• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kejadian Infeksi dari Kamar Jenazah 2.1.1 Pengertian Infeksi

Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroba patogen dapat dengan/tanpa disertai gejala klinis. Infeksi dapat bersumber dari masyarakat/komunitas, fasilitas pelayanan kesehatan, serta pelayanan kesehatan lainnya (Kemenkes RI, 2020a). Mikroorganisme patogen diantaranya seperti virus, bakteri, jamur, protozoa, atau mikroorganisme lainnya. Dalam rangka bertahan hidup, mikroba dapat berkembang biak pada suatu inang yang sesuai dan dapat mencari inang baru dengan cara berpindah atau menyebar. Bagi individu yang sehat, terlebih sedang dalam kondisi sakit, penyebaran mikroorganisme patogen sangatlah merugikan (Meena M et al., 2019).

Pada kejadian infeksi, terdapat 6 komponen rantai penularan yang sangat berperan terutama jika satu rantai putus maka penularan infeksi dapat dihindari diantaranya (Kemenkes RI, 2020):

a Agen infeksi merupakan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi terjadi, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit. Agen infeksi memiliki tiga faktor penting yang dapat mempengaruhi dalam proses terjadinya infeksi, yaitu patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis).

b Reservoir merupakan tempat atau sumber dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, dan berkembang biak sehingga dapat ditularkan ke

(2)

c pejamu/manusia yang lain. Beberapa reservoir diantaranya pada manusia, alat medis, binatang, tumbuhan, ataupun bahan organik lain.

d Pintu keluar (portal of exit) merupakan tempat untuk agen infeksi keluar dari reservoirnya, seperti saluran napas, saluran kemih, dan luka.

e Cara penularan merupakan metode transpor mikroorganisme dari reservoir menuju host/pejamu yang rentan. Umumnya dapat melalui droplet, vehikulum (makanan, minuman, darah), ataupun vektor (biasanya serangga).

f Pintu masuk (portal of entry) merupakan tempat untuk agen infeksi masuk menuju host, seperti saluran napas, saluran kemih, mata, ataupun saluran cerna.

g Pejamu yang rentan merupakan individu yang memiliki kekebalan tubuh yang menurun akibatnya tidak dapat melawan serangan dari agen infeksi.

Faktor yang berpengaruh terhadap kekebalan diantanya umur, status gizi, status imunisasi, trauma, dan pengobatan dengan imunosupresan.

Infeksi dari kamar jenazah merupakan penyakit karena mikroba patogen yang terdapat dalam jenazah yang dapat menular ke manusia yang masih hidup melalui droplet maupun darah (Putro & Dhanardhono, 2015). Kamar jenazah merupakan tempat yang memiliki resiko infeksi yang tinggi, dimana infeksi ini sering kali disebabkan karena individu yang mengabaikan hal-hal yang berbahaya saat berada di kamar jenazah (Possible et al., 2017).

(3)

2.1.2 Penyebaran Infeksi dari Kamar Jenazah

Dalam tubuh manusia juga terdapat mikroba atau yang dikenal sebagai flora normal yang seringkali terdapat pada area tubuh tertentu seperti kulit, mulut, usus besar, dan vagina. Selain itu, manusia sering terinfeksi virus yang sebagian besar atau kadang-kadang dapat memunculkan terjadinya gejala. Pada flora normal tidak mengharuskan pejamu mengalami gangguan kekebalan atau cedera, berbeda dengan patogen. Patogen mampu mengembangkan mekanisme khusus dan memunculkan respons dari organisme inang yang berkontribusi pada kelangsungan hidung dan multiplikasi dari patogen. (Meena M et al., 2019).

Mikroorganisme patogen dapat menyebabkan penyakit pada manusia, hewan, dan tumbuhan, serta pada spesies lain. Agen patogen dapat menular dari hewan ke hewan atau hewan ke manusia melalui penularan yang berbeda caranya. (Meena M et al., 2019).

Pada kejadian infeksi dari kamar jenazah dapat diakibatkan karena paparan darah yang terinfeksi, cairan tubuh atau jaringan melalui aerosol dari tulang dan jaringan (Douglas and Peterside, 2016). Kejadian infeksi di kamar jenazah dapat diperoleh melalui rute diantanya (Abdalla de Oliveira Cardoso et al., 2019):

1 Luka yang disebabkan benda yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh

2 Percikan darah atau cairan tubuh lainnya yang mengenai luka terbuka atau area dermatitis

(4)

3 Kontak darah atau cairan tubuh lainnya dengan selaput lendir mata, hidung atau mulut

4 Menghirup partikel aerosol.

Bagi para petugas pemulasaran jenazah yang pekerjaannya meliputi melakukan penerimaan jenazah, pengawetan, dan pemulangan atau penguburan jenazah dapat menimbulkan berbagai risiko bahaya. Kontak dengan mayat dapat terjadi baik selama pemindahan jenazah dari tempat kematian, selama penyimpanan, pencucian, persiapan untuk dilihat atau di tempat peristirahatan terakhir. (Sterling et al., 2000).

