• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Mobil Completely Built Up (CBU)

Saat ini Japan Auto Center menjual berbagai merek dan jenis mobil yang didatangkan langsung dari luar negeri atau istilahnya Completely Built Up (CBU).

Mobil-mobil yang biasa dijual di Japan Auto Center misalnya Mobil kelas menengah berharga jual mulai Rp. 680 juta seperti Toyota Harrier, Toyota Alpard, Toyota Vellvire, dan (Toyota Harrier 2.4 premium). Mobil kelas mahal sampai Rp. 980 juta misalnya Toyota alpartd 2.4L, dan kelas yang berharga jual hampir Rp. 2 miliar yang premium seperti BMW X6.

Tidak mudah untuk memasarkan mobil-mobil CBU tersebut, karena pasarnya yang terbatas hanya pada kalangan tertentu saja. Kerja bagian pemasaran menjadi vital karena tanpa kerja keras dari bagian pemasaran maka penjualan bisa berhenti atau tidak menghasilkan unit yang terjual. Ditambah dengan harga yang menjulang tinggi maka penjualan mobil CBU menjadi suatu hal yang sulit dan tidak semua orang bisa menjualnya.

4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Sebelum menuju pada tujuan analisis, maka terlebih dahulu alat pengumpul data (kuesioner) diuji untuk setiap pertanyaan yang diajukan. Uji kuesioner (pretest) adalah uji validitas (kesahihan), yaitu menunjukkan sejauh mana alat ukur yang digunakan dapat mengukur apa yang ingin diukur dan uji reliabilitas untuk mengukur keandalan alat ukur.

Penyebaran kuesioner dilakukan pada awal bulan pertengahan bulan Oktober 2010 hingga pertengahan Nopember 2010 kepada sebanyak 150 orang responden (lampiran 1). Responden adalah anggota masyarakat yang telah membeli mobil CBU di Japan Auto Center yang namanya telah tercantum di bagian penjualan. Proses penyebaran kuesioner dibantu pula oleh customer service Japan Auto Center yang bertugas menanyakan/mengkonfirmasikan kesediaan konsumen yang telah membeli mobil dari Japan Auto Center untuk mengisi kuesioner. Setelah dikonfirmasi oleh konsumen bersangkutan, maka

(2)

peneliti mendatangi rumah/kediaman dari konsumen tersebut dengan janji terlebih dahulu. Selain itu,

Tabulasi nilai ke-44 tanggapan responden ditunjukkan pada lampiran 2, sementara hasil pengolahan data untuk uji validitas dan reliabilitas dengan memanfaatkan program SPSS versi 13 dapat ditunjukkan pada lampiran 5. Untuk keperluan uji validitas dan reliabilitas dikutip kembali seperti ditunjukkan pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Indikator Corrected Item-Total Correlation

r-Kritis

rα, n − 2 Keputusan

X.1.1 0,474 0,304 Valid

X.1.2 0,688 0,304 Valid

X.1.3 0,563 0,304 Valid

X.1.4 0,515 0,304 Valid

X.1.5 0,474 0,304 Valid

X.1.6 0,572 0,304 Valid

X.1.7 0,507 0,304 Valid

X.1.8 0,706 0,304 Valid

X.1.9 0,704 0,304 Valid

X.1.10 0,775 0,304 Valid

X.1.11 0,777 0,304 Valid

X.1.12 0,762 0,304 Valid

X.1.13 0,536 0,304 Valid

X.1.14 0,744 0,304 Valid

X.1.15 0,718 0,304 Valid

X.2.1 -0,024 0,304 Tidak Valid

X.2.2 -0,134 0,304 Tidak Valid

X.2.3 0,442 0,304 Valid

X.2.4 0,437 0,304 Valid

X.3.1 0,413 0,304 Valid

(3)

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner (sambungan)

Indikator Corrected Item-Total Correlation

r-Kritis

rα, n − 2 Keputusan

X.3.2 0,442 0,304 Valid

X.3.3 0,356 0,304 Valid

α Cronbach 0,881 0,600 Reliabel

Sumber : Data primer, jawaban responden sesudah diolah (lampiran 5)

Keterangan : r-Kritis = r0,05, 44 – 2, (dari menu SPSS v. 13) r- Validitas > 0,304 diputuskan valid

r-Alpha > 0,6 diputuskan reliabel

Berdasarkan hasil uji validitas di atas, terlihat bahwa hampir seluruh aitem dalam kuesioner memperoleh angka corrected aitem to total Correlation di atas angka angka r-kritis. Namun demikian, hasil pengujian mendapatkan dua aitem kuesioner yang tidak valid (X.2.1 dan X.2.2) sehingga untuk proses berikutnya aitem bersangkutan tidak disertakan lagi.

