• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PERILAKU MASYARAKAT NELAYAN DALAM KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN PERILAKU MASYARAKAT NELAYAN DALAM KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PERILAKU MASYARAKAT NELAYAN DALAM KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT (Studi Kasus Di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan,

Kabupaten Takalar)

SKRIPSI

RADA NIPAS L241 13 321

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DEPARTEMEN PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

(2)

KAJIAN PERILAKU MASYARAKAT NELAYAN DALAM KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT (Studi Kasus Di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan,

Kabupaten Takalar)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi syarat-syarat guna Mencapai gelar Sarjana Perikanan Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Departemen Perikanan

Pada Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar

RADA NIPAS L241 13 321

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DEPARTEMEN PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahi Rahmani Rahim Assalamu AlaikumWr. Wb

Alhamdulillahi rabbilalaamin, segala puja dan puji syukur bagi Allah Subhanahu wataa’la yang telah melimpahkan karunia hidup dan nikmatNya sehingga tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam kita haturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, tabi’in serta orang-orang yang beriman, yang senantiasa istiqomah di jalanNya.

Akhirnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kajian Perilaku Masyarakat Nelayan Dalam Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Laut (Studi Kasus Di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar)” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Program Studi Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Dalam beberapa kajian ilmiah, baik melalui seminar-seminar nasional maupun pada level regional yang pernah penulis ikuti dan diskusi-diskusi kecil yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa perikanan sendiri, terungkap bahwa data statistik menunjukkan semakin hari lingkungan pesisir semakin mengalami degradasi pada tingkat yang cukup mengkhawatirkan bagi kita para pelaku perikanan (stakeholders). Maraknya penggunaan bom ikan ditengah- tengah nelayan kita dalam memperoleh hasil tangkap yang lebih, penggunaan bahan-bahan kimia dalam aktivitas penangkapan, dan penangkapan ikan yang dilakukan secara ilegal seharusnya menjadi warning bagi para stakeholders jika masih ingin anak cucu kita dapat menikmati sumberdaya perikanan dan kelautan untuk tahun-tahun kedepannya. Hal paling mendasar menurut penulis dalam prinsip pengelolaan sumberdaya pesisir yang lestrai (sustainable development)

(5)

adalah bagaimana menyeimbangkan antara prinsip ekologis dan prinsip ekonomi yang selalu melatarbelakangi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya diwilayah pesisir.

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini melibatkan banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada :

1. Orang tuaku tercinta, ayahanda Kaharuddin Kharun Marratani dan ibunda Sarmiati Astati A.T serta saudaraku Sardiana Mursyid, Wahdaniah Syahril, Al-aena almaradiah, Ummi Kalsum & Abd. Qadir Jaylani terimakasih atas doa, kasih sayang, motivasi dan semangat yang telah diberikan kepada ananda.

2. Ibu Dr. Ir. St. Aisyah Farhum, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Dr. Ir. Gunarto Latama, M.Sc selaku ketua Jurusan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Dr. Andi Adri Arief, S.PI, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas Hasanuddin dan selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu untuk selalu membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam menghasilkan skripsi yang mungkin dapat memuaskan pembaca.

5. Ibu Dr. Mardiana Etharawati Fachry, M.Si selaku pembimbing utama sekaligus sebagai Ibunda penulis yang banyak membimbing dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas kritik dan sarannya Bunda.

6. Bapak Dr. Abd. Wahid, S.Pi., M.Si, bapak Firman, S.Pi,. M.Si, dan bapak Benny Audy Jaya Gosari, S.Kel,.M.Si selaku penguji yang banyak member kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

(6)

7. Teman-teman KKN Tematik Bangun Mandar gelombang 93 khususnya posko Desa Sumare, Kec. Simboro, Kab. Mamuju St. Nurjaliah, Asdaliva, Hasnita, Yanti Iskandar, Wiwin Permata Putri, Helsa Adila, Ayu Rahayu, Annisa, A. Dwiki Aditya, Syamsuddin Alif, Sadly, Fadli Insani Ihsan, Lesta Indra Waspada, Icdan Ramadhan. My motivasi, Miss you friend 

8. Seluruh teman SOSEK PERIKANAN #13 atas bantuan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan dan pembuatan skripsi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

9. Untuk semua keluarga besar HIPMA MATRA MAKASSAR, khususnya teman-teman asrama putri yang cantik-cantik, setia menemani.

10. Succes #13, my teachers school serta teman-teman alumni SMAN 2 Pasangkayu, SMPN 2 Pasangkayu, SDN 003 Bambalamotu yang bukan hanya teman mencari untung, melainkan untuk melangkah dan menjalani setiap tingkat kehidupan bersama-sama.

Penulis hanya dapat mendoakan semoga segala bantuannya dapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT, insyaa Allah Aamiiin.

Akhirnya penulis banyak mengucapkan banyak terimakasih dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan terutama kepada penulis.

Makassar, November 2017

RADA NIPAS KAHAR

(7)

ABSTRAK

RADA NIPAS, L241 13 321, Progaram Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Departemen Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, menyusun skripsi dengan judul : “Kajian Perilaku Masyarakat Nelayan Dalam Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Laut (Studi Kasus di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar)”, di bawah bimbingan Dr. Ir. Mardiana Etharawaty Fachry, M.Si dan Dr. Andi Adri Arief, S.Pi, M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi tentang pengelolaan sumberdaya laut, perilaku dalam pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya laut, serta tingkat partisipasi masyarakat nelayan dalam kerangka pembangunan lingkungan pesisir yang berkelanjutan di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan subyek penelitian adalah masyarakat nelayan di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar. Informan yang dipilih adalah yang mempunyai relevansi yang dibutuhkan penelitian yaitu kepala desa, guru, serta masyarakat sebagai responden. Tehnik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi dan data instansi yang terkait. Data dianalisi secara kualitatif deskriftif yang didukung oleh data primer dan skunder.

Hasil penelitian menyatakan bahwa persepsi masyarakat nelayan tentang pengelolaan sumberdaya laut memiliki pandangan bahwa laut merupakan area open acces, ikan tidak akan pernah habis, dan rezeki manusia berada ditangan Tuhan. Adapun perilaku masyarakat nelayan dalam memanfaatkan dan melindungi sumberdaya laut masih menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, ini berarti bernilai positif dikarenakan tidak ada penggunaan bahan dektruktif alat tangkap yang merusak. Serta tingkat partisipasi nelayan masih tergolong rendah disebabkan tingkat pendidikan rendah dan kurangnya perhatian pemerintah memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat.

Kata Kunci : Persepsi, Perilaku, dan partisipasi Masyarakat Nelayan.

Pengelolaan, pemanfaatan dan perlindungan Sumberdaya Laut.

(8)

ABSTRACT

RADA NIPAS, L241 13 321, The program of Social Studies of Economics of Fisheries, Ministry of Fisheries, Faculty of Marine Sciences and Fisheries, Hasanuddin University, writing his thesis with the title:"Studyof Behavior Fishermen In Sustainability Resource Management Marine (Case Study in the village of Bontomarannu, Subdistrict South Galesong, Takalar) ", under the guidance of Dr. Ir. Mardiana Etharawaty Fachry, M.Si and Dr. Andi Adri Arief, S.Pi, M.Sc.

This study aims to determine the perceptions of the management of marine resources, the behavior in the utilization and protection of marine resources, as well as the level of participation of fishing communities within the framework of sustainable development of the coastal environment in Bontomarannu Village, District of South Galesong, Takalar.

The approach used in this study is a qualitative approach to the study subjects were fishing community in Bontomarannu Village, District of South Galesong, Takalar. Informants were selected that have relevance to the research that is needed village heads, teachers, and society as a respondent. Data collection techniques using observation, interviews, documentation and data related agencies. Data was analyzed by qualitative descriptive supported by primary and secondary data.

