• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 DATA DAN ANALISA. - Hasil survei di lapangan dengan beberapa masyarakat penggemar sambal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 DATA DAN ANALISA. - Hasil survei di lapangan dengan beberapa masyarakat penggemar sambal."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

DATA DAN ANALISA

2.1 Sumber Data

Data yang di peroleh dari :

- hasil wawancara pemilik pabrik Sambal Cap Jempol,Nyonya Khim Khim.

- Kunjungan ke pabrik

- Hasil survei di lapangan dengan beberapa masyarakat penggemar sambal.

Nyonya Khim Khim sendiri mengakui kalau kelebihan selain dari rasanya yang pedas dan segar (wangi aroma bawang putih) Sambal Cap Jempol sendiri tidak memakai bahan pengawet atau zat pewarna yang berbahaya. Bahkan nyonya Khim Khim sendiri berniat meluaskan usahanya untuk membuat variant Sambal lain. “dari pihak kami sendiri, saya berencana akan membuat 1 jenis Sambal lain dari yang sudah ada (Sambal Seaafood, Sambal Vegetarian, Sambal Cap Jempol), yaitu Sambal Tomat” ujar nyonya Khim Khim. Sambal Cap Jempol sendiri memiliki 2 macam, yaitu Sambal Cap jempol dengan logo 1 jempol dan Sambal Cap Jempol dengan logo 2 jempol. Perbedaannya adalah Sambal Cap Jempol dengan logo 2 jempol adalah kualitet ke 2, dengan harga yang tidak terlalu mahal dan rasa yang tidak terlalu pedas. Sedangkan Sambal Cap Jempol dengan logo 1 jempol adalah Sambal yang sering kita jumpai di pasaran dengan harga yang lebih mahal dan rasa yang lebih pedas.

(2)

2.2 Sejarah Singkat (Mengapa Bangsa Indonesia Suka Pedas?)

Kebanyakan lidah orang Indonesia menganggap makan tanpa sambal terasa belum lengkap. Hampir semua masakan Nusantara selalu diiringi dengan sambal. Bahkan di Menado, pisang goreng pun dimakan dengan sambal. Kalau pun sambal tak tersedia di meja, beberapa potong gerusan cabai merah atau beberapa potong cabai rawit dicepluskan ke mulut sebagai teman makan.

Perkara kebiasaan makan sambal ini terbawa sampai di luar negeri. Alasannya, masakan yang disantap terasa hambar, belum pedas. Apalagi bila ada sambal yang tersedia pun tidak sepedas sambal dari tanah air. Maklum saja lidah dan perut orang asing berbeda dengan kita. Oleh karena itu sambal botolan menjadi pilihan untuk dibawa. Untungnya ada sambal botolan. Coba bila harus mengulek sendiri dengan membawa serta cobek batunya. Bayangkan berapa berat bagasi yang harus dibawa.

Mengapa sambal begitu populer di Nusantara dan nyaris menjadi makanan utama, bukan sekedar pelengkap? Hal ini dikarenakan seni kuliner Nusantara bersifat koud eten (hidangan dingin). Sehingga cabai menjadi hal penting dalam setiap masakan.

Rasa pedas cabe tidak hanya memberikan rasa yang menggugah selera tetapi juga memiliki fungsi sebagai pengganti temperatur panas.

Jacob de Bondt alias Bontius, dokter VOC yang juga dokter pribadi Jan Pieterszoon Coen pernah menyebut adanya Ricino Brasiliensi atau lada Chili vocato.

Menurutnya ini adalah lombok, cabai merah atau yang dikenal sebagai cabai Brazil.

Orang Brazil sendiri menyebutnya Chili lada. Sementara itu ada yang berpendapat

(3)

bahwa asal kata nama ricino dari recche atau reche berasal dari bahasa Portugis.

