HAK EKSEKUSI KREDITOR SEPARATIS
TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM
HAL DEBITOR PAILIT
(STUDY KASUS PUTUSAN
NO.06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO.
NO.20/PAILIT/2011/PN.NIAGA.SBY)
GEDE ADI NUGRAHA NIM. 1203005067
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
i
SKRIPSI
HAK EKSEKUSI KREDITOR SEPARATIS
TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM
HAL DEBITOR PAILIT
(STUDY KASUS PUTUSAN
NO.06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO.
NO.20/PAILIT/2011/PN.NIAGA.SBY)
GEDE ADI NUGRAHA NIM. 1203005067
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
ii
HAK EKSEKUSI KREDITOR SEPARATIS
TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM
HAL DEBITOR PAILIT
(STUDY KASUS PUTUSAN
NO. 06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO.
NO. 20/PAILIT/2011/PN.NIAGA.SBY)
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
GEDE ADI NUGRAHA NIM. 1203005067
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat Nyalah sehingga penelitian yang berjudul “HAK EKSEKUSI
KREDITOR SEPARATIS TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITOR PAILIT (STUDY KASUS PUTUSAN NO.06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO. NO.20/PAILIT/2011/PN. NIAGA.SBY)” dapat penulis selesaikan pada waktunya, Penulisan skripsi ini merupakan persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa penulisan skripsi
ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan waktu, kemampuan, dan
pengetahuan yang dimiliki penulis, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan yang
begitu besar dari banyak pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih
yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Dekan Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
2. Bapak I Ketut Sudiarta, S.H.,M.H, Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
3. Bapak I Wayan Bela Siki layang, S.H.,M.H, Pembantu Dekan II Fakultas
vi
4. Bapak I Wayan Suardana, S.H.,M.H, Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H.,M.H, Ketua Bagian Hukum Bisnis
Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah menyetujui skripsi saya
ini.
6. Bapak Dr. I Made Udiana, S.H.,M.H Dosen Pembimbing I atas segala
bantuan beliau dalam mengarahkan, membimbing dan memberi petunjuk
kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.
7. Ibu Ida Ayu Sukihana, S.H.,M.H, Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan bantuan dalam mengarahkan, membimbing dan memberi
petunjuk sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
8. Bapak I Ketut Keneng, S.H.,M.H, Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan waktu dan penuh tanggung jawab membimbing penulis
dalam menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
9. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang
telah membimbing, mendidik, dan membekali ilmu pengetahuan yang
berguna bagi saya.
10.Bapak Kepala Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Udayana beserta
segenap jajarannya, yang telah membantu dalam mengurus segala
keperluan administrasi selama saya kuliah.
11.Kedua orang tua penulis, I Gede Tirtha,S.H dan Putu Susilawati,S.E dan
vii
memberikan dorongan, mendidik dan memberi arahan serta semangat yang
tidak henti-hentinya dalam menyelesaikan skripsi ini.
12.Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Udayana, Aris, Balon,
Satria, Paramartha, Dewi, Anggik, Alex, Fatma, Mita, Sintha dan
teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan dan semangat kepada penulis.
13.Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan
skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa membalas
segala kebaikan dan ketulusan hati semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan skripsi ini.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
mengingat keterbatasan kemampuan yang saya miliki, untuk itu saya
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga tulisan
ini sempurna dan bermanfaat.
Denpasar, 26 – 02 – 2016
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
KATA PENGANTAR ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... viii
DAFTAR ISI ... ix
ABSTRAK ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 8
1.3Ruang Lingkup ... 8
1.4Orisinalitas Penelitian ... 9
1.5Tujuan Penulisan ... 11
1.5.1 Tujuan Umum ... 11
1.5.2 Tujuan Khusus ... 12
1.6 Manfaat Penulisan ... 12
1.6.1 Manfaat Teoritis ... 12
1.6.2 Manfaat Praktis ... 12
1.7 Landasan Teori ... 13
x
1.8.1 Jenis Penelitian ... 21
1.8.2 Jenis Pendekatan ... 22
1.8.3 Sumber Bahan Hukum ... 22
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 23
1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum ... 23
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN DAN KEPAILITAN 2.1 Hak Tanggungan ... 25
2.1.1 Pengertian Hak Tanggungan ... 25
2.1.2 Asas-asas Hak Tanggungan ... 26
2.1.3 Objek dan Subjek Hak Tanggungan ... 27
2.2 Kepailitan ... 29
2.2.1 Pengertian Pailit dan Kepailitan ... 29
2.2.2 Syarat-Syarat Permohonan Pailit ... 32
2.2.3 Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan dan Dimohonkan Pailit ... 34
2.2.4Akibat Kepailitan terhadap Perikatan-Perikatan yang Telah Dibuat oleh Debitor dengan Pihak Ketiga Sebelum Pernyataan Pailit Diucapkan ... 37
xi
3.1 Prosedur Terjadinya Penjaminan Hak Tanggungan ... 39
3.2 Akibat Hukum Kreditor Penerima Hak Tanggungan Jika
Debitor Wanprestasi ... 41
3.3 Analisis Kasus Putusan Pengadilan Niaga Surabaya No.06/PLW
/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO.No.20/PAILIT/ 2011/
PN.NIAGA.SBY ... 43
3.3.1 Para Pihak ... 43
3.3.2 Kasus Posisi ... 43
3.4 Status Hukum Objek Hak Tanggungan yang Dijual Kepada
Pihak Ketiga ... 46
BAB IV UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH KREDITOR UNTUK MELAKSANAKAN EKSEKUSI TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN YANG DIJUAL OLEH DEBITOR KEPADA PIHAK KETIGA
4.1 Upaya Litigasi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri
Surabaya ... 53
4.2 Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan ... 56
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 63
5.2 Saran ... 64
xii ABSTRAK
Beberapa peraturan yang dibuat di Indonesia mengatur mengenai kepailitan, namun kenyataanya masih saja terdapat cara yang dilakukan oleh debitor (pailit) untuk menyelamatkan hartanya dari proses kepailitan. Salah satu cara untuk membebaskan harta yang dimilki oleh debitor tersebut adalah dengan cara menjual harta miliknya (dalam hal ini adalah unit satuan rumah susun) yang termasuk di dalam boedel pailit, kepada pihak ketiga dengan pengikatan pada perjanjian PPJB. Perjanjian jual-beli tersebut telah dilakukan dalam waktu 3 tahun sebelum pernyataan pailit diucapkan dengan penuh iktikad baik oleh pihak ketiga. Menurut Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No.06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga .SBY Jo.No.20/Pailit/ 2011 /PN. Niaga.SBY, objek satuan rumah susun yang telah dijual oleh debitor kepada pihak ketiga berdasarkan pertimbangan hukumnya sah menjadi hak milik dari pihak ketiga. Sehingga perbuatan debitor tersebut sangat merugikan kreditor, mengingat satuan rumah susun tersebut masih menjadi jaminan yang dibebani hak tanggungan oleh debitor. Permasalahan dalam skripsi ini adalah adakah perubahan status hukum objek jaminan hak tanggungan yang dijual oleh debitor kepada pihak ketiga. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis adakah perubahan status hukum apabila objek jaminan tersebut penguasannya beralih ke pihak ketiga dan dapat mengetahui upaya yang dapat dilakukan oleh kreditor.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kasus, perundang-undangan, pendekatan analisis konsep hukum.
