• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran 1: Surat Keterangan Perusahaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Lampiran 1: Surat Keterangan Perusahaan"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

56 Lampiran 1: Surat Keterangan Perusahaan

(2)

57 Lampiran 2: Pedoman Wawancara

Profil CV Gema Sutera

1. Dapatkah anda jelaskan mengenai sejarah dan latar belakang perusahaan ini ? Kapan perusahaan tersebut didirikan?

2. Siapa saja yang ikut mendirikan perusahaan?

3. Dalam bidang bisnis apakah perusahaan ini bergerak?

4. Produk apa saja yang ditawarkan?

5. Apakah visi dan misi perusahaan ini?

6. Apakah misi yang telah dibentuk sejauh ini mendukung visi perusahaan?

7. Berdasarkan visi dan misi perusahaan, apakah tujuan dari didirikannya perusahaan ini? Dan apa yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam persaingan?

8. Siapa sajakah pelanggan dari perusahaan ini?

9. Berapakah jumlah karyawan yang dimiliki perusahaan saat ini?

10. Bagaimana struktur perusahaan tersebut?

11. Berapakah rata-rata total biaya operasi perusahaan dalam setahun?

12. Berapakah rata-rata keuntungan bersih yang dapat dihasilkan perusahaan dalam setahun?

Plan

A. Ketepatan dalam merumuskan tujuan dan target bisnis sebelum memulai perencanaan.

1. Apa tujuan dan target bisnis pada perusahaan dalam hal kualitas? Apakah sudah mencakup perbaikan kualitas?

2. Sejauh mana pengaruh dari kualitas terhadap target bisnis anda?

3. Apa saja yang menjadi sasaran perusahaan dalam hal kualitas apabila ditinjau dari tujuan dan target bisnisnya?

4. Apakah target bisnis relevan dengan bidang bisnis perusahaan?

5. Bagaimana anda menilai bahwa tujuan dan target bisnis dalam hal kualitas yang anda tetapkan itu tepat?

(3)

58

Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)

6. Bagaimana cara anda mengetahui bahwa target kualitas tersebut telah dicapai?

7. Apakah tujuan dan target kualitas yang sudah dibuat sudah ditimbang berdasarkan kepabilitas perusahaan saat ini?

8. Apa saja kapabilitas perusahaan yang dinilai anda mampu mencapai target bisnis yang ditetapkan dalam hal kualitas?

B. Perumusan strategi berdasarkan tujuan dan target bisnis.

1. Berdasarkan tujuan dan target bisnis dalam hal kualitas yang telah dijabarkan bagaimana strategi quality control yang anda buat?

2. Apakah strategi quality control yang anda telah rencanakan sejalur dengan target bisnis?

3. Hal apa saja yang membuat strategi tersebut cocok untuk mencapai target kualitas?

4. Bagimana anda menilai bahwa perencanaan strategi quality control dibuat dengan matang agar mencapai target bisnis? Atas dasar apa?

5. Bagaimana harapan anda mengenai strategi quality control yang telah dirumuskan? Pencapaian target bisnis 100% atau bagaimana?

6. Bagaimana pelaksanaan strategi quality control tersebut dalam perusahaan? Siapa saja yang bertindak atau ikut serta dalam jalannya strategi tersebut?

C. Ketepatan sumber-sumber daya yang diperlukan untuk perencanaan.

1. Apa saja sumber daya yang anda gunakan dan perlukan untuk menjalankan perencanaan quality control tersebut?

2. Berdasarkan apa saja anda memilih sumber daya untuk menjalankan perencanaan quality control?

3. Apakah sumber daya yang diperlukan untuk perencanaan quality control tercukupi?

4. Bagaimana anda menilai bahwa sumber daya yang diperlukan telah sesuai dalam artian tidak berlebih?

(4)

59

Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)

5. Bagaimana anda mengukur sumber daya yang dibutuhkan untuk perencaan quality control yang telah dibuat? Atas dasar apa?

6. Bagaimana apabila terdapat sumber daya berlebih yang tidak diperlukan?

Bagaimana pengalokasiannya?

D. Penetapan standar keberhasilan dalam pencapaian dan target bisnis 1. Apa saja standar keberhasilan dalam mencapai target kualitas dalam bisnis

anda?

2. Apakah standar keberhasilan sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas perusahaan?

3. Apa saja kapasitas perusahaan yang dinilai mampu mencapai standar keberhasilan dalam hal kualitas?

4. Bagaimana anda menilai bahwa standar yang ditetapkan adalah standar yang tepat, yang mana standar tersebut tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah?

Do

E. Pelaksanaan quality control sesuai dengan rencana yang dibuat.

1. Apakah pelaksanaan quality control sesuai dengan rencana awal dan berada di dalam jalur?

2. Bagaimana pelaksanaan / implementasi quality control ? Apakah ada kendala?

3. Jika terdapat kendala dalam pelaksanaan quality control, Apa kendala yang dialami?

4. Bagaimana upaya mengatasi kendala tersebut?

5. Adakah tindakan alternatif apabila pelaksanaannya tidak berjalan sesuai rencana? Jika ada, apa dan bagaimana tindakan alternatif tersebut?

F. Pemerataan pembagian tugas guna efisiensi waktu dan sumber daya 1. Bagaimana anda melakukan pemerataan dalam pembagian tugas dalam

proses pelaksanaan quality control?

(5)

60

Lampiran 2: Panduan Wawancara (Sambungan)

2. Apa saja yang harus diperhatikan dalam memberlakukan pembagian tugas quality control?

3. Apakah sumber daya tercukupi dalam pembagian tugas quality control?

Apabila tidak, tindakan apa yang akan dilakukan?

4. Apa kendala apa saja yang sering ditemui saat pembagian tugas antar pekerja dalam pelaksanaan quality control?

5. Bagaimana anda menilai bahwa pembagian tugas di unit quality control sudah diterapkan rata?

G. Kapasitas dan kapabilitas sumber daya memadai.

1. Apakah sumber daya memadai dan terpenuhi dalam melakukan implementasi quality control?

2. Apa saja sumber daya yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan quality control?

3. Bagaimana anda menilai bahwa sumber daya tersebut memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai untuk menjalankan rencana quality control?

4. Bagaimana apabila terdapat sumber daya yang kurang memadai? Tindakan apa yang anda ambil?

5. Untuk melakukan pelaksanaan quality control, kapasistas dan kapabilitas sumber daya yang bagaimana yang termasuk memadai?

6. Apakah sumber daya yang disiapkan untuk pelaksanaan quality control memperhitungkan cost? atau mengesampingkan cost demi tercapainya quality control yang maksimal?

Study

H. Memeriksa pelaksanaan apakah berada dalam jalur

1. Bagaimana proses pelaksanaan quality control yang telah dijalankan?

2. Apakah pelaksanaan quality control yang telah dilakukan sesuai dengan rencana awal?

3. Bagaimana anda menilai bahwa proses pelaksanaan quality control selama ini tetap berada dalam jalur?

(6)

61

Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)

4. Adakah selama proses quality control terdapat kendala hingga membuat proses pelaksanaan kesulitan untuk menyesuaikan dengan rencana?

Setelah ditelaah, apa penyebab munculnya kendala?

I. Memantau kemajuan perbaikan yang direncakan

1. Sampai sejauh mana pelaksanaan quality control ini dilakukan? Apakah telah memenuhi target kualitas yang ditetapkan?

2. Setelah pemantauan selama pelaksanaan quality control , apakah terdapat kesalahan selama proses berjalan?

3. Melalui hasil dari pemantauan, apa yang dinilai kurang dalam pelaksanaan quality control?

4. Apakah kekurangan tersebut merupakan suatu hal yang baru bagi perusahaan?

5. Bagaimana upaya untuk mengatasi kekurangan tersebut?

J. Evaluasi perbandingan sesudah dan sebelum pelaksaan 1. Apa saja yang didapat dari pelaksanaan quality control yang telah

dilakukan?

2. Melalui hasil pelaksanaan quality control, apa kelebihan dan kekurangan dari sistem tersebut?

3. Bagaimana hasil pencapaian dari quality control yang diterapkan? Apakah ada perkembangan dan sesuai dengan yang diharapkan? atau hasil kurang memuaskan?

4. Sejauh mana selisih antara hasil pencapaian dengan standar kualitas yang ditetapkan?

5. Apa yang anda pelajari dari hasil evaluasi quality control secara keseluruhan?

6. Hal–hal apa saja yang menjadi pertimbangan atau perhatian untuk memperoleh hasil yang optimal?

(7)

62

Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan) Act

K. Pengambilan keputusan berdasarkan hasil yang sudah dievaluasi.

1. Bagaimana keputusan anda setelah melakukan evaluasi?

2. Apakah keputusan tersebut telah di timbang baik-baik?

3. Apakah hasil evaluasi cukup kuat untuk dijadikan alasan atas keputusan tersebut?

4. Apa saja yang perlu diperhatikan dan dilakukan setelah diambil keputusan?

5. Adakah saja hal-hal lain yang menguatkan keputusan tersebut?

L. Melanjutkan sistem yang telah dibuat apabila hasil evaluasi menunjukkan peningkatan.

1. Apakah tindakan koretif perlu dilakukan apabila melanjutkan sistem quality control tersebut? Apabila perlu, bagaimana tindakan tersebut dilakukan?

2. Apabila sistem quality control ini terus dilanjutkan, sampai kapan sistem tersebut akan digunakan?

3. Bagaimana apabila peningkatan yang telah dicapai cenderung stagnan?

4. Apabila melanjutkan sistem tersebut, apa saja yang perlu diperhatikan?

5. Apakah melanjutkan sistem dapat dijadikan tindakan alternatif bagi anda?

M. Menetapkan sistem baru apabila hasil evaluasi menunjukkan tidak ada peningkatan atau penurunan.

1. Apakah jika terjadi penurunan maka akan memulai sistem quality control baru dimulai dari perencanaan?

2. Penurunan seperti apa dan bagaimana hingga dijadikan alasan untuk memulai sistem quality control yang baru?

3. Bagaimana penerapan sistem quality control yang baru tersebut? Apakah didasari oleh hasil evaluasi saja?

4. Faktor apa selain hasil evaluasi yang membuat sistem quality control dibentuk ulang?

(8)

63

Lampiran 2: Pedoman Wawancara (Sambungan)

5. Apa saja yang terlibat terkait perombakan sistem quality control?

Menyeluruh atau sebagian?