Kata ini mengingatkan kita pada kata rica yang juga mengacu pada cabai atau lombok. Tentu kita ingat ‘rica-rica’, masakan khas Menado. Namun, kata reche menurut pendeta P.J Veth tidak ditemui dalam kamus Portugis. Veth berpendapat bahwa yang disebut Spaanse peper, cabai Spanyol adalah Capsicum alias cabai Brazil. Pendapatnya ini juga menolak anggapan bila cabai dibawa oleh orang Portugis dari West Indien/Hindia Barat (Amerika Tengah dan Selatan) ke Hindia Timur pada penghujung abad ke-16.

Pendapat Veth beralasan bahwa cabai pun telah ada sebelumnya. Seperti yang diungkapkan oleh arkeolog Titi Surti Nastiti bahwa cabai pada masa Jawa Kuno telah menjadi komoditas perdagangan yang langsung dijual. Bahkan menurut Nastiti dalam teks Ramayana dari abad ke-10, cabai juga sudah disebut sebagai salah satu contoh jenis makanan pangan.

Namun, setidaknya kata reche atau ritsjes pernah populer pada 1669 yang dapat diketahui dari syair Van Overbeeke di Batavia:

“Soya, Gengber, Loock en Ritsjes Maeckt de maegh wel scharp en spitsjes”.

(Kedelai, jahe, bawang putih dan cabai

Membuat perut melilit karena pedas dan diaduk-aduk)

(4)

Pendeta Valentijn pun menyebutkan ada tiga jenis cabai merah. Yaitu cabai merah besar, cabai merah kecil dan cabai kecil yang berwarna kekuningan.

Hal yang mengerikan sehubungan dengan cabai ini adalah sebagai alat untuk menghukum para kuli kontrak perempuan di Sumatra pada akhir abad ke-19 yang dianggap menentang perintah. Jan Breman dalam Koelies, planters en koloniale politiek, Het arbeidregime op de grootlandbouwondernemingan aan Sumatra’s Oostkust in het begin van de twintigste eeuw (1992) menuliskan bahwa para kuli perempuan itu diikat di tonggak berposisi salib , lalu kemaluan mereka digosok dengan cabai.

Sebaliknya para budak pada masa VOC yang mahir membuat sambal mendapatkan tempat ‘khusus’ karena disenangi para majikannya. Bisa jadi ‘harga pasaran’

mereka menjadi cukup tinggi.

Sementara itu dalam turisme, sambal pun mendapat catatan tersendiri. Dalam beberapa buku panduan turisme dituliskan peringatan kepada para calon turis untuk

“berhati-hati” dalam mengkonsumsi sambal yang pedas karena ini berurusan dengan kesehatan perut. Tentu tidak akan mengesankan bila liburan terganggu karena masuk rumah sakit gara-gara menikmati sesendok sambal.

Namun, tetap saja ada juga turis yang tetap nekat ingin mencicipi. Seperti pengalaman dari Justus van Maurik, pengusaha cerutu asal Amsterdam yang mengunjungi Batavia akhir abad ke-19. Ia menuturkan: “ Salah satu dari hidangan

(5)

dalam rijsttafel yang menarik perhatian saya adalah Spaanse peper (lada Spanyol/cabai rawit). Suatu kali saya pernah melihat seorang nona muda dengan pipinya yang kemerahan menikmati lada spanyol seperti menikmati permen bon- bon. Matanya tidak berair. Rasanya, saya tak akan bisa menikmati hidangan itu seperti dirinya karena saya pernah merasakan pedasnya Lombok setan itu. Mulut saya terbuka dan mata sepertinya mau keluar karena rasa panas dan pedas. Rasanya mau meledak. Ini semua gara-gara rasa penasaran dan bisikan pelayan yang menawari saya sambil berbisik: Sambal, toewan?”

Demikian pula pengalaman jurnalis perempuan yang juga seorang guru, Augusta de Wit yang juga mengunjungi Batavia. Pengalamannya yang tak akan terlupakan adalah ketika ia untuk pertama kali mencicipi sambal. Bibirnya langsung gemetar kepedasan. Leher terasa panas seperti terbakar sehingga harus diguyur air.

