• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1 Peta Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Gambar 1 Peta Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

34 BAB III

DESKRIPSI WILAYAH

3.1 GAMBARAN UMUM DESA PENELITIAN

Pada bagian ini diuraikan Profil Desa Olehsari, yaitu meliputi letak geografis, jumlah penduduk. Pada bagian ini juga diuraikan tentang gambaran umum keadaan penduduk meliputi mata pencaharian, aset sarana transportasi umum, dan produk dosmetik bruto Desa Olehsari. Deskripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai hal yang mendasari perkembangan pertanian di Desa Olehsari pada umumnya dan tentang gambaran sejarah serta nilai kearifan lokal Desa Olehsari pada khususnya.

3.1.1 Letak Geografis Desa Olehsari

Desa Olehsari merupakan salah satu Desa yang sebagian penduduknya mengelola lahan sebagai perkebunan dan persawahan. Desa Olehsari secara administrasi termasuk dalam wilayah Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur dan memiliki luas wilayah 254.465 Ha yang dibagi dua dusun yaitu Dusun Joyosari dan Dusun Krajan dengan batas- batas wilayah , sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Desa Kemiren b. Sebelah Timur : Kelurahan Banjarsari

c. Sebelah Selatan : Desa Pendarungan Kecamatan Kabat d. Sebelah Barat : Desa Glagah

Gambar 1 Peta Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur

(2)

35 Berdasarkan data moonografi Desa Olehsari luas tanah tersebut digunakan untuk berbagai keperluan baik jalan, sawah, perkebunan, pemukiman, bangunan umum serta destinasi wisata, dan pemakaman. Desa Olehsari mempunyai keadaan tanah yang tergolong dataran tinggi, dengan kordinat 114,363147 bujur -8,033946 lintang.

3.1.2 Kependudukan Desa Olehsari

Gambaran keadaan penduduk Desa Olehsari dari data monografi Desa tahun 2020. Gambaran penduduk meliputi berdasarkan jumlah Kepala Keluarga (KK), distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian , dan tingkat pendidikan.

Jumlah penduduk Desa Olehsari yang mengikuti nilai-nilai kearifan lokal dalam tari seblang adalah 2.467 jiwa yang terdiri dari 902 Kepala Keluarga (KK). Komposisi penduduk dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Olehsari

Keterangan Laki-Laki Perempuan Total Jumlah Penduduk 1.189 orang 1.278 orang 2.467 penduduk

Jumlah Keluarga 736 KK 166 KK 902 KK

Kesejahteraan Keluarga

No. Keterangan Jumlah

1. Jumlah keluarga prasejahtera 305 keluarga 2. Jumlah keluarga sejahtera 1 242 keluarga 3. Jumlah keluarga sejahtera 2 279 keluarga 4. Jumlah keluarga sejahtera 3 52 keluarga 5. Jumlah keluarga sejahtera 3 plus 24 keluarga 6. Total jumlah kepala keluarga 902 keluarga

Sumber : Dokumentasi Desa Olehsari Kecamatan Glagah Tahun 2020

(3)

36 3.1.3 Sektor Mata Pencaharian Desa Olehsari

Penduduk Desa Olehsari memiliki beragam mata pencaharian, semakin banyak mata pencaharian di suatu daerah semakin banyak lapangan pekerjaan yang tersedia sehingga semakin banyak menyerap tenaga kerja.

Selain bertani, penduduk Desa Olehsari juga bekerja diluar sektor pertanian yaitu sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pedagang, dan lain-lain. Adapun distribusi berdasarkan mata pencaharian dan perekonomian masyarakat pada tabel berikut:

Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Sektor Mata Pencaharian Sektor Pertanian

No. Keterangan Jumlah

1. Petani 298 orang

2. Buruh Tani 183 orang

3. Pemilik Usaha Tani 209 orang

Produk Dosmetik Bruto Desa Olehsari

No. Nama Sub sektor Keterangan

Hasil Produksi (Ton/Ha) 1. Subsektor Pertanian Kacang tanah 2.5

2. Subsektor Perkebunan Kelapa 1.8

3. Subsektor Peternakan Telur 20.960

Sektor Perikanan

No Keterangan Jumlah

1. Nelayan 3 orang

2. Buruh Usaha Perikanan 0

(4)

