• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITIK HUKUM SIYASAH MALIYAH TERHADAP PERSAINGAN PASAR MODERN DAN PASAR TRADISIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KRITIK HUKUM SIYASAH MALIYAH TERHADAP PERSAINGAN PASAR MODERN DAN PASAR TRADISIONAL"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KRITIK HUKUM SIYASAH MALIYAH TERHADAP PERSAINGAN PASAR MODERN DAN PASAR TRADISIONAL

Santi Santika

Dosen STAI Muhammadiyah Bandung santi_santika@mail.com

ABSTRACT

The development of modern stores uncontrolled in Bandung has resulted a gap of society. Thus, it causes to demand the government's responsibility for common welfare. Meanwhile, the existing regulation of legislation has not been able to meet this demand so it is required a resonable regulation. This study aimes to describe: the implementation of Distric Regulation No.20, 2009 in Bandung regency, the factors, government measures, and self-criticism of Maliyah fiqh. The research method used is a case study, which is an empirical inquiry that investigates the phenomenon in the context of real life. When the boundaries between phenomenon and context do not seem firmly, the multiple sources are utilized with regard to Regulation No. 20, 2009 in Bandung regency through the analysis of fiqh maliyah literature review as self-criticism. The result of the study can be concluded that: the Implementing Distric Regulation No.20, 2009 has not been effective: due to lack of socialization, communication among agencies associated with the regulation, the solution to these obstacles pursued in accordance with the rules of law and the arrangement of traditional and modern markets in Bandung district not having reached the level of Al-Maslahatul Ummah.

Keywords: Modern Market, Prosperity, Al-Maslahatul Ummah

PENDAHULUAN

empat paling subur bagi pelaku usaha sektor informal adalah pasar, pasar yaitu segala ruang untuk menja- jakan hasil produksi. Pasar didirikan secara alamiah oleh rakyat berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat. Fung- sinya melayani masyarakat disekitarnya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Untuk mencapai hal itu, maka peme- rintah bertindak sebagai penentu kebi- jakan yang memudahkan perusahaan- perusahaan pilihan untuk meraup keun- tungan. Dari keuntungan yang berhasil diperoleh itu akan dikumpulkan dan di- serahkan ke seluruh pihak yang ber-

naung di bawahnya dalam hal ini selu- ruh masyarakat, dimana mayoritas me- reka adalah pelaku ekonomi sektor in- formal. Efek ini, dalam teori ekonomi pertumbuhan adalah ‘efek menetes’ atau trickle down effect.

Kegiatan sosial dan kegiatan ekono- mi mencirikan perkembangan suatu daerah di samping aktivitas lain yang ada. Salah satu indikasi dari dinamika perkembangan daerah dapat dilihat dari kondisi perekonomian daerah tersebut (urban economic). Secara umum, ciri per- kembangan daerah dapat ditentukan oleh kapasitas prasarana dan sarana yang ada di daerah itu. Kondisi tersebut

T

(2)

mengindikasikan prasarana dan sarana menjadi bagian yang sangat vital dalam perkembangan suatu daerah. Kapasitas prasarana dan sarana daerah ini secara umum dapat dilihat dari jenisnya, daya tampung atau daya dukung dan sistem pengelolaannya serta kesesuaiannya de- ngan kondisi daerah atau daerah baik secara fisik, sosial dan ekonomi. Prasa- rana atau infrastruktur adalah alat yang paling utama dalam kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi atau dengan kata lain bahwa dalam meningkatkan perkem- bangan kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi, prasarana merupakan hal yang penting.1

Dinamika perekonomian suatu dae- rah ditentukan oleh seberapa jauh efi- siensi penggunaan ruang atau pola penggunaan ruang untuk aktivitas per- ekonomian di daerah tersebut. Perkem- bangan perekonomian daerah ini secara spesifik akan ditentukan oleh dinamika sistem perdagangan yang ada di daerah itu dan juga di kawasan sekitarnya. Sa- lah satu sarana perdagangan yang ada di daerah adalah pasar, baik pasar tradi- sional maupun pasar modern. Keber- adaan sarana perdagangan ini berfungsi

1 Johara T. Jayadinata, 1999, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Perdesaan, Perkotaan dan Wilayah, Bandung: ITB, hlm. 3.

sebagai:2 Sub sistem dari sistem pela- yanan prasarana dan sarana daerah;

tempat kerja dan sumber pendapatan masyarakat; Salah satu pusat retail dalam sistem perdagangan daerah; dan sumber pendapatan asli daerah.

Atas dasar itu, Kabupaten Bandung sebagai salah satu pemerintahan di dae- rah, perlu mengatur Peraturan Daerah Tentang Penataan Pasar Tradisional Pu- sat Perbelanjaan Dan Toko Modern yang disesuaikan dengan kondisi dan per- kembangan masyarakat guna menun- jang dan memenuhi kesejahteraan ma- syarakat. Menuju Pengelolaan Pasar yang berkualitas dan berbasis kearifan lokal dapat dilihat dari aspek pelayanan bagi pelaku pasar tradisional, sulitnya akses modal usaha bagi pelaku usaha kecil dan mikro, mahalnya harga kios setelah revitalisasi pasar tradisional, kumuhnya pasar-pasar tradisional yang masih eksis, dan lain-lain.