Sementara itu air mata bercucuran. Untunglah ada seorang pengunjung yang kasihan dan menyarankan agar ia menaruh sedikit garam di lidah. Ia pun menuruti nasihat itu dan tak lama kemudian siksaan itu berakhir. Sambil terengah-engah, ia bersyukur ia masih hidup. Ia pun bersumpah tidak mau mencoba rijsttafel lagi.

Namun, ternyata ia melanggar sumpahnya tersebut. Ia malah suka dan terbiasa dengan hidangan pedas itu.

Louis Couperus dalam Oostwaarts (1992, 1924) mengingatkan para turis yang belum pernah mencicipi dasyhatnya sambal oelek untuk berhati-hati. “Sebaiknya,”

tulis Couperus, “…sambal itu jangan dicampur di nasi, tetapi letakkan di pinggir

(6)

piring.” Lalu “Setiap suap nasi yang diiringi daging ayam, sapi atau ikan dicocolkan sedikit sambal.”

Memang selain garam, sebagai cara menghilangkan rasa pedas membakar di mulut, dianjurkan meneguk susu, yoghurt. Jangan minum air apalagi air es. Bergelas-gelas air tak akan mampu memadamkan panasnya cabai. Selain susu, bisa juga dengan mengunyah roti, kerupuk, nasi tapi tentunya jangan dicocolkan ke sambal lagi.

Dalam buku resep lama, Groot Nieuw Volledig Oost-Indisch Kookboek karya J.M.J Catenius van der Meijden (1903) yang juga buku pegangan wajib para perempuan Belanda sebelum datang ke Hindia, tercantum resep “Sambal Bajak”. Sambal ini berpenampilan kasar, persis sawah yang baru dibajak. Atau “Sambal Serdadu”, sambal terasi yang khusus disiapkan untuk bekal para serdadu pada saat ekspedisi atau bertempur. Bahkan pada masa itu, para keluarga Indo ada yang gemar mengoleskan sambal sebagai beleg (isi roti) di atas rotinya. Hmm lekker, zeg

!(Hmm lezat!)

2.3 Manfaat Sambal

Banyak sekali orang suka sambal atau makan sesuatu dengan cabe. Karena tanpa sambal makan terasa kurang lengkap atau biasa di bilang “kurang Mantap”. Ada beberapa orang yang nafsu makannya bertambah karena makan dengan sambal.Memang, kalau kebanyakan kurang baik juga. Tapi ada beberapa fakta yang mengatakan bahwa kandungan dalam Sambal juga baik untuk kesehatan, salah satunya artikel di Majalah Nikah.

(7)

Ternyata di dalam sambal terdapat zat-zat gizi yang dapat mencegah terjadinya stroke, penyakit jantung, dan impotensi.

Bahan Utamanya tentu saja adalah cabai rawit. Yang ternyata juga mengandung vitamin C dan Betakaroten (Pro Vit. A). Zat yang terkandung pada cabai mengalahkan buah-buahan seperti Mangga, Nanas, atau Semangka. Bahkan kadar mineral, terutama kalsium dan fosfornya mengalahkan kandungan mineral yang ada pada Ikan Segar.

Salah satu bagian yang membuat cabai pedas adalah “kapsaisin” yang tersimpan pada urat putih cabai atau tempat melekatnya cabai. Dan tentu saja khasiat terbesar pada cabai terletak pada kapsaisin ini.

Menurut Kesehatan, kapsaisin bersifat antikoagulan, yaitu menjaga darah agar tetap encer dan mencegah terbentuknya kerak lemak pada pembuluh darah. SEHINGGA orang yang suka makan sambal dapat memperkecil kemungkinan menderita penyumbatan darah (aterosklerosis), mencegah munculnya serangan stroke, jantung koroner dan impotensi.

Di katakan Kapsaisin juga baik dikonsumsi ketika sakit kepala menyerang. Rasa pedas dari kapsaisin dapat menghalangi aktifitas otak ketika menerima sinyal rasa sakit dari pusat sistem saraf. Sehingga rasa sakitnya akan berkurang. Pada saat yang sama Kapsaisin akan mengencerkan lendir di hidung, sehingga dapat melonggarkan penyumbatan pada tenggorokan dan hidung, termasuk “SINUSITIS”.

