• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEMAMPUAN, SIKAP DAN MOTIVASI DENGAN PENEMUAN KASUS TB PARU OLEH KADER TB PARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN KEMAMPUAN, SIKAP DAN MOTIVASI DENGAN PENEMUAN KASUS TB PARU OLEH KADER TB PARU"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

27 HUBUNGAN KEMAMPUAN, SIKAP DAN MOTIVASI DENGAN PENEMUAN KASUS

TB PARU OLEH KADER TB PARU

Sari Mulyani, SST.,M.Kes1, Aris Juarsa, SKM., M.Kes2 Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKes Garut

sarimulyani@gmail.com

ABSTRAK. Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit menular yang selalu menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di seluruh dunia (kedaruratan global penyakit TB Paru). Tahun 2017 di Kabupaten Garut angka penemuan kasus TB Paru BTA (+) sebanyak 1.669 orang. Kegiatan penemuan kasus TB Paru melibatkan TB Care Aisyiah Kabupaten Garut dengan membentuk kader TB Paru yang sesuai dengan kemampuan, sikap dan motivasi dalam penemuan kasus TB Paru.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kemampuan, sikap dan motivasi dengan penemuan kasus TB Paru pada kader TB Paru di TB Care Aisyiah Kabupaten Garut. Metode penelitian ini dengan metode analitik menggunakan crossectional dengan populasi seluruh kader TB Paru sebanyak 72 orang kader menggunakan total sampling sebanyak 72 sampel, dengan analisis univariat dan bivariat dengan uji Chi Square.

Hasil penelitian bahwa ada hubungan antara kemampuan dengan penemuan kasus TB Paru, karena X2hitung (47,839) > X2tabel (9,488) maka hipotesis nol ditolak dan nilai Sig (0,000) <

alpha (0,05) maka hipotesis nol ditolak. Ada hubungan antara sikap dengan penemuan kasus TB Paru, karena X2hitung (25,581) > X2tabel (5,991) maka hipotesis nol ditolak dan nilai Sig (0,000) < alpha (0,05) maka hipotesis nol ditolak. Ada hubungan antara motivasi dengan penemuan kasus TB Paru, karena X2hitung (33,958) > X2tabel (5,991) maka hipotesis nol ditolak dan nilai Sig (0,000) < alpha (0,05) maka hipotesis nol ditolak.

Disarankan untuk melakukan kerja sama lintas sektor dan lintas program dalam penemuan kasus TB Paru, Melakukan pelatihan kepada petugas kesehatan, melakukan pelatihan kader secara berkelanjutan serta melakukan perluasan wilayah kerja, melakukan penambahan jumlah kader.

Kata Kunci : TB Paru dan kinerja

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan manusia yang sangat mendasar dan disamping itu setiap individu berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi dirinya secara maksimal. Oleh karena itu kesehatan merupakan salah satu faktor dalam menentukan indeks pembangunan sumber daya manusia.

Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan hal ini secara optimal diselenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan pada masyarakat.

Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit menular yang selalu menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di seluruh dunia.

Dalam laporannya, pada tahun 2003 World Health Organization (WHO) mencanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis paru dikarenakan banyaknya jumlah kasus tuberkulosis paru dan kegagalan dalam penyembuhan terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah tuberkulosis paru besar (high burden countries). Kemudian World Health Organization (2008) memperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium Tuberculosis, sementara pada tahun 1995 diperkirakan ada 9 juta pasien tuberkulosis paru baru dan 3 juta kematian per tahun akibat tuberkulosis paru di dunia.

Berdasarkan laporan WHO (2008) dinyatakan bahwa masalah tuberkulosis paru di negara berkembang sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan, karena sebanyak 95%

(2)

28 kasus tuberkulosis paru berada di negara

tersebut, dan sebanyak 98% kematian yang ada dinegara itu disebabkan oleh tuberkulosis paru. Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita tuberkulosis paru terbesar setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberkulosis paru di dunia.