4.3 Karakteristik Responden

Tabel 4.2 Kategorisasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Kategori Jumlah Prosentase

1 Laki-laki 41 93,18%

2 Perempuan 3 6,82%

Jumlah 44 100%

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 3)

Dari hasil perhitungan yang tampak pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa mayoritas responden terdiri dari laki-laki sebanyak 41 orang (93,18%) dan sisanya perempuan sebanyak 3 orang (6,82%). Sebagai

(4)

implikasinya, maka sebagai salah satu mobil CBU, Toyota Alphard hendaknya ditargetkan untuk kalangan laki-laki.

Tabel 4.3 Kategorisasi Responden Berdasarkan Usia

No. Kategori Jumlah Prosentase

1 31 tahun s/d 40 tahun 21 47,73%

2 41 s/d 50 tahun 17 38,64%

3 Di atas 50 tahun 6 13,64%

Jumlah 44 100%

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 3)

Dari hasil perhitungan kuesioner pada tabel di atas, maka tampak bahwa mayoritas responden adalah konsumen dengan usia 31 tahun sampai dengan usia 40 tahun sebanyak 21 orang (47,73%), lalu yang berusia 41 tahun sampai dengan usia 60 tahun sebanyak 17 orang (38,64%), dan yang berusia di atas 50 tahun sebanyak 6 orang (13,64%). Sebagai implikasinya, Toyota Alphard hendaknya ditargetkan untuk konsumen dengan usia 31 tahun sampai dengan 40 tahun tetapi juga tidak mengabaikan konsumen dengan usia 41 sampai dengan 50 tahun.

Tabel 4.4. Kategorisasi Responden berdasarkan Pendidikan

No. Kategori Jumlah Prosentase

1. SMP/SMU 5 11,36%

2. Diploma 4 9,09%

3. S1/S2 35 79,55%

Jumlah 44 100%

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 3)

(5)

Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana tampak pada tabel di atas, maka mayoritas responden pada penelitian ini berpendidikan S1/S2 sebanyak 35 orang (79,55%), lalu yang berpendidikan SMP/SMU sebanyak 5 orang (11,36%) dan sisanya berpendidikan diploma sebanyak 4 orang (9,09%). Sebagai implikasinya, maka pemasaran mobil CBU, khususnya Toyota Alphard hendaknya ditargetkan kepada konsumen laki-laki dan berpendidikan S1/S2.

Tabel 4.5. Kategorisasi Responden berdasarkan Pekerjaan

No. Kategori Jumlah Prosentase

1. Swasta 10 22,73%

2. Wiraswasta 32 72,73%

3. Lain-lain 2 4,54%

Jumlah 44 100%

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 3)

Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana tampak pada tabel di atas, maka diketahui bahwa mayoritas responden berpekerjaan sebagai wiraswastawan sebanyak 32 orang (72,73%), lalu yang berpekerjaan sebagai pegawai swasta sebanyak 10 orang dan profesi lain-lain sebanyak 2 orang (4,54%). Implikasi dari temuan ini adalah hendaknya Toyota Alphard ditargetkan kepada konsumen dengan pekerjaan sebagai wiraswasta namun juga tidak melupakan para karyawan swasta yang bekerja sebagai eksekutif di suatu perusahaan.

4.4 Analisis Deskriptif

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan jawaban responden, maka diperoleh gambaran obyek dari variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Untuk mencari nilai atau masing-masing responden dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai jawaban kuesioner masing-masing variabel dan dibagi dengan banyaknya jumlah pernyataan masing-masing variabel. Cara tersebut

(6)

kemudian mendapatkan nilai rata-rata (mean) yang mana mean tersebut diklasifikasikan menjadi dua golongan :

1. HD : High Dissonance => mean ≥ 3,00 2. LD : Low Dissonance => mean < 3,00

4.4.1 Tanggapan Responden terhadap Variabel Emotional

Dimensi emotional memiliki lima belas indikator yang kemudian diajukan kepada responden untuk mendapat tanggapan. Adapun hasil tanggapan responden terhadap variabel minat dirinci pada tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pemilik Toyota Alphard memiliki low dissonance (mean 2,49). Artinya, pemilik Toyota Alphard relatif dapat menerima keberadaan mobil CBU, yaitu Toyota Alphard yang dikonsumsi, walaupun sedikit mengalami disonansi. Itulah sebabnya, dealer mobil CBU, khususnya Toyota Alphard dapat mempertahankan strategi pemasaran terutama dalam mempengaruhi emosi konsumen ketika melakukan pembelian konsumen atas mobil Toyota Alphard.