Alasan kenapa kita ketagihan saat makan pedas adalah…..

(8)

Karena komponen Kapsaisin pada cabe bersifat “STOMATIK” yakni dapat meningkatkan gairah makan. Selain itu Kapsaisin mempunyai kemampuan untuk merangsang produksi hormon endorfin, yang mampu membangkitkan sensasi kenikmatan, sehingga kita terus ingin menkonsumsinya.

Manfaat lain dari Kapsaisin adalah Sebagai anti radang dan mengobati bengkak dan bisul. Meskipun enak, sambal tidak boleh di konsumsi berlebihan karena kandungan kapsaisin yang berlebihan bisa menyebabkan meningkatnya asam lambung yang akan menyebabkan sakit perut.

2.3.1 Sejarah Berdirinya Sambal Cap Jempol

Gambar 2.3.1

Sambal cap jempol adalah salah satu sambal asli dari Indonesia. Sambal cap jempol sendiri merupakan salah satu usaha keluarga yang sukses dan telah turun temurun selama hampir 34 tahun yang lalu.

Pertama kali di produksi dalam industri rumah tangga oleh pasangan Ronju Bin Lntji dan Kamsiah di daerah Sintang, Pontianak. Pada awalnya

(9)

Ronju Bin Lntji dan Kamsiah hanya coba – coba saja dan belum memiliki nama untuk sambalnya,bahan produksi pun hanya 5 Kg.

Pasarannya pada saat itu adalah hanya tetangga sekitar dan sisanya untuk di konsumsi pribadi. Namun berjalannya seiring waktu,banyak tetangga yang menyukai sambal buatan Ronju Bin Lntji dan Kamsia. Dengan berjalannya seiring waktu terblesit dipikiran anak – anaknya untuk memberikan nama sambal ini.

Cap Jempol, itu nama awal yang di pilih oleh anak – anaknya,Khim Khim salah seorang anak yang meneruskan usaha keluarga ini. Nama Cap Jempol sendiri saat itu di ambil dari sebuah merk sabun mandi yang terkenal saat itu. Setelah pemberian nama Cap Jempol pada sambalnya, Nyonya Khim Khim mulai berani untuk memproduksi lebih banyak lagi, dari 5 Kg – 50 Kg – 1 kw.

Sambal cap jempol sendiri mulai berkembang pada tahun 1985,produksinya sudah melebihi 5 Kw. Dan pada tahun 1990, Nyonya Khim Khim sebagai salah satu anak dari Ronju Bin Lntji dan Kamsia berhasil mengembangkannya ke Jakarta dan mulai memasuki pasaran di Jakarta, Medan, Lampung, Surabaya, Bali dan sudah berhasil mengekspor hingga ke Amerika dan Australia.

(10)

Pada tahun 2000, usaha yang di kelola oleh nyonya Khim Khim berkembang pesat hingga ke Korea, Jepang, Taiwan dan beberapa Negara asia lainnya. Dan usaha ini bukanlah usaha franchise.

Dan sekarang pabrik Sambal Cap Jempol sendiri berada di Jakarta, tepatnya di jalan D no. 31. Karang Anyar, Jakarta Pusat.

Data Sambal Cap Jempol (perusahaan Cap Jempo) Berat / harga : 140 ml / Rp. 4.700,-

Berat / harga : 320 ml / Rp. 9.450,- Berat / harga : 600 ml / Rp. 19.250,- Berat / harga : 5 kg / Rp. 84.250,-

2.4 Data Kompetitor

Data dan informasi di dapat dari carefour Mangga Dua Square. Berdasarkan narasumber karyawan carefour bagian sambal, Hesty. Yang mengatakan bahwa, Sambal Cap Jempol tidak memiliki banyak stock, dalam seminggu hanya di datangkan beberapa dus saja. Sedangkan sambal yang paling diminati dan memiliki stock paling banyak adalah produk – produk dari INDOFOOD.