(9)

64 Lampiran 3: Merchandise Received Journal

(10)

65

Lampiran 3: Merchandise Received Journal (Sambungan)

(11)

66 Lampiran 4: Potongan Quality Control 10 cm

(12)

67 Lampiran 5: Perusahaan CV Gema Sutera

(13)

68

Lampiran 5: Perusahaan CV Gema Sutera (Sambungan)

(14)

69 Lampiran 6: Dokumentasi Informan

(15)

70

Lampiran 7: Transkrip Wawancara Profil Perusahaan

I : Informan P : Peneliti

P : Dimulai dari sekarang ya suk. Ini yang pertama, eeee, sejarah dan latar belakang perusahaan ini bagaimana sih suk? Dan kapan perusahaan ini tepatnya didirikan suk?

I : Yawes cerita aja ya? Sejarahnya tahun 1985, saya kan kembali dari jerman ke Indonesia, terus ketemu seorang teman yang mempunyai toko di Kramat Gantung Surabaya. Lah jualan dia salah satunya produk webbing ini ya, atau biasa dikatakan bisban. Nah disitu terjadi conversation, ya akhirnya memutuskan untuk buka pabrik, ya alasannya produknya gampang buangnya, karena dia sudah punya toko, tinggal titip. Soalnya kalau produksi itu kan relatif nggak susah, yang lebih susah di pemasarannya, nah ya sudah begitu, pulang dari Jerman, ketemu orang yang punya toko, dia bisa jual itu, kita duduk ngobrol akhirnya kita sepakat untuk kongsi buat buka pabrik, yang pemasarannya bisa langsung tersalur ke tokonya.

P : Oh jadi sudah ada penerimanya ya, atau istilahnya penadah, untuk menyalurkan barang hasil pabrik itu ya suk ?

I : Iya, jadi pemasarannya itu sudah kokoh lah.

P : Terus berarti yang mendirikan perusahaan ini pada awalnya suksuk sendiri atau lebih dari satu orang ?

I : Bertiga, yang pertama saya, yang kedua yang punya toko di Kramat Gantung itu, dan yang ketiga adalah teman dari yang punya toko ini, karena awalnya toko ini dibuat oleh 2 orang.

P : Oh jadi toko itu memang dua orang dan satunya suksuk sendiri ?

I : Yaa, jadi dua orang itu tadi, terus ngobrol sama suksuk karena pulang dari Jerman, punya ide apa, wes kalau suksuk bidang elektronik, cuman ini sih ga ada hubungannya dengan elektronik yaa, cuman pada saat itu kita mikirnya nggak urus

(16)

71

apa yang telah kita pelajari, Cuma kita fokusnya itu ya cari uang melalui industri.

Jadi latar belakangnya saya mendirikan pabrik ini karena saya lebih suka industri daripada trading. Dan pabrik ini didirikan pada tahun 1989

P : Jadi bidang bisnisnya bisban tadi ya suk? Ngga merambah ke bidang lain atau mencoba memasukkan bidang baru?

I : Nggak ada, cuma bisban itu saja, dan fokus disana. Jadi sejarahnya begitu, dan latar belakangnya ya memang bisnis, dan dipermudah pemasarannya oleh toko yang sudah menjual barang itu, wes begitu latar belakangnya. Jadi kalau dibalik, kalau umpama toko teman saya itu tidak jualan bisban, ya keputusannya hampir pasti tidak bikin industri ini, pemasarannya kan repot.

P : Repot bagaimana ya suk ?

I : Ya kan istilahnya saya merintis dari akar. Kalau dibalik begitu. Jadi ini termasuk latar belakang, kenapa ? karena sudah mapan penjualannya, jadi kita tinggal produksi, titip, sudah terjual.

P : Oh iya iya. Terus produk yang ditawarkan macam-macam ya suk ? I : Bisban pada prinsipnya ya seperti begitu, benang dirajut, speknya hanya tebal, lebar, warna, dan kerapatan rajutannya.

P : Nah sekilas tentang sejarah dan bidang bisnis, bagaimana dengan visi misi perusahannya suk ?

I : Kalau Visinya, jelas cari profit. Visi ya ini, tujuan akhirnya mencari profit dengan cara saya pribadi itu memuaskan pelanggan dengan imbalan keuntungan.

Kalau visi, toko atau seorang trader itu beda. Mereka murni mencari keuntungan.

Apapun yang dirasakan pelanggan puas atau ngga puas, ga terlalu urus. Nah kalau saya mewakili perusahaan ini, misinya itu memang mencari profit, visinya itu profit melalui kepuasan pelanggan. Karena kalau toko, dia terlalu bodoh apabila memikirkan kepuasan pelanggan, karena dia barangnya itu bukan hasil produk sendiri, kulaknya dari orang lain atau beli dari orang lain terus dia jual lagi, jadi kalau yang dijual itu jelek ya dia hanya melimpahkan aja, lah wong belinya jelek,

(17)

72

atau memang merk X ini jelek, ya ini jelek. kalau industri tidak bisa. Jadi kualitas sangat dibutuhkan dalam inustri.

P : Jadi misinya sudah mendukung visi ya suk ?

I : Oh iya, saya kira sudah mendukung, dan selalu. Visi misi itu harus saling mendukung ya.

P : Dari visi misi ini suk, kan sebenere visi misi industri hampir sama ya suk ya. Nah ini apakah tujuan dari didirikannya perusahaan sudah berdasarkan visi misi ini suk ?

I : Oh iya, betul, sudah hanya berpancang pada itu.

P : Terus apa yang ingin dicapai perusahaan suk dalam persaingan?

I : Tujuan akhir memang kita harus meraih omset sebanyak mungkin di dalam piring yang sudah terkotak-kotakkan ya, misalnya di Indonesia total pasarnya sekian ton dan kita ekstremnya akan meraih seluruh piring, itu teorinya, cuman prakteknya sih tidak mungkin seperti begitu. Nah terus caranya bagaimana ? Ya dengan teori untuk profit rendah, dengan omset yang berlimpah. Sebaliknya ada perusahaan yang meraih untung sebesar-besarnya, secara alami omsetnya tidak bisa besar. Ada yang menganut prinsip itu, cuman kalau kita, terbalik, jadi kita mau meraih omset yang sebesar-besarnya, atau dengan kata lain, meraih pelanggan dari yang besar sampai yang kecil, disapu semua, ditangani semua, dengan profit yang tentunya tidak terlalu besar, ketimbang yang langganannya gede-gede tok dipegang terus profitnya bisa tinggi, dengan memberi imbalan kepuasan yang mereka kehendaki.

P : Kenapa suksuk memilih untuk meraih omset besar daripada profit, karena banyak perusahaan lain yang mentingkan profit gitu.

I : Ya karena produk yang kita produksi ini bukan bersifat bisa di monopoli.

Apa itu monopoli ? Misalnya, kalau saya buat pabrik perhiasan, intan dan berlian itu contohnya. Itu kan mesin selebnya tetek bengek dan yang berkaitan dengan itu, itu padat modal, atau modalnya besar sekali. Dan itu pasti tidak banyak orang yang ikut main disitu, lah itu cenderung sifatnya ke monopoli, jadi pemainnya sedikit.

(18)

73

Sehingga jika mau pasang harga dengan profit yang tinggi itu masih bisa jalan.

Sedangkan di kita, yang namanya bisban ini, itu produk yang gampang dibuat. Jadi kalau profitnya kita tidak rasional, kita mudah ditinggal orang, karena banyak pabrik lain yang akan melayani orang dengan harga yang lebih kompetitif.

P : Oh gitu, setelah menyinggung pelanggan nih suk, saya mau tanya, siapa saja pelanggan dari perusahaan suksuk ini? Apakah hanya berpegang dari pelanggan tetap atau terus berupaya mencari pelanggan baru dari segala kalangan?

I : Jadi begini, pelanggan itu pada awalnya itu beragam, dari yang murni toko, sampe ke yang semi produsen, semiprodusen itu maksudnya mereka punya toko seperti jualan bahan-bahan untuk tas atau sandal, dan merekapun produksi sendiri, sampai yang ketiga ini, murni produsen, jadi mereka tidak punya toko, mereka murni hanya membuat tas, produksi tas. Ya, satu toko, kedua semi toko dan produsen, ketiga itu murni produsen, sudah itu kita serentak masuk kesana dan berjalan. Dan konsep untuk memelihara pelanggan itu dengan etik. Misalnya kalau kami melayani toko, dan toko itu pasti punya pelanggan kecil-kecil kan dibawahnya toko. Dan suatu hari, pelanggan kecil-kecil ini langsung datang ke pabrik kita untuk membeli barang, dan itu kita tidak melayani, dengan berbagai survei darimana taunya, belanja dimana biasanya kan bisa ke detect, ini dari mana dulu belanjanya.

Nah kalau kita sudah tau kalau dia belanja di toko yang sebelumnya kita suplai sendiri, kita tidak melayani. Begitupun sampai yang semi-semi toko dan produsen.

Ya, gitu ya. Nah khusus untuk produsen, itu kan dia tidak punya pelanggan bahan kan ? Dia hanya punya pelanggan tas, kalau produsen tersebut tadinya disuplai oleh pabrik bisban lain, nah itu kita mati-mati merebut dengan memberikan apa yang dia butuhkan, misalnya kecepatan, termasuk kualitas, dan informasi. Ya sudah begitu, untuk meraih produsen yang tadinya disuplai dari pabrik bisban lain.

P : Jadi punya stategi sendiri untuk pelanggan ya suk?

I : Betul, ya itu tadi strateginya, salah satu strategi tambahan mungkin kita tidak hanya menjual barang ke semua pelanggan kita, kita juga memberikan konsultasi.