The study states that the public perception of fishermen about marine resource management have a sea view open access the fish will never run out, and sustenance of man in the hands of God. As for the behavior of the fishing community in utilizing and protecting marine resources they use environmentally friendly fishing gear, this means a positive value because there is no use of destructive fishing And the level of participation of fishermen remains low due to low education levels and lack of attention of government providing public information and dissemination to the public.

Keywords: Perception, Behavior, and Community participation Fishermen.

Management, use and protection of Marine Resources.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bambalamotu pada tanggal 08 Juli 1996 dari ayah Kaharuddin Kharun Marratani dan ibu Sarmiati Astati A.T. Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui adalah SDN 003 Bambalamotu, SMPN 2 Pasangkayu, SMA 2 Pasangkayu. Pada tahun 2013 penulis diterima masuk di Universitas Hasanuddin melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dan diterima di Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Departemen Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.

Selama mengikuti kegiatan perkuliahan di Universitas Hasanuddin, penulis aktif berkecimpung di organisasi luar kampus, yaitu HIPMA MATRA MAKASSAR (Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Mamuju Utara Makassar) sebagai sekretaris bidang keperempuanan periode 2015-2017, bendahara Asrama Putri HIPMA MATRA MAKASSAR periode 2014-2015, pembina/stearing Asrama Putri HIPMA MATRA MAKASSAR periode 2016-2017. Penulis melakukan penelitian dengan judul “Kajian Perilaku Masyarakat Nelayan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut (Studi Kasus Di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar)”.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

RIWAYAT HIDUP... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi ... 6

B. Perilaku ... 7

C. Masyarakat Nelayan ... 8

D. Pengelolaan Sumberdaya Laut ... 14

E. Partisipasi... 17

F. Kerangka Pikir... 21

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

B. Jenis Penelitian... 23

C. Populasi dan Pengambilan Sampel ... 23

D. Jenis dan Sumber Data ... 24

E. Instrumen Pengumpulan data ... 24

F. Metode Analisis Data ... 25

G. Definisi Operasional ... 26

(11)

BAB IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Geografis ... 26

B. Kondisi Demografi ... 29

C. Keadaan Sosial Ekonomi ... 31

D. Sarana Dan Prasarana... 33

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Masyarakat Tentang Pengelolaan Sumberdaya Laut ... 34

1. Persepsi Masyarakat Tentang Potensi Sumberdaya Laut ... 35

2. Persepsi Masyarakat Tentang Penggunaan Alat Tangkap ... 41

3. Persepsi Masyarakat Tentang Daerah Penangkapan ... 45

B. Perilaku Nelayan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut ... 48

1. Penggunaan Alat Tangkap ... 48

2. Daerah Penangkapan ... 52

C. Tingkat Partisipasi Masyarakat Nelayan Dalam Kerangka Pembangunan Lingkungan Pesisir Yang Berkelanjutan ... 54

BAB VI. PENUTUP A. Kesimpulan ... 59

B. saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Jumlah Penduduk Desa Bontomarannu berdasarkan Jenis Kelamin ... 29

2. Pembagian Jumlah Penduduk berdasarkan Dusun Di Desa Bontomarannu ... 30

3. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Bontomarannu ... 31

4. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Bontomarannu ... 32

5. Sarana dan Prasarana di Desa Bontomarannu ... 33

6. Persentase Persepsi RespondenTentang Potensi Sumberdaya Laut ... 38

7. Persentase Persepsi Responden Tentang Penggunaan Alat Tangkap ... 42

8. Persentase Persepsi Responden Tentang Larangan Penggunaan Bahan Peledak (Bom) ... 44

9. Persentase Persepsi Masyarakat Tentang Daerah Penangkapan ... 46

10. Alat Tangkap Nelayan... 49

11. Hasil Tangkapan ... 51

12. Daerah Penangkapan ... 52

13. Tingkat Partisipasi Masyarakat Nelayan Secara Keseluruhan ... 54

14. Tingkat Partisipasi Masyarakat Nelayan... 55

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Peta Desa Bontomarannu ... 28 2. Foto wawancara dengan beberapa responden nelayan

Bontomarannu di sekitar armada kapal penangkapan

(perahu fiber). ... 64 3. Foto dengan salah satu responden nelayan Bontomarannu

di kediamannya ... 64 4. Alat tangkap nelayan pancing rewo (rawai) ... 65 5. Alat tangkap nelayan pancing biasa ... 65

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian ... 64

Lampiran 2. Identitas Responden...66

Lampiran 3. Olah Data KuisionerPersepsi ... 67

Lampiran 4. Olah Data KuisionerPartisipasi ... 68

Lampiran 5. Kuisioner ... 69

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah suatu negara kepulauan dan bahkan menjadi salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki sekitar 17.508 pulau yang membentang sepanjang 5.120 km dari timur kebarat sepanjang khatulistiwa. Dan 1.760 km dari utara selatan. Luas daratan negara indonesia mencapai 1,9 juta km2 dan luas perairan laut tercatat sekitar 7,9 juta km2. Dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km, indonesia memiliki potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang sangat besar. Selain itu indonesia memiliki perairan teritorial dengan luar sekitar 3,1 juta km2 dan memiliki hak pengelolaan dan pemanfaat ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang luasnya sekitar 2,7 juta km2. Dengan demikian, indonesia dapat memanfaatkan sumber daya alam hayati dan non hayati diperairan yang luas sekitar 5,8 juta km2. Ekosistem pesisir dan laut menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi ataupun parawisata. Karena itu wilayah pesisir dan laut merupakan tumpunan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya dimasa akan datang (Bengen, 2004 dan Supriharyono, 2009).

Menengok potensi yang cukup besar ini, maka tidaklah berlebihan jika sektor perikanan dan kelautan ditempatkan sebagai leading sektor Pembangunan Nasional Indonesia dengan upaya pemanfaatan yang optimal dan lestari. Dengan potensi yang cukup melimpah, berarti masih terbuka lebar bagi usaha pengembangan dan optimalisasi potensi sumberdaya perikanan dan kelautan kedepannya. Menurut Dahuri, dkk (2004), potensi sumberdaya perikanan diperkirakan sebanyak 6,26 juta ton per tahun yang dapat dikelola secara lestari, dengan rincian sebanyak 4,4 juta ton dapat ditangkap diperairan

(16)

teritorial dan 1,86 juta ton dapat diperoleh dari perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Potensi sumberdaya perikanan tersebut terdiri dari potensi ikan pelagis besar 975,05 ribu ton, ikan pelagis kecil 3,23 juta ton, ikan domersal 1,78 juta ton, ikan karang konsumsi 75 ribu ton, udang penaid 74 ribu ton, lobster 4,80 ribu ton, 28,25 ribu ton. Ditambahkan oleh Supriharyono (2009), bahwa hingga tahun 2001, pemanfaatan potensi sumberdaya ikan yang disebutkan diatas baru dapat dimanfaatkan sebesar 76 persen dengan tingkat produksi sebesar 4,76 juta ton/tahun.

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan masyarakat pesisir. Tingginya tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan berkaitan dengan kondisi demografi Indonesia yang diperkirakan sekitar 60 persen dari seluruh jumlah penduduknya bermukim diwilayah pesisir dan dari 64.439 desa yang sekitar 9.261 desa dikategorikan sebagai desa pesisir (Nikijuluw, 2002).

Kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan tidak hanya terbatas pada penangkapan atau pengambilan sumberdaya tersebut, tetapi menyangkut pula perencanaan kegiatan pemanfaatan, penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan penyediaan pasca panen, pengelolaan, serta pemasaran. Untuk memanfaatkan sumberdaya ikan, manusia membutuhkan teknologi, keterampilan dan modal. Penggunaan teknologi dan keterampilan yang tidak ramah lingkungan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan akan merusak habitat yang berdampak negatif pada kelestarian sumberdaya tersebut.

Olehnya itu, pengelolaan atau pengaturan kegiatan manusia yang berkaitan dengan tingkah laku dalam pemanfaatan sumberdaya ikan menjadi sangat penting dan patut diutamakan.