Keberadaan pasar tradisional di Ka- bupaten Bandung, Jawa Barat (Jabar) semakin menurun jumlahnya. Atas da- sar itu, dengan dibuatnya Peraturan Daerah Tentang Penataan Pasar Tra- disional Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern, diharapkan dapat mengatur tata kelola keberadaan pasar baik pasar tradisional maupun pasar modern. Diha-

2 Kementrian PU, 2013. Penyusunan Studi LARAP Pembangunan Pasar Tradisional, www.pu.go.id, posting: 8 Juni 2013, (diakses: 14 Oktober 2016, 11:10 WIB.)

(3)

rapkan dengan adanya aturan tersebut, keberadaan pasar tradisional, tetap da- pat mengimbangi keberadaan toko mo- dern. Karena bagaimanapun, kebera- daan pasar atau toko modern, meru- pakan dampak dari perkembangan pa- sar global. Jika pemerintah dan masya- rakat tidak siap, maka perekonomian di Kabupaten Bandung, tidak akan ber- kembang, sehingga tingkat ekonomi di Kabupaten Bandung, tidak akan ber- kembang.

Keberadaan pasar tradisional yang ada di wilayah Kabupaten Bandung ha- rus dilindungi keberadaannya. Jangan sampai kehilangan pasarnya sebagai tempat melakukan aktivitas berdagang- nya sehari-hari. Hal itu menanggapi semakin menjamurnya mini market atau toko serba ada di wilayah Kabupaten Bandung. Dari data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan perdagangan Provinsi Jawa Barat, mengenai statistik peningkatan pasar tradisional dan pasar modern di Kabupaten Bandung menun- jukkan bahwa pasar modern begitu cepat mengalami peningkatan yang sig- nifikan jika dibandingkan dengan per- tumbuhan pasar modern, sebagai contoh pada tahun 2002 dan 2005.3

Persoalan ini memang sangat dile- matis. Realita yang terjadi sampai saat

3 Editor, ”Perkembangan Pasar Tradisional dan Modern di Jawa Barat” pada http://www.bi.go.id/id/

publikasi/kajian-ekonomi, (diakses: 14 Oktober 2016, 11:10 WIB.) .

ini pemerintah daerah belum dapat membatasi berdirinya mini market di Kabupaten Bandung. Alasannya adalah pihak pemerintah daerah belum mem- punyai aturan atau Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang masalah tersebut4.

Dengan demikian diharapkan para pedagang tidak merasa khawatir karena dalam waktu dekat aturan yang mengatur persoalan tersebut segera ada.

Dengan demikian, diharapkan dengan adanya Peraturan Daerah yang mengaturnya akan lebih menguatkan dalam pengaturan, karena landasan atau payung hukumnya jelas. Atas dasar itu, dimasa yang akan datang pengaturan soal perdagangan dapat lebih tertata dengan baik dan semua pihak dapat menerima, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Islam menaruh perhatian yang besar terhadap segala persoalan yang diha- dapi umatnya, tidak terlepas dari pem- bangunan ekonomi (mu’amalah) itu sen- diri, karena dalam pemahaman peneliti persoalan ekonomi merupakan salah satu dari sekian banyak yang menjadi aspek tujuan dari perlindungan hukum Islam (Hifdul Mal). Perekonomian umat sangat menyangkut dan menentukan nasib hidup orang banyak. Hal itulah

4 Hasil wawancara dengan salah satu pengelola pasar modern di daerah Majalaya, pada tanggal 10 Oktober 2016.

(4)

yang memotivasi peneliti untuk meng- kaji bagaimana konsep perekonomian yang diatur dalam Islam melalui siyasah maliyah atau fiqh maliyah-nya.

PEMBAHASAN

Implementasi Kebijakan

Secara etimologis “implementasi”

berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplemen- tasikan. Implementasi merupakan pe- nyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, Peraturan Pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga peme- rintah dalam kehidupan kenegaraan.