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah tidak terdapat perubahan status hukum objek hak tanggungan yang dijual kepada pihak ketiga. Objek tersebut tetap pada penguasaan kreditor penerima hak tanggungan. Kreditor dapat melakukan upaya litigasi yaitu berupa upaya kasasi ke Mahkamah Agung dan melaksanakan eksekusi terhadap objek tersebut.
xiii
ABSTRACT
Some rules are made in Indonesia governing bankruptcy, but the fact still there are ways in which the debtor (bankruptcy) to save his property from the bankruptcy process. There is one ne way in order to property owned by the debtor which is a way to sell his property (in this case is a unit of apartment units) are included in the bankrupt estate, to a third party by binding to the PPJB agreement. The buy-sell agreement has been made within 3 years prior to the declaration of bankruptcy spoken with good intention by third party. According to the Surabaya District Court No. 06/Plw/Pailit /2015 /PN.Niaga.SBY Jo.No.20 /Pailit/ 2011 /PN. Niaga.SBY object apartment units that have been sold by the debtor to third party based on legal considerations, legitimately become the property of a third party. Therefore, that is very detrimental actsnfrom debtors to creditors, while the apartment unit is still a guarantee of rights granted by the debtor dependents. The problem in this research is there any change in the legal status of the object guarantees mortgages sold by the debtor to third party. The purpose of this research is to analyze if there any change in the legal status of the security object mastery switch to a third part and in order to get an information according to the remedies that can be done by the creditor.
The method of research will be used in this research is a normative legal research. Problem’s approach that will be used in this study are the case’s approach, the approach of legislation, approach analysis of legal concept.
The conclusion of this research, there is no change in the legal status of the object mortgages sold to third party. The object remains in control of the assignee creditor dependents. Creditors can litigation legal remedy in the form of cassation to the Supreme Court and the execution of the object.
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Berkembangnya era globalisasi di dunia, sangat membawa dampak
terhadap beberapa segi kehidupan di Indonesia baik di bidang sosial, ekonomi,
budaya, dan lain-lain, khususnya di bidang ekonomi. Globalisasi semakin
mendorong daya pikir manusia untuk melakukan suatu usaha ataupun
pengembangan di bidang usaha. Berbagai cara ditempuh oleh pelaku usaha untuk
melakukan pengembangan usahanya agar usahanya tidak tertinggal dari pelaku
usaha yang lain. Hal itu dapat dilakukan dengan cara iklan besar-besaran,
membuka berbagai cabang perusahaan dan juga melakukan utang untuk
mengembangkan usahanya, karena di zaman sekarang untuk melakukan suatu
pengembangan usaha tidak membutuhkan biaya yang ringan sehingga terkadang
membutuhkan permodalan dari pihak ketiga (contohnya antara lain perbankan
atau lembaga keuangan). Belakangan ini hampir tidak ada satu kehidupan
ekonomi yang tidak bersentuhan dengan bank.1 Sektor perkreditan bahkan
merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bisnis. Pada
umumnya bank tidak akan berani memberikan kredit tanpa adanya jaminan. Peran
penting dari jaminan adalah untuk memberikan hak dan kekuasaan kepada bank
selaku kreditor untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan
tersebut. Pemberian pinjaman oleh kreditor kepada debitor didasarkan pada
asumsi bahwa kreditor percaya debitor dapat mengembalikan utang tepat pada
1
Gunarto Suhardi, 2003, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum. Kanisius Yogyakarta, hal.75
2
waktunya. Pelunasan utang oleh debitor kepada kreditor tidak selalu tepat berjalan
lancar, adakalanya debitor tidak membayar utangnya kepada kreditor walaupun
telah jatuh tempo. Hal ini mungkin saja terjadi, karena tidak semua nasabah yang
mendapatkan pinjaman dari bank dapat menggunakan dananya dengan benar dan
berhasil.
Pada dasarnya, meski memiliki resiko, utang/kredit bukanlah hal yang
buruk, selama utang/kredit tersebut dibayar kembali. Prinsip tersebut diatur tegas
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selanjutnya disebut KUH
Perdata, yaitu pasal 1131, yang menyatakan “segala kebendaan si berutang, baik
yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru
akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan”. Dari Pasal 1131 KUH Perdata tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa unsur pengamanan debitor untuk membayar hutang-hutangnya adalah
jaminan. Pada dasarnya, jenis jaminan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
jaminan materiil(kebendaan) dan jaminan inmateriil(perorangan).2 Dalam dunia
perbankan, jaminan kebendaan dianggap paling efektif dan aman karena memiliki
fungsi untuk mengamankan pelunasan kredit apabila debitor cedera janji.3 Salah
satu bentuk jaminan kebendaan yang digunakan oleh dunia perbankan adalah
jaminan hak tanggungan.
Dilihat dari filosofinya jaminan dengan hak tanggungan memang dapat
memberikan peluang bagi debitor untuk memajukan bisnisnya, karena diberikan
kesempatan untuk menerima kredit. Namun timbul permasalahan apabila ternyata
2
Salim H.S, 2011, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 112
3
3
suatu perusahaan dikarenakan satu dan lain hal, tidak mampu membayar kreditnya
yang jatuh tempo, dimana ternyata perusahaan tersebut(debitor) memiliki lebih
dari satu kreditor. Dalam keadaan demikian, akan terjadi tumpang tindih
kepentingan antara para kreditor, karena apabila memperhatikan Pasal 1131 KUH
Perdata, harta kekayaan debitor secara otomatis menjadi jaminan terhadap seluruh
kreditor yang ada. Sehingga untuk menghindari perebutan harta debitor oleh para
kreditor yang akan menagih piutangnya dalam waktu yang bersamaan dan untuk
melaksanakan suatu pembayaran utang oleh debitor kepada kreditor dengan adil
diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang kepailitan yaitu
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang selanjutnya disingkat dengan
UUKPKPU.