Kamar jenazah forensik selalu berpotensi menimbulkan ancaman bagi pekerja dan petugas, yang memiliki kontak langsung atau tidak langsung dengan mayat. Dari perspektif ini, setiap mayat harus dianggap sebagai sumber infeksi potensial dan ditangani sesuai dengan tindakan pencegahan yang direkomendasikan dan dasar-dasar profilaksis prapajanan (Madadin et al., 2021). Selain itu, ada kemungkinan juga mayat dapat menularkan agen infeksi seperti tuberkulosis dan HIV. (Douglas and Peterside, 2016)

2.1.2.1. Infeksi TBC dari Kamar Jenazah

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru-paru, menjadikan paru sebagai

presentasi yang paling umum. Namun, TB adalah penyakit multisistemik dengan sistem organ yang paling sering terkena meliputi sistem pernapasan, sistem gastrointestinal, kulit, sistem saraf pusat, sistem muskuloskeletal, sistem reproduksi, dan hati (Adigun and Singh, 2022).

(5)

TB masih menyumbang persentase yang besar pada morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Sebagian besar infeksi baru dan kematian tuberkulosis terdapat di negara-negara berkembang diantaranya India, Indonesia, Cina, Nigeria, Pakistan, dan Afrika Selatan, menyumbang 60% dari kematian TB pada tahun 2015 (Adigun and Singh, 2022).

Pada tuberkulosis, cara utama penyebaran adalah melalui inhalasi tetesan aerosol yang terinfeksi. Risiko penularan M. tuberculosis dianggap lebih rendah selama proses pengawetan daripada selama autopsi karena proses pengawetan yang kurang invasif (Mahajan and Gandhi, 2011). Proses pengawetan adalah proses pembersihan dan pengawetan sementara jenazah setelah kematian. Selain itu, pengawetan membantu mempertahankan penampilan jenazah. Pengawetan terutama terdiri dari membuang semua darah dan gas dari tubuh dan memasukkan cairan desinfektan (Health Protection Surveillance Centre, 2013). M. tuberculosis dapat menular setidaknya selama 24 hingga 48 jam setelah mayat yang terinfeksi pengawetan (Sterling et al., 2000).

Tuberkulosis menyebar dalam bentuk aerosol dimana partikel tersebut masuk ke tubuh melalui hidung atau mulut dan dapat bersarang jauh di dalam paru- paru. Tuberkulosis dapat diperoleh dari paru-paru orang yang terinfeksi yang membuat basil tersebut menjadi bentuk aerosol dari sisa udara di paru-paru yang dihembuskan dan partikel tersebut dari paru-paru akan menyembur ke atas melalui hidung atau mulut selama penanganan mayat (Mahajan and Gandhi, 2011).

Saat rongga tubuh ditusuk dan cairan tubuh tersedot keluar dari perut dan dada, sebagian besar basil tuberkel dapat ikut terhisap diantara material yang lain

(6)

(Demiryürek, Bayramoǧlu and Ustaçelebi, 2002). Saat material yang dihisap dibuang, basil tuberkel dapat menjadi aerosol setelah tercampur dengan air dan percikan lain di saluran pembuangan. Cairan embalming yang sering dibuang ke saluran pembuangan setelah proses pengawetan juga dapat melepaskan aerosol infeksius (Mahajan and Gandhi, 2011).

Individu yang menghirup bakteri M. tuberculosis akan mengakibatkan bakteri tersebut masuk menuju alveoli yang merupakan tempat bakteri untuk berkembang biak. M. Tuberculosis juga dapat menuju ke organ tubuh yang lain seperti ginjal, tulang, dan korteks serebri dan area lain dari paru-paru (lobus atas) melalui sistem limfa dan cairan tubuh. M. tuberculosis yang masuk akan mengaktivasi respons sistem imun tubuh dengan cara melakukan reaksi inflamasi.

