• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran 1. Halaman Depan Fulltext Articles LAMPIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Lampiran 1. Halaman Depan Fulltext Articles LAMPIRAN"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

31

LAMPIRAN Lampiran 1. Halaman Depan Fulltext Articles

(2)

32

(3)

33

(4)

34

(5)

35

(6)

36

(7)

37

(8)

38

(9)

39

(10)

40

(11)

41

(12)

42

(13)

43

(14)

44

(15)

45

(16)

46

(17)

47

(18)

48

(19)

49

(20)

50

(21)

51

(22)

52

(23)

53

(24)

54

(25)

55

(26)

56

(27)

57

(28)

58

(29)

59

19 januari 2021

radioterapi terhadap EBV saliva

by Regilia Mayang

Submission date: 19-Jan-2021 08:07AM (UTC+0800) Submission ID: 1489762191

File name: Literature_Review_regilia_REV_turnitin.docx (16.54M) Word count: 4966

Character count: 30459

(30)

60

PENGARUH RADIOTERAPI PADA PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER TERHADAP KADAR EBV SALIYA

Diaju kan oleh:

Regilia Shinta Mayangsari 3110 1700068

(31)

ABSTRAK

61

Latar Belakang: Radioterapi adalah salah satu metode pengobatan yang bertujuan untu k inenghancurkan dan menghainbat proses peinbelahJ sel kanker. Radioterapi dapat digunakan untu k pengobatan segala jenis kanker, salah satunya kanker kepala dan leher. Kanker kepala dan leher mempunyai prevalensi lebih 550.000 kasus baru terjadi setiap tahunnya diseluru h dunia.

Salah satu faktor resiko terjadinya kanker kepala dan leher adalah Ep.Stein Butv Viru.i yang juga berperan dalam meningkatkan keparahan dari kanker kepala dan leher. Kadar EB V dapat dideteksi melalui saliva. Radioterapi berpengaruh pada kadar EBV didalam saliva dikarenakan dainpak Jdioterapi pada penurunan laju saliva. Tu,juan: Mengkaji literatur yang berkaitan tentang pengaruh radioterapi pada pasien kanker kepala dan leher terhadap kadar EBV saliva. Metode:

Re›’iew literatur yang meinbahas tentang radioterapi, kanker kepala dan leher, EBV dan sali›’a.

Pencarian literatur menggunakan database NCBl (Pu bMed) , .S‹ trna r Dirr‹ t, dan 6i‹›‹› .S‹Iu›lur.

Hasil: Liter‹iturr i esrur‹-h ortit lrs yang mengkaji tentang radioterapi pada pasien kepala dan leher, EBV saliva pada pasien kanker kepala dan leher dengan radioterapi serta cara mendeteksi dan manfaatnya. Jesimpulan dan Rekomendasi: Pada penelitian yang sudah dilakukan mendapatkan hasil pengaruh radioterapi pada pasien kanker kepala dan leher terhadap kadar EBV saliva mengalami kenaikan. Belum banyak penelitian yang ineneliti kadar EBV saliva sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, hal ini dikarenakan EBV merupakan faktor predisposisi dari kanker yang dapat mencegah sel kanker a|xiptosis dan mempercepat metast asis dari eel kanker. Kadar EBV juga dapat digunakan untuk menentukan prognosis.

(32)

ABSTRACT

62

Background: Radiotherapy has been one of the treatment methods in destroying and inhibit the process of cancer cell differentiation, including head and neck cancer. Head and neck cancer has a prevalence of 550.000 new cases every year worldwide. Epstein Barr Virus is one of risk factors and plays a role in increasing sev’erity for head and neck cancer. EBV les’el might be detected through saliva. Radiotherapy has an impact on decreasing the saliva rate thus its affects the salivary EBV level. Aim: To review the literature related too effects of radiotherapy in head and neck cancer patients on salivary EB V level. Method: A review of the literature inlcuding radiotherapy, head and neck cancer, EBV and saliva. Literature review had been conducted using NCBl (Pu bMed), Science Direct, dan Google Scholar databases. Result: Literature research articles which evaluated radiotherapy on head and neck cancer patients, salivary EBV in patien ts with radiotherapy includi detection methods and their benefits. Conclusion and Recommendation: 1n study that have been done, the results of the effect of raditherapy on head and neck cancer patients on salivary EBV levels have increased. Not many studie s ha›’e done before about salivary EBV level thus further research is needed, due to EBV is a predisposing factor for cancer that can prex’ent cancer cells from apoptosis and accelerate metastatic cancer cells. EBV levels can be used determine of prognosis as well.

(33)

63

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Radioterapi adalah salah satu metode pengobatan yang bertujuan untu k menghancurkan sel kanker dan menghainbat proses peinbelahan sel kanker. Penanganan kanker dapat dilakukan dengan radioterapi, keinoterapi atau gabungan dari keduanya.

Sebagian besar kanker terjadi akibat mutasi gen P53 secara berlebihan. Mutasi gen P53 sangat radiosensitif. Radioterapi dapat dilakukan dalam pengobatan kanker yang tidak memiliki rnetastatis terlalu 1 uas. Radioterapi dapat digunakan untu k pengobatan segala jenis kanker, salah satunya kanker kepala dan leher. (Nakanishi rr n/., 2017) Radioterapi mempunyai dainpak pada tubu h salah satunya apabila radioterapi dilakukan terus menerus akan berdampak pada kelenjar saliva sehingga akan menurunkan sekresi saliva. (Surjadi and Amtha, 2013)

Kanker kepala dan leher adalah kanker yang terjadi pada daerah faring, laring, orofaring, nasofaring, kelenjar ludah, serta rongga mulut dan hidung. (Fernandez ei ml., 2018) Prevalensi dari kanker kepala dan leher sangat tinggi, lebih dari 550.000 kasus baru terjadi setiap tahunnya diseluru h dunia. (Bourhis rr o/., 20 1 6) Faktor resiko yang berperan dalam kanker kepala dan leher adalah alkohol, rokok dan virus onkogenik seperti EBV {Ephtrin Barr him.t) dan HPV Human Popillomo him.t). Tidak hanya sebagai fakt or resiko EBV juga berperan dalam meningkatkan keparahan dari kanker kepala dan leher (Polz - Dacewicz rt ‹il., 201 6)

(34)