Implementasi sebagai suatu proses tindakan Administrasi dan Politik. Pan- dangan ini sejalandengan pendapat Pe- ter S. Cleaves (Solichin Abdul Wahab, 2008), yang secara tegas menyatakan:

“…Implementasi itu mencakup “a process of moving toward a policy objective by meansof administrative and political steps” (Cleaves, 1980). Secara garis besar, beliau mengatakan bahwa fungsi imple- mentasi itu ialah untuk membentuk sua- tu hubungan yang memungkinkan tuju- an-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebi-

jakan public diwujudkan sebagai outco- me hasil akhir kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab itu fungsi imple- mentasi mencakup pula penciptaan apa yang dalam ilmu kebijakan public dise- but “policy delivery system” (sistem pe- nyampaian/penerusan kebijakan publik) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau saran-sarana tertentu yang dirancang atau didesain secara khusus serta di- arahkan menuju tercapainya tujuan- tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki”5

Mazmanian & Paul Sabatier dalam bukunya implementation and public policy (1983), mendefinisikan implementasi se- bagai berikut: “…..pelaksanaan keputus- an kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undanh-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradil- an. Lazimnya, keputusan tersebut meng- identifikasikan masalah yang ingin di- atasi, menyebutkan secara tegastujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan

5 Abdul Wahab, Solichin 2008. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke. Implementasi Kebijaksanaan Negara. Edisi Kedua. Jakarta: PT.

Bumi Aksara, hlm.187,

(5)

atau mengatur proses implemen- tasinya”.6

Implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier merupakan pelaksanaan kebijakan dasar berbentukundang-un- dang juga berbentuk perintah atau kepu- tusankeputusan yang penting atau se- perti keputusanbadan peradilan. Proses implementasi ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentuseperti tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijakan dalam ben- tuk pelaksanaan keputusan dan sete- rusnya sampai perbaikan kebijakan yang bersangkutan.

Sedangkan Van Meter dan Van Horn (Leo Agustino, 2006), mendefinisi- kan implementasi sebagai, “....Tindakan- tindakan yang dilakukan baik oleh indi- vidu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebiujaksanaan”.7

Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi merupakan tindakan oleh individu, pejabat, kelom- pok badan pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tuju-

6 Mazmanian, Daniel H., dan Paul A. Sabatier, 1983, Implementation and Public. Policy, New York:

Harper Collins., hlm. 61.

7 Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabeta, hlm. 139.

an yang telah digariskan dalam suatu keputusan tertentu. Badan-badan terse- but melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pa- da warga negaranya. Namun dalam praktinya badan-badan pemerintah se- ring menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat dari Undang-Undang, sehingga membuat mereka menjadi ti- dak jelas untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

Dari beberapa definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebi- jakan menyangkut tiga hal, yaitu: (1) Adanya tujuan atau sasaran kebijakan;

(2) Adanya aktivitas/kegiatan penca- paian tujuan; (3) Adanya hasil kegiatan

Dan Dari uraian diatas dapat disim- pulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis,dimana pe- laksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

Dilematis

Dilihat dari berbagai aspek, pengim- plementasian Perda No. 20 Tahun 2009 yang sudah berjalan hampir 4 tahun ini seharusnya sudah mencapai titik pembe- nahan dari sisi pengimplementasiannya,

(6)

namun pada kenyataannya Perda terse- but malah menjadi titik tolak dari tujuan di bentuknya Perda tersebut dan masih memerlukan kajian ulang. Di samping itu, Perda tersebut belum memiliki ke- kuatan dalam pelaksanaannya, masih banyak pelaku usaha yang sengaja me- langgar aturan perundang-undangan yang berlaku dan diberlakukan terhadap pelaku usaha tersebut. Bahkan dikutip dari Antarajawabarat.com pada tanggal 4 Oktober 2012 Komisi B DPRD Kabu- paten Bandung, Jawa Barat, meminta instansi terkait untuk meningkatkan pengawasan terhadap menjamurnya mi- nimarket ilegal di Kabupaten Bandung.8

”...Sekarang ini, pendirian mini- market sudah tidak lagi mempertim- bangkan jarak dengan pasar tradisional.

Malah mereka sengaja mendekat, de- ngan pasar tradisional," kata Ketua Ko- misi B DPRD Kabupaten Bandung, Saeful Bahri".9 Menurutnya, saat ini keberadaan Perda No 20/2009 tentang Pengelolaan Pasar Modern sudah tidak dihiraukan lagi. Hal itu terbukti dengan banyaknya pelanggaran. Berdasarkan hasil pengamatannya di lapangan, satu

8 Editor, “BPMP Kabupaten Bandung Menata Pasar Modern”, dalam “http://www.antarajabar.com/

berita/28629/bpmp-kabupaten-bandung-menata- pasar-modern”, (diakses pada 11 November 2016 pukul 10:23 WIB).

9 Op. Cit. Editor, BPMP, ... (11 November 2016)

izin pendirian minimarket bisa diguna- kan untuk pendirian sejumlah mini- market lokasi-lokasi itu di antaranya di kawasan Margahayu, Banjaran, dan kawasan Soreang.

"....Apabila melihat data 2013 ada 117 minimarket ilegal di Kabupaten Ban- dung. Dan saya kira jumlahnya tidak ja- uh berbeda dengan tahun sebelumnya.