37

3. Pemilik Usaha Perikanan 0

Sektor Peternakan

No. Keterangan Jumlah

1. Peternakan Perorangan 2 orang

2. Buruh Usaha Peternakan 2 orang

3. Pemilik Usaha Peternakan 0

Sektor Industri Mengah dan Besar

No. Keterangan Jumlah

1. Karyawan perusahaan swasta 25 orang

2. Karyawan perusahaan pemerintah 8 orang

Sektor Jasa

No. Keterangan Jumlah

1. Buruh usaha jasa transportasi dan perhubungan 6 orang

2. Kontraktor 4 orang

3. Pemilik usaha hotel dan penginapan lainnya 2 orang 4. Pemilik usaha warung, rumah makan dan restoran 7 orang

5. Pegawai Negeri Sipil 36 orang

6. TNI 3 orang

7. Bidan swasta 1 orang

8. Perawat swasta 1 orang

9. Dukun/paranormal/supranatural 11 orang

10. Dosen swasta 1 orang

11. Guru swasta 9 orang

(5)

38 Struktur penduduk berdasarkan jumlah pengangguran di Desa

Olehsari sebagai tabel berikut:

Tabel 4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jumlah Pengangguran Pengangguran

No. Keterangan Jumlah

1. Jumlah angkatan kerja (penduduk usia 18-56 tahun) 1.206 orang 2. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang masih

sekolah dan tidak bekerja

51 orang

3. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang menjadi ibu rumah tangga

726 orang

4. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja penuh 1.426 orang 5. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja tidak

tentu

510 orang

6. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang cacat dan tidak bekerja

23 orang

7. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang cacat dan bekerja

6 orang

Diukur dari aspek pengetahuan, semakin tinggi pendidikan, maka kualitas penduduk akan semakin baik. Namun hal ini belum tentu dapat menjamin kesadaran masyarakat pentingnya pendidikan. Apabila tingginya

12. Pensiun PNS 20 orang

13. Seniman/artis 1 orang

14. Pembantu rumah tangga 4 orang

15. Sopir 15 orang

16. Jasa penyewaan peralatan pesta 4 orang

Sumber : Dokumentasi Desa Olehsari Kecamatan Glagah Tahun 2020 Sumber : Dokumentasi Desa Olehsari Kecamatan Glagah Tahun 2020

(6)

39 tingkat pendidikan diiringi dengan kesadaran yang tinggi pula, maka bukan hal yang mustahil jika dapat mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang semakin baik pula.

Tingkat pendidikan penduduk Desa Olehsari juga masih didominasi pada tingkat pendidikan dasar yaitu SD, SMP, dan SMA. Hanya sebagian kecil penduduk yang mengenyam pendidikan sarjana.

3.1.4 Aset Sarana Transportasi Umum

Desa Olehsari juga masih memiliki aset saran transportasi umum berupa ojek dengan jumlah 5 orang sampai 5 unit, memiliki cidemo atau biasa disebut dengan andong atau dokar dengan jumlah 1 orang sampai 2 unit, dan aset sarana produksi juga berupa memiliki penggilingan padi dan traktor dengan jumlah 4 orang. Adat istiadat dalam perkawinan, kelahiran anak, upacara kematian, tanah pertanian, adat isitadat dalam menjauhkan bala penyakit dan bencana alam serta adat istiadat dalam memulihkan hubungan antara alam semesta dengan manusian dan lingkungannya masih terasa kental di dalam pla perilaku masyarakat di Desa Olehsari ini. Oleh karena itulah Desa Olehsari sampai saat ini masih dikenal oleh warga Banyuwangi sebagai Desa Adat Wisata Osing selain di Desa Kemiren.

3.2 KONDISI PEMERINTAH DESA

Pada zaman pemerintah Belanda, sekitar tahun 1910 Desa masih menjadi satu dengan Desa Glagah. Pada saat itu Bapak Sumo selaku Lurah di Desa Glagah dan dibantu oleh Bapak Hadmari yang saat itu menjadi Carik.

Kemudian tahun demi tahun penduduknya bertambah banyak atau pada takhirnya membentuk Desa sendiri, serta menunjuk salah satu orang yang pantas dijadikan Pemimpin yaitu Bapak Saleh sekitar tahun 1924 sampai dengan tahun 1937dan diberinama Desa Li-lian. Jadi Bapak Saleh adalah Lurah yang pertama kali menjabat di Desa Li-lian dan dibantu oleh Bapak Hadmari sebagai Carik di Desa Li-Lian ini sekaligus merangkap jabatan di Desa Glagah dan di Desa Li-Lian. Bapak Hadmari adalah anak kandung Bapak Saleh, Bapak Saleh juga dibantu beberapa orang Pegawai Desa antara lainnya; 1) Carik; 2) Jogo Tirto; 3) Denowo; 4) Mudin; 5) Kami Tuwo.

Setelah Bapak Saleh meninggal dunia, mempunyai lembaga yang namanya Lembaga Musyawarah Desa (LMD) sehingga mengadakan Rembug Desa Sepakat memilih atau menunjuk Lurah yaitu terpilihlah Bapak Subinto Lurah yang ke dua.