P : Konsultasi seperti apa yang dimaksud ?

(19)

74

I : Misalnya ada satu toko atau produsen yang dia usahanya tidak kunjung bangkit dari dulu hingga sekarang. Lah kita ikut mengevaluasi kenapa, oh mungkin kualitasnya kurang bagus, atau speed-nya kurang cepet, orang pesen sekarang datangnya tiga bulan lagi, ya otomatis ditinggal orang, misalnya seperti begitu, kita memberikan konsultasi satu. Kedua, mengenai perpajakan yang sekarang lagi gencar, mayoritas mereka tidak mengerti tentang pajak, untung kita di bidang perpajakan cukup mumpuni jadi itu termasuk yang bisa kami berikan kepada mereka, konsultasi pajak, jadi sedikit banyak menuntun, ohh, berbisnis itu harus menangani pajak sedemikian rupa supaya kita tidak disalahkan dikemudian hari.

Itu salah satunya, jadi pelanggan-pelanggan itu ya sampai sekarang yang kita tangani cukup puas ya, dia mendapatkan barang, harga yang kompetitif, termasuk proses menjalankan bisnis itu ada yang nuntun sampai ke pajak.

P : Berarti selain memberikan produk juga memberikan jasa berupa konsultasi, tetapi kira-kira konsultasi ini dibarengkan dengan opsi atau enggak suk?

Jadi kayak tadi kan suksuk bilang memberikan solusi ke pelanggan, apakah juga diberikan sebuah tindakan atau bantuan terkait dengan konsultasi itu tadi, atau hanya solusi lisan saja?

I : Oh tidak bantuan, misalnya begini, misalnya contoh ada sebuah toko yang tadinya tidak bisa berkembang, konsekuensinya apa dari perusahaan kita? Ya kita tidak berani memberikan omset yang besar, karena melihat kinerjanya ya begitu- begitu. Kalau misalnya omsetnya 100 juta, terus kita dimintai omset yang double 200 juta, ya kita menimbang kekuatannya biasana segini, minta doublenya kita nggak berani, karena penjualan kita kan tidak tunai, kredit. Nah takutnya kalau terlalu besar omset yang diterima dan pada saat kreditnya jatuh tempo dia tidak mampu membayar, karena kinerjanya yang dinilai kurang bagus. Nah setelah konsultasi, tetep kami pantau, apakah ada perkembangan, nah otomatis kalau perkembangannya bagus, itu akan kita bantu untuk meningkatkan omset secara bertahap, untuk diuji apakah betul kinerjanya meningkat, ya itu kalau tanya timbal baliknya ya begitu. Cuman pada prinsipnya semua konsultasi yang kita berikan itu tidak ada kaitannya dengan sanksi atau pemberian omset yang lebih besar itu tidak ada sama sekali. Jadi itu hanya sekedar kepuasan bagi mereka, puas karena tadinya tidak mengerti jadi mengerti, nah begitu.

(20)

75

P : Jadi ini menjadikan point plus tersendiri untuk konsumen ya suk. Nah ini sekarang untuk perusahaan suksuk sendiri ini, jumlah karyawannya berapa suk?

I : 65 total.

P : 65 itu bagaimana strukturnya suk? Pembagian untuk setiap bidang pekerjaan dan apa saja bidangnya?

I : Ya, umumnya pengiriman, ya dibagi besarnya saja ya. ada yang bagian gudang, urutannya dari pertama kan bahan baku itu masuk gudang, berarti itu ada tim gudang, habis gitu kan di produksi, berarti produksi ada pasukan sendiri, tim produksi, setelah produksi kan di roll atau di finishing, ya itu adalah sub produksinya. Yang terakhir ke gudang barang jadi. Gudang barang jadi termasuk pengirim-pengirim kan, nah itu kan yang istilahnya pekerja semua, dari admin, dan termasuk kerja otot ya, nata benang, admin sekaligus, gudang bahan baku, masuk di produksi, ada kepala dan anak buahnya, sampai di pack juga ada anak buah disitu, sampai akhirnya ke gudang barang jadi, disitu ada kepalanya, ada juga pelakunya.

termasuk admin dan pekerja otot atau buruh. Nah di empat bidang itu tadi, diatasnya masih ada yang namanya admin pemasaran, admin pemasaran itu yang menerima order, yang mencatat order, terus ada yang merubah order tadi menjadi SPK, SPK itu diturunkan ke produksi, supaya produksi tau apa yang dibuat, berapa panjangnya per roll, warna nya apa saja, benang apa saja, dan sampai ke yang namanya manager itu tadi.

P : Oh jadi setelah 4 kelompok yang paling bawah itu tadi, setelah itu atasnya lagi admin pemasaran dan SPK? atau SPK di atasnya admin pemasaran?

I : SPK dan admin pemasaran sejajar, karena mereka bekerja sama, dari admin pemasaraan itu tersalur kepada yang membuat SPK, terus SPK ini turun ke 4 kelompok tadi. Jadi mereka masih satu jajaran karena ini sangat erat komunikasinya. SPK ini dua bidang lho, SPK yang pertama di gudang bahan baku, yaitu yang bertugas untuk memberitahukan dan membuat list untuk jenis bahan apa saja yang harus dikeluarkan untuk diproduksi, dan yang kedua adalah SPK di produksi, yang menentukan jenis, model, lebar, panjang, dan warna. Jadi SPKnya ini di gudang dan di produksi. Ya sudah itu saja. Ya atasnya lagi manajer, yang

(21)

76

menggabungkan seluruhnya. Jadi kalau di kementrian itu, seperti koordinator.

Kalau biasanya kita sering dengar itu adalah general manager.

P : Setelah general manager, sudah CEO langsung ya suk? suksuk sendiri ? I : Ya, saya sebagai owner, ya termasuk komisaris lah ya.

P : Selama ini biaya operasinya besar apa tidak? Bisa dijabarkan lebih lanjut suk?

I : Tidak, jadi menengah lah ya, justru yang besar itu di tenaga kerjanya. Jadi ini sudah masuk QC, QC agar jadi baik itu banyak komponennya, termasuk salah satunya uang dan peraturan.

P : Bisa dijelaskan suk kenapa uang menjadi komponen penting?

I : Eh, gini, kalau ada pertanyaan, kemaren saya ditanya orang Cina waktu berkunjung kesana, “eh di Indonesia itu susah gak ngatur karyawan?”, mestinya jawaban yang betul, mestinya kalau orang tanya, sulit atau enggak ngatur orang, itu yang pasti perusahaan itu tidak akan berkembang, karena fokusnya hanya ngatur orang. yang ditanyakan itu “Perusahaan di Indonesia, itu bagaimana bisa berkembang baik melalui sumber daya yang ada?”. Jadi bukan fokus ke ngatur orangnya, tetapi fokus kepada berkembangnya. Lah kalau mau berkembang, berarti manusianya kan harus begini harus begitu, kalau orang tanya susah nggak ngatur orangnya, fokusnya berarti oraaang saja. Padahal untuk maju itu kan bukan ngatur orang. Digabungkan untuk tujuan, orangnya harus bagaimana, kalau orangnya mau kerja, kalau gak mau yasudah. Jadi nggak bisa dibilang orangnya diatur susah apa enggak. Kalau ga ada aturannya, siapa yang diatur pasti ga jalan, jadi kalau pertanyaan orang susah diatur nggak itu, itu harusnya bukan pertanyaan itu. Nanti akan terjadi dengan sendirinya kalau kita memikirkan bagaimana perusahaan bisa maju melalui sumber daya yang ada. Apapun sumber dayanya, bagaimanapun sumber dayanya.

P : Bagaimana mengelola dan mengembangkan sumber dayanya itu yang menjadi poin penting itu ya suk?

(22)

77

I : Nah itu kaitanya dengan uang. Kan tadi tanya apa hubungannya sama uang.

Jadi satu untuk ngatur tenaga kerja sampai tujuan QC tercapai itu harus jelas apa yang menjadi target perusahaan. Peraturan masih belum perlu itu, targetnya dulu, apa sih? Produksi harus buanyak, sebanyak mungkin, terus rejectnya, yang jelek- jelek itu, harus seminimal mungkin gitu, terus yang kerja itu harus sangat happy dan free merdeka. Tidak perlu diawasi oleh atasan dan peraturan macem-macem.

Itu targetnya. Nah semuanya itu apa bisa terjadi kalau orang itu gajinya ala kadar?

Karena sudah terbukti dibeberapa tempat, dimana karyawannya itu bergaji tinggi, Cuma dia disitu itu, tidak happy karena tekanan terlalu banyak dan terlalu berat jadi akhirnya kinerja yang diharapkan yang akhirnya membawa ke kemajuan perusahaan itu tidak terjadi. Jadi sebaliknya ya itu tadi, targetnya jelas, orangnya harus happy, lah ini, kalau tidak ditunjang dengan uang, ya sulit terjadi, makanya uang disini ini lebih besar, jadi rata-rata karyawan disitu gajinya 5 juta-an. Naik turun lho ya. Ada yang lebih tinggi, ada yang dibawahnya. cuman rata-rata 5 juta, dimana UMRnya masih 3,7 juta. Dan bagi mereka yang sanggup menangani hal- hal yang biasanya hanya ditangani satu orang gitu ya, ini dia bisa menangani kinerja yang ditangani 5 orang. Misalnya ya, itu akan mendapatkan penghasilan yang lebih.

P : Jadi terjadi penyesuaian ya suk dimana reward terhadap output yang telah dihasilkan?

I : Yaa, dan itu saya pernah dengar, sebuah teori manajemen yang namanya teori 135. Apa artinya? Satu orang yang bisa menangani lima kerjaan orang / 5 kali lipat, dia akan menghasilkan 3 kali gaji satu orang. makanya teorinya disebut 135.