2

2

EBV adalah bagian dari virus herpes. EBV diidentifikasi pada tahun 1964 menjadi bagian kelompok Ef stern Lim[omo Burkeit berdasarkan inorfologinya. EB V juga mengekskresikan gen laten yaitu LMP1, LMP2, dan EB NA I yang berfungsi untu k meinpercepat pertumbu han, anti apoptosis dan meningkatkan metastasis. EBV menginfeksi kanker kepala dan leher secara laten dan secara sporadic menggunakan fase litik dengan cara meinasukkan DNA virus kedalam sel inang dan inenghancurkan DNA sel inang sehingga menyebabkan kematian pada eel inang. (Fernandez ct ml., 20 1 8)

Darah adalah cairan yang mengandung banyak DNA, tetapi prosedur invasif dengan mengambil darah menggunakan jaru m kurang disu kai masyarakat dan mudah ter kena kontaminasi. Saliva merupakan bahan yang berisi bioinarker penyakit yang cr›cok digunakan untu k monitoring dan evaluasi pengobatan penyakit. Saliva merupakan tempat transmisi EBV untuk masuk kedalam tu buh. (Pow rt ‹il., 201 I ) Saliva mudah untu k diambil, tidak irrvasif, sangat cocok untuk anak-anak dan orang tua. Saliva juga dapat digunakan untuk .s‹ rem in p skala besar dan tidak rnembutuhkan banyak alat atau alat minimal. (Polz- Dacewicz rt ‹il., 201 6)

Allah SWT rnenciptakan segala sesuatu yang dia kehendaki selalu sebaik-baiknya.

Segala sesuatu yang dia ingin ciptakan tidak ada yang sia-sia dan tidak mempunyai manfaat serta tujuan. Allah SWT berfirinan dalam surat As-Sajdah ayat 7 :

Artinya : “Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan meinulai penciptaan inanusia dari tanah” (Q.S. As-Sajdah : 7). Dari ayat diatas hendaknya kita belajar untuk memanfaatkan ciptaan Allah dengan sebaik-baiknya, salah satunya dengan pemanfaatan saliva.

(35)

3

3

Dalam penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kadar DNA EBV {Epstein Berr Virzt) dapat dideteksi pada saliva pasien NPC {N‹z soph i vnpeol €“ur‹ inom‹i) yang sedang menjalani radioterapi dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan terhadap kadar DNA EBV [Ep.Stein Barr Viru.i) pada saliva pasien NPC

{Nxsophu r npre1 C"o r‹ inemu) dengan perawatan radioterapi. (Pow rr o1., 20 I I ) Penelitian

terdahulu juga menunjukkan bahwa ada perbedaan antara kadar DN A EBV {Epstein Burt Virzt) pada saliva pasien oral cancer dengan kadar DNA EBV pada pasien normal (Bagan rr o/., 20 1 6a)

Sejau h ini beberapa penelitian meinbu ktikan bahwa radioterapi pada pasien kanker nasofaring dapat berpengaruh pada kadar EBV. Tujuan dari tinjauan pustaka ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh perawatan radioterapi terhadap kadar DNA EB V saliva pada pasien kanker kepala dan leher.

1d. Rumusan Review

1. Apakah kadar EBV pada pasien kanker kepala dan leher dapat dideteksi melalui saliva?

2. Apakah terjadi peru bahan kadar EBV saliva pada pasien kanker kepala dan leher yang melakukan perawatan radioterapi‘?

3. Mengapa perlu dilakukan pengukuran kadar EBV saliva pada pasien kanker kepala dan leher yang melakukan perawatan radioterapi‘?

IJ. Tujuan Review

(36)

4

4

Tujuan umum tinjauan liter oturr rrv'irw' ini adalah untuk menyediakan referensi publikasi yang reles’an terkait dengan pengaruh perawatan radioterapi terhadap kadar DNA EB V salis’a pada pasien kanker kepala dan leher.

1dJ. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui manfaat saliva sebagai salah satu bahan yang mengandung biomarker yang dapat digunakan untuk mendeteksi kadar EBV pada pasien kanker kepala dan leher.

b. Untuk mengetahui perubahan kadar EBV saliva pada pasien kanker kepala dan leher yang melakukan perawatan radioterapi dan yang tidak melakukan perawatan radioterapi.

c. Untu k mengetahui manfaat dari deteksi kadar EB V saliva pada pasien kanker

kepala dan leher yang melakukan perawatan radioterapi.

(37)

5

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1. Pencarian Literatur

Dilakukan penelusuran literatur pu blikasi pada basis data elektronik NCBl (PubMed), S‹ iem e Direx t, dan Gr›r›gfe S‹hulor dengan menggunakan metode PICO

sejak Oktober 2020 sampai November 2020. Selanjutnya jurnal tersebut diseleksi sesuai dengan Criteria inklusi dan ekslusi rnenurut peneliti. Data jurnal yang didapatkan akan dikumpulkan pada aplikasi /lfrndrfrv, yang merupakan perangkat lunak untuk meinban tu penulis inemanajemen referensi.

2J.Kriteria Inklusi dan Kriteria Eklusi

211.Criteria Inklusi

- Jurnal penelitian yang dipublikasi kan pada tahun 2010-2020 dan berbahasa Inggris atau berbahasa Indonesia

Subjek pada penelitian ini adalah manusia

- Jurnal yang dipu blikasikan dapat diakses secara {rrr full tr. t

- Tipe outs ome yang diukur adalah kadar EBV saliva pada pasien kanker nasofaring, pasien kanker rongga mulut, pasien kanker laring, pasien kanker kelenjar ludah, dan pasien kanker hidung yang menjalani perawatan radioterapi.

(38)

6

Artikel yang dikeluarkan karena masuk kriteria eklusi N = 35

Artikel dikritisi / dikaji dan memuhi kriteria inklusi N = 70

Total referensi yang digunakan N = 35

6

2d d. Criteria Eklusi

- Penelitian atau re›’iew yang tidak mencatumkan inetcde dengan jelas didalam jurnal

Hasil teinuan pencarian liter‹iture rr iew

Pangkalan Data Teinuan Literatur Terpilih

NCBl 28 9

47 2 I

13

I kI MLAH 90 35

N = 808 N = 50.340 N = 3.500

Skrining judul dan abstrak jurnal dengan cara jurnal ditampilkan full rr.rr dan keyword sesuai = 90

(39)

7

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

Kadar EBV pada darah, EBV-Antibndi, prawth [o‹ter pada pasien dengan infeksi EBV

Pengaruh radioterapi pada pasien kanker kepala dan leher

Kadar EBV saliva

Manfaat deteksi kadar EBV pada pasien kepala dan leher

Metode deteksi EBV /d/

saliva (Gibson, Heid and Williams, 2011)

Deteksi EBV pada saliva (Smaiii r/

./., st) 17) Faktor resiko (Smatti

rt ml., 20 I I ) Pada darah (Hou, X. ri n/. (20 I I ) Keterangan :

N : Jumlah literatur yang diperoleh

2.4 Peta Literatur

Peningkatan kadar EB V saliva (Pos’ ‹ / n/., 2() l :l

Faktor predisposisi (Polz-Dacew’ic z ‹'/ n/., 2t) l6)

7

Strew th {orrr›r pasien infeksi EBV (Poly Dacew’ic z rr ul., 2016)

(40)

8

BAB III

HASIL KAJIAN LITERATUR DAN PEMBAHASAN

I ) Hasil Kajian Liiet otut e Review'

Proses pengumpulan literatur dilakukan dengan cara melakukan pemilihan jurnal atau artikel dari 90 artikel menjadi 35 artikel, 33 jurnal international dan 2 jurnal nasional. Proses pencarian literatur dilakukan melalui pangkalan data elektronik yang terindeks seperti Crew› plr .S helm (n=2 I ), NCB1 (n=9), dan .St tend e Diret t (n=5).