(7)

40 Pada Tahun 1937 akhirnya nama yang semula Desa Li-lian diganti Uli-Ulian dan nama tersebut hingga saat ini masih disebut – sebut dan melekat pada hati masyarakat, baik dari luar desa ataupun dalam desa. Nama Uli-ulian masih terpampang di tepi jalan dan tempatnya di barat pertigaan jurusan Desa Kemiren berupa prasasti. Bapak Subinto menjabat Lurah sekitar taun 1937 sampai dengan 1940 berhenti karena usia sudah tua.

“Kemudian mengadakan Rembug lagi antara Lembaga Musyawarah Desa dengan Masyarakat untuk memilih dan menunjuk Pemimpin Desa. Terpilihlah Bapak Hanapi Tomposari Lurah yang ke tiga, di Desa Ulia – ulian semenjak Bapak Hanapi Tomposari menjabat Lurah Desa tidak ada perubahan, nama Desa tetap Uli – Ulian. Dalam Kepemimpinan Bapak Hanapi sedikit ada perubahan tentang Perekonomian masyarakat, sekitar tahun 1940 sampai dengan 1960 setelah itu berhenti jadi Lurah karena usia sudah tua. Dengan berhentinya Bapak Hanapi Tomposari, Lembaga Masyarakat Desa beserta Masyarakat mengadakan Rembug untuk memilih dan menunjuk lagi salah satu orang yang ada di desa Uli – Ulian sehingga terpilihlah Bapak Dalah menjadi Lurah.

sekitartahun 1960 sampai dengan 1961 termasukurutan yang keempat, tidak lama kemudian Bapak Dalah berhenti jadi Lurah, ada perubahan baik dibidang apapun. Setelah Bapak Dalah berhenti lalu LMD beserta Masyarakat mengadakan Rembug Desa serta memilih dan menunjuk pemimpin, terpilihlah bapak Ahmad Abbas selaku Warnen (PJS) sementara . Sekitar tahun 1961 sampai dengan 1963 urutan kelima dan tidak ada perubahan. Setelah itu berhenti dan desa tetap namanya yaitu Ulia - ulian.” (kutipan wawancara dengan Pak Sanusi – Mantan Carik).

Dengan berhentinya Bapak Ahmad Abbas menjadi Warnen Lurah lalu LMD beserta masyarakat menunjuk salah satu orang ,yaitu terpilihlah Bapak Widanto selaku Lurah Desa Uli – ulian .Pada tahun 1963 sampai dengan 1965 urutan yang keenam dan tidak ada perubahan baik dibidang segalanya. Seiring dengan pergolakan gerakan 30 september (G.30 S.PKI) sehingga Bapak Widanto berhenti menjabat Lurah Uli-ulian. Selanjutnya LDM serta masyarakat menunjuk Bapak Sutomo untuk menjadi Warnen (PJS) sekitar tahun 1965 sampai dengan 1966 termasuk urutan yang ketujuh setelah itu berhenti dan tidak ada perubahan.

Setelah Bapak Sutomo berhenti jadi Warnen (PJS) Lurah, LMD beserta masyarakat kembali mengadakan Rembug Desa untuk memilih dan menunjuk sebagai Pimpinan Desa sepakat Bapak Hadmari terpilih menjadi Lurah .saat itu masih menjabat sebagai Carik Uli-Ulian. Setelah menjabat Lurah nama Hadmari jadi

(8)

41 Bapak Hadmari Mangoen Pranoto urutan yang kedelapan . Pada tahun 1966 sampai dengan 1990 kemudian pada tahun 1968 sampai dengan 1969 dalam kepemimpinannya banyak kemajuan dibidang perekonomian masyarakat, bidang pendidikan dan bias membuat gedung sekolah pada saat itu diberi nama SD Glagah II berdiri pada tahun 1969 kemudian tahun 1970 nama desa diganti yang awalnya Uli-Ulian diganti nama menjadi Olehsari, sekaligus SD semula SD Glagah II diganti menjadi SD Olehsari. Dibidang insfrastruktur bias membuat jalan tembus antara Desa Olehsari ke Desa Kemiren dan pernah mengikuti lomba Desa tingkat Karesidenan pada taun 1971 mendapatkan penghargaan dan hadiah sarana dan prasarana pertanian.

Seiring jalannnya roda Pemerintahan Desa, maka Pemerintah pusat menerbitkan undang undang No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang mengatur tentang struktur organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. Sehingga LMD beserta Lurah saat itu mengatur dan mengangkat Perangkat Desa yang dulunya dan namanya Pegawai Desa diganti menjadi Perangkat Desa yaitu: 1) Lurah diganti Kepala Desa; 2) Carik diganti Sekretaris Desa; 3) Jogotirto diganti Kaur Bank; 4) Denowo diganti Kaur Umum; 5) Mudin diganti Kaur Kesra; 6) Kami Tuwo diganti Kepala Dusun. Kemudian Bapak Hadmari Mangoen Pranoto berakhir menjadi Kepala Desa pada tahun 1990 dengan masa kerja 24 tahun setelah itu diadakan Pemilihan Kepala Desa yang baru.

