• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN DAN FEEDING RATE BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KEPITING BAKAU (Scylla sp) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN PAKAN DAN FEEDING RATE BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KEPITING BAKAU (Scylla sp) SKRIPSI"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KEPITING BAKAU (Scylla sp)

SKRIPSI

ARIF FADHILAH RAHMAN 170302035

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2022

(2)

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KEPITING BAKAU (Scylla sp)

SKRIPSI

ARIF FADHILAH RAHMAN 170302035

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2022

(3)

(4)

DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Arif Fadhilah Rahman NIM : 170302035

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Pakan Alami dan Feeding Rate Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Kepiting

Bakau (Scylla sp)” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumberdata dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, April 2022

Arif Fadhilah Rahman

(5)

ARIF FADHILAH RAHMAN. Pengaruh Pemberian Pakan dan Feeding Rate Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Kepiting Bakau (Scylla sp). Dibimbing oleh Ir. SYAMMAUN USMAN, M.P

Kepiting bakau juga merupakan salah satu spesies yang bernilai ekonomi tinggi baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri. Permintaan pasar akan kepiting bakau setiap tahun mengalami pertumbuhan, hal ini memberikan angin segar kepada pembudidaya dan nelayan untuk terus meningkatkan hasil produksi yang sesuai standarisasi yang diminta oleh pasar internasional dan lokal. Pada kegiatan budidaya kepiting memerlukan penggunaan pakan dan dosis pemberian pakan yang tepat agar kegiatan budidaya kepiting bakau dapat berjalan dengan baik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan berbeda terhadap pertumbuhan kepiting bakau (Scylla sp) dan pengaruh pemberian pakan dan feeding rate berbeda terhadap konversi pakan kepiting bakau (Scylla sp). Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang dilakukan adalah perlakukan pemberian pakan alami yang berbeda, perlakuan tersebut adalah ikan rucah(P1), keong mas (P2), dan usus ayam (P3) dan perlakuan feeding rate 6% (F1), 8% (F2), dan 10% (F3).

Penelitian ini dilakukan selama 60 hari pemeliharaan untuk mengetahui pertambahan bobot, pertumbuhan panjang, feed convertion rasio (FCR), tingkat kelangsungan hidup, dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan alami dengan feeding rate yang berbeda menunjukan adanya pengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap pertambahan bobot dengan perlakuan terbaik P3F3(usus ayam 10%) dan menunjukan pengaruh yang tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan lebar karapas(P≥0,05) dengan perlakuan tertinggi pada P2F1, P2F2, P2F3, P3F1, P3F2 dan P3F3 dan pengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap feed convertion rasio (FCR) dengan perlakuan terbaik pada P3F1 (Usus ayam 6%).

Kata kunci: feeding rate, kepiting bakau, pakan alami, pertumbuhan

(6)

ABSTRAK

ARIF FADHILAH RAHMAN. The Effect of Feed and Feeding Rate Differs on the Growth and Survival of Mangrove Crabs (Scylla sp). Guided by Ir. SYAMMAUN USMAN, M.P

Mangrove crab is also one of the species of high economic value both in the domestic and foreign markets. The market demand for mangrove crabs every year is growing, this provides fresh air to farmers and fishermen to continue to increase production results according to the standardization demanded by international and local markets. Crab cultivation activities require the use of feed and the right dose of feeding so that mangrove crab cultivation activities can run well. The purpose of this study is to find out the effect of different feeding on the growth of mangrove crabs (Scylla sp) and the influence of feeding and feeding rates are different on the conversion of mangrove crab feed (Scylla sp). The study used a randomized block design (RBD) with 2 treatments and 3 repeats. The treatment carried out is a different natural feeding treatment, the treatment is rucah fish (P1), conch mas (P2), and chicken intestine (P3) and feeding rate treatment 6% (F1), 8% (F2), and 10%

(F3).

The study was conducted over 60 days of maintenance to determine weight gain, length growth, feed convertion ratio (FCR), survival rate, and water quality.

The results showed that natural feeding with different feeding rates showed a very real influence (P≤0.01) on weight gain with the best treatment of P3F3 (chicken intestine 10%) and showed an effect that had no real effect on the increase in carapace width (P≥0.05) with the highest treatment in P2F1, P2F2, P2F3, P3F1, P3F2 and P3F3 and very real influence (P≤0, 01) to feed convertion ratio (FCR) with the best treatment on P3F1 (Chicken intestine 6%).

Keywords: feeding rate, growth, mangrove crab, natural feed.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Arif Fadhilah Rahman lahir di Medan pada tanggal 30 Oktober 1999 yang merupakan Putra dari Ayahanda Yunus dan Ibunda Miswahyuni. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di TKA Dharma Wanita Medan pada tahun 2004 – 2005. Pada tahun 2005 – 2011 penulis meneruskan pendidikan di SD Dharma Wanita Medan, SMP Negeri 9 Medan ditempuh dari tahun 2011 – 2014 dan penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Dharma Pancasila 2014 -2017.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Penulis melaksanakan Kerja Kuliah Nyata (KKN-PPM) di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di konservasi penyu pantai binasi, Sorkam . Selain mengikuti perkuliahan penulis juga menjadi sekretaris departemen minat bakat PEMA Fakultas Pertanian (2019-2020), anggota Hipmi PT USU 2018, ketua bidang dana formiltan (2020).

Penulis juga menjadi asisten Laboratorium Mikrobiologi tahun 2019- 2020, Dan penulis juga menjadi pemateri pada Pengabdian Kepada Masyarakat Pulo dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (2021) serta narasumber TVRI Sumut pada program ayo bertani (2021).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Pakan Dan Feeding Rate Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Kepiting Bakau Scylla sp)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Teristimewa saya ungkapan terima kasih yang tak ternilai penulis ucapkan kepada Ayahanda Yunus dan Miswahyuni atas kasih sayangnya dan terus memberikan motivasi, doa, dukungan memberi materi dan nasihat yang tak pernah lelah di berikan kepada penulis, untuk memperjuangkan dan pengorbanan yang tak henti yang telah dilakukan untuk penulis selama ini dan juga untuk kerja keras dalam memperjuangkan penulis sampai ke jenjang pendidikan ini. Kepada kakak saya terima kasih atas doa dan dukungan semangat yang diberikan, serta kepada seluruh keluarga.

Penulis juga menyadari bahwa penulisan seminar hasil penelitian ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Desrita, S.Pi, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

(9)

3. Bapak Ir. Syammaun Usman, M.P selaku dosen pembimbing, Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc dan Bapak Rizky Febriansyah Siregar S.Pi, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan ilmu yang berharga bagi penulis.

4. Seluruh Dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan staf tata usaha kak Ayu.

5. Diri sendiri Arif Fadhilah Rahman karena telah kuat melalui fase-fase krusial didalam hidup ini, serta terimakasih untuk channel youtube pria satu persen yang selalu menemani saya.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan penelitian ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam penyempurnaaan skripsi ini. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dan kiranya Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada kita.

Medan, April 2022

Arif Fadhilah Rahman

iii

(10)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...

ABSTRACT ...

RIWAYAT HIDUP ...

