• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Mantingan

a. Profil KPH Mantingan 1) Wilayah kerja

Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Mantingan merupakan salah satu satuan unit kerja yang berada di wilayah Perum Perhutani Unit I Divisi Regional Jawa Tengah. Wilayah kerja KPH Mantingan berdasarkan letak geografis berada pada 111˚22’ BT – 111˚28’ BT dan 6˚54’ LS – 6˚54’ LS. Luas wilayah kerja KPH Mantingan adalah 16.751,92 Ha meliputi kawasan hutan yang berada di Kabupaten Rembang dan Blora. Untuk kepentingan kegiatan perencanaan, kawasan hutan KPH Mantingan dibagi menjadi 3(tiga) bagian hutan dengan kelas hutan Jati, yaitu sebagai berikut:

a) Bagian Hutan (BH) Kalinanas : 5.207,04 ha b) Bagian Hutan (BH) Sulang Barat : 5.904,61 ha c) Bagian Hutan (BH) Sulang Timur : 5.519,22 ha

Jumlah : 16.630,87 ha

Pengelolaan hutan KPH Mantingan terbagi menjadi 6 Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) dan 21 Resort Pemangkuan Hutan (RPH). Masing-masing RPH punya pelaksana lapangan untuk kegiatan tanaman, pemeliharaan, penjarangan, keamanan, pembantu penyuluh/sosial, pembantu lingkungan, dan tebangan. Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) tersebut meliputi:

a) Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Kalinanas dengan luas wilayah 2.718,19 Ha yang membawahi:

- Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sumberejo

(2)

- Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Bedingin - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Kedungbacin - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Gaplokan b) Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Sudo

dengan luas wilayah 2.291,61 Ha yang membawahi:

- Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Tanjung - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Logede - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Jatigenuk c) Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ngiri

dengan luas wilayah 2.488,85 Ha yang membawahi:

- Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ngiri - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sangkrah - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Tlogo

d) Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Demaan dengan luas wilayah 3.263,63 Ha yang membawahi:

- Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Blebak - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Jukung - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Pamotan - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Trembes e) Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)

Kebon dengan luas wilayah 2.255,59 Ha yang membawahi:

- Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Mantingan - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sadang - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Timbrangan f) Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)

Medang dengan luas wilayah 3.613,00 Ha yang membawahi:

- Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Nglangitan - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Pasedan

(3)

- Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sendangharjo - Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Kedungrejo Masing-masing BKPH tersebut mempunyai 3 sampai 4 Resort Polisi Hutan (RPH) dengan perincian sebagai berikut:

Tabel.1 Rincian Pembagian Wilayah di KPH Mantingan

NO BKPH RPH LUAS (HA)

1. Kalinanas 2.718,19

1. Bedingin 633,48 2. Gaplokan 1.052,28 3. Kedungbacin 607,43 4. Sumberejo 425

2. Sudo 2.291,61

5. Jatigenuk 736,87 6. Logede 976,91 7. Tanjung 577,83

3. Ngiri 2.448,85

8. Ngiri 703,08

9. Sangkrah 1.013,36 10. Tlogo 772,41

4. Demaan 3.263,63

11. Blebak 1.186,82 12. Jukung 687,44 13. Pamotan 429,12 14. Trembes 960,25

5. Kebon 2.255,59

15. Mantingan 899,25 16. Sadang 792,88 17. Timbrangan 563,46

6. Medang 3.613,00

18. Kedungrejo 714,5

(4)

19. Nglangitan 628,89 20. Pasedan 1.309,93 21. Sendangharjo 959,68

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan Tahun 2021

2) Batas Wilayah

Batas-batas wilayah Perhutani KPH Mantingan yaitu sebagai berikut:

a) Sebelah Utara : Laut Jawa

b) Sebelah Timur : KPH Kebonharjo Divre Jateng c) Sebelah Selatan : KPH Blora Divre Jateng d) Sebelah Barat : KPH Pati Divre Jateng 3) Administrasi Pemerintahan

Secara administrasi pemerintahan, kawasan hutan KPH Mantingan seluruhnya berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Wilayah hutan yang ada di Kabupaten Rembang itu sendiri seluas 10.928,71 Ha dan Sebagian wilayah hutan yang masuk daerah di Kabupaten Blora seluas 5.702,16 Ha.

4) Kondisi Sosial Masyarakat Desa Sekitar Hutan

Berdasarkan pembagian wilayah secara administratif pemerintahan, wilayah hutan KPH Mantingan berada pada Kabupaten Rembang dan Kabupaten Blora. Kabupaten Rembang yang meliputi 4 kecamatan, 13 desa dan Kabupaten Blora yang meliputi 5 kecamatan, 40 desa. Secara keseluruhan terdapat 53 desa hutan yang masuk dalam wilayah pangkuan KPH Mantingan.

Jumlah penduduk yang berada dalam wilayah pangkuan Perum Perhutani KPH Mantingan pada wilayah Kabupaten Blora sebanyak 136,366 orang, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 67,581 orang dan perempuan sebanyak 68,785 orang.

Dilihat dari komposisi pendidikan penduduk di Kabupaten Blora yang sebagian besar didominasi pada kelulusan di bangku

(5)

Sekolah Dasar sebanyak 46,730 orang, diikuti oleh pendidikan Sekolah Menengah Atas/SLTA sebanyak 23,064, Sekolah Menengah Pertama/SLTP sebanyak 18,124 orang, Perguruan Tinggi 8,571 orang, dan Tidak Tamat SD/Sederajat sebanyak 5,349 orang. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa tingkat Pendidikan masyarakat di Kabupaten Blora di wilayah sekitar hutan masih tergolong rendah. Adapun komposisi mata pencaharian penduduk di wilayah sekitar hutan didominasi oleh Petani sebanyak 30,351 orang dikarenakan lahan disekitar kawasan hutan lebih banyak digunakan untuk sawah, diikuti oleh Wiraswasta 18,728 orang, serta Karyawan Swasta sebanyak 15,158 orang.

Untuk wilayah Kabupaten Rembang sendiri jumlah penduduk yang berada dalam wilayah Perum Perhutani KPH Mantingan sebanyak 646,300 orang, yang terdiri atas laki-laki 325,394 orang dan perempuan 320,906 orang. Jika dilihat dari komposisi pendidikannya, Pendidikan di Kabupaten Rembang juga masih tergolong rendah dikarenakan jumlah penduduknya didominasi oleh kelulusan di bangku Sekolah Dasar sebanyak 31,173 orang, diikuti oleh Pendidikan SLTP/Sederajat sebanyak 18,728 orang, SLTA/Sederajat 11,832 orang, Tidak tamat SD 11,319 orang, serta Pendidikan di Perguruan Tinggi sebanyak 2,927 orang. Kemudian untuk komposisi mata pencaharian penduduk di sekitar wilayah hutan didominasi oleh Petani sebanyak 105,152 orang, kemudian diikuti oleh Wiraswasta sebanyak 94,968 orang, Karyawan Swasta sebanyak 28,662 orang, serta Nelayan/Perikanan sebanyak 18,351 orang dikarenakan di sekitar Kabupaten Rembang dekat dengan laut.

(6)

5) Kelas Perusahaan

Tabel 2. Luas Hutan Berdasarkan Kelas Perusahaan setiap Bagian Hutan NO BAGIAN

HUTAN

KELAS

PERUSAHAAN

LUAS (HA)

1. Kalinanas Jati 5.207,04

2. Sulang Barat Jati 5.904,61

3. Sulang Timur Jati 5.519,22

Jumlah 16.630,87

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan Tahun 2021

Hutan di daerah Mantingan dibagi menjadi 3 bagian, yakni Bagian Hutan di Kalinanas dimana termasuk kedalam kelas perusahaan jati karena daerahnya didominasi oleh jati dengan luas hutan 5.207,04 ha; Daerah Sulang Barat dengan kelas perusahaan jati dan memiliki luas hutan 5.904,61 ha; serta Daerah Hutan Sulang Timur dengan kelas perusahaan jati dan luas wilayah 5.519,22 ha.

