Pengukuran kadar ALT-AST ... 28

F. Tata Cara Analisis Hasil... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 31

A. Penyiapan Bahan ... 31

1. Hasil determinasi tanaman ... 31

(15)

xiii

3. Pembuatan serbuk daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) ... 32 4. Penetapan kadar air serbuk daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) ... 33 5. Hasil uji tabung kandungan polifenol ... 33 B. Pembuatan Ekstrak Etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) ... 34 C. Uji Pendahuluan ... 35 1. Penentuan dosis hepatotoksin ... 35 2. Penentun dosis ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) ... 35 3. Penentuan waktu pencuplikan darah ... 36 D. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol 70% Daun Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) Pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 40 1. Kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB ... 43 2. Kontrol hepatotoksin 2 mL/kgBB ... 45 3. Kontrol perlakuan ekstrak etanol 70% daun jarong 400 mg/kgBB . 46 4. Kelompok perlakuan ekstrak etanol 70% daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida ... 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

(16)

xiv

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 59

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT ... 22 Tabel II Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST ... 22 Tabel III Purata kadar ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan

dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke 0, 24, dan 4 ... 36 Tabel IV Hasil Paired-Samples T Test kadar ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 ... 37 Tabel V Purata kadar AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan

dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke 0, 24, dan 48 ... 38 Tabel VI Hasil Paired-Samples T Test kadar ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48 ... ... 39 Tabel VII Purata ± SE kadar ALT dan AST tikus jantan galur Wistar pada

kelompok perlakuan ... 41 Tabel VIII Hasil uji Kruskal-Wallis Mann-Whitney kadar ALT praperlakuan

(18)

xvi

(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl. ... 7

Gambar 2. Letak hati dalam tubuh manusia... 10

Gambar 3. Anatomi hati manusia... 10

Gambar 4. Letak hati dalam tubuh tikus ... 11

Gambar 5. Hati tikus dan pembagian lobus tikus ... 12

Gambar 6. Biotransformasi karbon tetraklorida... 15

Gambar 7. Diagram batang purata kadar ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 37

Gambar 8. Diagram batang purata kadar AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 38

Gambar 9. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan ... 41

Gambar 10. Diagram batang purata kadar AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan ... 42

Gambar 11. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 ... 45

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Foto tumbuhan Stachytarpheta indica (L.) Vahl. ... 61 Lampiran 2. Foto daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl. segar ... 61 Lampiran 3. Foto simplisia Stachytarpheta indica (L.) Vahl. ... 62 Lampiran 4. Foto ekstrak etanol 70% daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl.

... 62 Lampiran 5. Foto ekstrak etanol 70% daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl

kental. ... 63 Lampiran 6. Foto ekstrak kental yang dilarutkan dalam CMC ... 63 Lampiran 7. Hasil determinasi Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) ... 64 Lampiran 8. Surat pengesahan determinasi Stachytarpheta indica (L.)

Vahl. ... 67 Lampiran 9. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics

Committee (MHREC) ... 68 Lampiran 10. Surat keterangan penggunaan program IBM SPSS Statistics 22 Lisensi

UGM ... 69

Lampiran 11. Analisis statistik kadar ALT dan AST pada penetapan waktu

pencuplikan darah ... 70

Lampiran 12. Analisis statistik kadar ALT dan AST pada kelompok kontrol olive oil 2 mL/kgBB ... 72

Lampiran 13. Analisis statistik kadar ALT pada perlakuan ekstrak etanol 70% daun

(21)

xix

Lampiran 14. Analisis statistik kadar AST pada perlakuan ekstrak etanol 70% daun

jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) setelah induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 88

Lampiran 15. Perhitungan efek hepatoprotektif ... 94 Lampiran 16. Perhitungan konversi dosis ekstrak etanol 70% daun jarong

(Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) ... 96 Lampiran 17. Penetapan kadar air serbuk simplisia daun Stachytarpheta indica

(22)

xx

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas alanin aminotransferase (ALT) dan asparat aminotransferase (AST) pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi CCl4 serta untuk mengetahui dosis efektif ekstrak sebagai hepatoprotektif.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni, rancangan acak lengkap pola searah. Subjek dalam penelitian ini tikus jantan galur Wistar sebanyak 30 ekor berumur 2-3 bulan berat badan 160-250 g, dibagi secara acak dalam 6 kelompok. Kelompok I (kontrol negatif) diberi minyak zaitun dosis 2 mL/KgBB. Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberi larutan CCl4 dalam olive oil dengan perbandingan 1:1 dosis 2 mL/KgBB. Kelompok III (kotrol ekstrak etanol) diberi ekstrak etanol 70% daun S. Indica dengan dosis 400 mL/kgBB, setalah enak jam diambil darah. Kelompok IV, V, dan VI diberi ekstrak etanol 70% daun S. Indica dengan dosis bertingkat yakni 100, 200, dan 400 mg/KgBB, 6 jam setelah pemberian ekstrak etanol 70% dilakukan induksi dengan CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB secara i.p. Dilakukan pengambilan darah pada sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST pada jam ke-24 setelah pemberian CCl4. Data aktivitas serum ALT dianalisis menggunakan one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan uji Mann-Whitney atau Games Howel.

Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun S. indica memiliki persen hepatoprotektif dari dosis terendah ke tertinggi sebesar 38,12, 30,56 dan 97,53%. Dosis efektif adalah dosis 400 mg/kgBB.

(23)

xxi ABSTRACT

This aims of study research to determine the hepatoprotective effect of 70% ethanol extract of jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) leaves to alanine aminotransferase (ALT) and aspartate aminotransferase (AST) activities in male Wistar rats were induced by CCl4 and to determine the effective dose of the extract.

This research is purely experimental research with randomized complete direct sampling design. Subjects in this research used 30 male Wistar rats, aged 2-3 months, 160-250 g weight, were randomly divided into 6 groups. Group I (negative control) was given olive oil at a dose 2 mL/ KgBW. Group II (control hepatotoxins) was given CCl4 dissolved in olive oil (1:1) at a dose of 2 mL/KgBW. Group III (ethanol extract) was given 70% ethanol extract S. Indica leaves at a dose of 400 mL/KgBW, blood was taken after the six hours later. Group IV, V, and VI were given 70% ethanol extract of S. indica leaves with dose level of 100, 200, and 400 mg/KgBW orally six hours before CCl4 administration intraperitonially at dose 2 mL/kgBW. Blood sampling from all group were taken through eyes orbital sinus for measuring of the activity of ALT and AST at the 24th hours after administration of CCl4. The data were analyzed using one-way ANOVA with 95% significancy level and continued test with Mann-Whitney or Howel Games.

The results showed that administration of 70% ethanol extract of S. indica leaves has a hepatoprotective percent from the lowest to the highest dose at 38.12, 30.56 and 97.53%. The effective dose is the dose of 400 mg/kgBW.