Departemen Kesehatan pada tahun 2004 memperkirakan besarnya jumlah kematian setiap tahunnya sebanyak 101.000 orang dengan kasus baru sebanyak 539.000 kasus dan insiden tuberkulosis paru BTA Positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Sementara WHO memperkirakan jumlah kematian akibat penyakit ini setiap tahunnya di Indonesia sebanyak 175.000 dengan jumlah kasus pertahun sebanyak 550.000 kasus. (WHO 2008)

Dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, Angka notifikasi kasus baru TB paru BTA+ dan angka notifikasi seluruh kasus Tb per 100.000 penduduk dari tahun 2008-2013 di Jawa Barat sebesar 54% dari target minimal sebesar 65%. Hal ini menunjukkan bahwa penemuan kasus TB Paru masih di bawah target dan merupakan masalah dalam program pengendalian TB Paru di Provinsi Jawa Barat.

(Kemenkes RI, 2013).

Selain itu, dalam Profil Kesehatan Jawa Barat tahun 2012 menunjukkan kasus baru dan kasus lama TB Paru di Kabupaten Garut sebanyak 2.627 orang. Berdasarakan data tersebut maka Kabupaten Garut perlu adanya penanggulangan kasus TB Paru yang serius salah satunya melalui kerjasama dalam upaya pemberantasan penyakit TB Paru dari berbagai sektor, karena dikhawatirkan penyakit ini terus menyebar ke seluruh masyarakat Garut. (Dinkes Jabar, 2012) Angka penemuan kasus TB Paru BTA (+) di Kabupaten Garut sebanyak 1.669 orang. Oleh karena itu upaya penjaringan kasus ini harus tetap dilakukan untuk meningkatkan kinerja dalam penemuan kasus TB Paru. (Dinkes Garut, 2014)

Kegiatan penemuan kasus TB Paru di Kabupaten Garut dilakukan kebijakan Dinas Kesehatan Garut yang melibatkan TB Care Aisyiah Garut dengan membentuk kader TB Paru dalam pelaksanaan kegiatan program TB Paru seperti penyebarluasan informasi tentang

TB Paru di masyarakat, aktif mencari dan memotivasi suspek TB Paru ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK).

TB Care Aisyiah sebagai mitra kerja dinas kesehatan dalam penanggulangan TB, maka setiap Sub-Sub Recipient (SSR) yang bekerja dalam program TB Care Aisyiah harus melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan setempat. Koordinasi ini untuk meningkatkan kerjasama yang efektif antar Sub-Sub Recipient (SSR) dan dinkes Kabupaten/Kota dalam memastikan keakuratan data temuan kasus, ketersediaan OAT, Regensia (yang merupakan tanggungjawab kementerian kesehatan dalam pengadaan OAT &

regensia); serta layanan terhadap suspek &

pasien TB yang dirujuk ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK). Selain itu, kebijakan lokal dan isu-isu terkait permasalahan daerah perlu dibahas bersama sehingga memperkecil persoalan dalam uapaya penanggulangan TB.

Penemuan suspek penyakit TB Paru di Kabupaten Garut sebanyak 806 orang dengan hasil BTA+ 113 orang. (TB Care Aisyiah) Pembekalan yang telah dilakukan oleh kader TB Paru di TB Care Aisyiah Garut adalah peningkatan kemampuan kapasitas kader untuk melaksanakan berbagai tugas dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan kader.

Kemudian motivasi kader dalam proses kesediaan melakukan usaha untuk mencapai sasaran organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut untuk memuaskan kebutuhan kader TB Paru. Meskipun secara umum motivasi merujuk ke upaya yang dilakukan guna mencapai setiap sasaran, disini kita merujuk ke sasaran organisasi karena fokus kita adalah perilaku yang berkaitan dengan kerja yang dilakukan adalah peningkatan kesadaran, pemahaman masyarakat dan penemuan kasus TB Paru, selain itu pada kenyataannya mereka adalah orang-orang sukarelawan yang peduli terhadap penyakit TB Paru. Kader TB Paru yang dibentuk oleh TB Care Aisyiah sebanyak 72 orang kader yang tersebar di setiap Desa/Kelurahan dari 7 kecamatan yaitu Kecamatan Garut Kota, Kecamatan Tarogong Kidul, Kecamatan Tarogong Kaler, Kecamatan Karangpawitan, Kecamatan Wanaraja, Kecamatan Cilawu dan Kecamatan Samarang.

(3)

29 Adanya kader TB Paru yang dibentuk oleh TB

Care Aisyiah dapat meningkatkan penemuan kasus dan penyuluhan kepada masyarakat tentang TB serta mendampingi PMO sampai pasien dikatakan sembuh.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui tentang

“Hubungan kemampuan, Sikap dan Motivasi dengan Penemuan Kasus TB Paru oleh Kader TB Paru”.