6) Topografi

a) Datar (Kelerengan 0-8%) : 10%

b) Landai (Kelerengan 8-15%) : 56%

c) Bergelombang (Kelerengan 15-25%) : - d) Agak Curam (Kelerengan 25-40%) : 21%

e) Curam (Kelerengan >40-45%) : 12%

f) Sangat Curam (Kelerengan >45%) : 0,45%

7) Iklim

Dalam penentuan iklim di kawasan hutan KPH Mantingan menggunakan klasifikasi iklim menurut Schmidt & Ferguson, yakni sebagai berikut:

a) Tipe iklim A : 0,0% ≤ Q < 14,3% : Sangat Basah b) Tipe iklim B : 14,3% ≤ Q < 33,3% : Basah

c) Tipe iklim C : 33,3% ≤ Q < 60,0% : Agak Basah d) Tipe iklim D : 60,0% ≤ Q < 100,0% : Sedang

(7)

e) Tipe iklim E : 100,0% ≤ Q < 167,0%: Agak Kering f) Tipe iklim F : 167,0% ≤ Q < 300,0%: Kering

g) Tipe iklim G : 300,0% ≤ Q < 700,0%: Sangat Kering h) Tipe iklim H : 700% ≤ Q < keatas : Luar Biasa Kering

Maka berdasarkan pembagian tipe iklim menurut Schmidt &

Ferguson, wilayah hutan di KPH Mantingan beriklim tropis dengan tipe iklim D (Agak Kering) dengan nilai Q 60,0%

yangmana daerah yang memiliki tipe iklim C, D, E masih baik untuk pertumbuhan tanaman Jati.

8) Struktur Organisasi Perhutani KPH Mantingan

Gambar 2. Struktur Organisasi Perhutani KPH Mantingan

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan tahun 2021

(8)

b. Maksud dan Tujuan Perum Perhutani KPH Mantingan 1) Maksud Perusahaan yakni:

a) Menyelenggarakan usaha yang menghasilkan barang dan jasa di bidang kehutanan yang berkualitas tinggi dan memadai dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan memupuk keuntungan.

b) Menyelenggarakan pengelolaan hutan sebagai ekosistem yang sesuai dengan karakteristik wilayah demi mendapatkan manfaat baik dari segi ekologi, sosial, budaya, maupun ekonomi bagi perusahaan dan masyarakat.

2) Tujuan Perusahaan

Didasarkan dengan tujuan pembangunan nasional yang berpedoman pada rencana pengelolaan hutan disusun berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.

Untuk tujuan dari perusahaan itu sendiri yaitu turut serta dalam membangun ekonomi nasional, terutama dalam rangka pelaksanaan program pembangunan nasional di bidang kehutanan. Pengelolaan hutan meliputi kegiatan:

a) Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan b) Pemanfaatan hutan

c) Rehabilitasi dan reklamasi hutan

d) Perlindungan dan konservasi alam, yang tidak termasuk kewenangan atau pemerintahan umum.

Untuk mencapai maksud dan tujuan, perusahaan menyelenggarakan:

a) Kegiatan usaha pengelolaan hutan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

b) Usaha-usaha lain

Untuk mendukung pembiayaan kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan, berdasarkan kebijakan pengembangan usaha, perusahaan dapat:

(9)

a) Melakukan kerja sama antara usaha atau patungan (joint venture) dengan badan usaha lainnya.

b) Membentuk anak perusahaan

c) Melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lainnya yang terkait di dalam bidang kehutanan.

Administrator/KKPH yang diberikan tanggungjawab dalam tugas pokok melakukan pengelolaan sumberdaya hutan di tiap Kesatuan Pemangkuan Hutan berkewajiban untuk mengelola seumber daya hutan secara efisien, professional, serta kinerja yang terukur sesuai dengan beban kerjanya.

2. Peran Perum Perhutani KPH Mantingan dalam Pelaksanaan Kegiatan Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

Untuk membantu masyarakat dalam mempertahankan Kawasan hutan di Indonesia, pemerintah membentuk Perusahaan Umum (Perum) yang memiliki tugas utama dalam Pengelolaan Hutan Negara meliputi kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, Rehabilitasi, dan Reklamasi Hutan, Perlindungan hutan dan konservasi alam diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perum Kehutanan Negara.

Berdasarkan data dari Kementrian Kehutanan, luas hutan di Indonesia pada tahun 2021 tercatat sebesar 128 Juta Hektare, dan hampir separuh diantaranya (59,8 Juta Ha) dalam kondisi kritis dikarenakan oleh oknum-oknum yang melakukan perusakan hutan demi memenuhi kepentingan pribadinya. Perusakan hutan merupakan kegiatan yang berupa menduduki dan atau menggunakan kawasan hutan secara tidak sah, merambah Kawasan hutan, penebangan, pengangkutan, dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat, melakukan eksplorasi ataupun eksploitasi bahan tambang di kawasan hutan pemerintah

(10)

tanpa izin yang sah serta mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi Undang-Undang dari kawasan hutan tanpa adanya izin dari pejabat yang berwenang atas wilayah hutan tersebut. (Bambang Eko Supriyadi, 2013:111)

Berikut data beberapa kasus perusakan hutan yang paling banyak terjadi di wilayah kerja Perhutani KPH Mantingan yaitu berupa Pencurian Kayu dan Kebakaran Hutan pada tahun 2019 s/d September 2021:

Tabel 3. Data Perusakan Hutan tahun 2019 s/d Desember 2021

KASUS URAIAN SATUAN

TAHUN

2019 2020 s/d Sept 2021 Pencurian

Pohon

Kejadian Buah 209 145 96

Jumlah Batang 934 719 690

Kerugian Rp.x1000 410.293 343.588 245.366 Kebakaran

Hutan

Kejadian Buah 17 16 -

Jumlah Ha 30,80 42,10 -

Kerugian Rp. x 1000 90.563 72.619 -

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan tahun 2021

Berdasarkan hasil data rekapitulasi yang penulis dapatkan dari Perum Perhutani KPH Mantingan, terhitung sejak 3 tahun terakhir kasus perusakan hutan di daerah Mantingan masih banyak terjadi. Pada tahun 2019, di wilayah Perum Perhutani KPH Mantingan telah terjadi 209 kejadian pencurian kayu sebanyak 934 buah kayu dengan kerugian yang didapatkan sebesar Rp410.293.000,-; 17 kejadian kebakaran hutan yang membakar lahan seluas 30,80 ha dengan jumlah kerugian sebesar Rp90.563.000,- sedangkan pada tahun berikutnya, tahun 2020 telah terjadi 145 kejadian pencurian kayu sebanyak 719 buah kayu dengan kerugian sebesar Rp343.588.000,-; 16 kejadian kebakaran hutan yang membakar lahan seluas 42,10 ha yang menghasilkan kerugian sebesar Rp72.619.000,- kemudian pada tahun ini, sampai bulan Desember terdapat 96 kejadian

(11)

pencurian kayu sebanyak 690 buah kayu dengan kerugian yang didapatkan sebesar Rp245.366.000,-.

Dalam sistem keamanan hutan, Perum Perhutani KPH Mantingan, berdasarkan kebijakan yang dibuat dari hasil rapat bersama membagi pola pencurian kayu menjadi 3 kategori yang masing-masing mempunyai cara penanganan tersendiri. Pendekatan pengamanan dengan dasar strata pencurian diharapkan dengan cara tersebut dapat mengurangi kejadian- kejadian yang tidak diinginkan dan pengendalian keamanan wilayah hutan setempat lebih terarah sesuai dengan kondisi lapangan bahwa penanganan keamanan hutan lebih mengedepankan pola-pola pendekatan sosial dan penegakan hukum sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pembagian strata tersebut yakni sebagai berikut:

a. Strata A

Dalam strata ini terdiri dari kelompok kecil dengan anggota <10 orang, yangmana perorangan itu menggunakan senjata Gergaji tangan, Kapak Pikulan, Sasaran kayu yang akan dicuri KU IV-V/kayu yang masih dapat dipikul. Untuk upaya yang dilakukan secara preemtif melakukan kerjasama dengan Masyarakat Desa Hutan (MDH) dalam menggiatkan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sedangkan untuk upaya preventif dilakukan oleh Polhut sendiri dalam Pos Siaga 1x24 jam pada tiap Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH). Sering kali ketika petugas sedang patroli melakukan tugasnya, pelaku pencurian kayu tersebut langsung lari menjauh dari wilayah hutan.