(24)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Setiap organ dalam tubuh memiliki perannya sendiri-sendiri. Organ penting dalam tubuh manusia salah satunya hati. Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat sekitar 1300-1550 g. Hati berfungsi sebagai pabrik terbesar dalam tubuh untuk suplai darah yang cukup besar, yaitu 1-1,5 L/menit, salah satunya adalah menerima darah dari vena porta yang membawa produk pencernaan dari saluran cerna. Beberapa fungsi hati, yaitu untuk metabolisme karbohidrat, protein, lemak, sintesis, penyimpanan, detoksifikasi, produksi eritrosit, dan destruksi eritrosit (Gibson, 2002).

Fungsi hati yang sangat penting bagi tubuh menyebabkan hati harus dilindungi agar dapat beraktivitas sesuai tugasnya. Beberapa penyakit dapat menyebabkan menurunnya aktivitas dari fungsi hati, salah satunya adalah steatosis atau biasa disebut perlemakan hati (non-alcoholic fatty liver disease-NAFLD). Amarapurka et al. (2007) dalam tulisannya berjudul How common is non-alcoholic fatty liver

disease in the Asia-Pcific region and are there local difference menyatakan bahwa

(25)

2

sampai keluarnya lemak dari hati sebagai lipoprotein (Sudiono, Kurniadhi, Hendrawan, & Djimantoro, 2001).

Banyak cara pengobatan yang dapat dilakukan untuk melindungi organ hati dari kerusakan atau penyakit, salah satunya adalah dengan pengobatan herbal. Pengobatan dengan menggunakan herbal merupakan cara yang lebih aman daripada menggunakan obat modern. Hal tersebut, dikarenakan obat herbal memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan obat modern yang sudah ada. Tetapi penggunaan obat herbal ini harus digunakan dengan bahan yang sesuai, tepat dosis, penggunaan yang tepat guna, informasi akurat mengenai obat herbal yang digunakan dan tidak menyalahgunakan obat herbal (Sari, 2006). Berdasarkan tulisan Sari (2006) tersebut sehingga memungkinkan untuk pencegah terjadinya penyakit steatosis menggunakan herbal. Indonesia sendiri memiliki banyak tanaman yang berguna untuk pengobatan herbal salah satunya daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.).

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan salah satu senyawa yang dapat merusak hati dengan terjadinya perlemakan dihati. Kerusakan hati ini ditandai dengan peningkatan kadar enzim ALT dan AST (Panjaitan, Handaryani, Chairul, & Masriani, 2007). Karbon tetraklorida ini menjadi radikal bebas karena dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1). Dengan pemberian CCl4 dengan dosis tinggi akan mengakumulasi lipid.

(26)

et al. (2010) bahwa ekstrak etanol Stacytarpheta indica (L.) Vahl. memiliki

aktivitas hepatoprotektif yang ditunjukkan dengan tikus yang telah diinduksi hepatotoksin CCl4 mengalami penurunan nilai SGPT, SGOT, SALP dan serum bilirubin. Gayatri, Ramesh, Sumalatha, Venkates, & Vidyadhara (2011) menyebutkan bahwa terdapat kandungan alkaloid, glikosida, saponin, tannin, karbohidrat dan flavonoid. Senyawa flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% (Harborne, 1987). Ekstrak dari serbuk simplisia dengan cara maserasi menggunakan pelarut yang sesuai. Digunakan pelarut yang dapat menyari sebagian besar metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk simplisia. Jika tidak dinyatakan lain digunakan etanol 70% (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Berdasarkan pemaparan diatas, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar

terinduksi karbon tetraklorida. 1. Perumusan masalah

a. Apakah pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas

AST-ALT pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?

(27)

4

2. Keaslian penelitian

Penelitian menggunakan tanaman Stacytarphyta indica (L.) Vahl. pernah dilakukan oleh :

a. Sahoo, Dash, and Bhatnagar (2014) yang melaporkan mengenai aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol Stacytarpheta indica Vahl. dengan menggunakan metode DPPH.

b. Joshi et al. (2010) yang melakukan penelitian tentang ekstraksi ekstrak etanol daun Stacytarpheta indica Vahl. menggunakan sokhlet dengan pelarut yang kepolaritasanya meningkat. Dalam penelitian ini ekstrak etanol Stacytarpheta indica Vahl. dilaporkan memiliki efek hepatoprotektif. Uji efek hepatoprotektif ini

dilakukan dengan menggunakan kontrol positif liv 52 (obat herbal dari The Himalaya Drug Company) dengan jangka waktu penelitian 10 hari.

c. Gayatri et al. (2011) melakukan penelitian tentang aktivitas hepatoprotektif ekstrak etanol herba Stachytarpheta indica Vahl. pada tikus Wistar. Metode ekstraksi yang digunakan adalah dengan metode sokletasi. Uji aktivitas hepatoprotektif dilakukan dalam jangka waktu 7 hari.

Berdasarkan penelitian diatas, penelitian efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica Vahl.) dengan metode ekstraksi maserasi belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat penelitian

(28)

pengaruh pemberian jangka pendek ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) sebagai hepatoprotektor.

b.Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait dosis efektif pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) bagi masyarakat dan industri farmasi sebagai hepatoprotektor.

B. Tujuan 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica Vahl.) terhadap penurunan aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

(29)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) Jarong dengan nama latin (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) merupakan

jenis tumbuhan liar yang berbunga sepanjang tahun, dapat diperbanyak dengan biji, dan dapat tumbuh di tempat-tempat teduh dengan ketinggian 1300 meter di atas permukaan laut (Maradjo, 1985). Berikut ini adalah gambar dari tanaman jarong:

Gambar 1 Tanaman Jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) (Dokumentasi Pribadi, 2015)

1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta

(30)

Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili : Verbenaceae

Genus : Stachytarpheta

Spesies : Stachytarpheta indica Vahl.

(van Steenis, 1992; Plantamor, 2012)

Sinonim nama ilmiah:

Spesies : Stachytarpheta indica (L.) Vahl. 2. Nama daerah

Di Indonesia, jarong juga dikenal dengan nama berbeda di tiap-tiap daerah seperti: remek getih, ngadi rengga (Jawa), jarongan, jarong lelaki (Jakarta), jarong lelaki, pecut kuda (Sunda), rum jarum, roem jharum (Madura), selasih hutan (Sumatera) (Dharma, 1996; Soedibyo, 1998).

3. Nama asing

Gajihan (Malaysia), ratstail (Filipina), yu long bian (China) (Plantamor,

2012).

4. Morfologi

Stachytarpheta indica (L.) Vahl. adalah rumput-rumputan yang tegak,

(31)

15-30 cm. Daun pelindung menempel kuat pada kelopak, bertepi lebar serupa selaput. Kelopak bergigi empat, panjang 0,5 cm. Tabung dasar bunga berbentuk bantal. Buah berbentuk garis baji, panjang 0,5 cm, pecah dalam 2 kendaga. Terutama di daerah dengan musim kemarau yang tegas, di tempat yang cerah atau sedikit, 1-1,250 m (Van Steenis, 1992).

5. Kandungan kimia

Jarong mengandung senyawa kimia berupa terpenoid, flavonoid, glikosida, dan flavonoid (Chowdhury, 2003).