2) Pembahasan

3.1 Radioterapi pada Pasien Kanker Kepala dan Leher 3.1. . I Radioterapi

Radioterapi merupakan suatu perawatan yang biasa digunakan untu k menghancurkan sel kanker. Radiasi membentuk ion (suatu partikel yang bermuatan listrik) dan menyimpan energi didalam eel jaringan yang dilewatin ya. Energi yang tersimpan dapat mernbunuh sel kanker atau menyebabkan perubahan genetik yang berdampak pada kematian sel kanker.

Radiasi dengan energi tinggi dapat merusak materi genetik (DNA / deck.sirihonuLlrot o.‹um) dari eel dan menghalangi kemampuan eel untuk berproliferasi n berdiferensiasi. Radiasi juga merusak eel normal selain eel Lanker, tetapi tujuan terapi radiasi adalah untu k memaksirnalkan dosis radiasi ke sel kanker yang abnormal dengan ineminimalkan paparan sel normal yang berdekatan dengan sel kanker atau di jalur radiasi. Sel normal dapat memperbaiki eel ilu sendiri dengan lebih cepal mengembalikan dan mempertahankan rums inya daripada eel kanker. Kemampuan sel kanker dalam memperbaiki keru sakan yang disebabkan oleh peraw’atan radiasi tidak sebaik eel normal sehingga berdampak pada peng hambaian diferens ias i eel dan menyebabkan kematian eel kanker. (Bas far ‹ / n/., 2t) 1 2)

(41)

9

9

Jenis radioterapi dibagi menjadi 2 yaitu radioterapi konventional dan lMRT [Intrnsitv-moduloteñ radiation that af v). IMRT merupakan jenis radioterapi dengan menggunakan sistem komputer yang lebih canggih. lMRT dinilai lebih efektif untu k kontrol locoregional dan prognosisnya lebih baik daripada radioterapi konventional. (Slevin rr of., 2019) 1MRT adalah perkembangan penting dalam teknologi radioterapi, karena lMRT dapat memberikan dosis radiasi konformal yang tinggi ke area target tumor sekaligus secara efektif menurunkan dosis ke sekitarnya jaringan normal. (Liang rr ‹il., 2019) Perawatan lMRT dinilai masih buru k untu k prognosis dari pasien k er dengan metastasis yang luas. (Slevin ct ‹il., 2019) Untuk prognosis yang lebih baik dan hasil yang lebih efektif radioterapi 1MRT dapat digabungkan dengan keinoterapi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh ( Yang et ml., 2018) koinbinasi terapi 1MRT dengan kemoterapi mengalami perubahan signifikan dan mempunyai hasil yang efektif pada pasien kanker nasofaring terutama pada kadar DNA EBV-nya dikarenakan pasien kanker nasofaring berkaitan dengan EB V sebagai faktor resiko dan predisposisi. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil penurunan signifikan terhadap kadar EBV sehingga dapat disimpulkan bahwa kombinasi radioterapi lMRT dan kemoterapi mempunyai prognosis baik untu k pasien kanker nasofaring.

3.1.2 Kanker Kepala dan Leher

Kanker adalah suatu kondisi kerusakan pada sel yang mekanisme pertumbuhan dan diferensiasi sel yang tumbuh tidak terkendali sehingga rnenyebabkan adanya gangguan fungsi pada suat u organ. Kanker kepala dan leher terjadi pada daerah faring, laring, orofaring, nasofaring, kelenjar ludah, serta rongga mulut dan hidung. Kanker kepala dan leher merupakan kanker peringkat 5 yang banyak terjadi di populasi seluruh dunia. Kondisi ini menjadi perinasalahan yang penting karena susahnya pengendalian dan penyembu han dari kanker sehingga meningkatkan angka kematian populasi manusia di dunia. (Sophian, 201 7) Setiap jenis dari kanker kepala dan leher mempunyai kondisi klinis, histopatologi, etiologi dan epidemi ologi yang berbeda-beda. Prevalensi

(42)

10

10

ierbesar dari jenis kanker kepala dan leher adalah squamous cell carcinoma.

(Shuman et at., 2012)

Prognosis dan kelangsungan hidup pasien dengan kanker kepala dan leher bergantung pada stadium penyakit dan kualitas perawatan yang diberikan kepada setiap pasien. Kanker kepala dan leher stadium awal hingga stadium lanjut dapat diobati dengan pembedahan, radiasi (dengan atau tanpa kemoterapi) atau kombinasi keduanya. (Wong ei al., 2015) Perawatan yang dilakukan pada pasien kanker kepala dan leher melibatkan tim ahli bedah multidisiplin, ahli onkologi radiasi dan ahli onkologi medis, dokter gigi, ahli gizi, serta profesional perawatan kesehatan lainnya, hal tersebut bertujuan untuk memastikan pemberian perawatan yang optimal dan tepat waktu serta pemulihan dari efek samping seielah terapi. Kaitannya dengan perlunya doioer gigi adalah efek samping setelah terapi seperti penurunan laju saliva dan karies.

(Brana and Siu, 2012)

3.1.3 Perawatan Radioterapi terhadap Kanker Kepala dan Leher

Radioterapi dapat digunakan sebagai perawatan kanker kepala dan leher.

Radiasi dapat diberikan dengan tujuan menyembuhkan dan sebagai paliatif yang sangat efektif pengobatan iinmk meringankan pasien dari gejala disebabkan oleh kanker. Indikasi radiasi sebagai terapi lebih lanjut dapat dikombinasikan dengan terapi lainnya seperti pembedahan, atau imunoterapi.