Pada awal infeksi, interaksi yang terjadi antara sistem imun tubuh dengan M.

tuberculosis akan membentuk granuloma yang merupakan gumpalan basil hidup

dan mati yang dikelilingi oleh makrofag. Granuloma akan berubah menjadi massa jaringan fibrosa yang bagian sentral jaringan tersebut disebut ghon tuberculosis dan akan menjadi nekrotik sehingga membentuk massa seperti keju. Massa tersebut akan membentu jaringan kolagen dan kemudian bakteri menjadi dorman. Infeksi yang terjadi dapat kembali aktif apabila bakteri dorman yang sebelumnya tidak aktif menjadi kembali aktif. Pada kasus ini, ghon turbercle memecah dan menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus. Kemudian bakteri akan menjadi tersebar di udara dan mengakibatkan penyebaran penyakit yang lebih jauh (Sigalingging, Hidayat and Tarigan, 2019).

(7)

Beberapa gejala utama dari TBC paru diantaranya adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih yang dapat diikuti dengan beberapa gejala tambahan seperti dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Kemenkes RI, 2018)

2.1.2.2. Infeksi HIV dari Kamar Jenazah

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sejenis virus yang

menginfeksi sel darah putih yang mengakibatkan kekebalan tubuh manusia menjadi menurun. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang muncul akibat kekebalan tubuh yang menurun karena infeksi oleh HIV.

Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cairan tubuh dari orang yang terinfeksi seperti ASI (Air Susu Ibu), semen, cairan vagina dan darah (Kemenkes RI, 2020).

Sistem perawatan kesehatan telah menerapkan standar untuk menghilangkan resiko penularan antar pasien melalui darah. Kewaspadaan universal untuk tenaga kesehatan telah diterapkan secara luas untuk mengurangi resiko dari paparan kerja (Justiz Vaillant, Gulick and Pinto, 2022). Pada mayat, Infeksi HIV dapat bertahan hidup dalam cairan pleura, perikardial, cairan, dan darah untuk waktu yang cukup lama (16 hari setelah kematian jika disimpan pada 20C). HIV juga dapat diisolasi dari fragmen tulang, limpa, otak, sumsum tulang, dan kelenjar getah bening dari seorang pasien dengan AIDS yang di autopsi 6 hari postmortem (Demiryürek, Bayramoǧlu and Ustaçelebi, 2002). HIV ditularkan melalui rute kontak langsung dengan kulit yang tidak utuh, luka perkutan dari jarum

(8)

suntik dan pajanan membran mukosa dari darah atau cairan tubuh ke mata, hidung, mulut (Mahajan and Gandhi, 2011).

HIV adalah virus berbentuk bola yang menempel pada sel inang dengan glikoprotein. HIV akan mengintegrasikan materi kromosomnya ke dalam materi sel inang, mengambil materi seluler inang untuk menghasilkan lebih banyak protein virus dan materi genetik. Akhirnya sel inang akan mati dan sel CD4 lainnya akan terinfeksi. Protein struktural dari HIV akan dibuat dan dirakit dalam sel inang yang membuat partikel HIV dapat menginfeksi sel lain. (Justiz Vaillant, Gulick and Pinto, 2022).

2.1.3 Sifat-Sifat Penyakit Infeksi

Mikroba patogen mempunyai ciri-ciri kehidupan yang juga merupakan sifat-sifat spesifik yang dimiliki oleh mikroba patogen dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sifat-sifat tersebut diantaranya (Darmadi, 2008):

 Berkembang biak dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup

 Membutuhkan tempat tinggal yang sesuai untuk kelangsungan hidupnya (habitat-reservoir)

 Bergerak serta berpindah-pindah tempat (dinamis)

Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi interaksi antara mikroba patogen dan pejamu, yaitu (Darmawan, 2018):

a Infektivitas merupakan kemampuan yang dimiliki mikroba patogen untuk masuk, berkembang biak, dan menjadikan jaringan tubuh pejamu sebagai tempat tinggal

(9)

b Patogenitas merupakan derajat responss yang dihasilkan pejamu untuk menjadi sakit

c Virulensi merupakan kemampuan mikroba patogen untuk merusak jaringan yang pada tubuh pejamu

d Toksigenitas merupakan kemampuan yang dimiliki mikroba patogen untuk memproduksi toksin yang memberikan efek terhadap perjalan penyakit

e Antigenitas merupakan kemampuan mikroba patogen dalam merangsang terjadinya mekanisme antibodi atau pertahanan tubuh yang ada pada pejamu.