Sumberdaya laut sebagai wilayah yang strategis dan didukung oleh potensi sumberdaya perikanan serta kemudahan aksebilitas, mengundang

(17)

masuknya informasi dan teknologi yang dibawa oleh nelayan dari luar yang memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat setempat dan sumberdaya perikanan. Dampak positifnya tidak akan menimbulkan masalah, tetapi dampak negatif berupa persaingan yang tidak sehat antara nelayan yang dari luar dengan nelayan setempat (tradisional) akibat kesenjangan dalam hal teknologi penangkapan. Selain itu, masuknya informasi dan teknologi penangkapan yang tidak ramah lingkungan dapat mengubah perilaku masyarakat nelayan setempat dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan yaitu dari perilaku yang cenderung konservatif kearah perilaku yang cenderung destruktif, misalnya pengunaan alat peledak (bom ikan) dalam penangkapan ikan akan megakibatkan kerusakan terhadap habitat/lingkungan yang berimbas pada kepunahan sumberdaya.

Perubahan perilaku tersebut dapat disebabkan karena ketidaktahuan, desakan ekonomi, dapat juga karena ketidakmampuan pemerintah dalam menatah/mengelola kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan masih banyak lagi faktor yang perlu pengkajian lebih dalam. Faktor manusia merupakan kunci sukses pengelolaaan sumberdaya perikanan.

Kabupaten Takalar sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai mana yang disebutkan Dahuri, dkk (2004), adalah daerah pesisir yang memiliki tingkat kepadatan yang cukup tinggi. Oleh karena itu sebagaimana dengan daerah pesisir yang padat lainnya. Kabupaten Takalar juga mengalami degradasi lingkungan yang diakibatkan oleh kondisi sosial ekonomi masyarakatnya yang juga memperihatikan, yang hampir tidak dipahami dan disadari bahwa entah mana yang lebih awal antara keterdesakan ekonomi yang menyebabkan rusaknya lingkungan atau sebaliknya kerusakan lingkungan menyebabkan keprihatinan ekonomi. Desa Bontomarannu sebagai salah satu dari 7 (tujuh) desa yang secara administrasi berada dikecamatan Galesong

(18)

Selatan merupakan kecamatan yang ditetapkan oleh Kabupaten Takalar.

Pemerintah Kabupaten Takalar sendiri menetapkan desa Bontomarannu sebagai percontohan sebagai pemukiman nelayan.

Desa Bontomarannu sebagai desa yang ditetapkan oleh Kabupaten Takalar sebagai perkampungan nelayan, merupakan lokasi yang tepat untuk meneliti pola perilaku mereka dalam mengelolah lingkungan lautnya. Oleh kerena itu pengetahuan dan pemahaman atas pola perilaku masyarakat nelayan tersebut menjadi penting untuk diketahui agar dapat dipikirkan suatu format pengelolaan yang sinergis antara stakeholders, yaitu antara pemerintah dan masyarakat yang terkait. Dari uraian diatas peneliti mengangkat judul tentang

“Kajian Perilaku Masyarakat Nelayan Dalam Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Laut (Studi Kasus Di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar)”.

B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan masalah kondisi lingkungan sumberdaya laut yang terdegradasi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir kabupaten takalar yang terbelakang, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam suatu pertanyaan sebgai berikut:

1. Bagaimana persepsi masyarakat nelayan tentang pengelolaan sumberdaya laut di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan?

2. Bagaimana perilaku masyarakat nelayan dalam pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya laut di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar?

3. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat nelayan Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar dalam kerangka pembangunan lingkungan pesisir yang berkelanjutan?

(19)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat nelayan tentang pengelolaan sumberdaya lautdi Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan.

2. Untuk mengetahui perilaku masyarakat nelayan dalam pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya laut, khusunya di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar.

3. Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat nelayan Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar dalam kerangka pembangunan lingkungan pesisir yang berkelanjutan.

D. Kegunan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi dan kajian tentang perilaku masyarakat nelayan di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar yang dijadikan acuan dalam pembuatan kebijakan dibidang pembangunan lingkungan pesisir.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah provinsi Sulawesi Selatan dalam mengambil kebijakan menyangkut pemberdayaan masyarakat pesisir, khususnya di Kabupaten Takalar.

3. Bagi peneliti, dapat dijadikan pengalaman dalam berinteraksi dengan masyarakat pesisir dan mengetahui kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pesisir.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Persepsi

Menurut Saptorini (2003), persepsi adalah suatu proses mental yang rumit dan melibatkan berbagai kegiatan untuk menggolongkan stimulus yang masuk sehingga menghasilkan tanggapan untuk memahami stimulus tersebut.

persepsi dapat terbentuk setelah melalui berbagai kegiatan, yakni proses fisik (penginderaan), fisiologis (pengiriman hasil penginderaan ke otak melalui saraf sensoris) dan psikologis (ingatan, perhatian, pemrosesan informasi di otak).

Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi :

1. Pelaku persepsi, bila seorang individu memandang pada suatu target dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi, antara lain sikap, motif/kebutuhan individu, suasana hati, pengalaman masa lalu, prestasi belajar sebelumnya dan pengharapan;

2. Target yang akan diamati, karakteristiknya dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan;

3. Situasi, yaitu unsur-unsur dalam lingkungan sekitar dapat mempengaruhi persepsi (Robins, 2001).

Agar individu dapat melakukan persepsi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Adanya objek yang dipersepsikan, objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor Stimulasi dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor) dapat datang dari dalam yang langsung mengenai syaraf penerima (sensoris) yang bekerja sebagai reseptor.

b. Adanya alat indera atau reseptor yang cukup baik, yaitu alat untuk menerima stimulus. Di samping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk

(21)

meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf sensorisyaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respons diperlukan syaraf motoris.

c. Untuk menyadari atau untuk mengadakaan persepsi sesuatu diperlukan pula adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi.

Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi ada ada syarat-syarat yang bersifat:

1. Fisik atau kealaman 2. Fisiologis

3. Psikologis.

B. Perilaku

Perilaku adalah hasil pengalaman, dan perilaku digerakkan atau dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan”. Seorang ahli psikologi, merumuskan Bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon (Skiner, 2013).

Perilaku pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan (respons) terhadap rangsangan (stimulus), karena itu rangsangan mempengaruhi tingkah laku. Intervensi organisme terhadap stimulus respon dapat berupa kognisi sosial, persepsi, nilai, atau konsep. Perilaku adalah satu hasil dari peristiwa atau proses belajar. Proses tersebut adalah proses alami. Sebab perilaku harus dicari pada lingkungan eksternal manusia bukan dalam diri manusia itu sendiri.

Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku yaitu (1) pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek

(22)

melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. (2) Predisposisi (predisposing factors)yaitu faktor yang mempermudah atau mempredis posisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi. (3) Pemungkin (enabling factors) Yaitu faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan antara lain umur, status social ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta sumberdaya. (4) Pendorongataupenguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadipanutan.

C. Masyarakat Nelayan

Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama- sama, yang kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat.

Menurut Kusnadi (2009) bahwa masyarakat merupakan kelompok- kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupan.Supaya dapat menjelaskan pengertian masyarakat secara umum, maka perlu ditelaah tentang ciri-ciri dari masyarakat itu sendiri.

(23)

Menurut Kusnadi (2009), menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok yaitu:

1. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis, angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama.

2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai keinginankeinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan- peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.

3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.

4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.

Nelayan Menurut Imron dalam Mulyadi (2007:17), nelayan adalah Suatu kelompok masyarakat yang kehidupanya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri dari kategori-kategori sosial yang membentuk kesatuan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan simbol-simbol

(24)

kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. Faktor kebudayaan ini menjadi pembeda masyarakat nelayan dari kelompok sosial lainnya.

Sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola potensi sumberdaya perikanan. Mereka menjadi komponen utama konstruksi masyarakat maritim Indonesia. Dalam konteks ini, masyarakat nelayan didefinisikan sebagai kesatuan sosial kolektif masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dengan mata pencahariannya menangkap ikan di laut, pola-pola perilakunya diikat oleh sistem budaya yang berlaku, memiliki identitas bersama dan batas-batas kesatuan sosial, struktur sosial yang mantap, dan masyarakat terbentuk karena sejarah sosial yang sama. Sebagai sebuah komunitas sosial, masyarakat nelayan memiliki sitem budaya yang tersendiri dan berbeda dengan masyarakat lain yang hidup di daerah pegunungan, lembah atau dataran rendah, dan perkotaan.

Kebudayaan nelayan adalah sistem gagasan atau sistem kognitif masyarakat nelayan yang dijadikan referensi kelakuan sosial budaya oleh individu-individu dalam interaksi bermasyarakat. Kebudayaan ini terbentuk melalui proses sosio-historis yang panjang dan kristalisasi dari interaksi yang intensif antara masyarakat dan lingkungannya. Kondisi-kondisi lingkungan atau struktur sumberdaya alam, mata pencaharian, dan sejarah sosial-etnis akan mempengaruhi karakteristik kebudayaan masyarakat nelayan. Dalam perspektif antropologis, eksitensi kebudayaan nelayan tersebut adalah sempurna dan fungsional bagi kehidupan masyarakatnya (Kusnadi. 2009).

Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, nelayan diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.

(25)

b. Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan, nelayan dalam kategori ini bisa saja mempunyai pekerjaan lain.

c. Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011)

Komunitas nelayan terdiri atas komunitas yang heterogen dan homogen.

Masyarakat yang heterogen adalah mereka yang bermukim di desa-desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat. Sedangkan yang homogen terdapat di desa-desa nelayan terpencil biasanya mengunakan alat-alat tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitas kecil. Sementara itu, kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga akan menjadi penyebab rendahnya harga hasil laut di daerah mereka. Dilihat dari teknologi peralatan tangkap yang digunakan dapat dibedakan dalam dua katagori, yaitu nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional.

Dari beberapa defenisi masyarakat nelayan dan defenisi yang telah disebutkan diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa:

1. Masyarakat nelayan adalah kelompok manusia yang mempunyai mata pencaharian menangkap ikan dilaut.

2. Masyarakat nelayan bukan hanya mereka yang mengatur kehidupannya hanya bekerja dan mencari ikan di laut, melainkan mereka yang juga tinggal di sekitar pantai walaupun mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam dan berdagang.

Jadi pengertian nelayan secara luas adalah sekelompok manusia yang mempunyai mata pencaharian pokok mencari ikan di laut dan hidup di daerah

(26)

pantai, bukan mereka yang bertempat tinggal di pedalaman, walaupun tidak menutup kemungkinan mereka juga mencari ikan di laut karena mereka bukan termasuk komunitas orang yang memiliki ikatan budaya masyarakat pantai.

Salah satu hal mendasar yang menyebabkan kemiskinan tersebut adalah kurangnya pengetahuan dan lemahnya pendidikan, oleh karena itu factor penting yang perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk memperkecil angka kemiskinan nelayan tersebut adalah dengan meningkatkan pendidikan nelayan.

Komunitas nelayan terdiri atas komunitas yang heterogen dan homogen.

Masyarakat yang heterogen adalah mereka yang bermukim di desa-desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat. Sedangkan yang homogen terdapat di desa-desa nelayan terpencil biasanya mengunakan alat-alat tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitas kecil.

Sementara itu, kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga akan menjadi penyebab rendahnya harga hasil laut di daerah mereka. Dilihat dari teknologi peralatan tangkap yang digunakan dapat dibedakan dalam dua katagori, yaitu nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional.

Ukuran modernitas bukan semata-mata karena penggunaan motor untuk mengerakkan perahu, melainkan juga besar kecilnya motor yang digunakan serta tingkat eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan. Perbedaan modernitas teknologi alat tangkap juga akan berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional mereka. Keluarga nelayan biasanya merupakan keluarga batih, artinya dalam satu keluarga terdiri dari bapak, ibu dan anak.

Dalam satu keluarga, tiap anggota memiliki peranan masing-masing terutama dalam menjalankan perekonomian keluarga. Suami sebagai kepala rumah tangga adalah penanggungjawab kebutuhan rumah tangga, dan sebagai

(27)

pencari nafkah, yaitu mencari ikan di laut. Laut bagi nelayan merupakan ladang hidup, dan kehidupannya tergantung dari sumber-sumber kelautan. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan adalah pergi ke laut untuk menangkap ikan, jadi aktivitas nelayan (suami) sebagian besar dihabiskan di laut. Kegiatan yang berkaitan dengan kenelayanan ini dilakukan oleh nelayan tidak hanya di laut, tetapi juga dilakukan pada waktu di darat. Waktu senggang ketika tidak melaut, mereka gunakan untuk memperbaiki perahudan peralatan tangkap (Mulyadi, 2007).

Dilihat dari aktivitas dalam rumah tangga nelayan secara tidak langsung ada pembagian pekerjaan yang tegas antara suami dan istri. Suami kebanyakan menghabiskan pekerjaannya di laut, sedangkan istri pada umumnya wilayah pekerjaannya di rumah, menangani tugas-tugas rumah tangga, maupun yang terkait dengan perikanan.

Dalam kegiatan rumah tangga nelayan tidak hanya suami dan istri saja yang bekerja, tetapi anak-anakpun ikut membantu terutama yang berkaitan dengan kenelayanan. Sebagian anak laki-laki ikut membantu orang tuanya mencari ikan di laut, memperbaiki jaring, kadang-kadang ada juga yang ikut membantu mengemudikan perahu, sedangkan anak perempuan, selain membantu ibunya membantu pekerjaan rumah, juga membantu kegiatan memindang.

Peran anak laki-laki dan perempuan sama, tetapi memang ada nilai-nilai yang lebih mengharapkan anak laki-laki akan menjadi penerus atau pengganti ayahnya mencari ikan di laut. Hal tersebut mengakibatkan anak-anak keluarga nelayan banyak yang putus sekolah. Begitu juga yang terjadi pada keluarga nelayan di Kabupaten Pemalang, banyak anak setelah lulus SD ,SMP atau SMA ikut ayahnya ikut mencari ikan di laut lepas terutama pada anak laki-laki. Banyak faktor yang menyebabkan anak-anak tersebut tidak melanjutkan sekolah, antara

(28)

lain yaitu kurang perhatiannya orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya dan karena masalah ekonomi yang kurang, kesulitan-kesulitan ekonomi tidak memberikan kesempatan bagi rumah tangga nelayan meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak mereka. Di samping itu, kemudahan akses untuk bekerja di sektor perikanan tangkap, tuntutan ekonomi keluarga dan kesulitan dalam mencari peluang kerja lainnya sebagai akibat kegagalan pembangunan pedesaan, telah memperkuat barisan nelayan dengan tingkat kualitas sumber daya yang rendah. Dalam benak pikiran mereka, yang terpenting adalah bisa bekerja (menangkap ikan), dapat penghasilan dan bisa makan setiap hari (Kusnadi, 2009).

Sebagian besar nelayan dikategorikan sebagai nelayan penuh, karena seluruh waktu mereka digunakan untuk bekerja sebagai nelayan, sebagian besar dari mereka tidak mempunyai pekerjaan lain, sehingga ketika cuaca buruk tiba mereka hanya berdiam diri dirumah dan tidak mempunyai pekerjaan lain karena keterbatasan keterampilan dan rendahnya pendidikan formal yang dimiliki nelayan di Bontomarannu ini, nelayan disini juga dikategorikan sebagai nelayan tradisional (kecil), meskipun rata-rata kapal mereka sudah menggunakan motor sebagai penggeraknya, tetapi ukuran dan kapasitas dari kapal mereka masih tergolong kecil, sehingga hal ini berpengaruh pada lamanya waktu dan banyaknya hasil tangkapan mereka saat melaut, karena teknologi yang mereka gunakan tergolong sederhana, ketika musim hujan atau ketika cuaca buruk tiba sebagian besar dari mereka tidak bisa pergi melaut untuk mencari ikan.