METODE

Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode analitik.

Dalam hal ini jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional dengan menggunakan desain penelitian cross sectional.

PEMBAHASAN

Distribusi frekuensi responden berdasarkan wilayah kerja kader TB Paru di Wilayah Kerja TB Care Aisyiah Kabupaten Garut menunjukkan responden yang yang paling banyak berada di wilayah kerja Kecamatan Garut Kota sebanyak 20 orang (27,8 %), sedangkan yang paling sedikit di wilayah kerja Kecamatan Samarang sebanyak 4 orang (5,6 %) dari 72 orang responden.

Distribusi frekuensi berdasarkan umur kader TB Paru yang berumur kurang dari 25 tahun sebanyak 3 orang (4,2 %), kemudian responden yang berumur 26 sampai 35 tahun sebanyak 19 orang (25 %) kemudian umur 36 sampai 45 tahun sebanyak 25 orang (34,7 %), selanjutnya yang berumur 46 sampai 55 tahun sebanyak 19 orang (26,4 %) dan yang berumur 56 sampai 65 tahun sebanyak 6 orang (8,3 %) serta yang berumur lebih dari 66 tahun sebanyak 1 orang (1,4 %) dari 72 responden yang diteliti.

Kader yang berusia lebih tua cenderung lebih mempunyai rasa keterikatan atau komitmen dibandingkan dengan yang berusia muda sehingga meningkatkan loyalitas mereka. Hal ini bukan saja disebabkan karena lebih lama tinggal di masyarakat, tetapi dengan usia tuanya tersebut, makin banyak sosialisasi dengan masyarakat bahkan bisa menjadi kepercayaan di masyarakat. Namun kader yang lebih muda cenderung mempunyai fisik yang kuat, sehingga diharapkan dapat bekerja keras. Tetapi kader yang lebih muda

umumnya kurang berdisiplin, kurang bertanggungjawab dibandingkan kader yang lebih tua.

Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin yaitu sebanyak 69 orang (95,8 %) dan yang paling sedikit berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 3 orang (4,2) dari 72 responden kader TB Paru.

Berdasarkan data di atas menunjukkan mayoritas kader TB Paru adalah perempuan, dimana jenis kelamin perempuan ini lebih berperan aktif dibandingkan laki-laki, selain itu menurut penelitian terdahulu perempuan lebih teliti dan rajin dalam suatu pekerjaan, sehingga akan lebih optimal dalam penemuan kasus TB Paru.

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan paling banyak adalah responden yang berpendidikan SMA sebanyak 45 orang (62,5 %), kemudian berpendidikan SMP sebanyak 16 orang (22,2 %) dan berpendidikan SD sebanyak 6 orang (8,3 %) serta responden yang berpendidikan perguruan tinggi paling sedikit yaitu sebanyak 5 orang (6,9 %).

Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan respondan pada tingkat SMA, dimana pendidikan pada tingkat SMA lebih cenderung mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan pendidikan tingkat SD.

Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama kerja yaitu diperoleh hasil dengan lama kerja 1 tahun sebanyak 9 orang (12,5 %), lama kerja 2 tahun sebanyak 26 orang (36,1 %), lama kerja 3 tahun sebanyak 23 orang (31,9

%) dan lama kerja 4 tahun sebanyak 14 orang (19,4 %).

Berdasarkan hasil di atas menunjukkan lama kerja responden sebagai kader TB Paru akan memberikan pengaruh terhadap kualitas kinerjanya dalam penemuan kasus.

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan yaitu diperoleh hasil dengan responden yang bekerja paling banyak sebagai IRT sebanyak 54 orang (75 %), kemudian sebagai wiraswasta sebanyak 8 orang (11,1

%), selanjutnya yang bekerja sebagai guru sebanyak 6 orang (8,3 %), dan sebagai perangkat desa sebanyak 3 orang (4,2 %) serta responden yang bekerja sebagai PNS sebanyak 1 orang (1,4 %).

(4)

30 Dalam data di atas menunjukkan bahwa

mayoritas responden sebagai kader TB Paru mempunyai pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Dengan mempunyai pekerjaan sebagai IRT akan memberikan pengaruh terhadap kinerja sebagai kader TB Paru karena responden akan lebih fokus bekerja sebagai kader TB Paru.