Makanya, saya minta agar dinas terkait untuk melakukan pendataan ulang ter- hadap minimarket," ujarnya. Dinas Per- ekonomian, Perindustrian, dan Perda- gangan (Diskoperindag) Kabupaten Bandung sendiri, kata Saiful, hingga saat ini juga belum memberikan tindakan tegas terhadap pemilik usaha yang tak berizin itu". "Saya belum pernah dengar ada sanksi yang jelas ataupun penutupan. Padahal minimarket itu perlu diberikan tindakan tegas, bahkan kalau perlu ditutup," katanya.10

Akan tetapi hal itu, menjadi persoal- an baru ketika banyak toko modern yang berdiri sebelum adanya Perda No.

20 Tahun 2009, tidak adanya kesadaran dari pelaku usaha untuk memenuhi per- izinan sesuai dengan peraturan perun- dang-undangan yang diberlakukan sete- lah adanya Perda tersebut. Sehingga ini menjadi polemik ketika dinas-dinas yang terkait akan memberikan tindakan

10 Ibid..

(7)

ataupun sanksi terhadap pelaku usaha yang tidak memiliki kelengkapan per- izinan sesuai dengan Perda No. 20 Ta- hun 2009 yang berlaku saat ini. Berda- sarkan data yang penulis peroleh dari Diskoperindag bahwa ada 146 toko mo- dern yang berdiri sebelum Perda No. 20 Tahun 2009 dari keseluruhan toko yang ada di Kabupaten Bandung sebanyak 260 toko modern.11

Kemudian berdasarkan hasil obser- vasi penulis di lapangan, toko modern yang berada di sekitar Majalaya, Panga- lengan, Banjaran, Dayeuh Kolot berda- sarkan indikator lokasi atau zonasi me- mang memerlukan kajian ulang, dari se- gi kajian analisa sosial ekonomi, kajian lingkungan, kajian lalu lintas sesuai de- ngan Peraturan Bupati Bandung No. 29 Tahun 2010 tentang Petunjuk pelaksana- an Peraturan Daerah Kabupaten Ban- dung No. 20 Tahun 2009 tentang Pemba- ngunan, Penataan dan Pengendalian Pa- sar pasal 10 ayat 1, karena hal ini ber- dampak pada perekonomian dan keber- langsungan hidup masyarakat secara ke- seluruhan. Jarak antara pasar tradisional dengan toko modern, jarak antar toko modern dan jarak antara toko modern

11 Hasil wawancara dengan Heri Gunawan, Seksi Bina Usaha Perdagangan Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung, pada tanggal 03 Juli 2013, di Kantor Diskoperindag Kab. Bandung-Soreang.

dengan warung/toko kecil yang sudah tidak di perhatikan lagi oleh para pelaku usaha.

Berikut adalah petikan wawancara penulis dengan Seksi Bina Usaha Perda- gangan Dinas Koperasi, UKM, Perindus- trian dan Perdagangan Kabupaten Ban- dung Drs. Heri Gunawan, M.Si, ”...Me- mang masih kurang efektif pelaksanaan Perda tersebut karena didalam Perdanya sendiri masih banyak kalimat-kalimat yang tumpang tindih dan multi tafsir serta membingungkan untuk pelaku usaha maupun pihak-pihak yang me- mang terkait didalamnya sehingga be- lum tercapainya tujuan dan sasaran dari dibuatnya Perda No.20 Tahun 2009 tersebut dan adanya tumpang tindih ke- wenangan yang membuat kami tidak bisa memberikan sanksi ketika ada toko modern yang melanggar peraturan per- undang-undangan”, ujarnya dengan lantang.12

Apabila kita melihat dari hasil peng- amatan penulis di lapangan mengenai implementasi regulasi tersebut, jika di kaitkan dengan sebuah teori yang dite- gaskan oleh Edward III (Juliartha, 2009), bahwa masalah utama dari administrasi publik adalah lack attention to implemen- tation bahwa without effective implemen-

12 Op.Cit. Hasil wawancara dengan Heri Gunawan, ………. tanggal 03 Juli 2016.

(8)

tation the decision of policymakers will not be carried out successfully. Setidaknya ada beberapa aspek yang harus mendapat perhatian menurut teori Edward yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur organisasi, berikut implementa- si dari aspek-aspek tersebut:13 Pertama:

Komunikasi: (a) Hambatan ditinjau dari perspektif komunikasi, ada komunikasi yang tidak efektif ataupun gaya komuni- kasi yang tidak baik antar dinas sehing- ga hal ini berpengaruh terhadap imple- mentasi perda no. 20 tahun 2009 baik dalam penegakannya maupun dalam perwujudan cita-cita perda tersebut; (b) Berkaitan dengan sosialisasi yang belum merata sehingga mengakibatkan terham- batnya pengimplementasian dan pene- gakan perda kepada para pelaku usaha, masyarakat dan pihak-pihak yang ter- kait di dalamnya. Dan banyak toko mo- dern berdiri sebelum adanya Perda No.