b. Strata B

Dalam strata B ini terdiri dari kelompok sedang yang beranggotakan sekitar 10-20 orang yang bertugas menggunakan senjata Gergaji Tangan, Kapak, Pikulan, serta terkadang menggunakan mobil. Jenis kayu yang ingin diambil KU IV-V/ukuran kayu yang masih dapat dipikul. Tujuan pencuriannya digunakan untuk kelompok, kebutuhan sendiri, dan sebagai bahan komersil. Upaya

(12)

preemtif yang dilakukan yakni kerjasama dengan Masyarakat Desa Hutan melalui program Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat. Untuk upaya preventif yakni dengan mengadakan Pos Siaga 1x24 jam. Serta terdapat upaya represif Bersama Polri dan Pamong Desa yang melakukan penangkapan di jalan, tertangkap tangan/melakukan geledah rumah/industri kayu jati gelap. Tindakan para pelaku biasanya jika petugas patrol dating mereka menjauh, tetapi saat petugas telah melewati wilayah tempat pencuriannya, mereka melanjutkan aksi mereka.

c. Strata C

Dalam strata C ini merupakan kelompok besar yang terdiri atas 20-80 orang dengan membawa alat berupa Gergaji Mesin, Kapak, Mobil Angkut. Untuk jenis kayu yang ingin diambil yakni jenis kayu Semua Umur, dan untuk ukuran kayunya sesuai dengan permintaan industri. Alasan yang digunakan sindikat biasanya untuk kepentingan industri dan perlindungan oknum petugas negara. Upaya preventif yang dilakukan sama dengan strata-strata sebelumnya yaitu mengadakan Pos Siaga 1x24 jam dan bekerjasama dengan Polri dan Pamong desa melakukan geledah rumah/industri kayu jati gelap.

Tindakan para pelaku jika bertemu dengan petugas yang sedang patrol, pelaku tidak kabur lari melainkan meminta paksa kayu disertai dengan ancaman-ancaman.

Kasus perusakan hutan di wilayah kerja Perum Perhutani KPH Mantingan masih sering terjadi di beberapa wilayah Matingan yangmana hal tersebut mengakibatkan kerugian besar. Ada beberapa faktor yang mendorong banyaknya perusakan hutan yang terjadi di wilayah hutan KPH Mantingan antara lain sebagai berikut:

a. Kabupaten Rembang termasuk dalam salah satu daerah penghasil kayu terbaik sehingga permintaan terhadap kayu jati sangat tinggi yangmana hal tersebut menyebabkan nilai jual kayunya menjadi tinggi dan mengakibatkan beberapa oknum berkeinginan untuk

(13)

mendapatkan keuntungan yang lebih banyak jika mereka mendapatkan kayu dalam jumlah yang lebih.

b. Banyaknya penebangan pohon atau Illegal logging mengakibatkan lahan mudah terbakar karena hutan menjadi gundul dan hanya menyisakan daun dan ranting kering yang berpotensi menjadi bahan bakar ketika ada percikan api atau panas.

c. Kebiasaan penduduk sekitar wilayah Perum Perhutani KPH Mantingan yang selalu membakar sampah di hutan juga menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan serta polusi udara.

d. Tingkat pendidikan penduduk di Kabupaten Rembang yang rendah karena didominan oleh lulusan SD mengakibatkan minimnya pengetahuan masyarakat desa sekitar wilayah hutan terhadap pengelolaan hutan, sehingga sedikit demi sedikit hutan di kawasan Kabupaten Rembang ini menipis keberadaannya.

Berikut data banyaknya gangguan keamanan hutan di 5 (lima) daerah sekitar wilayah BKPH Perum Perhutani KPH Mantingan:

Tabel. 4 Data Ranking Gangguan Keamanan Hutan sd. Bulan Oktober 2021

Ranking BKPH

Sd. Oktober 2021

Kejadian Tunggak Kerugian

Kali Pohon Rp x

1.000

1. Ngiri 28 117 39.586

2. Kalinanas 17 111 94.057

3. Medang 20 105 20.610

4. Kebon 11 76 14.599

5. Demaan 10 49 12.109

6. Sudo 10 49 11.555

Jumlah 96 507 192.516

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan tahun 2021

Berdasarkan data yang tercatum diatas, terdapat 96 (Sembilan puluh enam) kali kejadian gangguan keamanan hutan dengan kehilangan pohon

(14)

sebanyak 507 (lima ratus tujuh) buah dan mengakibatkan kerugian sebesar Rp192.516.000,00. Kejadian perusakan hutan paling banyak terjadi di daerah Ngiri dengan total kejadian sebanyak 28 kali yang membawa kerugian sebesar Rp39.586.000,00. Kemudian disusul dengan daerah Kalinanas dengan jumlah kejadian 17 kali dan berdampak kerugian sebesar Rp94.057.000,00. Selanjutnya daerah Medang dengan kejadian sebanyak 20 kali yang membawa kerugian sebesar Rp20.610.000,00, Daerah Kebon terdapat 11 kali kejadian dengan kerugian Rp14.599.000,00, Daerah Demaan dan Daerah Sudo dengan kejadian yang sama banyaknya yaitu 10 kali kejadian dengan kerugian yang berdampak di Daerah Demaan sebanyak Rp12.109.000,00 dan Daerah Sudo sebanyak Rp11.555.000,00.

Mengetahui banyaknya tindakan yang memicu perusakan hutan di sekitar wilayah kerja Perum Perhutani KPH Mantingan, maka dilakukan beberapa upaya untuk Pencegahan sekaligus Pemberantasan Perusakan Hutan, yakni sebagai berikut:

a. Upaya Pencegahan Perusakan Hutan Daerah Mantingan Perum Perhutani KPH Mantingan menggunakan Tindakan pre- emtif untuk mengupayakan pencegahan perusakan hutan. Tindakan pre- emtif ini berupa pendekatan komunikasi kepada masyarakat dengan melibatkan stake holders lainnya untuk ikut berperan didalamnya.

Pendekatan ke masyarakat yang dapat dilakukan oleh siapa saja seperti mandor, Kepala Resort Pengelolaan Hutan (KRPH), bahkan oleh administrator itu sendiri melalui kegiatan pembinaan, penyuluhan, dan komunikasi yang bertujuan untuk merubah pandangan perorangan ataupun sekelompoj orang atau masyarakat dengan memberikan penyadaran kepada masyarakat mengenai arti penting fungsi dan manfaat hutan serta meningkatkan rasa memiliki (sense of belonging) dari masyarakat untuk kawasan hutan sehingga mereka memiliki semangat untuk menjaga dan melestarikan sumber daya hutan mereka.

(15)

Dalam mengelola sumberdaya hutan di wilayah Perhutani KPH Mantingan aspek sosial masyarakat sekitar hutan merupakan bagian terpenting yang harus diperhatikan dikarenakan aspek sosial masyarakat diyakini sangat mempengaruhi proses pengelolaan hutan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 huruf (d) dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013. Serta sesuai dengan yang diatur dalam Undnag-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang memberikan ruang bagi perlibatan masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hubungan yang harmonis antara pengelola hutan dan masyarakat sangat membawa pengaruh positif terhadap pengelolaan dan pelestarian hutan. Melalui hal tersebut juga diharapkan dapat mengurangi dan mencegah terjadinya konflik, berkurangnya tindak kejahatan di hutan, kasus tenurial, serta tindakan illegal lainnya.

Berikut upaya dilakukan oleh KPH Mantingan yangmana melibatkan peran masyarakat dalam pengupayaan pencegahan perusakan hutan sesuai dengan yang ada dalam Pasal 2 huruf (d) dalam Undang- Undang Nomor 18 tahun 2013:

1) Sosialisasi Aspek Hukum Bagi Petugas Perhutani Dan Masyarakat Desa Hutan (MDH)

Sosialisasi ini dilakukan secara rutin setiap satu bulan sekali untuk memberikan bekal pemahaman dari bidang hukum terhadap segala permasalahan yang berkaitan dengan terjaganya kelestarian Sumber Daya Hutan (SDH) bagi petugas Perhutani yang bidang pekerjaannya khusus di bagian pengelolaan Sumber Daya Hutan sebagai petunjuk kerja di lapangan dalam rangka penanganan berbagai macam gangguan keamanan hutan (Gukamhut) yang diadakan di Kantor KPH Mantingan, Kantor Asper, Wana Wisata, di Pos Keamanan Hutan, serta di Balai Desa. Sosialisasi tersebut diikuti oleh perwakilan jajaran manajemen KPH Mantingan, Pabin Jaga Wana Perhutani KPH

(16)

Mantingan, Seluruh Asper/KBKPH se-wilayah KPH Mantingan serta perwakilan Kepala Resort Pengelolaan Hutan (KRPH), Segenap Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan se-wilayah KPH Mantingan dan Tenaga Pendamping Mandiri (TPM) KPH Mantingan.

