• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAK EKSEKUSI KREDITOR SEPARATIS TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITOR PAILIT (STUDY KASUS PUTUSAN NO.06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO. NO.20/PAILIT/2011/PN.NIAGA.SBY).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HAK EKSEKUSI KREDITOR SEPARATIS TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITOR PAILIT (STUDY KASUS PUTUSAN NO.06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO. NO.20/PAILIT/2011/PN.NIAGA.SBY)."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

HAK EKSEKUSI KREDITOR SEPARATIS

TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM

HAL DEBITOR PAILIT

(STUDY KASUS PUTUSAN

NO.06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO.

NO.20/PAILIT/2011/PN.NIAGA.SBY)

GEDE ADI NUGRAHA NIM. 1203005067

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

i

SKRIPSI

HAK EKSEKUSI KREDITOR SEPARATIS

TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM

HAL DEBITOR PAILIT

(STUDY KASUS PUTUSAN

NO.06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO.

NO.20/PAILIT/2011/PN.NIAGA.SBY)

GEDE ADI NUGRAHA NIM. 1203005067

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

ii

HAK EKSEKUSI KREDITOR SEPARATIS

TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM

HAL DEBITOR PAILIT

(STUDY KASUS PUTUSAN

NO. 06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO.

NO. 20/PAILIT/2011/PN.NIAGA.SBY)

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

GEDE ADI NUGRAHA NIM. 1203005067

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)
(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan rahmat Nyalah sehingga penelitian yang berjudul “HAK EKSEKUSI

KREDITOR SEPARATIS TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITOR PAILIT (STUDY KASUS PUTUSAN NO.06/PLW/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO. NO.20/PAILIT/2011/PN. NIAGA.SBY)” dapat penulis selesaikan pada waktunya, Penulisan skripsi ini merupakan persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa penulisan skripsi

ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan waktu, kemampuan, dan

pengetahuan yang dimiliki penulis, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik

dan saran yang membangun dari berbagai pihak.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan yang

begitu besar dari banyak pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih

yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak I Ketut Sudiarta, S.H.,M.H, Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

3. Bapak I Wayan Bela Siki layang, S.H.,M.H, Pembantu Dekan II Fakultas

(7)

vi

4. Bapak I Wayan Suardana, S.H.,M.H, Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H.,M.H, Ketua Bagian Hukum Bisnis

Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah menyetujui skripsi saya

ini.

6. Bapak Dr. I Made Udiana, S.H.,M.H Dosen Pembimbing I atas segala

bantuan beliau dalam mengarahkan, membimbing dan memberi petunjuk

kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

7. Ibu Ida Ayu Sukihana, S.H.,M.H, Dosen Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bantuan dalam mengarahkan, membimbing dan memberi

petunjuk sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Bapak I Ketut Keneng, S.H.,M.H, Dosen Pembimbing Akademik yang

telah memberikan waktu dan penuh tanggung jawab membimbing penulis

dalam menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

9. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang

telah membimbing, mendidik, dan membekali ilmu pengetahuan yang

berguna bagi saya.

10.Bapak Kepala Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Udayana beserta

segenap jajarannya, yang telah membantu dalam mengurus segala

keperluan administrasi selama saya kuliah.

11.Kedua orang tua penulis, I Gede Tirtha,S.H dan Putu Susilawati,S.E dan

(8)

vii

memberikan dorongan, mendidik dan memberi arahan serta semangat yang

tidak henti-hentinya dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Udayana, Aris, Balon,

Satria, Paramartha, Dewi, Anggik, Alex, Fatma, Mita, Sintha dan

teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuan dan semangat kepada penulis.

13.Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan

skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa membalas

segala kebaikan dan ketulusan hati semua pihak yang telah membantu

dalam penulisan skripsi ini.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

mengingat keterbatasan kemampuan yang saya miliki, untuk itu saya

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga tulisan

ini sempurna dan bermanfaat.

Denpasar, 26 – 02 – 2016

(9)
(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 8

1.3Ruang Lingkup ... 8

1.4Orisinalitas Penelitian ... 9

1.5Tujuan Penulisan ... 11

1.5.1 Tujuan Umum ... 11

1.5.2 Tujuan Khusus ... 12

1.6 Manfaat Penulisan ... 12

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 12

1.6.2 Manfaat Praktis ... 12

1.7 Landasan Teori ... 13

(11)

x

1.8.1 Jenis Penelitian ... 21

1.8.2 Jenis Pendekatan ... 22

1.8.3 Sumber Bahan Hukum ... 22

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 23

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum ... 23

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN DAN KEPAILITAN 2.1 Hak Tanggungan ... 25

2.1.1 Pengertian Hak Tanggungan ... 25

2.1.2 Asas-asas Hak Tanggungan ... 26

2.1.3 Objek dan Subjek Hak Tanggungan ... 27

2.2 Kepailitan ... 29

2.2.1 Pengertian Pailit dan Kepailitan ... 29

2.2.2 Syarat-Syarat Permohonan Pailit ... 32

2.2.3 Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan dan Dimohonkan Pailit ... 34

2.2.4Akibat Kepailitan terhadap Perikatan-Perikatan yang Telah Dibuat oleh Debitor dengan Pihak Ketiga Sebelum Pernyataan Pailit Diucapkan ... 37

(12)

xi

3.1 Prosedur Terjadinya Penjaminan Hak Tanggungan ... 39

3.2 Akibat Hukum Kreditor Penerima Hak Tanggungan Jika

Debitor Wanprestasi ... 41

3.3 Analisis Kasus Putusan Pengadilan Niaga Surabaya No.06/PLW

/PAILIT/2015/PN.NIAGA.SBY JO.No.20/PAILIT/ 2011/

PN.NIAGA.SBY ... 43

3.3.1 Para Pihak ... 43

3.3.2 Kasus Posisi ... 43

3.4 Status Hukum Objek Hak Tanggungan yang Dijual Kepada

Pihak Ketiga ... 46

BAB IV UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH KREDITOR UNTUK MELAKSANAKAN EKSEKUSI TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN YANG DIJUAL OLEH DEBITOR KEPADA PIHAK KETIGA

4.1 Upaya Litigasi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri

Surabaya ... 53

4.2 Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan ... 56

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 64

(13)

xii ABSTRAK

Beberapa peraturan yang dibuat di Indonesia mengatur mengenai kepailitan, namun kenyataanya masih saja terdapat cara yang dilakukan oleh debitor (pailit) untuk menyelamatkan hartanya dari proses kepailitan. Salah satu cara untuk membebaskan harta yang dimilki oleh debitor tersebut adalah dengan cara menjual harta miliknya (dalam hal ini adalah unit satuan rumah susun) yang termasuk di dalam boedel pailit, kepada pihak ketiga dengan pengikatan pada perjanjian PPJB. Perjanjian jual-beli tersebut telah dilakukan dalam waktu 3 tahun sebelum pernyataan pailit diucapkan dengan penuh iktikad baik oleh pihak ketiga. Menurut Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No.06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga .SBY Jo.No.20/Pailit/ 2011 /PN. Niaga.SBY, objek satuan rumah susun yang telah dijual oleh debitor kepada pihak ketiga berdasarkan pertimbangan hukumnya sah menjadi hak milik dari pihak ketiga. Sehingga perbuatan debitor tersebut sangat merugikan kreditor, mengingat satuan rumah susun tersebut masih menjadi jaminan yang dibebani hak tanggungan oleh debitor. Permasalahan dalam skripsi ini adalah adakah perubahan status hukum objek jaminan hak tanggungan yang dijual oleh debitor kepada pihak ketiga. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis adakah perubahan status hukum apabila objek jaminan tersebut penguasannya beralih ke pihak ketiga dan dapat mengetahui upaya yang dapat dilakukan oleh kreditor.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kasus, perundang-undangan, pendekatan analisis konsep hukum.