B. Anatomi dan Fisiologi Hati 1. Anatomi hati manusia

(32)

Gambar 2. Letak hati dalam tubuh manusia (Rogers dan Dintzis, 2012)

Gambar 3. Anatomi hati manusia (Rogers dan Dintzis, 2012)

(33)

kapiler vena, kemudian akan keluar melalui vena hepatika. Pada vena porta yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan empat perlima darahnya ke hati. Darah ini mempunyai kejenuhan 70% karena beberapa oksigen telah diambil oleh limfase dan usus. Kegunaan darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus. Besar diameter vena porta lebih kurang 1 mm dan satu dengan yang lain terpisah dengan jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh darah ke hati

2. Anatomi hati tikus

Pada tikus, hati mempunyai berat 6 g (6% dari berat tubuh). Bagian hati berada pada subdiaphragmatic regional. Hati tikus dibagi menjadi empat bagian lobus, yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus medial, dan lobus caudate. Lobus kanan memiliki septum transversal yang membagi menjadi dua. Pada lobus medial berada pada bagian perut dan merupakan bagian yang paling menonjol pada bagian rongga perut. Lobus kiri merupakan bagian lobus terbesar dan merupakan bagian yang paling sering digunakan sampel pemeriksaan histologis, sedangkan lobus caudate merupakan lobus kecil. Sirkulasi darah tikus mirip dengan manusia (Rogers dan Dintzis, 2012). Hati tikus digambarkan seperti gambarkan pada gambar 4 dan gambar 5.

(34)

Gambar 5. Hati tikus dan pembagian lobus (Rogers dan Dintzis, 2012)

3. Fisiologi hati

Hati memiliki fugsi mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh dan akan dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan. Selain itu hati mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan urine. Hati juga berperan untuk menghasilkan enzim glikogenik untuk mengubah glukosa menjadi glikogen. Hati juga sebagai pembentuk ureum dari asam amino yang diterima hati kemudian dikeluarkan melalui darah menuju ginjal untuk dikeluarkan dalam bentuk urine. Dan hati berfungsi untuk menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air (Syaifuddin, 2006).

C. Kerusakan Hati

(35)

a. Perlemakan hati

Merupakan akibat dari toksin, malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas, dan anoksia. Timbunan trigliserida dalam hati dapat disebabkan karena defek dari mulai masuknya asam lemak dalm hati sampai keluarnya lemak dari hati sebagai lipoprotein (Sudiono, Kurniadhi, Hendrawan, & Djimantoro, 2001). b. Nekrosis

Merupakan keadaan pada kematian jaringan. Dapat dikategorikan nekrosis keoagulaif yang terjadi karena kekurangan suplai darah karena infark pada organ, nekrosis likuefaktif, tipe khusus, dan apoptosis (Tambayong, 2000). c. Kolestasis

Merupakan kelainan mekanisme pengangkutan empedu (kolestasis) yang terjadi karena obstruksi atau terjadinya efek samping karena terganggunya struktur hati karena kerusakan sel hati (Jeyaratnam dan Koh, 2009).

d. Sirosis

Merupakan penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar (Baradero, Dayrit, & Siswandi, 2008).

D. Hepatotoksin

(36)

hepatotoksik pada sebagian kecil populasi yang terpejankan senyawa tersebut. Beberapa bergantung pada dosis pemberian (Friedman and Keeffe, 2012).

E. Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST)

Alanin aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST) meupakan serum yang sering digunakan dalam uji fungsi hati. Jika kedua enzim ditemukan di dalam serum, maka mengindikasikan adanya kerusakan fungsi hati (McPhee dan Ganong, 2007). Konsentrasi enzim ALT terbesar terdapat pada hati yang merupakan petunjuk spesifik adanya nekrosis dibandingkan AST yang terdapat pada hampir semua jaringan, otot rangka, dan hati (Zimmerman, 1999).

Sebagai parameter krusakan hati, serum ALT dan AST dalam darah memiliki kisaran kadar sebagai patokan ukuran. Pada tikus putih menurut Pilichos et., al. (2004) kadar serum AST, yaitu berkisar antara 19,3-68,9 U/L sedangkan kadar serum ALT 29,8-77,0 U/L.

F. Karbon tetraklorida

(37)

Gambar 6. Biotransformasi karbon tetraklorida (McGregor dan Lang, 1996) Karbon tetraklorida (CCl4) dapat memberikan kerusakan sel hati berupa perlemakan hati. Sitokrom P-450 (CYP2E1) memiliki fungsi sebagai agen pereduksi dan mengkatalisis adisi elektron yang mengakibatkan satu ion klorin yang hilang sehingga membentuk suatu radikal bebas berupa triklorometil (•CClз) (Gregus, 2008). •CClз dapat berikatan dengan protein dan lemak mikrosomal, serta

(38)

G. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang diisolasi dari tumbuhan dengan memiliki komponen senyawa sebanyak lebih dari 8000 senyawa. Senyawa ini mempunyai kemampuan sebagai antioksidan, antimikroba, fotoreseptor, skrining cahaya, dll (Piettea, 2000). Flavonoid dibagi menadi beberapa kelas, yaitu Isoflavonoid, Neoflavonoid, dan Chalcones (Grotewold, 2006). Senyawa flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% (Harborne, 1987). Flavonoid dapat digunakan untuk menghambat kerusakan jaringan hepar tikus percobaa dengan dosis 100 mg/KgBB. Penghambatan kerusakan jaringan hepar dapat dilihat dari penurunan aktivitas SGOT dan SGPT (Yerizel, Oenzil, & Endrinaldi, 1998).

H. Maserasi

Ekstraksi merupakan pemisahan senyawa yang mengandung zat aktif untuk pengobatan yang didapat dari tanaman atau hewan. Teknik yang digunakan dalam ekstraksi harus dapat mengambil senyawa aktif yang diingin dengan hasil terbanyak. Beberapa metode ekstraksi, yaitu maserasi, perkolasi, digestion, infusa, dan dekokta (Troy, 2006). Ekstraksi untuk untuk pengambilan senyawa dari tanaman dapat berupa bagian tanaman yang masih segar dan bagian tanaman yang dikeringkan (simplisia). Terdapat empat macam ekstraksi, yaitu maserasi, pekolasi, perkolasi dingin, dan countercurrent extraction (Raaman, 2006).

(39)

dilakukan pengadukan dengan mixer atau shaker hingga homogen. Serbuk hasil maserasi ini dapat dilakukan maserasi kembali sekali atau dua kali dengan pelarut yang baru (Mahdi dan Altikriti, 2010). Jika tidak dinyatakan lain, maserasi dilakukan dengan etanol 70% (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

I. Landasan Teori

Organ hati merupakan organ sekaligus kelenjar terbesar didalam tubuh yang memproduksi empedu dan juga mengeluarkan hasil produksi dari makanan yang sudah dicerna (Wibowo dan Paryana, 2009). Beberapa keruskaan hati akibat efek toksik, yaitu steatosis, nekrosis, kolestasis, dan sirosis (Lu, 1995).