Loh kenapa satu orang menangani lima orang kok gajinya tidak 5 kali lipat? Nah dua nya disini itu diambil perusahaan, karena tentu untuk satu orang bisa menangani lima pekerjaan itu pasti ada dukungan dari perusahaan, entah itu sarana, atau prasarana, maupun jasa pengetahuan atau macem-macem. Maka teori 135 itu yang saya terakhir mendengar itu masuk akal. Dan itu yasudah kita ceritakan ke mereka, mereka punya wawasan seperti itu. Jadi intinya mereka mempunyai patokan, kalau aku produksi sekian ton, sekian duitnya, kalau sekian ton, juga sekian duitnya, dengan istilah premi itu tadi. Plus ya, semakin banyak, uangnya pun semakin tinggi.

Sebaliknya kalau Abfal nya ditimbang. Abfal itu ditimbang setiap hari, jadi kita ada datanya itu. Abfal juga punya tarif, cuman negatif. Gitu, jadi istilahnya kalau

(23)

78

gajinya dia sekian, produksinya banyak, abfalnya banyak, ya ujung-ujungnya sami mawon. Jadi kalau mau banyak uangnya, harus produksi banyak, abfalnya sedikit mungkin jadi ngangkat semua.

P : Jadi ini juga termasuk dari sistem QC itu tadi ya suk?

I : Ya termasuk. Jadi pekerja akan terpacu, bahwa dalam memproduksi tidak bisa asal-asalan, kurang lebih ini indirect ya. Itu kan dari motivasi dulu ya, ini sebetulnya juga berawal dari motivasi, kayak uang itu, untuk mencapai tujuan perusahaan. Dan semua motivasi yang dilakukan oleh orang-orang ini dengan senang hati, gembira, tidak ada yang mengawasi, tidak ada yang negur. Jadi dia kalau datang terlambat, yang asem ini konco-koncone, ini semua pada tepat datang, dia terlambat sendirian, dan akhirnya akan terjadi social punishment. Tau ya social punishment? Dia akan ga enak sendiri, jadi bukan perusahaan yang negur, otomatis akan terbentuk kesadaran sendiri. Ya itu konsep yang kita lakukan seperti begitu.

Jadi orang disitu itu tidak merasa diawasi, ditekan, mereka antar teman akan mengawasi sendiri dengan sendirinya.

(24)

79 Lampiran 8: Transkrip Wawancara Pemilik

P : Peneliti I : Informan

P : Plan yang A ini kan ketepatan dalam merumuskan tujuan dan target bisnis sebelum memulai perencanaan, jadi sebelum suksuk memulai QC ini kan harus tepat dulu. Jadi, apa tujuan dan target bisnis perusahaan dalam hal kualitas? Apakah sudah mencakup perbaikan kualitas?

I : Sangat erat dengan kualitas kan. Tadi kan dibilang kita mencari keuntungan itu berdasarkan kepuasan pelanggan, jadi bisnisnya itu langgeng. Lah apa namanya kepuasan? Kirim cepat, administrasi tertib, dan yang peling penting adalah kualitas. Apa yang mereka harapkan itu mereka dapatkan. Itu tidak semua pabrik kayak gitu lho. Banyak omong, datange telat, sudah datang ya salah lagi, terus nota faktur yang datang dengan barang tidak cocok, nah kita sudah mengcover semua itu, sudah oke.

P : Oh oke suk, terus saya mau tanya suk, kira-kira sejauh mana pengaruh dari kualitas terhadap target bisnisnya suksuk?

I : Ooh, sangat tinggi.

P : Tingginya seperti bagaimana suk?

I : Mau di urut ya ? Cuma urutannya itu, pertama, cepat, jadi aku ga bisa masuk kesitu, prioritas itu cepat, jadi kalau bisa hari ini pesen besok datang. Dan kecepatan itu harus ditunjang dengan ketepatan, apa itu ketepatan? Barang datang sesuai dengan yang dipesan. Dan kualitas tentunya, barang yang cepat datang dan tidak salah dalam artian tepat itu tadi, serta betul betul memenuhi spek.

P : Apa saja yang menjadi sasaran perusahaan dalam hal kualitas, apabila ditinjau dari tujuan?

I : Sasarannya adalah membangun kepercayaan pelanggan terhadap pabrik, percaya apa, contoh kalau aku membayar X rupiah, dengan kualitas yang begini,

(25)

80

dan mereka akan mendapatkan kualitas itu dengan harga yang sudah ditetapkan, dan itu akan membangun kepercayaan pelanggan terhadap pabrik, dan itu terjadi.

Kalau tanya sasaran toh, ya itu sasarannya.

P : Apa hanya itu suk? Apa tidak ada lagi sasaran lain dari kualitas? Seperti mencari pelanggan sebanyak-banyaknya?

I : Lho itu gandeng rentet ya, seperti efek domino. Kalau satu pelanggan yang sudah begitu percaya pada perusahaan dan informasi itu akan bergulir dari mulut ke mulut. Akhirnya misalnya kalau bicara muluk-muluk, pelanggan tersebut ketemu dengan orang asing yang rencana mau impor dari Indonesia misalnya, dan itu akan disalurkan informasinya, orang jadi bisa bilang “oh ngambil di pabrik sini saja, karena kualitasnya bisa dipegang”.

P : Jadi itu termasuk mencakup keseluruhan sasaran itu tadi ya suk?

I : Iya sudah, dari situkan orang jadi tau pabrik kita, secara tidak langsung kan pelanggan akan bertambah dengan sendirinya.

P : Apakah target bisnis suksuk sudah relevan dengan bidang bisnis?

I : Iya, kalau sekarang kurang relevan, kalau dulu sangat relevan. Nah bingung to apa itu? Ya kalau bidang bisnis ini dulu sangat relevan karena untungnya itu bisa sampai 70 persen. Jadi misalnya kita belanja dengan bahan baku dengan X rupiah, dan itu kita bisa menjual 1,7 dikali X rupiah. Berarti komponen keuntungan itu 70 persen dulu, jadi sangat relevan, target bisnis dengan bidang bisnisnya ya.

Dan itu dari tahun ke tahun turun. Jadi kalau dibandingkan dulu sama sekarang, itu sekarang semakin kurang relevan. Relatif ya. Sekarang kalau dibandingkan dengan bisnis lain, masih relevan. Ini cerita relativitas ya, tadi itu kan dari awal sampai sekarang relevannya turun, cuman kita sekarang nggak liat situ, kita liat sekarang.

Bidang ini disbanding bidang lain masih mumpuni bahasanya, jadi masih relevan.

P : Terus bagaimana suksuk menilai bahwa target bisnis dalam hal kualitas itu sudah tepat? bagaimana suksuk bisa mengukur bahwa itu sudah tepat? Dan standar keberhasilan apakah sesuai dengan kapasistas perusahaan?

(26)

81

I : Jadi dikatakan sudah tepat, memang iya sudah tepat. Kita bisa bilang sudah tepat karena kita nggak ngawur, karena kita tau, yang idealnya bagaimana, dan yang tidak tercapai itu bagaimana, dengan sekarang sumber daya yang ada ini tercapai sekarang, itu tentunya yang tadi itu lebih tinggi kelasnya. Karena apa yang kita harapkan dalam target tersebut juga sepenuhnya untuk pelanggan, dengan memberikan yang terbaik saya kira tanpa diukurpun juga sudah tepat.

P : Kapabilitas perusahaan dari suksuk ini apa saja yang dinilai mampu dan dapat mendukung untuk tercapainya target bisnis?

I : Jadi kapabilitasnya itu termasuk pengetahuan yang selalu kita raih, ya nggak cuma saya saja ya, termasuk semua personil di perusahaan berusaha untuk menggali wawasan dari hari ke hari, ya terutama saya juga ya. Ya itu yang membuat perusahaan capable itu tadi. Misalnya pajak, kita nggak ngerti pajak, lah gimana kapabilitas kita itu untuk bisa memberi jasa kepada pelanggan kita supaya tertib pajak, ya itu termasuk salah satunya. Ya itu tadi satu, senantiasa menggali ilmu baru dari dunia, kedua, bidang saya kan elektronik, elektronik itu banyak memakai logika, dan ini kental sekali di perusahaan, baik logika mengenai manajemen, maupun yang lain-lain, termasuk kemampuan saya dibidang elektronik itu untuk membuat permesinan di pabrik itu menjadi mudah di kontrol. Ya salah satunya kalau benang putus itu mesinnya harus berhenti, lah tadinya kok nggak? Ya karena elektronis nya kurang sempurna, terus akhirnya kita rubah, termasuk dengan kemampuan saya toh, dirubah dan akhirnya menjadi peka dan menjadi awet, jadi sudah terhindar terus benang putus terus mesin jalan terus hingga produksi abfal itu sudah terhindar. Jadi kapabilitas itu yawis intinya itu menggali pengetahuan baru, terus latar belakang saya sebagai lulusan elektronik itu terpakai banyak. Satu memang real elektronik, dua, logika elektronik, itu memang dipakai.

P : Nah setelah persiapan intangible sudah siap, bagaimana dengan persiapan sumber daya nya untuk jalannya sistem quality control yang direncanakan suk?

I : Sumber daya saya kira sudah tepat, kita memiliki komputer dipadu dengan admin yang tiap harinya mendata bisban yang diproduksi, data tersebut mencakup roll, standar kilo, tipe, tanggal pembuatan, dan untuk sumber daya manusianya juga sudah disiapkan. Tapi untuk sumber daya manusia ini, pengalaman kita, bukan dari

(27)

82

apa yang kita ingin capai, melainkan apa yang bisa dicapai dengan sumber daya yang ada, secara maksimal. Jadi kalau saya, bukan seperti pertanyaan ini, bukan apa yang capai terus kita cari sumber daya yang tepat, tetapi sumber daya yang ada kita gunakan secara maksimal untuk meraih apa yang ingin kita capai. Nah rata-rata sumber daya yang kita pakai itu anak lulusan SMA plus minus. Ada yang SMA ga lulus, ada yang lulus, sudah mentok, yang namanya sarjana ngga ada. SMP ada, SDpun juga ada.

P : Jadi ga ada penyaringan khusus ya suk atau kriteria khusus untuk sumber daya manusianya? Karena kan kok kayaknya memfokuskan pada penggunaan SDM yang ada secara maksimal.