Materi yang disampaikan di sosialisasi mengenai informasi pencegahan, penanganan, serta pemberantasan perusakan hutan dalam rangka menjaga kelestarian hutan, khususnya di wilayah Perhutani KPH Mantingan. Segala bentuk pelanggaran yang dapat merusak kelestarian hutan, harus ditangani melalui jalur mediasi dan pembinaan (skala ringan) ataupun lewat jalur hukum (skala berat) agar memberikan efek jera bagi pelaku- pelaku perusakan hutan.

2) Collaborative Management

Ini merupakan cara pencegahan melalui koordinasi Perum Perhutani KPH Mantingan dengan berbagai pihak seperti, Lembaga desa, tokoh masyarakat, serta tokoh agama di sekitar wilayah kerja. Pendekatan ini dilakukan demi mencapai tujuan agar Lembaga-lembaga desa lebih aktif melakukan pembinaan kepada masyarakat mengenai arti penting menjaga kelestarian hutan, tidak melakukan perusakan hutan, maupun kegiatan sehari-hari yang tidak mereka sadari dapat merusak kelestarian hutan.

3) Bagi Hasil Produksi Kayu

Bagi hasil produksi berupa semua jenis kayu hasil tebangan dari kawasan hutan produksi yang dikelola bersama dengan masyarakat melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dibentuk oleh Perum Perhutani KPH Mantingan. Melalui program bagi hasil kayu ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa memiliki dari masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Bagi hasil ini diberikan oleh pihak Perhutani

(17)

kepada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) lalu kemudian disalurkan ke masyarakat desa.

Tabel 5. Realisasi Penyerahan Bagi Hasil Sebelum Pajak 2003 s.d 2020

No Tahun

Realisasi Sharing Produksi (Rp)

Jumlah LMDH Penerima

Keterangan

1 2003 5.659.264 2

2 2004 58.583.519 10

3 2005 66.520.839 8

4 2006 84.140.202 10

5 2007 131/507.090 12

6 2008 109.563.030 7

7 2009 226.296.239 10

8 2010 212.907.875 13

9 2011 138.685.539 14

10 2012 220.416.293 24 11 2013 289.279.026 19 12 2014 314.212.562 13

13 2015 466.203.756 5

14 2016 490.325.705 6

15 2017 175.833.195 4

16 2018 47.383.937 6

17 2019 67.832.894 4 USULAN

18 2020 125.327.611 7 USULAN

Jumlah 3.230.678.576

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan tahun 2021

Dari data diatas, terhitung jumlah keseluruhan realisasi hasil sharing produksi dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2020 sejumlah Rp3.230.678.576,00. Dari tahun 2003 sampai dengan 2017 hasil realisasi sharing produksi dapat dikatakan mengalami kenaikan dan penurunan yang konstan. Tetapi, di

(18)

tahun 2018 hasil realisasi sharing produksi mengalami penurunan drastis yang tadinya pada tahun tahun 2017 hasil realisasi sharing produksi sejumlah Rp175.833.937,00 menjadi Rp47.383.937,00 saat tahun 2018. Kemudian pada 3 tahun terakhir ini masih berupa usulan yang artinya program tersebut belum direalisasikan atau belum dijalankan.

4) Studi Dampak Sosial (SDS)

Studi yang dilakukan oleh Perum Perhutani KPH Mantingan merupakan salah satu program yang bertujuan untuk mengetahui kegiatan-kegiatan Perhutani yang dapat memberikan dampak sosial pada masyarakat desa hutan sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan oleh Perhutani terhadap kondisi sosial masyarakat yang mana dilihat berdasar 8 indikator yakni: perekonomian desa, kelembagaan, ketenagakerjaan, budaya, sengketa/konflik, persepsi masyarakat, Kesehatan, serta Pendidikan. Studi Dampak Sosial ini dilakukan setiap tahun di 10 (sepuluh) desa sampling yang tersebar di 6 (enam) BKPH di wilayah KPH Mantingan. Berikut 10 (sepuluh) desa yang menjadi obyek Studi Dampak Sosial Perum Perhutani KPH Mantingan:

Tabel 6. Desa Obyek Studi Dampak Sosial 2021

No Desa LMDH

1 Palemsari Ngudo Roso

2 Logung Rekso Karyo Santoso

3 Grawan Rukun Lestari

4 Sukorejo Suko Makmur

5 Lambangan Kulon Wana Bakti

6 Bangunrejo Peduli Wono

7 Gambiran Rimba Gembira

8 Pamotan Wana Sari Mulyo

(19)

9 Pasucen Wana Gua Pasucen

10 Dowan Wono Rejo

Sumber: Data Sekunder Perum Perhutani KPH Mantingan 2021

Berdasarkan data diatas, 10 desa yang menjadi obyek Studi Dampak Sosial yakni: Desa Palemsari dengan kelompok/LMDH bernama Ngudo Roso, Desa Logung dengan LMDH Rekso Karyo Santoso, Desa Grawan dengan LMDH Rukun Lestari, Desa Sukorejo dengan LMDH Suko Makmur, Desa Lambangan Kulon dengan LMDH Wana Bakti, Desa Bangunrejo dengan LMDH Peduli Wono, Desa Gambiran dengan LMDH Rimba Gembira, Desa Pamotan kelompok Wana Sari Mulyo, Desa Pasucen LMDH Wana Gua Pasucen, Desa Dowan dengan nama LMDH Wono Rejo.

Program studi dampak sosial yang merupakan program pembinaan untuk masyarakat desa hutan ini bertujuan untuk mendidik masyarakat desa hutan agar mau mengembangkan usaha produktif dari sumber daya hasil hutan, pembentukan koperasi oleh LMDH, serta memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dengan mendirikan wana wisata.

a) Pengembangan Usaha Produktif

Untuk memanfaatkan pemberian bagi hasil dengan baik dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar hutan, 19 LMDH yang ada di KPH Mantingan mengembangkan usaha produktif sesuai dengan potensi yang dimiliki dari masing- masing masyarakat desa hutan itu sendiri, dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 7. Pengembangan Usaha Produktif LMDH 2021

No LMDH/Kelompok

Usaha Produktif

(KUPS)

Keterangan

(20)

1 Pinggan Sejati Peternakan Ternak Kelinci 2 Wana Laga Agroforestry Jagung 3 Wana Indah Agroforestry Jagung 4 Wono Waluyo Peternakan Ternak

Kambing 5 Sumber Rejeki Peternakan Ternak Sapi 6 Bangun Wono Agroforestry Jagung 7 Wana Gua Pasucen Wisata Wana Tirta

Pasucen 8 Trisno Wono Agroforestry Jagung 9 Ngiri Sejahtera Agrobisnis Kedondong

10 Rogo Jati Akar Kerajinan

Akar

11 Rogo Jati Wisata Wisata Bulu

Matoh 12 Jati Tunjungsari Peternakan Sapi 13 Wana Langgeng Budidaya Pisang Pisang 14 Wono Suro Joyo Budidaya Mete Jambu Mete

15 Wono Karyo Wisata Wisata

16 Sumber Urip Pembibitan Tanaman Buah 17 Ngudo Roso Peternakan Ternak Sapi 18 Roso Tresno Perkebunan Tanaman

Pisang 19 Wono Rejo Agrobisnis Kedelai

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan Tahun 2021

Dari hasil data tersebut, pengembangan usaha yang dilakukan secara produktif oleh masyarakat sekitar desa berdasarkan kekayaan sumberdaya, dan karakter masing- masing daerah LMDH itu sendiri, serta sesuai denga napa yang