Karbon tetraklorida (CCl4) dapat memberikan kerusakan sel hati berupa perlemakan hati. Sitokrom P-450 (CYP2E1) memiliki fungsi sebagai agen pereduksi dan mengkatalisis adisi elektron yang mengakibatkan satu ion klorin yang hilang sehingga membentuk suatu radikal bebas berupa triklorometil (•CClз) (Gregus, 2008). •CClз dapat berikatan dengan protein dan lemak mikrosomal, serta

akan bereaksi secara langsung dengan kolesterol dan fosfolipid dan terbentuk radikal lipid yang mengaktifkan oksigen reakatif dan terjadi peroksidasi lipid (Timbrell, 2009). Kerusakan hati oleh karbon tetraklorida dapat dilihat dengan adanya kenaikan aktivitas serum ALT dan AST.

(40)

merupakan petunjuk spesifik adanya nekrosis dibandingkan AST yang terdapat pada hampir semua jaringan, otot rangka, dan hati (Zimmerman, 1999).

Pentingnya menjaga kondisi hati dari senyawa yang toksik dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu dengan pengobatan menggunakan senyawa dari bahan alam, yaitu flavonoid. Senyawa flavonoid hampir terdapat pada semua tanaman, salah satunya adalah tanaman jarong (S. indica (L.) Vahl.) (Chowdhury, 2003). Tanaman jarong ini merupakan tanaman yang mudah dijumpai di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Gayatri et al. (2011) menunjukkan bahwa esktrak etanol 95% dengan metode sokletasi daun jarong mempunyai efek hepatoprotektif. Senyawa flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% (Harborne, 1987). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2009) maserasi jika tidak dinyatakan lain menggunakan etanol 70%. Berdasarkan pemaparan di atas, diperlukan penelitian untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun jarong sebagai hepatoprotektif pada tikus galur Wistar yang terpejankan CCl4.

J. Hipotesis

(41)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek ekstrak etanol 70% daun jarong (S. indica (L.) Vahl.) terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus jantang galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis dalam pemberian jangka pendek ekstrak etanol 70% daun jarong (S. indica (L.) Vahl.).

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung penelitian ini adalah nilai aktivitas ALT-AST tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (S. indica (L.) Vahl.).

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan galur Wistar yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 160-250 g, cara pemberian ekstrak secara per oral, frekuensi waktu pemberian ekstrak, dan tempat tumbuh daun jarong (S. indica (L.) Vahl.).

(42)

3. Definisi operasional

a. Daun S. indica (L.) Vahl. Daun S. indica (L.) Vahl. yang diambil dari tanaman S. indica (L.) Vahl. adalah daun yang berwarna hijau, segar, dan sudah memiliki bunga.

b. Ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.) Vahl. Ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.) Vahl. didapatkan dengan cara merendam (memaserasi) simplisia

kering daun jarong ke dalam etanol dengan konsentrasi 70% kemudian dipekatkan dengan menggunakan vaccum rotary evaporator dan diuapkan dengan water bath hingga bobot tetap.

c. Efek hepatoprotektif. Efek hepatoprotektif merupakan kemampuan ekstrak etanol 70% S. indica (L.) Vahl. dengan dosis tertentu yang diberikan dapat melindungi hati yang ditunjukkan dengan penurunan aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

d. Dosis efektif. Didefinisikan sebagai sejumlah miligram per kilogram berat badan (mg/KgBB) ekstrak etanol S. indica (L.) Vahl. yang memiliki % hepatoprotektif dari aktivitas ALT dan AST paling mendekati 100% proteksi hati di antara dosis uji, yaitu 100, 200, dan 400 mg/KgBB.

e. ALT-AST. Alanin aminotransferase (ALT) - Aspartat aminotransferase (AST) adalah enzim yang ditemukan di dalam serum. Enzim akan

(43)

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur Wistar yang berusia 2-3 bulan dengan berat badan 160-250 g yang diperoleh dari daerah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan telah memenuhi kelaiakan etik (Lampiran 9).

b. Bahan uji. Bahan uji yang digunakan, yaitu serbuk daun S. indica (L.) Vahl. yang diperoleh dari kebun obat Kampus III Universitas Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo.

2. Bahan kimia a. Hepatotoksin

Karbon tetraklorida Merck® yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin

Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin yang digunakan adalah minyak zaitun (olive oil) Caesar® yang diperoleh dari PT. Prambanan Kencana.

c. Pelarut ekstrak

(44)

d. Pelarut ekstrak ketika digunakan

Pelarut ekstrak yang digunakan adalah CMC-Na 1%. Bahan CMC-Na diperoleh dari CV. General Labora, Yogyakarta.

e. Reagen ALT

Reagen ALT yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys. komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut:

Tabel I. Tabel komposisi dan konsentrasi reagen ALT

Komposisi pH Konsentrasi

R1: TRIS 7,15 140 mmol/L

L-Alanine 700 mmol/L

LDH (Lactate dehydrogenase) ≥2300 U/L

R2: 2-Oxoglutarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Reagen AST yang digunakan adalah reagen AST DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut:

Tabel II. Tabel komposisi dan konsentrasi dari reagen AST

Komposisi pH Konsentrasi

R1:TRIS 7,65 110 mmol/L

L-Aspartate 320 mmol/L

MDH (Malate dehydrogenase) ≥800 U/L

LDH (Lactate dehydrogenase) ≥1200 U/L

R2: 2-Oxyglutarate 65 mmol/L

(45)

D. Alat Penelitian 1. Alat pembuatan serbuk daun S. indica

Alat yang digunakan antara lain oven, mesin penyerbuk, dan ayakan. 2. Alat ekstraksi daun S. indica

Alat-alat yang digunakan antara lain beaker glass, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk, shaker, dan timbangan analitik.

3. Alat uji penetapan kadar air Moisture balance, sendok.

4. Alat pengujian hepatoprotektif

Alat-alat yang dibutuhkan adalah gelas Beaker, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik (Mettler Toledo®), vortex (Genie Wilten®), spuit injeksi per oral untuk tikus, spuit injeksi intraperitonial, pipa kapiler, micropipet, tabung Eppendorf, sentrifuge, microvitalab 200 Merck®, blue tip, dan yellow tip.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman jarong (S. indica (L.) Vahl.)

(46)

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji dipetik dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Daun dipilih yang ideal, yaitu dipetik dengan batas tiga daun dari bawah maupun dari atas dan dilakukan pada bulan Juli-Agustus saat pagi hari. Daun yang telah didapat disortasi dan dicuci bersih dengan air mengalir. Setelah bersih, daun diangin-anginkan dengan ditutup kain hitam hingga tidak tampak basah kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 40oC selama 48 jam. Penetapan suhu berdasarkan aturan Direktorat Jenderal Obat dan Makanan Republik Indonesia (1985) dimana disebutkan bahwa pengeringan dilakukan pada suhu antara 30-90oC.