Jika ditelusuri sejarah hukum tentang kepailitan, diketahui bahwa hukum
tentang kepailitan sendiri sudah ada sejak zaman Romawi.4 Menurut
Poerwadarminta, “pailit” artinya “bankrut”; dan “bankrut” artinya menderita
kerugian besar hingga jatuh.5 Sebelumnya kepailitan di Indonesia di atur dalam
Failissementsverordening (Peraturan Kepailitan), kemudian untuk menjamin
kepastian hukum yang lebih pasti maka pada tanggal 22 April 1998
dikeluarkanlah Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang kemudian disahkan dengan
Undang-Undang No.1 Tahun 1998. Undang-Undang No.1 Tahun 1998 tersebut
diperbaiki dan diganti dengan Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang
4
Sunarmi,2004, Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan antara Indonesia (Civil Law System) dengan Amerika Serikat (Common Law System), Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. Hlm. 10
5
Ramlan Ginting,1999, Kewenangan Tunggal Bank Indonesia Dalam Kepailitan Bank,
4
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam Pasal 1 butir 1
telah menyatakan bahwa; “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan
debitor pailit yang pengurusan dan pemberesanya dilakukan oleh kurator dibawah
pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur didalam Undang-Undang ini”.
Undang-undang ini semakin menjawab berbagi permasalahan kredit macet yang
ada di Indonesia pada waktu itu. Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan
pembagian antara para kreditor atas kekayaan debitor yang dilakukan oleh
kurator.6 Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah
atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan
sitaan bersama sehingga kekayaan debitor dapat dibagikan kepada semua kreditor
sesuai dengan hak masing-masing. Ketentuan mengenai kepailitan sangat berarti
dalam melindungi kepentingan kreditor secara keseluruhan, dan terutama untuk
menghindari “akal-akalan” debitor yang nakal dengan pihak-pihak tetentu yang
bertujuan untuk merugikan kepentingan kreditor.7
Bagi seorang kreditor yang ingin menagih piutang dari debitor yang sudah
berbelit utang, dapat menggunakan upaya hukum yang disebut permohonan pailit.
Saat ini banyak debitor mulai was-was untuk dipailitkan oleh kreditornya dan
sekarang sudah banyak kasus-kasus kepailitan digelar di Pengadilan Niaga.
Bahkan banyak kreditor menggunakan kebangkrutan ini sebagai ancaman
terhadap debitornya, dalam arti jika utang tidak dibayar, debitor segera
dipailitkan. Menurut ketentuan pasal 21 UUKPKPU, “kepailitan meliputi seluruh
6
Adrian Sutedi, 2009, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor. Hlm 29 7
5
kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala
sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”. Ketentuan Pasal 21 UUKPKPU
tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata. Mengingat ketentuan
diatas, harta debitor bukan saja terbatas kepada harta kekayaan berupa
barang-barang tetap, seperti tanah, tetapi juga barang-barang-barang-barang bergerak, seperti perhiasan,
mobil, mesin-mesin, dan bangunan.8 Termasuk bila didalamnya barang-barang
yang berada di dalam penguasaan orang lain, yang terhadap barang-barang itu
debitor memiliki hak, seperti halnya dengan barang-barang debitor yang dijual
oleh pihak lain secara melawan hukum atau tanpa hak.
Muncul permasalahan bagaimanakah apabila objek yang menjadi jaminan
hak tanggungan telah dijual oleh debitor pailit tanpa sepengetahuan kreditor.
Objek jaminan tersebut telah dijual dan berada dalam penguasaan pihak ketiga
yang terikat dalam perjanjian pengikatan jual-beli yang selanjutnya disebut
dengan PPJB yang telah dilaksanakan 3 tahun sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan. Perjanjian jual-beli diatur dalam Bab ke-5 mulai dari Pasal 1457
sampai dengan Pasal 1540 KUH Perdata. Pasal 1457 KUH Perdata
mendefinisikan perjanjian jual-beli sebagai berikut: “Jual-beli adalah suatu
perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan
suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan”.
Kasus kepailitan ini dapat dilihat dalam perkara Putusan. No.06
/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.SBY jo.No.20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby tanggal 12
8
6
Agustus 2015 oleh Pengadilan Niaga Surabaya, Bahwa antara pihak pelawan Erna
Wahyuningsih, S.H.,M.H selaku advokat yang bertindak untuk dan atas nama
Asrida Anwar, Ir. Andry Halim, Agustina Esther dan pihak Terlawan Heri
Subagyo, S.H. dan Drs. Joko Prabowo, SH.,M.H., selaku kurator PT Dwimas
Andalan Bali yang diangkat melalui Putusan Pailit Pengadilan Niaga Surabaya
No.20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby Tanggal 11 Agustus 2011,
Kasus ini bermula saat PT. Dwimas Andalan Bali selanjutnya disebut PT.
DAB melakukan kerjasama dengan PT. Karsa Industama Mandiri selanjutnya
disebut PT. KIM dan telah terikat dengan perjanjian kerja pemborongan, yang
ditandatangani bersama serta dituangkan ke dalam “Surat Perintah Kerja” No:
085/SPK/BKR-MEP/VIII/2008, tanggal 5 Agustus 2008, yang isinya memberikan
pekerjaan kepada PT. KIM untuk mengerjakan “Mekanikal dan Elektrikal” pada
perusahan milik PT. DAB yang terletak di Jl. Majapahit No. 18, Kuta, Badung,
Bali dengan nilai kontrak sebesar Rp 11.100.000.000 (sebelas milyar seratus juta
rupiah), saat pekerjaan sudah dikerjakan oleh PT. KIM telah mencapai 75%
dibuatkan dan ditandatangani bersama surat perjanjian pengakuan hutang nomor
002/SPPH/KIM/-BKR/III/2009, yang isinya PT. DAB telah mengakui pekerjaan
PT. KIM telah mencapai 75% dan jumlah tagihan yang belum dibayar Rp
5.698.970.000 (lima milyar enam ratus Sembilan puluh delapan juta Sembilan
ratus tujuh puluh ribu rupiah). Selanjutnya PT. DAB dituntut pailit oleh PT. KIM
dan berakibat bahwa seluruh harta kekayaan PT. DAB yang termasuk di dalam
boedel pailit akan disita oleh pihak kurator. Dalam penyitaan tersebut ternyata
7
kepada Bank BNI 46, ini mengakibatkan para pemilik unit satuan rumah susun
yang telah membayar lunas dan terikat pada perjanjian PPJB, mempertanyakan
tentang status kepemilikan mereka, dan dengan adanya putusan pailit No.
