• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KEJENUHAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINGKAT KEJENUHAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

45

TINGKAT KEJENUHAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Permata Sari1, Farid Imam Kholidin2, Mahmuddah Dewi Edmawati3

1UIN Raden Intan Lampung-Indonesia, 2IAIN Kerinci-Indonesia, 3Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukhoharjo-Indonesia

permataontel93@gmail.com

Abstract: Burnout is a condition experienced by individuals who are tired of all activities undertaken, so that individuals are not tetarik and do not concentrate on doing the activities being undertaken This study aims to explain the phenomenon or description of burnout learning that occurs in students of junior high school in Bandar Lampung. The design used in this research is descriptive quantitative and the number of sample is 135 students. The results of this study indicate the level of burnout learning of students of junior high school in Bandar Lampung in the medium category, with the number of students is 63 students included in the medium category by a percentage of 46.7%.

Keywords: Adolescent, Burnout Learning, Learning Difficult

Abstrak: Burnout merupakan kondisi yang dialami oleh indvidu yang lelah dengan segala aktivitas yang dijalani, sehingga individu tidak tetarik dan tidak berkonsentrasi melakukan aktivitas yang sedang dijalani. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena atau gambaran kejenuhan belajar yang terjadi pada siswa SMP di Kota Bandar Lampung. Desain yang digunakan dalam penelitiian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan sampel sebanyak 135 siswa. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tingkat kejenuhan belajar siswa SMP di Kota Bandar Lampung dalam kategori sedang, dengan jumlah 63 siswa masuk dalam kategori sedang dengan persentase sebesar 46,7%.

Kata kunci: Kejenuhan Belajar, Kesulitan Belajar, Remaja PENDAHULUAN

Awalnya istilah burnout digunakan untuk mendeskripsikan fenomena sosial yang terjadi pada saat para professional helping profession sangat kelelahan sehingga mereka tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan efektif (Freudenberger, 2010). Penelitian- penelitian tentang burnout yang awalnya hanya berfokus pada dunia pekerjaan, kini dikembangkan pada bidang pendidikan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa, hal ini menunjukkan bahwa burnout dapat dialami oleh siapa saja dan semua tingkatan usia. Karena burnout merupakan proses kejenuhan yang dapat membuat siapa saja depresi (Bianchi, Schonfeld, & Laurent, 2019).

Pada proses belajar setiap siswa mempunyai peluang untuk meraih hasil terbaik, namun tidak jarang siswa menemukan hambatan dalam proses belajar salah satu hambatannya adalah kejenuhan belajar. Kejenuhan belajar merupakan rentang waktu tertentu yang digunakan individu untuk belajar, akan tetapi individu tersebut tidak mendapatkan hasil(Skaalvik & Skaalvik, 2017). Tidak didapatan hasil yang maksimal akan membuat siswa merasa waktu yang meraka habiskan untuk belajar adalah hal yang sia-sia. Hal ini dapat menimbulkan ketidaktertarikan siswa untuk belajar, depresi dan akan berdampak pula ke kesehatan siswa (Hyman et al., 2017).

(2)

46

Tekanan akademik dan prestasi jangka panjang siswa dalam proses pembelajaran mereka dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya kejenuhan pada siswa(Lou, Wu,

& Liu, 2016). Kejenuhan ini dapat menghilangkan motivasi belajar siswa. Ketika kejenuhan belajar tidak ditangani dengan baik ini akan berdampak buruk pada proses dan hasil belajar (Lee, Kang, & Kim, 2017). Padatnya kegiatan belajar juga merupakan salah satu penyebab siswa mengalami kejenuhan belajar, yang akan menimbulkan rasa bosan dan lelah yang akan menghilangkan motivasi belajar pada siswa (Ambarwati, 2016). Hal ini juga akan menimbulkan rasa malas pada siswa untuk mengikuti kegiatan belajar.