Kesimpulan dalam skripsi ini adalah tidak terdapat perubahan status hukum objek hak tanggungan yang dijual kepada pihak ketiga. Objek tersebut tetap pada penguasaan kreditor penerima hak tanggungan. Kreditor dapat melakukan upaya litigasi yaitu berupa upaya kasasi ke Mahkamah Agung dan melaksanakan eksekusi terhadap objek tersebut.

(14)

xiii

ABSTRACT

Some rules are made in Indonesia governing bankruptcy, but the fact still there are ways in which the debtor (bankruptcy) to save his property from the bankruptcy process. There is one ne way in order to property owned by the debtor which is a way to sell his property (in this case is a unit of apartment units) are included in the bankrupt estate, to a third party by binding to the PPJB agreement. The buy-sell agreement has been made within 3 years prior to the declaration of bankruptcy spoken with good intention by third party. According to the Surabaya District Court No. 06/Plw/Pailit /2015 /PN.Niaga.SBY Jo.No.20 /Pailit/ 2011 /PN. Niaga.SBY object apartment units that have been sold by the debtor to third party based on legal considerations, legitimately become the property of a third party. Therefore, that is very detrimental actsnfrom debtors to creditors, while the apartment unit is still a guarantee of rights granted by the debtor dependents. The problem in this research is there any change in the legal status of the object guarantees mortgages sold by the debtor to third party. The purpose of this research is to analyze if there any change in the legal status of the security object mastery switch to a third part and in order to get an information according to the remedies that can be done by the creditor.

The method of research will be used in this research is a normative legal research. Problem’s approach that will be used in this study are the case’s approach, the approach of legislation, approach analysis of legal concept.

The conclusion of this research, there is no change in the legal status of the object mortgages sold to third party. The object remains in control of the assignee creditor dependents. Creditors can litigation legal remedy in the form of cassation to the Supreme Court and the execution of the object.

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Berkembangnya era globalisasi di dunia, sangat membawa dampak

terhadap beberapa segi kehidupan di Indonesia baik di bidang sosial, ekonomi,

budaya, dan lain-lain, khususnya di bidang ekonomi. Globalisasi semakin

mendorong daya pikir manusia untuk melakukan suatu usaha ataupun

pengembangan di bidang usaha. Berbagai cara ditempuh oleh pelaku usaha untuk

melakukan pengembangan usahanya agar usahanya tidak tertinggal dari pelaku

usaha yang lain. Hal itu dapat dilakukan dengan cara iklan besar-besaran,

membuka berbagai cabang perusahaan dan juga melakukan utang untuk

mengembangkan usahanya, karena di zaman sekarang untuk melakukan suatu

pengembangan usaha tidak membutuhkan biaya yang ringan sehingga terkadang

membutuhkan permodalan dari pihak ketiga (contohnya antara lain perbankan

atau lembaga keuangan). Belakangan ini hampir tidak ada satu kehidupan

ekonomi yang tidak bersentuhan dengan bank.1 Sektor perkreditan bahkan

merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bisnis. Pada

umumnya bank tidak akan berani memberikan kredit tanpa adanya jaminan. Peran

penting dari jaminan adalah untuk memberikan hak dan kekuasaan kepada bank

selaku kreditor untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan

tersebut. Pemberian pinjaman oleh kreditor kepada debitor didasarkan pada

asumsi bahwa kreditor percaya debitor dapat mengembalikan utang tepat pada

1

Gunarto Suhardi, 2003, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum. Kanisius Yogyakarta, hal.75

(16)

2

waktunya. Pelunasan utang oleh debitor kepada kreditor tidak selalu tepat berjalan

lancar, adakalanya debitor tidak membayar utangnya kepada kreditor walaupun

telah jatuh tempo. Hal ini mungkin saja terjadi, karena tidak semua nasabah yang

mendapatkan pinjaman dari bank dapat menggunakan dananya dengan benar dan

berhasil.

Pada dasarnya, meski memiliki resiko, utang/kredit bukanlah hal yang

buruk, selama utang/kredit tersebut dibayar kembali. Prinsip tersebut diatur tegas

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selanjutnya disebut KUH

Perdata, yaitu pasal 1131, yang menyatakan “segala kebendaan si berutang, baik

yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru

akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan

perseorangan”. Dari Pasal 1131 KUH Perdata tersebut, dapat ditarik kesimpulan

bahwa unsur pengamanan debitor untuk membayar hutang-hutangnya adalah

jaminan. Pada dasarnya, jenis jaminan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

jaminan materiil(kebendaan) dan jaminan inmateriil(perorangan).2 Dalam dunia

perbankan, jaminan kebendaan dianggap paling efektif dan aman karena memiliki

fungsi untuk mengamankan pelunasan kredit apabila debitor cedera janji.3 Salah

satu bentuk jaminan kebendaan yang digunakan oleh dunia perbankan adalah

jaminan hak tanggungan.

Dilihat dari filosofinya jaminan dengan hak tanggungan memang dapat

memberikan peluang bagi debitor untuk memajukan bisnisnya, karena diberikan

kesempatan untuk menerima kredit. Namun timbul permasalahan apabila ternyata

2

Salim H.S, 2011, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 112

3

(17)

3

suatu perusahaan dikarenakan satu dan lain hal, tidak mampu membayar kreditnya

yang jatuh tempo, dimana ternyata perusahaan tersebut(debitor) memiliki lebih

dari satu kreditor. Dalam keadaan demikian, akan terjadi tumpang tindih

kepentingan antara para kreditor, karena apabila memperhatikan Pasal 1131 KUH

Perdata, harta kekayaan debitor secara otomatis menjadi jaminan terhadap seluruh

kreditor yang ada. Sehingga untuk menghindari perebutan harta debitor oleh para

kreditor yang akan menagih piutangnya dalam waktu yang bersamaan dan untuk

melaksanakan suatu pembayaran utang oleh debitor kepada kreditor dengan adil

diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang kepailitan yaitu

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang selanjutnya disingkat dengan

UUKPKPU.