D. Pengelolaan Sumberdaya Laut

Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan merupakan proses yang dinamis yang berjalan secara terus menerus, dalam membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan, pembangunan dan perlindungan wilayah dan sumberdaya

(29)

pesisir dan lautan. Bagian penting dalam pengelolaan terpadu adalah perancangan proses kelembagaan untuk mencapai harmonisasi dalam cara yang dapat diterima secara politis. Kunci penting dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah keterpaduan, keberlanjutan dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder).

Keterpaduan mensyaratkan adanya koordinasi lintas sektoral dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan yang berkelanjutan memiliki dimensi ekonomis, ekologis dan sosial politik. Dimensi ekonomi tidak hanya berorientasi pada kegiatan sektor pembangunan dengan pertumbuhan yang tinggi, tetapi juga dengan tingkat pemanfaatan sumberdaya yang rasional dan efisien. Dimensi ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan pembangunan harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara dimensi sosial politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat (dekratisasi), identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan.

Sebagian besar kekayaan sumberdaya hayati kita dikandung dalam lautan dan wilayah sekitarnya (pesisir) yang luasnya lebih dari 2/3 wilayah nusantara. Sistem pengelolaan yang efektif dapat menjamin bukan hanya agar sumberdaya hayati laut dan pesisir tersebut bertahan hidup melainkan semakin meningkat meskipun terus dieksploitasi sehingga menjadi modal dasar pembangunan secara berkelanjutan.

Akan tetapi faktanya di lapangan eksploitasi sumberdaya hayati laut dan pesisir tersebut cenderung merusak sehingga mengancam keberadaannya

(30)

beserta lingkungannya. Pengalaman memperlihatkan bahwa system pengelolaan yang salah menjadi faktor utama yang mengancam kelestarian sumberdaya hayati laut dan pesisir yaitu (1) pemanfaatan yang berlebihan (over exploitation), (2) penggunaan teknik dan peralatan penangkapan ikan yang merusak lingkungan, (3) perubahan dan degradasi fisik habitat/ekosistem, (4) pencemaran, dan (5) konversi kawasan lindung, hulu dan hilir menjadi peruntukan pembangunan lainnya (Ghofar, 2004)

Desakan ekonomi menjadi amat dominan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya hayati laut dan pesisir. Mereka membutuhkan sumberdaya tersebut untuk mencukupi kebutuhan hidup yang jumlahnya semakin hari terus bertambah. Sehingga ada kesenjangan antara desakan ekonomi dengan kemampuan masyarakat untuk melestarikan sumberdaya hayati laut dan pesisir. Apabila masalah kesenjangan ini tidak diatasi maka kehancuran ekosistem sumberdaya laut dan pesisir akan terus terjadi yang intensitasnya semakin besar.

Upaya melestarikan sumberdaya dan lingkungan dengan cara membatasi kegiatan ekonomi masyarakat memanfaatkan sumberdaya laut dan pesisir atau bahkan mematikannya akan sia-sia. Sudah banyak contoh kebijakan atau campur tangan pemerintah yang tidak memperhatikan kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir justru tidak efektif dan mengakibatkan kemubaziran yang mudah dimanfaatkan oleh beragam kepentingan elit yang merugikan dan mencederai rasa keadilan.

Pendekatan yang dapat diakukan dalam melestarikan sumberdaya laut dan pesisir beserta lingkungannya adalah dengan membangkitkan kesadaran masyarakat (public awarness) disamping melakukan proses-proses partisipasi dan kolaborasi/kemitraan dalam pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir yang tentunya untuk meningkatkan kesejahteraan. Memang kesadaran masyarakat

(31)

tidak muncul dalam waktu sesaat tetapi melalui proses edukasi yang berjalan terus menerus dan memperhatikan kondisi sosial budaya, pendidikan dan ekonomi masyarakat. Dengan kesadaran masyarakat tersebut harapannya akan terjadi keseimbangan antara upaya memanfaatkan dan melestarikan sumberdaya laut dan pesisir beserta lingkunganya di kemudian hari.

Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan.

E. Partisipasi

Menurut Rahardjo (2002) partisipasi diartikan sebagai upaya peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Lebih lanjut dijelaskan partisipasi merupakan keikutsertaan masyarakat dalam program-program pembangunan. Pada dasarnya partisipasi dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi yang bersifat swakarsa dan partisipasi yang sifat simobilisasikan. Partisipasi swakarsa mengandung arti bahwa keikutsertakan dan peran sertanya atas dasar kesadaran dan kemauan sendiri, sementara partisipasi yang dimobilisasikan memiliki arti keikutsertakan dan berperanserta atas dasar pengaruh orang lain. Nelviyonna (2005) menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan melipti partisipasi dalam: (1) memanfaatkan lingkungan, (2) mencegah kerusakan lingkungan (3) menanggulangi kerusakan lingkungan. Tingkat partisipasi masyarakat dipengaruhi oeh karakteristik masyarakat seperti tingkat pemahaman dan tingkat pendapatan masyarakat. Harun (1995) juga menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh (1) faktor pendidikan, (2) tingkat pengetahuan,(3) tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya, (4) pengembangan organisasi sosial di masyarakat. 

Menurut Tjokroamidjoyo,1990 dalam Mardijono (2008), ada tiga faktor yang mempengaruhi peran serta atau partisipasi yaitu :

(32)

a. Kepemimpinan. Faktor pertama proses pengendalian usaha dalam pembangunan ditentukan sekali oleh kepemimpinan.

b. Pendidikan. Tingkat pendidikan yang memadai akan memberikan kesadaran yang lebih tinggi dalam berwarga negara dan memudahkan bagi pengembangan identifikasi terhadap tujuan-tujuan pembangunan yang bersifat nasioanal.

c. Komunikasi Gagasan - gagasan, kebijaksanaan dan rencana - rencana akan memperoleh dukungan bila hal tersebut diketahui dan dimengerti oleh masyarakat.

Partisipasi yang baik adalah yang mendukung suksesnya suatu program.

Beberapa sifat dari partisipasi antara lain : positif, kreatif, kritis, korektif konstruktif dan realistis. Partisipasi dikatakan positif, bila partisipasi tersebut mendukung kelancaran usaha bersama dalam mencapai tujuan. Partisipasi kreatif, berarti keterlibatan yang berdaya cipta, tidak hanya melaksanakan instruksi atasan melainkan memikirkan sesuatu yang baru baik gagasan, metode maupun cara baru yang lebih efektif dan efisien. Partisipasi dapat dikatakan kritis, korektif- konstruktif bila keterlibatan dilakukan dengan mengkaji suatu jenis atau bentuk kegiatan, menunjukkan kekurangan bila ada dan memberikan alternatif yang lebih baik. Partisipasi yang realistis mempunyai arti bahwa keikutsertaan seseorang dengan memperhitungkan realitas atau kenyataan, baik kenyataan dalam masyarakat maupun realitas mengenai kemampuannya, waktunya yang tersedia dan adanya kesempatan ketrampilan (Gultom, 1985).

Faktor-faktor yang mempengaruhi peran serta masyarakat menurut Sastropoetro, 1986 dalam Mardijono (2008), adalah keadaan sosial masyarakat, kegiatan program pembangunan dan keadaan alam sekitarnya. Keadaan sosial masyarakat meliputi pendidikan, pendapatan, kebiasaan dan kedudukan sosial dalam sistem sosial. Kegiatan program pembangunan merupakan kegiatan yang

(33)

direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah yang dapat berupa organisasi masyarakat dan tindakan kebijaksanaan. Sedangkan alam sekitar merupakan faktor fisik atau keadaan geografis daerah yang ada pada lingkungan tempat tinggal masyarakat setempat. Tokoh masyarakat, pemimpin adat, tokoh agama adalah merupakan komponen yang juga berpengaruh dalam menggerakkan masyarakat yang berperan serta dalam suatu kegiatan.