2.1.4 Upaya Pencegahan Infeksi dari Kamar Jenazah

Karena status infektivitas seringkali tidak diketahui, semua petugas harus mengenakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai (Brooks and Utley-Bobak, 2018). The Co-op Funeral Service Managers Association merekomendasikan standar pakaian pelindung diri bagi petugas yaitu (Manela, 2015):

1 Sarung tangan dari karet dan bersifat resisten air dan bahan kimia lain 2 Sepatu boots dari karet yang anti slip

3 Baju operasi/gaun lengan panjang yang bersifat resisten terhadap air dengan ukuran panjang yakni di atas boots

4 Apron yang berasal dari bahan plastik 5 Masker wajah

6 Kaca mata yang bertujuan melindungi mata dari percikan cairan tubuh 7 Penutup kepala.

(10)

(Manela, 2015)

Gambar 2.1 Peralatan Perlindungan Diri

Tindakan aseptik misalnya mencuci tangan juga penting untuk dilakukan baik sebelum maupun setelah autopsi agar dapat menurunkan risiko infeksi yang terjadi. Selain itu, penggunaan pakaian autopsi hanya dipakai sebatas kamar autopsi. Teknik autopsi yang tepat dapat mencegah terjadinya perlukaan yang bisa menjadi sarana bagi agen infeksi masuk (Manela, 2015). Penggunaan masker N-95 juga dinilai dapat menyaring 95% partikel yang berdiameter satu mikron. Petugas autopsi yang tidak dapat dipasangi masker pernapasan karena masalah kecocokan atau yang lainnya harus mengenakan powered air-purifying respirator (Brooks and Utley-Bobak, 2018). Selain itu, berdasarkan kewaspadaan universal, seluruh darah serta komponen cairan tubuh harus diperlakukan sama sebagai darah yang terinfeksi HIV, HBV, atau patogen lain yang cara transmisinya melalui darah.

Cairan tubuh diantaranya meliputi semen, sekresi vagina, cairan serebrospinal,

(11)

cairan sinovial, cairan pleura, cairan perikardial cairan peritoneal, cairan amnion, dan air ludah (Manela, 2015).

Pembersihan fasilitas pada kamar jenazah juga sangatlah penting. Sesuai dengan standar prosedur operasi di kamar jenazah, seluruh instrumen yang dipakai ketika melakukan tata laksana jenazah baik di kamar jenazah maupun di rumah duka, atau selama autopsi harus dibersihkan dan didisinfeksi segera setelah digunakan (Kristanto & Firmansyah, 2021). Terdapat persyaratan yang diperlukan untuk mempertimbangkan disinfektan yang digunakan seperti memiliki resiko yang rendah untuk kesehatan petugas di ruang autopsi (Manela, 2015).

2.2 Kamar Jenazah

2.2.1. Pengertian Kamar Jenazah

Kamar jenazah adalah tempat dimana mayat disimpan sebelum dikuburkan/dikremasi. Kamar jenazah juga merupakan tempat dimana jenazah diawetkan dengan bahan kimia dan diawetkan di penyimpanan berpendingin dan diperiksa di ruang post mortem (Odega, 2018).

2.2.2. Bangunan Kamar Jenazah

Desain dari kamar jenazah dan ruang pelayanan forensik harus dibuat untuk memberikan ruang yang cukup bagi staf dan dokter ketika bekerja dan mampu menampung peralatan yang digunakan. Ruangan pelayanan forensik terutama patologi forensik dan kamar jenazah idealnya terdiri dari (Kristanto & Firmansyah, 2021):

1. Ruang dekontaminasi jenazah

(12)

2. Ruang pemulasaraan/pelayanan jenazah 3. Ruang administrasi

4. Ruang tunggu keluarga 5. Ruang staf dan dokter

6. Kamar mandi dan ruang ganti 7. Ruang autopsi

8. Ruang pendingin mayat 9. Ruang laboratorium forensik 10. Ruang upacara/ruang duka;

11. Gudang perlengkapan termasuk gudang bahan berbahaya (B3)

Terdapat satu akses untuk masuk dan keluar pada kamar jenazah yang terpisah serta satu pintu keluar darurat. Desain pada ruang pemulasaran jenazah harus mampu memfasilitasi pergerakan troli jenazah dari dan ke meja tindakan. Ruang pemulasaran jenazah juga harus disediakan tempat untuk mencuci tangan dan tersedia minimal dua kotak sumber listrik (Kristanto & Firmansyah, 2021).

Pada kamar jenazah, ruang ganti untuk mengenakan APD dan melepaskan APD perlu dipisah, juga terdapat kamar mandi guna membasuh diri seusai melakukan tindakan. Akses masuk dan keluar di kamar mandi dan ruang ganti bagi staf dan dokter juga perlu diatur agar tidak menyebabakan kontaminasi pada saat memakai atau melepaskan APD. Ruangan dekontaminasi jenazah harus terdapat sink dan pancuran air (Kristanto & Firmansyah, 2021).