Jika ditelusuri sejarah hukum tentang kepailitan, diketahui bahwa hukum

tentang kepailitan sendiri sudah ada sejak zaman Romawi.4 Menurut

Poerwadarminta, “pailit” artinya “bankrut”; dan “bankrut” artinya menderita

kerugian besar hingga jatuh.5 Sebelumnya kepailitan di Indonesia di atur dalam

Failissementsverordening (Peraturan Kepailitan), kemudian untuk menjamin

kepastian hukum yang lebih pasti maka pada tanggal 22 April 1998

dikeluarkanlah Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang kemudian disahkan dengan

Undang-Undang No.1 Tahun 1998. Undang-Undang No.1 Tahun 1998 tersebut

diperbaiki dan diganti dengan Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang

4

Sunarmi,2004, Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan antara Indonesia (Civil Law System) dengan Amerika Serikat (Common Law System), Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. Hlm. 10

5

Ramlan Ginting,1999, Kewenangan Tunggal Bank Indonesia Dalam Kepailitan Bank,

(18)

4

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam Pasal 1 butir 1

telah menyatakan bahwa; “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan

debitor pailit yang pengurusan dan pemberesanya dilakukan oleh kurator dibawah

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur didalam Undang-Undang ini”.

Undang-undang ini semakin menjawab berbagi permasalahan kredit macet yang

ada di Indonesia pada waktu itu. Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan

pembagian antara para kreditor atas kekayaan debitor yang dilakukan oleh

kurator.6 Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah

atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan

sitaan bersama sehingga kekayaan debitor dapat dibagikan kepada semua kreditor

sesuai dengan hak masing-masing. Ketentuan mengenai kepailitan sangat berarti

dalam melindungi kepentingan kreditor secara keseluruhan, dan terutama untuk

menghindari “akal-akalan” debitor yang nakal dengan pihak-pihak tetentu yang

bertujuan untuk merugikan kepentingan kreditor.7

Bagi seorang kreditor yang ingin menagih piutang dari debitor yang sudah

berbelit utang, dapat menggunakan upaya hukum yang disebut permohonan pailit.

Saat ini banyak debitor mulai was-was untuk dipailitkan oleh kreditornya dan

sekarang sudah banyak kasus-kasus kepailitan digelar di Pengadilan Niaga.

Bahkan banyak kreditor menggunakan kebangkrutan ini sebagai ancaman

terhadap debitornya, dalam arti jika utang tidak dibayar, debitor segera

dipailitkan. Menurut ketentuan pasal 21 UUKPKPU, “kepailitan meliputi seluruh

6

Adrian Sutedi, 2009, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor. Hlm 29 7

(19)

5

kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala

sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”. Ketentuan Pasal 21 UUKPKPU

tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata. Mengingat ketentuan

diatas, harta debitor bukan saja terbatas kepada harta kekayaan berupa

barang-barang tetap, seperti tanah, tetapi juga barang-barang-barang-barang bergerak, seperti perhiasan,

mobil, mesin-mesin, dan bangunan.8 Termasuk bila didalamnya barang-barang

yang berada di dalam penguasaan orang lain, yang terhadap barang-barang itu

debitor memiliki hak, seperti halnya dengan barang-barang debitor yang dijual

oleh pihak lain secara melawan hukum atau tanpa hak.

Muncul permasalahan bagaimanakah apabila objek yang menjadi jaminan

hak tanggungan telah dijual oleh debitor pailit tanpa sepengetahuan kreditor.

Objek jaminan tersebut telah dijual dan berada dalam penguasaan pihak ketiga

yang terikat dalam perjanjian pengikatan jual-beli yang selanjutnya disebut

dengan PPJB yang telah dilaksanakan 3 tahun sebelum putusan pernyataan pailit

diucapkan. Perjanjian jual-beli diatur dalam Bab ke-5 mulai dari Pasal 1457

sampai dengan Pasal 1540 KUH Perdata. Pasal 1457 KUH Perdata

mendefinisikan perjanjian jual-beli sebagai berikut: “Jual-beli adalah suatu

perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan

suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah

dijanjikan”.

Kasus kepailitan ini dapat dilihat dalam perkara Putusan. No.06

/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.SBY jo.No.20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby tanggal 12

8

(20)

6

Agustus 2015 oleh Pengadilan Niaga Surabaya, Bahwa antara pihak pelawan Erna

Wahyuningsih, S.H.,M.H selaku advokat yang bertindak untuk dan atas nama

Asrida Anwar, Ir. Andry Halim, Agustina Esther dan pihak Terlawan Heri

Subagyo, S.H. dan Drs. Joko Prabowo, SH.,M.H., selaku kurator PT Dwimas

Andalan Bali yang diangkat melalui Putusan Pailit Pengadilan Niaga Surabaya

No.20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby Tanggal 11 Agustus 2011,

Kasus ini bermula saat PT. Dwimas Andalan Bali selanjutnya disebut PT.

DAB melakukan kerjasama dengan PT. Karsa Industama Mandiri selanjutnya

disebut PT. KIM dan telah terikat dengan perjanjian kerja pemborongan, yang

ditandatangani bersama serta dituangkan ke dalam “Surat Perintah Kerja” No:

085/SPK/BKR-MEP/VIII/2008, tanggal 5 Agustus 2008, yang isinya memberikan

pekerjaan kepada PT. KIM untuk mengerjakan “Mekanikal dan Elektrikal” pada

perusahan milik PT. DAB yang terletak di Jl. Majapahit No. 18, Kuta, Badung,

Bali dengan nilai kontrak sebesar Rp 11.100.000.000 (sebelas milyar seratus juta

rupiah), saat pekerjaan sudah dikerjakan oleh PT. KIM telah mencapai 75%

dibuatkan dan ditandatangani bersama surat perjanjian pengakuan hutang nomor

002/SPPH/KIM/-BKR/III/2009, yang isinya PT. DAB telah mengakui pekerjaan

PT. KIM telah mencapai 75% dan jumlah tagihan yang belum dibayar Rp

5.698.970.000 (lima milyar enam ratus Sembilan puluh delapan juta Sembilan

ratus tujuh puluh ribu rupiah). Selanjutnya PT. DAB dituntut pailit oleh PT. KIM

dan berakibat bahwa seluruh harta kekayaan PT. DAB yang termasuk di dalam

boedel pailit akan disita oleh pihak kurator. Dalam penyitaan tersebut ternyata

(21)

7

kepada Bank BNI 46, ini mengakibatkan para pemilik unit satuan rumah susun

yang telah membayar lunas dan terikat pada perjanjian PPJB, mempertanyakan

tentang status kepemilikan mereka, dan dengan adanya putusan pailit No.

20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby tanggal 11 Agustus 2011 bapak Heri Subagyo, S.H.

dan Drs. Joko Prabowo, SH.,M.H., selaku kurator PT. DAB melakukan penyitaan

terhadap harta-harta yang dimiliki oleh debitor pailit. Bahkan unit satuan rumah

susun yang dibeli oleh pihak ketiga melalui perjanjian PPJB ikut disita, ini

dikarenakan sertifikat masih atas nama PT. DAB yang masih menjadi jaminan hak

tanggungan pada Bank BNI 46. Pemohon lalu mengadakan suatu perlawanan dan

menghasilkan putusan No.06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.SBY jo. No.20/Pailit/

2011/PN.Niaga.Sby pada tanggal 12 Agustus 2015, dalam putusan tersebut

majelis hakim mengabulkan gugatan dari para pelawan. Dan mencoret unit satuan

rumah susun milik para pelawan (pihak ketiga) dari boedel pailit PT. DAB,

sehingga ini dapat menyebabkan kerugian terhadap Bank BNI 46 selaku kreditor

pemegang hak tanggungan atas unit satuan rumah susun tersebut.