Permasalahan mengenai kejenuhan belajar juga dialami oleh siswa-siswi di Bandar Lampung, khususnya siswa di sekolah menengah pertama. Hasil wawancara yang dilakukan kepada 12 guru BK sekolah menengah pertama menunjukkan bahwa siswa sering melakukan aktivitas diluar kegiatan belajar saat proses belajar berlangsung, siswa juga terlihat kelelahan pada saat jam-jam pelajaran terakhir. Salah satu penyebabnya adalah jam sekolah yang terlalu panjang (full day school). Kasus membolos juga sering dikaitkan dengan kebosanan siswa mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas, sehingga siswa memilih untuk tidak berangkat ke sekolah.

Kejenuhan yang dialami siswa berdampak pada ketertarikannya untuk mengikuti proses belajar. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Walburg menjelaskan bahwa kejenuhan dan khususnya aspek kehilangan tujuan dan minat pada kegiatan di sekolah dapat meningkatkan risiko konsumsi ganja di antara siswa sekolah menengah (Walburg, 2014). Dampak dari kejenuhan belajar yang terjadi pada siswa tidak sama. Masing- masing siswa mengalami dampak yang berbeda .

Observasi yang dilakukan pada salah satu siswa SMP yang mengalami kejenuhan belajar menunjukkan bahwa siswa lebih senang tidak melakukan kegiatan belajar dan memilih untuk pulang ke rumah. Siswa dengan inisial MAF juga mengalami kesulitan dalam membaca. MAF menjelaskan bahwa ia lebih senang bermain dengan teman- teman di lingkungan rumahnya daripada harus belajar.

Sebagai hasilnya, sangat penting untuk meneliti sejauhmana tingkat kejenuhan belajar siswa untuk membantu guru BK menemukan solusi yang baik untuk meningkatkan hasil siswa. Penelitian ini membahas tentang kejenuhan belajar yang dialami siswa SMP di Kota Bandar Lampung. Tingkat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinggi, sedang dan rendah. Penelitian ini dilakukan di lima sekolah menengah pertama di Bandar Lampung pada semester genap tahun ajaran 2018-2019.

KAJIAN TEORI Kejenuhan Belajar

Kejenuhan belajar merupakan kondisi emosional ketika seseorang merasa lelah dengan tuntutan yang ada, kelelahan ini dapat berupa kelelahan fisik ataupun kelelahan mental (Pines & Aronson, 1988). Seringkali kelelahan belajar siswa didasarkan pada kelelahan siswa dalam proses belajar mereka yang disebabkan oleh tekanan akademis, pekerjaan rumah yang berlebihan, atau faktor psikologis individu lainnya seperti kelelahan emosional, sikap negatif, dan fenomena pencapaian pribadi yang rendah (Lin

& Huang, 2012). Burnout didefinisikan sebagai gangguan yang disebabkan oleh aktivitas individu yang menggabungkan kelelahan emosional, depresi dan perasaan tidak percaya diri karena kurang berprestasi pribadi (Bianchi et al., 2019). Berdasarkan pengertian yang disampaikan oleh para ahli burnout diidentikkan dengan kata kelelahan yang dialami oleh individu yang berdampak pada kekurangan konsentrasi dan rasa ketertarikan pada satu aktivitas. Sedangkan burnout belajar adalah kondisi dimana

(3)

47 siswa tidak dapat berkonsentrasi pada proses belajar yang membuat siswa tidak teratrik dengan proses belajar.

Kejenuhan belajar juga dikaitkan dengan keadaan dimana emosional siswa yang merasa kelelahan, tidakefisien dan mudah marah (Maslach & Jackson, 1981).

Kejenuhan belajar merupakan rentang waktu tertentu yang digunakan individu untuk belajar, akan tetapi individu tersebut tidak mendapatkan hasil. Ketidakberhasilan proses belajar belajar siswa membuat siswa merasa bahwa hal-hal yang dilakukannya selama ini merupakan tindakan sia-sia. Hal ini akan mengakibatkan siswa merasa bosan dengan kegiatan belajar yang dilakukan selama ini.