I : Penyaringan ada, diskusi ada, sebelum penerimaan karyawan baru, cuman itu tidak dipatok dari kertas, apakah dia sarjana, SMA, SMP ataupun SD. Karena terbukti beberapa kali kita mencoba mengambil sarjana yang akhirnya, kinerjanya tidak memuaskan, cenderung lebih rendah daripada anak yang sekedar SMA atau SMP. Terus apa yang mau dijadikan patokan? Yang patokan utama bagi pabrik bisban kita ya, adalah orang atau anak yang betul-betul mau kerja biasanya kalau sudah sarjana, itu milih-milih mempertimbangkan atas kertas yang dia raih, kesarjanaanya, dengan medan kerjanya, ditimbang-timbang, akhirnyapun tidak efektif. Jadi patokannya dulu ya, adalah orang yang betul-betul mau kerja, wes itu disaring.

P : Mau kerja yang bagaimana suk? Bagaimana cara suksuk melihat bahwa SDM yang dipilih ini adalah orang yang mau kerja?

I : Mau kerja itu motivasinya dia hidup sebagai manusia harus berpenghasilan untuk menghidupi anak-istri kalau yang punya, kalau yang nggak punya ya akan menghidupi calon istri dan anak-anaknya, ini betul-betul motivasi mereka kerja itu sangat kuat. Nah pertanyaannya, dibanding dengan anak yang tidak niat kerja itu apa? Jadi kalau anak yang tidak niat kerja itu dia tidak punya motivasi, “oh iya aku harus berpenghasilan, nanti kalau aku kawin bisa menghidupi istri dan anak”, dan sama sekali nggak punya pikiran itu. Jadi akhirnya otomatis kedisiplinannya tidak terjaga. Dan akhirnya akan diputus dan dikeluarkan oleh perusahaan karena dia tidak disiplin gitu. Ya istilahnya yang utamanya tadi disiplin lah ya, cuman disiplin

(28)

83

itu dicetuskan oleh itu tadi motivasi orang yang betul-betul mau kerja karena memikirkan jauh kedepan, “nanti aku harus mencicil sepeda motor”, termasuk kayak gitu. Lah dulunya yang namanya quality control itu sangat istimewa, contoh ya, setiap satu jam, hasil produksi, harus dipotong 10 centimeter, apa saja yang diproduksi melalui mesin itu dipotong 10 centimeter, terus dicek oleh khusus tim quality control yang mengevaluasi potongan 10 centimeter. Nah apa yang dicek?

Jumlah benangnya betul nggak, warnanya betul nggak, tipe rajutannya betul nggak, kepadatannya betul nggak, karena semua harga jual bisban itu tergantung dari itu, jumlah benang dan kepadatannya, kalau misalnya patokannya 1 yard itu mempunyai bobot X gram, terus mereka kepadatannya salah nyetel, jadi X + 10 gram, lah nanti perusahaan rugi, atau sebaliknya yaitu tipis, nantinya kita akan di complain pelanggan. Jadi setiap hari pasti ada satu kertas dengan contoh itu disodorkan ke admin untuk didata macem-macem. Nah itu akan kita serba tau sebelum complain itu datang dari pelanggan. Ya itu maksudnya yang luar biasa, seperti ISO, ISO 9000 mungkin begitu ya cara kerjanya cuman dengan sumber daya yang kembali tadi, yang kita miliki, itu tidak bisa menjaga kedisiplinan administrasi, jadi akhirnya contoh 10 centimeter yang dipotong itu hanya untuk memuaskan atasan, sudah tidak real lagi, jadi itu kami nilai dengan sebuah kegagalan, konsepnya luar biasa, paham ya sampai situ ya? Cuman nggak jalan, kenapa nggak jalan? Ya karena itu sumber daya.

P : Jadi pada saat itu sudah direncakan matang-matang ya suk? Bagaimana suksuk melakukan pembagian tugas quality control ini?

I : Ya, sudah sip itu. Terus pada awal kerja, ada tim SPK, yang memberikan perintah agar produksi sesuai dengan order, terus ada tim yang mengontrol semua mesin atas kelancarannya yaitu tim operator produksi, terus tim finishing, dilain hal dia mengerjakan penggulungan bisban dan pengepakan, tetapi juga melihat apakah bisban sudah bagus untuk di pack. Juga ada tim quality control khusus untuk mengawasi semua, mulai dari proses penggulungan beam, produksi, hingga finishing. Sekarang tim untuk proses produksinya sebelum menjadi barang jadi atau tehnikal, orang tehnik mesin atau elektro, itu semua di tes secara elektro, elektronik atau permesinan. Kalau itu benang putus, itu mesinnya kan berhenti, kalau elektroniknya nggak wajar, benang putus dia jalan terus, akhirnya yan diproduksi

(29)

84

reject, ya nggak mati-mati mesinnya. Lah itu tidak ada pengontrolnya, kalau mekanik, kan di mesin ada fanbelt nya, itu kalau tidak dikontrol, rentas gitu ya, nanti tau-tau malemnya putus. Terus malemnya siapa yang bisa ganti, nggak ada orang yang ngerti, terus stoknya dimana. Nah itu 2 contoh ya, itu semuanya tidak jalan. Kenapa nggak jalan? Ya karena kualitas sumber daya. Loh kok nggak dikasih sanksi? Sudah, sudah kita sanksi, ya akhirnya sanksi itu tidak mempan, bukan mereka minta diturunkan jabatannya, atau dipecat, bukan. Mereka pingin, Cuma dari psikologinya mereka itu nggak mampu menjalankan kayak begitu itu. Lah terus kalau ada pertanyaan, “loh berarti sistem yang buagus itu tidak mungkin berjalan?”, oh mungkin.

P : Maksudnya suatu sistem yang bagus belum tentu menghasilkan buah yang bagus?

I : Oh itu menghasilkan buah yang bagus, cuman tidak bisa jalan, kenapa?

Karena pelaku-pelakunya itu tidak punya disiplin administratif. Biarpun dengan mereka sanksinya dipecat, tetap tidak bisa. Ya akhirnya mau diganti 10 kalipun, ya pecat masuk baru pecat masuk baru, ya seperti itu. Itu karena sumber daya yang sudah begitu. Makae kan tadi kan kembali, “gimana susah ngatur orang?”, ya susah nggak susah ga usah dipikirkan, ini sekarang buktinya, bukan susah, sudah semuanya, konsepnya jelas, merekapun loh tidak melakukan itu dipecat juga nggak terpikir. Jadi nggak bisa jalan? Oh bisa, apa yang dibutuhkan? Kita membutuhkan seorang manajer yang khusus untuk menangani SDM, yang mengontrol semua masukan ini kebenarannya dan diingatkan. Kalau dipecat percuma, dan ini kenyataan lho ya, dipecat bolak-balik yaganti terus, jadi nggak bisa, kita butuh seorang manager SDM yang bisa mengingatkan, dan terus mengingatkan sampai mendarah daging, ya akhirnya semuanya bisa jalan.

P : Tapi itu sudah suksuk terapkan?

I : Oh sudah, cuman tidak ada yang bisa, termasuk saya nggak bisa.

P : Nggak bisanya karena apa suk?

I : Nggak bisanya itu karena waktu yang dibutuhkan itu betul-betul full. Kalau aku suruh nangani itu, waktuku habis, jadi mesti khusus seorang manajer yang

(30)

85

melakukan ini, dan itu tidak ketemu. Cari-cari dan tetap tidak ketemu. Alias orang ini tidak bisa melakukan tugas seperti yang kita harapkan supaya semua sistem quality control yang buagus ini jalan, nggak bisa. Kenapa nggak bisa? Ya kembali ke kualitas sumber daya kita. Sarjana! kelasnya wes kita pakai sarjana. Kenapa nggak bisa? Ya karena budaya Indonesia yang namanya ewuh pekewuh, sungkan- sungkanan, tidak berani tegur, itu yang membunuh semua cita-cita berjalannya sebuah manajemen yang bagus. Itu ditataran kita lho ya, gatau pabrik yang gajinya sudah puluhan juta ya nggak tau lagi, cuman kita sekarang kan realistis saja, dengan gaji yang sekian ini, kita mengharapkan orang yang seperti begitu itu tidak ada.

P : Berarti kapasitas dan kapabilitas sumber dayanya kurang memadai suk?

I : Tergantung, yang mana dulu, kalau sumber daya seperti mesin, komputer, software, alat timbang, alat-ukur panjang, alat penggulung, kita memadai ya disana untuk menjalankan sistem quality control ini. Cuman kalau berbicara sumber daya di manusianya, kurang memadai untuk menjalankan sistem seperti itu, ya itu tadi, ewuh pekewuh, dan tidak ada disiplin, tidak ada niat pribadi yang tinggi untuk membuat produk dengan sungguh-sungguh.

P : Setelah suksuk melihat fakta bahwa sistem tersebut kurang efektif, apakah suksuk melepas begitu saja? Dan bagaimana bedanya dengan sekarang?

I : Jadi hasil nyatanya, bakalan kalau pakai sistem yang menurut saya gagal tadi itu, itu tidak akan pernah pelanggan yang complain, sesuai dengan apa yang direncakan dan diharapkan. Kalau dengan sekarang itu masih ada complain dari pelanggan, jadi kalau dibandingkan, itu lebih tinggi. Cuma kita nggak mampu disitu, jadi kita lepas yang tim pengawas quality control itu, kita mampunya dengan sumber daya ini sudah tepat, jadi ketepatan itu relatif, disesuaikan dengan sumber daya yang kita punyai sudah cukup, alhasil ya ada complain dari pelanggan. Dan dibilang sudah tepat karena complain-complain dari pelanggan itu sudah bisa kita cover, apa contohnya? Kalau ada pelanggan yang complain, “oh barangmu satu roll itu isinya 50 yard, ternyata diukur hanya 49 yard, kurang 1”, ya misalnya, itu datang ke kita dan kita akan memberi ganti, tanpa menarik balik yang lama. Misalnya dia ada 100 roll, dan semuanya diukur kurang 1 yard semua, maka kita nggak meminta balik ambil saja yang lama dan kita akan memberikan 100 roll baru. Jadi QC yang

(31)

86

kurang, yang menghasilkan complain itu tadi, kita bisa cover dengan mengganti rugi pelanggan itu.