Dengan demikian, perlu diketahui status benda yang menjadi jaminan hak

tanggungan kepada Bank BNI 46, yang termasuk di dalam harta pailit PT. DAB,

yang penguasaannya telah berpindah ke pihak ketiga melalui perjanjian

pengikatan jual-beli dengan PT. DAB. Untuk kemudian mengetahui

langkah-langkah apa yang dapat dilakukan oleh Bank BNI 46 selaku kreditor untuk

melakukan eksekusi terhadap objek jaminan hak tanggungannya tersebut. Atas

dasar tersebut diatas, maka akan dikaji lebih mendalam lagi dalam bentuk skripsi

(22)

8

Tanggungan Dalam Hal Debitor Pailit “Study Kasus Putusan No.06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga. SBY Jo. No.20/Pailit /2011/PN. Niaga.SBY”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah status hukum obyek hak tanggungan Bank BNI 46 selaku

kreditor di dalam kepailitan yang dijual oleh debitor kepada pihak ketiga?

2. Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh kreditor untuk dapat

melaksanakan eksekusi terhadap obyek hak tanggungan yang dijual oleh

debitor kepada pihak ketiga?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari

permasalahan yang dibahas maka perlu terdapat pembatasan dalam ruang lingkup

masalah, adapun pembatasannya adalah sebagai berikut :

1. Pertama akan membahas bagaimana status objek hak tanggungan dalam

kepailitan

2. Kedua akan membahas tentang apa saja upaya yang dapat ditempuh oleh

kreditor untuk melakukan eksekusi terhadap objek hak tanggungan yang telah

dijual oleh debitor pailit kepada pihak ketiga, agar kreditor tidak mengalami

(23)

9

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penulis menyatakan bahwa Skripsi dengan judul “Hak Eksekusi

Kreditor Separatis Terhadap Objek Hak Tanggungan Dalam Hal Debitor Pailit “Study Kasus Putusan No.06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.SBY Jo. No.20 /Pailit/2011/ PN.Niaga.SBY”, ini merupakan hasil penelitian, pemikiran dan pemaparan asli penulis. Jika terdapat referensi terhadap karya orang lain atau

pihak lain, maka dituliskan sumbernya dengan jelas. Beberapa penelitian dengan

jenis yang sama yang ada dalam internet atau perpustakaan skripsi diantaranya

tentang “Akibat Putusan Pernyataan Pailit Terhadap Kreditor Pemegang Hak

Tanggungan” dan "Perlindungan Hukum Kreditor Selaku Pemegang Jaminan

Fidusia Dalam Kepailitan Atas Harta Kekayaan Debitor yang Telah Dinyatakan

Pailit Berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang". Dari kedua penelitiaan yang telah ada

tersebut terdapat perbedaan dengan penelitian ini karena penelitian ini berfokus

pada penelitian tentang “Hak Eksekusi Kreditor Separatis Terhadap Objek Hak

Tanggungan Dalam Hal Debitor Pailit” Berikut terlampir materi perbedaan

penelitian yang telah ada dengan penelitian ini:

(24)

10

Utara) tanggungan dalam system

hukum Indonesia dan

kekayaan debitor yang telah

dinyatakan pailit berdasarkan

UU NO. 37 Tahun 2004 ?

Apakah permasalahan yang

dihadapi oleh kreditor

pemegang jaminan fidusia

bila debitor dinyatakan pailit

(25)

11

dalam kepailitan yang dijual

oleh debitor kepada pihak

ketiga?

Bagaimanakah upaya yang

dapat dilakukan oleh kreditor

untuk dapat melaksanakan

eksekusi terhadap obyek hak

tanggungan yang dijual oleh

debitor kepada pihak ketiga?

1.5 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini ada dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.

Adapun tujuan tersebut antara lain:

1.5.1Tujuan umum

1) Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi Fakultas Hukum

Universitas Udayana khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan

mahasiswa.

2) Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah

secara tertulis.

3) Untuk pembulat studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana,

sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum.

(26)

12

1) Untuk mengetahui status hukum objek hak tanggungan yang termasuk

di dalam harta pailit, serta mengetahui adakah perubahan status hukum

apabila objek jaminan tersebut penguasannya berlalih ke pihak ketiga.

2) Untuk memperoleh gambaran apakah upaya yang dapat dilakukan oleh

kreditor separatis untuk melakukan eksekusi terhadap objek hak

tanggungan yang dipegangnya, terutama dalam hal obyek tersebut

penguasaannya telah beralih kepada pihak ketiga.

1.6 Manfaat Penulisan

1.6.1 Manfaat teoritis

1)Secara teoritis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan, wawasan mahasiswa dan merupakan kesempatan

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan

kenyataan yang ada di masyarakat.

2)Karya tulis ini merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi

kemampuan para mahasiswa dalam menganalisis serta memecahkan

permasalahan secara ilmiah dalam rangka menerapkan ilmu di bangku

kuliah serta sebagai tambahan bahan bacaan di perpustakaan.

1.6.2 Manfaat praktis

Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan dan sumbangan pemikiran khususnya dalam melakukan eksekusi

(27)

13

ketiga, agar tidak terdapat lagi cara yang dapat ditempuh oleh debitor untuk

merugikan kreditor.

1.7 Landasan Teoritis

Pada bagian landasan teoritis ini akan dibahas mengenai teori, asas,

definisi mengenai konsep dan pemikiran para sarjana sebagai dasar atau pedoman

dalam mengkaji setiap permasalahan hukum yang akan dibahas dalam

penyusunan karya ilmiah ini. Di dalam penelitian diperlukan adanya kerangka

teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Kerlinger teori adalah suatu

rangkaian konsep, definisi, dan proposisi yang dipresentasikan secara sistematis

dengan menspesifikasikan hubungan antara variable, dengan tujuan menjelaskan

dan memprediksi suatu fenomena.9 Menurut Kaelan M,S landasan teori pada

suatu penelitian merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori

dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi

pelaksanaan penelitian.10 Oleh Sebab itu, kerangka teoritis bagi suatu penelitian

mempunyai kegunaan sebagai berikut:

a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta

yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan system klasifikasi fakta,

membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtiar dari pada hal-hal yang diteliti.

9

Nasution Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hlm. 140

10

(28)

14

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksinya fakta mendatang, oleh

karena telah diketahui sebab-sebab terjadinnya fakta tersebut dan mungkin

faktor-faktor tersebut timbul lagi pada masa-masa mendatang.

Adapun teori-teori yang dipergunakan untuk membedah kedua

permasalahan diatas adalah:

1. Teori Perjanjian

Pengertian perjanjian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1313 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih.