Radiasi juga dapat digunakan sebelum operasi (neoa@fZvant terapi), radiasi ini bertujuan untuk mengecilkan tumor dan digunakan setelah operasi (odJNvnnt terapi), radiasi akan menghancurkan sel tumor mikroskopis yang mungkin masih tertinggal. Diketahui bahwa ukuran tumor berpengaruh pada sensisitifitas terhadap perawatan radiasi. Pada ukuran tumor yang besar akan lebih radiosensitif. Ada dua cara untuk mengirimkan radiasi ke lokasi kanker.

Radiasi sinar eksternal dikirim dari luar tubuh dengan menggunakan sinar berenergi tinggi (foton, proton atau radiasi partikel) ke lokasi tumor. Radiasi internal atau brachytherap y dikirim dari dalam tubuh oleh sumber radioaktif.

(43)

11

11

Tipe radiasi yang sering digunakan pada kanker kepala dan leher adalah tipe radiasi eksternal. (Baskar ct al., 2012)

Dosis Te a

terangan :

SSB : Single-strand breaks DSB : Double-strand breaLs

Gambar 1. Radioterapi pada Pasien Kanker dan Leher.

Perawatan radioterapi pada kanker kepala dan leher mempunyai teknik, cara kerja dan jenis yang berbeda-beda. Teknik radioterapi terdiri dari radioterapi internal yang bahan radioaktifnya berada didalam tubuh kemudian menyebar ke lokasi tumor dan radioterapi eksternal dengan sinar yang berenergi tinggi berasal dari eksternal menuju ke lokasi tumor. Cara kerja radioterapi melalui ionisasi langsung dengan meiusak jaringan yang dilewati dan ionisasi tidak

s+L-node elm

(44)

12

12

langsung dengan meinbentuk-radikal bebas yang dapat merusak DNA. Jenis radioterapi pada perawatan kanker kepala dan leher juga berbeda -beda yaitu lMRT dan konventional yang dibedakan berdasarkan pemberian dosis ke pasien. lMRT merupakan jenis radioterapi yang memberikan dosis tinggi pada daerah yang mempunyai metastasis luas dan dosis akan menjadi lebih sedikit pada daerah yang terdapat banyak sel normal sehingga menimalisir kerusakan pada sel normal akibat radioterapi. (Hallqvist rt ml., 20 I I ; Baskar rr ml., 20 12)

Kadar EB V pada Saliva

3.2.1 Epstein Barr Virus

Morfologi dari EB V {Ef stern Both Virus) a. Nama ilmiah : Human pumnulheipe. iru. 4 b. Division : .Srdrrrn ink rrror

c. Family : Herpes virit/nr d. Ordo : Herpes it ‹ilea e. Su bfainily : Liommoherpes irinoe f. Genus : Lvmph‹›‹ rvpro ir t

g. Species : Humun herf esvirus 4 (Gequelin ct ml., 20 I I )

EBV {Epstein Barr Viru.t) memiliki ukuran diameter 122- 180 nm, EBV terdiri dari DNA rantai ganda, I 72.000 basa berpasangan dan 85 gen. (Draborg, Duus and Houen, 2012)

Epstein Bet t Vit us merupakan virus herpes onkoge yang dapat menginfeksi manusia dan bertransmisi melalui saliva kemudian menetap ( persisten), laten dan sepanjang masa ‹lonp life ). Prevalensi EBV sangat tinggi dan angkanya mencapai 200.000 infeksi kasus baru setiap tahun di seluru h dunia. Dalam 2 dekade awal EB V telah menginfeksi 90°/c dari semua individu. Menurut beberapa literatur prevalensi ieriinggi infeks i fiBV adalah infeksi pad n eel epitel oroiaring manu sia. (Pos’ ‹ / n/., 2t) 1 1 : Smatti ‹ / n/., 2t) 1 7)

(45)

13

13

EB V

Sel Epitel Sel B

Tuinorigenesis

Sel lisis Apoptosis Sel kanker

Gambar 2. lnfeksi Epstein Barr Viru.s.

Tu bu h tidak berhasil rnelawan infeksi

EB V Sel yang terinfeksi akan bereplikasi

lnfeksi Latent

lnfeksi litik

(46)

14

14

lnfeksi primer / infeksi litik EBV terjadi pada sel epitel dan sel-B, sel-sel yang terinfeksi akan bereplikasi dan apabila sel imun tu bu h dapat melawan infeksi primer EBV maka sel EB V akan mengalami apoptosis dan lisis. lnfeksi litik juga dapat berlanjut menjadi infeksi latent apabila sudah terjadi pada sel genoin dan mengarah pada tumorigenesis. Tumorigenesis akan berakibat pada terjadinya sel kanker. (Pow rt ‹il., 20 I I ; Jha, Pei and Robertson, 2016; Smatti rr of., 2017) Menurut penelitian terdahulu EB V dapat menginfeksi secara laten reversibel pada sel B dan sel epitel dengan cara masuk ke dr»m .tram pada sel normal. EBV menginfeksi dengan cara inengekspresikan EBV nut leer ontipen (EBNA) -1, latent memhrone protein (LMP) -1, 2 dan EBV em uded RNA (PER). LMP- 1 merupakan gen laten EB V. Receptor dari LMP- I rnirip dengan resepto ermukaan eel dan dapat mencegah eel yang terinfeksi EBV dari apoptosis. Hal ini membuat sel yang terinfeksi menjadi immortal melalui induksi peru bahan pertumbuhan yang permanen. (Pow rt ml., 20 I I ; Smatti rr ml., 201 7)

3.2.2 Epstein Barr Virus dalam Saliva

Substantial yang dapat digunakan untuk deteksi dan skrining infeksi EBV banyak dikeinbangkan dan spat bervariasi yaitu antibr›di terhadap serum kBV antigen, termasuk iru. ‹ uysiñ antipen (VCA) , EBV nut leur untiprn I (EBN A I ) dan rnrl v onriprn (EA). Banyak penelitian has il tee serologis membu Llikan lidaL c uL up untu k mendiagnos is kanker nasoiaring sec ara akurat, karena 1gA antibodi ju ga sering ditemu kan pada mereka yang bu kan pasien kanker nasotaring. Sejak akhir l 99t)-an deteksi DNA fiBV dalam plasma dan salis’a sec ara beriahap telah ditetapkan sebagai bahan yang terdapat biomarker yang kuat untu k kanker nasoiaring. Kadar HB V DNA yang ada didalam sir kulasi dari pas ien kanker nasofaring berasal dari eel tumor sebagai DNS teriragmentas i yang dilepas kan kedalam sirkulasi. Banyak penelitian yang telah mengkonf irmasi peran DN A fiBV untu k Lander nasot aring. (Zheng r/ of., 2t) 1 9)

(47)