Menurut Hardjasoemantri,1993 dalam Mardijono (2008) bahwa selain memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan peran serta masyarakat juga akan meningkatkan kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan serta membantu perlindungan hukum. Bila suatu keputusan akhir diambil dengan memperhatikan keberatan-keberatan yang diajukan, maka akan memperkecil kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan karena masih ada alternatif pemecahan yang dapat diambil sebelum sampai pada keputusan akhir. Terhadap hal diatas, Hardjasoemantri (1993) melihat perlu dipenuhinya syarat-syarat berikut agar peran serta masyarakat menjadi efektif dan berdaya guna

(1) Pemastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya.

(2) Informasi lintas batas (transfortier information) ; mengingat masalah lingkungan tidak mengenal batas wilayah yang dibuat manusia, maka ada kemungkinan kerusakan lingkungan di satu daerah akan pula mempengaruhi daerah lain sehingga pertukaran informasi dan pengawasan yang melibatkan daerah-daerah terkait menjadi penting;

(3) Informasi tepat waktu (timely information) suatu proses peran masyarakat yang efektif memerlukan informasi yang sedini dan seteliti mungkin sebelum keputusan terakhir diambil. sehingga masih ada kesempatan untuk mempertimbangkan dan mengusulkan alternatif-alternatif pilihan;

(34)

(4) Informasi yang lengkap dan menyeluruh (comphrehensif information) walau isi dari suatu informasi akan berbeda tergantung keperluan bentuk kegiatan yang direncanakan tetapi pada intinya informasi itu haruslah menjabarkan rencana kegiatan secara rinci termasuk alternati-alternatif lain yang dapat diambil;

(5) Informasi yang dapat dipahami; seringkali pengambilan keputusan di bidang lingkungan meliputi masalah yang rumit, kompleks dan bersifat teknis ilmiah, sehingga haruslah diusahakan informasi tersebut mudah dipahami oleh masyarakat awam.

Beberapa indikator kualitatif yang menandai bahwa suatu masyarakat nelayan memiliki kebudayaan sebagai berikut (Kusnadi, 2009) :

- Tercapainya kesejahteraan sosial ekonomi; individu, rumah tangga dan masyarakat.

- Kelembagaan ekonomi berfungsi optimal dan aktivitas ekonomi stabil kontinuitas

- Kelembagaan sosial berfungsi dengan baik sebagai instrumen pembangunan lokal.

- Berkembangnya kemampuan akses masyarakat terhadap sumber daya ekonomi, informasi, kapital pasar dan teknologi.

- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan di kawasan pesisir.

- Kawasan ekonomi menjadi pusat-pusat pembangunan ekonomi wilayah dan ekonomi nasional yang dinamis serta memiliki daya tarik investasi.

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan mensyaratkan adanya partisipasi yang luas dari masyarakat. Konsep partisipasi dapat diaplikasikan melalui model pengelolaan wilayah berbasis masyarakat. Model pengelolaan wilayah pesisir dan lautan berbasis masyarakat merupakan pola pengelolaan

(35)

sumber daya alam yang melibatkan masyarakat lokal secara aktif. Landasan idiologis dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan tertuang dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal tersebut mengamanatkan agar pelaksanaan penguasaan negara atas sumber daya alam khususnya sumber daya pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat banyak, dan juga harus mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan masyarakat pesisir serta memajukan desa-desa pantai.

F. Kerangka Pikir

Perilaku pada dasarnya merupakan pengejewantahan dari pola pikir dan budaya suatu masyarakat dalam memberikan respon terhadap lingkungannya.

Pada masyarakat nelayan, perilaku kesehariaannya antara lain dapat tercermin dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut.

Perilaku dalam pembangunan lingkungan pesisir lahir dari pola pikir yang di pengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya informasi dan teknologi penangkapan. Masuknya informasi dan teknologi penangkapan yan tidak ramah lingkungan dapat mengubah perilaku masyarakat nelyan setempat dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan, misalnya penggunan alat peledak (bom ikan) dalam penagkapan ikan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang berimbas pada kepunahan sumberdaya.

Dengaan mengetahui pola perilaku masyarakat nelayan dalam berbagai hal, sebagai mana di sebutkan diatas, maka dapat dilahirkan suatu formula untuk pembuatan kebijakan dalam hal pembangunaan wilayah pesisir yang berkelanjutan serta untuk memberdayakan masyarakat nelayan itu sendiri.

(36)

Adapun skema kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada skema berikut ::

Skema 1. Kerangka pikir penelitian : perilaku masyarakat nelayan dalaam keberlanjutan pengelolaan lingkungan pesisir.

Keberlanjutan Pengelolaan sumberdaya laut

Nelayan Tangkap

Persepsi Masyarakat Nelayan tentang

Pengelolaan Sumberdaya Laut

1. Penggunaan alat tangkap

2. Daerah penangkapan

Lingkungan pesisir yang lestari Perilaku Masyarakat Nelayan dalam Pemanfaatan dan Perlindungan Sumberdaya Laut

Tingkat Partisipasi Masyarakat Nelayan dalam Kerangka Pembangunan Lingkungan pesisir

1. Potensi sumberdaya laut

2. Penggunaan alat tangkap

3. Daerah penangkapan

(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2017 di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar. Dipilihnya Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar sebagai obyek kasus dalam penelitian ini, oleh karena :

1. Desa Bontomarannu merupakan salah satu desa wilayah pesisirnya cukup luas di Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar.

2. Penduduk yang bermukim disekitar pantai relatif cukup besar.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Seperti yang di ungkapkan oleh Moleong (2013)bahwa pendekatan studi kasus bertujuan untuk menggambarkan secara tepat kondisi tempat dan objek penelitian yang sesuai tujuan penelitian yang ada. Dimana diharapkan dari penelitian ini akan dideskripsikan secara mendalam tentang perilaku masyarakat pesisir dalam pengelolaan lingkungan pesisir.

C. Populasi dan Pengambilan Sampel 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua warga masyarakat pesisir yang ada diperkampungan nelayan Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar. Jumlah penduduk yang ada adalah sekitar 2.148 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 482 KK. Sedangkan jumlah penduduk yang berprofesi sebagai nelayan sebanyak 141 KK.

(38)

2. Sampel Penelitian

Penarikan sampel dilakukan dengan cara metode pupossive (sengaja) di mana setiap warga yang bermukim di desa bontomarannu memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Menurut pendapat sugiyono (2006) bahwa jika populasi telah mencapai 100 unit sampel maka sampel yang diambil minimal 15% dari populasi, apabila jumlah populasi kurang dari 100 maka digunakan metode sensus. Jumlah sampel yang diambil sebesar 32 kepala keluarga. Untuk menggali informasi lebih dalam, dipilih secara purpossive 2 informan kunci.

D. Jenis dan Sumber data

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis data, yaitu data primer dan data skunder. Data primer (data utama) adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui wawancara dan data observasi dilapangan seperti kata- kata dan tindakan melalui catatan tertulis, pengambilan foto. Data responden yang diambil, dengan pertimbangan adalah bermata pencaharian sebagai nelayan, aktivitas usaha di pesisir dan laut, tokoh masyarakat, adat dan agama serta aparat pemerintah. Sedangkan data skunder adalah data yang diperoleh dari instansi pemerintah, literatur dan hasil penelitian yang sudah ada dan instansi yang terkait dengan penelitian. Data skunder ini merupakan sumber tertulis yang berupa sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi (Moleong, 2013).

E. Instrumen Pengumpulan data

Adapun cara dan instrumen yang akan digunakan dalam mengumpulkan data penelitian ini adalah :

(39)

1. Observasi yaitu terlibat dan mengamati langsung perilaku atau aktivitas keseharian masyarakat pesisir Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar.

2. Wawancara yaitu mengumpulkan data secara langsung melalui tanya jawab dengan pihak yang terkait, yaitu nelayan Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan aparat pemerintah melalui quisioner.

3. Dokumentasi yaitu pencacatan lapangan dan pengambilan gambar yang berkaitan dengan kehidupan nelayan di Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar.