Sedangkan pendapat yang dinyatakan oleh Rahman bahwa pengertian

perjanjian adalah suatu hubungan hukum dimana hak dan kewajiban di antara para

pihak tersebut dijamin oleh hukum. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan

antara dua orang yang membuatnya. Bentuk itu berupa suatu rangkaian perkataan

yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.11

Pendapat lain dinyatakan oleh Subekti mendefinisikan pengertian

perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang

lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.12

Syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang

mengatur adanya empat syarat sahnya perjanjian, sebagai berikut;

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

11

Munir Fuady,2005, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung ,hlm.322

12

(29)

15

Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara

satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.13 Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya

unsur pemaksaan kehendak dari salah satu pihak pada pihak lainnya. Dengan

adanya kesepakatan, maka perjanjian tersebut telah ada dan mengikat bagi kedua

belah pihak serta dapat dilaksanakan.

b. Kecakapan bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan

perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang dapat

menimbulkan akibat hukum.14 Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan

hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah berumur 21

tahun sesuai dengan pasal 330 KUH Perdata.

c. Suatu pokok persoalan tertentu

Suatu pokok tertentu disebut juga dengan objek perjanjian. Objek

perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang

maupun jasa namun juga dapat berupa tidak berbuat sesuatu. Objek Perjanjian

juga biasa disebut dengan prestasi.

d. Suatu sebab yang tidak terlarang

Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian

tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan

(30)

16

Pada sahnya perjanjian terdapat beberapa asas yang menjadi pedoman

dalam suatu pengikatan perjanjian, diantaranya;

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas Kebebasan Berkontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas

kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para

pihak untuk :

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian,

b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun,

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan

d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang paling penting di dalam

perjanjian karena di dalam asas ini tampak adanya ungkapan hak asasi manusia

dalam membuat suatu perjanjian serta memberi peluang bagi perkembangan

hukum perjanjian.

b. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat dilihat dalam pasal 1320 ayat (1) KUH

Perdata. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat adanya suatu

perjanjian adalah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Asas

konsensualisme mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian pada umumnya

(31)

17

belah pihak saja. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan

pernyataan dari kedua belah pihak.

c. Asas mengikatnya suatu perjanjian

Asas ini terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dimana suatu

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

pembuatnya. Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi

kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus

dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya

undang-undang.

d. Asas iktikad baik

Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik seperti yang telah diatur

dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata.

e. Asas Kepribadian

Pada umumnya tidak seorangpun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk

dirinya sendiri. Pengecualiannya terdapat dalam pasal 1317 KUH Perdata tentang

janji untuk pihak ketiga.

2. Teori Kerugian

Teori kedua yang digunakan adalah teori kerugian, bahwa kesepakatan itu

mengikat karena para pihak telah menyatakan dirinya untuk mengandalkan para

pihak yang menerima janji dengan akibat adanya kerugian. Dengan kata lain

pelanggaran kesepakatan akan menimbulkan suatu kerugian bagi kedua belah

(32)

18

Kontrak perjanjian yang merupakan persetujuan para pihak melahirkan

hak dan kewajiban yang dipenuhi para pihak yang terikat dalam perjanjian

tersebut. Akibat dari pertukaran hak dan kewajiban tersebut akan menimbulkan

tanggung jawab para pihak. Terkait dengan tanggung jawab tersebut, terdapat

teori tentang tanggung jawab yang berpedoman pada undang-undang yang

berlaku. Dalam hukum internasional, setiap perbuatan yang merugikan pihak

lainnya harus bertanggung jawab dengan cara membayar ganti rugi.15

3. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian yang dimaksud dalam teori ini adalah tentang kepastian

hukum, yang mana artinya adalah setiap perbuatan hukum yang dilakukan

seharusnya menjamin sebuah kepastian hukum.

Teori ini dikemukakan dengan tujuan untuk membahas dan menganalisis

masalah tentang kekaburan norma yang terdapat pada ketentuan Pasal 55

UUKPKPU; “Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan

fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat

mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadinya kepailitan”.

Dimana kata seolah-olah dapat menimbulkan multi tafsir, penuh dengan

ketidak pastian dan pada isi pasal tersebut tidak ditentukan bagaimana halnya jika

penguasaan benda jaminan telah berada pada pihak ketiga. Kepastian yang

dimaksud dalam teori ini adalah kepastian hukum, artinya setiap perbuatan hukum

yang dilakukan harus menjamin kepastian hukumnya.

15

(33)

19

Selanjutnya Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan

dengan Tanah menyatakan bahwa; “Apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan

pailit, pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hal yang

diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini”.

Pada putusan Pengadilan Niaga No.06/Plw/Pailit/2015/ PN.Niaga.SBY jo.

No.20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby telah dikabulkan gugatan dari pihak ketiga

(pelawan) terhadap kurator(terlawan) yang memasukkan sertifikat yang menjadi

hak tanggungan yang di jaminkan oleh PT. DAB kepada Bank BNI 46 kedalam

boedel pailit. Putusan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Niaga Surabaya dan

mencoret unit satuan rumah susun yang statusnya masih menjadi jaminan dari PT.

DAB kepada Bank BNI 46, dengan dalih perbuatan pihak ketiga tidak dapat

dibatalkan dikarenakan dilakukan dengan iktikad baik dan dilakukan pada tahun

2008 lebih dari 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan

sehingga perbuatan pihak ketiga tidak dapat dibatalkan sesuai dengan Pasal 49

ayat 3 UUKPKPU menyatakan; “Hak pihak ketiga atas benda sebagaimana

dimaksud ayat 1 yang diperoleh dengan itikad baik dan tidak dengan cuma-cuma

harus dilindungi”.

Pasal 41 ayat 1

Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan

segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan

kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit

(34)

20

Pasal 42

Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tidak wajib dilakukan debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor.

Disini sudah jelas terjadinya kekosongan norma dalam hal kreditor selaku

pemegang hak tanggungan ingin mengeksekusi haknya yang ternyata sudah

berpindah tangan kepada pihak ketiga sebelum 3 tahun putusan pernyataan pailit,

sehingga disini berdampak bahwa kreditor mengalami kerugian karena dalam

putusan tersebut Pengadilan Niaga Surabaya memenangkan gugatan pihak ketiga

dan mencoret harta dari boedel pailit. Dalam terjadinya suatu konflik norma

dalam substansi perundang-undangan maka diperlukan adanya interpretasi atau

penafsiran hukum sebagai salah satu metode penemuan hukum yang memberi

penjelasan yang tidak jelas mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup

kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.

4. Teori tanggung jawab

Berdasarkan teori tanggung-jawab dilihat dari hubungan para pihak dalam

perjanjian, dimana setiap hubungan hukum antara para pihak diawali dengan suatu

perikatan atau perjanjian yang berakibat adanya tanggung-jawab masing-masing

atas perjanjian pembebanan jaminan atas saham apabila debitor wanprestasi.

Debitor dianggap wanprestasi apabila dia tidak melakukan apa yang disanggupi

untuk dilaksanakan sebagai kewajibannya untuk memenuhi prestasinya.