Aspek dari kejenuhan belajar terdiri dari kelelahan fisik, emosi dan kognitif (Schaufeli, Maslach, & Marek, 2017). Kelelahan emosional dicirikan ketika perasaaan seseorang yang gelisah atau perasaan lelah disebabkan oleh tuntutan yang berlebihan (Maslach & Jackson, 1981). Kelelahan fisik ditandai dengan adanya gangguan kesehatan dimana anggota badan kita terasa sakit (Schaufeli et al., 2017). Sedangkan kelelahan kognitif dicirikan dengan perilaku tidak konsentrasi yang ditunjukkan oleh seseorang karena tugas berlebihan. Ketiga aspek ini menunjukkan bahwa rasa lelah yang dihadapi oleh individu akan berdampak banyak hal.

Faktor lain yang dapat memprediksi peningkatan burnout belajar adalah hubungan yang buruk antara siswa dan guru, tidak ada umpan balik dari teman sebaya, daya saing dan konflik yang terjadi di kelas (Liu & Onwuegbuzie, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa burnout belajar dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Sehingga penting sekali untuk mengetahui sejauh mana burnout belajar yang dialami siswa.

Burnout belajar tidak hanya mengganggu proses belajar mengajar dan hasil belajar individu, akan tetapi berdampak luas terhadap kehidupan individu(Argentero, Dell’Olivo, Santa Ferretti, & on Burnout, 2008; Pines & Aronson, 1988). Dampak yang sangat jelas dirasakan adalah pada kesehatan, individu yang mengalami burnout belajar akan mengalami kegelisahan dan rasa lelah menghadapi tugas-tugas yang diberikan di sekolah. Siswa juga akan memiliki motivasi yang rendah ketika proses belajar dilaksanakan.

Metode pengukuran burnout yang banyak digunakan adalah menggunakan MBI (Maslach Burnout Inventory) dan UWES (Utrecht Work Engagement Scale). MBI mendefinisikan burnout dalam hal skor negatif yang tinggi pada kelelahan emosional, depersonalisasi, dan pencapaian pribadi (Maslach & Jackson, 1981). Sedangkan UWES mendefinisikan burnout melalui keterlibatan sebagai kondisi pemenuhan afektif motivasi positif yang persisten yang juga ditandai oleh tiga dimensi: kekuatan, dedikasi, dan penyerapan (Schaufeli et al., 2017; Upadyaya, Vartiainen, & Salmela-Aro, 2016).

Akan tetapi, pada penelitian ini pengukuran dilakukan dengan mengengembangkan instrument yang sesuai dengan aspek burnout belajar yang sudah divalidasi.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, yang menggambarkan fenomena kejenuhan belajar siswa SMP di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini dilakukan di lima sekolah menengah pertama di Kota Bandar Lampung dengan jumlah sampel sebanyak 135 siswa. Instrumen yang digunakan dala, penelitian ini adalah wawancara dan angket kejenuhan belajar siswa yang dikembangkan berdasarkan aspek kejenuhan belajar yaitu kelelahan emosi, kelelahan fisik, kelelahan kognitif, dan kehilangan motivasi (Schaufeli et al., 2017). Wawancara digunakan untuk

(4)

48

mengungkapkan latar belakang siswa mengalami kesulitan belajar dan sejauhmana kejenuhan belajar siswa. Skala kejenuhan belajar digunakan untuk mengukur tingkat kejenuhan belajar yang dikategorikan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengukuran tingkat kejenuhan belajar yang dilakukan dengan pemberian skala kepada 135 siswa, maka didapatkan deskripsi data yang ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 1