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah……… 3

Kerangka Pemikiran ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Kepiting Bakau (Syclla sp) ... 6

Pakan dan kebiasaan makan ... 7

Kandungan nutrisi keong mas, usus ayam dan ikan rucah ... 10

Feeding Rate ... 11

Pertumbuhan ... 12

Kualitas Air ... 15

Feed Convertion Ratio ... 17

Kelangsungan Hidup (Survival Rate) ... 18

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

Prosedur Penelitian... 20

Rancangan Percobaan ... 20

Alat dan Bahan Penelitian ... 22

Pemilihan Tempat Uji... 22

Persiapan Kepiting Uji ... 23

Persiapan Pakan Uji ... 23

Pemberian Pakan Kepiting Uji ... 23

Pengontrolan Kualitas Air... 24

Sampling ... 24

Pengamatan Hasil ... 24

Peningkatan Bobot ... 24

Pertambahan Lebar Karapas ... 25

Rasio Konversi Pakan... 25

Kelangsungan Hidup (Survival Rate) ... 25

Pengukuran kualitas air ... 26

Analisis Data ... 26

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Peningkatan Bobot Kepiting Bakau ... 27

Pertambahan Lebar Karapas Kepiting Bakau ... 30

Feed Convertion Ratio (FCR) ... 32

Kelangsungan Hidup (Survival Rate) ... 35

Kualitas Air ... 37

Pembahasan Peningkatan Bobot Kepiting Bakau ... 38

Pertambahan Lebar Karapas Kepiting Bakau ... 39

Feed Convertion Ratio (FCR) ... 41

Kelangsungan Hidup (Survival Rate) ... 42

Kualitas Air ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45

Saran ... 45 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

2. Kepiting Bakau (Scylla sp) ... 6

3. Peta Lokasi Penelitian ... 20

4. Peningkatan Bobot Kepiting Bakau ... 28

5. Pertambahan Lebar Karapas Kepiting Bakau ... 31

6. Rasio konversi pakan pada setiap perlakuan ... 33

7. Kelangsungan Hidup Kepiting Bakau ... 36

(13)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Kombinasi Perlakuan Pemberian Jenis Pakan ... 21

2. Rata-Rata Peningkatan Bobot Kepiting Bakau ... 27

3. Analisis Variasi (ANOVA) Terhadap Bobot (gr) Kepiting Bakau... 29

4. Hasil Rata – Rata dan Standart Eror Peningkatan Bobot (gr) Kepiting 30

Bakau... 5. Rata-Rata Pertambahan Lebar Karapas Kepiting Bakau ... 31

6. Analisis Variasi (ANOVA) Terhadap lebar karapas (cm) Kepiting 32

Bakau ... 7. Rata-Rata FCR Kepiting Bakau... 33

8. Analisis Variasi Terhadap Feed Convertion Ratio Kepiting Bakau 34

Selama Masa Pemeliharaan ... 9. Hasil Rata – Rata dan Standart Error FCR Kepiting Bakau Selama .. 35

60 Hari Masa Pemeliharaan ... 10. Tingkat Kelangsungan Hidup Kepiting Bakau Selama 60 Hari Masa 36

Penelitian ... 11. Nilai Kualitas Air Pada Bagan Perairan Selama Penelitian ... 37

vii

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kepiting bakau merupakan kepiting yang biasa dikenal dengan nama mud crab atau mangrove crab. Penamaan tersebut diberikan dengan alasan kepiting ini ditemukan pada hutan bakau atau mangrove yang dijadikan sebagai habitatnya. Pemanfaatan lahan mangrove secara besar-besaran untuk tambak udang secara intensif dan super intensif telah menimbulkan degradasi lingkungan, serangan penyakit, kualitas benih rendah, di samping pelayanan dan penyuluhan yang tidak memadai (Wibowo dan Handayani, 2006).

Kepiting bakau juga merupakan salah satu spesies yang bernilai ekonomi tinggi baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri antara lain di Asia (seperti Singapura,, Thailand, Taiwan, Hongkong dan China), maupun di Amerika dan Eropa yang hidup pada ekosistem mangrove. Pada beberapa tahun terakhir penangkapan serta pembudidaya kepiting bakau berkembang di Indonesia karena tingginya nilai ekonomi dan merupakan salah satu komuditi ekspor.

Kepiting ini banyak terdapat di area pesisir dimana terdapat mangrove dan air payau yang merupakan habitat asli kepiting bakau (Akil, 2020).

Pemenuhan permintaan kepiting bakau sebagian besar 61,6% masih dari penangkapan alam, sedangkan dari budidaya hanya sebagian kecil 38,4%.

Pengambilan kepiting secara terus menerus dari alam tanpa adanya upaya membudidayakan dikhawatirkan akan mengurangi ketersediaanya bahkan dapat mempercepat kepunahannya. Masyarakat saat ini masih sedikit yang mengusahakan pembesaran kepiting, karena selama ini mereka hanya mengambil kepiting langsung dari hutan mangrove di samping belum ada teknologi

(15)

pemeliharaan kepiting yang diperkenalkan kepada mereka. Dengan semakin meningkatnya permintaan akan kepiting bakau, maka seyogyanya produksi kepiting bakau tidak hanya diprioritaskan dengan mengandalkan dari kegiatan penangkapan, tetapi perlu upaya lain untuk meningkatkan produksi. Salah satu diantaranya dengan melalui kegiatan budidaya intensif sebagai alternatif untuk memenuhi permintaan tersebut (Saidah dan Sofiah, 2016).

Kepiting membutuhkan pakan yang sesuai dengan kemampuan penampungan dan daya cerna alat pencernaan kepiting. Pemberian pakan yang baik adalah pakan yang mengandung beberapa kandungan penting, seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Dapat meningkatkan pertumbuhan kepiting, dengan cara menyesuaikan. Persentase pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan, maka energi yang dihasilkan juga akan sesuai (Qomariah et al., 2014).

Selain itu, para pembudidaya sangat membutuhkan adanya alternatif baru dalam pemenuhan kebutuhan pakan, penggunaan ikan segar memiliki masalah dalam ketersediaan yang dipengaruhi oleh musim dan cuaca alam, penyimpanan yang sulit, serta harganya yang relatif mahal pada musim tertentu dan juga adanya kompetisi dari manusia sendiri yang membutuhkan ikan segar tersebut untuk di konsumsi (Sadinar et al., 2013).

Pemburuan kepiting bakau oleh masyarakat di sekitar hutan mangrove semakain tinggi dan masif. Hasil tangkapan kepiting yang didapat masyarakat dari alam memiliki ukuran yang beranekaragam, dimana harga kepiting ditentukan oleh ukuran dan jenis kelamin. Semakin besar ukuran kepiting bakau dan padatnya daging yang didapatkan maka semaking tingi pula harganya, begitupun

(16)

sebaliknya. Sedikitnya pembudiaya kepiting dikarenakan belum adanya inovasi baru dalam penggunaan pakan dan belum ditemukannya dosis pemberian pakan yang tepat agar kegiatan budidaya kepiting bakau dapat berjalan dengan baik.

Ikan rucah adalah pakan yang biasa digunakan para pembudidaya dan umpan bubu untuk kepiting bakau, namun penggunaan pakan ini memiliki kendala tersendiri, sulitnya pakan didapatkan dengan harga yang relatif mahal pada musim tertentu. Oleh karena itu, perlu dicari pakan alternatif yang dapat membantu pertumbuhan kepiting bakau selain ikan rucah. Salah satu pakan yang dapat digunakan untuk budidaya kepiting bakau adalah keong mas dan usus ayam.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

’’Pengaruh Pemberian Pakan Dan Feeding Rate Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Kepiting Bakau (Scylla sp)”.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan rucah, keong mas, usus ayam yang digunakan sebagai pakan, dengan taraf feeding rate 6%, 8%, dan 10%. Di harapkan perlakuan dalam penelitian ini dapat meningkatkan laju pertumbuhan yang cepat dengan konversi pakan yang rendah sehingga dapat meningkatkan produktivitas para pembudidaya kepiting bakau.

Rumusan Masalah

Pemilihan pakan dalam kegiatan budidaya perairan menjadi salah satu faktor penting untuk meningkatan keberhasilan budidaya. Selain jenis pakan yang tepat juga diperlukan dosis tertentu untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi dalam berbudiadaya kepiting bakau. Berdasarkan pada perumusan masalah yang di ambil adalah:

(17)

1. Apakah ada pengaruh pemberian jenis pakan dan feeding rate berbeda terhadap pertumbuhan kepiting bakau (Scylla sp.)

2. Apakah ada pengaruh pemberian jenis pakan dan feeding rate terhadap kepiting bakau (Scylla sp.)

3. Apakah ada pengaruh pemberian jenis pakan dan feeding rate berbeda terhadap kelangsungan hidup kepiting bakau (Scylla sp.)