Hasil penelitian didapatkan dengan kategori baik merupakan jumlah responden yang paling banyak yaitu berjumlah 55 orang (76,4

%), kemudian dengan kategori cukup baik sebanyak 14 orang (19,4 %) dan responden yang termasuk kategori kurang baik sebanyak 3 orang (4,2 %). Hal ini menunjukkan ada hubungan yang kuat dari hasil 2 uji statistikkarena mempunyai kategori baik lebih dominan dari kategori yang lainnya.

Hubungan antara kemampuan dengan penemuan kasus TB Paru terdapat hasil yang negatif, dimana dari hasil tabel terdapat 1 orang dengan penemuan kasus kurang baik tetapi mempunyai kemampuan baik.

Diketahui bahwa responden ini dalam penemuan kasus TB Paru tidak melakukan penyuluhan minimal 3 bulan sekali, selain itu tidak mencapai target suspek 2 orang/bulannya dan kurang melaksanakan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penemuan kasus TB Paru. Hal ini berbeda dengan kemampuan mempunyai kategori baik karena sudah diberi pelatihan terlebih dahulu ketika menjadi kader namun tidak bisa mengimplementasikannya dalam penemuan kasus TB Paru. Hal ini dapat menjadi masukan kepada TB Care Aisyiah supaya lebih memberikan pengarahan dan pelatihan kepada kader TB Paru dalam penemuan kasus TB Paru yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan.

Selain itu ada hasil yang positif, dimana ada 2 responden yang mempunyai kemampuan kurang baik namun penemuan kasusnya baik.

Walaupun responden ini kurang mempunyai kemampuan, tetapi selalu melakukan penyuluhan minimal 3 bulan sekali, kemudian mencapai target suspek 2 orang/bulannya dan penemuan kasus TB Paru sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Sehingga memberikan kontribusi yang baik terhadap penemuan kasus TB Paru di Kabupaten Garut.

Standar kinerja masing-masing orang mempunyai perbedaan sesuai jenis pekerjaan,

organisasi atau profesi, lingkungan kerja dan sumber daya manusianya.

Menurut pendapat Timple (2009) tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.

Kader TB Paru yang memiliki kemampuan yang tinggi, seperti kemampuan teknis, kemampuan sosial dan kemampuan konseptual akan dapat mengerjakan pekerjaan dalam penemuan kasus TB Paru dengan baik, tepat waktu dan menghasilkan suatu kinerja yang memuaskan.

Adapun penguasaan terhadap peralatan yang digunakan, pemahaman terhadap perubahan dan kemajuan teknologi serta adanya inovasi- inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan tentunya akan mendukung terselesaikannya pekerjaan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Sehingga, akan terlihat bahwa kemampuan kader yang rendah dapat menghambat kinerja organisasi yang pada akhirnya tujuan organisasi tidak dapat dicapai secara maksimal.

Selanjutnya kemampuan kader yang baik dapat mempengaruhi kinerjanya dalam penemuan kasus TB Paru. Hasil penulis diketahui bahwa kemampuan kader TB Paru berhubungan dengan penemuan kasus TB Paru. Salah satu penyebab kemampuan kader TB Paru dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang baik yaitu tingkat SMA sebanyak 45 orang (62,5 %) dan yang berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 5 orang (6,9 %).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara variabel kemampuan kader TB Paru dengan variabel penemuan kasus TB Paru oleh kader TB Paru.

Bedasarkan tabel silang uji statistik di diketahui bahwa nilai Chi-Square hitung (X2 hitung) = 25,581 lebih besar dari nilai Chi- Square tabel (X2 tabel) = 5,991 (diperoleh berdasarkan Derajat kebebasan (df) yang digunakan adalah 2 dengan alpha = 0,05).

Maka dengan demikian H0 ditolak dan pada taraf signifikan dan diketahui nilai P=0,000

(5)

31 lebih kecil dari nilai alpha = 0,05 maka

hipotesis nol ditolak. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis statistik dan hipotesisi penelitian ini dapat diterima, dimana hasil kedua uji statistik menyatakan ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan penemuan kasus TB Paru di TB Cara Aisyiah Kabupaten Garut dengan nilai korelasi sebesar 0,592 menggunakan Spearman Correlation dengan kriteria hubungan kuat.