20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby tanggal 11 Agustus 2011 bapak Heri Subagyo, S.H.
dan Drs. Joko Prabowo, SH.,M.H., selaku kurator PT. DAB melakukan penyitaan
terhadap harta-harta yang dimiliki oleh debitor pailit. Bahkan unit satuan rumah
susun yang dibeli oleh pihak ketiga melalui perjanjian PPJB ikut disita, ini
dikarenakan sertifikat masih atas nama PT. DAB yang masih menjadi jaminan hak
tanggungan pada Bank BNI 46. Pemohon lalu mengadakan suatu perlawanan dan
menghasilkan putusan No.06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.SBY jo. No.20/Pailit/
2011/PN.Niaga.Sby pada tanggal 12 Agustus 2015, dalam putusan tersebut
majelis hakim mengabulkan gugatan dari para pelawan. Dan mencoret unit satuan
rumah susun milik para pelawan (pihak ketiga) dari boedel pailit PT. DAB,
sehingga ini dapat menyebabkan kerugian terhadap Bank BNI 46 selaku kreditor
pemegang hak tanggungan atas unit satuan rumah susun tersebut.
Dengan demikian, perlu diketahui status benda yang menjadi jaminan hak
tanggungan kepada Bank BNI 46, yang termasuk di dalam harta pailit PT. DAB,
yang penguasaannya telah berpindah ke pihak ketiga melalui perjanjian
pengikatan jual-beli dengan PT. DAB. Untuk kemudian mengetahui
langkah-langkah apa yang dapat dilakukan oleh Bank BNI 46 selaku kreditor untuk
melakukan eksekusi terhadap objek jaminan hak tanggungannya tersebut. Atas
dasar tersebut diatas, maka akan dikaji lebih mendalam lagi dalam bentuk skripsi
8
Tanggungan Dalam Hal Debitor Pailit “Study Kasus Putusan No.06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga. SBY Jo. No.20/Pailit /2011/PN. Niaga.SBY”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah status hukum obyek hak tanggungan Bank BNI 46 selaku
kreditor di dalam kepailitan yang dijual oleh debitor kepada pihak ketiga?
2. Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh kreditor untuk dapat
melaksanakan eksekusi terhadap obyek hak tanggungan yang dijual oleh
debitor kepada pihak ketiga?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari
permasalahan yang dibahas maka perlu terdapat pembatasan dalam ruang lingkup
masalah, adapun pembatasannya adalah sebagai berikut :
1. Pertama akan membahas bagaimana status objek hak tanggungan dalam
kepailitan
2. Kedua akan membahas tentang apa saja upaya yang dapat ditempuh oleh
kreditor untuk melakukan eksekusi terhadap objek hak tanggungan yang telah
dijual oleh debitor pailit kepada pihak ketiga, agar kreditor tidak mengalami
9
1.4 Orisinalitas Penelitian
Penulis menyatakan bahwa Skripsi dengan judul “Hak Eksekusi
Kreditor Separatis Terhadap Objek Hak Tanggungan Dalam Hal Debitor Pailit “Study Kasus Putusan No.06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.SBY Jo. No.20 /Pailit/2011/ PN.Niaga.SBY”, ini merupakan hasil penelitian, pemikiran dan pemaparan asli penulis. Jika terdapat referensi terhadap karya orang lain atau
pihak lain, maka dituliskan sumbernya dengan jelas. Beberapa penelitian dengan
jenis yang sama yang ada dalam internet atau perpustakaan skripsi diantaranya
tentang “Akibat Putusan Pernyataan Pailit Terhadap Kreditor Pemegang Hak
Tanggungan” dan "Perlindungan Hukum Kreditor Selaku Pemegang Jaminan
Fidusia Dalam Kepailitan Atas Harta Kekayaan Debitor yang Telah Dinyatakan
Pailit Berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang". Dari kedua penelitiaan yang telah ada
tersebut terdapat perbedaan dengan penelitian ini karena penelitian ini berfokus
pada penelitian tentang “Hak Eksekusi Kreditor Separatis Terhadap Objek Hak
Tanggungan Dalam Hal Debitor Pailit” Berikut terlampir materi perbedaan
penelitian yang telah ada dengan penelitian ini:
10
Utara) tanggungan dalam system
hukum Indonesia dan
kekayaan debitor yang telah
dinyatakan pailit berdasarkan
UU NO. 37 Tahun 2004 ?
Apakah permasalahan yang
dihadapi oleh kreditor
pemegang jaminan fidusia
bila debitor dinyatakan pailit
11
dalam kepailitan yang dijual
oleh debitor kepada pihak
ketiga?
Bagaimanakah upaya yang
dapat dilakukan oleh kreditor
untuk dapat melaksanakan
eksekusi terhadap obyek hak
tanggungan yang dijual oleh
debitor kepada pihak ketiga?
1.5 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini ada dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.
Adapun tujuan tersebut antara lain:
1.5.1Tujuan umum
1) Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi Fakultas Hukum
Universitas Udayana khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan
mahasiswa.
2) Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah
secara tertulis.
3) Untuk pembulat studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana,
sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum.
12
1) Untuk mengetahui status hukum objek hak tanggungan yang termasuk
di dalam harta pailit, serta mengetahui adakah perubahan status hukum
apabila objek jaminan tersebut penguasannya berlalih ke pihak ketiga.
2) Untuk memperoleh gambaran apakah upaya yang dapat dilakukan oleh
kreditor separatis untuk melakukan eksekusi terhadap objek hak
tanggungan yang dipegangnya, terutama dalam hal obyek tersebut
penguasaannya telah beralih kepada pihak ketiga.
1.6 Manfaat Penulisan
1.6.1 Manfaat teoritis
1)Secara teoritis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan, wawasan mahasiswa dan merupakan kesempatan
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan
kenyataan yang ada di masyarakat.
2)Karya tulis ini merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi
kemampuan para mahasiswa dalam menganalisis serta memecahkan
permasalahan secara ilmiah dalam rangka menerapkan ilmu di bangku
kuliah serta sebagai tambahan bahan bacaan di perpustakaan.
1.6.2 Manfaat praktis
Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dan sumbangan pemikiran khususnya dalam melakukan eksekusi
13
ketiga, agar tidak terdapat lagi cara yang dapat ditempuh oleh debitor untuk
merugikan kreditor.
1.7 Landasan Teoritis
Pada bagian landasan teoritis ini akan dibahas mengenai teori, asas,
definisi mengenai konsep dan pemikiran para sarjana sebagai dasar atau pedoman
dalam mengkaji setiap permasalahan hukum yang akan dibahas dalam
penyusunan karya ilmiah ini. Di dalam penelitian diperlukan adanya kerangka
teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Kerlinger teori adalah suatu
rangkaian konsep, definisi, dan proposisi yang dipresentasikan secara sistematis
dengan menspesifikasikan hubungan antara variable, dengan tujuan menjelaskan
dan memprediksi suatu fenomena.9 Menurut Kaelan M,S landasan teori pada
suatu penelitian merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori
dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi
pelaksanaan penelitian.10 Oleh Sebab itu, kerangka teoritis bagi suatu penelitian
mempunyai kegunaan sebagai berikut:
a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta
yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan system klasifikasi fakta,
membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtiar dari pada hal-hal yang diteliti.