Kerangka Pemikiran

Permintaan pasar akan kepiting bakau setiap tahun mengalami pertumbuhan, hal ini memberikan angin segar kepada pembudidaya dan nelayan untuk terus meningkatkan hasil produksi yang sesuai standarisasi yang diminta oleh pasar internasional dan lokal. Dalam kegiatan budidaya pemilihan jenis pakan yang tepat diperlukan untuk mepercepat kegiatan budidaya. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Pakan alami

Ikan rucah

Keong mas

Usus ayam

Budidaya kepiting

Feeding rate

10%

8%

6%

Meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup

kepiting

(18)

Feeding rate adalah presentase pakan yang diberikan setiap hari kepada individu yang dibudidayakan dan dihitung dari biomassa yang dipelihara.

Pemberian pakan dengan feeding rate sangat penting untuk meningkatkan efisiensi pakan, pertumbuhan kepiting yang optimum, serta menjaga kualitas perairan, sehingga dapat mendukung keberhasilan dalam suatu usaha budidaya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh pemberian jenis pakan dan feeding rate berbeda terhadap pertumbuhan kepiting bakau (Scylla sp).

2. Mengetahui pengaruh pemberian jenis pakan dan feeding rate berbeda terhadap konversi pakan kepiting bakau (Scylla sp).

3. Mengetahui pengaruh pemberian jenis pakan dan feeding rate terbaik terhadap kelangsungan hidup kepiting bakau (Scylla sp).

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah diduga dengan penambahan pemberian pakan dan feeding rate yang berbeda pada penelitian ini akan tejadi perbedaan tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup kepiting bakau.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan, terkhusus para pembudiaya kepiting bakau di pantai sei tuan indah agar mengetahui cara yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan kepiting bakau dengan pemberian jenis pakan yang berbeda dengan feeding rate yang tepat untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup kepiting bakau.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Kepiting Bakau (Scylla sp)

Gambar 2. Kepiting bakau

Kepiting bakau merupakan kepiting yang biasa dikenal dengan nama mud crab atau mangrove crab. Penamaan tersebut diberikan dengan alasan kepiting ini ditemukan pada hutan bakau atau mangrove yang dijadikan sebagai habitatnya (Karim, 2013).

Klasifikasi kepiting bakau menurut Keenan et al., (1999) yaitu Kingdom : Animalia

Filum : Arhtropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili : portunidae Genus : Scylla Spesies : Scylla sp

Kepiting bakau adalah hewan yang berkulit keras sehingga pertumbuhannya dicirikan oleh proses pergantian kulit (moulting). Decapoda ditandai dengan adanya 10 buah kaki yang terdiri dari lima pasang kaki. Pasangan kaki pertama disebut dengan capit yang berperan sebagai alat pemegang atau alat

(20)

untuk menangkap makanan, pasangan kaki kelima berbentuk seperti kipas (pipih) yang berfungsi sebagai kaki renang dan pasangan kaki lainnya berfungsi sebagai kaki jalan. Kepiting menggunakan kaki jalan dan capit untuk berjalan cepat didarat dan juga berbekal kaki renang yang dapat digunakan untuk berenang cepat di perairan, sehingga kepiting bakau juga dapat digolongkan sebagai kepiting perenang (Karim, 2013).

Kepiting bakau merupakan salah satu spesies yang bernilai ekonomi tinggi yang hidup pada ekosistem mangrove. Pada beberapa tahun terakhir penangkapan serta pembudidaya kepiting bakau berkembang di Indonesia karena tingginya nilai ekonomi dan merupakan salah satu komuditi ekspor. Kepiting banyak terdapat di area pesisir dimana terdapat mangrove dan air payau yang merupakan habitat asli kepiting bakau (Akil, 2020).

Kepiting bakau memiliki ciri kulit yang keras tersebut berkaitan dengan fase hidupnya (pertumbuhan) yang selalu terjadi proses pergantian kuit (moulting). Kepiting bakau genus Scylla ditandai dengan bentuk karapas yang oval bagian depan pada sisi panjangnya terdapat 9 duri di sisi kiri dan kanan serta 4 yang lainnya diantara ke dua matanya. Spesies-spesies di bawah genus ini dapat dibedakan dari penampilan morfologi maupun genetiknya. Seluruh organ tubuh yang penting tersembunyi di bawah karapas. Anggota badan berpangkal pada bagian cephalus (dada) tampak mencuat keluar di kiri dan kanan karapas, yaitu 5 (lima) pasang kaki (Pusat Karantina dan Keamanan Hayati Ikan, 2016).

Pakan dan Kebiasaan Makan

Kepiting bakau memiliki kebiasaan untuk bersembunyi ataupun membenamkan diri di dalam lumpur. Tempat tersebut merupakan (permanent

(21)

home site) dari kepiting bakau selama tempat tersebut masih menyediakan makanan dan tidak mengancam kehidupannya, Substrat yang disukai dan berpotensi sebagai tempat hidup kepiting bakau adalah substrat yang memiliki tekstur lunak, karena habitat tersebut memudahkannya menggali lubang yang dijadikan sebagai tempat melindungi diri serta sebagai tempatnya untuk melakukan pergantian kulit atau moulting (Saputri dan Muammar, 2018).

Kepiting merupakan hewan pemakan segalanya. Jika ada kepiting lain yang masuk di wilayahnya, maka kepiting tersebut akan segera menyerang dan bahkan memangsanya. Selain itu, pada kondisi kepiting yang lapar dan kurangnya ketersediaan makanan akan menyebabkan kepiting tersebut menunjukkan sifat kanibalnya. Kepiting akan memangsa sejenisnya yang berukuran lebih kecil dengan cara merusak karapasnya menggunakan capit yang ada pada tubuhnya dan mengambil bagian lunak dari kepiting tersebut. Selain itu, pada saat kepiting sedang berganti kulit (moulting) disitulah kepiting yang lain berkesempatan untuk memangsanya karena pada saat itu kepiting berada pada kondisi yang lemah (Akil, 2020).

Pada dasarnya, kepiting bakau sangat penting untuk melengkapi jaring makanan pada perairan bakau, karena dapat menghasilkan jutaan larva meroplanktonik yang berfungsi sebagai sumber makanan yang potensial untuk berbagai organisme planktophagous, serta memenuhi jaring makanan yang kompleks bagi organisme. Sumber makanan seperti benthos dan serasah cukup tersedia pada perairan sekitar mangrove, sehingga dengan begitu hutan bakau sangat cocok dijadikan sebagai habitat alami kepiting bakau (Saputri dan Muammar, 2018).

(22)

Kepiting bakau dewasa merupakan jenis hewan pemakan segala dan juga pemakan bangkai (Omnivorus scavenger). Ketika kepiting bakau pada stadia larva memakan plankton, kemudian berkembang menjadi fase juvenile yang menyukai detritus, dan selanjutnya ketika bertumbuh menjadi kepiting dewasa akan lebih menyukai memakan ikan, crustacean, dan mollusca yang merupakan pakan segar dengan berbagai nutrisi yang dibutuhkan. Pakan segar memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik jika dibandingkan dengan pakan beku karena memiliki tekstur yang masih bagus, selain itu pakan segar memiliki kecenderungan tenggelam, sehingga memudahkan kepiting bakau lebih mudah memakannya (Suryani et al., 2018).

Dalam pertumbuhannya kepiting bakau membutuhkan protein lebih banyak dari pada hewan darat dan kebutuhan protein bagi kepiting tergantung dari jenis, umur, reproduksi, dan lingkungan hidupnya. Pakan segar merupakan sumber protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral (Kuntiyo, 2004).