Desain laboratorium dan kamar autopsi saling terhubung tanpa harus keluar dari pintu keluar staf. Pada laboratorium juga harus disediakan fasilitas disinfeksi

(13)

tangan, penerangan cukup, akses air untuk penggunaan laboratorium, akses listrik, dan eye washer (Kristanto & Firmansyah, 2021)

Gudang perlengkapan dan gudang bahan berbahaya dan beracun (B3) didesain dengan ukuran sesuai kebutuhan, disertai dengan penerangan yang baik, dan lemari B3 yang tahan api (Kristanto & Firmansyah, 2021).

Selain terdapat pintu darurat, kamar jenazah juga harus mempunyai tiga pintu yaitu yaitu satu pintu untuk staf, satu pintu untuk jenazah dari rumah sakit atau dari luar rumah sakit, dan satu pintu untuk pengunjung/pelayat jenazah. Ruang upacara maupun ruang yang berfungsi untuk menunjukkan jenazah pada keluarga harus mempunyai akses langsung ke jalan (Kristanto & Firmansyah, 2021).

(Kristanto & Firmansyah, 2021)

Gambar 2.2 Alur Pasien/ Jenazah di Kamar Jenazah Alur pasien/ jenazah di kamar jenazah yang didesain agar

keluarga/ pelayat yang datang untuk melihat atau mengupacarakanjenazah, tidak berkontak dengan bagian yang

membawa risiko infeksi di kamar jenazah.

(14)

(Kemenkes RI, 2014)

Gambar 2.3 Contoh Lokasi Ruang Jenazah pada Area Rumah Sakit

(Kemenkes RI, 2014)

Gambar 2.4 Contoh Model Denah Kamar Jenazah Luas: ±245.1 m2 (Tanpa Area Parkir)

(15)

2.2.3. Penanganan Jenazah

Setelah kematian, terdapat prosedur tertentu yang secara rutin dilakukan rumah sakit/layanan kesehatan yang menunjukkan rasa hormat kepada orang yang meninggal dan terkadang juga berfokus pada pemenuhan keyakinan dan kewajiban agama dan budaya. Ketika prosedur dilakukan juga perlu diperhatikan kesehatan dan keselamatan, dan persyaratan hukum untuk melindungi staf dan kerabat. Jika dicurigai TB paru, masker bedah sederhana harus digunakan untuk menutupi mulut dan hidung orang yang meninggal selama pergerakan tubuh (Health Protection Surveillance Centre, 2013).

Jika kematian terjadi di tempat layanan kesehatan terdapat beberapa hal yang harus diterapkan diantaranya (Health Protection Surveillance Centre, 2013):

 Karena ada peningkatan risiko kebocoran cairan tubuh pada mereka yang

meninggal, perlu adanya kewaspadaan universal dan APD tambahan yang sesuai jika diperlukan, misalnya sarung tangan dan celemek (dan/atau kacamata jika dianggap perlu) harus digunakan saat menangani semua jenazah

 Jenazah harus dimasukkan ke dalam kantong mayat sebelum diangkut ke

kamar jenazah.

 Persiapan higienis pada jenazah meliputi mencuci muka dan tangan,

menutup mulut dan mata, merapikan rambut dan dalam beberapa kasus mencukur rambut yang ada di muka. Dalam beberapa budaya, kerabat mungkin meminta agar hal ini tidak dilakukan, atau mungkin ingin melakukannya sendiri. Dalam kasus risiko infeksi, risiko harus dinilai, dan

(16)

jika persiapan oleh kerabat diperbolehkan, perlu diawasi oleh petugas kesehatan, dan penggunaan APD oleh kerabat juga perlu diperhatikan.

 Setiap luka harus ditutup, kecuali jika diperlukan pemeriksaan identifikasi

jenazah semua saluran air, kateter, dan jalur intravena harus dilepas dengan hati-hati, dan semua tempat pembuangan air ditutup dengan pembalut.

 Petugas biasanya akan melepas semua perangkat medis yang ditanamkan,

misalnya alat pacu jantung atau defibrillator yang ditempatkan dalam wadah benda tajam dan dikembalikan ke rumah sakit untuk dibuang.

Jika kematian terjadi di rumah terdapat beberapa panduan bagi petugas jenazah dalam mengelola jenazah diantaranya(Health Protection Surveillance Centre, 2013):

 Petugas jenazah harus menerapkan kewaspadaan universal dalam semua kasus.