3. Pembuatan serbuk

Daun yang telah benar-benar kering (mudah dihancurkan dengan cara diremas), daun kering diserbuk dan diayak menggunakan ayakan nomor mesh 40 supaya kandungan fitokimia dalam daun S. indica (L.) Vahl. lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.

4. Penetapan kadar air serbuk daun S. indica

Serbuk daun S. indica (L.) Vahl. dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak 5 gram, lalu diratakan. Bobot serbuk tersebut ditetapkan sebagai

bobot sebelum pemanasan, setelah itu dipanaskan pada suhu 105oC selama 15 menit. Serbuk yang telah dipanaskan ditimbang kembali lalu dihitung sebagai bobot setelah pemanasan. Kadar air serbuk simplisia yang baik tidak adalah <10%. Perhitungan kadar air serbuk diperoleh menggunakan rumus:

� � � � � − � � � � ℎ �

(47)

5. Uji tabung kandungan polifenol serbuk daun jarong

Uji kandugan polifenol dilakukan dengan menambahkan 10 mL aquadest pada sebuah tabung berisi 2 g serbuk daun jarong dan 10 mL etanol 70% pada tabung lain yang juga berisi 2 g serbuk daun jarong. Kedua tabung didihkan di atas penangan air, kemudian dilakukan penyaringan. Setelah dingin, filtrat diteteskan FeCl3 sebanyak 3 tetes. Hasil positif adanya polifenol ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau-biru (Wulandari dan Hartini, 2015).

6. Pembuatan pelarut etanol 70%

Etanol 96% diencerkan dengan menggunakan rumus V1.C1 = V2.C2, dimana etanol 96% diencerkan dengan menggunakan aquadest hingga konsentrasinya menjadi 70%

7. Pembuatan ekstrak kental daun S. indica

Serbuk daun jarong sebanyak 30 g diekstraksi dengan etanol 70% sebanyak 300 mL dengan metode maserasi menggunakan shaker selama 24 jam (Gunawan, Soegihardjo, Mulyani, Wahyuningsih, dan Sudarto, 1993). Kemudian dilakukan remaserasi satu kali dengan perlakuan sama dengan maserasi awal. Ekstrak cair yang diperoleh dari maserasi dan remaserasi diuapkan pelarutnya dengan vacuum rotary evaporator. Hasil evaporasi yang didapat kemudian dituangkan dalam

(48)

mg pada penimbangan dengan timbangan analitik. Rendemen ekstrak kental didapat dari persamaan berikut:

� �

� � � � × %

8. Pembuatan CMC-Na 1%

CMC-Na ditimbang kurang lebih 1,0 g. Kemudian dilarutkan dengan cara disebarkan didalam erlenmeyer yang berisi aquadest 40 mL selanjutnya ditambhakan lagi 60 mL aquadest.

9. Penetapan dosis ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.) Vahl.

Penentuan dosis ekstrak etanol 70% mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Joshi et al. (2010) yang menyebutkan bahwa dosis efektif ekstrak etanol daun jarong adalah 200 mg/kgBB. Dosis ini dijadikan sebagai dosis tengah. Penelitian ini menggunakan tiga peringkat dosis dengan faktor kelipatan 2 sehingga dosis rendah sebesar 100 mg/kgBB, dosis tengah sebesar 200 mg/kgBB, dan dosis tinggi 400 mg/kgBB.

10.Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatoksin

(49)

dari kenaikan serum ALT dan AST, namun tidak sampai menyebabkan kematian pada tikus jantan sebagai subjek penelitian tersebut (Janakat & Al-Merie, 2002). b. Penetapan waktu pencuplikan darah

Waktu pencuplikan darah diperoleh dengan cara melakukan orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yakni pada waktu ke- 0, 24, dan 48 jam. Kemudian diukur kenaikan aktivitas AST-ALT. Penelitian terdapat sebelumnya yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie (2002) telah menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas ALT pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil dengan perbandingan (1:1), yakni dengan dosis 2 mL/kgBB. Peningkatan aktivitas maksimal terjadi pada jam ke-18 dan jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida secara injeksi dan kemudian berangsur menurun pada jam ke-48 dan terjadi perbaikan sel hati setelah 3 hari pemberian hepatotoksin (Janakat, Al- Merie, 2002).

11.Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

(50)

dilakukan pengambilan darah. Kelompok V-VI (kelompok perlakuan uji yang diberikan ekstrak etanol daun Stachytarpheta indica (L.) Vahl. dengan dosis bertingkat yakni 100 mg/KgBB; 200 mg/KgBB; dan 400 mg/KgBB kemudian enam jam setelah pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong dilakukan induksi dengan karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal (Alkreathy, Khan, Khan, & Sahreen, 2014). Dilakukan pengambilan darah pada daerah sinus orbitalis mata sebanyak 1 mL untuk penetapan aktivitas ALT dan AST pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida.

12.Pembuatan serum

Darah yang diambil melalui sinus orbitalis mata menggunakan pipa kapiler ditampung dalam tabung Eppendorf sebanyak 1 mL (Office of Animal Care and Use, 2015). Kemudian darah yang diambil didiamkan selama 15 menit, selanjutnya dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 menit (Egbung, Atangwho, Itam, & Essien, 2012).

13.Pengukuran aktivitas ALT-AST

(51)

Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II (DiaSys, 2012).

Tahap analisis ALT dilakukan dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan dengan 1000 µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan divortex selama 5 detik. Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II. Tahap analisis AST dilakukan dengan cara yang sama, yakni dengan mengambil sejumlah 100 µL serum dicampurkan dengan 1000 µL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur dengan 250 µL reagen II dan divortex selama 5 detik. Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit berselang dari pemberian reagen II (DiaSys, 2012).

F. Tata Cara Analisis Hasil

(52)

masing-masing kelompok untuk data berdistribusi normal dan variansi tidak homogen. Perbedaan dikatakan bermakna (signifikan) bila memiliki nilai p<0.05, sedangkan tidak bermakna (tidak signifikan) bila p>0,05.

Bila data aktivitas ALT dan AST yang diperoleh tidak normal, maka dilakukan uji Kruskall-Wallis. Selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney untuk melihat kebermaknaan perbedaan data antar kelompok. Perbedaan dikatakan bermakna (signifikan) bila memiliki nilai p<0,05, sedangkan tidak bermakna (tidak signifikan) bila p>0,05.

Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

ALT = ( − purata ALT kontrol hepatotoksin − purata ALT kontrol negatif ) xpurata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif %

AST = ( − purata AST kontrol hepatotoksin − purata AST kontrol negatif ) xpurata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif %

(53)

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl) terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl4) serta mengetahui dosis efektif pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong. Penelitian ini melihat pengaruh hepatoprotektif ekstrak etanol 70% daun jarong dari penuruan kadar ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl4).

A. Penyiapan Bahan 1. Determinasi tanaman

Penelitian ini menggunakan bagian daun dari tanaman jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl). Banyaknya tanaman yang berpotensi sebagai obat menjadikan pemastian tanaman yang akan digunakan dalam penelitian sangat penting (Epidemiological and Statistical Methodology Unit, 1986). Pemastian tanaman dilakukan dengan melakukan determinasi tanaman. Tanaman yang digunakan diambil dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(54)

akan digunakan adalah benar tanaman jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) (Lampiran 7 dan Lampiran 8).