20 Tahun 2009, hal ini menjadi perma- salahan ketika pengsosialisasian Perda tersebut tidak sampai dan tidak di per- hatikan oleh para pelaku usaha, yang pada akhirnya implentasi Perda No. 20 Tahun 2009 secara tujuan dan sasaran tidak sampai pada objek yang telah ditentukan; Kedua: Sumber Daya; Berda- sarkan implementasi dilapangan, ter- bukti bahwa pembuat kebijakan tidak

13 Loc. Cti. Juliartha, 2009. Tata ……, hlm. 58.

semuanya paham dan mengerti akan ke- butuhan masyarakat jika dilihat dari latar belakang pendidikannya, hal ini di- pertegas oleh penuturan Heri Gunawan.

"...Bahwa di dalam peraturan daerah nomor 20 tahun 2009 tentang pemba- ngunan, penataan dan pengendalian pa- sar ini masih ada kerancuan, sehingga terjadi penyimpangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu perpres nomor 112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional pusat per- belanjaan toko modern dan permendag nomor 53 tahun 2008 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisi- onal pusat perbelanjaan toko modern, kemudian dalam pembahasannya pun pihak Diskoperindag tidak diikut sertakan".14

Hal tersebut menegaskan bahwa ke- tidak siapan para pembuat kebijakan dalam membuat sebuah peraturan yang lebih kepada mekanisme atau teknis dari perundang-undangan sebelumnya, yaitu dari Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, dan Peraturan Men- teri Perdagangan No. 58 Tahun 2008 tentang pedoman penataan dan pembi-

14 Op.Cit. Hasil wawancara dengan Heri Gunawan, ………. tanggal 03 Juli 2016..

(9)

naan pasar tradisional, pusat perbelan- jaan dan toko modern.

Ketiga: Disposisi: Hambatan ditinjau dari sudut pandang disposisi yaitu kurangnya kesadaran masyarakat atau pelaku usaha untuk mengetahui dan menaati perda no. 20 tahun 2009 ini yang kemudian melahirkan pelanggar- an-pelanggaran yang berasumsikan pa- da ketidaktahuan dari pihak pelaku usa- ha terhadap peraturan perundang-un- dangan yang berlaku saat ini, sehingga pemerintah pun kesulitan dalam pembe- rian sanksi tegas atas pelanggaran yang telah dan sedang dilakukan para pelaku usaha toko modern.

"…..Ada sekitar 260 toko modern di Kabupaten Bandung yang terdaftar di Diskoperindag, tetapi toko modern yang berdiri sesudah perda no. 20 tahun 2009 hanya 112 toko, sisanya berdiri sebelum perda tersebut". ujar Drs. Heri Guna- wan, M.Si15

Dengan begitu, maka pensosialisa- sian dan kesadaran para pelaku usaha untuk mentaati peraturan perundang- undangan yang berlaku saat ini sangat diperlukan, untuk mengantisipasi terja- dinya pelanggaran-pelanggaran berke- lanjutan.

15 Op.Cit. Hasil wawancara dengan Heri Gunawan, ………. tanggal 03 Juli 2016.

Keeempat: Struktur Birokrasi: Ham- batan dari aspek struktur organisasi di antaranya adanya ketidak sinergisan an- tara pimpinan dengan bawahan dalam birokrasi, baik itu mengenai kesepaham- an persepsi tentang kebijakan tersebut, maupun tentang tata cara pengimple- mentasiannya, berdasarkan hasil obser- vasi penulis di Diskoperindag bahwa ternyata tingkat pendidikan tidak terlalu diperhitungkan dibandingkan masa ker- ja karena kapabilitas pegawai dengan masa kerja yang lebih lama sudah bisa dipastikan kapasitas dan kapabilitasnya.

Namun hal ini menjadi permasalahan juga ketika penempatan jabatan tidak sesuai dengan kemampuan dan pengeta- huan yang memadai, yang terjadi seka- rang adalah pembiaran ketidakpahaman dikarena para pegawainya pun sebagian tidak mengerti terhadap esensi peratur- an perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Al-Maslahatul Ummah dalam Analisis Siyasah Maliyah

Keanekaragaman pengaturan ten- tang kehidupan terdapat pada kitabu- llah dan sunnatullah, salah satunya ada- lah perihal ekonomi yang sangat berkait- an erat dengan kesejahteraan umat.Islam sebagai agama yang syamil (sempurna) sepatutnya dijadikan landasan pemerin-

(10)

tah guna mengambil kebijakan-kebijak- an politik pembangunannya sebab ajar- an Islam juga mengatur kebijakan pe- ngelolaan negara (at-Tashorruf). Dalam Iqtishoduna, karya Muhammad Baqir Shadr menjelaskankan bahwa pemerin- tah mempunyai intervensi aktifitas eko- nomi masyarakat.16

Jika kita melihat pada beberapa ne- gara, pembangunan pada suatu negara sudah sejak dini dikonsep sedemikian matang, sehingga memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan penduduknya. Hal ini banyak di terap- kan oleh negara-negara maju, seperti je- pang dan beberapa negara di Ero- pa. Berbeda dengan negara miskin atau negara sedang berkembang, terutama yang menerapkan teori konvensional, pada umumnya negara masih setengah- setengah dalam menerapkan kebijakan ekonomi, akibatnya masyarakat baik in- dividu maupun unit ekonomi, akan ber- tindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma atau aturan sesuai dengan persepsi masing-masing sehingga timbul sebuah kesemrawutan.