9
Nasution Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hlm. 140
10
14
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksinya fakta mendatang, oleh
karena telah diketahui sebab-sebab terjadinnya fakta tersebut dan mungkin
faktor-faktor tersebut timbul lagi pada masa-masa mendatang.
Adapun teori-teori yang dipergunakan untuk membedah kedua
permasalahan diatas adalah:
1. Teori Perjanjian
Pengertian perjanjian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1313 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih.
Sedangkan pendapat yang dinyatakan oleh Rahman bahwa pengertian
perjanjian adalah suatu hubungan hukum dimana hak dan kewajiban di antara para
pihak tersebut dijamin oleh hukum. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan
antara dua orang yang membuatnya. Bentuk itu berupa suatu rangkaian perkataan
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.11
Pendapat lain dinyatakan oleh Subekti mendefinisikan pengertian
perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.12
Syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang
mengatur adanya empat syarat sahnya perjanjian, sebagai berikut;
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
11
Munir Fuady,2005, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung ,hlm.322
12
15
Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara
satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.13 Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya
unsur pemaksaan kehendak dari salah satu pihak pada pihak lainnya. Dengan
adanya kesepakatan, maka perjanjian tersebut telah ada dan mengikat bagi kedua
belah pihak serta dapat dilaksanakan.
b. Kecakapan bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang dapat
menimbulkan akibat hukum.14 Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan
hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah berumur 21
tahun sesuai dengan pasal 330 KUH Perdata.
c. Suatu pokok persoalan tertentu
Suatu pokok tertentu disebut juga dengan objek perjanjian. Objek
perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang
maupun jasa namun juga dapat berupa tidak berbuat sesuatu. Objek Perjanjian
juga biasa disebut dengan prestasi.
d. Suatu sebab yang tidak terlarang
Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian
tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan
16
Pada sahnya perjanjian terdapat beberapa asas yang menjadi pedoman
dalam suatu pengikatan perjanjian, diantaranya;
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas
kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para
pihak untuk :
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian,
b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang paling penting di dalam
perjanjian karena di dalam asas ini tampak adanya ungkapan hak asasi manusia
dalam membuat suatu perjanjian serta memberi peluang bagi perkembangan
hukum perjanjian.
b. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat dilihat dalam pasal 1320 ayat (1) KUH
Perdata. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat adanya suatu
perjanjian adalah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Asas
konsensualisme mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian pada umumnya
17
belah pihak saja. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan
pernyataan dari kedua belah pihak.
c. Asas mengikatnya suatu perjanjian
Asas ini terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dimana suatu
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
pembuatnya. Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi
kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus
dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya
undang-undang.
d. Asas iktikad baik
Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik seperti yang telah diatur
dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata.
e. Asas Kepribadian
Pada umumnya tidak seorangpun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk
dirinya sendiri. Pengecualiannya terdapat dalam pasal 1317 KUH Perdata tentang
janji untuk pihak ketiga.
2. Teori Kerugian
Teori kedua yang digunakan adalah teori kerugian, bahwa kesepakatan itu
mengikat karena para pihak telah menyatakan dirinya untuk mengandalkan para
pihak yang menerima janji dengan akibat adanya kerugian. Dengan kata lain
pelanggaran kesepakatan akan menimbulkan suatu kerugian bagi kedua belah
18
Kontrak perjanjian yang merupakan persetujuan para pihak melahirkan
hak dan kewajiban yang dipenuhi para pihak yang terikat dalam perjanjian
tersebut. Akibat dari pertukaran hak dan kewajiban tersebut akan menimbulkan
tanggung jawab para pihak. Terkait dengan tanggung jawab tersebut, terdapat
teori tentang tanggung jawab yang berpedoman pada undang-undang yang
berlaku. Dalam hukum internasional, setiap perbuatan yang merugikan pihak
lainnya harus bertanggung jawab dengan cara membayar ganti rugi.15
3. Teori Kepastian Hukum
Teori kepastian yang dimaksud dalam teori ini adalah tentang kepastian
hukum, yang mana artinya adalah setiap perbuatan hukum yang dilakukan
seharusnya menjamin sebuah kepastian hukum.
Teori ini dikemukakan dengan tujuan untuk membahas dan menganalisis
masalah tentang kekaburan norma yang terdapat pada ketentuan Pasal 55
UUKPKPU; “Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan
fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat
mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadinya kepailitan”.
Dimana kata seolah-olah dapat menimbulkan multi tafsir, penuh dengan
ketidak pastian dan pada isi pasal tersebut tidak ditentukan bagaimana halnya jika
penguasaan benda jaminan telah berada pada pihak ketiga. Kepastian yang
dimaksud dalam teori ini adalah kepastian hukum, artinya setiap perbuatan hukum
yang dilakukan harus menjamin kepastian hukumnya.
15
19
Selanjutnya Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah menyatakan bahwa; “Apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan
pailit, pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hal yang
diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini”.
Pada putusan Pengadilan Niaga No.06/Plw/Pailit/2015/ PN.Niaga.SBY jo.
No.20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby telah dikabulkan gugatan dari pihak ketiga
(pelawan) terhadap kurator(terlawan) yang memasukkan sertifikat yang menjadi
hak tanggungan yang di jaminkan oleh PT. DAB kepada Bank BNI 46 kedalam
boedel pailit. Putusan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Niaga Surabaya dan
mencoret unit satuan rumah susun yang statusnya masih menjadi jaminan dari PT.
DAB kepada Bank BNI 46, dengan dalih perbuatan pihak ketiga tidak dapat
dibatalkan dikarenakan dilakukan dengan iktikad baik dan dilakukan pada tahun
2008 lebih dari 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan
sehingga perbuatan pihak ketiga tidak dapat dibatalkan sesuai dengan Pasal 49
ayat 3 UUKPKPU menyatakan; “Hak pihak ketiga atas benda sebagaimana
dimaksud ayat 1 yang diperoleh dengan itikad baik dan tidak dengan cuma-cuma
harus dilindungi”.
Pasal 41 ayat 1
Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan
segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan
kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit
20
Pasal 42
Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tidak wajib dilakukan debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor.
Disini sudah jelas terjadinya kekosongan norma dalam hal kreditor selaku
pemegang hak tanggungan ingin mengeksekusi haknya yang ternyata sudah
berpindah tangan kepada pihak ketiga sebelum 3 tahun putusan pernyataan pailit,
sehingga disini berdampak bahwa kreditor mengalami kerugian karena dalam
putusan tersebut Pengadilan Niaga Surabaya memenangkan gugatan pihak ketiga
dan mencoret harta dari boedel pailit. Dalam terjadinya suatu konflik norma
dalam substansi perundang-undangan maka diperlukan adanya interpretasi atau
penafsiran hukum sebagai salah satu metode penemuan hukum yang memberi
penjelasan yang tidak jelas mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup
kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.