Tabel 4.6 Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Emotional

No. Indikator STS TS CS S SS Mean Keterangan 1. Konsumen merasa telah berbuat

sesuatu yang salah.

0 0 40 4 0 3,09 HD

2. Konsumen merasa putus asa 0 35 9 0 0 2,20 LD 3. Konsumen merasa menyesal

dengan keputusan membeli

11 24 9 0 0 1,95 LD

4. Konsumen merasa kecewa dengan diri sendiri karena telah membeli

18 14 10 2 0 1,91 LD

5. Konsumen merasa takut dengan akibat pembelian

6 20 17 1 0 2,30 LD

6. Konsumen merasa hampa memutuskan membeli

0 3 39 2 0 2,98 LD

(7)

Tabel 4.6 Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Emotional (sambungan) No. Indikator STS TS CS S SS Mean Keterangan

7. Konsumen merasa marah dan memutuskan membeli

0 1 40 3 0 3,05 HD

8. Saya merasa cemas atau khawatir akan pembelian

0 29 15 0 0 2,34 LD

9. Saya merasa kesal atau jengkel karena membeli

0 0 40 4 0 3,09 HD

10. Konsumen merasa frustasi karena membeli

0 28 16 0 0 2,36 LD

11. Konsumen merasa sakit hati karena membeli

0 32 12 0 0 2,27 LD

12. Konsumen merasa depresi dengan pembelian mobil

0 33 11 0 0 2,25 LD

13. Konsumen merasa marah dengan diri sendiri atas pembelian

2 39 3 0 0 2,02 LD

14. Konsumen merasa muak dengan keputusan membeli

0 30 14 0 0 2,32 LD

15. Konsumen mendapat masalah karena membeli

0 0 37 7 0 3,16 HD

Rata-rata Total 2,49 LD

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 4)

4.4.2 Tanggapan Responden terhadap Variabel Wisdom of purchase Dimensi emotional memiliki empat indikator yang kemudian diajukan kepada responden untuk mendapat tanggapan. Adapun hasil tanggapan responden terhadap variabel minat dirinci pada tabel 4.7 di bawah ini.

(8)

Tabel 4.7 Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Wisdom of Purchase No. Indikator STS TS CS S SS Mean Keterangan

1. Konsumen merasa telah melakukan hal yang tepat.

0 20 22 2 0 2,59 LD

2. Konsumen merasa bahwa sangat membutuhkan

0 0 8 36 0 3,82 HD

3. Konsumen merasa bahwa seharusnya tidak perlu membeli suatu apapun.

0 2 35 7 0 3,11 HD

4. Konsumen merasa bahwa telah membuat pilihan yang tepat secara keseluruhan.

0 0 39 5 0 3,11 HD

Rata-rata Total 3,16 HD

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 4)

Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa pemilik Toyota Alphard memiliki High Dissonance (mean 3,16). Artinya, pemilik Toyota Alphard merasa bahwa keputusan yang telah diambilnya ketika membeli mobil CBU, yaitu Toyota Alphard kurang tepat. Itulah sebabnya, bahwa strategi pemasaran yang harus dilaksanakan oleh dealer mobil CBU adalah menggali tingkat kebutuhan konsumen bahwa calon konsumen memang sudah layak untuk memiliki mobil mahal sekelas Toyota Alphard. Konsumen bisa diberikan masukan mengenai rasa bangga dan prestise yang diraihnya ketika memiliki dan mengendarai mobil Toyota Alphard.

4.4.3 Tanggapan Responden terhadap dimensi concern over the deal Dimensi concern over the deal memiliki tiga indikator yang kemudian diajukan kepada responden untuk mendapat tanggapan. Adapun hasil tanggapan responden terhadap variabel minat dirinci pada tabel 4.8 di bawah ini.

(9)

Tabel 4.8 Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Concern over the Deal No. Indikator STS TS CS S SS Mean Keterangan

1. Terkejut dengan kesalahan ketika membuat persetujuan

- - 17 23 4 3,70 HD

2. Perasaan tolol karena membeli mobil

- 15 15 11 3 3,05 HD

3. Perasaan bingung karena ulah tenaga penjual

- 13 24 7 - 2,86 LD

Rata-rata Total 3,20 HD

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 4)

Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa pemilik Toyota Alphard memiliki disonansi tinggi setelah memutuskan untuk membeli mobil Toyota Alphard.

Dengan kondisi ini, maka strategi pemasaran yang harus dikembangkan oleh dealer Toyota Alphard adalah memberikan pelayanan purna jual yang intensif sehingga disonansi yang muncul bisa ditekan atau dihilangkan.