Menurut penelitian Fujaya et al, (2012) yang berjudul Penyuntikan Ekstrak bayam (Amaranthus spp) untuk menginduksi molting pada produksi Kepiting Bakau (Scylla spp) Cangkang Lunak. Makalah. Seminar Nasional dalam rangka Dies Natalis Unhas ke-54 yaitu kepiting juga menyukai potongan daun, terutama daun mangrove yang didapatkan langsung dari habitatnya. Kepiting bakau merupakan hewan yang aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal).

Pada siang hari, kepiting biasanya akan bersembunyi pada lubang-lubang, dibawah batu ataupun disela-sela akar pohon bakau.

Pakan yang baik memiliki komposisi zat gizi yang lengkap seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Pemberian pakan yang nilai nutrisinya

(23)

kurang baik dapat menurunkan kelangsungan hidup dan pertumbuhannya akan lambat (tumbuh kerdil), bahkan dapat menimbulkan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi (malnutrisi). Banyaknya zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan berbeda-beda (Amalia et al., 2018).

Nutrisi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam budidaya ikan. Beberapa komponen nutrisi yang sangat penting dan harus tersedia dalam pakan ikan antara lain adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin serta mineral.

Nutrisi mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ikan. Kekurangan salah satu nutrisi dapat menurunkan laju pertumbuhan, menyebabkan penyakit, sedangkan kelebihan nutrisi dapat menyebabkan laju pertumbuhan terhambat (Niode at al., 2016).

Protein sangat diperlukan oleh tubuh kepiting, baik untuk pertumbuhan maupun untuk menghasilkan tenaga. Jenis dan umur ikan menentukan jumlah kebutuhan protein. Pertumbuhan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan protein dalam pakan. Protein dalam pakan dengan nilai biologis tinggi akan memacu penimbunan protein tubuh lebih besar dibanding dengan protein yang bernilai biologis rendah. Protein adalah nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah besar pada formulasi pakan (Masitoh et al., 2015).

Kandungan Nutrisi Keong Mas, Usus Ayam dan Ikan Rucah

Kegiatan budidaya Kepiting sangat bergantung pada ketersedian pakan.

Pertumbuhan kepiting akan baik ketika pakan yang diberikan memiliki kandungan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan kepiting yang sedang dibudidayakan.

Pembudidaya kepiting bakau biasanya menggunakan pakan alami berupa ikan rucah dalam kegiatan budidaya. Menurut Miranti dan Purba (2019) dalam

(24)

penelitannya yang berjudul “Uji potensi limbah ikan dari pasar tradisional di kota tanjungpinang sebagai bahan baku alternatif pembuatan pakan untuk budidaya ikan laut”menunjukkan hasil bahwa limbah kepala dan tulang ikan tamban menghasilkan tepung ikan dengan kadar air 8.19, kadar abu 18.36, protein 40.68, lemak 8.99.

Penggunaan keong mas untuk pakan harus melalui pengolahan terlebih dahulu karena mengandung zat anti nutrisi (thiaminase). Thiaminase merupakan suatu zat yang merangsang penghancuran thiamin atau vitamin B1, thiamin berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas. Adapun kandungan nutrisi keong mas yaitu protein kasar 54,17%, lemak kasar 4,83% dan serat kasar 2,37% (Sundari, 2004).

Pertimbangan ketersedian yang melimpah penggunaan pakan alternatif protein hewani berbahan lokal berupa limbah usus ayam sangat mungkin digunakan dalam kegiatan budidaya kepiting bakau. Kandungan nutrisi pada limbah usus ayam memiliki nilai protein 56,48%, lemak 23,54% dan serat kasar sebesar 13,14% (Yudha dan Santoso, 2014).

Feeding Rate

Kebutuhan pakan harian dinyatakan sebagai tingkat pemberian pakan per hari yang ditentukan berdasarkan persentase dari bobot ikan. Secara berkala, jumlah pakan harian disesuaikan dengan penambahan bobot dan perubahan populasi. Informasi bobot rata-rata dan populasi diperoleh dari kegiatan pemantauan bobot dengan cara sampling yang dilakukan dalam kurun waktu pemeliharaan (Karim, 2016).

Salah satu upaya untuk efisiensi pakan dalam budidaya adalah dengan

(25)

penerapan manajemen pemberian pakan yang baik. Tujuannya agar pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pertumbuhan yang tinggi sehingga didapatkan laju pertumbuhan tinggi dan nilai rasio konversi pakan yang rendah, serta meminimalkan sisa pakan dan feses serta ekskresi hasil metabolisme ke lingkungan budidaya (Harianto, 2015).

Menurut Karim et al. (2016) pemberian pakan perlu memperhatikan beberapa aspek penting yaitu, penggunaan pakan yang berkualitas baik sesuai dengan kebutuhan , menentukan berapa jumlah minimal pakan yang diberikan setiap hari (feeding rate) dan menentukan berapa kali minimal yang dipelihara harus diberi pakan dalam sehari (feeding frekuensi). Aspek-aspek yang berkaitan dengan pemberian pakan tersebut harus mempertimbangkan beberapa aspek budidaya terutama tingkah laku makan (kebiasaan dan cara makan) dan kondisi optimal lingkungan hidupnya.

Menurut penelitan Sagala et al. (2013) selama kondisi pakan tercukupi dan kondisi perairan terkontrol pada sistem budidaya maka peningkatan jumlah pemberian pakan akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan. Tumbuhnya lumut dalam wadah bahkan tumbuh di atas karapass kepiting, kondisi ini membuat stress dan mengurangi daya tahan tubuh kepiting dan kurangnya energi yang dihasilkan.

Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran bobot maupun panjang pada setiap organisme. Secara fisiologis, pakan yang dikonsumsi oleh kepiting akan digunakan sebagai sumber energi untuk perawatan tubuh (maintenance), aktivitas fisik, serta sebagai komponen penyusun sel-sel tubuh. Dengan tersedianya energi

(26)

dengan jumlah yang cukup dari pakan yang akan dikonsumsi oleh kepiting bakau, maka kebutuhan energi untuk memenuhi kebutuhan dasar dan bahan penyusun membran sel tubuhnya dapat terpenuhi, sehingga kepiting dapat mempertahankan sintasannya dan terjadi transformasi energi yang lebih banyak untuk pembentukan daging dan pertumbuhannya (Karim, 2005).

Menurut penelitian Yuda et al. (2014) kadar protein 56,48% dan kadar lemak 23,54%. Dalam pakan, protein yang berasal dari kombinasi berbagai sumber menghasilkan nilai nutrien yang lebih baik dan lebih tinggi. Protein merupakan nutrien yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan dari semua hewan.

Menurut penelitian Agus et al. (2015) yang berjudul Pengaruh Pemberian Pakan Keong Mas Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Kepiting Bakau Sistem Single Room yaitu untuk mencapai pertumbuhan optimal kepiting bakau memerlukan pakan dalam jumlah 5-10% dari bobot biomassa per hari.

Selain itu, pakan yang diberikan juga banyak yang dimakan sehingga menyebabkan pakan yang tersisa sedikit, sehingga energi yang diperoleh dari pakan dapat digunakan secara maksimal.

Menurut sadinar et al. (2013) dalam penelitiannya mengenai pengaruh perbedaan dosis pakan keong mas dan ikan rucah pada kepiting bakau (scylla paramamosain) terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan dengan sistem battery menunjukkan bahwa pemberian dosis pakan keong mas yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifik kepiting bakau, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelulushidupan kepiting bakau. Laju pertumbuhan relatif kepiting

(27)

bakau tertinggi diperoleh dari perlakuan C (keong mas 7%) 116.60±0.06 g, selanjutnya perlakuan D (ikan rucah 5%) 112.67±0.471 g, perlakuan B (keong mas 5%) 112.08±0.273 g), dan perlakuan A (keong mas 3%) 108.63±0.27 g, dan nilai kelulushidupan sebesar 85,19%, 96,30%, 100%, dan 85,19%, masing-masing pada perlakuan A, B, C, dan, D.