Pembangunan bangsa memang ti- dak bisa serta merta menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Akan tetapi men-

16 Muhammad Baqir Shadr, tt. Iqtishaduna, Beirut: Darul al-Ta'arif,

jadi kewajiban bersama antara warga negara dan pemerintah sehingga tercipta sebuah negara yang kondusif, makmur dan sejahtera. Analoginya, jika pereko- nomian masyarakat secara menyeluruh mengalami peningkatan, secara tidak langsung pertumbuhan pembangunan secara otomatis dengan sendirinya mengalami peningkatan. Pertumbuhan pembangunan yang dimulai dari skala kecil hingga pada penguatan infra struk- tur suatu Negara tentu berawal kema- pan ekonomi. Maka, ada korelasi yang bersinergi antara ekonomi dan pemba- ngunan Negara. Islam yang memilik ba- nyak disiplin ilmu. Bukti bahwa ajaran Islam paling benar diantaranya adalah wahyu tuhan mencakup segala hal. Da- lam bagan di atas dapat kita mengerti bahwa untuk memdayagunakan alam haruslah tidak bertentangan dengan Al- Qur'an dan Sunnah. Paket pengelolaan alam sudah dikembangkan oleh ulama kita dalam bidang disiplin ilmu siyasah maliyah (politik ekonomi).

Mengutif dari tulisan Aan Zainul Anwar (27 September 2016, pukul 15:50 WIB), dalam ilmu pembangunan islam, aspek-aspek yang harus dijadikan lan- dasan adalah: Pertama: Tauhid (Tauhi- dullah): Pengertian tauhid dalam eko- nomi pembangunan adalah adanya pengakuan secara mendasar bahwa

(11)

sumber-sumber ekonomi adalah milik Allah SWT, maka prinsip ini secara uni- versal bahwa sumber ekonomi bukan milik perseorangan akan tetapi milik pu- blik dan harus bisa dimanfaatkan oleh semua kalangan (tidak ada yang dirugikan).

Kedua: Keadilan ('Adalah): Islam se- lalu menjunjung tinggi keadilan. Al- Qur'an banyak sekali menyebut tentang keadilan. Prinsip adil sendiri adalah sa- ma rata yang mana dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dilakukan se- cara merata untuk semua orang se- hingga setiap individu berhak memper- oleh kesempatan yang sama untuk ber- peran dan menikmati ekonomi secara nyata. Sebagaimana firman Allah dalam (Q.S. Al-Baqarah [2): 143), yang artinya:

"Dan demikian (pula) Kami telah menja- dikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan" 17

Kalimat adil dalam ayat ini bahwa umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan men- jadi saksi atas perbuatan orang yang me- nyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat18. Dalam praktek ekonomi, mereka yang berbuat tidak

17 Departemen Agama RI, 1989. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Al-Hidayah, hlm. 36.

18 Jalaluddin asy-Syuyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy, tt. Tafsir Jalalain, Maktabah Syamilah: hlm. 2.

adil, yaitu memanfaatkan sumber daya alam tanpa melihat aspek-aspek nilai ke- sejahteraan baik untuk masyarakat seki- tar maupun kehidupan manusia di seluruh dunia.

Ketiga: Keberlanjutan (Istimrariyah):

Landasan keberlanjutan adalah meng- hendaki bahwa pendayagunaan sumber daya alam yang digunakan untuk sum- ber ekonomi dilakukan dengan menjaga kelestarian fungsi sumbernya secara ber- kelanjutan. Prinsip keberlanjutan dida- sarkan pada fakta keberadaan sumber- sumber ekonomi yang terbatas jumlah- nya, sementara konsumsi terhadapnya tidak terbatas. Firman Allah dalam (QS.

Al-Anbiya' [21]:107), artinya: "Dan tiada- lah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." 19

Rahmat di sini juga berarti berkah yang harus terus dilestarikan untuk ter- ciptanya manusia yang sejahtera dan menjadi manusia yang kuat. Oleh sebab itu, efisiensi dan adil haruslah merupa- kan landasan penentuan kebijakan pe- ngelolaan dan distribusi sumber ekono- mi yang bersangkutan.