2. Pengumpulan bahan uji

Setelah didapatkan daun jarong, lalu diproses hingga pengeringan sesuai dengan panduan pembuatan simplisia. Sortasi dilakukan untuk memastikan daun yang diambil tidak terkontaminasi dengan bahan lain, selain itu juga untuk memilah daun yang rusak. Daun yang rusak harus dipisahkan karena jika daun yang rusak akibat hama serangga ditakukan akan mempengaruhi kualitas dari zat yang terkandung dalam daun tersebut. Proses diangin-anginkan setelah sortasi dilakukan agar pengeringan dapat berlangsung dengan tepat dan benar. Suhu oven pengeringan dilakukan pada suhu 40oC karena pada suhu tersebut merupakan suhu optimal (tidak terlalu tinggi maupun tidak terlalu panas), sehingga diharapkan tidak merusak kandungan senyawa daun jarong. Hasil pengumpulan bahan uji ini mendapatkan daun jarong sesuai dengan yang diharapkan dan dalam kondisi yang baik hingga pengeringannya.

3. Pembuatan serbuk daun S. indica (L.) Vahl.

(55)

penyarian serbuk simplisia daun jarong dapat tersari sempurna karena dengan semakin kecilnya ukuran serbuk simplisia menyebabkan luas permukaan kontak menjadi lebih besar. Serbuk yang didapatkan berwarna hijau.

4. Penetapan kadar air serbuk simplisa S. indica (L.) Vahl.

Syarat serbuk simplisia yang baik menurut Dirjen POM salah satunya adalah kandungan air yang ada tidak lebih dari 10%. Mengacu syarat tersebut maka dilakukan pengujian kadar air serbuk simplisia daun jarong yang telah siap digunakan dalam penelitian. Pengujian kadar ini bertujuan mengetahui % kandungan air yang ada dalam serbuk simplisa. Pengujian dilakukan dengan metode gravimetri di laboratorium Kimia Analisis Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hasil pengukuran kadar air yang didapat sebesar 8,26%. Hasil tersebut sudah memenuhi persyaratan mutu serbuk simplisia yang baik menurut Dirjen POM tahun 1995 yang menyatakan bahwa untuk kadar air serbuk simplia kurang dari 10%.

5. Hasil uji tabung kandungan polifenol

(56)

perubahan warna dari ekstrak yang berwaran coklat kehijauan menjadi warna hijau kebiruan setelah diberikan FeCl3 pada ekstrak (Harborne, 1987).

B. Pembuatan ekstrak etanol 70% daun S. indica (L.) Vahl.

Ekstrak etanol 70% didapat dengan meode maserasi yang dilanjutkan remaserasi satu kali. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang sederhana (menggunakan alat-alat sederhana) dengan cara merendam serbuk simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Selanjutnya dilakukan remaserasi untuk menyari kembali senyawa yang masih tertinggal pada serbuk simplisia. Penggunaan pelarut yang sebanyak 300 mL ini dimaksudkan agar dapat menyari senyawa yang diinginkan dengan optimal, dimana Mahdi dan Altikriti (2010) juga menyatakan bahwa perbandingan simplisia dan pelarut yang digunakan 1:5 atau 1:10. Penggunaan shaker ini bertujuan untuk mempermudah penggojogan secara konstan selama maserasi berlangsung, sehingga pelarut yang ada disekitar permukaan partikel tidak jenuh dan pengambilan senyawa dapat berlangsung dengan maksimal (International Centre for Science and High Technology, 2009).

(57)

bahwa ekstrak yang ada hanya ekstrak yang diinginkan saja, sedangkan pelarutnya diharapkan sudah menguap semua. Berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia, bobot tetap didapat dengan menimbang selama 1 jam ekstrak hingga selisi bobot tidak lebih dari 0,5 mg. Sebanyak 30 gram serbuk simplisia daun jarog dengan replikasi 3 kali menghasilkan bobot ekstrak kental 6,494 gram dengan rendemen yang didapat, yaitu 21,646%.

C. Uji Pendahuluan 1. Penetuan dosis hepatotoksin

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan salah satu senyawa hepatotoksin yang sering digunakan dalam penelitian. Sebelum digunakan sebagai hepatotoksin, senyawa ini harus diketahui berapa dosisnya agar menyebabkan tikus mengalami kerusakan hati dalam hal ini steatosis. Dosis CCl4 pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie (2002) yang menyatakan bahwa dosis 2 mL/KgBB CCl4 yang diinduksikan pada tikus secara intra peritoneal telah dapat menyebabkan hepatotoksik. Karbon tetraklorida ini dilarutkan dalam pelarut olive oil dengan perbandingan 1:1. Pemastian dosis hepatotoksin ini dilihat dari uji kadar ALT dan AST. Kenaikan dari kadar ALT dan AST dari kadar normal menandakan adanya kerusakan hati yang terjadi.

(58)

kelipatan 2, dengan dosis acuan sebagai dosis tengah. Sehingga dosis yang digunakan dalam penelitian ini 100 mg/KgBB sebagai dosis rendah, 200 mg/KgBB sebagai dosis tengah, dan 400 mg/KgBB sebagai dosis tinggi.

3. Penentuan waktu pencuplikan darah

Penentuan waktu pencuplikan darah ini dilakukan untuk mengetahui efek optimum hepatotoksin CCl4 pada jam tertentu yang akan digunakan sebagai penentu pemngambilan darah pada penelitian ini. Penentuan waktu pencuplikan berdasarkan nilai ALT dan AST kelompok tikus jantan galur Wistar yang diberikan hepatotoksin CCl4 diukur kadar ALT dan AST pada jam ke 0, 24, dan 48 setelah pemberian hepatotoksin. Dari pengambilan darah pada jam-jam tersebut dibandingkan manakah yang memiliki kadar hepatotoksin tertinggi. Darah yang diambil melalui sinus orbitalis. Hasil dari pengukuran kadar ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB tersaji pada tabel III dan gambar 7.

Tabel III. Purata aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada pencuplikan jam ke-0, 24, dan 48 (n = 3)

Waktu pencuplikan jam ke- Purata kadar ALT ± SE (U/L)

0 60,80 ± 2,27

24 181,40 ± 6,40

(59)

Gambar 7. Diagram batang aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB

Berdasarkan tabel III dan gambar 7 dapat diketahui bahwa aktivitas serum ALT pada jam ke 0, 24, dan 48 secara beturut-turut, yaitu 60,80 ± 2,27, 181,40 ± 6,40 dan 74,20 ± 1,99 U/L, sehingga dari data tersebut dapat diketahui bahwa kadar ALT kelompok tikus yang terinduksi CCl4 pada pencuplikan darah jam ke-24 menunjukkan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pencuplikan darah pada jam ke 0 dan 48. Selanjutnya, dari hasil tersebut dilakukan analisa paired-samples T test. Hasil dari analisa paired-paired-samples T test disajikan pada tabel IV.