(9)

42 3.3 TRADISI DESA OLEHSARI

3.3.1 Selametan Kampung atau Kenduri

Gambar 2 Dokumentasi Desa Olehsari Kecamatan Glagah

Tradisi kenduri atau selamatan untuk berbagai peristiwa yang dianggap perlu penghormatan khusus, misalnya hal-hal yang berhubungan dengan kelahiran, pernikahan bahkan juga kematian. Selain itu, peristiwa lain yang dianggap mempunyai nilai khusus dalam perjalanan kehidupan manusia juga diiringi dengan kenduri, misalnya menempati rumah baru, hendak melakukan perjalanan jauh, mendapat anugerah berupa rezeki atau pekerjaan, memulai cocok tanam, dan lain sebagainya.

Pemaknaan sederhana pada selamatan di antaranya adalah agar “wong nemu selamet“ dalam beraktivitas atau bekerja apa saja. Yang bertani tanamannya aman dan panennya melimpah, yang berdagang sukses dan lancar dengan hasil yang memuaskan. Intinya segala jerih upaya untuk niat kebaikan mendapat perkenan Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Di dalam selamatan tersaji

“pecel pitik“, yaitu ayam bakar yang dibumbu santan dengan menyertakan parutan kelapa yang disebut ampas. Dalam permainan bahasa (kirata basa- Jawa), maksud disajikan pecel pitik adalah supaya “kang diucel-ucel nemuo apik“ yaitu semua yang dilakukan berakhir dengan mendapatkan kebaikan tanpa hambatan yang berarti yaitu kemaslahatan. Seperti yang dikatakan oleh saudari Kasih pada saat wawancara :

“Kalo selametan kampung sih ada dek biasanya itu setiap pergantian tahun kayak pas bulan suro gitu kadang

(10)

43 selametan pake pecel pitik gitu dek, kalo pementasan sih

gaada ya selama ini.”

Desa Olehsari juga selalu menyelenggarakan selametan kampung setiap pergantian tahun seperti bulan Suro. Masyarakat Desa Olehsari melaksanakan selametan kampung dengan melakukan doa dan makan besama di depan rumah masing-masing diiringi dengan masakan menu khas Banyuwangi yaitu Pecel Pitik. Selain itu masyarakat Desa Olehsari juga masih mengannggap penting selamatan kampung. Selamatan kampung sendiri menurut informan adalah doa bersama yang dilakukan masyarakat untuk mendoakan desa dalam hal ini informan menjelaskan manfaat selamatan kampung yakni menurut informan “amin” orang sedesa dengan amin seseorang itu berbeda karena doa orang bersama-sama diyakini lebih kuat pengaruhnya untuk mendatangkan rejeki kepada masyarakat dan menghindarkan desa dari mara bahaya. Menurut informan meskipun sekarang tengah pandemi namun, adat selamatan kampung ini tetap dilakukan meski harus ada pembatasan waktu di mana biasanya sebelum selamatan kampung dilakukan Ider Bumi dengan membawa obor tapi semenjak pandemi „ider bumi‟ ditiadakan dan langsung saja melaksanakan selamatan kampung dan juga dulu sebelum pandemi biasanya selamatan kampung dilakukan di jalan tetapi semenjak pandemi selamatan kampung hanya dilakukan di depan rumah masing-masing.

Masyarakat Desa Olehsari juga memiliki satu adat lagi yaitu kenduri di mana kenduri ini ada beberapa macam seperti kenduri mendoakan badan yang bertujuan untuk meminta kesehatan atau panjang umur yang dilakukan pada saat ulang tahun atau kelahiran dengan biasanya dihadiri oleh keluarga, kerabat dan tetangga, kemudian ada kenduri mendoakan sawah yang dilakukan saat akan menanam dan setelah panen dengan bertujuan untuk meminta hasil panen bagus atau dijauhkan dari hama dan biasanya dihadiri oleh orang-orang yang membantu menanam dan memanen berserta keluarga pemilik sawah yang dilakukan pada jam 6 sampai 7 pagi, lalu kenduri mendoakan untuk membuka rejeki yang biasanya dilakukan setelah hari raya atau pada saat akan membuka usaha untuk meminta kelancaran dalam pekerjaan, di mana adat ini sudah ditetapkan dan dilakukan sejak zaman dahulu oleh para sesepuh dan dilestarikan oleh masyarakat Desa Olehsari

(11)

44 sebagai warisan budaya tradisional. Selain itu dalam adat kenduri ini biasanya menggunakan takir (wadah yang terbuat dari daun pisang yang digunakan sebagai tempat sajian makanan) dan ethok (wadah yang terbuat dari daun pisang yang digunakan sebagai tempat makan).