Kategori Skor Subjek

Kategori Jumlah siswa Persentase

Tinggi Sedang Rendah

19 63 53

14%

46.7%

39.3%

Berdasarkan tabel kategorisasi skor subjek maka diperoleh data bahwa terdapat 19 siswa yang tingkat kejenuhan belajarnya tinggi dengan karakteristik bahwa siswa tersebut mengalami kelelahan emosi (mengalami kecemasan dan tidak bisa mengendalikan diri), kelelahan fisik, kelelahan kognitif (kesulitan berkonsentrasi, tidak dapat mengerjakan tugas yang kompleks dan mengalami frustasi) dan memiliki motivasi yang rendah. Siswa yang masuk dalam kategori sedang sebanyak 63 siswa, dengan karakteristik siswa mudah cemas, terkadang tidak dapat berkonsentrasi dengan baik, motivasi belajar yang naik turun. Terdapat juga 53 siswa yang mengalami kejenuhan belajar dalam kategori rendah, karakteristik siswa yang masuk dalam kategori rendah adalah siswa dapat mengendalikan diri, merasa tenang dan berkonsentrasi ketika proses belajar berlangsung, serta memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Hasil analisis data skala kejenuhan belajar juga disajikan dalam bentuk persentase yang disajikan dalam gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa siswa dengan kejenuhan belajar kategori tinggi sejumlah 19 siswa atau 14%, kategori sedang sejumlah 63 atau 46,70% dan kategori tinggi sejumlah 53 siswa atau 39,3%. Kemudian, wawancara yang dilakukan kepada beberapa siswa pada lima sekolah, ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan mereka mengalami kejenuhan belajar.

(5)

49 Tabel 2

Hasil Wawancara tentang Kejenuhan Belajar Siswa Kategori Kejenuhan Belajar Faktor yang Mempengaruhi Siswa dengan kategori kejenuhan

belajar rendah

- Metode belajar guru yang menyenangkan.

- Penyampaian materi yang jelas.

- Teman-teman kelas yang saling mendukung (kompak).

Siswa dengan kategori kejenuhan belajar sedang

- Tugas yang berlebihan.

- Kelelahan (fuulday).

- Sering lapar.

Siswa dengan kategori kejenuhan belajar tinggi

- Tugas yang menumpuk dan kompleks.

- Metode belajar guru membosankan.

- Kelelahan (fullday).

- Suasana kelas yang tidak kondusif.

- Takut dengan guru.

- Tidak mengerti materi dasar yang dijelaskan.

- Sering mengantuk saat jam pelajaran terakhir.

Berdasarkan tabel kategorisasi skor subjek maka diperoleh data bahwa terdapat 19 siswa yang tingkat kejenuhan belajarnya tinggi dengan karakteristik bahwa siswa tersebut mengalami kelelahan emosi (mengalami kecemasan dan tidak bisa mengendalikan diri), kelelahan fisik, kelelahan kognitif (kesulitan berkonsentrasi, tidak dapat mengerjakan tugas yang kompleks dan mengalami frustasi) dan memiliki motivasi yang rendah. Siswa yang masuk dalam kategori sedang sebanyak 63 siswa, dengan karakteristik siswa mudah cemas, terkadang tidak dapat berkonsentrasi dengan baik, motivasi belajar yang naik turun. Terdapat juga 53 siswa yang mengalami kejenuhan belajar dalam kategori rendah, karakteristik siswa yang masuk dalam kategori rendah adalah siswa dapat mengendalikan diri, merasa tenang dan berkonsentrasi ketika proses belajar berlangsung, serta memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Kejenuhan belajar merupakan kondisi dimana siswa menjadi lelah dalam proses belajar karena tekanan belajar, pekerjaan rumah yang berlebihan, atau faktor psikologis individu lainnya seperti kelelahan emosional, sikap negatif, dan fenomena pencapaian pribadi yang rendah (Lin & Huang, 2012). Kondisi seperti ini akan mempengaruhi siswa sehingga mengakibatkan timbulnya rasa bosan dan tidak bersemangat melakukan aktivitas belajar.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SMP di Kota Bandar Lampung masuk dalam kejenuhan belajar kategori sedang yaitu 63 siswa atau 46,7%. Hasil wawancara dengan siswa menunjukkan bahwa kejenuhan belajar siswa dalam kategori sedang ini dipengaruhi oleh pekerjaan rumah yang belebihan, kelelahan dengan aktivitas belajar mengajar seharian penuh, selain itu juga dikarenakan sering merasa lapar saat jam pelajaran dan berakibat tidak bisa berkonsentrasi. Hasil wawancara tersebut sesuai dengan pendapat Schaufeli & Enzman yang menjelaskan bahwa kejenuhan belajar siswa dipengaruhi oleh kelelahan emosi,fisik, kognitif dan kehilangan motivasi (Schaufeli et al., 2017).