(21)

ingin dikembangkan oleh masyarakat desa tersebut. Seperti contohnya pada LMDH Pinggan Sejati, Wono Waluyo, Sumber Rejeki, Jati Tunjungsari, dan Ngudo Roso yang mengembangkan usaha produktif di bidang peternakan dikarenakan masyarakat di kelompok tersebut ingin mendapatkan pendapatan yang lebih dari hasil penjualan ternaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Kemudian dalam Kelompok Wana Laga, Wana Indah, Bangun Wono, Trisno Wono, Ngiri Sejahtera, Wana Langgeng, Wono Suro Joyo, Sumber Urip, Roso Tresno, Wono Rejo lebih mengembangkan di bidang perkebunan dikarenakan tanah di daerah mereka yang tergolong subur dan hasil kebunnya dapat menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.

b) Pembentukan Koperasi LMDH

Perum Perhutani KPH Mantingan memiliki 9 (Sembilan) koperasi berbadan hukum. Tetapi belakangan ini, koperasi- koperasi tersebut belum berjalan secara maksimal (pasif) dikarenakan pandemi Covid-19. Sehingga pada tahun ini, Perum Perhutani KPH Mantingan merencanakan kembali pembentukan koperasi dan disosialisasikan terlebih dahulu secara terbuka. Berikut perkembangan pembentukan koperasi Perum Perhutani KPH Mantingan 2021 yaitu sebagai berikut:

Tabel 8. Perkembangan Pembentukan Koperasi Perhutani KPH Mantingan 2021

Jumlah LMDH (buah)

Jumlah Koperasi Kategori

Rencana dalam Tahun Realisasi s/d bulan Oktober Aktif Tidak

Aktif Sosialisasi

(kali)

Pemben- tukan (kali)

Akta Notaris (buah)

Sah Diskop (buah)

Sosialisasi Pemben- tukan

Akta Notaris

Sah diskop

53 6 6 - - 4 - - - - 9

(22)

Sumber: Perum Pehrutani KPH Mantingan 2021

Berdasarkan data perkembangan pembentukan koperasi Perhutani KPH Mantingan diatas, dari jumlah LMDH sebanyak 53 buah, dalam perencanaan tahun 2021 akan mengadakan sosialisasi dan pembentukan koperasi sebanyak 6 kali, dan realisasinya per Bulan Oktober sosialisasi hanya dilakukan sebanyak 4 kali dan tidak ada pembentukan koperasi baru.

Kemudian untuk 9 koperasi lama semuanya tidak aktif atau tidak beroperasi dikarenakan kondisi pandemi pada tahun 2021.

c) Mendirikan Wana Wisata Mantingan

Dalam upayanya untuk mencegah perusakan hutan oleh oknum tertentu, Perum Perhutani KPH Mantingan mebangun Wana Wisata Mantingan yang bisa digunakan sebagai area ground camping, tempat berenang, penangkaran rusa, serta tempat penginapan dengan penjagaan 24 jam penuh. Wana Wisata tersebut dibangun selain sebagai tempat rekreasi, tetapi juga sebagai tempat untuk melindungi jumlah rusa yang semakin tahun semakin berkurang. Selain itu, pembangunan pariwisata ini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa sekitar hutan sekaligus melakukan pemanfaatan hutan dengan baik. Perubahan dalam pemanfaatan lahan mencerminkan adanya aktivitas yang dinamis dari masyarakat sehingga semakin cepat pula perubahan dalam penggunaan lahan, hal ini dapat menjadi indicator bagaimana masyarakat memperlakukan sumber daya alam di wilayah mereka. (Fenny Budi dan Rahayu Subekti, 2021:541)

Masyarakat sekitar hutan juga memiliki kesempatan untuk saling bergantian berjaga dan melestarikan sumber daya hasil hutan yang ada di dalam Wana Wisata tersebut agar menumbuhkan rasa memiliki terhadap sumber daya hasil hutan dalam diri masyarakat desa hutan. Pengelolaan Wana

(23)

Wisata Mantingan ini juga merupakan implementasi dari Surat Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani No.

136/Dir/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

5) Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (PKBL)

Program ini merupakan perubahan dari program Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) yang telah dimulai dari tahun 1992 sampai sekarang, dengan sasaran utamanya merupakan komunitas pengusaha kecil dan koperasi yang bertujuan agar adanya peningkatan pendapatan bagi Mitra Binaan, terciptanya lapangan pekerjaan, serta membuat mitra binaan semakin mandiri. Berikut data jumlah pinjaman yang diberikan kepada mitra binaan dalam jangka waktu 5 tahun terakhir:

Tabel 9. Daftar Penyerahan Program PKBL KPH Mantingan

Tahun Jumlah mitra binaan

Jumlah pinjaman (Rp)

Keterangan

2016 6 70.000.000

2017 5 50.000.000

2018 4 55.000.000

2019 6 80.000.000

2020 7 75.000.000

2021 - - Nihil

Jumlah 28 330.000.000

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan 2021

Berdasarkan data diatas, terhitung jumlah mitra binaan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir terdapat 28 mitra dengan jumlah pinjaman sebesar Rp330.000.000,00 dimana jumlah pinjaman dari tahun ke tahun terus meningkat. Tetapi, pada tahun 2021 ini Perum Perhutani KPH Mantingan tidak memberikan pinjaman

(24)

kepada mitra binaan dikarenakan sarana dan prasarana yang ada tidak layak.

6) Penyerapan Tenaga Kerja

Perum perhutani juga melakukan penyediaan tenaga kerja bagi masyarakat desa sekitar hutan dengan cara ikut melibatkan masyarakat sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan mulai dari kegiatan teknis kehutanan, seperti kegiatan persemaian, penanaman pohon, pemeliharaan, tebangan, sampai dengan mengangkut ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK). Program ini ditujukan agar meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan terutama sebagai bentuk kontrol sosial pelaksanaan pemberantasan perusakan hutan, sesuai dengan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013. Berikut data penyerapan tenaga kerja lokal dalam kawasan hutan yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan Perum Perhutani.

Tabel 10. Realisasi Tenaga Kerja Non Karyawan 2021

Kegiatan

Satuan Tenaga kerja non karyawan (orang)

Penghasilan (Rp)

Persemaian 194 1.299.205.606

Pembuatan tanaman

946 3.034.905.076

Pemeliharaan 682 587.571.257

Sadapan 13.384 563.075.000

DKP 74 772.567.568

Tebangan 1.133 19.507.318.943

TPK 499 3.362.560.571

Kantor (OS, TPM, Pabin, dll)

62 1.136.147.833

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan tahun 2021

(25)

Berdasarkan data yang diperoleh, dari 8 kegiatan yang ada di Perum Perhutani (Persemaian, Pembuatan tanaman, Pemeliharaan, Sadapan, DKP, Tebangan, TPK, serta kegiatan di Kantor), Perum Perhutani lebih banyak membutuhkan tenaga dalam kegiatan Sadapan. Hal itu terbukti dari jumlah tenaga kerja masyarakat yang diambil oleh Perhutani sebanyak 13.384 orang dengan penghasilan yang didapat sebesar Rp587.571.257,00. Kemudian disusul oleh kegiatan tebangan yang membutuhkan tenaga kerja masyarakat sebanyak 1.133 orang dan mendapatkan penghasilan terbanyak dari kegiatan lainnya yakni Rp19.507.318.943,00, dan untuk kegiatan di dalam Kantor Perhutani hanya membutuhkan sedikit tenaga kerja yaitu 62 orang dengan penghasilan yang didapat sebesar Rp1.136.147.833,00.

7) Bantuan Sosial

Bantuan yang diberikan oleh Perum Perhutani KPH Mantingan berupa Dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) KPH Mantingan tahun 2021 yakni sebagai berikut:

a) Bantuan untuk Pendidikan di Taman Kanak-Kanak Tunas Rimba yang didirikan oleh Perum Perhutani ditujukan untuk mengembangkan pembangunan Taman Kanak- Kanaknya agar lebih layak dan bagus saat digunakan sebesar Rp. 12.500.000,00. Sampai saat ini Perum Perhutani telah memiliki 3 TK Tunas Rimba yang berada di daerah Rembang, Sulang, dan Medang.

b) Bantuan untuk Kesehatan, Perum Perhutani Mantingan memberikan dana sebesar Rp. 20.000.000,00 untuk membantu pembangunan sarana dan prasarana air minum di Desa Kadiwono.

(26)

c) Bantuan Sosial untuk menunjang pembangunan musholla Al-Ikhlas di Desa Kemadu Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang sebesar Rp. 10.000.000,00 serta untuk mengembangkan sarana dan prasarana di musholla Nurul Huda Desa Sulang, Kabupaten Rembang sebesar Rp.