Pemilik/manajemen dari dealer hendaknya juga bisa memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para salesman ketika melayani konsumen yang hendak memilih mobil dan akhirnya memutuskan membeli.

4.4.4 Analisis Faktor

Analisis pengukuran faktor pada penelitian ini digunakan untuk menyederhanakan faktor-faktor dari indikator pada variabel-variabel penelitian dalam menentukan faktor yang membentuk disonansi kognitif pembeli Toyota Alphard di Japan Auto Center. Untuk memudahkan perhitungan, maka analisis pengukuran faktor dilakukan dengan memanfaatkan bantuan Software SPSS for Windows versi 13.

(10)

1. Signifikansi Analisis pengukuran faktor

Tabel 4.9 Uji Kelayakan Analisis pengukuran faktor

No. Items Hasil Nilai

Kritis Keterangan 1 KMO & Bartlett’s Test

KMO 0,819 ≥ 0,5 Baik

Sig. 0,000 < 0,05 Baik 2. Anti Image Matrices

X.1.1 s/d X.3.3 > ≥ 0,5

Bila angka MSA < 0,5, yang terkecil

dikeluarkan

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 6)

Dari tabel di atas, maka diketahui bahwa walaupun perolehan pada angka Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy serta signifikansinya sudah memenuhi syarat baik, tidak ada indikator penelitian ini yang menghasilkan angka MSA < 0,5. Dari hasil ini kemudian perhitungan analisis pengukuran faktor tidak perlu diulang lagi. Berdasarkan hasil perhitungan seperti yang nampak pada tabel di atas, diketahui nilai Kaiser- Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy dari 0,819 dan signifikansi 0,000 sehingga sampel yang ada secara keseluruhan bisa dianalisis lebih lanjut (Singgih, 2002).

2. Komunalitas

Tabel di bawah ditujukan untuk menggambarkan hasil perhitungan komunalitas. Untuk indikator X.1.1, diketahui bahwa angka komunalitas yang dihitung adalah sebesar 0,787 yang berarti bahwa dimensi emosional tadi dapat dijelaskan oleh 78,7% dari faktor yang dibentuk. Demikian seterusnya untuk indikator-indikator lainnya pada perhitungan komunalitas ini dapat diartikan pada tiap-tiap indikator.

(11)

Tabel 4.10. Hasil Perhitungan Komunalitas

Variabel / Indikator Initial Extraction

X.1.1 1,000 0,787

X.1.2 1,000 0,847

X.1.3 1,000 0,625

X.1.4 1,000 0,658

X.1.5 1,000 0,737

X.1.6 1,000 0,787

X.1.7 1,000 0,872

X.1.8 1,000 0,806

X.1.9 1,000 0,622

X.1.10 1,000 0,832

X.1.11 1,000 0,920

X.1.12 1,000 0,899

X.1.13 1,000 0,894

X.1.14 1,000 0,873

X.1.15 1,000 0,744

X.2.3 1,000 0,828

X.2.4 1,000 0,620

X.3.1 1,000 0,623

X.3.2 1,000 0,520

X.3.3 1,000 0,827

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 6)

3. Total Variance Explained

Tabel di bawah ini mencoba menggambarkan hasil perhitungan keseluruhan nilai varians penjelas. Berdasarkan tampilan perhitungan total varian penjelas pada tabel, maka diketahui pada perhitungan analisis pengukuran faktor ini akan tergumpal sebanyak 4 komponen atau faktor baru hasil ekstraksi dari indikator-indikator yang ada. Hal ini bisa diketahui dari

(12)

didapatinya 4 buah dari semua indikator yang memiliki angka Eigenvalues yang melebihi nilai 1.

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Total Varian Penjelas Initial Eigenvalues

Indikator

Total % of Varian Penjelas Komulatif

1 8,89 44,44 44,44

2 3,11 15,54 59,98

3 1,96 9,78 69,76

4 1,37 6,86 76,61

5 1,00 4,98 81,60

6 0,79 3,97 85,56

7 0,56 2,82 88,38

8 0,46 2,28 90,67

9 0,36 1,82 92,48

10 0,33 1,66 94,15

11 0,28 1,39 95,54

12 0,23 1,13 96,67

13 0,19 0,93 97,61

14 0,11 0,57 98,18

15 0,10 0,48 98,66

16 0,09 0,44 99,09

17 0,06 0,32 99,41

18 0,05 0,23 99,64

19 0,04 0,20 99,84

20 0,03 0,16 100,00

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 6)

(13)

4. Interpretasi Matrik Faktor

Tujuan dari analisis pengukuran faktor adalah untuk mengetahui keeratan distribusi semua indikator pada 4 komponen baru yang terbentuk. Hal ini bisa dilihat dari factor loading yang menunjukkan keeratan antara masing- masing indikator dengan faktor yang terbentuk.