Penelitian yang relevan terkait dengan tingkat kejenuhan belajar siswa adalah penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2014) yang menunjukkan bahwa siswa MAN 2 Wates Kulon Progo memiliki tingkat kejenuhan belajar yang tinggi dikarenakan guru menggunakan metode ceramah dalam proses belajar mengajar. Penelitian ini juga

(6)

50

menjelaskan ketika guru lebih aktif menjelaskan siswa akan lebih cepat bosan dalam proses belajar. Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh (Lou et al., 2016).

yang menunjukkan bahwa mahasiswa di Yangtze University memiliki tingkat kejenuhan belajar rendah sampai sedang, yang disebabkan oleh lingkungan belajar yang kurang kondusif seperti metode pembelajaran yang digunakan dan dukungan dari orang tua dan teman. Penelitian yang dilakukan oleh Sugara dalam Vitasari (2016) tentang burnout belajar yang dilakukan di SMA Angkasa Bandung yang menemukan bahwa sebanyak 15,32%

intensitas kejenuhan belajar siswa berada dalam kategori tinggi, 72,97% dalam kategori sedang, serta 11,71% pada kategori rendah. Kejenuhan Belajar tersebut disebabkan oleh keletihan emosi, depersonalisasi dan menurunnya keyakinan akademis.

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu pengungkapan kejenuhan belajar hanya menggunakan wawancara dan skala saja, tidak dilakukan dengan observasi dikarenakan keterbatasan waktu. Hal ini menyebabkan hasil penelitian kurang mendeskripsikan bentuk perilaku kejenuhan belajar yang nyata. Selain itu penelitian ini dilakukan hanya di lima SMP kota Bandar Lampung.

Siswa dengan kategori kejenuhan belajar tinggi memerlukan perhatian khusus dari stakeholder, khususnya guru BK. Ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menjelaskan bahwa ketika kejenuhan tidak segera diatasi maka siswa akan merasa tertekan, dan mempengaruhi proses belajar mengajar (Ghadampour, Farhadi, & Naghibeiranvand, 2016;

Kim & Lyons, 2003). Guru BK dapat menggunakan teknik dalam konseling dalam setting kelompok maupun individu untuk membantu siswa mereduksi kejuhan belajar siswa.

SIMPULAN

Hasil analisis data angket kejenuhan belajar siswa dapat disimpulkan bahwa rata-rata siswa SMP di Bandar Lampung memiliki kategori sedang yaitu sebanyak 63 siswa atau 46,7%. Hal ini menunjukkan bahwa guru BK perlu memberikan intervensi yang tepat agar kejenuhan belajar siswa dapat direduksi. Intervensi ini akan membantu siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi agar proses belajar mengajar berjalan dengan efektif. Guru matapelajaran sebaiknya menggunakan metode belajar yang kreatif dan menyenangkan sehingga dapat membuat siswa tertarik dengan materi yang sedang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, N. A. (2016). Kejenuhan Belajar dan Cara Mengatasinya. Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2, 9–16.

Argentero, P., Dell’Olivo, B., Santa Ferretti, M., & on Burnout, W. G. (2008). Staff burnout and patient satisfaction with the quality of dialysis care. American Journal of Kidney Diseases, 51(1), 80–92.

Bianchi, R., Schonfeld, I. S., & Laurent, E. (2019). Burnout: Moving beyond the status quo. International Journal of Stress Management, 26(1), 36.