10.000.000,00.

8) Pemberian Akses Pemanfaatan Hasil Hutan kepada Masyarakat

Selain membagi hasil sumber daya hutan kepada masyarakat desa hutan, Perhutani juga membuka akses bagi masyarakat desa hutan untuk ikut memanfaatkan hasil hutan selain tebangan kayu, seperti pemanfaatan Kayu Rencek (Kayu Bakar), Palawija, Daun, Hijauan Makanan Ternak (HMT), Singkong, Jagung, Padi, dan masih banyak lagi. Kebanyakan masyarakat desa hutan telah memanfaatkannya untuk keperluan rumah tangga mereka. Tak sedikit dari mereka juga menjual hasil sumber daya hutan non kayu tersebut yangmana hal tersebut dapat membantu perekonomian mereka. Berikut data pemanfaatan hasil hutan non kayu (ikutan) oleh masyarakat desa hutan di sekitar wilayah Perum Perhutani KPH Mantingan, yakni sebagai berikut:

Tabel 11. Data Pemanfaatan hasil hutan non kayu MDH

No Desa Jumlah Rencek

pertahun

Jumlah dari Daun pertahun

Jumlah dari Jual Ternak pertahun

Total Keseluruhan

Ikat (Rp) Ikat (Rp) Ikat (Rp)

1 Pelemsari 659 9.885.000 463 4.630.000 936 6.084.000 20.599.000 2 Logung 421 6.315.000 372 3.720.000 486 3.159.000 13.194.000 3 Grawan 521 7.815.000 364 3.640.000 147 955.500 12.410.500 4 Sukorejo 248 3.720.000 242 2.420.000 175 1.137.500 7.277.500 5 Lambangan

Kulon

424 6.360.000 527 5.270.000 982 6.383.000 18.013.000

6 Bangunrejo 218 3.270.000 196 1.960.000 1.652 10.738.000 15.968.000 7 Gambiran 523 7.845.000 452 4.520.000 837 5.440.500 17.805.500

(27)

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan tahun 2021

Berdasarkan data diatas, jumlah kayu bakar yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa hutan sekitar sebanyak 4.254 ikat dengan hasil penjualan sebesar Rp63.810.000,00, dan Desa yang memanfaatkan kayu bakar paling banyak yakni Desa Pelemsari dengan hasil penjualan sebesar Rp9.885.000,00.

Selanjutnya, untuk jumlah pemanfaatan non kayu dari daun di 10 desa diatas sebanyak 3.774 ikat dengan jumlah penghasilan Rp37.740.000,00, dan untuk Desa yang paling banyak memanfaatakn hasil hutan non kayu dari daun tersebut yakni Desa Dowan dengan jumlah daun 625 ikat dan penghasilan sebesar Rp6.250.000,00. Kemudian, untuk jumlah pemanfaatan non kayu masyarakat desa hutan dari hasil ternak sebanyak 7.951 dengan total penghasilan sebesar Rp51.681.000,00 dan desa yang paling banyak memanfaatkan hasil ternak yakni Desa Bangunrejo dengan total pemanfaatan 1.652 ikat dan menghasilkan keuntungan sebesar Rp10.738.000,00.

Adapun selain dimanfaatkan oleh masyarakat desa hutan, masyarakat di wilayah kerja Perum Perhutani Mantingan (BKPH) juga ikut memanfaatkan hasil hutan non kayu. Berikut data pemanfaatan hasil hutan non kayu (ikutan) oleh masing- masing BKPH:

Tabel 12. Pemanfaatan hasil hutan non kayu oleh BKPH

8 Pamotan 325 4.875.000 284 2.840.000 952 6.188.000 13.903.000 9 Pasucen 283 4.245.000 249 2.490.000 958 6.227.000 12.962.000 10 Dowan 632 9.480.000 625 6.250.000 826 5.369.000 21.099.000 Total 4.254 63.810.000 3.774 37.740.000 7.951 51.681.500 153.231.500

BKPH Jagung Padi Singkong Kedodondong

Kg (Rp) Kg (Rp) Kg (Rp) Kg (Rp)

Kalinanas 318.200 79.550.000 - - 219.815 25.617.000 - -

Ngiri 360.600 61.156.000 - - - - 1.100 3.410.000

(28)

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan tahun 2021

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan hasil hutan non kayu oleh masyarakat di daerah BKPH lebih dominan pada hasil perkebunan yang berupa jagung sebanyak 1.970.277 kg menghasilkan pendapatan sebesar Rp359.364.060,00 dengan BKPH Medang sebagai pemasok terbanyak sejumlah 577.622 kg jagung dan mendapatkan penghasilan Rp71.735.060,00; padi yang hanya berhasil dimanfaatkan oleh BKPH Demaan sebanyak 112.366 kg dan mendapatkan penghasilan 12.013.000,00; singkong sejumlah 234.815 kg dengan penghasilan sebesar Rp27.117.000,00 yang dipasok paling banyak dari BKPH Kalinanas sebanyak 219.815 kg dengan pendapatan sebesar Rp25.617.000,00; dan kedondong sejumlah 1.326 kg dengan total penghasilan Rp4.410.000,00 yangmana pemasok terbanyak oleh BKPH Ngiri sejumlah 1.100 kg dan berpenghasilan Rp3.410.000,00.

b. Upaya Pemberantasan Perusakan Hutan Daerah Mantingan Kasus gangguan keamanan hutan di sekitar wilayah Perhutani KPH Mantingan masih banyak terjadi, khususnya di daerah rawan yang memiliki potensi hasil hutan yang berlimpah. Terdapat dua pembagian pemetaan wilayah berdasarkan identifikasi yang dibuat, yakni wilayah rawan yang sering disebut Red Zone, dan wilayah tidak rawan yang disebut Green Zone. Identifikasi zonasi dilakukan per RPH sebagai unit pemangkuan wilayah hutan terkecil, dimana mekanisme zonasi ini dinamakan manajemen zonasi. Tujuan adanya manajemen zonasi ini untuk mengetahui kondisi suatu RPH baik dalam realisasi gangguan

Sudo 171.972 43.490.000 - - - - - -

Medang 577.622 71.735.060 - - - - - -

Demaan 333.543 51.333.000 112.366 12.013.000 - - 226 1.000.000

Kebon 208.340 52.100.000 - - 15.000 1.500.000 - -

Jumlah 1.970.277 359.364.060 112.366 12.013.000 234.815 27.117.000 1.326 4.410.000

(29)

keamanan hutannya, permasalahan dan rencana tindak lanjut yang akan dibuat oleh seorang KRPH agar Langkah-langkah yang dilakukan mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam mencegah terjadinya gangguan keamanan hutan, Perhutani KPH Mantingan memiliki tim Pos Komando Pengendalian KPH Mantingan dengan struktur organisasi sebagai berikut:

Gambar 3. Bagan Struktur Organisasi Pos Komando Pengendalian (POSKODAL)

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan 2022

Seluruh tim komando pengendalian KPH Mantingan bertugas untuk mengamankan hutan, yang mana setiap BKPH memiliki tugas pengawaan keamanan hutan di masing-masing wilayah dengan memiliki RPH (Resort Polisi Hutan) sejumlah 21 orang sebagai Koordinator Lapangan di masing-masing wilayah RPH. Sedangkan untuk di lapangan terdapat Polisi Teritorial (Polter) dengan jumlah 2 orang. Dalam Perhutani KPH Mantingan juga dibentuk Polisi Kehutanan Mobil (POLMOB) yang bertugas dalam pengamanan hutan juga sebagai penindak ketika terdapat laporan dari BKPH maupun

(30)

RPH. Segala kejadian gangguan keamanan hutan wajib dilaporkan oleh seorang KRPH selama 1x24 jam yangmana laporan tersebut dipantau oleh Asper/KBKPH dan harus segera diteruskan kepada Wakil Administratur/KSKPH. Berikut personil keamanan hutan KPH Mantingan:

Tabel 13. Data Personil Keamanan Hutan KPH Mantingan

BKPH POLHUT KEHUTANAN KRPH POLHUTER POLHUTMOB JUMLAH

KKPH KSKPH KBKPH KPH

Mantingan

1 1 8 10

Kalinanas 1 4 4 9

Sudo 1 3 4 8

Ngiri 1 3 4 8

Demaan 1 4 4 9

Kebon 1 3 4 8

Medang 1 4 4 9

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan 2021

Dalam upaya pemberantasan perusakan hutan terdapat 2 tindakan yang dilakukan oleh Perum Perhutani KPH Mantingan, yaitu Tindakan Preventif dan Tindakan Represif. Tindakan Preventif merupakan Tindakan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan hutan yang disebabkan oleh manusia, sedangkan untuk tindakan represif merupakan pengupayaan terakhir yang harus dilakukan secara selektif untuk mempertahankan eksistensi sumber daya hutan yang masih ada.

a. Tindakan Preventif

Tindakan ini bertujuan untuk membatasi kesempatan seseorang, sekelompok orang atau masyarakat agar tidak melakukan kegiatan yang berpotensi membahayakan kelestarian hutan. Perhutani KPH Mantingan mengupayakan Tindakan ini dengan cara:

1) Deteksi Dini

Tindakan ini menjadi prioritas dalam melakukan upaya preventif karena Perhutani KPH Mantingan harus dapat

(31)

mengetahui lokasi rawan dan bagaimana penyebab gangguan hutan agar dapat mengantisipasi dini langkah-langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya untuk mencegah terjadinya gangguan hutan.