Bertolak pada tiga prinsip diatas, maka secara umum untuk mengimple- mentasikan landasan tersebut pada

19 Loc. Cit. Departemen Agama RI, 1989. Al- Qur.an ..., hlm. 459..

(12)

pembangunan ekonomi haruslah me- liputi: Pertama; Tanggung jawab sosial adalah peran serta pengelola pemba- ngunan ekonomi terhadap kelestarian alam sebab dibalik hasil kekayaan yang didapatkan terdapat kekayaan atau hak orang lain. Hal ini tentu berbeda dengan teori konvensional yang mana peran ser- ta dalam menjaga kelestarian hanyalah bentuk dari kemurah hatian. Dalam hal ini Islam menganut sistem kesamaan sosial, bukan kesamaan ekonomi seba- gaimana yang diterapkan oleh kelom- pok sosialis20.

Kedua: Tanggung jawab moral ada- lah pemanfaatan sesaui dengan kapa- sitas atau kemampuan sumber daya alam dan lingkungan, tidak memaksa- kan kehendak demi tercapainya kepen- tingan individu maupun kepentingan sesaat. Manusia harus sadar bahwa ma- nusia ada batasnya, begitu pula sumber daya alam. Sayyid Hossen Nasr tentang hal ini menyebutnya sebagai tanggung jawab etika21.

Ketiga: Tanggung Jawab Keseim- bangan, adalah manfaat dan mahdharat terhadap pembangunan harus lebih be-

20 Ija Suntana, 2010. Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah Teori-Teori Pengelolaan umber Daya Alam, Hukum Pengarian dan Undang-Undang SDA di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, hlm. 17

21 Seyyed Hossien Nasr, 2007. The Essential, Bagdad: World Wisdom, Inc, hlm. 222.

sar manfaatnya, minimal adalah setara dan tidak boleh lebih besar madharat- nya. Islam memandang manfaat adalah kunci keberhasilan dalam pembangunan ekonomi karena Islam menghendaki adanya bangunan ekonomi yang kuat sehingga menjadikan masyarakatnya adalah masyarakat yang kuat. Maka, untuk menjadi masyarakat yang kuat tidak hanya diukur dalam satu kurun waktu akan tetapi nilai keberlanjutan yang diteruskan oleh generasi setelah- nya. Firman Allah dalam (QS. Annisa [4]:9): "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya me- ninggalkan di belakang mereka anak- anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka."22 SIMPULAN

Secara umum, kritik hukum siyasah maliyah terhadap persaingan pasar modern dan pasar tradisional dalam hal pengimplementasian perda no. 20 tahun 2009 tentang pembangunan, penataan dan pengendalian pasar pada pengem- bangan toko modern di Kabupaten Bandung disimpulkan sebagai berikut:

Pertama; Implementasi perda no.20 tahun 2009 belum tersosialisasi secara merata dan dikomunikan dengan baik

22 Loc. Cit. Departemen Agama RI, 1989. Al- Qur’an ..., hlm. 116.

(13)

terutama kepada pihak pelaku usaha dan belum adanya peraturan daerah yang mengatur tentang hal yang serupa dengan Perda No. 20 Tahun 2009 sehing- ga mengakibatkan argumentasi bahwa toko modern yang ada terlebih dahulu sebelum perda tidak bisa dikenakan oleh perda tersebut;

Kedua; Hambatan dari pengimple- mentasian Perda No. 20 Tahun 2009 tentang pembangunan, penataan dan pengendalian pasar memiliki berbagai aspek, di antara adalah yang pertama komunikasi, dalam hal ini komunikasi adalah langkah awal dalam memberkan atau menyebar luasakan peraturan per- undang-undangan yang berlaku saat itu.

Yang kedua sumber daya, sumber daya menjaga factor yang penting didalam sebuah pensosialisasian kebijakan, kare- na barometer dari pencapaian dan ke- berhasilan sebuah kebijakan tergantung dari orang-orang yang membuat kebi- jakan tersebut. Ketiga disposisi adalah sikap dan tanggapan dari para pihak yang terlibat mengenai sebuah kebijakan melaui peraturan ini. Dan keempat struk- tural, dalam pelaksanaan kebijakan ha- ruslah tercipta sinergitas antara seorang pimpinan dengan bawahan dalam bi- rokrasi, baik itu mengenai kesepahaman persepsi tentang kebijakan tersebut,

maupun tentang tata cara pengim- plementasiannya;

Ketiga; Langkah-langkah yang telah di ambil oleh pemerintah yang diwakili oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindus- trian dan Perdagangan diantaranya pen- sosialisasian peraturan perundang-un- dangan dengan cara formal maupun informal yang diberikan kepada pelaku usaha maupun masyarakat yang terkait dengan adanya perda tersebut.Prinsip utama dalam formulasi ekonomi Islam dan perumusan fatwa-fatwa serta pro- duk keuangan adalah maslahah. Penem- patan maslahah sebagai prinsip utama, karena mashlahah merupakan konsep yang paling penting dalam syariah, Da- lam studi prinsip ekonomi Islam, mas- lahah ditempatkan pada posisi kedua, yaitu sesudah prinsip tawhid. Mashlahah adalah tujuan syariah Islam dan menjadi inti utama syariah Islam itu sendiri. Para ulama merumuskan maqashid syari’ah (tujuan syariah) adalah mewujudkan ke- maslahatan. Imam Al-Juwaini, Al- Ghazali, Asy-Syatibi, Ath-Thufi dan sejumlah ilmuwan Islam terkemuka, telah sepakat tentang hal itu. Dengan demikian, sangat tepat dan proporsional apabila maslahah ditempatkan sebagai prinsip kedua dalam ekonomi Islam;

(14)

Keempat; Kemaslahatan dalam bi- dang muamalah dapat ditemukan oleh akal/pemikiran manusia melalui ijtihad.