3.3.2 Nyekar

a. Petilasan Buyut Ketut

Gambar 3 Dokumentasi Desa Olehsari Kecamatan Glagah

Pada dasarnya nyekar dibedakan menjadi 2 jenis yaitu nyekar yang dilakukan di makam saudara dan nyekar yang dilakukan di makam seorang tokoh atau sesepuh. Namun, banyak orang yang salah pengertian dan kebanyakan orang melakukan nyekar dengan berdoanya di makam tersebut padahal makam tersebut hanya perantara saja, seperti yang dikatakan oleh saudara Wahyu pada saat wawancara:

“Nah kalau makamnya hanya digunakan nyekar untuk keluarga saja itu ya berupa kuburan keluarga saja tapi kalau makam sakral itu yang boleh nyekar bukan hanya keluarga melainkan terbuka untuk umum siapa saja boleh melakukan nyekar. Makam yang dimaksud seperti makam seorang syeh, ulama, tetua desa atau petilasan-petilasan. Nyekar biasanya bukan hanya dilakukan pada saat momen-momen atau hari-hari tertentu melainkan dilihat dari waktu

(12)

45 hajat yang akan dilakukan, seperti saat Desa

Olehsari akan melakukan hajat atau acara seblang maka perlu nyekar di mbah atau makam sebelum waktu seblang dilaksanan dan tidak memandang harinya karena nyekar juga dipergunakan untuk memperbaiki karena kan dilakukan setahun sekali berbeda dengan yang dilakukan oleh desa kemiren yang hanya melakukan nyekar ke makam Buyut Cili meskipun area tempatnya masih termasuk ke dalam wilayah Desa Olehsari. Sedangkan warga desa ulihsari sendiri jika akan melakukan hajat atau acara akan melakukan nyekar kepada dua makam yaitu makam Buyut Cili dan makam Buyut Ketut sebelum hajat itu dilaksanakan.”

Mengunjungi Petilasan Buyut Ketut dipercaya sebagai tokoh atau sesepuh cikal bakal Desa Olehsari dan Kesenian Tari Seblang. Setiap bulan syawal tepat setelah hari raya Idul Fitri, selama tujuh hari berturut-turut biasanya dilaksanakan pada saat acara ritual tari Seblang dimulai dengan tujuan untuk meminta restu kepada Buyut Ketut agar acaranya berjalan dengan lancar.

Tidak hanya untuk kebutuhan tari Seblang saja, beberapa masayarakat Osing yang masih kental dengan adatnya. Masyarakat suku osing dalam menjalankan suatu acara seperti hajatan, resepsi pernikahan maupun acara lainnya pun harus diawali dengan beberapa praktek adat yang telah ditentukan, salah satunya mendatangi petilasan Buyut Ketut untuk meminta penjagaan dari buyutnya, seperti yang dikatakan oleh saudara Wahyu pada saat wawancara :

“Definisi nyekar di petilasan Buyut Ketut adalah bukan hanya beroda kepada sanak keluarga dalam artian berdoa bersama, melalui makam tersebut agar berdoa nya lebih cepat sampai kepada sang pencipta melalui perantara petilasan Mbah Buyut Ketut.”

Mereka mempercayai dengan dilakukannya petilasan ini acara yang dirangkai bisa berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan maupun gangguan.

Jadi tidak hanya untuk pagelaran tari seblang saja yang perlu mengunjungi petilasan Buyut Ketut, akan tetapi di setiap acara yang diadakan oleh masyarakat Osing harus melakukan petilasan, karena adat ini sudah dilakukan secara turun temurun di masyarakat itu sendiri.

(13)

46 Hingga saat ini pun masyarakat Desa Olehsari jika akan melaksanakan hajat atau suatu acara pasti melakukan nyekar kepada kedua makam buyut tersebut meskipun tidak harus yang memiliki hajat yang melakukan nyekar tetap bisa diwakilkan oleh sesepuh desa untuk melakukan nyekar. Warga Desa Olehsari sendiri memiliki ketua adat dimana masyarakat sudah menganggap beliau sebagai sesepuh Desa Olehsari hal ini dikarenakan ketua adat Desa Olehsari mengerti mengenai seblang, doa-doa untuk seblang selain itu ketua adat juga paham mengenai agama sehingga masyarakat ini menghargai dan menghormati beliau. Dalam melakukan tugasnya sebagai sesepuh di Desa Olehsari, ketua adat mendapatkan imbalan yang biasa di sebut „sari‟ di mana sari sendiri biasanya dapat berupa uang seikhlasnya. Kemudian jika masyarakat memberikan selain uang biasanya disebut dengan „peras‟ yaitu berupa beras, kelapa, pisang atau bahan makanan lainnya.