P : Bagaimana cara mengetahui bahwa target kualitas tersebut sudah dicapai?

I : Ya dari tadi itu minimnya complain, itu sudah tau.

P : Hal apa saja suk yang membuat strategi ini cocok untuk mencapai target kualitas?

I : Ya sangat bagus sekali ya saya kira, dan sudah tepat. Kita berusaha menyamakan dengan ISO 9000, dan kenyataan bagus sekali. Disisi lain quality control dijalankan, didalamnya juga ada yang bertugas mengawasi, double jadinya, kan lebih mudah tercapai targetnya, jarang ada kelolosan, kalau ini.

P : Karena di perusahaan setelah dievaluasi dan dianggap gagal, terus apakah tujuan dan target kualitas yang dibuat di awal itu sudah ditimbang berdasarkan kapabilitas perusahaan?

I : Tidak menimbang, hanya fanatisme ya, pengen sempurna. Kita nggak mempunyai kemampuan untuk menimbang. Jadi kita hanya mempunyai tujuan yang idealis, pakai sarjana untuk melakukan ini ini dan ini. Jadi ditimbang tidak, Cuma karena tujuan yang tinggi itu, dicoba. Ya akhirnya dari percobaan itu dinyatakan tidak bisa.

P : Kenapa suksuk mengambil langkah untuk ditinggalkan sistem tersebut?

I : Ya karena tidak signifikan. Kalau mau ngomong fanatisme, bagus ya bagus. Apa bagusnya? Ya itu, mungkin bedanya bisa banyak karena pada saat itu complain tidak sesering sekarang. Itu pasti itu, sudah pernah jalan, karena sudah kejelekan itu dibendung secara dini, kesalahan produksi itu terbendung secara dini.

Memang apabila saya menerapkan sistem yang lama itu bagus dan minim retur, Cuma dengan minimnya retur itu harus mengeluarkan biaya berapa itu untuk orang- orang sarjana. Sedangkan akhir yang didapat dari pelanggan juga kurang lebih sama-sama puas. Biayanya? Ya sama keluar biayanya, pas kadang kalau memang ada salah beneran, perusahaan kan harus memberi lagi, itu kan biaya, cuman

(32)

87

biayanya kan tidak konstan, seperti kalau kita ngingoni sarjana untuk khusus ngerjain ini.

P : Berarti setelah dievaluasi perusahaan seperti ini, apa tindakan yang diambil perusahaan untuk sistem quality control nya?

I : Saya hanya menghapus ya sistem quality control yang ketat itu dulu menggunakan orang-orang sarjana dan sampai mirip dengan ISO, cuman untuk sistem quality control sekarang di pegang oleh semua unit produksi di setiap mesinnya masing-masing, setelah itu di unit finishing, untuk tetap melakukan pekerjaannya tetapi juga mengawasi apabila ada barang yang tidak beres, segera dilaporkan untuk di abfalkan, dan pengawasan kualitas ini kami juga menggunakan sistem komputerisasi, yaitu dengan cara data-data harian produksi tiap harinya dijadikan label untuk setiap produk, dan ditempelkan pada tiap-tiap produknya.

Label tersebut berisikan identitas barang, warna, jenis, tanggal pembuatan. Dan ada arsipnya semua itu. Jadi ini juga termasuk sistem quality control yang jalan secara otomatis. Kalau ada complain akan tau, minta lihat labelnya, kami selidiki lagi di arsip file komputer dan akan ketahuan, siapa saja yang bertanggung jawab dalam pengerjaan barang tersebut.

P : Kalau ada kesalahan, dan sudah tau siapa pelaku produksinya pada saat itu, apa yang akan ditindaki perusahaan?

I : Karena sistem quality control perusahaan kami serahkan masing-masing pada setiap individu karyawan, ya tentu kita akan meningkatkan motivasi mereka dengan cara membuat mereka jera. Dengan cara apa? Ya ditimbang itu tadi, abfalnya. Semakin banyak ya uang mereka akan berkurang. Untuk itu secara tidak langsung orang akan lebih berhati-hati akan pembuatan bisban ini sehingga kualitas terus mereka jaga dan nggak main-main jadinya. Dan sistem label ini lebih relevan secara bisnis. Jadi ini sistem label bukan yang baru di quality control. Label sama pengawasan itu pararel lho jalannya, terus yang pengawasan ini merotol, akhirnya kita jalan label tok. Istilahnya kalau dulu, label itu mengawasi sistem ISOnya jalan apa enggak. Kalau sekarang dengan nggak adanya ini, berarti label itu mengawasi pelakunya, karena semasa ada yang sistem ISO ini pelakunya jadi tidak dominan,

“salahnya yang ngecek kok nggak becus”, kan jadi itu yang dipikirkan pelaku.

(33)

88

P : Oh berarti dulu pengawasan yang mirip ISO sama label, terus sekarang setelah ditimbang-timbang nggak relevan, akhirnya dilepas yang pengawasannya?

I : Iyaa betul.

P : Sumber daya manusia yang digunakan untuk quality control pengawasan tadi bagaimana dan apa sudah tepat? Dan berdasarkan apa suksuk memilih SDM yang bersarjana?

I : Yaa, mereka dituntut untuk berpikir lebih kompleks ketimbang anak SMA biasa, ya apa artinya kompleks itu? Ya multitasking itu tadi, termasuk pencatatan, administrasi, kalau seorang sarjana biarpun strata satu kan sudah terbiasa menulis evaluasi, analisis, kan akrab. Kalau anak SMA kan ngajarin lagi, kelamaan. Jadi pertimbangannya ya di administrasinya itu, karena banyak mencatat. Supaya lebih gamblang ya, sekarang dibalik aja, kalau sekarang disiapkan manusia yang mampu menangani itu, dua ya, butuh nangani yang ini dan yang itu, apakah perusahaan tetep menjalankan? Ya jawabannya tidak. Dengan bidang bisban ini, itu ternyata tidak butuhkan sistem ISO. Kalau ditanya lho ya.

P : Bisa dijelaskan lagi suk supaya lebih jelas dan terpapar semua kok bisa tidak membutuhkan sistem quality control yang ketat seperti ISO yang sudah suksuk terapkan?

I : Karena itu tadi, Gaji, dua orang sarjana yang mengani sistem ISO itu tetap tidak bisa menjamin 100 persen, karena konsepnya tidak ada didunia ini yang sempurna, tetap ada lolosnya. Sedangkan tujuannya ISO ini kan untuk memuaskan pelanggan supaya yang dipesan itu sesuai dengan spek yang ditetapkan atau dibayar, dan ini sudah bisa dicover dengan cara itu tadi.

P : Sedangkan nggak harus mengeluarkan biaya banyak-banyak untuk membayar pegawai sarjana untuk quality control, bisa dilakukan dengan responsibility berupa retur itu tadi ya suk?

I : Iya, yang akhirnya tujuannya tercapai juga, puas pelanggannya.

P : Berarti suksuk melepas quality control yang bagus itu tadi untuk efisiensi karena dinilai perusahaan hasil akhirnya sama?

(34)

89

I : Iyaa betul. Cuman Kresna harus menulis kalau ini dibidang bisban, kalau umpama kita produk itu dibidang alat-alat kesehatan, tentunya QC ini tidak bisa dibuang, karena ini menyangkut nyawa orang ya, kalau misalnya jarum itu, terus itu nggak steril atau ada masalah ini itu langsung di suntikkan, itu kan membahayakan nyawa orang. Jadi ga bisa dibuang, dan nggak ada yang bisa dipuaskan atau dipertanggung jawabkan, sudah penyakitan orangnya, mana bisa dikembalikan sedia kala.

P : Jadi dinilai kalau ini bidangnya beda, bisa diberikan alternatif lain untuk kepuasan pelanggan. Ini kepuasan pelanggan untuk teori yang dipakai juga termasuk tujuan akhir dari quality control.

I : Lah makanya tujuannya dulu apa kan tadi.

P : Kalau yang dipakai ini, selain kepuasan konsumen, juga memenuhi harapan konsumen akan produk ini, yang didalamnya termasuk ada durability, specification, dan ada lagi estethic, dan lain-lain.

I : Termasuk misalnya kabilator mobil, ya, itu kalau tidak ada quality control, orang kalau beli mobil, kadang banter kadang pelan, lah itu kan nggak bisa, harus ada quality control. Kalau bisban ini nggak, jadi kita nggak perlu fanatik serba harus quality control, lihat bidang dan spesifikasinya tadi itu. Cuman memang bukan berarti kalau bidang diperusahaan bisban tidak perlu quality control, perlu, cuman tidak sampai yang fanatik itu tadi. Quality control secukupnya, tetap diawasi, dan tetap melakukan kualitas semaksimal mungkin tetapi sistem tersebut kita bebankan pada setiap individu pelaku masing-masing.

P : Ya itu tadi ya suk, tetapi dengan fokus pada efisiensi, dampak buruknya kelolosan produk yang gagal kepada konsumen, nah sedangkan dengan adanya produk gagal itu tadi suk, di latar belakang bab 1 saya, itu memang kalau quality controlnya jelek ada 3 kerugian dari perusahaan. Pertama rugi waktu, rugi uang, dan rugi usaha.

I : Apa itu maksude?

(35)

90

P : Usaha itu gini suk maksudnya, kayak gini, kalau semisal suksuk udah bikin satu hari 100 roll, cuman ada yg di retur 10. Kan harus bikin ulang lagi, satu hari bikin 110. Itu kan perusahaan jadi usaha lagi suk. Usaha tambahan.

I : Yawes ngomong ae itu rugi usaha. Yang kedua tadi nggak usah. Kalau saya bilang nggak perlu pakai usaha ya, terlalu besar ya. Ya semuanya itu kalau di global ya rugi usaha. Kan kalau di preteli ya apa rugi usahae? Ya waktu, ya uang.