Hal ini dapat dibuktikan dengan responden yang memiliki sikap kategori positif dengan penemuan kasus kategori baik sebanyak 54 responden (85,7 %), kemudian penemuan kasus kategori cukup baik sebanyak 8 responden (12,7 %) dan penemuan kasus kategori kurang baik sebanyak 1 responden (1,6 %). Maka dihasilkan sikap responden dengan kategori positif sebanyak 63 responden.

Hasil positif ini menunjukkan bahwa sikap kader terhadap sumber daya manusia dan beban kerja akan memberikan dampak baik dalam penemuan kasus TB Paru.

Selanjutnya sikap negatif responden dengan penemuan kasus kategori baik sebanyak 1 responden (11,1 %), kemudian penemuan kasus kategori cukup baik sebanyak 6 responden (66,7 %) dan penemuan kasus kategori kurang baik sebanyak 2 responden (22,2 %). Maka Sikap negatif ini harus dihindari, karena hal ini mengarahkan seseorang pada kesulitan diri dan kegagalan.

Sikap ini tercermin pada muka yang muram, sedih, suara parau, penampilan diri yang tidak bersahabat dan tidak memiliki kepercayaan diri. Hal ini dapat memberikan pengaruh buruk terhadap kinerja kader TB Paru dalam penemuan kasus TB Paru. Namun pada penelitian ini sikap negatif responden hanya sedikit.

Hubungan antara sikap dengan penemuan kasus TB Paru terdapat hasil yang negatif, dimana dari hasil tabel terdapat 1 orang dengan penemuan kasus kurang baik tetapi mempunyai sikap yang positif. Diketahui bahwa responden ini dalam penemuan kasus TB Paru tidak melakukan penyuluhan minimal 3 bulan sekali, selain itu tidak mencapai target suspek 2 orang/bulannya dan kurang melaksanakan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penemuan kasus TB

Paru. Hal ini berbeda dengan sikap mempunyai kategori positif karena sikap kader terhadap sumber daya manusia dan sikap kader terhadap beban kerja ketika menjadi kader namun tidak sesuai dengan yang diimplementasikan dalam penemuan kasus TB Paru. Hal ini dapat menjadi masukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Garut dalam upaya meningkatkan penemuan kasus TB Paru di Kabupataen Garut untuk melakukan pelatihan kepada petugas kesehatan terutama kader TB Paru yang dibentuk di masyarakat atau organisasi yang peduli terhadap penanggulangan penyakit TB Paru dan kepada TB Care Aisyiah Kabupaten Garut supaya kinerja kader dalam penemuan kasus TB Paru lebih baik, maka perlu adanya penambahan jumlah kader yang berkualitas dalam setiap wilayah kerja dan untuk mengurangi beban kerja kader TB Paru.

Selain itu ada hasil yang positif, dimana ada 1 responden yang mempunyai sikap negatif namun penemuan kasusnya baik dan 6 responden yang mempunyai sikap negatif namun penemuan kasusnya cukup baik.

Walaupun responden ini sikapnya negatif, tetapi selalu melakukan penyuluhan minimal 3 bulan sekali, kemudian mencapai target suspek 2 orang/bulannya dan penemuan kasus TB Paru sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Sehingga memberikan pengaruh yang baik terhadap kinerja dalam penemuan kasus TB Paru di Kabupaten Garut.

Gibson (1997) menyebutkan bahwa sikap adalah determinan perilaku, sebab sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sikap yang positif jelas sangat dipentingkan untuk mendukung kinerja kader TB Paru dalam penemuan kasus TB Paru.

Sikap ini keadaan mental yang disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman untuk memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek dan keadaan.

Dengan demikian berdasarkan hasil penelitian dengan uji statistik terhadap 72 responden diketahui bahwa sikap kader TB Paru berhubungan dengan penemuan kasus TB Paru TB Paru di wilayah kerja TB Care Aisyiah Kabupaten Garut.

Hal ini dapat dibuktikan dimana dari 54 responden (83,1 %) yang mempunyai motivasi dan penemuan kasus dengan kategori

(6)

32 baik, kemudian motivasi responden dengan

kategori baik dengan penemuan kasus dengan kategori cukup baik sebanyak 11 orang (16,9

%), serta motivasi responden kategori baik dengan penemuan kasus kategori kurang baik sebanyak 0 orang (0 %). Maka dihasilkan motivasi responden dengan kategori baik sebanyak 65 responden.