Tabel 4.12 Component Matrix

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 6)

Berdasarkan tampilan hasil perhitungan pada tabel 4.12, maka diketahui bahwa indikator-indikator yang paling erat kaitannya dengan faktor pertama adalah indikator X.1.1, X.1.2, X.1.3, X.1.5, X.1.6, X.1.7, X.1.8, X.1.9, X.1.10, X.1.11, X.1.12, X.1.13, X.1.14, dan X.1.15. Untuk faktor kedua, indikator-indikator yang paling erat kaitannya adalah indikator X.2.3, X.2.4, X.3.1, X.3.2, dan X.3.3. Sementara itu faktor keempat hanya memiliki kaitan erat dengan indikator

.670 -.443 .268 -.265

.849 -.146 -.191 -.261

.634 -.154 .061 .442

.535 .103 -.160 .580

.567 -.357 -.097 .529

.615 -.130 .595 .195

.653 -.366 .550 -.097

.819 .015 -.334 -.154

.721 .213 .236 -.039

.819 .005 -.354 .190

.883 -.002 -.341 -.154

.880 -.013 -.296 -.191

.662 -.355 .574 .035

.850 .017 -.350 -.164

.841 -.121 .013 -.148

.301 .840 .177 .021

.331 .605 -.104 .365

.327 .667 .265 .045

.469 .508 .054 -.197

.305 .785 .299 -.169

X.1.1 X.1.2 X.1.3 X.1.4 X.1.5 X.1.6 X.1.7 X.1.8 X.1.9 X.1.10 X.1.11 X.1.12 X.1.13 X.1.14 X.1.15 X.2.3 X.2.4 X.3.1 X.3.2 X.3.3

1 2 3 4

Component

Extraction Method: Principal Component Analysis.

4 components extracted.

a.

(14)

Hubungan yang dinyatakan oleh matrik komponen tersebut masih bisa kabur dan relatif sulit dibaca. Utamanya untuk faktor ketiga, tidak ada satupun indikator yang erat kaitannya dengan faktor ini. Demi menghilangkan kegamangan dalam penentuan suatu keanggotaan dari indikator, maka perlu dilakukan lagi proses lanjutan yang disebut rotasi, agar semakin jelas perbedaan sebuah indikator yang akan dimasukkan pada masing-masing faktornya (Singgih, 2002).

5. Rotasi Faktor

Tabel 4.13 Rotated Component Matrix

.495 .722 -.139 -.037

.850 .335 .052 .100

.280 .391 .042 .626

.250 .062 .185 .747

.294 .309 -.210 .715

.078 .803 .216 .300

.261 .895 .003 .061

.849 .141 .149 .207

.415 .454 .463 .173

.726 .110 .127 .526

.902 .173 .149 .232

.892 .213 .152 .189

.203 .906 .020 .181

.885 .143 .155 .211

.689 .475 .129 .165

.064 -.044 .904 .068

.117 -.177 .609 .451

.040 .103 .776 .090

.364 .083 .616 -.040

.080 .085 .893 -.124

X.1.1 X.1.2 X.1.3 X.1.4 X.1.5 X.1.6 X.1.7 X.1.8 X.1.9 X.1.10 X.1.11 X.1.12 X.1.13 X.1.14 X.1.15 X.2.3 X.2.4 X.3.1 X.3.2 X.3.3

1 2 3 4

Component

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

Rotation converged in 6 iterations.

a.

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 6)

(15)

Dari hasil rotasi faktor yang sudah dilakukan seperti yang tampak pada tabel di atas, maka sudah tampak kejelasan status keanggotaan tiap indikator pada masing-masing dari semua komponen baru yang terbentuk. Loading factor yang dulunya kecil semakin diperkecil, dan faktor loading yang besar semakin diperbesar.

Faktor pertama terbentuk dari indikator-indikator yang merupakan bagian besar dari dimensi emotional, yaitu indikator X.1.2, X.1.8, X.1.10, X.1.11, X.1.12, X.1.14, dan X.1.15. Dengan kondisi seperti itu, maka faktor ini layak dinamakan sebagai faktor keterpaksaan. Faktor kedua terbentuk seluruhnya dari sebagian kecil dimensi emotional, yaitu indikator X.1.1, X.1.6, X.1.7, dan X.1.13. Kondisi ini membuat faktor baru ini layak diberi nama faktor kejengkelan. Faktor ketiga merupakan gabungan dari satu indikator dari dimensi emosional yaitu X.1.9, lalu ditambah seluruh bagian dimensi wisdom of purchase serta concern over the deal yaitu indikator X.1.9, X.2.3, X.2.4, X.3.1, X.3.2, dan X.3.3. Dengan kondisi ini, maka faktor ketiga yang baru terbentuk ini layak dinamakan kekeliruan. Faktor terakhir, yaitu faktor keempat yang baru terbentuk merupakan sebagian indikator dari dimensi emotional, yaitu indikator X.1.3, X.1.4, dan X.1.5. Dengan hasil ini, maka faktor keempat yang terbentuk layak dinamakan faktor penyesalan.