4. Teori tanggung jawab
Berdasarkan teori tanggung-jawab dilihat dari hubungan para pihak dalam
perjanjian, dimana setiap hubungan hukum antara para pihak diawali dengan suatu
perikatan atau perjanjian yang berakibat adanya tanggung-jawab masing-masing
atas perjanjian pembebanan jaminan atas saham apabila debitor wanprestasi.
Debitor dianggap wanprestasi apabila dia tidak melakukan apa yang disanggupi
untuk dilaksanakan sebagai kewajibannya untuk memenuhi prestasinya.
21
melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, atau melakukan sesuatu yang
menurut kontrak perjanjian tidak boleh dilakukan. Dalam hubungan hukum para
pihak akan menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak dan juga
timbul tanggung jawab masing-masing.
Pada umumnya setiap orang harus bertanggung jawab atas perbuatannya,
dengan demikian bertanggung jawab dalam pengertian hukum, berarti adanya
keterikatan, ini berarti tanggung jawab hukum dimaksudkan sebagai keterikatan
terhadap ketentuan-ketentuan hukum, dalam hal ini keterikatan antara pihak
debitor dengan bank sebagai kreditor.
1.8Metode Penelitian
1.8.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum
normatif. Dipilihnya jenis penelitian hukum normatif karena penelitian ini
menguraikan permasalah-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas
dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum,16 yaitu dengan
mengkaji putusan pengadilan niaga surabaya, peraturan perundang-undangan
yang berlaku seperti : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4
16
22
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah.
1.8.2 Jenis pendekatan
Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan kasus, pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan analisis konsep hukum yang digunakan karena yang akan diteliti
adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam
penelitian ini,17 khususnya objek yang dibebani hak tanggungan dijual oleh debitor
dalam pailit sehingga perbuatan tersebut dapat merugikan kreditor.
1.8.3 Sumber bahan hukum
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari :
1. Sumber bahan hukum primer
Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang bersifat
mengikat yakni berupa norma, dalam penulisan skripsi ini bahan hukum primer
diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti: KUH Perdata,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Putusan Pengadilan Niaga Surabaya
No. 06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.SBY Jo. No.20/Pailit /2011/PN. Niaga.SBY.
2. Sumber bahan hukum sekunder
17
23
Sumber bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang
digunakan adalah literatur-literatur yang relevan dengan permasalahan yang
dibahas, baik literatur-literatur hukum (buku-buku hukum (textbook)) yang ditulis
para ahli yang berpengaruh (de hersender leer), pendapat para sarjana, maupun
literatur non hukum dan artikel atau berita yang diperoleh via internet.
3. Sumber bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus besar
bahasa Indonesia, Black Law`s Dictionary, dan Kamus Bahasa Inggris.
1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah mengadakan studi pencatatan dokumen
yang berkaitan dengan permasalahan dan bahan hukum dengan
menginterpretasikan dengan menafsirkan dan mengkaji peraturan
perundang-undangan kemudian dituangkan dalam karya ilmiah dengan mengkaitkan
permasalahan yang dibahas.
1.8.5 Teknik analisis bahan hukum
Setelah bahan hukum terkumpul, maka bahan hukum tersebut diolah dan
dianalisis dengan mempergunakan teknik evaluasi yang artinya penilaian berupa
tepat atau tidak tepat, setujuatau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah
oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan, rumusan norma,
24
sekunder. Setelah melalui proses pengolahan dan analisis, kemudian bahan hukum
tersebut disajikan secara deskriptif analisis. Deskriptif artinya adalah pemaparan
hasil penelitian secara sistematis dan menyeluruh menyangkut fakta yang
berhubungan dengan permasalahan penelitian. Sedangkan analisis artinya fakta
yang berhubungan penelitian dianalisis secara cermat, sehingga kemudian
25
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN DAN KEPAILITAN
1.1Hak Tanggungan
1.1.1 Pengertian Hak Tanggungan
Undang-Undang Pokok Agraria menamakan lembaga hak jaminan atas
tanah dengan sebutan “Hak Tanggungan” yang kemudian menjadi judul Undang
-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta
Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah selanjutnya disingkat (UUHT).
Menurut Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Pasal 1
butir 1 dinyatakan bahwa;
Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya.
Hak tanggungan merupakan implementasi dari amanat pada Pasal 51
Undang-Undang Pokok Agraria sebagai upaya untuk dapat menampung serta
sekaligus mengamankan kegiatan perkreditan dalam upaya memenuhi kebutuhan
tersedianya dana untuk menunjang kegiatan pembangunan.18 Sebagai bagian dari
hak jaminan, Hak Tanggungan memberikan kedudukan diutamakan kepada
18
Maria. S.W Sumardjono, 1996, Prinsip Dasar dan Beberapa Isu Di Seputar Undang-Undang Hak Tanggungan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.67
26
kreditor tertentu terhadap kreditor lainnya, Hak Tanggungan mempunyai
beberapa ciri-ciri pokok yaitu :
a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada
pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference. Keistimewaan ini
ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat 1 UUHT. Apabila debitor
cedera janji, Kreditor pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek
yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan yang
berlaku dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut,
dengan hak mendahului daripada kreditor-kreditor lain yang bukan pemegang
hak tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah. Hak yang istimewa ini
tidak dipunyai oleh kreditor yang bukan pemegang hak tanggungan.
b. Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda itu berada
atau disebut dengan droit de suite. Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 7
UUHT. Biarpun objek hak tanggungan sudah dipindahkan haknya kepada
pihak lain, kreditor pemegang hak tanggungan tetap masih berhak untuk
menjualnya melalui pelelangan umum jika debitor cedera janji.
c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga
dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan.
d. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Dalam UUHT memberikan
kemudahan dan kepastian hukum bagi pihak kreditor dalam pelaksanaan
eksekusi.
27
Di dalam UUHT dikenal beberapa asas hak tanggungan, diantaranya;
a. Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang hak
tanggungan;
b. Tidak dapat dibagi-bagi;
c. Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada;
d. Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah tersebut;
e. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan
ada dikemudian hari, dengan syarat diperjanjikan secara tegas;
f. Sifat perjanjiannya adalah tambahan accesoir;
g. Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru yang akan ada;
h. Dapat menjamin lebih dari satu utang; mengikuti objek dalam tangan siapapun
objek itu berada;
i. Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan;
j. Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu;
k. Wajib didaftarkan;
l. Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti;
m. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu;
n. Objek tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang hak
tanggungan bila pemberi hak tanggungan cidera janji.19
2.1.3 Objek dan Subjek Hak Tanggungan
19
28
Pada dasarnya tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan jaminan utang,
tetapi hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang
b. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum karena harus memenuhi syarat
publisitas
c. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan karena apabila debitor cedera janji
benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual dimuka umum
d. Memerlukan penunjukan dengan undang-undang.
Dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT telah ditunjuk secara tegas
hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang. Ada lima jenis hak atas tanah
yang dapat dijaminkan hak tanggungan yaitu :
a.Hak milik
b.Hak guna usaha
c.Hak guna bangunan
d.Hak pakai, baik hak milik maupun ha katas Negara
e.Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau
akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan hak
milik pemegang hak atas yang pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan di
dalam akta pemberian hak tanah yang bersangkutan.
Subjek hukum yang terdapat dalam penjaminan hak tanggungan adalah
sebagai berikut;
29
Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hukum, yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak
tanggungan.
b.Pemegang hak tanggungan
Pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang
Pemberi hak tanggungan sering disebut dengan istilah debitor, yaitu orang
yang meminjam uang di lembaga perbankan, sedangkan penerima hak tanggungan
disebut dengan istilah kreditor, yaitu orang atau badan hukum yang berkedudukan
sebagai pihak berpiutang.
2.2Kepailitan
2.2.1 Pengertian Pailit dan Kepailitan
Jika ditelusuri, dapat diketahui bahwa hukum tentang kepailitan itu sendiri
sudah ada sejak jaman Romawi.20
Secara gramatikal, Kepailitan berasal dari kata
pailit yang yang jika ditelusuri pada seluruh ketentuan pengaturan dalam
undang-undang, tidak ada yang secara khusus membahas tentang definisi pailit. Menurut
Black`s Law Dictionary, definisi pailit atau bangkrupt adalah
“ The state or condition of person (individual, partnership, corporation, munichipalty) who is unable to pay its debt as they are, or become due”.
The term includes person against whom an involuntary petition has benn filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a
bankrupt.”21
20
Sunarmi, 2004,Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan antara Indonesia dengan Amerika Serikat, Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Hlm. 10
21
30
Definisi diatas menunjukkan bahwa pailit dihubungkan dengan
ketidakmampuan untuk membayar dari seseorang (debitor) atas utang-utangnya
yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu
tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang diajukan secara sukarela maupun
atas permintaan pihak ketiga. Charles Himawan dan Mochtar Kusumaatmaja
mengatakan bahwa; “A Debtor may be declared bankrupt if he has stopped
paying his debts, eventhough he is not insolvent, so long as he owe more than one
debt. Summary evidence that the debtor has stopped paying his debts is sufficient
for an adjudication of bankruptcy”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa,
walaupun debitor belum pailit, asalkan debitor memiliki lebih dari satu utang,
debitor sudah dapat diputus pailit.
Menurut Poerwadinata, pailit artinya bangkrut; dan bankrupt artinya
menderita kerugian besar hingga jatuh (Perusahaan, toko, dan sebagainya).22
Menurut John M. Echols dan Hassan Shadily, bankrupt artinya bangkrut, pailit
dan bankruptcy artinya kebangkrutan, dan menurut Siti Soemarti Hartono pailit
adalah berhenti melakukan pembayaran. Dalam Pasal 1 butir 1 UUKPKPU
mengatur bahwa: Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor bailit
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah
pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”.
UUKPKPU diperlukan untuk:
1. Menghindarkan pertentangan apabila ada beberapa kreditor pada waktu yang
sama meminta pembayaran piutangnya dari debitor;
22
31
2. Untuk menghindari adanya kreditor yang ingin mendapatkan hak istimewa,
yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor atau
menguasai sendiri secara tanpa memperhatikan lagi kepentingan debitor atau
kreditor lainnya;
3. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh
debitor sendiri, misalnya saja debitor berusaha untuk memberi keuntungan
kepada seorang atau beberapa kreditor tertentu, yang merugikan kreditor
lainnya, atau debitor melakukan perbuatan curang dengan melarikan atau
menghilangkan semua harta kekayaan debitor yang bertujuan melepaskan
tanggung jawabnya terhadap para kreditor;
4. Meningkatkan upaya pengembalian kekayaan, semua kekayaan debitor harus
ditampung dalam suatu kumpulan dana yang sama disebut harta kepailitan
yang disediakan untuk pembayaran tuntutan kreditor. Kepailitan menyediakan
suatu forum untuk likuidasi secara kolektif atas aset debitor;
5. Memberikan perlakuan baik yang seimbang dan yang dapat diperkirakan
sebelummnya kepada para kreditor, pada dasarnya para kreditor dibayar secara
pari passu; mereka menerima suatu pembagian secara pro rata parte dari
kumpulan dana tersebut sesuai dengan besarnya tuntutan masing-masing.
Prosedur dan peraturan dasar dalam hubungan ini harus dapat memberikan
suatu kepastian dan keterbukaan. Kreditor harus mengetahui sebelumnya
mengenai kedudukan hukumnya;
6. Memberikan kesempatan yang praktis untuk reorganisasi perusahaan yang
32
kebutuhan sosial dilayani dengan lebih baik dengan mempertahankan debitor
dalam kegiatan usahannya.
Berdasarkan paparan tujuan diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum
kepailitan diperlukan untuk mewujudkan dan mengejawantahkan Pasal 1131 dan
Pasal 1132 KUH Perdata. Oleh karena itu, untuk mengeksekusi dan membagi
harta debitor atas pelunasan untangnya kepada kreditor-kreditor secara adil dan
seimbang berdasarkan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, diperlukan
pranata hukum tersendiri, yaitu hukum kepailitan.
2.2.2 Syarat-Syarat Permohonan Pernyataan Pailit
Dari ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU dapat disimpulkan bahwa
permohonan pernyataan pailit hanya dapat dilakukan apabila memenuhi syarat
syarat sebagai berikut:
1. Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor
Pengertian dari syarat ini adalah dengan adanya kepailitan diharapkan
pelunasan utang-utang debitor kepada kreditor-kreditor dapat dilakukan secara
seimbang dan adil. Setiap kreditor mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan
pelunasan dari harta kekayaan debitor secara pro rata dan pari passu.23
Secara umum, ada 3(tiga) macam kreditor yang dikenal dalam KUH Perdata yaitu
sebagai berikut:
a. Kreditor konkuren
23
33
Kreditor konkuren ini diatur dalam pasal 1132 KUH Perdata. Kreditor
konkuren adalah para kreditor dengan hak pari passu dan pro rata, artinya para
kreditor secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa ada yang
didahulukan) yang dihitung berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing
dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan, terhadap seluruh harta
kekayaan debitor tersebut. Dengan demikian, para kreditor konkuren mempunyai
kedudukan yang sama atas pelunasan utang dari harta debitor tanpa ada yang
didahulukan.
b. Kreditor preferen (yang diistimewakan),
Kreditor yang oleh undang-undang, semata-mata karena sifat piutangnya,
mendapatkan pelunasan terlebih dahulu. Kreditor preferen merupakan kreditor
yang mempunyai hak istimewa, yaitu suatu hak yang oleh undang-undang
diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada
orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.24
c. Kreditor separatis
Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan inrem, yang dalam KUH
Perdata disebut dengan nama gadai dan hipotek.25
2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada kreditor
Menurut ketentuan dari Pasal 1 butir 6 UUKPKPU utang adalah kewajiban
yang dinyatakan, atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan
timbul di kemudian hari, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan
24
Ibid
25Ibid.