b. Tempat Pemakaman Umum (TPU)

Gambar 4 Dokumentasi Masyarakat Desa Olehsari

Nyekar bisa disebut juga dengan ziarah kubur. Tradisi Nyekar merupakan kegiatan berupa kunjungan makam, masjid, serta relik-relik tokoh agama, keluarga ata ke makam para wali yang mempunyai jasa dalam menyebarkan agama Islam. Nyekar sebuah istilah yang mengandung arti mengunjungi makam keluarga yang telah meninggal. Kegiatan nyekar dilakukan pada bulan-bulan menjelang bulan suci Ramadhan. Pada saat itu, biasanya peziarah menabur bunga di atas makam sambil membaca doa bersama-sama.

(14)

47 Tradisi Nyekar dalam masyarakat Desa Olehsari biasa dianggap sebagai bentuk wujud penghormatan kepada kerabat yang sudah wafat. Tradisi Nyekar dilaksanakan dengan membawa bunga untuk ditaburkan ke makam dan memiliki makna simbolis yaitu sebagai wujud penghormatan kepada roh leluhur atau keluarga yang sudah meninggal dalam bentuk kirim doa.

Nyekar sejatinya adalah sebuah perilaku simbolis yang memiliki arti sebaiknya, nyekar tidak berhenti pada upacaranya saja, tetapi juga dihayati sebagai filosofi hidup yanh diterapkan dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

Masyarakat yang tidak mempraktikan tradisi nyekar, tentu tidak berarti salah.

Dan masyarakat yang melakukan nyekar, tidak dengan sendirinya benar.

Masing-masing kembali kepada pada niat dan pemahaman mereka. Seperti contoh misalnya, masyarakat memiliki tradisi nyekar ke makam para ulama terpandang, setiap Idul Fitri, selain berdoa masyarakat juga melakukan silahturahmi dengan sesama peziarah di kompleks pemakaman. Hanya saja masih adanya beberapa masyarakat mempraktikkan nyekar secara keliru.

Seolah-olah, orang yang sudah di alam kubur bisa memberikan solusi instan atas berbagai persoalan hidup yang sedang dirundungnya. Mereka datang ke makam untuk meminta solusi dengan membawa sesaji. Bukan untuk berdoa dan menjernihkan batin agar bisa memahami hakikat hidup seperti yang diajarkan oleh tradisi tasawuf.

c. SEJARAH SEBLANG OLEHSARI

Upacara adat Seblang Olehsari pada abad ke XVI pernah dipindahkan ke istana oleh seorang bangsawan Blambangan yang bernama LOKENTO. Tetapi Seblang yang dilakukan di Pendopo Kadipaten dan dikenal orang dengan nama

“Seblang Lokento” itu kini telah musnah. Dalam catatan buku historis di Desa Olehsari, Seblang pernah tidak diselenggarakan antara tahun 1943 sampai dengan 1956. Tradisi ini memiliki makna sebagai gambaran manusia dalam menghadapi suatu krisis di dalam kehidupan sehari-hari. Bagi masyarakat Olehsari ketiadaan acara Seblang seperti merasa kehilangan sesuatu. Pageblug terjadi, panen banyak gagal dan serangan penyakit terhadap ternak dan manusia tak terhindarkan. Maka pada tahun 1957 acara tersebut dimulai lagi. Konon suasana jadi pulih.

Penyajian tari Seblang sejak tahun 1930-an hingga kisaran tahun 1970-an tidak menggunakan Genjot atau panggung yang seperti terlihat sekarang ini. Saat itu tarian

(15)

48 ini dilakukan di atas tikar dikebun atau dihalaman rumah yang dipandang luas ukurannya. Penonton dan penarinya hanya dibatasi oleh kalangan yang berbentuk segi empat yang terbuat dari bambu, sedangkan para penabuh duduk melingkar ditengah kalangan.

Tradisi tari seblang sejak tahun 1930 saat itu dilakukan rutin tiap tahunnya dan menjadi kebiasaan warga setempat guna untuk Slametan Desa. Dalam hal ini tari seblang merupakan pusat informasi simbolis. Tari seblang yakni salah satu genre tari tradisional di banyuwangi yang disajikan oleh seorang penari putri keturunan penari seblang, khususnya desa Olehsari. Seblang merupakan tarian sakral yang hanya dipentaskan setahun sekali dibulan Syawal, melalui bentuk fisik penari seblang dapat dilihat ungkapan sifat seorang wanita yaitu luwes,kenes,tregel dan lincah oleh karena itu sering disebut bhawa tari seblang itu mengungkapkan kelincahan.