4.5 Pembahasan

Disonansi kognitif mempunyai arti keadaan psikologis yang tidak menyenangkan, yang timbul ketika dalam diri manusia terjadi konflik antara dua kognisi (Azwar, 2002,).

Tabel di bawah ini akan menyajikan mengenai hasil perhitungan rotasi faktor yang sudah dilakukan sehingga menghasilkan empat faktor baru penyebab disonansi kognitif.

1. Faktor pertama yang terbentuk dari hasil perhitungan analisis pengukuran faktor dinamakan faktor keterpaksaan. Orang yang memilih suatu produk, dengan kondisi bahwa produk tersebut memang dibutuhkan namun harganya relatif sangat mahal, tentu memiliki kebingungan dan keragu-raguan ketika memilihnya. Faktor keterpaksaan didukung dengan indikator perasaan putus

(16)

asa yang akhirnya terpaksa membeli mobil Toyota Alphard di Japan Auto Center. Indikator ini memiliki loading factor sebesar 0,850.

Tabel 4.14 Hasil Ekstraksi Faktor

Faktor

ke Indikator

Nilai Loading

Factor

Nama Faktor Baru

1 X.1.2 merasa putus asa sehingga membeli mobil 0,850 X.1.8 Saya merasa cemas atau khawatir akan pembelian

mobil

0,849

X.1.10 merasa frustasi karena membeli mobil 0,726

X.1.11 merasa sakit hati karena membeli mobil 0,902

X.1.12 merasa depresi dengan pembelian mobil 0,892

X.1.14 merasa muak dengan keputusan membeli mobil 0,885

X.1.15 mendapat masalah karena membeli mobil 0,689

Keterpaksaan

2 X.1.1 merasa telah berbuat sesuatu yang salah 0,722

X.1.6 merasa hampa memutuskan membeli mobil 0,803 X.1.7 merasa marah dan memutuskan membeli mobil 0,895

X.1.13 merasa marah dengan diri sendiri atas pembelian

mobil

0,906

Kejengkelan

3 X.1.9 merasa kesal atau jengkel karena membeli mobil 0,463 X.2.3 merasa bahwa seharusnya saya tidak perlu

membeli suatu apapun.

0,904

X.2.4 merasa bahwa saya telah membuat pilihan yang tepat.

0,609

X.3.1 terkejut bahwa saya telah melakukan kesalahan dengan persetujuan yang telah saya buat

0,776

X.3.2 Setelah membeli mobil, saya telah melakukan suatu ketololan

0,616

X.3.3 Setelah membeli mobil, terkejut bahwa mereka (Tenaga Penjual) telah membuat bingung

0,893

Kekeliruan

4 X.1.3 merasa menyesal dengan keputusan membeli mobil

0,626

X.1.4 merasa kecewa dengan diri saya sendiri karena telah membeli mobil

0,747

X.1.5 merasa takut dengan akibat pembelian mobil 0,715

Penyesalan

Sumber : Data primer, tanggapan responden sesudah diolah (lampiran 6)

(17)

Angka ini berarti faktor baru yang terbentuk ini mampu diterangkan 85% oleh indikator putus asa. Faktor keterpaksaan ini juga didukung oleh indikator kecemasan dan kekhawatiran ketika memilih mobil Toyota Alphard di Japan Auto Center dengan nilai loading factor sebesar 0,849. Angka ini berarti bahwa peranan kecemasan dan kekhawatiran dalam mendukung faktor baru ini adalah sebesar 84,9%. Faktor baru yang pertama ini juga didukung oleh indikator rasa frustasi oleh konsumen sehingga membeli Toyota Alphard.

Indikator rasa frustasi memiliki loading factor sebesar 0,726 yang artinya rasa frustasi bisa mendukung timbulnya faktor baru sebesar 72,6%. Faktor baru yang terbentuk ini juga didukung oleh indikator sakit hati. Indikator ini memiliki loading factor sebesar 0,902 yang artinya bahwa sakit hati bisa menyumbang sebesar 90,2% pada faktor baru. Faktor baru yang terbentuk ini juga didukung oleh indikator depresi. Indikator ini memiliki loading factor sebesar 0,892. Angka ini berarti bahwa depresi mampu menyumbang sebesar 89,2% terhadap munculnya faktor baru. Perasaan muak ketika memilih mobil turut menyumbang sebesar 88,5% dari munculnya faktor baru. Faktor baru yang terbentuk ini didukung pula oleh indikator perasaan takut bila mendapat masalah ketika membeli mobil CBU. Indikator perasaan takut ini memiliki loading factor sebesar 0,689 yang artinya indikator ini menyumbang 68,9%

dari munculnya faktor baru ini.