a. INDOFOOD (PT. Nestle Indofood Citarasa Indonesia) o Saos tomat

Berat / harga : 140 ml / Rp. 3.290,- Berat / harga : 340 ml / Rp. 3.750,-

(11)

o Sambal pedas manis

Berat / harga : 140 ml / Rp. 3.560,- Berat / harga : 340 ml / Rp. 7.950,-

o Sambal extra pedas

Berat / harga : 140 ml / Rp. 3.560,- Berat / harga : 340 ml / Rp. 8.790,-

o Sambal lampung

Berat / harga : 340 ml / Rp. 8.790,-

o Sambal Bangkok

Berat / harga : 140 ml / Rp. 4.390,-

o Sambal seafood

Berat / harga : 340 ml / Rp. 8.190,-

b. SASA (PT. Mitra Tama Kencana Sejati) o sambal asli

Berat / harga : 140 ml / Rp. 3.400,- Berat / harga : 340 ml / Rp. 7.600,- o Saos tomat

Berat / harga : 340 ml / Rp. 7.500,-

(12)

c. 2 belibis (PT. Guna Cipta Multirasa) o saus cabe

Berat / harga : 140 ml / Rp. 4.350,- Berat / harga : 340 ml / Rp. 9.200,- Berat / harga : 600 ml / Rp. 16.100,- Berat / harga : 5 kg / Rp. 71.150,-

2.5 Target Audience - GEOGRAFIS

Domisili : masyarakat perkotaan (keluarga) - DEMOGRAFIS

Usia : 15 – 50 tahun (penyuka rasa pedas) (umum) 25 -30 tahun (penyuka rasa pedas) (khusus) Jenis kelamain : pria dan wanita

- PSIKOGRAFIS

Kelas social : B (menengah)

Kepribadian (personality) : ceria, supel

Gaya hidup : gemar makan (terutama rasa pedas)

(13)

2.6 Analisa Data

Sambal Cap Jempol Kompetitor (2 belibis) 1. Produk kurang begitu di gemari

2. Tidak ada iklan

3. Harga relatif mahal tetapi tidak kalah dengan kompetitor

4. Belum terbentuk PT

1. Produk di gemari 2. Memiliki iklan

3. Harga di bawah Sambal Cap Jempol

4. Sudah terbentuk PT Tabel 2.6

* dalam hal ini, penulis tidak memilih produk – produk dari INDOFOOD sebagai kompetitor utama di karenakan hampir setiap keluarga, memakai produk – produk INDOFOOD dari zaman kakek nenek nya. Dengan kata lain produk yang di gunakan sudah ‘mendarah daging’ hampir di seluruh keluarga.

Dan penulis memilih sambal 2 belibis sebagai kompetitor. Di karenakan selain memiliki pasaran yang luas, sambal 2 belibis juga merupakan salah satu yang cukup populer di kalangan ibu rumah tangga.

(14)

Strength (Kekuatan)

- Rasa pedasnya yang segar - Harum aroma bawang putih

- Memiliki brand yang sudah lama dipasaran - Bahan – bahan yang digunakan adalah alami

- Tidak menggunakan zat pewarna dan pengawet makanan yang membahayakan tubuh

- Menjaga kualitet Weakness (Kendala)

- Untuk sebuah brand yang sudah lama, media promosinya sangat minim - Perancangan dan pengaplikasian ke berbagai media promosi sangat minim Opportunity (Peluang)

- Merupakan salah satu sambal asli dari Indonesia Threat (Ancaman)

- Banyaknya competitor yang melakukan promosi lebih gencar - Kompetitor lebih banyak mengeluarkan variasi rasa

Referensi

Dokumen terkait

Dari masing-masing jenis teh tersebut, terdapat juga berbagai macam campuran atau blend yang dapat dibuat dari kombinasi daun teh dan bahan- bahan lainnya yang membuat