Dan itu masih nggak terlalu penting, yang terpenting ini kepuasan dan kepercayaan pelanggan ini menjadi cacat. Kalau aku ngomong ya ada 4. Semuanya ya kerugian usaha namanya, kalau dipecah-pecah ya harus konkrit, kan harus konkrit. Yang penting dua itu tadi, kepuasan pelanggan dan kepercayaan, nah kalau itu cacat, sangat mahal itu, kalau duit kan bisa dicari ya, kalau sudah nggak percaya, pelanggan lari, lari ke pabrik lain. Wah itu mau ngambil lagi itu mau ngoceh apalagi. Nanti sudah kelar terjadi lagi, wah repot wes. Cuman tujuan itu tadi sudah kami antisipasi dengan mengganti rugi. Dan lagi dari label itu, kan bisa di track balik, ini hasil tanggal apa, terus orangnya siapa, itu sudah ada ketakutan disitu.

Jadi ketakutan itu sudah semi-semi menjamin hasil itu ga boleh salah. Itu secara esensial lebih mendasar, langsung kena ke dia.

P : Cuman sebelum ke konsumen ini, gini suk, biasae kan, kemaren Kresna kan tanya e bagian admin pemasarannya. Mbak Marsi. Itu setelah dilihat arsip produksi harian, disitu kan ada datanya, roll, persentasi penyimpangan, standar kilo.

Nah itu kalau penyimpangannya terlalu tinggi kan nggak bisa dikasihkan itu suk?

I : Kalau terlalu menyimpang ya dibuang dulu / di keep dulu. Terus kalau kita tau pelanggannya itu dibidang apa, bisa di nego, ya dikasi tau, “eh produkmu itu kan minta e 1 yard 3 gram, ini ketipisan, bagaimana? dibuatkan baru atau ini diterima aja?” Harganya beda kan. Ya tetap rugi masihan.Ya kayak begitulah contohnya, berarti kan sistem manajemen yang berkaitan dengan quality control, nggak melulu label. Tadi dari datanya Mbak Marsi kan juga sudah ada toh. Itu kan termasuk unsur quality control juga. Itu software saya yang bikin lho. Masuk itu ditimbang.

(36)

91

P : Jadi secara nggak langsung juga mengawasi kualitas dari produk itu sendiri ya suk, cuman waktu dulu pengawasan dipadu dengan ISO itu tadi, apakah yang software ini juga jalan bersamaan?

I : Oh iya ada sudahan. Sudah ada semua. Ini ada, label ada, ditunjang dengan ISO tadi, pokoknya paling pelik lah tujuan kita itu, udah siippp dah. Karena sudah terbiasa di Jerman itu kayak begitu, kerjanya itu nggak bisa serampangan, semuanya harus bisa mendasarkan. Itu kan kebawa waktu saya datang. Jadi idealis lah istilahnya. Ya cuma untungnya saya realistis ya, semua itu tidak fanatik, harus dilihat secara realistis, apa yang diteorikan itu bawa hasil mumpuni apa enggak.

Software itu kan ada, dibawahnya tahun berapa itu, tahun 90an. Lama itu.

P : Ya itu ada standar kilo, hasil kilonya per produk dll. Ya itu, apa itu ada quality control-nya suk? Itu kan lolos dari label itu, berarti itu kan full dari mesin sendiri?

I : Itu kan dari software kan ditimbang dulu, pertanyaannya itu, apa nggak keliru ta timbangannya?

P : Yaa, itu kan masalah mesin ya suk, nah apa itu apa nggak ada yang dijaga?

I : Apa yang dijaga?

P : Ya mungkin selama proses produksi itu mesinnya bagaimana pengecekkannya?

I : Oh iya dong, operatornya yang keliling terus. Yang pertama ngeset, umpama ini jenis ini, wes selesai, kan produk baru kan, itu ada tim khusus yang ngeracik rajutannya, jumlah benangnya apa, itu nanti dipotong, dan ditimbang sekali, wes mari ya jalan. Bukan ngawur-ngawuran semua. Wes ada speknya.

SPKnya sudah difoto nggak?

P : Oh bukan SPK suk, yang tak foto itu, itu wes nggak pakai suk, ada potongan, potongan bisban yang 10 centimeter, yang selalu dipotong waktu ada ISO. Dan itu cerminan aja hasil potongan untuk quality control. Itu wes nggak dipakai sih suk, karena sudah nggak jalan.

I : Ya itu, yang saya berhentikan itu kan, sistem pengawasan ISO itu.

(37)

92

P : Apa bedanya potongan kecil itu dengan label suk? Kan hampir sama, ada kode-kodenya, juga ada yang penanggung jawabnya. Itu kan hampir sama suk?

I : Kalau label sekarang itu kan mengacu ke pelakunya. Jadi jenis bisban ini ada labelnya, dari label ini kita akan tau, ini jenis apa seh. Itu diurut balik itu merujuk ke pelakunya.

P : Yang di arsip potongan kecil itu juga ada pelakunya suk?

I : Itu kan yang meracik, bukan yang nggulung. belum ada hubungannya sama yang nggulung. Label itu kan sudah di roll, baru keluar label. Kalau yang potongan- potongan itu masih di mesin.

P : Oh jadi waktu nggulung, kalau cacat itu udah tau waktu digulung ya suk?

Kalau semisal, ini ada produk yang jelek, kan suksuk langsung tau nih pelakunya, pelakunya katanya suksuk di penggulungan. Itu berarti kan secara nggak langsung oh ini cacat, tahu penggulungnya si A, berarti, memberikan sanksi sama si A?

I : Kita nggak tau saat itu, nggak tau pada saat dikasih label masuk gudang itu, nggak ada yang tau cacat nggaknya. Kalau ringan atau beratnya Mbak Marsi tau, karena ada penyimpangan berat, itu tau, sudah kayak gitu jalannya, bilang sama pelanggan, ini ketipisan, ini mau dibuatkan baru atau kamu mau ini saja nanti dipotong harganya? Itu mengenai berat, kalau cacat, salah total lah ya, ya nggak tau, nanti dikirim pelanggan, baru pelangganya ngomel, terus kita datang, terus kita data, nomer berapa. Terus ketahuan, yang gulung sapa dan yang produksi sapa.

Yang ngawasi mesin itu lho sapa.

P : Kira-kira yang salah dan yang bertanggung jawab siapa suk?

I : Yang mesin, yang nggulung pasif, nggak akan tau. Jadi kalau yang salah penggulung itu biasanya panjang pendeknya. Misal 30 yard, dia nggulungnya 25 yard.

P : Itu ketahuannya di sebelum ke pelanggan apa sudah ke pelanggan yang panjang sama pendeknya 1 roll?

I : Terlalu panjang, terlalu pendek atau terlalu rusak, itu taunya hanya di pelanggan.

(38)

93

P : Cuman biasanya kalau complainnya terlalu pendek berarti yang disalahkan yang penggulung ini disalahkan?

I : Kalau terlalu pendek yang penggulungnya yang disalahkan, kalau cacat, salah benang, salah warna, ya itu yang mesin yang disalahkan. Cuman ke detect itu, kalau diurut balik ke detect.

P : Pakai SP nggak suk?

I : Pakai.

P : Tiga kali?

I : Iyaa, satu dua tiga. Makanya kita diusahakan kan mencari pekerja yang termotivasi ya, karena quality control kita sudah lepas dari pengawasan kayak ISO tadi, jadi kita bebankan pada masing-masing individu sudah. Maka dari itu kembali kita rubah ke gaji mereka, karena gaji mereka itu tinggi, dan mereka butuh uang untuk membiayai, itu yang saya kira akan membuat orang menjadi niat kerja. Kalau misalnya gajinya pas-pasan, atau di bawah standar, kayaknya dia keluar dan kerja di lain tempat ya sama saja. Jadi tidak ada sesuatu yang dipertahankan, lah itu tadi kalau tanya fungsinya duit untuk sistem quality control ini untuk apa. Ya kita kalau mau cari tenaga kerja yang bertanggung jawab yang harus ada imbalan duit. Kalau enggak, ya nggak jalan dan ngga balance itu, omong kosong.

P : Tenaga kerja juga termasuk bagian dari sistem yang menggerakkan sebuah sistem itu sendiri juga ya suk.

I : Iyaa, makanya di tempat kita turn over sedikit setelah saya rubah seperti ini. Justru mereka kalau ada kesalahan begini mau dikeluarkan itu sudah ketakutan.

Jadi bener-bener lah kerjanya. Karena sistem yang diciptakan itu sudah jalan. Dan untuk bisban ini sudah cukup dengan sistem kayak begitu, sudah lebih konkrit to sekarang. Perusahaan tidak tau, jadi quality control dalam perusahaan itu istilahnya teori, ga ada yang bisa mencegah secara dini seperti tadi ISO. Itu mencegah. Kalau ini nggak ada. Bablas. Nanti pelanggan yang lapor, ganti rugi kita, terus diurut balik, siapa pelakunya. Dan ini sudah konsep yang bagus. Kalau quality control, pelakunya nggak terlalu takut loh.

(39)

94

P : Apa yang membedakan suk kok nggak terlalu takut?

I : Ya ewuh pekewuh itu tadi. Salah? Paling ya nanti dikasih tau salahnya dimana. Tidak ada tindakan langsung kan? Ewuh pekewuh, mereka saling merahasiakan, saling membenahi dan merahasiakan. Dan itu tidak menggigit. Jadi orang itu akan berpikir seperti “Asal ae, ntik lak diomongi salahnya dimana, ditegur, yawes selesai”. Ini psikologis ya. Kalau sekarang tidak ada begitu.Yang anu itu pelanggan. Contoh konkritnya ada. Jadi yang mengahikimi mereka siapa?

Ya pelanggan itu, yang lapor. Konkritnya ada, labelnya ada.

P : Cuman kan sekarang masih ada quality control-nya ya suk? Cuman quality control-nya kan di setiap pelaku produksi itu tadi?