Oleh karena itu, tugas dari Japan Auto Center sebagai dealer CBU, khususnya Toyota Alphard dapat mengadakan pendekatan psikologis dengan calon pembeli yang datang ke lokasi showroom. Agar kerterpaksaan tersebut bisa dikurangi, konsumen hendaknya diyakinkan bahwa produk yang tersedia memang bermutu tinggi dan memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan mobil sejenis lain yang bukan produk CBU. Ketika meyakinkan dan menerangkan keunggulan tersebut, tentu saja petugas salesman harus memamerkan pengetahuannya mengenai produk yang akan dijual.

2. Faktor kedua yang terbentuk dari hasil perhitungan analisis pengukuran faktor diberi nama faktor kejengkelan. Seorang calon konsumen yang sedang melakukan pemilihan mobil, khususnya yang berharga relatif mahal, sering bingung dan frustasi untuk memutuskan produk mana yang akan dibelinya.

(18)

Faktor kedua yang terbentuk ini juga didukung oleh indikator perasaan bersalah karena membeli mobil CBU. Indikator ini memiliki loading factor sebesar 0,722 yang artinya perasaan bersalah akan menyumbang 72,2% dari faktor kedua yang muncul ini. Faktor baru kedua ini juga didukung oleh indikator perasaan hampa untuk memutuskan pembelian. Indikator ini memiliki loading factor sebesar 0,803 yang artinya indikator perasaan hampa akan menyumbang 80,3% kepada faktor baru ini. Faktor kedua yang baru ini juga didukung oleh indikator marah ketika memutuskan pembelian. Indikator ini memiliki loading factor sebesar 0,895 yang artinya indikator ini bisa menerangkan sebesar 89,5% faktor baru. Faktor kedua yang baru ini juga didukung oleh indikator perasaan marah kepada diri sendiri. Indikator ini memiliki nilai loading factor sebesar 0,906 yang artinya indikator perasaan marah kepada diri sendiri mampu menyumbang 90,6% dari faktor baru yang terbentuk.

Agar mengurangi timbulnya disonansi tersebut berupa kejengkelan tersebut, petugas yang melayani harus bisa menenangkan dan meyakinkan calon konsumen bahwa pembelian yang dilakukannya sudah tepat. Petugas salesman yang melayani konsumen hendaknya juga memberi kelonggaran waktu maupun kesempatan bagi calon konsumen untuk memutuskan pembelian secara tidak terburu-buru dan memberi alternatif lain yang kira-kira lebih menguntungkan bagi konsumen.

3. Faktor ketiga yang terbentuk dari hasil analisis pengukuran faktor di atas adalah faktor kekeliruan. Faktor ketiga yang terbentuk ini didukung oleh indikator kesal dan jengkel akibat pembelian mobil. Indikator ini memiliki nilai loading factor sebesar 0,463 yang artinya kesal dan jengkel bisa menyumbang sebesar 46,3% dari faktor kekeliruan. Indikator lain yang mendukung faktor ketiga ini adalah indikator keliru membeli. Indikator ini memiliki nilai loading factor sebesar 0,904 yang artinya bahwa indikator ini menyumbang 90,4% dari munculnya faktor kekeliruan. Indikator berikutnya yaitu perasaan tepat dalam memilih. Indikator ini memiliki nilai loading factor sebesar 0,609 yang artinya perasaan tepat dalam memilih bisa menyumbang sebesar 60,9% pada faktor kekeliruan. Indikator berikutnya yang mendukung

(19)

faktor ketiga adalah indikator merasa salah persetujuan. Indikator ini memiliki nilai loading factor sebesar 0,776 yang artinya indikator salah persetujuan menyumbang sebesar 77,6% dari faktor kekeliruan. Indikator berikutnya adalah perasaan tolol ketika membeli. Indikator ini memiliki nilai loading factor 0,616 yang artinya indikator 61,6% dari faktor kekeliruan. Indikator terakhir yang mendukung faktor ketiga yang baru ini adalah indikator perasaan terkejut karena dibingungkan oleh tenaga penjual sehingga membeli mobil itu. Indikator ini memiliki loading faktor sebesar 0,893 yang artinya bahwa kebingungan yang diakibatkan oleh ulah tenaga penjual mampu menyumbang sebesar 89,3% dari faktor kekeliruan.