(35)

21

melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, atau melakukan sesuatu yang

menurut kontrak perjanjian tidak boleh dilakukan. Dalam hubungan hukum para

pihak akan menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak dan juga

timbul tanggung jawab masing-masing.

Pada umumnya setiap orang harus bertanggung jawab atas perbuatannya,

dengan demikian bertanggung jawab dalam pengertian hukum, berarti adanya

keterikatan, ini berarti tanggung jawab hukum dimaksudkan sebagai keterikatan

terhadap ketentuan-ketentuan hukum, dalam hal ini keterikatan antara pihak

debitor dengan bank sebagai kreditor.

1.8Metode Penelitian

1.8.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum

normatif. Dipilihnya jenis penelitian hukum normatif karena penelitian ini

menguraikan permasalah-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas

dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum,16 yaitu dengan

mengkaji putusan pengadilan niaga surabaya, peraturan perundang-undangan

yang berlaku seperti : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4

16

(36)

22

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang

Berkaitan dengan Tanah.

1.8.2 Jenis pendekatan

Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan pendekatan kasus, pendekatan perundang-undangan dan

pendekatan analisis konsep hukum yang digunakan karena yang akan diteliti

adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam

penelitian ini,17 khususnya objek yang dibebani hak tanggungan dijual oleh debitor

dalam pailit sehingga perbuatan tersebut dapat merugikan kreditor.

1.8.3 Sumber bahan hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari :

1. Sumber bahan hukum primer

Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang bersifat

mengikat yakni berupa norma, dalam penulisan skripsi ini bahan hukum primer

diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti: KUH Perdata,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Putusan Pengadilan Niaga Surabaya

No. 06/Plw/Pailit/2015/PN.Niaga.SBY Jo. No.20/Pailit /2011/PN. Niaga.SBY.

2. Sumber bahan hukum sekunder

17

(37)

23

Sumber bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang

digunakan adalah literatur-literatur yang relevan dengan permasalahan yang

dibahas, baik literatur-literatur hukum (buku-buku hukum (textbook)) yang ditulis

para ahli yang berpengaruh (de hersender leer), pendapat para sarjana, maupun

literatur non hukum dan artikel atau berita yang diperoleh via internet.

3. Sumber bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus besar

bahasa Indonesia, Black Law`s Dictionary, dan Kamus Bahasa Inggris.

1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah mengadakan studi pencatatan dokumen

yang berkaitan dengan permasalahan dan bahan hukum dengan

menginterpretasikan dengan menafsirkan dan mengkaji peraturan

perundang-undangan kemudian dituangkan dalam karya ilmiah dengan mengkaitkan

permasalahan yang dibahas.

1.8.5 Teknik analisis bahan hukum

Setelah bahan hukum terkumpul, maka bahan hukum tersebut diolah dan

dianalisis dengan mempergunakan teknik evaluasi yang artinya penilaian berupa

tepat atau tidak tepat, setujuatau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah

oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan, rumusan norma,

(38)

24

sekunder. Setelah melalui proses pengolahan dan analisis, kemudian bahan hukum

tersebut disajikan secara deskriptif analisis. Deskriptif artinya adalah pemaparan

hasil penelitian secara sistematis dan menyeluruh menyangkut fakta yang

berhubungan dengan permasalahan penelitian. Sedangkan analisis artinya fakta

yang berhubungan penelitian dianalisis secara cermat, sehingga kemudian

(39)

25

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN DAN KEPAILITAN

1.1Hak Tanggungan

1.1.1 Pengertian Hak Tanggungan

Undang-Undang Pokok Agraria menamakan lembaga hak jaminan atas

tanah dengan sebutan “Hak Tanggungan” yang kemudian menjadi judul Undang

-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta

Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah selanjutnya disingkat (UUHT).

Menurut Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Pasal 1

butir 1 dinyatakan bahwa;

Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya.

Hak tanggungan merupakan implementasi dari amanat pada Pasal 51

Undang-Undang Pokok Agraria sebagai upaya untuk dapat menampung serta

sekaligus mengamankan kegiatan perkreditan dalam upaya memenuhi kebutuhan

tersedianya dana untuk menunjang kegiatan pembangunan.18 Sebagai bagian dari

hak jaminan, Hak Tanggungan memberikan kedudukan diutamakan kepada

18

Maria. S.W Sumardjono, 1996, Prinsip Dasar dan Beberapa Isu Di Seputar Undang-Undang Hak Tanggungan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.67

(40)

26

kreditor tertentu terhadap kreditor lainnya, Hak Tanggungan mempunyai

beberapa ciri-ciri pokok yaitu :

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada

pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference. Keistimewaan ini

ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat 1 UUHT. Apabila debitor

cedera janji, Kreditor pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek

yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan yang

berlaku dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut,

dengan hak mendahului daripada kreditor-kreditor lain yang bukan pemegang

hak tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah. Hak yang istimewa ini

tidak dipunyai oleh kreditor yang bukan pemegang hak tanggungan.

b. Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda itu berada

atau disebut dengan droit de suite. Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 7

UUHT. Biarpun objek hak tanggungan sudah dipindahkan haknya kepada

pihak lain, kreditor pemegang hak tanggungan tetap masih berhak untuk

menjualnya melalui pelelangan umum jika debitor cedera janji.

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga

dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan.

d. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Dalam UUHT memberikan

kemudahan dan kepastian hukum bagi pihak kreditor dalam pelaksanaan

eksekusi.

(41)

27

Di dalam UUHT dikenal beberapa asas hak tanggungan, diantaranya;

a. Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang hak

tanggungan;

b. Tidak dapat dibagi-bagi;

c. Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada;

d. Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan

dengan tanah tersebut;

e. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan

ada dikemudian hari, dengan syarat diperjanjikan secara tegas;

f. Sifat perjanjiannya adalah tambahan accesoir;

g. Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru yang akan ada;

h. Dapat menjamin lebih dari satu utang; mengikuti objek dalam tangan siapapun

objek itu berada;

i. Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan;

j. Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu;

k. Wajib didaftarkan;

l. Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti;

m. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu;

n. Objek tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang hak

tanggungan bila pemberi hak tanggungan cidera janji.19

2.1.3 Objek dan Subjek Hak Tanggungan

19

(42)

28

Pada dasarnya tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan jaminan utang,

tetapi hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

a. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang

b. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum karena harus memenuhi syarat

publisitas

c. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan karena apabila debitor cedera janji

benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual dimuka umum

d. Memerlukan penunjukan dengan undang-undang.

Dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT telah ditunjuk secara tegas

hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang. Ada lima jenis hak atas tanah

yang dapat dijaminkan hak tanggungan yaitu :

a.Hak milik

b.Hak guna usaha

c.Hak guna bangunan

d.Hak pakai, baik hak milik maupun ha katas Negara

e.Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau

akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan hak

milik pemegang hak atas yang pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan di

dalam akta pemberian hak tanah yang bersangkutan.