Tabel IV. Hasil Paired-Samples T Test aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada pencuplikan jam ke-0, 24, dan 48 (n = 3)

Waktu pencuplikan (jam ke-)

Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

Jam ke-0 BB BB

Jam ke-24 BB BB

Jam ke-48 BB BB

(60)

Hasil analisa paired-samples T test menunjukkan bahwa kadar ALT pada jam ke-0, 24, dan 48 menunjukkan bahwa hasil yang didapat berbeda bermakna dimana kadar CCl4 pada jam ke 24 naik dengan signifikan dari jam ke-0 dan pada jam ke-48 terjadi penurunan kadar tetapi belum sama dengan kadar pada jam ke-0, sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan kadar ALT yang optimum adalah pada jam ke-24. Hal ini karena pada jam ke-24 menunjukkan bahwa kadar ALT paling tinggi dibandingkan yang lain (Gambar 7).

Sedangkan hasil pengukuran kadar AST tersaji pada tabel V dan gambar 8.

Tabel V. Purata aktivitas serum AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48

Waktu pencuplikan jam ke- Purata kadar AST ± SE (U/L)

0 141,20 ± 5,15

24 452,40 ± 32,45

48 156,80 ± 4,61

(61)

Berdasarkan hasil aktivitas serum AST tersebut pada jam ke-0, 24, dan 48 berturut-turut, yaitu 141,20 ± 5,15, 452,40 ± 32,45 dan 156,80 ± 4,61 U/L. Penentuan perbandingan kadar AST pada jam ke 0, 24, dan 48 dengan menggunakan analisis statistik Paired-Sample Test (Tabel VI). Hasil statistik menunjukkan aktivitas kadar serum AST pada jam ke-0 berbeda bermakna dengan kadar AST jam ke-24 (p=0,000) dan jam ke-48 (p=0,006), yang dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan kadar CCl4 dalam darah pada jam ke-24 dan pada jam ke-48 terjadi penurunan tetapi belum sama dengan kadar pada jam ke-0. Pada perbandingan kadar AST pada jam ke-24 dengan kadar AST jam ke-48 menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,001), dimana terjadi penurunan yang cukup signifikan dari jam ke-24 ke jam ke-48. Berdasarkan pengukuran, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar AST pada jam ke 24 yang paling optimum. Pada jam ke 48, kadar AST mengalami penuruanan tetapi tidak mencapai nilai normal. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kadar optimum CCl4 terjadi pada jam ke-24. Berikut adalah tabel hasil uji T berpasangan kadar AST:

Tabel VI. Hasil Paired-Samples T Test kadar AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB saat pencuplikan darah pada jam ke-0, 24, dan 48

(62)

D.Hasil Uji Hepatoprotekti Ekstrak Etanol 70% Daun Jarong (Stachytarpheta

indica (L.) Vahl.) pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon

Tetraklorida

(63)

Tabel VII. Purata ± SE kadar ALT dan AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan

Kelompok Perlakuan Purata kadar ALT ± SE (U/L)

mL/kgBB 129,40 ± 4,36 363,80 ± 10,92 38,12% 26,91% V EE 70% DJ (*) 200 mg/kgBB + CCl4 2

mL/kgBB 139,20 ± 5,63 374,60 ± 19,53 30,56% 23,58% VI EE 70% DJ (*) 400 mg/kgBB + CCl4 2

mL/kgBB 52,40 ± 1,43 137,60 ± 1,86 97,53% 96,73% Keterangan : * EE 70% DJ : Ekstrak etanol 70% daun Jarong

(64)

Gambar 10.Diagram batang purata kadar AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan

(65)

Tabel VIII. Hasil uji Kruskal-Wallis Mann-Whitney kadar ALT praperlakuan ekstrak etanol 70% Stachytarpheta indica (L.) Vahl. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB

Keterangan : BB : Berbeda bermakna BTB: Berbeda tidak bermakna

Tabel IX. Hasil uji Post-Hoc Games-Howell kadar AST praperlakuan ekstrak etanol 70% Stachytarpheta indica (L.) Vahl. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB

Keterangan : BB : Berbeda bermakna BTB: Berbeda tidak bermakna

1. Kontrol negatif olive oil 2 mL/KgBB

(66)

Dosis tersebut disamakan dengan dosis hepatotoksin yang akan diinjeksikan karena olive oil merupakan pelarut dari CCl4. Purata aktivitas kadar serum ALT dan AST pada saat sebelum dan setelah pemberian olive oil 24 jam ditunjukkan pada tabel X Tabel X.Purata kadar ALT dan AST tikus setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB

pada jam ke-0 dan 24

Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas kadar serum ALT dan AST (tabel X), dapat dinyatakan bahwa hasil tersebut berbeda tidak bermakna. Selanjutnya dilakukan analisa Paired-Sample T Test untuk memastikan perbedaan. Hasil dari analisa Paired-Sample T Test untuk pengukuran ALT menunjukkan bahwa p = 0,716 pada jam ke-0 dan p 0,345 pada jam ke-24. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengukuran tersebut berbeda tidak bemakna dengan p>0,05, yang dapat diartikan bahwa tidak ada kenaikan/penurunan kadar ALT maupun AST yang signifikan antara jam ke-0 dan jam ke-24. Hasil analisa Paired-Samples T Test ditampilkan lewat tabel XI, tabel XII, gambar 11, dan gambar 12.

Tabel XI. Hasil Paired-Samples T Test kadar ALT tikus setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24

Waktu pencuplikan (jam ke-) Kadar ALT jam ke-0 Kadar ALT jam ke-24

Jam ke-0 BTB

Jam ke-24 BTB

Keterangan tabel: BTB = Berbeda Tidak Bermakna

Tabel XII. Hasil Paired-Samples T Test kadar AST tikus setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24

Waktu pencuplikan (jam ke-) Kadar AST jam ke-0 Kadar AST jam ke-24

Jam ke-0 BTB

Jam ke-24 BTB

(67)

Gambar 12. Diagram batang purata kadar AST tikus jantan galur Wistar setelah pemberian olive oil 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24

Berdasarkan anlisa statistika diatas, dapat dinyatakan bahwa olive oil sebagai kontrol negatif tidak memberikan efek hepatotoksi.

2. Kotrol hepatotoksin CCl4 dosis 2 mL/KgBB

Kontrol hepatotoksin bertujuan untuk melihat pengaruh dari pemberian CCl4 terhadap kerusakan organ hati yang dilihat dari kenaikan kadar aktivitas serum ALT dan AST pada tikus percobaan. Pengukuran dilakukan setelah 24 jam Gambar 11. Diagram batang purata kadar ALT tikus jantan galur Wistar setelah

(68)

penginjekan hepatotoksin dengan dosis 2 mL/KgBB. Organ hati dinyatakan rusak jika kadar ALT dan AST menunjukkan hasil yang tinggi. Kemudian hasil yang didapat dibandingkan dengan kontrol negatif untuk melihat efek yang ditimbulkan dari hepatotoksin.