4. Data-data instansi terkait sebagai data pendukung penelitian.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah dengan menggunakan pendekatan studi kasus yang menghasilkan data deskriptif, baik berupa data verbal maupun non verbal maupun perilaku yang dapat di amati di lapangan.

Untuk menunjukan tinggi rendahnya partisipasi masyarakat terhadap pelestarian sumberdaya laut digunakan ukuran yang berpedoman pada kriteria persentase skala likert. Menurut Amirin (2011) skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tntang fenomena sosial. Dengan skalalikert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Dalam penggunaan skala likert, terdapat dua bentuk pertanyaan positif untuk mengukur skala positif, dan bentuk pertanyaan negatif untuk mengukur skala negatif. Pertanyaan positif diberi skor 5,4,3,2,dan 1.

Sedangkan bentuk pertanyaan negatif diberi skor 1,2,3,4 dan 5. Bentuk jawaban

(40)

skala likert antara lain : sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan tidak tahu.

Rumus untuk menentukan total responden yang memilih : T x Pn

Di mana :

T = total jumlah responden yang memilih Pn = pilihan angka skor likert

Rumus untuk menentukan interprestasi jumlah responden : Y = skor tertinggi x jumlah responden X = skor terendah x jumlah responden Rumus untuk menentukan index persentase tingkat partisipasi :

Index % = Total skor / Y x 100

Pedoman kriteria persentase dengan skala likert adalah sebagai berikut:

- Terlihat 0% - 19,99% : berpartisipasi rendah - Terlihat 20% - 39,99% : berpartisipasi sedang - Terlihat 40% - 59,99% : berpartisipasi netral/cukup - Terlihat 60% - 79,99% : berpartisipasi tinggi

- Terlihat 80% - 100% : berpartisipasi sangat tinggi

G. Definisi Operasional

Untuk mengarahkan peneliti dalam melakukan penelitian dan untuk menyamakan persepsi penelitian, maka ditetapkan definisi operasional sebagai berikut:

1. Kajian adalah sebuah metode atau cara dalam memperoleh informasi yang lebih mendalam terhadap sesuatu masalah yang diangkat dengan melahirkan rekomendasi-rekomendasi sebagai pijakan untuk mengambil kebijakan.

(41)

2. Persepsi adalah pandangan, pendapat atau harapan nelayan di desa Bontomarannu mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut.

3. Perilaku adalah tatacara atau tata kelakuan yang diterapkan oleh masyarakat di desa Bontomarannu, yang meliputi perilaku dalam pengelolaan kawasan pantai, perilaku dalam menggunakan alat tangkap dan sarana produksi, dan pemanfaatan sumberdaya laut.

4. Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang tinggal dan menetap di lokasi penelitian, dan berprofesi sebagai nelayan, dimana dia menggantungkan hidupnya pada sumberdaya laut.

5. Sumberdaya laut adalah keseluruhan sumberdaya laut yang terdiri dari beragam biota laut yang dapat dimanfaatkan oleh nelayan di desa Bontomarannu.

6. Penegelolaan sumberdaya laut adalah kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh nelayan di desa Bontomarannu dalam rangka memanfaatkan sumberdaya laut sebagai sumber kehidupannya dengan mempertimbangkan keberlanjutan sumberdaya laut untuk generasi yang akan datang.

Pengelolaan sumberdaya laut yang dimaksud adalah tentang penggunaan alat tangkap, penggunaan armada kapal dan lokasi penangkapan yang sering di datangi oleh nelayan desa Bontomarannu.

7. Pembangunan yang berkelanjutan adalah pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan dan pelestarian lingkungan pesisir dalam rangka mempertahankan kemantapan ekosistem, terpenuhinya kebutuhan masyarakat nelayan dengan tetap memperhatikan kebutuhan generasi mendatang.

8. Partisipasi nelayan adalah keterlibatan nelayan di desa Bontomarannu dalam usaha mengelola sumberdaya laut, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menunjang pelestarian sumberdaya laut yang berkelanjutan.

(42)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Geografis

Desa Bontomarannu dengan Ibukota Dusun Balang merupakan satu entitas dari sebuah kesatuan utuh wilayah pemerintahan desa. Secara administratif, Desa Bontomarannu yang terdiri dari 4 (empat) dusun yaitu Dusun Barua, Dusun Mandi, Dusun Balang, Dusun Talisea. Selain itu Desa Bontomarannu memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

Gambar 1. Peta Desa Bontomarannu

 Sebelah Utara berbatas dengan Desa Popo

 Sebelah Timur berbatas dengan Desa Barammamase

 Sebelah Selatan berbatas dengan Desa Kalukubodo

 Sebelah Barat berbatas dengan Selat Makassar

Gallarrang Popo, Gallarrang Barammamase, Daengta Kalukubodo, dan Daengta Mangendara merupakan 4 (empat) daerah yang digabungkan menjadi satu daerah dan diberinama Bontomarannu dan berada pada naungan pemerintahan distrik Galesong. Kepela Pemerintahan saat itu, dengan wilayah

(43)

kerja meliputi 4 (empat) wilayah penggabungan dan wilayah kerja masing-masing 4 (empat) wilayah tersebut di kepalai oleh Kepala Kampung. Bontomarannu terbentuk pada Tahun 1951 atau 5 (lima) tahun sesudah masa kemerdekaan Republik Indonesia. Pada saat Pembentukan Desa Bontomarannu sudah ada istilah Desa dan dipimpin oleh Kepala Desa sampai sekarang. Desa Bontomarannu dalam perjalannya mengalami perubahan wilayah kerja dimana Bontomarannu dimekarkan menjadi 2 (dua) Desa yaitu Desa Bontomarannu dan Desa Barammamase, kemudian Pemekaran Barammammase di mekarkan lagi Menjadi 2 (dua) yaitu Desa Barammamase dan Desa Popo, dan pada saat itu Desa induk yaitu Bontomarannu dimekarkan lagi menjadi 2 (dua) desa yaitu Desa Bontomarannu dan Desa Mangindara, dan kemudian Kembali Bontomarannu dimekarkan lagi menjadi 2 (dua) desa yaitu Desa Bontomarnnu dan Desa Kalukubodo.

B. Kondisi Demografi

Penduduk Desa Bontomarannu berdasarkan data Kesehatan tahun 2017 berjumlah 2.164 jiwa tersebar di 4 (empat) dusun, dengan jumlah penduduk terbesar berada pada Dusun Mandi dan jumlah penduduk terkecil berada pada Dusun Talisea. Dengan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Bontomarannu berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

1. Laki-laki 1.104 51

2. Perempuan 1.060 49

Jumlah 2.164 100

Sumber : Data Sekunder, 2017

(44)

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa rasio jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan perdusun dengan perbandingan 1.104 jiwa yang berjenis kelamin laki-laki dan 1.060 jiwa yang berjenis kelamin perempuan.Dengan jumlah persentase untuk berjenis kelamin laki-laki sebesar 51 % sedangkan untuk berjenis kelamin perempuan sebesar 49 %.

Tabel 2. Pembagian Jumlah Penduduk berdasarkan Dusun Di Desa Bontomarannu

No. Nama Dusun Jumlah

Kepala Keluarga Persentase (%)

1. Dusun Mandi 152 kk 32

2. Dusun Barua 142 kk 29

3. Dusun Balang 121 kk 25

4. Dusun Talisea 67 kk 14

Jumlah 482 kk 100

Sumber : Data Sekunder, 2017

Dengan keseluruhan jumlah kepala keluarga sebanyak 482 kk. Desa Bontomarannu terbagi atas 4 (empat) dusun, dengan jumlah kepala keluarga di Dusun Mandi sebanyak 152 kk, Dusun Barua sebanyak 142 kk, Dusun Balang sebanyak 121 kk, dan Dusun Talisea sebanyak 67 kk. Dengan jumlah persentase masing-masing dusun, Dusun Mandi dengan jumlah persentase 32

%, Dusun Barua sebesar 29 %, Dusun Balang sebesar 25 %, dan terakhir Dusun Talisea sebesar 14 %. Dan berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa Dusun Mandi memiliki persentase tinggi yaitu sebesar 32 % karena jumlah penduduk yang lebih banyak dibandingkan dusun lain. Sedangkan untuk jumlah persentase terendah pada Dusun Talisea sebesar 14 % karena jumlah penduduk paling sedikit di Dusun Talisea.