 Petugas jenazah harus memberi tahu keluarga untuk menghindari kemungkinan risiko infeksi.

 Jika jenazah diangkut dari rumah, jenazah dapat dimasukkan ke dalam

kantong jenazah. Jika jenazah tidak dipindahkan dari rumah dan tidak ada risiko infeksi yang diketahui, maka penggunaan kantong jenazah tidak diperlukan.

 Petugas jenazah akan memberitahu keluarga tentang penanganan jenazah selama prosedur penanganan.

(17)

Dalam penggunaan kantong mayat ada beberapa beberapa stigma yang melekat pada penggunaannya dan kerabat yang berduka mungkin menganggap bahwa orang yang mereka cintai diidentifikasi sebagai risiko infeksi. Namun, penggunaan kantong mayat merupakan langkah praktis untuk memudahkan mengangkat dan memindahkan. Penggunaannya juga merupakan tindakan higienis untuk mencegah kebocoran dan dapat berperan pada pengendalian infeksi. Dengan demikian, disarankan agar penggunaan kantong mayat dipertimbangkan untuk semua jenazah, terlepas dari status infeksinya. Prinsip-prinsip berikut harus mendasari penggunaan kantong mayat diantaranya (Health Protection Surveillance Centre, 2013):

 Kantong mayat digunakan sekali pakai dan tidak dapat digunakan

kembali.

 Ada banyak jenis kantong mayat yang tersedia, tetapi disarankan agar

kantong yang terbuat dari polivinil klorida tidak digunakan jika tubuh akan dikremasi karena risiko emisi dioksin yang berbahaya.

Proses pengawetan adalah proses pembersihan dan pengawetan sementara jenazah setelah kematian. Selain itu, pengawetan membantu mempertahankan penampilan jenazah. Pengawetan terutama terdiri dari membuang semua darah dan gas dari tubuh dan memasukkan cairan desinfektan. Sayatan kecil dibuat di arteri karotis atau femoralis dan vena jugularis atau femoralis, kemudian cairan desinfektan disuntikkan melalui arteri karotis atau femoralis. Jika autopsi sedang dilakukan, organ-organ vital diambil dan direndam dalam cairan embalming, dan kemudian dimasukkan ke dalam tubuh. Jika autopsi tidak dilakukan, petugas yang

(18)

melakukan embalming menyedot cairan keluar dari rongga tubuh dengan membuat sayatan kecil di dekat pusar dan menyedot cairan tubuh. Proses ini menghadirkan risiko terbesar paparan mikroorganisme menular oleh mereka yang terlibat dalam penanganan jenazah. Hal ini karena melibatkan kontak langsung dengan tubuh seperti, paparan darah, cairan tubuh lainnya, dan penggunaan alat tajam. Tempat proses pengawetan hanya boleh dilakukan di tempat yang sesuai untuk tujuan dan memenuhi standar seperti kamar jenazah rumah sakit. Fasilitas mandi dan cuci harus tersedia di tempat, dan harus digunakan oleh staf jika ada kontaminasi yang terjadi selama proses pengawetan (Health Protection Surveillance Centre, 2013).

Petugas yang bertugas melakukan proses pengawetan harus memenuhi kriteria berikut (Health Protection Surveillance Centre, 2013):

 Petugas hanya boleh dilakukan oleh petugas yang terlatih dan

berkualifikasi.

 Pelatihan yang diikuti harus terakreditasi.

 Petugas juga harus diminta untuk menghadiri pelatihan yang terus-

menerus.

 Pelatihan harus mencakup penjelasan lengkap dan pendidikan dalam

penggunaan kewaspadaan universal.

 Semua petugas harus divaksinasi.

 Harus ada ketentuan pemerintah tentang sistem peraturan untuk pertugas

yang melakukan embalming. Mereka harus diatur oleh badan pengawas yang sesuai. Petugas harus diminta untuk mendaftar ke badan pengawas tersebut sebelum diizinkan untuk berlatih.

(19)

2.2.4. Pembersihan Fasilitas dan Lingkungan Kamar Jenazah 2.2.4.1. Disinfeksi Kamar Jenazah

Disinfeksi merupakan proses dihancurkannya agen biologi sampai kepada tingkatan yang tidak berbahaya dan menghilangkan adanya risiko penularan. Cairan disinfektan tidak mematikan seluruh agen biologis dan umumnya tidak merusak spora bakteri. Ketika kondisi steril tidak diperlukan atau ketika dengan sterilisasi dapat merusak peralatan atau permukaan benda, disinfeksi dianggap lebih tepat.