Tari Seblang pada dasarnya merupakan percampuran budaya antara budaya Bali dengan budaya Banyuwangi yaitu di daerah desa Olehsari. Dibuktikan dengan pakaian yang digunakan oleh si penari seblang yang terlihat mengadopsi dari daerah Bali. Ditambah lagi dengan adanya bukti makam yang di sakralkan dan di hormati oleh warga desa Olehsari yaitu makam Mbah Ketut. Tari seblang berasal dari kata Seb yang artinya diam dan Lang memiliki arti Langgeng, dengan demikian arti dari seblang diartikan segala musibah akan hilang.

Upacara Seblang bagi masyarakat Olehsari Banyuwangi merupakan sarana komunikasi dengan Tuhan maupun dengan leluhurnya. Selain berkomunikasi dengan menggunakan bahasa verbal juga melalaui seni gerak berupa tari-tarian sehingga ritual Seblang ini disebut tari Seblang. Ritual atau tari Seblang ini diselenggarakan dengan beberapa tujuan yaitu sebagai ”slametan” bersih desa, usaha tolak bala, pengundang kesuburan, penghormatan pada leluhur, ungkapan rasa syukur dan lain-lain.

Setiap gerak , atribut, serta orang-orang yang terlibat didalamnya memiliki makna dalam setiap hal yang akan dilakukan dalam proses ritual tari seblang. Dalam gerakan menjatuhkan temper merupakan simbol yang berarti bahwa penari seblang telah teridentifikasi sudah dirasuki oleh roh leluhur. Gerakan tarian Seblang dengan menggunakan properti selendang diibaratkan seperti orang menyapu hal ini memiliki filosofi membersihkan desa. kemudian berbicara mengenai kostum yang dikenakan saat penampilan oleh penari Seblang itu sendiri sejak 1930an tidak pernah dirubah

(16)

49 baik dari warna, maupun motif kostum. Begitu juga dengan pelaku sinden dan pawang kadang kala menggunakan warna senada berwarna hitam untuk menyambut tamu penting yang datang, dikarenakan warna hitam dimaknai masyarakat Olehsari sebagai wujud kebijaksanaan.

Selain dari pada itu juga terdapat perias khusus penari seblang, dimana mereka juga melanjutkan tradisi yang dilakukan oleh orang tua mereka sebelumnya.

Kemudian perias ini ekaligus penyedia kostum serta mahkota yang digunakan pada saat acara. Bahan yang digunakan untuk membuat mahkota adalah berbahan dasar pelepah pisang yang harus dibuat setiap hari sehingga mahkota selalu fresh. Saat dirias penari masih dalam keadaan sadar, lalu penari di identifikasi telah kerasukan apabila temper yang dibawa itu telah dijatuhkan. Malam hari sebelum penampilan pihak perias beserta ketua adat melakukan selametan dengan menyediakan sesajen di dalam rumah perias juga meletekkan di empat penjuru mata angin di desa Olehsari.

Tidak hanya itu, pihak keluarga penari juga melakukan hal yang sama yakni selametan di rumah si penari. Bahan yang digunakan untuk sesajen merupakan parabungkil yakni meupakan hasil tanaman yang berasal dari bumi dari daerah sekitar dan diwajibkan untuk lengkap. Tari upacara sebagai media persembahan dan pemujaan terhadap kekuasaan yang lebih tinggi dengan maksud untuk mendapatkan perlindungan, demi keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan hidup masyarakat.

Dengan demikian, tari upacara juga disebut tari ritual. Kesenian tari Seblang ini juga merupakan fokus dari perhatian dalam upacara, karena hampir semua masyarakat terpusat pada penari Seblang, baik para pelaku maupun penonton.

Sempat terjadi perubahan tradisi pelaksanaan tarian seblang selama sembilan tahun, perubahan ini dinilai sedikit menyimpang dan tidak sesuai dengan tradisi sebelumnya. Hal ini terjadi ketika dipilihnya pawang yang baru namun masih belum ditunjuk oleh roh leluhur. Kemudian sisa dari mahkota yang telah digunakan akan disimpan dan diakhir acara yakni hari ke tujuh, ada banyak warga yang meminyta mahkota tersebut guna untuk diletakkan disawah guna menolak bala dan mereka kepercayaan agar tanaman berhasil panen. Terlepas dari kesuksesan di dalamnya terdapat juga kendala dalam pelaksanaan tarian seblang seperti, cuaca tidak mendukung namun kini terdapat pawang hujan guna untuk mencegah terjadinya turunnya hujan, kemudian juga dulunya terjadi kendala dalam pemilihan tempat guna melaksanakan acara tari seblang kini sudah di sediakan panggung khusus dan bersifat tetap yang didirikan dari bantuan pemerintah berupa dana dalam

(17)

50 pembangunan pentas dan juga perselisihan dengan pihak Dinas Pariwisata perihal penentuan pelaksanaan tanggal dalam acara tari seblang, lalu pihak Dinas Pariwisata sudah sepakat untuk mengikuti ketentuan dari leluhur Desa Olehsari.