Dalam motivasi responden yang baik ini didukung dengan frekuensi responden mengenai motivasi dengan kategori baik sebanyak 65 orang (90,3 %) dan penemuan kasus TB Paru dengan kategori baik sebanyak 55 orang (76,4 %). Dengan demikian motivasi kategori baik memberikan pengaruh besar terhadap penemuan kasus TB Paru oleh kader TB Paru.

Dalam hal ini seorang kader dengan motivasi yang baik akan melakukan usaha semaksimal mungkin dalam penemuan kasus TB paru dibandingkan dengan motivasi yang cukup atau kurang. Dengan demikian apabila mayoritas kategori responden baik, akan menghasilkan kinerja kader dalam penemuan kasus lebih baik lagi. Meskipun secara umum motivasi merujuk ke upaya yang dilakukan guna mencapai setiap sasaran, disini kita merujuk ke sasaran organisasi karena fokus kita adalah perilaku yang berkaitan dengan kerja sebagai kader TB Paru dalam penemuan kasus TB Paru.

Motivasi responden yang memiliki kategori kurang baik dengan penemuan kasus kategori baik sebanyak 1 responden (14,3 %), penemuan kasus kategori cukup dan kategori kurang baik sebanyak 3 responden (42,9 %).

Maka dihasilkan motivasi responden kategori kurang baik dengan penemuan kasus sebanyak 7 responden.

Dalam hal ini motivasi kurang baik memberikan pengaruh terhadap penemuan kasus TB Paru. Sebagaimana hasil frekuensi responden dalam motivasi dengan kategori kurang baik sebanyak 7 responden (9,7 %).

Hubungan antara motivasi dengan penemuan kasus TB Paru Baru terdapat hasil yang negatif, dimana terdapat 11 responden yang mempunyai motivasi kategori baik namun penemuan kasus kategori cukup. Diketahui bahwa responden ini dalam penemuan kasus TB Paru ada yang melakukan dan tidak melakukan penyuluhan minimal 3 bulan sekali, selain itu tidak mencapai target suspek

2 orang/bulannya dan kurang melaksanakan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penemuan kasus TB Paru. Hal ini berbeda dengan motivasi mempunyai kategori baik karena kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri terpenuhi ketika menjadi kader namun tidak sesuai dengan yang diimplementasikan dalam penemuan kasus TB Paru.

Selain itu ada hasil yang positif, dimana ada 1 responden yang mempunyai motivasi kurang namun penemuan kasusnya baik dan 3 responden yang mempunyai kurang namun penemuan kasusnya cukup baik. Walaupun responden ini sikapnya negatif, tetapi selalu melakukan penyuluhan minimal 3 bulan sekali, kemudian mencapai target suspek 2 orang/bulannya dan penemuan kasus TB Paru sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).

Sehingga memberikan pengaruh yang baik terhadap kinerja dalam penemuan kasus TB Paru di Kabupaten Garut.

Banyak variabel yang mempengaruhi kinerja diantaranya adalah motivasi kerja. Menurut Henry Simamora (dalam mangkunegara, 2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara motivasi kerja terhadap kinerja.

Proses motivasi diarahkan untuk mencapai tujuan. Tujuan atau hasil yang dicari kader TB Paru dipandang sebagai kekuatan yang bisa menarik orang. kegiatan penemuan kasus TB Paru.

Demikian halnya bahwa motivasi akan menentukan intensitas kinerja kader dalam penemuan kasus TB Paru. Dan dapat diketahui bahwa motivasi mempunyai fungsi sebagai penggerak bagi seseorang untuk melakukan kegiatan misalnya mengajak masyarakat yang diduga TB Paru (suspek) untuk diperiksa ke pelayanan kesehatan.

Dengan demikian berdasarkan hasil penelitian terhadap 72 responden tentang penemuan kasus TB Paru diketahui bahwa motivasi kader TB Paru berhubungan dengan penemuan kasus TB Paru.