Seorang calon konsumen yang sedang melakukan pembelian produk yang relatif berharga mahal biasanya akan merasa bingung, dan akhirnya setelah memilih suatu produk konsumen tersebut akan merasa telah keliru memilih produk. Berbagai upaya oleh petugas penjualan untuk menerangkan perbandingan dan penonjolan keunggulan produk yang ada akan membantu konsumen sehingga kebingungan dan kejengkelan yang muncul setelah pembelian dilakukan.

4. Faktor keempat yang terbentuk dari hasil perhitungan analisis pengukuran faktor dinamakan faktor penyesalan. Faktor ini didukung oleh indikator perasaan menyesal terhadap keputusan pembelian. Indikator ini memiliki loading factor sebesar 0,626 yang berarti perasaan menyesal pada keputusan pembelian mampu menerangkan 62,6% dari faktor penyesalan. Indikator berikutnya yang mendukung faktor baru ini adalah indikator kecewa pada diri sendiri. Indikator ini memiliki nilai loading factor sebesar 0,747 yang artinya kecewa pada diri sendiri mampu menyumbang sebesar 74,7% dari faktor penyesalan. Faktor baru ini juga didukung oleh indikator selanjutnya yaitu indikator takut dengan akibat pembelian. Indikator ini memiliki loading factor sebesar 0,715 yang artinya bahwa perasaan takut akibat pembelian mampu menyumbang 71,5% dari faktor penyesalan.

Ketika memilih mobil yang harganya relatif mahal, konsumen biasanya takut dan merasa cemas kepada kenyataan bila saja pilihannya ini ternyata tidak tepat atau malah salah. Oleh karena itu, konsumen perlu

(20)

diyakinkan bahwa Japan Auto Center sebagai dealer dari mobil CBU, khususnya mobil Toyota Alphard akan memberikan garansi dan layanan purna jual yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Keluhan-keluhan dan kesulitan konsumen setelah membeli mobil Toyota Alphard di Japan Auto Center akan sepenuhnya ditanggapi dan ditindaklanjuti oleh teknisi khusus yang akan mendatangi kediaman konsumen bersangkutan.

Keempat faktor temuan dari penelitian ini mendukung pendapat bahwa cognitive Dissonance dideskripsikan sebagai suatu kondisi yang membingungkan, yang terjadi pada seseorang ketika kepercayaan mereka tidak sejalan bersama.

Kondisi ini mendorong mereka untuk merubah pikiran, perasaan, dan tindakan mereka agar sesuai dengan pembaharuan. Disonansi dirasakan ketika seseorang berkomitmen pada dirinya sendiri dalam melakukan suatu tindakan yang tidak konsisten dengan perilaku dan kepercayaan mereka yang lainnya (East, 1997 dalam Japarianto, 2006). Disonansi kognitif harus ditekan dan dikendalikan oleh dealer mobil, terutama mobil CBU yang harganya relatif tidak murah.

Kemunculan disonansi kognitif pasti ada namun dengan upaya khusus dari pihak dealer, maka ketika melakukan pemilihan dan pembelian mobil, konsumen bisa merasakan tenang atau bahkan puas.

Referensi

Dokumen terkait

Senyawa 8β(H)- drimana juga telah ditemukan pada sampel batuan Formasi Yanchang, Cekungan Ordo, Cina yang mengindikasikan bahan organik yang berasal dari tumbuhan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif, yang akan mendeskripsikan tentang pengaruh tingkat hutang, likuiditas, dan ukuran perusahaan

Setelah tahap analisis sistem lama selesai dilakukan dan mendapat kesimpulan bahwa sistem lama masih terdapat kelemahan-kelemahan, maka diperlukan pembangunan sistem

Tujuan penelitian ini adalah untuk: Mengungkap kondisi potensi sumberdaya individu petani, ketepatan proses pemberdayaan, peran SDM pemberdayaan, keefektifan

Dari data rekaman seismik pantul dangkal yang diperoleh dapat diidentifikasikan adanya berbagai struktur geologi di daerah penelitian.... Struktur

Aspek lain yang dilihat dalam penilaian modul Pembelajaran matematika Sekolah dasar terintegrasi pendidikan karakter dengan menggunakan pendekatan CTL adalah aspek

Camat, Sekretaris Camat, Kepala Seksi pada Kecamatan, Lurah, Kepala Sub Bagian pada Sekretariat Kecamatan, Sekretaris Kelurahan dan Kepala Seksi Kelurahan sesuai

Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik adalah model pembelajaran berbasis proyek atau.. biasa dikenal dengan