34
yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada
kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. Dari definisi
utang yang diberikan oleh UUKPKPU, jelaslah bahwa definisi utang harus
ditafsirkan secara luas, tidak hanya meliputi utang yang timbul dari perjanjian
utang-piutang atau perjanjian pinjam-meminjam, tetapi juga utang yang timbul
karena undang-undang atau perjanjian yang dapat dinilai dengan sejumlah uang.26
3. Utang yang tidak dibayar itu telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan satu atau
lebih kreditornya.
Syarat bahwa utang harus telah jatuh waktu dan dapat ditagih
menunjukkan bahwa kreditor sudah mempunyai hak untuk menuntut debitor
untuk memenuhi prestasinya. Syarat ini menunjukkan bahwa utang harus lahir
dari perikatan sempurna(adanya schuld dan haftung).27 Dengan demikian, jelas
bahwa utang yang lahir dari perikatan alamiah (adanya schuld tanpa haftung)
tidak dapat dimajukan untuk permohonan pernyataan pailit.
2.2.3 Pihak yang Dapat Mengajukan dan Dimohonkan Pailit
Sesuai dengan Ketentuan Pasal 2 UUKPKPU, pihak yang dapat mengajukan
35
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU, Undang-Undang
memungkinkan seorang debitor untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit
atas dirinya sendiri.
b. Seorang kreditor atau lebih
Sesuai dengan penjelasan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU, kreditor yang dapat
mengajukan permohonan pailit terhadap debitornya adalah kreditor konkuren,
kreditor preferen, ataupun kreditor separatis.
c. Kejaksaan
Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 2 UUKPKPU, permohonan pailit terhadap
debitor juga dapat diajukan oleh kejaksaan demi kepentingan umum. Pengertian
kepentingan umum itu sendiri adalah kepentingan Bangsa dan Negara dan/atau
kepentingan masyarakat luas.
d. Bank Indonesia
Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat 3 UUKPKPU, permohonan pailit
terhadap bank hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia berdasarkan penilaian
kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan.
e. Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam
Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 4 UUKPKPU, permohonan pernyataan
pailit terhadap perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, hanya dapat diajukan oleh Bapepam.
f. Menteri Keuangan
Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 5 UUKPKPU, permohonan pernyataan
36
BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik hanya dapat diajukan oleh
Menteri Keuangan, dengan maksud untuk membangun tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap usaha-usaha tersebut.
Selain pihak yang dapat mengajukan pailit, terdapat juga beberapa pihak yang
dapat dimohonkan pailit. Pihak yang dapat dinyatakan pailit adalah
a. Orang Perorangan
Baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menikah maupun belum
menikah. Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor
perorangan yang telah menikah, maka permohonan tersebut hanya dapat diajukan
atas persetujuan suami atau istrinya, kecuali antara suami-istri tersebut tidak ada
pencampuran harta.
b. Perserikatan-perserikatan dan perkumpulan-perkumpulan tidak berbadan
hukum lainnya
Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu “firma” harus memuat nama
dan tempat kediaman masing-masing persero yang secara tanggung renteng terikat
untuk seluruh utang firma.
c. Persero-perseroan, perkumpulan-perkumpulan, koperasi maupun yayasan yang
berbadan hukum
Dalam hal ini berlakulah ketentuan mengenai kewenangan masing-masing
badan hukum sebagaimana diatur dalam anggaran dasarnya.
d. Harta peninggalan.28
28
37
2.2.4 Akibat Kepailitan terhadap Perikatan-Perikatan yang Telah Dibuat oleh Debitor dengan Pihak Ketiga Sebelum Pernyataan Pailit Diucapkan
Kepailitan mengakibatkan debitor yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan
Niaga kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta
kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit. Pembekuan hak perdata ini
diberlakukan oleh Pasal 22 UUKPKPU terhitung sejak saat keputusan pernyataan
pailit diucapkan, sehingga mengakibatkan perikatan-perikatan yang sedang
berlangsung, dimana terdapat satu atau lebih kewajiban yang belum dilaksanakan
oleh debitor pailit, sedangkan putusan pernyataan pailit telah diucapkan, maka
demi hukum perikatan tersebut menjadi batal, kecuali jika menurut pertimbangan
kurator masih dapat dipernuhi dari harta pailit. Dan para kreditor tersebut secara
bersama-sama menjadi kreditor konkuren atas harta pailit.
Setiap dan seluruh perikatan antara debitor yang dinyatakan pailit dengan
pihak ketiga yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat
dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan
keuntungan bagi harta kekayaan itu. Oleh karena itu gugatan-gugatan yang
diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit,
selama dalam kepailitan, yang secara langsung diajukan kepada debitor pailit,
hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan.
Untuk dapat membatalkan suatu perbuatan hukum yang telah dilakukan
oleh debitor pailit dengan pihak ketiga sebelum pernyataan pailit diucapkan, yang
38
perbuatan hukum tersebut hanya dimungkinkan jika dapat dibuktikan pada saat
perbuatan hukum yang merugikan tersebut dilakukan debitor dan pihak dengan
siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan hukum
tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor, kecuali perbuatan tersebut
adalah suatu perbuatan hukum yang wajib dilakukan berdasarkan perjanjian
dan/atau undang-undang.
Ini berarti bahwa hanya perbuatan hukum yang tidak wajib dilakukan yang
dapat dibatalkan. Selanjutnya untuk menciptakan kepastian hukum bagi
pihak-pihak yang berkepentingan tidak hanya kreditor, melainkan juga pihak-pihak penerima
kebendaan yang diberikan oleh debitor, Pasal 42 UUKPKPU menyatakan bahwa:
Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 2.
Dari pernyataan pasal tersebut jelas terdapat jangka waktu yang dapat
mengakibatkan gugurnya suatu perikatan dikarenakan debitor dan pihak ketiga
wajib mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi
kreditor. Ketentuan tersebut sangat berarti dalam melindungi kepentingan kreditor
secara keseluruhan, dan terutama untuk menghindari akal-akalan debitor nakal
dengan pihak-pihak tertentu yang bertujuan untuk merugikan kepentingan