(45)

Penduduk Desa Bontomarannu dilihat dari 4 (empat) Tahun terakhir 2013-2017 terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Akibat bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun ,tingkat kepadatan penduduk di Desa Bontomarannu juga mengalami peningkatan.

C. Keadaan Sosial Ekonomi

Penduduk Desa Bontomarannu sesuai data penduduk pada tahun 2017 sebanyak 482 jiwa yang tercatat sebagai kepala keluarga.Data demografi penduduk di desa ini juga memperlihatkan bahwa sebagian besar dari penduduk kehidupannya sangat tergantung dari sektor perikanan, dengan berprofesi sebagai nelayan.Disamping itu mata pencaharian sebagai petani menempati posisi kedua, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Bontomarannu

No. Mata Pencaharian Jumlah

Kepala Keluarga

Persentase (%)

1. Nelayan 141 29

2. Petani 43 9

3. Wiraswasta 22 5

4. Pelajar/Mahasiswa 5 1

5. PNS 11 2

6. Polisi/Tentara 4 1

7. Pelaut 3 1

8. Pedagang 5 1

9. Guru 3 1

10. Belum/Tidak Bekerja 151 31

11. Mengurus Rumah Tangga 89 18

12. Dan lain-lain 5 1

Jumlah 482 100

Sumber :Data Sekunder, 2017

(46)

Dapat dilihat dari tabel 3 diatas, bahwa profesi yang ditekuni sebagian besar penduduk Desa Bontomarannu adalah nelayan sebesar 29% yang disebabkan wilayah Desa Bontomarannu berada pada kawasan pesisir atau pantai yang memudahkan para nelayan untuk pergi melaut dan menangkap ikan.

Sedangkan untuk pekerjaan pelajar/mahasiswa, polisi/tentara, pelaut, pedagang, guru adalah profesi yang paling sedikit ditekuni yang hanya berjumlah 1%

sedangkan dan lain-lain ini jenis pekerjaan yang ditekuni adalah konsultan, bidan, perawat, buruh harian lepas, dan sopir dengan nilai persentase sebesar 1%.

Penduduk yang sebagian besar nelayan ini, ternyata pendidikannya sangat rendah hampir sebagian diantaranya hanya mampu menyelesaikan pendidikannya sebatas sekolah dasar (SD) saja bahkan ada yang tidak tamat.Sebagian besar penduduk yang berprofesi sebagai nelayan, kurang memperhatikan yang namanya pendidikan dengan salah satu alasan terkendala oleh biaya pendidikan dan ingin membantu orangtua mencari nafkah.

Tabel 4. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Bontomarannu

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

(Orang)

Persentase (%)

1. Tidak Pernah Sekolah 597 27,6

2. Belum Sekolah 134 6,2

3. Tidak Tamat SD 459 21,2

4. TK 56 2,6

5. SD 672 31,1

6. SMP 107 4,9

7. SMA 114 5,3

8. D-3 5 0,2

9. S-1 17 0,8

10. S-2 3 0,1

Jumlah 2164 100

Sumber : Data Sekunder, 2017

(47)

Berdasarkan tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penduduk di Desa Bontomarannu terbanyak pada tingkatan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 672 orang dengan total persentase 30% sedangkan untuk penduduk yang melanjutkan pendidikan S-2 sebanyak 3 orang yang paling sedikit.

D. Sarana Dan Prasarana

Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Bontomarannu adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Sarana dan Prasarana di Desa Bontomarannu

No. Sarana prasarana Jumlah

1 Mesjid 4

2 Puskesmas 1

3 Kantor Kelurahan 1

4 Lapangan 1

5 Sekolah Taman Kanak-kanak (TK) 2

6 Sekolah Dasar (SD) 2

7 Wc Umum 6

Sumber : Data Sekunder, 2017

Berdasarkan tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana yang ada di Desa Bontomarannu adalah Mesjid, Puskesmas, Kantor Kelurahan, Lapangan, Sekolah, dan Wc umum. Mesjid digunakan sebagai tempat ibadah bagi masyarakat yang beragama islam. Fasilitas pendidikan yang ada yaitu Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 2 buah dan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 2 buah. Sedangkan fasilitas olahraga berupa lapangan olahraga.Fasilitas kesehatan yang ada yaitu Puskesmas sebanyak 1 unit.Dan Wc umum yang berjumlah 6 buah tersebar diseluruh desa.

(48)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persepsi Masyarakat Nelayan Tentang Pengelolaan Sumberdaya Laut

Persepsi merupakan suatu rangkaian proses yang dilakukan oleh seseorang dalam menafsirkan, memikirkan, menginterprestasikan, mengalami dan megolah segala pertanda atau objek yang ada disekitar lingkungannya. Dari hasil interprestasi ini akan melahirkan tanggapan, pendapat, pengetahuan dan pandangan yang didalamnya terkandung unsur kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap suatu objek tertentu.

Masyarakat pesisir memandang lingkungan (sumberdaya alam) sebagai suatu mata pencaharian hidup yang dapat di manfaatkan kapanpun dan dimanapun tanpa terikat oleh etnisitas maupun golongan tertentu. Terkait dengan ini, umumnya masyarakat memandang sumberdaya alam dalam dua sudut pandang, yaitu apakah sumberdaya alam sebagai wilayah open access atau tidak dan apakah sumberdaya alam dapat diperbaharui atau tidak. Apabila sumberdaya alam dipandang sebagai wilayah open access maka, umumnya diikuti oleh pandangan yang menyatakan bahwa sumberdaya alam bersifat tak terbatas. Sebaliknya jika alam dimiliki secara komunal atau individu maka, sumberdaya alam cenderung dipahami sebagai sesuatu yang dapat terbatas.

Keterbatasan sumberdaya akan membuka peluang bagi tumbuhnya perilaku budidaya sebagai bentuk resistensi terhadap kondisi sumberdaya yang dikelola.

Sebagai suatu bahan kajian, peneliti dalam skripsi ini mengangkat suatu masalah yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat nelayan Bontomarannu tentang pengelolaan sumberdaya laut dalam hal ini kaitanya dengan potensi sumberdaya laut, penggunaan bahan peledak (bom) serta daerah penangkapan. Analisis ini merupakan jawaban dari rumusan masalah pertama yang diangkat dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan aplikasi ini pengajar yang dalam hal ini dosen atau asisten dosen dapat membuat materi, perintah tugas, dan pengumuman yang dapat dilihat oleh pengguna

Penggunaan metode titrasi argentometri merupakan metode yang klasik untuk analisis kadar klorida yang dilakukan. dengan mempergunakan AgNO 3 0.5M

PENGERTIAN Usaha atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka memberikan informasi terhadap masalah kesehatan pasien yang belum diketahui oleh pasien dan keluarga untuk membantu

Susunan organisasi dari Komite Keperawatan ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit dengan mempertimbangkan sikap profesional, kompetensi, pengalaman

Analisis secara parsial variabel pelayanan dengan indikator-indikator pelayanan seperti: keandalan (reability), daya tanggap (responsiveness), empati (empathy), jaminan

Penelitian ini dilakukan pada Panti Sosial Tresna Werdha “ILOMATA” Kota Gorontalo, dengan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskrispikan Pengelolaan

Garut Sidodadi Sukaraja Sedayu Bangun Rejo Kanoman Tugurejo Way Kerap Sudimoro Sudimoro Bangun Pardawaras Sri Purnomo Sri Kuncoro Srikaton Karang Agung Sidomulyo Tulung Asahan

Tugas Akhir merupakan salah satu syarat yang harus dilakukan setiap mahasiswa Ilmu Komputer untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program D-3 Teknik Informatika