Data kadar ALT yang didapatkan 178,80 ± 7,47 U/L dan kadar AST yang didapatkan 451,00 ± 32,21 U/L. Pada penelitian ini peyakit hati yang diinginkan adalah steatosis (perlemakan hati). Penyakit hati dinyatakan steatosis jika kenaikan kadar ALT dan AST sebesar 3 atau 4 kali lipat dari kadar normal (Paschos dan Paketas, 2009). Berdasarkan hasil perbandingan antara kontrol negatif dengan kontrol CCl4 didapatkan kenaikan kadar ALT sebesar 3,6 kali lipat sedangkan untuk kadar AST terjadi kenaikan sebesar 3,55. Kenaikan tersebut mendekati 4 kali lipat sehingga dapat dinyatakan bahwa tikus yang terinduksi CCl4 mengalami steatosis seperti yang diharapkan.

Berdasarkan uji statistika yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kontrol hepatotoksin dengan kontrol olive oil dimana teradi peningkatan kadar pada yang cukup signifikan pada perlakukan CCl4 jika dbandingkan dengan kontrol olive oil, hal ini dapat dilihat dari nilai siginifikansi dari kadar aktivitas serum ALT p = 0,00 dan kadar aktivitas serum AST p = 0,003. Sehingga dapat dinyatakan bahwa pemberian hepatotoksin CCl4 dapat menyebabkan hepatotoksik pada hewan uji.

3. Kontrol perlakuan ekstrak etanol 70% daun jarong 400 mg/KgBB

(69)

ekstrak terhadap kadar aktivitas serum ALT dan AST tanpa diberikan karbon tetraklorida. Dengan pengujian perlakuan pada dosis tertinggi dari ketiga peringkat dosis diharapkan dosis tertinggi ini memiliki efek sehingga dosis yang lebih rendah diperkirakan juga memiliki efek.

Hasil yang didapat pada kontrol perlakuan ini untuk kadar aktivitas serum ALT 51,20 ± 0,86 U/L sedangkan kadar kativitas serum AST sebesar 127,80 ± 2,65 U/L. Berdasarkan hasil uji statistika, kadar aktivitas serum ALT dan AST berbeda tidak bermakna dengan kontrol olive oil dengan nilai p = 1,000 (ALT) dan p = 151 (AST). Sehingga dapat dinyatakan bahwa pemberian ekstrak tidak mempengaruhi kadar aktivitas serum ALT maupun AST.

4. Kelompok perlakuan esktrak etanol 70% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida

Pengujian kelompok perlakuan ini bertujuan untuk melihat efek hepatoprotektif ekstrak etanol daun jarong (S. indica) pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat ada atau tidaknya penurunan kadar aktivitas serum ALT maupun AST. Dosis yang digunakan dalam pengukuran ini merupakan dosis bertingkat, yaitu 100, 200, dan 400 mg/KgBB.

(70)

menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0,008), sehingga dapat diartikan bahwa terjadi penurunan kadar ALT tetapi belum mencapai kadar normal. Kadar aktivitas serum AST sebesar 363,80 ± 10,92 U/L menunjukkan adanya perbedaan tidak bermakna (p = 0,261) terhadap kontrol CCl4 (178,80 ± 7,47), hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya penurunan kadar AST, sedangkan perbandingan kadar AST kelompok dosis 100 mg/KgBB dengan kontrol olive oil (127,00 ± 2,30 U/L) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,000) yang menunjukkan bahwa kadar AST belum dapat mencapai kadar normal. Hasil statistika yang diperoleh efek pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong dengan dosis 100 mg/KgBB tidak mempunyai efek hepatoprotektif karena tidak dapat menurunkan kedua kadar, yaitu ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi CCl4.

(71)

bermakna (p = 0,001) yang dapat diartikan bahwa tidak ada penurunan kadar hingga kadar normal. Hasil statistika menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun jarong dosis 200 mg/KgBB tidak memiliki efek hepatoprotektif karena tidak dapat menurunkan kedua kadar, yaitu ALT dan AST.

Hasil perbandingan antara kelompok perlakuan dosis 400 mg/KgBB (52,40 ± 1,43 U/L) dengan kontrol CCl4 (178,80 ± 7,47 U/L) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,008) yang dapat diartikan bahwa terjadi penurunan kadar ALT, sedangkan jika dibandingan dengan kontrol olive oil (49,20 ± 1,07 U/L) menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang tidak bermakna (p = 0,008) yang dapat diartikan bahwa terjadi penurunan kadar ALT hingga mendekati kadar normal. Pada kadar AST (137 ± 60 U/L), jika dibandingkan dengan kontrol CCl4 (451,00 ± 32,21 U/L) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,004) sehingga dapat diartikan bahwa terjadi penurunan kadar AST, sedangkan, jika dibandingkan dengan kontrol olive oil (127,00 ± 2,30 U/L) menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna (0,58) yang dapat diartikan bahwa terjadi penurunan kadar AST hingga mendekati kadar normal. Hasil statistika menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% daun jarong dosis 400 mg/KgBB memiliki efek hepatoprotektif karena dapat menurunkan kedua kadar, yaitu ALT maupun AST. Besar persen efek hepatoprotektif yang didapat untuk ALT sebesar 97,53% dan kadar AST 96,73%.

Gambar

Tabel XII Hasil Paired-Samples T Test kadar AT tikus setelah pemberian olive oil 2
Gambar 1 Tanaman Jarong ( Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) (Dokumentasi Pribadi, 2015)
Gambar 2. Letak hati dalam tubuh manusia (Rogers dan Dintzis, 2012)
gambar 5.  Gambar 4. Letak hati tikus dalam tubuh (Rogers dan Dintzis, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

menggunakn bahan/barang yang ditemukan di lingkungan tempat tinggal siswa. Melihat penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa KIT IPA merupakan alat yang berguna

Peraturan  Bupati  Barito   Kuala   Nomor  36  Tahun   2016 tentang

Pengaruh Nilai Viskositas Mooney Terhadap Jumlah Berat Molekul Karet Remah SIR 20 [Karya Ilmiah].. Universitas Sumatra Utara: Fakultas Matematika dan Ilmu

In this step, modification of cooperation contract monitoring system has been done by implementing previous concepted two central facilities protocol, AES,

Adalah ayat jurnal yang dibuat pada akhir periode untuk menyesuaikan perkiraan-perkiraan yang ada dalam suatu perusahaan sehingga perkiraan-perkiraan

• LSP Pihak Kesatu (LSP-P1): LSP yang didirikan oleh lembaga pendidikan dan atau pelatihan dengan tujuan utama melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja terhadap peserta

Dari aspek irigasi, cara konvensional lahan sawah yang siap tanam mempunyai ketebalan air (genangan) sekitar 1-10 cm. Sedangkan sistem SRI lahan siap tanam

Metode harga pokok proses adalah cara pengumpulan harga pokok produksi yang membedakan biaya produksi dan membaginya sama rata pada produk yang dihasilkan pada