Berdasarkan Control of Substances Hazardous to Health (COSHH), terdapat persyaratan yang diperlukan untuk mempertimbangkan disinfektan yang digunakan seperti memiliki resiko yang rendah untuk kesehatan petugas di ruang autopsi (Manela, 2015).

Permukaan lingkungan, meja tindakan, dan instrumen dapat dibersihkan dengan sabun dan air atau dengan menggunakan larutan desinfektan yang dibuat secara komersial. Setelah permukaan dibersihkan kemudian dapat dilakukan disinfeksi memakai natrium hipoklorit dengan konsentrasi minimal 0,1% (1000 ppm), atau etanol 70% selama satu menit. Petugas yang melakukan pembersihan harus mengenakan APD. Seluruh bahan dan cairan yang termasuk limbah klinis harus ditangani dan dibuang dengan dengan benar sebagai limbah infeksius (Kristanto & Firmansyah, 2021). Sampah medis harus ditangani dengan tepat dan alat-alat autopsi yang digunakan harus didekontaminasi menggunakan larutan desinfektan (Manela, 2015).

Kebersihan ruangan autopsi harus selalu dijaga dan perlunya ventilasi dan pencahayaan yang adekuat. Demikian pula, tempat penyimpanan jenazah yang

(20)

harus selalu dirawat. Pada ruangan autopsi, dilarang juga untuk merokok, minum, ataupun makan. Linen yang telah terkontaminasi darah atau cairan tubuh lain dapat dicuci dengan mesin cuci dengan air panas (>70oC) dan berikan larutan 1 bagian 5,25% natrium hipoklorit dengan 49 bagian air selama 30 menit sebelum dicuci.

Sarung tangan, alat pelindung diri lainnya, alkohol, dan disinfektan seperti natrium hipoklorit juga harus selalu tersedia dalam ruangan. Sarung tangan dan pakaian pelindung yang telah digunakan harus diletakkan ke dalam kantong plastik (Manela, 2015).

2.2.4.2. Penanganan Sampah Medis

Menurut WHO, perlunya label yang diberikan pada setiap sampah infeksius termasuk limbah medis dimana label tersebut harus jelas dan diberikan logo. Beberapa cara yang dapat dilakukan guna mencegah penularan infeksi yang berasal dari limbah medis diantaranya (Manela, 2015):

 Meletakkan limbah medis pada kantong atau kontak yang masing-masing memiliki warna sebagai kodenya.

 Meletakkan benda tajam ke dalam kotak yang bersifat tahan terhadap kebocoran dan tusukan

 Mengganti kotak yang sudah penuh 3/4 bagiannya

 Meletakkan rembesan darah, gumpalan darah, dan bahan limbah ke dalam

kantong plastik yang bersifat tahan terhadap kebocoran ataupun kotak yang kedap air.

 Beri tutup dan segel kotak dan kantong agar isi dari kotak tidak keluar selama pemindahan, penyimpanan, atupun ketika dibawa.

(21)

 Meletakkan kotak limbah ke dalam kantong atau kotak tambahan apabila berpontensi bocor atau terkontaminasi zat dari luar

 Menghindari beban yang berlebihan atau penanganan yang kasar agar kantong atau kotak tidak robek

 Mengikuti aturan-aturan mengenai limbah medis

2.3 Petugas Pemulasaran Jenazah

Petugas pemulasaran jenazah adalah petugas yang bertugas melakukan penerimaan jenazah, pengawetan, dan pemulangan atau penguburan jenazah dapat menimbulkan berbagai bahaya. Petugas pemulasaran jenazah memiliki risiko bahaya terhadap penularan penyakit terutama ketika melakukan pekerjaannya diantaranya seperti pengawetan, mendinginkan, mengkremasi, dan mengawetkan mayat sehingga diperlukan pencegahan diantaranya seperti menggunakan APD dan vaksinasi (Douglas and Peterside, 2016). Petugas yang menangani jenazah harus mendapatkan vaksinasi diantaranya (Health Protection Surveillance Centre, 2013):

Vaksin tetanus toksoid yang diperlukan minimal lima dosis. Imunisasi primer (tiga dosis) biasanya diselesaikan pada anak usia dini, diikuti oleh setidaknya dua dosis booster. Dosis booster pertama (dosis keempat) biasanya diberikan 3-5 tahun kemudian dan booster kedua (dosis kelima) setidaknya lima tahun setelah booster pertama.

Vaksin Polio dimana dosis lengkap seharusnya diterima saat masih kanak- kanak dan umumnya tidak diperlukan booster lebih lanjut.