15

EBV masuk kedalam saliva kemudian melakukan tahap penetrasi inisiasi kedalam sel epitel, eel B dan menyebar luas. Prev’alensi kBV bisa mencapai 9t)*/r pada saliv’a. Virus dapat menembus dan berkembang bias di dalam eel epitel, dan terekspres ikan ke dalam saliv’a. S‹aliva merupakan specimen yang digunakan untuk diagnos is penyakit dikarenakan dapat diambil dengan mu dah dan non-in›’asif sehingga sangat efektif apabila EBV didiagnosis melalui saliv’a. (Bagan rr ml., 2016a; Chu rr of., 2019)

3.2.3 Metode Deteksi EBV melalui Saliv’a

Diagnosis dini dan monitoring dari EBV pada pasien kanker kepala dan leher sangat diperlukan. Diagnosis dini bertujuan untu k mendapatkan prognosis g baik karena EB V mempunyai dainpak buru k bagi kelangsungan hidu p pasien dengan kanker kepala dan leher. Sel kanker juga sangat sensiiif terhadap radiasi, peraw'atan dengan radioterapi dapat berdampak dalam jangka w’aktu fi tahun untu k tingkat kelangs ungan hidu p keseluru han. Penyakil s tadiu m 1 dan dalam penyakit stadium lanjut (stadium Ill dan IV ), hasil pengobatan memiliki angka kesembu han rendah pada pasien yang terlibat infeksi HB V sehingga monitoring harus terns dilakukan. (Adham ‹ / n/., 2t)13)

Metode deteksi EBV melalui saliva menggunakan teknik Real-time PCR yo1 j me r‹z se ‹he in rev‹ tiun ). Real-time PCR digunakan untuk rnendeteksi dan mengukur kadar EBV didalam saliva karena waktunya yang cepat dan metode yang dapat direprodu ksi untuk mengukur DNA. (Pow rr ‹il., 20 I I ) Teknik PC R sangat baik untu k amplifi kasi DNA dengan cepat dan akurat. PCR dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu meinisahkan DNA dengan salix’a, ditambahkan buffer dan filtrat kemudian di el usi. Setelah itu dilakukan transkripsi dan dilakukan interpretasi. (Gibson, Heid and Williams, 2011)

(48)

16

16

P*m‹s nhan kedua untei D*.A densan

h leaeean DN.4 dan zo slihzt hasi1 rent-tim • d en zan

Gambar 3. Tahapan Real-Time PCR ‹Pnlymero.Se Chuin Reoctinn ).

Tahapan Real-Time PCR terdiri dari 4 tahap yaitu tahap denaturasi, tahap unne‹ilinp, tahan ekstensi dan amplifikasi DNA dengan perangkat lunak. (Pow rr of., 201 1 ; Mo, Wan and Zhang, 201 6)

3d Efek Radioterapi terhadap Kadar EBV Saliva pada Pasien Kanker Kepala dan Leher

3.3.1 Efek Radioterapi terhadap Salim

Radioterapi dapat memberikan efek pada rongga mulut, efek tersebut berupa efek akut yang mengenai jaringan lunak pada rongga rnulut seperti inukositis, xerostornia, infeksi sekunder, dan efek kronis yang mengenai jaringan keras

(49)

17

17

Radioterapi kanker kepala dan leher

contohnya karies. Komplikasi yang terjadi ini dapat bersifat sementara atau menetap. (Muqmiroh rr ml., 2018)

Radioterapi area kepala dan leher juga berakibat pada gangguan fungsi kelenjar saliva mayor dan minor sehingga sekresi saliva berkurang. Banyak penelitian menunjukkan bahw’a laju aliran saliv’a secara keseluruhan pada pasien kanker nasofaring mengalami penurunan sec ara dras tis setelah melakukan peraw’atan radiolerapi. IPow’les r/ n/., 2t) 14: Muqmiroh ‹ / ml., 2t) 18) Pada penelitian terdahulu mendapatkan has il bahw’a fit)^/c subjek penelitian yang diberikan peraw’alan radiolerapi lMltT mengeluhkan xerostomia yi’odr l dan setelah dosis total melebihi 3t) gray 2ñ^/o subjek penelitian mengeluhLan xerosiomia yi nJ‹' 2. Hal ini menunjukkan bahw’a dosis radioterapi berpengaruh pada tingkat keparahan dari xerostomia yang dideriia oleh pasien dikarenakan peraw’atan radioterapi lMllT. (Sher ‹ / n/., 2t) l l )

(50)

18

lnflamasi dan fibrosis pada jaringan parenkiin (biasanya terjadi diatas dosis lebih dari 10 gra ')

Degenerasi jaringan parenkim

Kerusakan pada kelenjar saliva

Masih bisa disembuhkan

Penurunan laju saliv’a I xerostomia4

Saliva mengalami peru bahan:

a. V iskositas lebih lengket b. pH menjadi turun c. Sekresi 1gA berkurang

—+

Gambar 4. Dampak Radioterapi terhadap Saliv’a. (Powles rr ml., 2014; Muqmiroh ct ‹il., 2018)

Efek deterministik (terjadi karena melewati ambang batas radiografi)

Atrofi dan fibrosis kelenjar saliva (bia anya terjadi pada dosis diatas 40 Kerusakan

permanen

Sel parenkim bersifat

radiosensitif

(51)

19

19

Dampak dari radioterapi yaitu efek stokastik dan efek determistik. Efek deterministik berdainpak pada pada penurunan laju saliva karena dosis tertentu dari radioterapi yang dapat menyebabkan degenerasi jaringan parenkim karena jaringan parenkim mempunyai sifat radiosensitif. Degenerasi pada jaringan parenkiin berdampak pada kerusakan kelenjar saliv’a sehingga laju saliva mengalami penurunan / xerostomia. Xerostomia masih bisa disembuhkan tetapi apabila kelenjar saliva mengalami atropi dan fibrosis akan inenyebabkan kerusakan permanen pada kelenjar saliva. Atropi dan fibrosis kelenjar saliva biasanya terjadi pada dosis diatas 40 gray (Powles rt ml., 2014; M uqiniroh rr ml., 2018)

3.3.2 Radioterapi terhadap Kadar EB V Saliv’a

Penurunan laju aliran salis’a yang diakibaikan oleh radioierapi berdampak pada penurunan ‹›i’n/ ‹ /‹ ni’nii‹ ‹ pada rongga mulut sehingga menyebabkan kadar kBV pada saliva mengalami peningkalan. Paparan radioterapi pada perawatan pasien kanker kepala dan leher juga melibatkan kelenjar lympe sehingga menyebabkan gangguan fungsi kelenjar lympe dan menyebabkan penurunan sistem pertahanan tubuh unt melawan virus sehingga berdampak pada peningkatan kadar EBV. (Pow ct ml., 2011)

Penelitian yang dilakukan oleh (Halili er ml., 2012) tentang pengaru h radioterapi terhadap antibody pada tubuh karena infeksi EBV atau disebut EB V-Antibodi pada pasien kanker kepala dan leher dengan menggunakan [lunrrs‹ ent miv ros‹ ‹›y v menunjukkan hasil adan ya penurunan kadar EBV- Antibcdi saat melakukan radioterapi atau 3-6 bulan setelah melakukan radioterapi. Penurunan ini terjadi dikarenakan keberhasilan radioterapi dalam membunuh sel kanker sehingga menyebabkan sel kanker yang biasa digunakan untu k host sebagai infeksi EBV juga mengalami kematian sehingga kadar antibrxli EBV mengalami penurunan.