2) Kesiapsiagaan Petugas

Kesiapsiagaan petugas lapangan menjadi salah satu faktor yang dapat mencegah adanya gangguan keamanan hutan dengan dibangun pos-pos pengamanan yang digunakan untuk tempat istirahat tim pengaman setelah melakukan aktivitas patrol dan pengawasan di daerah-daerah rawan.

3) Patroli Rutin

Patroli rutin ini dilakukan secara berkala sebagai upaya untuk pengawasan terhadap kesiapsiagaan petugas lapangan baik polter maupun asper dengan melakukan sidak pada pos-pos pengamanan hutan.

4) Patroli Gabungan

Patroli ini dilakukan secara Bersama-sama dengan KPH tetangga yang lokasinya berada di dekat KPH Mantingan, seperti KPH Blora, KPH Kebonrejo, KPH Pati.

b. Tindakan Represif

Tindakan ini merupakan upaya terakhir yang harus dilakukan secara selektif untuk mempertahankan eksistensi sumberdayahutan yang masih ada baik dilakukan secara sendiri ataupun bekerjasama dengan kepolisian, instansi terkait, serta masyarakat dengan mengoptimalkan penegakan supremasi hukum dalam penyelesaian perkara. Upaya ini dilakukan untuk mencapai tujuan dari Undang- Undang Nomor 18 tahun 2013 dalam Pasal 3 yaitu untuk meningkatkan kemampuan koordinasi aparat penegak hukum dan pihak-pihak yang terkait dalam menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Selain itu, tindakan ini juga didasarkan pada Pasal 8 yang menjelaskan bahwa pemberantasan

(32)

hutan dilakukan dengan cara menindak secara hukum pelaku perusakan hutan, baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya. Dari isi Pasal tersebut, Perum Perhutani bermaksud secara langsung ingin memberikan sanksi kepada pelaku gangguan keamanan hutan serta memberikan efek jera kepada para pelaku agar tidak meniru atau mengulangi kembali perbuatan egoisnya yang dapat mengganggu kelestarian hutan. Strategi penanganan represif yang dilakukan oleh Perhutani KPH Mantingan yakni sebagai berikut:

1) Koordinasi Dengan Pihak Kepolisian

Kerjasama dengan pihak kepolisian ini dilakukan diluar kawasan hutan secara situasional sebagai bentuk pengamanan guna menyelamatkan sumber daya hutan yang terganggu yangmana bentuk pengamanannya seperti pengamanan jalan raya, penggeledahan, dan lain-lain.

2) Penegakan Hukum

Penegakan hukum ini bertujuan untuk memberikan efek jera kepada seseorang, sekelompok orang atau masyarakat agar tidak mengulangi kembali tindakan yang dapat mengganggu keamanan hutan, seperti misalnya kegiatan pemanggilan, penangkapan Target Operasi (TO), sampai dengan penanganan tindak lanjut pelaku yang melakukan tindakan gangguan keamanan hutan. Berikut data rekapitulasi penegakan hukum di Perhutani KPH Mantingan:

Tabel 14. Rekapitulasi Penegakan Hukum di Perhutani KPH Mantingan 2021

No Uraian Realisasi

2020 2021 Kayu Perkakas Hasil m3

1 Sisa Pencurian 26.645 23.390

2 Temuan 2.000 2.838

3 Tangkapan - -

(33)

4 Penggeledahan - -

Jumlah 30.175 30.128

Laporan pencurian kayu (huruf A)

1 Tanpa tersangka 229 158

2 Dengan tersangka 1 4

a. Dibuat Berkas Perkara 1 4 b. Diajukan ke Kejaksaan 1 4 c. Diajukan ke Pengadilan 1 4

d. Diputus Pengadilan 1 4

e. Sisa Perkara 0 0

Jumlah 234 178

Sumber: Perum Perhutani KPH Mantingan 2021

Berdasarkan hasil rekapitulasi diatas, tercantum bahwa sisa kasus pencurian kayu pada tahun 2021 menurut dari tahun 2020 sebanyak 23.390 kayu yang hilang, dan jumlah kayu yang ditemukan lebih banyak daripada tahun 2020 yaitu sebanyak 2.838 buah. Kemudian untuk kasus pencurian yang tersangkanya belum ditemukan lebih sedikit dari tahun 2020 yaitu 158 orang, dengan yang tersangkanya telah ditemukan sebanyak 4 orang dan dibuatkan berkas ke pengadilan, diproses di pengadilan sampai dengan putusan pengadilan sejumlah 20 berkas.

Berdasarkan program-program diatas, dapat disimpulkan bahwa Perum Perhutani KPH Mantingan dalam pengupayaan pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan serta pengelolaan sumber daya hutan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melakukan upaya pencegahan, Perum Perhutani KPH Mantingan menggunakan sistem yang langsung melibatkan peran serta masyarakat seperti: Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Proram Kemitraan dan Bina Lingkungan, Pembentukan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (PHBM) demi meningkatkan kapasitas masyarakat desa sekitar hutan

(34)

melalui pembinaan, pelatihan, sosialisasi, dan lain-lain, serta dari Perum Perhutani KPH Mantingan langsung ke Masyarakat Desa Hutan (MDH) membantu meningkatkan perekonomian masyarakat melalui program bagi hasil produksi kayu non kayu, pemberian akses pengelolaan sumber daya hutan, serta pemberian bantuan sosial berupa pembangunan, uang, ataupun air bersih.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, diatur dalam Pasal 2 yang menjelaskan bahwa keterlibatan masyarakat diharuskan ada dalam setiap kegiatan pencegahan perusakan hutan. Kemudian ada juga dalam Pasal 7 dijelaskan bahwa pencegahan perusakan hutan dilakukan oleh masyarakat, badan hukum, dan/atau korporasi yang memperoleh izin pemanfaatan hutan. Sehingga semua program yang dilakukan oleh Perum Perhutani KPH Mantingan dapat penulis katakan belum maksimal, tetapi sudah sesuai dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, walaupun ada beberapa program yang belum dapat terlaksana secara maksimal dikarenakan suatu alasan tertentu.

Penegakan pengelolaan lingkungan hidup tidak hanya dapat mengandalkan pada peraturan perundang-undangan semata, tetapi juga harus memberikan ruang untuk masyarakat lokal sekitar hutan agar ikut berpartisipasi dan berkolaborasi untuk melakukan pelestarian hutan.

Menurut penulis, upaya yang dilakukan oleh Perum Perhutani KPH Mantingan dalam pencegahan perusakan hutan dilakukan dengan 3 (tiga) pendekatan, yakni pendekatan kesejahteraan dan kemandirian, pendekatan Pendidikan, serta pendekatan partisipatif.

Dalam pendekatan kesejahteran dan kemandirian masyarakat menjadi pioritas dalam Perum Perhutani KPH Mantingan agar masyarakat ikut berperan aktif terhadap keamanan dan kelestarian sumber daya hutan.