Menurut Hastuti et al. (2016) pertumbuhan karapas atau cangkang pada kepiting merupakan proses diskontinu, dimana konsekuensi dari cangkang kepiting yang keras dan tidak elastis. Pada saat molting, pertumbuhan cangkang hanya terjadi secara periodik ketika cangkang yang keras dilepaskan. Sebaliknya, pertumbuhan jaringan tubuh terjadi secara kontinu. Pertumbuhan kepiting bersifat allometrik negatif yang artinya pertambahan panjang karapas lebih cepat dibandingkan dengan bobot kepiting.

Menurut penelitian Paralita et al. (2021) mengenai pengaruh pakan tambahan yang berbeda terhadap pertumbuhan kepiting bakau (scylla serrata) menunjukan bahwa pemberian pakan tambahan yang berbeda percobaan 1 (pakan ikan rucah), percobaan 2 (pakan keong bakau) dan percobaan 3 (pakan usus ayam potong) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan berat kepiting bakau namun belum berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang karapas, lebar karapas, konversi pakan, efisiensi pakan dan kelangsungan hidup kepiting bakau. Pakan yang terbaik untuk pertumbuhan kepiting bakau yaitu usus ayam berat awal 105,2 g dan berat akhir 173,4 g.

Ketika jaringan tubuh kepiting bertumbuh dan membesar maka kepiting membutuhkan cangkang yang lebih besar untuk melindunginya, maka beberapa proses akan terjadi, seperti: pelepasan hormone molting, terjadi pertumbuhan

(28)

calon cangkang baru di bawah cangkang lama yang keras, hypodermis memproduksi enzim untuk melarutkan komponen-komponen cangkang sehingga cangkang lama menjadi lebih tipis (Fujaya et al., 2011).

Menurut Effendi (1979) yang berjudul Metode Biologi Perikanan yaitu pertumbuhan diartikan sebagai perubahan dalam berat, ukuran, maupun volume seiring dengan perubahan waktu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang meliputi dengan umur, dan sifat genetik yang meliputi keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makanan dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternal adalah faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup yang meliputi sifat fisika dan kimia air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas.

Pola pertumbuhan (b), yang menggambarkan hubungan lebar karapas dengan bobot, menunjukkan kepiting jantan mempunyai pola pertumbuhan allometrik positif (b>3) atau pertambahan bobot lebih cepat dibanding pertambahan lebar karapas. Pada kepiting betina polanya allometrik negatif (b) Wijaya et al. (2010).

Kualitas Air

Suhu merupakan salah satu faktor abiotik penting yang mempengaruhi aktivitas, nafsu makan, sintasan, pertumbuhan, dan moulting kepiting bakau.

Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa hubungan antara laju pertumbuhan kepiting dengan suhu media sangat proporsional. Boeuf dan Payan (2001) mengemukakan bahwa suhu dan salinitas adalah faktor yang secara langsung menentukan peningkatan atau penurunan pertumbuhan. Diantara berbagai faktor lingkungan, suhu merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap

(29)

moulting dan pertumbuhan kepiting. Berdasarkan daur hidupnya, diperkirakan kepiting bakau hidup pada berbagai kondisi perairan (Karim, 2015).

Suhu yang optimum untuk pertumbuhan kepiting bakau adalah berkisar antara 26-32ºC. Suhu yang kurang atau lebih dari kisaran optimum akan mempengaruhi pertumbuhan kepiting bakau, hal tersebut disebabkan karena adanya penurunan reaksi metabolisme. Perubahan suhu yang terjadi secara mendadak juga akan menyebakan stress hingga kematian pada kepiting (Hastuti et al., 2016).

Sintasan tertinggi dan kecepatan laju metamorfosis tersingkat pada kepiting bakau jenis Scylla olivacea adalah pada pemeliharaan yang dilakukan pada suhu media 30ºC, sedangkan sintasan terendah dan laju metamorfosis terlama adalah pemeliharaan pada suhu 26oC. Pada suhu yang optimum, sintasan akan menjadi lebih tinggi dan kemungkinan larva juga akan berkembang lebih cepat. Salinitas merupakan konsentrasi total dari semua yang ion yang larut dalam air, dan dinyatakan dalam bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram perliter.

Salinitas merupakan salah satu faktor abiotik yang mempengaruhi tingkat sintasan organisme akuatik (Karim, 2016).

Salinitas dapat mempengaruhi aktivitas fisiologi kepiting bakau. Dalam hubungannya dengan salinitas, kepiting bakau termasuk organism akuatik yang bersifat euryhaline yakni mampu menyesuaikan diri terhadap rentang salinitas yang lebih luas. Salinitas yang masih dapat ditolerir oleh kepiting bakau adalah berkisar anatara 1 sampai 42 ppt. Salinitas juga merupakan salah satu faktor lingkungan yang memiliki pengaruh penting terhadap konsumsi pakan, laju metabolisme, sintasan, serta laju pertumbuhan organisme akuatik (Akil, 2020).

(30)

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan sintasan kepiting bakau adalah pH. Pada pH rendah dan tinggi terjadi peningkatan penggunaan energi atau penurunan produksi energi serta penahanan atau penekanan metabolisme energi aerobik. pH merupakan salah satu gambaran tentang kemampuan suatu perairan dalam memproduksi garam mineral, yang mana bila pH tidak sesuai dengan kebutuhan organisme yang dipelihara, akan menghambat pertumbuhan ikan, pH yang ideal berkisar antara 6–8. Pertumbuhan akan terhambat jika nilai pH, suhu dan kualitas air lainnya tidak sesuai dengan kebutuhannya (Alfin, 2016).

Menurut Shelley, C dan Lovatelli, A. (2011), standar kualitas air untuk memelihara kepiting bakau, dengan kisaran salinitas 10–25 ppt, DO optimum > 5 ppm, suhu 25−35 °C, pH 7,0−9,0, alkalinitas > 80 ppm, dan kekeruhan > 30 mg/L.

Feed Convertion Ratio (FCR)

Rasio konversi pakan merupakan salah satu parameter efisiensi pemberian pakan. Tingkat efisiensi penggunaan pakan yang terbaik akan dicapai pada nilai perhitungan konversi pakan terendah, dimana pada perlakuan tersebut kondisi kualitas pakan lebih baik dari perlakuan yang lain. Kondisi kualitas pakan yang baik mengakibatkan energi yang diperoleh pada kepiting lebih banyak untuk pertumbuhan, sehingga dengan pemberian pakan yang sedikit diharapkan laju pertumbuhan meningkat (Handajani, 2016).

Efisiensi pakan adalah bobot basah daging ikan yang diperoleh per satuan berat kering pakan yang diberikan. Hal ini sangat berguna untuk membandingkan nilai pakan yang mendukung pertambahan bobot. Efisiensi pakan berubah sejalan

(31)

dengan tingkat pemberian pakan dan ukuran ikan. Efisiensi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kualitas pakan, jumlah pakan, spesies ikan, ukuran idan kualitas air (Amalia et al., 2018).

Untuk mencapai produksi semaksimal mungkin maka perlu diperhatikan tingkat pemberian pakan (feeding rate) yang tepat untuk pertumbuhan yang optimal. Pertambahan berat yang terbaik pada kepiting bakau yang diberi pakan ikan rucah (15% pemberian pakan ikan rucah) dibandingkan dengan pemberian pakan ikan rucah (5% pemberian pakan ikan rucah) dan (10% pemberian pakan ikan rucah). Jumlah pakan yang diberikan lebih rendah, tidak mencukupi kebutuhan kepiting bakau. Sehingga hanya mampu meningkatkan pertambahan berat yang relatif rendah karena pakan yang dimakan kepiting bakau tersebut tidak mencukupi semua jumlah kepiting (Adilla et al., 2020).