Pada penelitian yang dilakukan (Adham rr ml., 2013) juga terjadi penurunan kadar EBV pada darah dan EBV -antibodi setelah 2 bulan pasca radioterapi

(52)

20

20

Alkohol dan tembakau

lnfeksi litik

Ekspresi produ k gen yang diu batt dan kehilangan i e pul‹ii‹›i v pm

pada pasien kanker nasofaring. Penelitian ini dilakukan pada pasien dengan stadiu in, dosis dan kondisi lain yang berbeda-beda. Hasil dari penelitian ini kadar EBV mengalami penurunan diduga dikarenakan adanya pengaruh stadiu in, dosis dan kondisi lain pasien seperti merokok, alhokol, dan harus dilakukan penelitian lebih lanjut. Hal paling penting untu k dilakukan penelitian lebih lanjut adalah hubungan EBV yang di kaitkan dengan pin kanker kepala dan leher yang mengonsu insi tembakau dan alhokol. (Pow et ml., 2011; Halili rr of., 2012; Powles ct al., 2014; Yang rr ‹il., 2018)

Toksisitas dan efek mutagenic tinggi

Epitel

lnaktiv’asi dari kanker supressor gen

Su kses DNA repair

Mutasi genoin pada sel somatic dan terjadi infeksi laten

Kegagalan DNA repair

Alterasi dari

gen yang

mengatur Efek mutasi tinggi menyebabkan kegagalan DNA rryoir saat infeksi litik pada EBV

Kerusakan DNA Salinan multiple pada sel yang terinfeksi

Sel B

(53)

21

21

Gambar S. Hubungan Konsumsi Alkohol dan Tembakau dengan EBV sebagai Faktor Resiko Kanker Kepala dan Leher (Pezzuto, Caponigro and Lina, 20 IS;

Dunmire, Verghese and Balfour, 2018)

Alkohol dan tembakau mempunyai toksisitas dan efek mutagenic yang tinggi.

Efek inutasi yang tinggi Efek mutasi tinggi menyebabkan kegagalan DNA repair saat infeksi litik pada EBV . Kegagalan DNA repair berdampak pada mutasi genoin pada sel somatic dan terjadi infeksi laten. lnfeksi laten EBV mendorong akti›’asi prr›‹vth promoiinp one opened, alterasi dari gen yang mengatur apoptosis, inaktis’asi dari kanker su pressor gen yang inenyebabkan ekspresi produk gen yang diubah dan kehilangan repulut‹›i v km yrr›du‹ r dan mengarah pada keganasan (tumorigenesis) (Pezzuto, Caponigro and Lina, 2015: Dunmire, Verghese and Balfour, 201 S)

Kadar EBV pada saliva, antibodi pasien yang terinfeksi EBV , EBV pada darah, grow th-fun tar.s pada pasien yang terinfeksi EBV dan EBV pada plasma darah bervariasi karena beberapa faktor sum dosis radioterapi, laina radioterapi, rokok, alhokol, keparahan kanker dan lain lain sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Kadar EBV pada saliva, EBV pada darah, atau growth factors pada pasien yang terinfeksi EB V tidak bisa dibandingkan sq sama lain dikarena sumber specimen dan mekanisme yang berbeda. (Pow rr ‹il., 2011;

Halili et ml., 2012; Adham ct il., 2013; Polz-Dacewicz rt ml., 201 6; Yang rt ml., 2018)

Tumorigenesis

(54)

22

22

Penurunan . p , p p .

o› z Sel yang terinfeksi EBV

mengalami kematian

Kerusakan sel normal pada kelen jar lyinpe

Penurunan kadar EBV

pada darah Peningkatan kadar EBV pada saliva

Kemampuan sistem imun menurun EB V

p

—»

Mengenai kelenjar lympe

Gambar 6. Pengaruh R oterapi terhadap Kadar EBV pada Pasien Kanker Kepala dan Leher. (Pow rr o/., 2011; Halili rr ‹il., 2012; Adham rr ul., 2013a;

Surjadi and Aintha, 2013; Polz-Dacewicz rt ml., 2016)

Radioterapi berpengaru h berpengaru h pada peningkatan dan penurunan kadar EB V pada pasien kanker kepala dan leher. Peningkatan terjadi karena penurunan laju saliva yang berpengaru h pada penurunan r» of ‹ leurun‹ e dan sistem imun sehingga mengakibatkan kenaikan kadar EB V pada salis’a.

Penurunan EBV yang dideteksi didalam darah terjadi karena kematian sel Penurunan laju

saliva Kanker Kepala dan

Leher

Kernatian eel kanker

Dainpak Radioterapi Efek camping Radioterapi

(55)

23

23

akibat radioterapi sehingga sel yang terinfeksi EBV juga mengalami apoptosis.