Freudenberger, H. J. (2010). Staff Burn-Out. Journal of Social Issues, 30(1), 159–165.

https://doi.org/10.1111/j.1540-4560.1974.tb00706.x

Ghadampour, E., Farhadi, A., & Naghibeiranvand, F. (2016). The relationship among academic burnout, academic engagement and performance of students of Lorestan University of Medical Sciences. Research in Medical Education, 8(2), 60–68.

(7)

51 Hyman, S. A., Shotwell, M. S., Michaels, D. R., Han, X., Card, E. B., Morse, J. L., &

Weinger, M. B. (2017). A survey evaluating burnout, health status, depression, reported alcohol and substance use, and social support of anesthesiologists.

Anesthesia & Analgesia, 125(6), 2009–2018.

Kim, B. S. K., & Lyons, H. Z. (2003). Experiential Activities and Multicultural Counseling Competence Training. Journal of Counseling and Development, 81(4), 400–408. https://doi.org/10.1002/j.1556-6678.2003.tb00266.x

Lee, K., Kang, S., & Kim, I. (2017). Relationships among stress, burnout, athletic identity, and athlete satisfaction in students at Korea’s physical education high schools: Validating differences between pathways according to ego resilience.

Psychological Reports, 120(4), 585–608.

Lin, S. H., & Huang, Y. C. (2012). Investigating the relationships between loneliness and learning burnout. Active Learning in Higher Education, 13(3), 231–243.

https://doi.org/10.1177/1469787412452983

Liu, S., & Onwuegbuzie, A. J. (2012). Chinese teachers’ work stress and their turnover intention. International Journal of Educational Research, 53, 160–170.

https://doi.org/10.1016/j.ijer.2012.03.006

Lou, Y., Wu, L., & Liu, H. (2016). A Study of Non-English-Majored Graduates’

Learning Burnout in a Local Comprehensive University in China. Creative Education, 07(07), 999–1006. https://doi.org/10.4236/ce.2016.77104

Maslach, C., & Jackson, S. E. (1981). The measurement of experienced burnout.

Journal of Organizational Behavior, 2(2), 99–113.

https://doi.org/10.1002/job.4030020205

Pines, A., & Aronson, E. (1988). Career burnout: Causes and cures. Free press.

Schaufeli, W. B., Maslach, C., & Marek, T. (2017). Professional burnout: Recent developments in theory and research (Vol. 33). Taylor & Francis.

Skaalvik, E. M., & Skaalvik, S. (2017). Dimensions of teacher burnout: Relations with potential stressors at school. Social Psychology of Education, 20(4), 775–790.

Upadyaya, K., Vartiainen, M., & Salmela-Aro, K. (2016). From job demands and resources to work engagement, burnout, life satisfaction, depressive symptoms, and occupational health. Burnout Research, 3(4), 101–108.

Walburg, V. (2014). Burnout among high school students: A literature review. Children

and Youth Services Review, 42, 28–33.

https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2014.03.020

(8)

52

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan di TK Pelita Nusantara Kabupaten Bengkayang mengenai peningkatan kemampuan bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh profitabilitas, likuiditas dan ukuran perusahaan baik secara simultan maupun parsial terhadap kebijakan

Dengan demikian model pembelajaran project based learning dapat digunakan sebagai sebuah model pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam membuat

Hasil penelitian pada jurnal ini menunjukkan ada bukti bahwa tingkat positif yang lebih tingggi mempengaruhi, optimisme, dan kesejahteraan dapat menyebabkan

Untuk itu dalam tugas akhir ini akan dibuat sistem informasi berbasis web yang dapat melakukan pemesanan lapangan, pengaturan jadwal lapangan, pengolahan data pemesanan

Variabel pada faktor facilitating condition yang berpengaruh besar, yaitu facilitating condition karena sebagian pengguna merasakan adanya fasilitas yang disediakan

(2) Rumah Sakit Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unit organisasi bersifat khusus memiliki otonomi dalam pengelolaan keuangan dan barang milik

Pemberian ASI dengan durasi yang lebih lama yaitu selama 6-12 bulan juga dilaporkan belum dapat disimpulkan bersifat protektif terhadap kejadian hay fever, asma, dan