SIMPULAN

Ada hubungan yang signifikan antara kemampuan dengan penemuan kasus TB Paru dengan nilai korelasi sebesar 0,788 menggunakan Spearman Correlation dengan

(7)

33 kriteria hubungan sangat kuat. Ada hubungan

yang signifikan antara sikap dengan penemuan kasus TB Paru dengan nilai korelasi sebesar 0,592 menggunakan Spearman Correlation dengan kriteria hubungan kuat. Ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan penemuan kasus TB Paru dengan nilai korelasi sebesar 0,528 menggunakan Spearman Correlation dengan kriteria hubungan kuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arikunto. (2008). Manajemen Penelitian.

Jakarta: (Edisi Revisi) Cetakan Ketujuh Rineka Cipta.

2. ______. (1993). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Edisi Kesembilan, Rineka Cipta.

3. Azwar, S. (2012). Sikap Manusia.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

4. Bimo Walgito. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

5. Budiarto, Eko. (2002). Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

6. Dale, F. (2000). Penilaian Kinerja.

Yogyakarta: Andi.

7. Djaali. (2006). Psikologi Pendidikan.

Jakarta: Bumi Aksara.

8. Elmubarok, Zaim. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

9. Gibson, dkk. (1987). Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Edisi Kelima, Jilid 1, Alih Bahasa Djarkasih, Erlangga.

10. Kreitner, Robert. (2005). Organizational Behavior. Jakarta: Salemba Empat.

11. Kusnindar. (1990). Masalah Penyakit Tuberculosis dan Pemberantasannya di Indonesia. Cerminan dunia kedokteran.

12. Mangkunegara. (2000). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung:

Cetakan Kedua PT Refika Aditama.

13. ______.(2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

14. Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

15. ______.(2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar.

Jakarta: Rineka Cipta.

16. ______.(2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

17. ______.( 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

18. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

19. Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006).

Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta: Edisi 6, Volume 1.

EGC.

20. Reksohadiprodjo, Soekanto, dan Hani Handoko. (1996). Organisasi Perusahaan:

Teori, Struktur dan Perilaku. Yogyakarta:

BPFE.

21. Robbins, Stephen P. (2003). Perilaku Organisasi. Jakarta: Jilid 2, PT. Indeks Kelompok Gramedia.

22. ______.(2006). Perilaku Organisasi.

Edisi kesepuluh. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.

23. Robbins & Coulter. (2007). Manajemen.

Jakarta : Indeks.

24. Sarwono, Sarlito W. (2009). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

25. Sigit, Soehardi. (2003). Esensi Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Lukman Offset.

26. Singgih. (2010). Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo.

27. Slameto. (2003). Belajar dan Faktor- faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Cipta

28. Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: Edisi 8 Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk, EGC.

29. Smith P.G. dan Moss A. R. (1994).

Epidemiology of Tuberculosis Patoghenesis, Protection and control.

Washington DC: ASM Press.

30. Soelaiman. (2007). Manajemen Kinerja ; Langkah Efektif untuk Membangun, Mengendalikan dan Evaluasi Kerja.

Cetakan Kedua. Jakarta: PT. Intermedia Personalia Utama.

Referensi

Dokumen terkait

meninjau literatur terkait, pada penelitian ini mathematical power atau daya matematika didefinisikan sebagai &#34;kepercayaan individu untuk menggunakan pengetahuan

tanggal debet, kredit tanggal, jumlah, status tanggal, jumlah, tipe, penggunaan data rekening data relasi data relasi 19 Rekening 20 Relasi data rekening data relasi

Pengaruh dosis inokulum dan lama fermentasi dengan kapang Lentinus edodes terhadap perubahan bahan kering, protein kasar dan retensi nitrogen kulit buah

Adapun pengaruh positif dari media sosial adalah dapat menambah informasi yang lebih luas, menambah banyak teman dengan sosial media, mendapatkan uang dari media sosial dengan

Di antara yang juga berbahaya adalah adanya berbagai gambar buruk di pakaian; seperti gambar penyanyi, kelompok-kelompok musik, botol dan cawan arak, juga gambar-gambar makhluk

A G T 3 0 6 Teknologi Budidaya Tanaman 2 1 Macam-macam tanaman pangan, prospek pengembangan tanaman pangan, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

Dalam implementasi Program Keluarga Harapan tahun 2016 di Kelurahan Kawal sudah memiliki standard dan sasaran yang jelas, sasaran dan tujuan yang ingin