(Pow rt ml., 20 I I ; Halili rr n/., 2012; Adhain rr n/., 20 I 3a; Surjadi and Amtha, 2013: Polz-Dacewicz ct ml., 2016)

3 A Manfaat Deteksi EBV Saliva pada Pasien Kanker Kepala dan Leher dengan Radioterapi

3.4.1 Dampak EBV terhadap Kanker Kepala dan Leher

Dampak EBV terhadap kanker kepala dan leher adalah sebagai faktor resiko terjadinya sel kanker dan faktor predisposisi yang memperparah dari perkembangan eel kanker dan sudah terbu kti dibanyak penelian. (Bay er ‹il., 201 6; Duninire, Verghese and Balfour, 201 8) Pada penelitian yang dilakukan oleh (Bagan rr ml., 2016a) menunjukkan terdapat perbedaan signifikan pada kadar EB V yang diu kur dengan menggunakan saliva terhadap pasien dengan infeksi kanker OSCC dan pasien normal. Hal ini menunjukkan bahwa EBV mempunyai peran sebagai faktor resiko terjadinya kanker. (Bagan rr ‹il., 20 I 6a) EB V sebagai faktor predisposisi dari sel kanker juga dikaitkan dengan tingkatan kadar sitokin dan prowth /o‹ rr»:t lainnya yang menyebabkan lebih cepat atau lambat pertumbuhan tu mor serta pembentukan metastasis. Telah ierbu kii bahw’a inf lamasi memainkan peran kunci ber bagai iahapan karsinogenesis. Sitokin adalah sekelompok produk kekebalan hos t yang terlibat dalam int4amasi, keLebalan dan pertahanan terhadap infelsi 1-BV dan melaw’an kBV sehingga berperan penting dalam onk nes is . (Polz-Dacew’ic z

‹ / n/., 2t) 1 6) Tingginya sitokin terutama lL- l t) pada pasien kanker kepala dan leher dengan infeks i kBV telah dibukiikan melalui penelitian yang dilakukan oleh (Polz-Dacew’ic z ‹ / n/., 2t) 16).

Pada penelitian terdahulu dengan sampel 269 pasien membuktikan infeksi EB V juga dapat terjadi pada metastasis di kelenjar getah bening yang melibatkan kanker kepala dan leher. Berikut adalah tabel presentasi keterlibatan infeksi EBV pada metastasis di kelenjar getah bening yang melibatkan kanker kepala dan leher. (Luo rr ml., 2019)

(56)

24

24

No Jenis kanker °/e Pasien yang terlibat infeksi EBV pada rnetastatis CLNs

I . Kanker nasofaring fi l ,7"/c 2. Kanker kelenjar

ludah

24,d°/c

3. Kanker orofaring 3,3*/e

4. Kanker rongga

hidung / rahang atas 3,3°/c

5. KanLer rongga mulut 2,2*/c

Tabel 1. Tabel presentasi keterlibatan infeksi EBV pada metastasis di kelenjar getah bening yang melibatkan kanker kepala dan leher. (Luo rr ml., 2019)

PCR telah dilakukan melalui banyak penelitian, genom EBV dapat ditemukan di hampir setiap kanker nasofaring dengan sensiti›’itas dan spesifisitas tinggi, meskipun peran EBV dalam metastasis di kelenjar getah bening pasien dengan kanker nasofaring masih belum jelas. (Khademi rr of., 2010)

3.4.2 Manfaat Deteksi EBV pada Kanker Kepala dan Leher dengan Radioterapi Deteksi EB V pada kanker kepala dan leher dapat digunakan untuk menentu kan prognosis dari penyembu han kanker kepala dan leher. Sel kanker dengan metastasis luas mempunyai prognosis buru k, dikarenakan sel kanker bersifat radiosensitif. Sifat radiosensitif inenyebabkan banyaknya sel normal dan sel kanker yang hancur serta potensi kenaikan kadar EBV pada darah karena sistem imun yang menurun apabila sel normal tidak dapat memperbaiki diri.

(Peng rr o/., 201 6) Pada kasus kanker nasofaring dengan metastasis yang tidak luas mendapatkan hasil prognosis baik dan terjadi penurunan kadar EBV pada darah setelah dilakukan perawatan radioterapi. nyak penelitian yang menyebutkan bahwa kadar DNA EBV pada darah menunjukkan hasil yang tidak konsisten, hal ini terjadi karena kurangnya standarisasi pengainbilan

(57)

25

25

sampel. Kadar EBV pada darah tidak dapat diukur saat perawatan radioterapi dikarenakan masih pada tahap inisiasi dari infeksi EBV pada eel kanker sehingga hasil cenderung menurun. Pada awal perawatan radioterapi kadar EB V cenderung meningkat dikarenakan belum banyak sel kanker yang terinfeksi EBV yang mengalami kematian. Setelah perawatan radioterapi kadar EBV mengalami penurunan dikarenakan pengaruh pengeluaran EBV dari sirkulasinya akibat banyak sel yang mengalami kematian. Kadar EB V juga tidak mengalami perubahan jika perawatan radioterapi tidak berpengaruh pada kematian sel kanker. (Kim rr ml., 2017)

Pada studi yang telah dilakukan mendapatkan hasil kadar DN A EBV pada darah ditemu kan berkorelasi dengan stadium penyakit kanker dan prognosis kanker nasofaring. Didapatkan hasil pada kadar EB V yang tinggi akan memperburu k prognosis pada pasien kanker nasofaring. (Hou ct ml., 20 I I ) Pada penelitian yang dilakukan oleh (Kiprian ct ‹il., 2018) juga menyatakan adanya korelasi antara pasien kanker kepala dan leher dengan perawatan radioterapi yang positif EBV memiliki resiko kematian yang tinggi (P = .04).

llisiko kematian pada kelompok pas ien yang ierinfeks i kBV yang din kur pada plasma darah hampir 1 1 Kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelom}x›k itu negaiif untuk DN A kBV pada plasma darah, jumlah penderiia posit if dan negatii hasil untuk DNA GB V plas ma pada kelompok yang bertahan hidup (n

= 35) dan yang meninggal (n = 6).

Analisi DNA EBV bu kan hanya untu k menentu kan prognosis, analisis DNA EBV telah terbukti berinanfaat dalam dalam monitoring pasien karsinoma nasofaring (NPC). Sebuah penelitian sebelumn ya telah menunjukkan bahwa, setelah radioterapi, kadar DNA EB V dalam plasma pasien N PC akan menurun secara eksponensial. Penurunan DNA EBV plasma diprediksi terjadi karena penurunan sel kanker sehingga tingkat penurunannya terkait radiosensitivitas tumor. Hal ini berlaku hanya jika DNA EBV cepat dieliminasi dari sirkulasi.

[To rt ml., 2013)

(58)

26

26

Studi klinik menunjukkan prognosis pasien kanker kepala dan leher yang terinfeksi EBV dengan perawatan radioterapi selama kurang lebih 5 tahun mempunyai presentasi survival rate sekitar 80°/c tetapi sur›’i›’al rate dapat mengalami penurunan sekitar menjadi 20-40°/c apabila ada faktor karsinogenesis lain seperti tembakau dan bergantung pada stadium dan primary site dari kanker tersebut. (Anandharaj ct ‹il., 201 6)

3) Keterbatasan dalam litet ‹iturr re raw ini adalah minimnya penemuan literatur tentang diagnosis EBV dengan menggunakan salis’a. Penurunan kadar EBV pada darah, antibodi pasien yang terinfeksi EBV, dan prowth fut tar pada pasien dengan infeksi EB V dan kenaikan EBV didal am saliva tidak dapat dibandingkan karena sumber diagnosis yang berbeda dan kondisi pasien yang berbeda-beda. Kondisi pasien berkaitan dengan variasi stadiu in, dosis dan frekuensi radioterapi, serta kondisi pasien seperti merokok, alhokol, usia dan penyakit sisteinik.