Perkembangan kesenian pada umumnya mengikuti proses perubahan yang terjadi dalam kebudayaan suatu masyarakat. Sebagai salah satu unsur kesenian, tari merupakan isi budaya yang dihasilkan melalui simbol – simbol ekpresif yang merupakan ekpresi secara sadar dari seorang seniman sebagai ungkapan untuk menanggapi alam sekeliling dengan melalui bahasa gerak.Seperti kebanyakan Tari Tradisional Jawa pada umumnya, Tari Seblang juga disajikan dengan iringan musik sebagai pemantapan rasa gerak tari yang di tampilkan. Instrumen musik yang mengiringi adalah Ricikan Gamelan Jawa Laras Pelog dengan menggunakan dua buah Kendhang, dua buah Saron, Demung, Kempul dan Gong yang dimainkan oleh lima penabuh Gamelan. Selain iringan musik Gamelan, Seblang juga disajikan dengan iringan koor atau tembang oleh beberapa Pesindhen yang biasanya berjumlah 8 orang. Sindhen Seblang pada umumnya berusia lanjut yakni sekitar 50 tahun keatas.

Tarian Seblang pernah hampir dilupakan karena kondisi politik dan keamanan Banyuwangi yang belum stabil, namun keadaan tersebut tidak membuat ritual ini tertelan perkembangan jaman. Seiring berjalannya waktu, ritual seblang juga mengalami beberapa perubahan pada pakaian penari. Perubahan itu pun juga memiliki tujuan tertentu. Upacara Seblang bagi masyarakat Olehsari Banyuwangi meupakan sarana komunikasi dengan Tuhan maupun dengan leluhurnya. Selain berkomunikasi dengan menggunakan bahasa verbal, juga melalui seni gerak berupa tari – tarian sehingga ritual Seblang ini disebut Tari seblang. Ritual atau ari Seblang ini diselenggarakan dengan beberapa tujuan yaitu sebagai “Slamtean” bersih desa, usaha tolak bala, pengundangan kesuburan, penghormatan pada leluhur, ungkapan rasa syukur, dan lain – lain.

Tarian seblang ini memiliki keunikan dari segi gerakan yang menggunakan selendang dengan gerakan seperti orang menyapu, hal ini memiliki filosofi membersihkan desa. Kemudian, acara ini dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam dengan periode setiap penarinya tiga tahun sekali berganti. Keunikan penari ini menggunakan mahkota dari pelepah pisang. Kostum yang digunakan penari seblang sejak tahun 1930-an tidak pernah dirubah baik dari warna maupun dari kostum. Begitu juga dengan pelaku sinden dengan menggunakan kostum cenderung

(18)

51 berwarna cerah seperti merah, biru, hijau, dan kadang kala menggunakan warna senada dengan pawang berwarna hitam dikala ada tamu yang datang.

Referensi

Dokumen terkait

al (2008) juga menyebutkan hal yang positif dan sejalan dengan penelitian ini bahwa pelatihan Essential Newborn Care dalam aspek kebidanan dalam perawatan bayi baru lahir

a. Pastikan bahwa media dan/atau APE yang akan digunakan dalam pembelajaran, sudah tersedia sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian, baik ketersediaan jenis maupun

Istibdal dilihat antara salah satu cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan isu lambakan tanah wakaf yang tidak diusaha dan dimanfaatkan kerana kaedah ini

Kaji tindak atau sering disebut riset aksi adalah merupakan kegiatan riset melalui tindakan, riset dengan tindakan, atau riset untuk menunjang tindakan guna menangani masalah

Fatkhiyatul Inayah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1) media pembelajaran

Daerah yang terkenal dengan keasrian dan lingkungannya yang tertata dengan baik tersebut menjadi salah satu alternatif hunian bagi masyarakat yang ingin mendapatkan rumah

Hal-hal yang belum terpenuhi dalam aspek pengungkapan adalah belum adanya kebijakan-kebijakan perusahaan yang menyertai laporan keuangan

warna kuning. Aktivitas serangga hama lalat buah dalam menemukan tanaman inang ditentukan oleh warna dan aroma dari buah. Lalat buah jantan mengenal pasangannya selain