I : Iyaa, ya yang paling penting mereka bertindak itu harus sesuai dengan resepnya, makanya kalau kesana, coba dilihat lagi, di setiap mesin kan ada kertas yang nggantung. Ya itu yang namanya SPK. Jadi gini, Mbak Marsi, dan Pak Sono, itu kan dia nangani marketing kan ya, nanti ordernya dicatet di komputer, dari komputer nanti diracik menjadi SPK. Apa SPK itu? SPK adalah surat perintah kerja untuk si mesin. Harus diproduksi ini ini ini. Terus kalau mesin ini sudah jenis A, terus dia dapat SPK. Oh sama SPKnya, ya cuman njalano tok. Kalau ganti model dari tipe A, ke tipe B, itu ada orang khusus. Bukan operator ya, tetapi tim khusus yang meracik jadi modelnya, juga benangnya, dan warnanya diracik. Terus yang ada kertas kecil yang sudah nggak jalan, itu hasil racikan itu, ditimbang terus sesuai hasil racikan itu, oh berarti sesuai dengan SPK. Wes.

P : Sampai sekarang ya suk?

I : Sampe sekarang itu. Cuma sekali lho ya. Kalau dulu itu setiap jam lho.

Yang tak omongno pengawasan gagal itu. Dulu setiap jam. Ini sekarang sekali tok kalau ganti model. Kalau nggak ganti model ya nggak ada. Diracik, wes mari diracik, nyoh, betul, wes yang njaga tinggal operator mesin saja.

P : Operator produksi itu?

I : Ya, operator produksi. Ya itu dia njaga apa? Ya njaga, nggak boleh benangnya putus, nanti disambungnya salah ya operator. Kan benange banyak terus ada yang putus, ini pedot, del, kan harus diambilkan lagi disambung dengan benar.

(40)

95

P : Oh jadi yang operator produksi sama SPK itu sama suk, tak kira operator produksinya juga yang ngeracik.

I : Oh nggak sama. Kerjanya kelihatannya sama, cuman tanggung jawabnya nggak sama.

P : Kenapa nggak dibikin sama suk?

I : Oh itu keahlihan khusus itu yang meracik. Dan gajinya lebih tinggi mereka. Itu ngeracike nggak cuman benang tok lho itu. Bawahnya mesin juga diganti lho.

P : Cuman yang tim khususnya SPK itu ngatur maintenance mesinnya?

I : Tidak. Mereka murni administrasi.

P : Jadi murni meracik yang ditulis kertas itu ya suk.

I : Iya. Harus digulung sekian bim yang gede-gede, dan nanti terjadinya harus berapa ratus roll.

P : Itu pernah nggak suk terjadi kesalahan?

I : Oh sering.

P : Itu kan ketahuan di label suk? Kan ketahuan di label. Itu tim khusus SPKnya kena nggak suk?

I : Kena, yang salah kan SPK kalau gitu itu.

P : Oh bukan operator produksinya suk?

I : Gini, gini, sek, jadi lahirnya SPK kan dari order, order itu ada jenis A, B, C blablabla, warna, terus jumlah roll. Kan tidak selalu rollnya sama. Kalau order dikumpulkan semua lahirlah A, B, C. Warnanya wes ya, wes termasuk disitu. Ini harus produksi 1000 roll, 2000 roll, 3000 roll. Ini kan masuk yang meracik, SPK.

SPK itu harus membuat SPK, yang nantinya kalau diproduksi itu ya harus terjadi jenis A 1000 roll, jenis B 2000 roll, dan jenis C 3000 roll. Yang sering keliru, ini yang 1000 roll jadinya cuma 500 roll. Terus habis 500, kehabisan benang. Itu yang pertama. Kedua, bisa jadi yang 2000 roll ini jadi 3000 roll. Salah disini gitu. Warna

(41)

96

yang merah dia bikin SPKnya merah muda. Yang mereka bawah itu kan nggak tau.

Mereka kerja sesuai SPK ini kan ya. Ya kalau ini yang disalahkan ya yang membuat SPK. Administrasi lho ya ini. Wes, asumsi ini bener semua ya, A 1000, B 2000, C 3000, turun ke tim khusus yang meracik sesuai SPK. Ini bisa terjadi salah. Sama, SPKnya sudah jelas-jelas merah, mereka masangnya merah muda. Yang mestinya merah muda ini jatahnya untuk yang lain. Itu bisa terjadi. Yang paling fatal ini yang di SPK. Karena dia yang diatas. Kalau dari atas benar, yang bawah tinggal ngikuti saja. Proses produksi sudah paham apa belum disitu? Dari SPK itu digulung gede- gede dulu lho ya, setelah itu baru dipasang di mesin.

P : Iya suk, kan ada penggulungan dulu itu suk.

I : Ya. yang nggulung ini berdasarkan SPK juga. SPK itu ada 2 macam. Satu, untuk perintah penggulungan yang gede-gede. Namanya SPK gulung benang. Itu bisa keliru di warna dan benangnya. Yang kedua itu, SPK yang meracik di mesin.

Yang racikannya.

P : Yang SPK di mesin itu yang diracik apanya suk?

I : Motif rajutan.

P : Oh itu dia yang membuat list motif. Itu SPK keduanya administrasi semua berarti suk?

I : Iya SPK dua-dua administrasi itu. SPKnya kecil-kecil itu yang nggulung gede-gede. Satu lagi yang gede-gede yang ngantol di mesin.

P : Kok bisa yang penggulangan kecil-kecil?

I : Bukan, yang di penggulungan itu kecil, kertasnya Cuma seperdelapan dari kertas ini lho, segini. Ya ini juga SPK. Digulung. Kalau di mesin itu gede-gede.

SPK. Apa bedanya? Yang kecil itu hanya menyebutkan untuk jenis bisban ini, jumlah benangnya ini, warnanya ini. Wes. Jadi mereka dengan ini mereka wes nggulung gede-gede ini. Terus gede-gede ini kan dibawa ke mesin rajut. Nah di mesin rajut itu ada lagi SPK gede. Ini ada koneksinya, bukan ngawur. Jadi nggulung sekian ini untuk mesin apa, itu sudah tau, motif rajutannya apa. Kurang paham ya?

Gini misalnya. Ini ada jumlah benang 60 benang. Satunya lagi 60 benang. Cuma 60

(42)

97

benang sama-sama 60, warnanya sama-sama hitamnya, ini untuk jenis X, ini tunuk jenis Y. Ini nanti di mesin itu, SPKnya, sudah ada, ini jenis X, dan ini jenis Y. Yang masing-masing membutuhkan 60 benang. Cuma 60 benang ini kan menghasilkan jenis rjutan yang berbeda. Jadi 60 benang itu bisa jadi 1001 jenis bisban.

P : Kenapa harus dibedakan seperti itu suk? Kok nggak dijadikan satu?

I : Jadi yang nggulung gede-gede, itu sudah tau alamatnya, ini nanti mau dipasang di mesin apa, sudah ada disitu.

P : Ini yang di penggulungan?

I : Ya, yang dipenggulungan. Yang kertas kecil-kecil. 60 benang ini nanti dipasang di mesin apa, sudah alamatnya disitu. Nanti yang kertas gede ini sudah konek sama itu. Ini produksi jenis ini, pakai gulungan yang itu tadi, sudah konek.

P : Tapi yang kertas kecil itu tadi yang nulis ke alamat mesin mana, terus yang kertas gede, jenis apa, rajutannya, dan maunya benang apa saja dari yang penggulungannya.

I : Nanti ada 60 benang lagi, untuk mesin yang lain lagi, jenisnya lain lagi.

Jadi sama-sama 60 benang, warna hitam. Yang satu bisa cuma bikin kecil tebal, yang satu agak lebar cuma tipis. Sama-sama 60 benangnya. Ini namanya jenis bisban yang berbeda biarpunjumlah benang dan warnanya sama.

P : Tapi cuman kalau yang pertama sudah alamat kesini, kan sudah one way suk. Buat apa yang satunya minta lagi untuk yang sebelah sana. Kan yang SPK produksi tinggal minta rajutan jenis apa, benangnya apa, dll.

I : Lah disitu sudah alamatnya mesin ini, jenisnya juga sudah ada, terus yang diproduksi itu untuk apa gitu to? Disini ini untuk resepnya. Sek, yang kertas kecil kan sudah ada peruntukkannya, mesin nomer 1, jenis produk A, yang satunya lagi sama, 60 benang, untuk mesin nomer 10, jenis produk B. Wes ini kan tau, “oh jenis produk A”, Tapi apakah dia hafal jenis produk A itu kayak apa? Meskipun hafal, perusahaan tidak akan percaya. Perusahaan memberikan kertas gede, yang tertera resepnya. Produk A itu, rantai, bawah itu ada rantai ya, ada kombinasinya, itu kombinasinya gini gini, yang ada tulisannya palang bunder palang bunder. Itu resep

Referensi

Dokumen terkait

CASE merupakan suatu teknik yang digunakan untuk membantu satu atau beberapa fase dalam life-cycle software, termasuk fase analisis, desain, implementasi dan maintenance dari

Pada pelaksanaan siklus I nilai-nilai yang diperoleh peserta didik kelas XI TPM B SMK Negeri 2 Surakarta pada pembelajaran mata diklat CNC Dasar TU-3A

Pengendalian sesi kaunseling secara profesional , penyediaan laporan perkhidmatan dan pematuhan Akta 580 dan Kod Etika Kaunselor dengan baik. Pengendalian sesi

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 3 SD DALAM PEMBELAJARAN IPS.. Universitas Pendidikan Indonesia

Pemasaran Mitsubishi Yogyakarta (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran PT. Borobudur Oto Mobil Mitsubishi Dalam Meningkatkan Penjualan Pajero

I keep several small starter boxes called nucs around. These 5 framed bee boxes are ideal for many chores in beekeeping and well worth making or buying. The photos on this page

Buat kelas Java yang baru untuk user interface dengan melakukan klik-kanan pada GreeterJavaProject pada panel Projects dan pilih New / JFrame Form.. Jendela

 Wacana lengkap, unsur bahasa bervariasi dan menggunakan ungkapan yang menarik  Idea relevan, huraian jelas dan matang.. Baik 20-25  Menepati tema