(59)

27

BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan

Saliva merupakan salah satu bahan yang inengandung biomar ker yaitu DNA EB V sehingga potensi besar untuk diagnosis dan evaluasi penyakit. Penggunaan saliva dimasa span sangat inenjanjikan. Pada penelitian yang sudah dilakukan mendapatkan hasil pengaruh radioterapi pada pasien kanker kepala dan leher terhadap kadar EBV saliva mengalami kenaikan.

4.2 Rekomendasi

Belum banyak penelitian yang meneliti kadar EBV saliv’a sehingga perlu dilakukan elitian lebih lanjut. Hal paling penting untu k dilakukan penelitian adalah kadar EBV pada pasien kanker kepala dan leher yang melakukan radioterapi dikarenakan EBV merupakan faktor predisposisi dari kanker yang dapat mencegah sel kanker apoptosis dan mempercepat metastasis dari sel kanker. Kadar EB V juga dapat digunakan untu k menent ukan prognosis. Dimasa depan kolaborasi antara evaluasi kadar EB V dan radioterapi harus terus dilakukan untuk prognosis kanker kepala dan leher yang lebih baik.

27

(60)

28

28

(61)

29

radioterapi terhadap EBV saliva

ORIGINALITY REPORT

SIMILARITY INDEX INTERNET SOURCES PUBLICATIONS STUDENT PAPERS

19 januari 2021

PRIMARY SOURCES

eprints.undip.ac.id

Internet Source

jurnal.fk.unand.ac.id

Internet Source

eprints.ums.ac.id

Internet Source

Submitted to UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Student Paper

repository.unair.ac.id

Internet Source

discovery.ucl.ac.uk

Internet Source

Oke Kadarullah, Sri Hidayah Nurlela Syafiie.

"Gambaran Pasien Keganasan Kepala dan Leher di RS PKU Muhammadiyah Gombong Tahun 2015-2019", Herb-Medicine Journal, 2020

Publication

Maula Eka Sriyani, B. Eva Maria Widyasari, C.

3 % 1 % 1 % 1 % 1 % 1 %

< 1 %

11 % 10 % 3 % 2 %

1

2

3

4

5

6

7

(62)

30

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

Hesti Febriyanti, D. Rizky Juwita Sugiharti et al.

"KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA SENYAWA KUERSETIN BERTANDA RADIOAKTIF

IODIUM-131", GANENDRA Majalah IPTEK Nuklir, 2020

Publication

text-id.123dok.com

Internet Source

jurnal.ugm.ac.id

Internet Source

karyatulisilmiah-skripsi.blogspot.com

Internet Source

doku.pub

Internet Source

Submitted to Universitas International Batam

Student Paper

dokadil.wordpress.com

Internet Source

eprints.gla.ac.uk

Internet Source

repositorio-aberto.up.pt

Internet Source

id.wikipedia.org

Internet Source

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

(63)

31

www.scribd.com

Internet Source

www.mdpi.com

Internet Source

ejournal.uniska-kediri.ac.id

Internet Source

nadyagusnitas.wordpress.com

Internet Source

mafiadoc.com

Internet Source

repository.unhas.ac.id

Internet Source

journal.uinjkt.ac.id

Internet Source

garuda.ristekbrin.go.id

Internet Source

skripsikti.blogspot.com

Internet Source

sipil.poltekba.ac.id

Internet Source

researchreportlife.blogspot.com

Internet Source

idoc.pub

Internet Source

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

< 1 %

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

(64)

32

30

31

ind.medicineh.com

Internet Source

Anthony J. Cmelak, Mary S. Dietrich, Shuli Li, Sheila Ridner et al. "ECOG-ACRIN 2399:

Analysis of Patient Related Outcomes after

Chemoradiation for Locally Advanced Head and Neck Cancer", Research Square, 2020

Publication

< 1 %

< 1 %

< 1 %

Exclude quotes On Exclude bibliography On

Exclude matches < 5 words

(65)

33

radioterapi terhadap EBV saliva

GRADEMARK REPORT

FINAL GRADE

/25

GENERAL COMMENTS

Instructor

PAGE 1

PAGE 2

PAGE 3

PAGE 4

PAGE 5

PAGE 6

PAGE 7

PAGE 8

PAGE 9

PAGE 10

PAGE 11

PAGE 12

PAGE 13

PAGE 14

PAGE 15

PAGE 16

PAGE 17

PAGE 18

PAGE 19

PAGE 20

(66)

34

PAGE 21

PAGE 22

PAGE 23

PAGE 24

PAGE 25

PAGE 26

PAGE 27

PAGE 28

PAGE 29

PAGE 30

PAGE 31

Gambar

Gambar 1. Radioterapi pada Pasien Kanker dan Leher.
Gambar 2. lnfeksi  Epstein Barr Viru.s.
Gambar 3. Tahapan Real-Time PCR ‹Pnlymero.Se Chuin Reoctinn ).
Gambar 4. Dampak Radioterapi terhadap Saliv’a. (Powles rr ml., 2014; Muqmiroh  ct ‹il., 2018)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi e-learning yang dibangun dapat membantu para peserta pelatihan yang melakukan pelatihan di Telkom PCC dalam melakukan kegiatan pelatihan di Telkom

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, dapat dilihat bahwa dari indikator sikap patriotisme siswa diperoleh data sebanyak 38,96% responden berkategori kuat karena siswa

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. Dosen ITS memiliki rata-rata dokumen dalam Bahasa Indonesia yang dipublikasi

g) Siswa diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas bola tersebut. Ketika peserta didik menjawab pertanyaan yang didapat, peserta didik lain

Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam  penyelenggaraan pelayanan medik di sarana pelayanan kesehatan. Dalam rangka mendukung Undang-Undang

Keseluruhan usulan program ini menjabarkan skenario pengembangan infrastruktur Bidang Cipta Karya sektor PKP di Kabupaten Pakpak Bharat melalui proses perencanaan yang

Klasifikasi multispektral merupakan suatu algoritma yang dirancang untuk menyajikan informasi tematik dengan cara mengelompokkan fenomena berdasarkan satu kriteria yaitu

bersangkutan yang dalam hal ini adalah penulis, telah mempersiapkan dan melaksanakan perkuliahan dengan baik. Evaluasi yang dilakukan terhadap nilai yang diperoleh