Misalnya, akal manusia dapat menge- tahui bahwa curang dan menipu dalam kegiatan bisnis adalah perilaku tercela.

Demikian pula praktik riba. Para filosof Yunani yang hidup di zaman klasik, bisa menemukan dengan pemikirannya bahwa riba adalah perbuatan tak bermoral yang harus dihindari. Al mashlahah sebagai salah

satu model pendekatan dalam ijtihad menjadi sangat vital dalam pengembangan ekonomi Islam dan siyasah iqtishadiyah (kebijakan ekono- mi), yang salah satunya berkaitan de- ngan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan me- ngenai keberadaan pasar tradisional dan pasar modern di kabupaten Bandung yang sebelumnya telah dianalisis per- spektif perda No. 20 Tahun 2009 tentang pembangunan, penataan dan pengen- dalian pasar.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin 2008. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke. Implementasi Kebijaksanaan Negara. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabeta.

Bungin, Burhan. 2005, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format kuantitatif dan kualitatif, Surabaya: Airlangga University Press.

Departemen Agama RI, 1989. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Al-Hidayah.

Editor, ”Perkembangan Pasar Tradisional dan Modern di Jawa Barat” pada http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi, (diakses: 14 Oktober 2016, 11:10 WIB.) .

Hasil wawancara dengan Heri Gunawan, Seksi Bina Usaha Perdagangan Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung, pada tanggal 03 Juli 2013, di Kantor Diskoperindag Kab. Bandung-Soreang.

Hasil wawancara dengan salah satu pengelola pasar modern di daerah Majalaya, pada tanggal 10 Oktober 2016.

Ija Suntana, 2010. Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah Teori-Teori Pengelolaan umber Daya Alam, Hukum Pengarian dan Undang-Undang SDA di Indonesia, Bandung:

Pustaka Setia, hlm. 17

(15)

Jalaluddin asy-Syuyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy, tt.

Tafsir Jalalain, Maktabah Syamilah.

Johara T. Jayadinata, 1999, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Perdesaan, Perkotaan dan Wilayah, Bandung: ITB.

Kementrian PU, 2013. Penyusunan Studi LARAP Pembangunan Pasar Tradisional, www.pu.go.id, posting: 8 Juni 2013, (diakses: 14 Oktober 2016, 11:10 WIB.)

Mazmanian, Daniel H., dan Paul A. Sabatier, 1983, Implementation and Public. Policy, New York: Harper Collins.

Muhammad Baqir Shadr, tt. Iqtishaduna, Beirut: Darul al-Ta'arif,

Peraturan Presiden Nomor. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 53 Tahun 2008, tetapi hanya mengatur penempatan pusat-pusat perbelanjaan modern.

Peraturan Daerah No. 20 tahun 2009 tentang pembangunan, penataan dan pengendalian pasar di kabupaten bandung.

Rony Hanityo Soemitro, 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Seyyed Hossien Nasr, 2007. The Essential, Bagdad: World Wisdom, Inc.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis dapat memberikan saran sehingga PT Indomobil Niaga International dapat memberikan value yang melebihi harapan konsumen sebagai perusahaan

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa,

No Nomor Peserta Nama Asal Sekolah

Hasil analisa perubahan harga terhadap volume penjualan dengan menggunakan regresi sederhana yaitu sebesar a = 120646,50 merupakan besarnya hasil penjualan (y) yang diperoleh

Bagi umat Islam, ayat di atas bukan saja dipandang sebagai sebuah catatan tentang waktu diturunkannya Al-Qur'an, akan tetapi juga memiliki makna lain; yakni harapan tentang

Variabel yang diteliti adalah status gizi, faktor sosiodemografi (meliputi pola asuh, lama pendidikan orangtua, struktur keluarga dan jumlah anak) dan

Tutkielman analyysissa hyödynnettävä teoreettinen tutkimusaineisto koostuu a) opera- tionaalisen koodin oppia koskevista tutkimuksista (erityisesti edellä mainitut

Dimana untuk jarak sensor ke objek air pada jarak 24 cm maka perubahan frekuensi terhadap jarak sensor yaitu 714Hz, dan selanjutnya hingga jarak sensor ke objek air pada