Jumlah pakan yang diberikan semakin meningkat pula dengan dosis pemberian 3% dan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari. Pakan berperan penting sebagai makanan yang sangat dibutuhkan oleh ikan. Manajemen pakan merupakan salah satu faktor menentukan keberhasilan usaha budidaya. Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup (Amalia et al., 2018).

Kelangsungan Hidup (Survival Rate)

Kelangsungan hidup merupakan peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu. Kelangsungan hidup ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air, serta perbandingan antara jumlah pakan dan padat tebar. Tingkat kelangsungan hidup akan menentukan produksi yang diproleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Pakan yang mempunyai nutrisi yang baik

(32)

sangat berperan dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan mempercepat pertumbuhan (Amalia et al., 2018).

Tingginya kelangsungan hidup menunjukkan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok bahkan dapat meningkatkan pertumbuhan. Tingkat kelangsungan hidup dapat dipengaruhi oleh kualitas air terutama suhu dan kandungan oksigen. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Suhu air sangat berkaitan dengan konsentrasi oksigen terlarut dan laju konsumsi oksigen (Delima et al., 2017).

Tingkat kelangsungan hidup ≥ 50% tergolong baik, kelangsungan hidup 30-50% sedang dan kurang dari 30% tidak baik. Kelangsungan hidup sangat bergantung pada daya adaptasi individu terhadap makanan dan lingkungan, status kesehatan ikan, padat tebar, dan kualitas air yang cukup mendukung pertumbuhan (Mulyani et al., 2014).

Pemeliharaan kepiting menggunakan sistem baterai (kepiting dipelihara secara individu pada suatu wadah pemeliharaan) mampu membatasi pergerakkan kepiting bakau sehingga dapat mencegah terjadinya kanibalisme antar individu kepiting bakau ketika mencari makan Fadnan (2010).

(33)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 22 September sampai dengan 21 November 2021 yang berlokasi di Pantai Sei Tuan Indah, Dusun 2 Desa Sei Tuan, Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian Prosedur Penelitian

Rancangan Percobaan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor yaitu faktor pertama perbedaan pakan yang digunakan (ikan rucah, keong mas, dan usus ayam dan faktor kedua perbedaan feeding rate (6%, 8% dan10%) dengan 3 (tiga) kali pengulangan. Menurut Hanafiah (1997) model linear yang digunakan adalah :

Hiaf = π + Pa + Pf + (Pa x Pf) + eiaf

(34)

Keterangan :

Hijk = Hasil akibat perlakuan pakan alami dan feeding rate pada ulangan ke-i π = Nilai tengah umum

Pa = Pengaruh faktor perlakuan pakan alami Pf = Pengaruh faktor perlakuan feeding rate

Pa x Pf = Interaksi perlakuan pakan alami dan perlakuan feeding rate

Eiaf = Eror akibat perlakuan pakan alami dan perlakuan feeding rate pada ulangan ke-i i = 1, 2, …., u (u = ulangan)

a = 1, 2, …., p ke-1 (p = perlakuan ke-1)

f = 1, 2, ... p ke-2 (p = perlakuan ke-2) Kombinasi pada rancangan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kombinasi perlakuan pemberian jenis pakan

Ulangan I Ulangan II Ulangan III

P1F1U1 P1F1U2 P1F1U3

P1F2U1 P1F2U2 P1F2U3

P1F3U1 P1F3U2 P1F3U3

P2F1U1 P2F1U2 P2F1U3

P2F2U1 P2F2U2 P2F2U3

P2F3U1 P2F3U2 P2F3U3

P3F1U1 P3F1U2 P3F1U3

P3F2U1 P3F2U2 P3F2U3

P3F3U1 P3F3U2 P3F3U3

Dengan perlakuan seperti berikut :

P1F1U1,2,3 : Pemberian pakan ikan rucah dengan feeding rate 6%

P1F2U1,2,3 : Pemberian pakan ikan rucah dengan feeding rate 8%

P1F3U1,2,3 : Pemberian pakan ikan rucah dengan feeding rate 10%

(35)

P2F1U1,2,3 : Pemberian pakan keong mas dengan feeding rate 6%

P2F2U1,2,3 : Pemberian pakan keong mas dengan feeding rate 8%

P2F3U1,2,3 : Pemberian pakan keong mas dengan feeding rate 10%

P3F1U1,2,3 : Pemberian pakan usus ayam dengan feeding rate 6%

P3F2U1,2,3 : Pemberian pakan usus ayam dengan feeding rate 8%

P3F3U1,2,3 : Pemberian pakan usus ayam dengan feeding rate 10%

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 27 buah keranjang dengan panjang 49 cm, lebar 42 cm dan tinggi 17 cm yaitu sebagai wadah pemeliharaan kepiting. Timbangan digital untuk menimbang bobot dan pakan kepiting uji. Jangka sorong untuk mengukur lebar karapas kepiting uji.

Termometer, pH meter, refraktometer, dan DO meter untuk mengukur kualitas air.

Mangkuk untuk wadah pakan. Pisau untuk memotong pakan. Pipa sebagai pelampung keranjang. Jaring hijau untuk alas keranjang. Alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan dan kamera digital untuk mengambil dokumentasi.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Scylla sp) dengan ukuran 100 - 110 gr sebanyak 27 ekor. Pakan alami ikan rucah, keong mas, dan usus ayam. Alas keranjang ditutupi dengan jaring halus, keranjang yang sudah bersih dan kering disusun sesuai tata letak percobaan.

Pemilihan Tempat Uji

Air merupakan sebagai media hidup dalam pemeliharaan ikan. Lokasi uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah kanal air yang berada di Pantai Sei Tuan Indah, Dusun 2 Desa Sei Tuan, Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

(36)

Persiapan Kepiting Uji

Kepiting uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepiting jantan yang memiliki ukuran dan bobot kepiting ± 100-110 gram. Jumlah total kepiting yang digunakan dalam penelitian ini adalah 27 ekor. Kepiting yang digunakan berasal dari tempat pengepul kepiting bakau di Pantai Sei Tuan Indah, Provinsi Sumatera Utara. Kepiting dimasukkan ke dalam keranjang uji dan dipelihara selama 7 (tujuh) hari sehingga kepiting dapat beradaptasi dengan lingkungan baru dan tidak mengalami stress.

Persiapan Pakan Uji

Pakan yang digunakan selama penelitian adalah pakan alami yaitu ikan rucah, keong mas, dan usus ayam. Pakan uji diperoleh dari sekitar lokasi penelitian. Ikan rucah diperoleh dari pasar ikan, lalu disiapkan dengan cara dicuci kemudian dipotong dengan ukuran seragam dan ditimbang. Keong mas diperoleh dari persawahan di sekitar lokasi penelitian, disiapkan dengan cara keong mas dipecahkan, lalu dipisahkan antara daging dan cangkang, kemudian diambil daging keong dan jeroan dibuang. Usus ayam diperoleh dari pedagang ayam, disiapkan dengan cara usus ayam dibersihkan hingga bersih, lalu dipotong dengan ukuran seragam dan ditimbang.

Pemberian Pakan Kepiting Uji

Setelah proses aklimitasi kepiting dipuasakan selama 24 jam dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh sisa pakan yang ada dalam tubuh kepiting.

Pemeliharaan kepiting uji dilakukan selama 60 hari. Pakan kepiting yang diberikan dipotong dengan ukuran seragam dan ditimbang menggunakan timbangan analitik dengan feedding rate yang berbeda 6%, 8%, 10% kemudian

(37)

diberikan ke kepiting uji sebanyak 1 kali sehari pada sore hari.

Pengontrolan Kualitas Air

Air merupakan media dalam pemeliharaan kepiting, sehingga dibutuhkan penggontrolan pipa air masuk yang berada di kanal perairan ketika terjadi pasang.

Hal ini bertujuan agar air sesuai dengan kehidupan kepiting bakau.