Vaksin BCG dimana semua staf kamar jenazah harus diberikan vaksinasi BCG

(22)

Vaksin hepatitis B, direkomendasikan bahwa semua staf harus menerima imunisasi hepatitis B lengkap. Jadwal dasar terdiri dari 3 dosis vaksin pada 0, 1 bulan dan 6 bulan. Kemudian 2 bulan setelah injeksi terakhir perlu dilakukan tes darah untuk memastikan bahwa antibodi terhadap hepatitis B telah diproduksi. Mereka yang tidak kebal harus diberi konseling.

Mereka harus diberi tahu tentang risiko infeksi yang berkelanjutan.

Dalam beberapa rangkaian, vaksinasi tambahan dapat dipertimbangkan, misalnya hepatitis A, atau kadang-kadang, dalam rangkaian, vaksinasi meningokokus. Meskipun vaksin dapat memberikan perlindungan yang baik terhadap virus polio, tuberkulosis dan hepatitis B, namun perlindungan tersebut tidak 100% efektif dan ada infeksi lain yang tidak ada vaksinnya, misalnya HIV dan hepatitis C. Oleh karena itu, penggunaan kewaspadaan universal untuk pengendalian infeksi penting guna mencegah terjadinya infeksi.

2.4 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil yang diperoleh dari suatu rasa ingin tahu melalui proses penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan dapat dilakukan melalui panca indra manusia yaitu indra penciuman, rasa, raba, pendengaran, dan penglihatan. Utamanya pengetahuan dapat diperoleh melalui indra mata dan telinga. Dengan adanya pengetahuan seseorang akan memiliki dasar dalam mengambil suatu keputusan dan menentukan suatu tindakan yang tepat ketika menghadapi suatu masalah (Adventus, Jaya and Mahendra, 2019). Pengetahuan

(23)

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia dan lama kerja (Dharmawati and Wirata, 2016).

1. Usia

Usia memiliki pengaruh terhadap pola pikir dan perkembangan daya tangkap seseorang. Seseorang yang memiliki umur yang lebih tua maka akan bertambah baik proses perkembangan mentalnya. Selain itu semakin bertambah usia seseorang maka akan bertambah rasa tanggung jawabnya dan lebih teliti dalam berbagai hal daripada yang lebih muda usianya (Ar-Rasily and Dewi, 2018).

Daya ingat seseorang juga dapat dipengaruhi oleh usia. Perubahan struktural dan fungsi di otak erat kaitannya dengan perubahan kognitif yang berkaitan dengan usia. Semakin bertambah usia maka pengetahuan yang diperoleh juga akan semakin bertambah, namun pada usia tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan dalam mengingat suatu pengetahuan akan semakin berkurang (Muhdar, Indria and Rusnianah, 2018).

2. Lama Kerja

Pengalaman merupakan kerjadian yang pernah dialami seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya. Lama kerja erat kaitannya dengan pengalaman, semakin lama masa kerja maka pengalaman yang didapat juga semakin banyak (Apriluana, Khairiyati and Setyaningrum, 2016). Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka akan menimbulkan persepsi yang selanjutnya membentuk sikap yang mendorong terjadinya perilaku (Purwaningsih, Sri; Widiyaningsih, 2019).

Referensi

Dokumen terkait

Asuransi Takaful Keluarga Kantor Cabang Banda Aceh, bidang Kerja Praktik (mekanisme perhitungan investasi Takafulink Salam, prosedur dan syarat-syarat pengajuan klaim pada PT.

Selain itu, penulis berpendapat bahwa apabila pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai polik, maka dengan

Berdasarkan hasil pemeriksaan kami,Puskesmas Kalibaru Kulon Kecamatan Kalibaru pada umumnya telah melaksanakan Tugas Pokok dan fungsi beserta aspek-aspek pendukungnya,namun

perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan

Ibrahim Pokko (Pasangan calon Nomor urut 1) yang diberikan Berita Acara Model C KWK oleh penyelenggara di tingkat KPPS.yang terjadi justru pengusiran dan intimidasi saksi

Saya Saya yakin yakin bahwa bahwa tidak tidak banyak banyak yang yang dapat dapat dipela dipelajari jari mengena mengenai bim i bimbingan bingan bagi bagi orang lain;

Contoh lain, usaha-usaha masyarakat internasional atau Negara-negara dalam men- cegah dan memberantas kejahatan transnasio- nal dapat dilakukan dengan kerjasama secara fisik

Beberapa survei dan penelitian menguatkan bahwa betapa penting kemampuan untuk bisa mendengar, bahkan banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa kemampuan seseorang untuk