Subjek hukum yang terdapat dalam penjaminan hak tanggungan adalah

sebagai berikut;

(43)

29

Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hukum, yang

mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak

tanggungan.

b.Pemegang hak tanggungan

Pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum yang

berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang

Pemberi hak tanggungan sering disebut dengan istilah debitor, yaitu orang

yang meminjam uang di lembaga perbankan, sedangkan penerima hak tanggungan

disebut dengan istilah kreditor, yaitu orang atau badan hukum yang berkedudukan

sebagai pihak berpiutang.

2.2Kepailitan

2.2.1 Pengertian Pailit dan Kepailitan

Jika ditelusuri, dapat diketahui bahwa hukum tentang kepailitan itu sendiri

sudah ada sejak jaman Romawi.20

Secara gramatikal, Kepailitan berasal dari kata

pailit yang yang jika ditelusuri pada seluruh ketentuan pengaturan dalam

undang-undang, tidak ada yang secara khusus membahas tentang definisi pailit. Menurut

Black`s Law Dictionary, definisi pailit atau bangkrupt adalah

“ The state or condition of person (individual, partnership, corporation, munichipalty) who is unable to pay its debt as they are, or become due”.

The term includes person against whom an involuntary petition has benn filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a

bankrupt.”21

20

Sunarmi, 2004,Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan antara Indonesia dengan Amerika Serikat, Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Hlm. 10

21

(44)

30

Definisi diatas menunjukkan bahwa pailit dihubungkan dengan

ketidakmampuan untuk membayar dari seseorang (debitor) atas utang-utangnya

yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu

tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang diajukan secara sukarela maupun

atas permintaan pihak ketiga. Charles Himawan dan Mochtar Kusumaatmaja

mengatakan bahwa; “A Debtor may be declared bankrupt if he has stopped

paying his debts, eventhough he is not insolvent, so long as he owe more than one

debt. Summary evidence that the debtor has stopped paying his debts is sufficient

for an adjudication of bankruptcy”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa,

walaupun debitor belum pailit, asalkan debitor memiliki lebih dari satu utang,

debitor sudah dapat diputus pailit.

Menurut Poerwadinata, pailit artinya bangkrut; dan bankrupt artinya

menderita kerugian besar hingga jatuh (Perusahaan, toko, dan sebagainya).22

Menurut John M. Echols dan Hassan Shadily, bankrupt artinya bangkrut, pailit

dan bankruptcy artinya kebangkrutan, dan menurut Siti Soemarti Hartono pailit

adalah berhenti melakukan pembayaran. Dalam Pasal 1 butir 1 UUKPKPU

mengatur bahwa: Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor bailit

yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah

pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”.

UUKPKPU diperlukan untuk:

1. Menghindarkan pertentangan apabila ada beberapa kreditor pada waktu yang

sama meminta pembayaran piutangnya dari debitor;

22

(45)

31

2. Untuk menghindari adanya kreditor yang ingin mendapatkan hak istimewa,

yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor atau

menguasai sendiri secara tanpa memperhatikan lagi kepentingan debitor atau

kreditor lainnya;

3. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh

debitor sendiri, misalnya saja debitor berusaha untuk memberi keuntungan

kepada seorang atau beberapa kreditor tertentu, yang merugikan kreditor

lainnya, atau debitor melakukan perbuatan curang dengan melarikan atau

menghilangkan semua harta kekayaan debitor yang bertujuan melepaskan

tanggung jawabnya terhadap para kreditor;

4. Meningkatkan upaya pengembalian kekayaan, semua kekayaan debitor harus

ditampung dalam suatu kumpulan dana yang sama disebut harta kepailitan

yang disediakan untuk pembayaran tuntutan kreditor. Kepailitan menyediakan

suatu forum untuk likuidasi secara kolektif atas aset debitor;

5. Memberikan perlakuan baik yang seimbang dan yang dapat diperkirakan

sebelummnya kepada para kreditor, pada dasarnya para kreditor dibayar secara

pari passu; mereka menerima suatu pembagian secara pro rata parte dari

kumpulan dana tersebut sesuai dengan besarnya tuntutan masing-masing.

Prosedur dan peraturan dasar dalam hubungan ini harus dapat memberikan

suatu kepastian dan keterbukaan. Kreditor harus mengetahui sebelumnya

mengenai kedudukan hukumnya;

6. Memberikan kesempatan yang praktis untuk reorganisasi perusahaan yang

(46)

32

kebutuhan sosial dilayani dengan lebih baik dengan mempertahankan debitor

dalam kegiatan usahannya.

Berdasarkan paparan tujuan diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum

kepailitan diperlukan untuk mewujudkan dan mengejawantahkan Pasal 1131 dan

Pasal 1132 KUH Perdata. Oleh karena itu, untuk mengeksekusi dan membagi

harta debitor atas pelunasan untangnya kepada kreditor-kreditor secara adil dan

seimbang berdasarkan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, diperlukan

pranata hukum tersendiri, yaitu hukum kepailitan.

2.2.2 Syarat-Syarat Permohonan Pernyataan Pailit

Dari ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU dapat disimpulkan bahwa

permohonan pernyataan pailit hanya dapat dilakukan apabila memenuhi syarat

syarat sebagai berikut:

1. Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor

Pengertian dari syarat ini adalah dengan adanya kepailitan diharapkan

pelunasan utang-utang debitor kepada kreditor-kreditor dapat dilakukan secara

seimbang dan adil. Setiap kreditor mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan

pelunasan dari harta kekayaan debitor secara pro rata dan pari passu.23

Secara umum, ada 3(tiga) macam kreditor yang dikenal dalam KUH Perdata yaitu

sebagai berikut:

a. Kreditor konkuren

23

(47)

33

Kreditor konkuren ini diatur dalam pasal 1132 KUH Perdata. Kreditor

konkuren adalah para kreditor dengan hak pari passu dan pro rata, artinya para

kreditor secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa ada yang

didahulukan) yang dihitung berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing

dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan, terhadap seluruh harta

kekayaan debitor tersebut. Dengan demikian, para kreditor konkuren mempunyai

kedudukan yang sama atas pelunasan utang dari harta debitor tanpa ada yang

didahulukan.

b. Kreditor preferen (yang diistimewakan),

Kreditor yang oleh undang-undang, semata-mata karena sifat piutangnya,

mendapatkan pelunasan terlebih dahulu. Kreditor preferen merupakan kreditor

yang mempunyai hak istimewa, yaitu suatu hak yang oleh undang-undang

diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada

orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.24

c. Kreditor separatis

Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan inrem, yang dalam KUH

Perdata disebut dengan nama gadai dan hipotek.25

2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada kreditor

Menurut ketentuan dari Pasal 1 butir 6 UUKPKPU utang adalah kewajiban

yang dinyatakan, atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang

Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan

timbul di kemudian hari, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan

24

Ibid

25Ibid.

(48)

34

yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada

kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. Dari definisi

utang yang diberikan oleh UUKPKPU, jelaslah bahwa definisi utang harus

ditafsirkan secara luas, tidak hanya meliputi utang yang timbul dari perjanjian

utang-piutang atau perjanjian pinjam-meminjam, tetapi juga utang yang timbul

karena undang-undang atau perjanjian yang dapat dinilai dengan sejumlah uang.26

3. Utang yang tidak dibayar itu telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat

dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan satu atau

lebih kreditornya.