Sampling

Sampling kepiting uji dilakukan setiap 10 hari untuk mengukur pertumbuhan lebar karapas dan berat Kepiting. Kepiting yang diukur berjumlah 1 ekor tiap masing- masing perlakuan. Pengukuran lebar karapas kepiting dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran bobot kepiting menggunakan timbangan digital. Perhitungan kelulushidupan kepiting dilakukan pada awal dan akhir penelitian.

Pengamatan Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Kepiting Bakau Peningkatan Bobot

Pengukuran bobot kepiting menggunakan timbangan analitik. Bobot kepiting yang telah ditimbang kemudian di catat. Pengukuran dilakukan setiap 10 hari sekali. Pertumbuhan bobot menggunakan rumus pertumbuhan menurut Effendie (1997) yaitu :

∆W = Wt – Wo

Keterangan:

ΔW : Pertumbuhan mutlak (gr) Wt : Bobot akhir (gr)

Wo : Bobot awal (gr)

(38)

Pertambahan Lebar Karapas

Pengukuran lebar karapas dilakukan setiap 10 hari sekali. Pengukuran dilakukan dengan cara jangka sorong diletakkan di atas tubuh kepiting kemudian dicatat lebar kepiting. Pengukuran lebar karapas kepiting menggunakan rumusan pertumbuhan panjang menurut Effendie (1997) yaitu :

ΔL = Lt – L0

Keterangan:

ΔL : Pertumbuhan mutlak (cm) Lt : Panjang akhir (cm)

L0 : Panjang awal ikan (cm)

Feed Convertion Ratio (FCR)

Menurut Kordi (2009), rasio konversi pakan dapat dihitung menggunakan rumus :

Keterangan :

FCR : Feed Convertion Ratio

F : Jumlah pakan yang diberikan (gram)

Wt : Bobot rata-rata pada akhir penelitian (gram) W0 : Bobot rata-rata pada awal penelitian (gram) Kelangsungan Hidup (SR)

Menurut Effendie (1997), tingkat kelangsungan hidup dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan :

(39)

SR : Survival Rate (%)

Nt : Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor) N0 : Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian (ekor)

Pengukuran Kualitas Air

Pengukuran parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini meliputi suhu, pH, Salinitas dan DO. Pengukuran suhu dan pH dilakukan setiap hari selama penelitian. Sedangkan pengukuran DO dilakukan setiap 10 hari sekali agar mengetahui kondisi media uji tetap dalam keadaan yang terkontrol.

Analisa Data

Hasil perhitungan data dianalisis menggunakan bantuan program Microsoft Excel untuk tabulasi data dan penyajian diagram. SPSS digunakan untuk Analisis Ragam (ANOVA) dan uji F pada selang kepercayaan 95%.

Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan (pemberian dosis pakan yang berbeda ikan rucah, keong mas dan usus ayam dengan feedding rate berbeda) akan diuji menggunakan uji Beda Nyata Terkecil. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengambilan sampel kepiting bakau dilakukan setiap 10 hari sekali selama 60 hari masa pemeliharaan. Adapun objek yang diteliti pada penelitian ini adalah pengaruh penggunaan pakan alami dengan feeding rate yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup kepiting bakau. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah pertumbuhan lebar karapas (cm), pertumbuhan bobot (gr), feed Convention ratio (FCR), kelangsungan hidup dan parameter kualitas air.

Adapun perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah P1 (penggunaan pakan ikan rucah), P2 (penggunaan pakan keong mas), P3 (penggunaan pakan usus ayam) dengan perlakuan feeding rate F1 (feeding rate 6%), F2 (feeding rate 8%) dan F3 (feeding rate 10%).

Peningkatan Bobot Kepiting Bakau

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 60 hari dengan perlakuan perbedaan pakan alami dengan feeding rate yang berbeda dapat dilihat pada (Lampiran 3) dan Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata peningkatan bobot kepiting bakau

Perlakuan Peningkatan bobot (gram)

P1F1 55,87

P1F2 66,88

P1F3 71,66

P2F1 59,50

P2F2 60,27

P2F3 68,20

P3F1 75,94

P3F2 79,91

P3F3 91,01

(41)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 60 hari dengan perlakuan perbedaan pakan alami dengan feeding rate yang berbeda diagram peningkatan bobot rata-rata kepiting bakau dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Peningkatan bobot kepiting bakau

Hasil pada Gambar 4 menunjukkan bahwa perubahan peningkatan berat kepiting bakau yang telah dipelihara selama 60 hari berkisar 55,87 – 91,01gram.

peningkatan bobot tertinggi terdapat pada perlakuan P3F3 sebesar 91,01 gram.

Sedangkan peningkatan bobot terendah terdapat pada P1F1 sebesar 55,87 gram.

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh setiap perlakuan perbedaa pakan pakan alami dan feeding rate terhadap peningkatan bobot kepiting bakau dapat dilihat pada (Lampiran 4). Dengan hasil dari uji analisis variasi (ANOVA) yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3, hasil analisis variansi (ANOVA) perbedaan peningkatan bobot secara signifikan antar rata-rata perlakuan secara keseluruhan.

Berdasarkan perhitungan Anova perlakuan pemberian pakan alami dan feeding rate memiliki nilai signifikan 0,000 (P≤0,01) hal ini menunjukkan bahwa sumber variansi tersebut memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap

(42)

peningkatan bobot kepiting. Dan interaksi pakan alami dengan feeding rate memiliki nilai signifikan 0,000 (P≤0,01) dimana semua sumber variansi tersebut memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap peningkatan bobot kepiting bakau.

Tabel 3. Analisis variasi (ANOVA) terhadap bobot (gr) kepiting bakau

Sumber keragaman JK db KT Fhitung Sig.

Pakan alami

2086,836 2 1043,418 962,150 0,000

Feeding rate

792,902 2 396,451 365,573 0,000

Pakan alami

*feeding rate 105,413 4 26,353 24,301 0,000

Error

17,351 16 1,084

Correct Total

3005,7174 26

**(Sangat berbeda nyata) (P≤0,01). * (Berbeda nyata) (P≤0,05). tn (tidak nyata) (P>0,05) Pemberian pakan alami dengan feeding rate yang berbeda terhadap bobot memiliki nilai signifikan (P ≤ 0,01) yang artinya sangat berbeda nyata sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT). Analisis variansi (ANOVA) peningkatan bobot kepiting bakau dengan menggunakan SPSS yang dapat menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan bobot kepiting bakau. Dengan hasil dari uji rata –rata dan standart eror peningkatan bobot (gr) kepiting bakau dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4, hasil pengamatan peningkatan bobot yang dilakukan setiap 10 hari sekali pada masa pemeliharaan 60 hari, dapat diketahui bahwa perbedaan pakan alami dengan feeding rate berbeda memberikan perlakuan yang berbeda terhadap peningkatan bobot kepiting bakau. Setiap 10 hari sekali terdapat perbedaan nilai disetiap perlakuan dan juga terdapat perbedaan notasi huruf.

Perbedaan pakan alami dan feeding rate yang paling efektif dalam meningkatkan

(43)

peningkatan bobot kepiting bakau adalah pada perlakuan P3F3, dikarenakan mendapatkan nilai yang lebih besar dari pada perlakuan yang lainnya. Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda antar perlakuan. Sedangkan pada notasi huruf yang berbeda, menujukkan adanya perbedaan antar perlakuan yang signifikan terhadap pertumbuhan bobot kepiting bakau.