Semakin tinggi tingkat perekonomian masyarakat, maka semakin kecil tingkat perusakan hutan di Mantingan. Hal tersebut saling berkaitan karena

(35)

masyarakat di des aitu kebanyakan sudah terbiasa bertumpu pada sumber daya hasil hutan untuk dijadikan obat-obatan, bercocok tanam, mencari kayu bakar, serta berburu untuk mencari makan. Sehingga Perum Perhutani mengakalinya agar meningkatkan perekonomian masyarakat desa hutan dengan mengambil tenaga kerja dari masyarakat lokal untuk kegiatan teknis, memperluas kegiatan integrite farmin, serta membentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan untuk mengelola hasil bagi produksi kayu demi memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pendekatan Pendidikan melalui penyuluhan menganai pemahaman fungsi dan manfaat hutan serta tingkat kesadaran dan kepatuhan pada aturan yang ada dalam peraturan perundang-undangan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin luas wawasan yang dimiliki oleh masyarakat akan fungsi dan manfaat hutan, serta pentingnya menjaga kelestarian hutan.

Untuk pendekatan partisipatif, strategi pengamanan hutan yang diterapkan oleh Perum Perhutani KPH Mantingan perlu melibatkan masyarakat sekitar hutan untuk berpartisipasi aktif berperan dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya hutan. Pendekatan ini dilakukan untuk meingkatkan rasa memiliki dari masyarakat terhadap kawasan hutan sehingga meningkatkan semangat mereka untuk menjaga dan melestarikan sumber daya hutan.

Menurut penulis, pengamanan dan pelestarian hutan tidak akan maksimal jika hanya mengandalkan dari tim pengamanan hutan dikarenakan jumlah tim pengamanan hutan tidak sebanding dengan jumlah perusakan hutan yang dapat terjadi. Peran serta masyarakat sekitar hutan dan instansi terkait seperti, perangkat desa sangat diperlukan untuk pengupayaan pencegahan perusakan hutan dan pengamanan hutan. Adapun untuk tindakan pemberantasan Perum Perhutani KPH Mantingan melakukan kerjasama dengan pihak kepolisian dan memprosesnya sesuai dengan jalur hukum agar dapat digunakan sebagai pelajaran bagi pelaku

(36)

serta oknum lainnya yang mempunyai niat merusak dan memberikan efek jera kepada pelaku agar tidak melakukan perusakan hutan lagi.

Berdasarkan hasil penelitian penulis, jumlah kerusakan hutan di wilayah kerja KPH Mantingan hanya berkurang sedikit dilihat dari tahun 2019 s/d bulan September tahun ini. Kasus perusakan hutan masih terjadi dalam jumlah yang banyak sehingga Perum Perhutani KPH Mantingan harus lebih meningkatkan lagi upaya pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan di wilayah Mantingan, baik secara preemtif, preventif, maupun represif karena ketiga Tindakan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan yang merupakan satu bagian dari rencana dan strategi pengamanan hutan lestari. Ketika masyarakat telah menyadari pentingnya menjaga hutan dan mereka mempunyai rasa untuk melindungi hutan maka pengelolaan dan pelestarian hutan akan berjalan sesuai dengan yang diinginkan atau yang diharapkan, dan masyarakat dapat menjadi mitra Perum Perhutani KPH Mantingan dalam pengupayaan pemberantasan perusakan hutan.

3. Hambatan Perum Perhutani KPH Mantingan dalam Pengupayaan Pencegahan Perusakan Hutan

Dalam pengupayaan pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan di wilayah Perhutani KPH Mantingan, Perum Perhutani KPH Mantingan mengakui masih terdapat beberapa hambatan, baik itu disebabkan karena terdapat keterbatasan kondisi masyarakat desa hutan, Lembaga Masyarakat Desa Hutan, bahkan dalam lingkup anggota Perhutani itu sendiri, dengan perincian sebagai berikut:

a. Lemahnya kesadaran masyarakat desa hutan terhadap menjaga kelestarian sumber daya hutan dikarenakan kurangnya pembinaan yang intensif dari Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) agar dapat mendukung terciptanya kemauan dalam diri masyarakat terhadap pengelolaan hutan di wilayah Perhutani KPH Mantingan.

(37)

b. Rendahnya tingkat Pendidikan masyarakat desa hutan yang sebagian besar didominasi oleh kelulusan Sekolah Dasar sehingga kurang memiliki pengetahuan mengenai hutan dan kehutanan dan mudah terprovokasi oleh oknum-oknum untuk melakukan perusakan hutan demi memenuhi kebutuhan pribadi.

c. Rendahnya tingkat ekonomi masyarakat sekitar desa hutan dikarenakan sebagian besar didominasi oleh petani, akan menjadi permasalahan pada musim kemarau lahan mereka kering serta mereka kekurangan tanah pertanian, sehingga banyak yang tidak memiliki pekerjaan dan kemudian merambah kawasan hutan atau memanfaatkan sumber daya hasil hutan untuk mereka jual secara tidak sah tanpa adanya izin dari pihak yang bersangkutan atas wilayah tersebut.

d. Rendahnya pemahaman masyarakat desa hutan mengenai pembagian hutan negara sehingga mereka dengan santainya membakar tumpukan sampah mereka di area hutan secara sembarangan, tidak mengetahui kondisi tanah yang pada saat tertentu dapat berpotensi memicu kebakaran hutan.

e. Kurangnya pengetahuan Lembaga Masyarakat Desa Hutan mengenai pelatihan koperasi serta pengelolaan koperasi sehingga koperasi milik Perum Perhutani masih pasif sampai saat ini.

f. Masih ada beberapa Lembaga Masyarakat Desa Hutan penerima bagi hasil produksi kayu tebangan yang belum dapat menggunakannya untuk pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan secara optimal selama beberapa tahun terakhir, sehingga pada tahun ini Perum Perhutani masih dalam tahap pengusulan perencanaan pemberian sharing.

g. Banyak terdapat tunggakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang belum diselesaikan dengan alasan prasyaratnya tidak layak, alamat tidak jelas, dan lain-lain sehingga

(38)

pada tahun ini Perum Perhutani belum memberikan pinjaman dikarenakan sarana dan prasarana yang belum layak.

h. Dukungan dari pihak-pihak lain seperti stakeholders yang dapat membantu kemajuan Lembaga Masyarakat Desa Hutan kurang maksimal

i. Usaha produktif yang dimiliki Lembaga Masyarakat Desa Hutan belum dikelola secara maksimal karena keterbatasan sarana dan prasarana yangmana hal tersebut membuat LMDH tidak memiliki usaha produktif yang dapat diandalkan, sehingga tumpuannya beralih ke hutan.

j. Sumber daya masyarakat dan tingkat kepedulian anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan masih kurang sehingga kurang memotivasi masyarakatnya untuk melestarikan sumber daya hutan bersama- sama.

k. Mandor pendamping tim pengamanan hutan yang belum sepenuhnya menguasai ilmu pendampingan, kurang fokus dalam pengerjaan pendamping karena merangkap pekerjaan lainnya.

l. Kurangnya sumber daya manusia yang ada di Perum Perhutani KPH Mantingan, baik sumber daya manusia internal maupun eksternal tidak sebanding dengan luas wilayah yang ada, dikarenakan banyak yang sudah pensiun.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada bab ini dijelaskan uraian umum mengenai latar belakang pembangunan Bendungan Tugu, maksud dan tujuan dibangunnya Bendungan, maksud dan tujuan

bimbingan dan arahan guru, peserta didik mempertanyakan antara lain perbedaan antar ungkapan untuk menyatakan dan menanyakan fungsi tanda atau rambu dan peringatan

Selain daripada cita-cita untuk mewujudkan “port” untuk kami sendiri, kami sedar pendekatan ini akan memberikan nilai tambah kepada ekonomi setempat kerana ianya berupaya untuk

Dengan kata lain bahwa apabila faktor bukti langsung, kehandalan, jaminan dan perhatian ditingkatkan maka akan dapat menambah pula tingkat kualitas pelayanan di Kantor

Oleh karna itu diperlukan tersedianya data real di lapangan yang diperoleh dari para petani sebagai penghasil komoditas pangan baik padi dan jagung disatu sisi dan pada

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 19 Tahun 2009 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Pusat

preceptor dan preseptee bertemu dan mendiskusikan tujuan – tujuan yang akan.. http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jik/index 55 dicapai, 2) mendiskusikan tentang

Indonesia adalah salah satu negara yang bergabung dengan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 ayat (2) Konvensi PBB tentang hak anak, maka