Syarat bahwa utang harus telah jatuh waktu dan dapat ditagih

menunjukkan bahwa kreditor sudah mempunyai hak untuk menuntut debitor

untuk memenuhi prestasinya. Syarat ini menunjukkan bahwa utang harus lahir

dari perikatan sempurna(adanya schuld dan haftung).27 Dengan demikian, jelas

bahwa utang yang lahir dari perikatan alamiah (adanya schuld tanpa haftung)

tidak dapat dimajukan untuk permohonan pernyataan pailit.

2.2.3 Pihak yang Dapat Mengajukan dan Dimohonkan Pailit

Sesuai dengan Ketentuan Pasal 2 UUKPKPU, pihak yang dapat mengajukan

(49)

35

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU, Undang-Undang

memungkinkan seorang debitor untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit

atas dirinya sendiri.

b. Seorang kreditor atau lebih

Sesuai dengan penjelasan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU, kreditor yang dapat

mengajukan permohonan pailit terhadap debitornya adalah kreditor konkuren,

kreditor preferen, ataupun kreditor separatis.

c. Kejaksaan

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 2 UUKPKPU, permohonan pailit terhadap

debitor juga dapat diajukan oleh kejaksaan demi kepentingan umum. Pengertian

kepentingan umum itu sendiri adalah kepentingan Bangsa dan Negara dan/atau

kepentingan masyarakat luas.

d. Bank Indonesia

Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat 3 UUKPKPU, permohonan pailit

terhadap bank hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia berdasarkan penilaian

kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan.

e. Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 4 UUKPKPU, permohonan pernyataan

pailit terhadap perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,

lembaga penyimpanan dan penyelesaian, hanya dapat diajukan oleh Bapepam.

f. Menteri Keuangan

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 5 UUKPKPU, permohonan pernyataan

(50)

36

BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik hanya dapat diajukan oleh

Menteri Keuangan, dengan maksud untuk membangun tingkat kepercayaan

masyarakat terhadap usaha-usaha tersebut.

Selain pihak yang dapat mengajukan pailit, terdapat juga beberapa pihak yang

dapat dimohonkan pailit. Pihak yang dapat dinyatakan pailit adalah

a. Orang Perorangan

Baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menikah maupun belum

menikah. Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor

perorangan yang telah menikah, maka permohonan tersebut hanya dapat diajukan

atas persetujuan suami atau istrinya, kecuali antara suami-istri tersebut tidak ada

pencampuran harta.

b. Perserikatan-perserikatan dan perkumpulan-perkumpulan tidak berbadan

hukum lainnya

Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu “firma” harus memuat nama

dan tempat kediaman masing-masing persero yang secara tanggung renteng terikat

untuk seluruh utang firma.

c. Persero-perseroan, perkumpulan-perkumpulan, koperasi maupun yayasan yang

berbadan hukum

Dalam hal ini berlakulah ketentuan mengenai kewenangan masing-masing

badan hukum sebagaimana diatur dalam anggaran dasarnya.

d. Harta peninggalan.28

28

(51)

37

2.2.4 Akibat Kepailitan terhadap Perikatan-Perikatan yang Telah Dibuat oleh Debitor dengan Pihak Ketiga Sebelum Pernyataan Pailit Diucapkan

Kepailitan mengakibatkan debitor yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan

Niaga kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta

kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit. Pembekuan hak perdata ini

diberlakukan oleh Pasal 22 UUKPKPU terhitung sejak saat keputusan pernyataan

pailit diucapkan, sehingga mengakibatkan perikatan-perikatan yang sedang

berlangsung, dimana terdapat satu atau lebih kewajiban yang belum dilaksanakan

oleh debitor pailit, sedangkan putusan pernyataan pailit telah diucapkan, maka

demi hukum perikatan tersebut menjadi batal, kecuali jika menurut pertimbangan

kurator masih dapat dipernuhi dari harta pailit. Dan para kreditor tersebut secara

bersama-sama menjadi kreditor konkuren atas harta pailit.

Setiap dan seluruh perikatan antara debitor yang dinyatakan pailit dengan

pihak ketiga yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat

dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan

keuntungan bagi harta kekayaan itu. Oleh karena itu gugatan-gugatan yang

diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit,

selama dalam kepailitan, yang secara langsung diajukan kepada debitor pailit,

hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan.

Untuk dapat membatalkan suatu perbuatan hukum yang telah dilakukan

oleh debitor pailit dengan pihak ketiga sebelum pernyataan pailit diucapkan, yang

(52)

38

perbuatan hukum tersebut hanya dimungkinkan jika dapat dibuktikan pada saat

perbuatan hukum yang merugikan tersebut dilakukan debitor dan pihak dengan

siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan hukum

tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor, kecuali perbuatan tersebut

adalah suatu perbuatan hukum yang wajib dilakukan berdasarkan perjanjian

dan/atau undang-undang.

Ini berarti bahwa hanya perbuatan hukum yang tidak wajib dilakukan yang

dapat dibatalkan. Selanjutnya untuk menciptakan kepastian hukum bagi

pihak-pihak yang berkepentingan tidak hanya kreditor, melainkan juga pihak-pihak penerima

kebendaan yang diberikan oleh debitor, Pasal 42 UUKPKPU menyatakan bahwa:

Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 2.

Dari pernyataan pasal tersebut jelas terdapat jangka waktu yang dapat

mengakibatkan gugurnya suatu perikatan dikarenakan debitor dan pihak ketiga

wajib mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi

kreditor. Ketentuan tersebut sangat berarti dalam melindungi kepentingan kreditor

secara keseluruhan, dan terutama untuk menghindari akal-akalan debitor nakal

dengan pihak-pihak tertentu yang bertujuan untuk merugikan kepentingan

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, kajian ini memfokuskan pada analisis isi kandungan yang mengandungi penerapan aspek persefahaman antara agama berdasarkan Huraian Sukatan Pelajaran yang

Menurut kajian Garfield dan Ben-Zvi (2007) perlaksaan model tersebut di dalam kelas akan memberi impak yang besar kepada pelajar dalam memahami statistik. SRLE

Abstrak: Kajian ini dijalankan untuk mengenal pasti corak kadar denyutan jantung dan membuat perbandingan ke atas kadar denyutan jantung atlet bola jaring

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keseimbangan energi dan protein (konsumsi energi, konsumsi protein, energi tercerna, protein tercerna,

Model pembelajaran praktik berbasis kom- petensi berorientasi produksi yang dikembang- kan layak digunakan dalam pembelajaran prak- tik yang ditunjukkan melalui: (1)

Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis senyawa metabolit sekunder, fraksi mana yang paling aktif terhadap larva udang (Artemia

Hal itu salah satunya disebabkan karena adanya penyakit neuropsikiatri pada usia muda, seperti tic facialis pada pasien dengan klinis SJS, atau penggunaan antipiretik (terutama

Hasil pengolahan data ini dapat digunakan untuk membandingkan CR, S/C, dan calving rate pada sapi potong hasil inseminasi buatan di Kabupaten Tulungagung pada