Tabel 4. Hasil rata – rata dan standart eror peningkatan bobot (gr) kepiting bakau Pakan Alami +

Feeding rate

Hari

H10 H20 H30 H40 H50 H60

P1

P1F1 4,18a 5,35ab 14,17a 24,83abc 4,27a 3,08a

±0,42 ±0,61 ±9,27 ±9,55 ±0,56 ±0,14 P1F2 5,76b 6,23b 6,74a 34,18bc 7,28a 6,70bc

±0,28 ±0,32 ±0,36 ±0,12 ±0,24 ±0,15 P1F3 8,27cd 7,86c 14,92a 25,69abc 8,67a 6,24bc

±0,14 ±0,25 ±9,41 ±9,08 ±0,28 ±0,79

P2

P2F1 4,10a 4,00a 5,69a 16,33ab 25,27b 4,12ab

±0,61 ±0,24 ±0,32 ±11,24 ±9,52 ±1,13 P2F2 5,47b 4,36a 4,87a 35,04bc 5,06a 5,47ab

±0,69 ±0,32 ±0,46 ±0,27 ±0,39 ±0,71 P2F3 4,62 ab 8,28c 6,43a 34,65bc 8,20a 6,01bc

±0,18 ±0,10 ±0,43 ±0,34 ±0,50 ±0,49

P3

P3F1 7,33c 8,41c 36,78b 8,06a 9,12a 6,24bc

±0,32 ±0,11 ±0,31a ±0,10 ±1,17 ±1,57 P3F2 8,92d 7,80c 8,52 37,18c 8,89a 8,60c

±0,34 ±0,17 ±0,20a ±0,19 ±0,17 ±0,42 P3F3 10,42e 8,29c 40,2b 11,72a 8,39a 11,99d

±0,11 ±0,99 ±0,66 ±0,45 ±1,20 ±1,00 Keterangan: kodefikasi a,b,c dan dmenunjukkan adanya perbedaan yang signifikan Pertambahan Lebar Karapas Kepiting Bakau

Berdasarkan hasil penelitian pertumbuhan lebar karapas kepiting bakau selama 60 hari masa pemeliharaan dapat dilihat pada (lampiran 7) dan Tabel 5.

(44)

Tabel 5. Rata-rata pertambahan lebar karapas kepiting bakau

Perlakuan Pertambahan lebar karapas (cm)

P1F1 1,20

P1F2 1,23

P1F3 1,20

P2F1 1,27

P2F2 1,27

P2F3 1,27

P3F1 1,27

P3F2 1,27

P3F3 1,27

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 60 hari dengan perlakuan perbedaan pakan alami dengan feeding rate yang berbeda memiliki diagram rata-rata pertambahan lebar karapas kepiting bakau dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Rata-rata pertambahan lebar karapas kepiting bakau

Hasil pada Gambar 5 menunjukkan bahwa pertambahan lebar karapas yang telah dipelihara selama 60 hari berkisar 1,20 – 1,27 cm. Pertambahan lebar tertinggi terdapat pada perlakuan P2F1, P2F2, P2F3, P3F1, P3F2, dan P3F3 sebesar 1,27 cm. Sedangkan pertambahan lebar terendah terdapat pada P1F1 dan P1F3. P1F1 sebesar 1,20 cm dan P1F3 sebesar 1,20 cm.

(45)

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh tiap variabel terhadap lebar karapas kepiting bakau, maka dilanjutkan dengan uji anova yang disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, hasil analisis variansi (ANOVA) pertambahan lebar karapas dapat dilihat pada (lampiran 8). Analisis variansi dari SPSS digunakan untuk melihat perbedaan secara signifikan antar rata-rata perlakuan secara keseluruhan. Pada perlakuan pakan alami nilai signifikan sebesar 0,05 (P≥0,05), hal ini menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata. Pada perlakuan feeding rate dan interaksi perlakuan pakan alami dengan feeding rate memiliki nilai signifikan 0,633 dan 0,974 (P≥0,05) hal ini menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata terhadap lebar karapas.

Tabel 6. Analisis variasi (ANOVA) terhadap lebar karapas (cm) kepiting bakau

Sumber keragaman JK db KT Fhitung Sig.

Pakan alami 0,023 2 0,011 3,647 0,050

Feeding rate 0,003 2 0,001 0,471 0,633

Pakan alami

*feeding rate 0,001 4 0,000 0,118 0,974

Error 0,050 16 0,003

Corrected Total 0,0874 26

tn (tidak nyata) (P>0,05)

Feed Convertion Ratio (FCR)

Berdasarkan hasil penelitian selama 60 hari masa pemeliharaan menghitung jumlah total pakan yang diberikan kepada kepiting bakau dibagi dengan bobot pada awal dan akhir. Nilai FCR pada setiap perlakuan dapat dilihat pada pada (lampiran 12) dan Tabel 7.

(46)

Tabel 7. Rata-rata FCR kepiting bakau

Perlakuan FCR kepiting bakau

P1F1 7,99

P1F2 9,14

P1F3 11,16

P2F1 7,47

P2F2 10,21

P2F3 11,29

P3F1 6,55

P3F2 8,14

P3F3 9,62

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 60 hari dengan perlakuan perbedaan pakan alami dengan feeding rate yang berbeda, diagram rasio konversi pakan pada setiap perlakuan pada masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Rasio konversi pakan pada setiap perlakuan

Berdasarkan Gambar 6, nilai FCR tertinggi berada pada interaksi P2F3 (Pakan alami keong mas dengan feeding rate 10%) sebesar 11,29. Kemudian diikuti pada perlakuan P1F3 (pakan alami ikan rucah dengan feeding rate 10%) sebesar 11,16. Sedangkan nilai FCR terendah terdapat pada perlakuan P3F1 sebesar 6,55. Feed convertion ratio (FCR) dalam budidaya diperlukan untuk

(47)

mengetahui jumlah kebutuhan pakan yang dibutuhkan kepiting untuk menghasilkan daging pada kepiting. Nilai konversi pakan yang baik berada pada nilai FCR yang rendah, semakin rendah nilai konversi pakan maka semakin efisien pakan yang diberikan.

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh setiap pakan alami dan feeding rate terhadap feed convertion ratio kepiting bakau , maka dilanjutkan dengan uji ANOVA yang hasilnya disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, hasil analisis variasi dari rasio pemberian pakan dengan nilai signifikasi 0,000 dan perlakuan pakan alami dan feeding rate dengan nilai signifikan (P≤0,01). Dimana sumber variansi tersebut memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap rasio konversi pakan atau FCR (feed convertion ratio) kepiting bakau.

Dan interaksi pakan alami dan feeding rate memiliki nilai signifikasi 0,000 pakan perlakuan pakan alami dan feedung rate memiliki signifikan (P≤0,01) dimana sumber variansi tersebut memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap rasio konversi pakan atau FCR (feed convertion ratio) kepiting bakau..

Tabel 8. Analisis variasi terhadap feed convertion ratio kepiting bakau selama masa pemeliharaan

Sumber keragaman JK db KT Fhitung Sig.

Pakan alami 12,697 2 6,348 324,014 0,000

Feeding rate 50,802 2 25,401 1296,457 0,000

Pakan alami

*feeding rate 2,139 4 0,535 27,298 0,000

Error 0,313 16 0,020

Total 66,004 26

**(Sangat berbeda nyata) (P≤0,01). * (Berbeda nyata) (P≤0,05). tn (tidak nyata) (P>0,05)

Referensi

Dokumen terkait

Denah yang baik untuk bangunan rumah di daerah gempa adalah sebagai berikut: (Sumber: (Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan.. Gempa,

Penelitian ini membahas tentang dayasaing minyak sawit dengan menganalisis faktor internal dan faktor eksternal industri minyak sawit di Indonesia, serta strategi

- Batas kiri dari atas ; aorta knob, pinggang jantung yang agak cekung (dibentuk oleh conus pulmonalis dan aurikel / atrium kiri )dan segmen ventrikel kiri dengan letak ápex cordis

Zonasi wilayah perikanan tangkap di Kabupaten Takalar terdiri dari dua wilayah yakni wilayah pantai utara dimana terdapat satu kecamatan yakni Kecamatan Galesong

Pemberian insulin akan ,menurunkan hormon glukagon sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino

Berkaitan dengan Perda Kota Denpasar No.7 Tahun 2010 tentang BPHTB dalam pasal 6 ayat (5) tentang pengenaan NPOPTKP untuk waris dan hibah wasiat menimbulkan permasalahan

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN