• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN BENTUK LENGKUNG GIGI DAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA MAHASISWA FKG USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN BENTUK LENGKUNG GIGI DAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA MAHASISWA FKG USU"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN BENTUK LENGKUNG GIGI DAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA

PADA MAHASISWA FKG USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

FEBE GRACEWITHA TAMPUBOLON NIM : 160600095

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonsia Tahun 2021

Febe Gracewitha Tampubolon

Hubungan Bentuk Lengkung Gigi dan Gangguan Temporomandibula pada Mahasiswa FKG USU

viii + 33 halaman

Maloklusi dental berkaitan dengan susunan gigi yang tidak teratur pada lengkung rahang. Maloklusi dan gangguan sendi temporomandibula atau Temporomandibula Disorder (TMD) sama-sama bersifat multifaktorial dan telah dilaporkan saling berkaitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara bentuk lengkung gigi dan gejala TMD pada mahasiswa FKG USU.

Jenis penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional pada kuesioner dan model studi.Pengambilan sampel secara purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi yang meliputi karakteristik berikut: Mahasiswa FKG USU, usia 17-25 tahun dengan gigi permanen lengkap sampai molar kedua dan belum pernah mendapat perawatan ortodonti. Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara lengkung gigi atas (p=0,953) dan bawah (p=0,828) pada subjek penelitian dengan gigi lengkap. Penelitian lebih lanjut mungkin perlu dilakukan dengan penilaian tanda dan gejala klinis dari gangguan sendi temporomandibula, dan bukan hanya sekadar melalui kuesioner untuk menilai gejala saja.

Daftar rujukan: 36 (2004-2020)

(3)

Faculty of Dentistry

Department of Orthodontics Year 2021

Febe Gracewitha Tampubolon

The Relationship Between Shapes of Dental Arch with Temporomandibula Disorder Among Students in Faculty of Dentistry University of Sumatera Utara viii + 33 page

The irregular teeth arrangement in dental arch can cause dental malocclusion.

Both of malocclusion and Temporomandibular Disorder (TMD) are multifactorial and had correlated from previous studies. The purpose of this study was to determine the relationship between dental arch shape and TMD symptoms in dental faculty student of Universitas Sumatera Utara. This is a descriptive study with a cross sectional approach based on TMD questionnaire and study model in analysing the arch shape.

The purposive sampling based on inclusion criteria which included the following characteristics: USU FKG students, aged 17-25 years with complete permanent teeth to second molars and had never yet received orthodontic treatment. Chi-square test results showed that there was no significant relationship between upper (p = 0.953) and lower (p = 0.828) dental arches in this complete teeth dental faculty students. Further research should also be addressed by assessing of the clinical signs and symptoms of TMD afterward TMD symptom questionnaire.

References : 36 (2004-2020)

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang di setiap waktu menjadi sumber kekuatan oleh karena anugerah-Nya yang melimpah, serta penyertaan- Nya bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan judul

“Hubungan Bentuk Lengkung Gigi dengan Gangguan Temporomandibular Pada Mahasiswa FKG USU”.

Dengan sepenuh kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sungguh dan tulus kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes, Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin bagi penelitian ini.

2. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort (K) selaku Ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort (K) selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran, nasihat dalam membimbing, serta motivasi yang diberikan bagi penulis untuk memberikan semangat dan saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Erliera, drg., Sp.Ort (K) selaku dosen penguji skripsi yang telah menyediakan waktu dan memberikan kritik, saran, serta masukan kepada penulis.

5. Aditya Rachmawati, drg., Sp.Ort (K) selaku dosen penguji skripsi yang telah menyediakan waktu dan memberikan kritik, saran, serta masukan kepada penulis.

6. drg Wandania Farahanny, drg., MDSc., Sp.KG (K) selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan motivasi selama menjalani pendidikan akademis.

7. Seluruh staf pengajar FKG USU terutama di Departemen Ortodonsia FKG USU atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

8. Teristimewa untuk kedua orangtua terkasih, ayahanda Hendry P.

Tampubolon, BA dan ibunda Dame F. Damanik, Am.Keb atas dalamnya kasih sayang, tekunnya doa, sepenuhnya dukungan yang diberikan kepada penulis dalam segala kondisi, serta kedua adik penulis Sarah C. Tampubolon dan Ivan V. D. Tampubolon.

(6)

9. Kak Nisa, Kak Tria, Para Bou, Opung dan seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan doa, nasihat, dan materil yang sangat berarti.

10. Kepada sahabat seperjuangan dan seperdopingan selama skripsi Felly dan Veshan. Para sahabat penulis yaitu: Kak Dea, Febri, Erlin, Christin, Melsy, Rosa, Siska, Venesia, Beta, 6(STAND), Medlin, Ka Fian, Ralph, Bang Ismail, Nico, Kak Astri, Adelia, Indah, Bang Firdan . Kakak sekaligus teman sejawat: Kak Desilia dan Adraya Ilona, teman-teman Kelompok Belajar, teman-teman Tim dekat AC, teman- teman skripsi di Departemen Ortodonsia, teman-teman FKG USU angkatan 2016, serta kakak abang UKM UP FKG dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan, doa dan penghiburan selama perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu kedokteran gigi, terutama dalam bidang ortodonsia walaupun skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Medan, 25 Mei 2021 Penulis,

Febe GracewithaTampubolon NIM:160600095

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi ... 5

2.2 Diagnosis ... 6

2.2.1 Anamnesis ... 6

2.2.2 Analisis Model ... 6

2.2.2.1 Lengkung Gigi ... 7

2.2.3 Analisis Radiografi ... 9

2.2.4 Analisis Fungsi ... 9

2.3 Gangguan Sendi Rahang ... 10

2.3.1 Tanda dan Gejala TMD ... 11

2.3.1.1 Kuesioner Fonseca ... 12

2.3.1.2 Helkimo Anamnestic Index ... 12

2.3.1.3 Kuesioner ID-TMD ... 13

2.4 Kerangka Teori ... 15

2.5 Kerangka Konsep ... 16

(8)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 17

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 17

3.3.1 Populasi ... 17

3.3.2 Sampel ... 17

3.3.2.1 Kriteria Inklusi ... 18

3.3.2.2 Kriteria Eksklusi ... 19

3.4 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ... 19

3.4.1 Variabel Penelitian ... 19

3.4.2 Definisi Operasional ... 19

3.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 20

3.5.1 Alat Penelitian ... 20

3.5.2 Bahan Penelitian ... 20

3.6 Pengumpulan Data ... 20

3.6.1 Pengumpulan Data Gangguan Sendi Rahang ... 21

3.6.2 Pengukuran Bentuk Lengkung Gigi ... 21

3.6.3 Analisis TMD dengan Kuesioner ID-TMD ... 22

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 22

3.7.1 Pengolahan Data ... 22

3.7.2 Analisis Data ... 22

3.8. Etika Penelitian ... 22

3.8.1 Ethical Clearance ... 22

3.8.2 Informed Consent ... 22

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 23

BAB 5 PEMBAHASAN ... 25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 28

6.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29 LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel ... Halaman

2.1 Kuesioner Fonseca ... 12

2.2 Helkimo Dysfunction Index ... 13

2.3 Kuesioner ID-TMD ... 14

3.4.2 Definisi Operasional... 19

4.1 Prevalensi bentuk lengkung gigi atas dan bawah ... 23

4.2 Distribusi frekuensi tingkat keparahan TMD ... 24

4.3 Hubungan bentuk lengkung gigi dengan TMD ... 24

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar ... Halaman 1. Reprentasi ketiga bentuk lengkung gigi ... 8 2. Orthoform template ... 9 3. Alat-alat ... 20 4. Penempatan orthoform template pada model cetakan gigi rahang

atas dan rahang bawah. ... 21

(11)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

1. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) 2. Lembar Kuesioner Penelitian

3. Surat Keterangan Persetujuan Komisi Etik (Ethical Clearance) 4. Data Hasil Penelitian

5. Output Hasil Uji Statistik

(12)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Maloklusi dental berkaitan dengan susunan gigi yang tidak teratur dan dapat mengacu pada komplikasi masalah dental yang serius karena menghambat fungsi rongga mulut yang optimal.1,2 Maloklusi yang berasal dari masalah orofasial dengan berbagai faktor etiologi dapat menimbulkan masalah bau mulut, gusi berdarah, masalah fungsional, kesulitan dalam menjaga kebersihan gigi, gangguan berbicara, dampak sosial dan emosional, serta mengganggu rasa kepercayaan diri.2 Berdasarkan data deskriptif pada 385 rekam medik klinik Ortodonti RSGM USU pada periode 2009- 2013, terlihat bahwa maloklusi gigi berjejal adalah yang paling umum ditemukan kemudian ada gigitan terbalik anterior, celah gigi pada rahang atas, gigitan dalam, dan gigitan terbuka.3

Maloklusi dan fungsi adaptif berhubungan dengan TMD yang bermanifestasi dengan nyeri di sekitar TMJ (temporomandibula joint) atau sendi rahang. Maloklusi juga dilaporkan mempunyai hubungan yang erat dengan Temporomandibula Disorder atau TMD. Rasa sakit kemungkinan hasil dari perubahan patologis di dalam sendi, namun rasa sakit lebih sering disebabkan oleh kelelahan dan kejang otot. Nyeri otot berkorelasi dengan riwayat gangguan deviasi saat buka tutup mulut, kebiasaan menggertakkan gigi (bruxism) sebagai respons pada situasi stres atau terus-menerus, atau memposisikan mandibula ke arah anterior atau lateral. Beberapa jenis maloklusi berkorelasi positif dengan masalah TMJ sehingga setiap masalah yang terjadi di ruang lingkup ortodonti mungkin memerlukan pendekatan perawsatan yang bersifat integrasi oleh dokter gigi.4

Diagnosis yang tepat menjadi kunci keberhasilan perawatan ortodonti. Tahap awal diagnosis ortodonti adalah pengumpulan data. Tahapan pengumpulan data meliputi anamnesis, pemeriksaan klinis intra dan ekstra oral, analisis fungsional, analisis ronsenologik, analisis fotografi, pemeriksaan radiologi, dan analisis model.

(13)

2

Data yang telah terkumpul dapat kita gunakan untuk menegakkan diagnosis dan menentukan rencana perawatan.5

Analisis model studi untuk memperoleh informasi gigitan pasien adalah prosedur pengumpulan data terpenting dalam menegakkan diagnosis. Analisis model ini berhubungan dengan bentuk lengkung gigi dalam menilai diskrepansi maloklusi.

Secara umum, bentuk lengkung gigi terbagi atas bentuk oval, tapered, atau square.5,6 Pemeriksaan sendi temporomandibula dan pemeriksaan disfungsi orofasial merupakan salah satu tahap dalam analisis fungsi untuk menegakkan diagnosis dalam perawatan ortodonti.5,7

Penelitian Oktarina dkk., pada tahun 2016, pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran dengan kriteria klasifikasi maloklusi klas I Angle, overjet normal (1-3 mm), overbite normal, gigi permanen sampai molar kedua sudah erupsi, belum pernah mendapat perawatan ortodonti cekat maupun ortodonti lepasan dan diperbolehkan ada tambalan dan lubang pada gigi hasilnya menunjukkan bahwa bentuk lengkung gigi tapered pada rahang atas dan rahang bawah sebesar 85,71%; ovoid pada rahang atas dan rahang bawah sebesar 14,29%; dan tidak ditemukan bentuk square.8 Melou dkk., pada tahun 2019 menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara TMD dan maloklusi pada kasus kontrol di populasi wanita usia rerata 36.8±13.8 tahun. Kelompok kasus adalah subjek dengan tiga maloklusi (hambatan mediotrusif, hambatan laterotrusif, maloklusi statis dengan overbite lebih dari 4 mm) dan kelompok kontrol yang memiliki salah satu dari ketiga kasus tersebut, yang berarti dengan memonitor masalah parafungsi pada TMD merupakan langkah awal untuk penatalaksanaan pasien TMD dan mencegah perkembangan TMD.7

Penelitian Dzingute pada tahun 2017 menemukan adanya hubungan antara keluhan pasien dengan TMD dan parameter oklusi statis. Nilai pusat jarak gaya oklusal dan indeks asimetri gaya oklusal dengan nyeri pada TMJ secara signifikan lebih tinggi pada pasien TMD daripada pada kelompok kontrol.9 Penelitian Verner dkk., menjelaskan bahwa kedalaman lengkungan gigi tidak berpengaruh terhadap pengukuran eminensia artikulari, sedangkan panjang dan lebar lengkung gigi memiliki pengaruh.10 Penelitian Reissmann dkk., menjelaskan bahwa hasil yang ditemukan

(14)

3

status gangguan intra-artikular sendi temporomandibula dari kedua sisi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh adanya pemendekan lengkung gigi pada sisi berlawanan ataupun sisi yang sama.11 Penelitian pada mahasiswi FKG dengan gigi lengkap menggunakan kuesioner Fonseca untuk melihat gejala TMD dan indeks Helkimo untuk memeriksa tanda TMD memperlihatkan bahwa prevalensi TMD lebih tinggi berdasarkan indeks Helkimo, jadi pemeriksaan TMD perlu dilakukan secara teliti pada populasi dengan variasi jarak tumpang gigi dalam arah vertikal.12

Perkembangan maloklusi juga berkaitan dengan perubahan bentuk lengkung gigi yang berkaitan dengan diagnosis dan perlu dipertimbangkan dalam penentuan rencana perawatan pasien ortodonti. Bentuk lengkung gigi ini sangat dipengaruhi oleh bentuk kawat yang akan dipakai dalam perawatan pasien ortodonti. Berbagai macam indeks pemeriksaan untuk TMD telah dibuat antara lain adalah indeks Helkimo, Craniomandibular Index, dan Research Diagnostic Criteria for TMD (RDC/TMD).

Dari ketiga indeks tersebut, tidak ada indeks yang dapat diaplikasikan secara khusus untuk negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melihat hubungan bentuk hubungan bentuk lengkung gigi dengan gejala TMD berdasarkan kuesioner ID-TMD.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapa prevalensi bentuk lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah mahasiswa FKG USU?

2 Berapa prevalensi gejala TMD berdasarkan kuesioner ID-TMD pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara?

3 Bagaimana hubungan bentuk lengkung gigi dengan gejala TMD pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran prevalensi bentuk lengkung gigi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(15)

4

2. Untuk mengetahui frekuensi gejala TMD berdasarkan indeks ID-TMD pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui hubungan antara bentuk lengkung gigi dengan gejala TMD pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

1.4 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara bentuk lengkung gigi dengan temporomandibula disorder pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat teoritis:

1. Sebagai informasi pengetahuan tentang gambaran bentuk lengkung gigi dan fungsi sendi rahang pada subpopulasi dengan oklusi normal.

2. Sebagai informasi ilmiah dalam rangka memperkaya keilmuan terutama dalam bidang ortodonti dan menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya.

Manfaat praktis:

1. Sebagai acuan bagi klinisi mengenai faktor etiologi yang bersifat multifaktorial dari maloklusi dan gangguan sendi rahang.

2. Penelitian ini diharapkan dapat membantu menegakkan diagnosis dan menyusun rencana perawatan yang tepat untuk tercapainya tujuan perawatan ortodonti.

(16)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Maloklusi

Maloklusi berkaitan dengan gangguan sistem stomatognasi yang menjelaskan ketidakseimbangan fungsi dan hubungan antar gigi, jaringan periodontal, tulang, sendi, otot, dan sistem saraf selama mandibula bergerak penuh maupun pergerakan fungsional normal.4,5 Pemeriksaan maloklusi berupa kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi meliputi jarak gigit berlebih, tumpang gigit berlebih, gigitan silang, gigitan terbuka di regio anterior dan kelainan anterior posterior.13 Prevalensi maloklusi lebih tinggi terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan maloklusi tertinggi adalah diastema dan gigi berjejal. Diastema dan Gigi berjejal adalah jenis maloklusi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan ukuran mesiodistal gigi dan ukuran lengkung gigi yang tentunya dapat memengaruhi perkembangan bentuk lengkung gigi.2

Graber membagi faktor etiologi maloklusi sebagai faktor umum dan faktor lokal dan disajikan dalam klasifikasi yang sangat luas. Klasifikasi ini bertujuan untuk menghubungkan berbagai faktor etiologi dan maloklusi serta membantu kita agar lebih mudah paham. Faktor umum antara lain faktor keturunan, bawaan lahir, lingkungan, perubahan metabolisme dan penyakit, kebiasaan buruk dan penyimpangan fungsi, postur, trauma dan kecelakaan. Faktor lokal antara lain kelainan jumlah, bentuk dan ukuran gigi, ankylosis, karies, premature loss.5 Perubahan pola kebiasaan mengunyah dalam dunia modern sekarang ini bergeser ke tipe konsumsi makanan yang lebih lunak.4

Maloklusi yang sangat parah dan overjet anterior yang lebih baik dikaitkan dengan dampak negatif terhadap kualitas hidup. Pada penelitian Dutra dkk., ditemukan bahwa anak-anak dengan oklusi normal atau maloklusi ringan lebih kecil kemungkinan berdampak pada kualitas hidup dibandingan dengan anak-anak yang didiagnosis dengan maloklusi yang sangat parah. Maloklusi yang ditemukan pada regio anterior

14

(17)

6

ditingkatkan dengan melakukan perawatan ortodonti. Kelompok maloklusi juga mengalami batasan fungsional, ketidaknyamanan psikologi, dan cacat sosial.14

2.2 Diagnosis

Penegakan diagnosis yang tepat mutlak diperlukan sebagai kunci keberhasilan perawatan. Penegakan diagnosis dibutuhkan 3 langkah, yaitu pengumpulan data, pemrosesan data yang telah dikumpulkan, dan menarik kesimpulan. Catatan diagnosis bertujuan untuk mendokumentasikan dari awal perawatan, serta untuk sebagai penambah informasi dalam pemeriksaan klinis diagnosis dalam bidang ortodonti tidak sama dengan perawatan dental lainnya. Diagnosis melibatkan pengembangan data yang komprehensif dan singkat dari informasi yang relevan. Data tersebut berasal dari alat bantu diagnosis. Alat bantu diagnosis diantaranya yaitu anamnesis, pemeriksaan klinis, model studi, radiografi, dan pemeriksaan fungsional.4,5,16

2.2.1 Anamnesis

Anamnesis adalah data yang dikumpulkan dari pasien atau orang tua dan wali untuk membantu proses diagnosis. Anamnesis mencakup keluhan utama, riwayat penyakit gigi, riwayat medis masa lalu, penyakit sekarang, dan setiap riwayat keluarga yang terkait.5

2.2.2 Analisis Model

Analisis model merupakan langkah penting karena termasuk dari salah satu sumber informasi dalam melakukan diagnosis. Diagnosis yang lengkap, jelas dan akurat akan menentukan kelengkapan rencana perawatan dan memaksimalkan keberhasilan perawatan yang akan dilakukan.17 Salah satu cara yang membedakan diagnosis ortodonti dengan diagnosis lainnya adalah dengan mengukur lengkung gigi yang terdiri dari rahang atas dan rahang bawah.16

Analisis model terhadap lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah serta hubungan oklusal gigi dinilai dalam tiga dimensi. Korelasi tertentu antara panjang lengkung, lebar lengkung, dan lebar mesio-distal gigi juga dapat diamati. Analisis

(18)

7

model memiliki keunggulan besar yaitu dapat mendiagnosis derajat maloklusi pada tiga bidang, yang mencakup bidang raphe midpalatal (bidang mid-sagital), bidang transversal dan bidang horizontal.18

2.2.2.1 Lengkung Gigi

Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (cit. Mokhtar, 2002). Susunan lengkung gigi dipengaruhi oleh refleksi gabungan dari ukuran mahkota gigi, posisi dan inklinasi gigi, bibir, pipi dan lidah. Lengkung gigi dipengaruhi oleh beberapa adanya interaksi faktor genetik dengan ras, lingkungan, usia, dan jenis kelamin. Selama periode tumbuh kembang gigi geligi terjadi perubahan pada ukuran lengkung gigi dan bentuk lengkung gigi.4,5

Bentuk lengkung gigi berkaitan dengan jenis morfologi wajah, seperti contoh tipe wajah euryprosopic memiliki tipe bentuk lengkung persegi (square) dan lebar. Di sisi lain, tipe wajah leptoprosopik lebih banyak memiliki dasar apikal atau lengkungan yang sempit. Banyak penulis menulisnya sebagai indeks Pont, indeks Howes, indeks Linder, indeks Heart, dan indeks Korkhaus yang biasa digunakan di Jerman.5

Pria memiliki dimensi lengkung gigi yang lebih besar dari pada wanita.19 Maloklusi gigi biasanya diakibatkan oleh variasi perkembangan normal yang melaporkan bahwa ukuran dan bentuk lengkung gigi lebih ditentukan oleh pengaruh lingkungan daripada karena pewarisan genetik, namun dalam sebuah penelitian terhadap remaja kembar, para peneliti menemukan kontribusi genetik yang tinggi terhadap variasi dimensi lengkung gigi.20

Bentuk lengkung gigi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan dan kestabilan hasil perawatan ortodonti, karena akan mempengaruhi fungsi dan estetik oklusi gigi. Tipe bentuk lengkung gigi yang tetap sama selama pertumbuhan merupakan indikator adanya keseimbangan antara gigi, lidah dan otot circum oral dari kekuatan perubahan. Selama pergantian gigi susu ke gigi permanen, ukuran lengkung gigi yang berubah dapat mempengaruhi bentuk lengkung gigi. Tipe bentuk lengkung gigi yang sesuai dengan keadaan pasien, sesuai dengan bentuk wajah

(19)

8

pasien dapat menciptakan kenyamanan dalam optimalisasi fungsi oklusi, estetik dan stabilisasi hasil perawatan ortodonti.17,21

Bentuk lengkung yang paling umum ditemukan adalah ovoid, diikuti tapered, dan terakhir bentuk square (Gambar 1). Ketika bentuk lengkung pria dan wanita dibandingkan, ditemukan bahwa pria lebih sering ditemukan bentuk square dan tapered pada Wanita, namun tidak terdapat bentuk lengkung tunggal yang unik untuk maloklusi klas Angle manapun.6,21 Al-Khatib dkk., telah melaporkan bahwa lebar antar kaninus bilateral, panjang lengkung gigi, dan lebar mahkota mesiodistal antara gigi anterior merupakan komponen dari bentuk lengkung gigi.19

Gambar 1. Reprentasi ketiga bentuk lengkung gigi (a) Tapered (b) Square (c) Ovoid.21

Prahastuti menyatakan bahwa terjadi perubahan terjadi perubahan tipe bentuk lengkung gigi dari trapezoid asimetris menjadi parabola simetris serta perbaikan profil wajah menjadi lebih harmonis dan menciptakan kenyamanan dalam optimalisasi fungsi oklusi, estetik, dan stabilisasi melalui perawatan ortodonti pada pasien dengan maloklusi Angle klas I tipe skeletal klas I dengan bimaksiler protrusif, derajat inklinasi gigi insisivus bawah retrusif dan gigi insisivus atas protrusif disertai malposisi gigi individual.21 Resorpsi yang terjadi pada tulang alveolar dapat menyebabkan perubahan pada bentuk lengkung rahang. Perubahan bentuk ini berlangsung paling besar pada enam bulan lamanya edentulus sampai satu tahun penggunaan gigi tiruan dan akan terus berlangsung dalam porsi yang lebih sedikit, oleh karena itu lamanya edentulus memengaruhi bentuk lengkung rahang.22

Chuck pada tahun 1934 mengklasifikasikan bentuk lengkung menjadi ovoid, tapered, dan square. MBT Template (Orthoform™ Template oleh 3M Unitek) adalah

(20)

9

salah satu pemindai untuk evaluasi bentuk lengkung gigi (Gambar 2). Orthoform Template dicetak di atas kertas putih untuk digunakan sebagai pedoman dalam menentukan bentuk lengkung tiap subjek yang akan diteliti.23-25 Orthoform Template ditempatkan pada bagian insisal gigi anterior dan pada bagian tonjol bukal gigi posterior di setiap model cetakan yang telah dicetak, lalu bentuk lengkung dipilih dengan template yang paling cocok.6,8

Gambar 2. Orthoform template25 2.2.3 Analisis Radiografi

Analisis radiografi adalah pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diganosis dalam perawatan ortodonti, antara lain: radiografi panoramik, sefalometri lateral, sefalometri postero-anterior dan 3D CBCT. Sefalometri adalah analisis yang dianggap sebagai bagian dari gold standard dalam perawatan ortodonti. Radiografi sefalometrik dapat digunakan untuk mengevaluasi proporsi dentofasial dan menjelaskan anatomi dasar untuk maloklusi. Dokter gigi perlu menilai komponen skeletal wajah (dasar tengkorak, rahang, gigi) secara komprehensif karena tidak terlihat secara langsung.27

2.2.4 Analisis Fungsi

Diagnosis ortodonti tidak boleh dibatasi pada evaluasi statis gigi dan struktur pendukungnya, tetapi juga harus mencakup pemeriksaan fungsional sistem stomatognati. Analisis fungsional penting, tidak hanya menentukan etiologi maloklusi

(21)

10

penilaian posisi istirahat dan interkuspasi maksimal, pemeriksaan disfungsi orofasial, dan pemeriksaan sendi temporomandibular.5

Posisi istirahat postural adalah posisi mandibula sinergis dan antagonis dari sistem orofasial berada di dasar tonus yang seimbang secara dinamis. Posisi istirahat ditentukan ketika pasien rileks dan duduk tegak dengan punggung tidak ada dukungan apapun. Pasien melihat lurus kedepan, kepala pasien diposisikan horizontal sejajar dengan garis Frankfurt.5 Pemeriksaan disfungsi orofasial termasuk evaluasi penelanan, lidah, pengucapan, bibir, dan pernafasan.5

Pemeriksaan klinis TMJ harus mencakup auskultasi dan palpasi sendi temporomandibula, serta pemeriksaan otot-otot yang terkait dengan mandibula dan analisa dari gerakan mandibula. Tujuan utama pemeriksaan sendi temporomandibula adalah untuk mencari gejala disfungsi sendi temporomandibula seperti krepitasi, kliking, nyeri, hipermobilitas, penyimpangan, dislokasi, keterbatasan membuka rahang, serta kelainan morfologis lainnya. Gangguan fungsional sendi temporomandibular adalah temuan paling umum ketika memeriksa pasien pada disfungsi pegunyahan.5,28

Nyeri yang diakibatkan oleh TMD ditentukan oleh palpasi sendi ketika mandibula melakukan gerakan dinamis. Pemeriksaannya dilakukan dengan menempatkan ujung jari lateral di atas area sendi secara bersamaan, kemudian pasien diminta membuka dan menutup mulut beberapa kali. Ujung jari harus merasakan daerah kondilus melewati artikularis eminensia. Setelah itu, pasien diminta rileks dan melaporkan apa saja yang dirasakan oleh pasien. Terakhir, dilakukan pencatatan gejala dan pasien disuruh membuka dan menutup mulut secara maksimal, jari sedikit diputar ke arah posteior untuk memberi tekanan pada posterior kondilus.28

2.3 Gangguan Sendi Rahang

Gangguan pada sendi rahang atau TMD memiliki etiologi yang berbeda, tidak ada etiologi tunggal yang dapat menjelaskan semua tanda dan gejala. Etiologi TMD bersifat kompleks dan multifaktorial. Ada banyak faktor yang dapat berkontribusi pada TMD. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko TMD atau predisposisi, faktor

(22)

11

pemicu timbulnya TMD, dan faktor yang mengganggu penyembuhan atau meningkatkan perkembangan dari TMD.28 Sleep Bruxism merupakan salah satu etiologi terjadinya temporomandibula disorder (TMD), dan menyebabkan banyak kelainan di rongga mulut seperti keausan gigi.29

Kamus Medis Dorland menggambarkan epidemiologi sebagai ilmu yang berkaitan dengan studi tentang faktor-faktor yang menenentukan dan memengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, cedera dan peristiwa terkait kesehatan lainnya dan penyebabnya pada populasi manusia yang ditentukan dengan tujuan membangun program untuk mencegah dan mengontrol perkembangan dan penyebarannya.

Faktanya rata-rata 41% dari populasi melaporkan setidaknya memiliki satu gejala yang terkait TMD, sementara 56% menujukkan setidaknya satu tanda klinis. Menurut penelitian, akan terlihat bahwa perkiraan konservatif dari persentase orang dalam populasi umum dengan beberapa jenis TMD antara 40% dan 60%.28

2.3.1 Tanda dan Gejala TMD

Tanda dan gejala gangguan TMD sangat umum. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa 50%-60% populasi umum memiliki setidaknya satu tanda gangguan fungsional. Beberapa di antaranya gejala tersebut memotivasi pasien untuk mencari perawatan. Masalah utama fungsi TMJ adalah nyeri, kelainan fungsi dan rasa sakit. TMD biasanya memiliki kondisi nyeri dimana mengarah pada kerusakan fisik yang nyata dan penurunan fungsi. TMD menimbulkan rasa sakit yang dapat terjadi akibat perubahan patologis oleh sendi walaupun umumnya rasa sakit tersebut disebabkan oleh kelelahan otot dan spasme otot.4,28

Research Diagnostic Criteria (RDC), Helkimo Anamnestic Index, Kuesioner Fonseca, dan Kuesioner ID-TMD adalah beberapa indeks yang digunakan dalam menilai bentuk keparahan gangguan sendi temporomandibula berdasarkan anamnesis.18

(23)

12

2.3.1.1 Kuesioner Fonseca

Indeks anamnesis Fonseca sering digunakan di Brazil untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan TMD (ringan, sedang, berat, tidak ada). Fonseca adalah skala yang digunakan untuk mengukur keparahan TMD. Oleh karena itu, Fonseca menggunakan tiga poin skala ordinal. Fonseca memuat gambaran dari gejala gangguan sendi temporomandibula dalam bentuk pertanyaan dalam kuesioner yang setiap pertanyaan berisi jawaban dengan tiga skala yaitu ya, kadang-kadang, dan tidak ada. Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan yang mencakup adanya nyeri di sendi temporomandibula, kepala & leher, saat mengunyah, kebiasaan parafungsional, keterbatasan gerakan, bunyi sendi, persepsi maloklusi dan sensasi stres emosional.30

Tabel 2.1 Kuesioner Fonseca.30

Apakah sulit bagi anda untuk membuka mulut?

Apakah sulit bagi anda untuk menggerakkan mandibula anda dari satu sisi ke sisi yang lain?

Apakah terasa lelah jika anda sedang mengunyah?

Apakah anda sering sakit kepala?

Apakah anda memiliki rasa sakit atau nyeri pada leher?

Apakah anda ada rasa nyeri yang anda rasakan dari sendi kraniomandibular?

Apakah anda merasakan bunyi pada saat membuka mulut pada sendi temporomandibula?

Apakah anda sering menggertakkan gigi?

Apakah anda merasa tidak memiliki artikulasi yang baik?

Apakah anda sering gugup/tegang?

2.3.1.2 Helkimo Anamnestic Index

Helkimo dianggap sebagai pelopor dalam mengembangkan indeks untuk mengukur keparahan dan nyeri pada pasien TMD. Indeks Helkimo adalah indeks yang cukup beralasan untuk menilai TMD pada populasi tertentu. Hasil dari penelitian Rani dkk., mengatakan bahwa tanda dan gejala klinis hadir bahkan pada populasi yang non- pasien. Sebagian besar tanda-tanda kardial terlihat pada tingkat populasi yang berbeda- beda. Tanda yang sering terlihat dan berada di tingkat tertinggi adalah bunyi di sekitar sendi temporomandibular. Helkimo index lebih lanjut dipecah menjadi anamnesis, klinis, dan disfungsi oklusal.29

(24)

13

Tabel 2.2 Helkimo Dysfunction Index.29

Tanda yang didapat dari pemeriksaan klinis Poin A. Fungsi sendi temporomandibula yang abnormal

• Pada pergerakan rahang secara perlahan, tidak menimbulkan bunyi di sendi temporomandibula, atau deviasi ≤2mm saat pergerakan membuka atau menutup rahang

• Terdapat bunyi pada satu atau kedua sisi TMJ dan atau terdapat deviasi pada gerakan membuka dan menutup mulut ≤2mm

• Rahang terkunci dan atau luksasi pada sendi temporomandibula

0

1 5 B. Nyeri pada otot

• Pada palpasi otot mastikasi tidak ada nyeri tekan

• Pada palpasi di 1 –3 tempat terdapat nyeri tekan

• Pada palpasi di ≥4 tempat terdapat nyeri tekan

0 1 5 C. Nyeri pada sendi temporomandibular

• Tidak ada nyeri tekan ketika dipalpasi

• Pada palpasi di daerah lateral terdapat nyeri tekan

• Pada palpasi di daerah posterior terdapat nyeri tekan

0 1 5 D. Nyeri pada pergerakan mandibula

• Tidak ada nyeri saat menggerakkan mandibula

• Ada nyeri pada satu kali pergerakan rahang

• Ada nyeri pada dua atau lebih pergerakan rahang

0 1 5

2.3.1.3 Kuesioner ID-TMD

Indeks yang digunakan untuk menilai gangguan sendi rahang dan telah diuji pada populasi orang Indonesia dikenal dengan nama Indeks Diagnosis TMD (ID-TMD).

Penentuan diagnosis dari indeks ini ditentukan berdasarkan kuesioner dengan melihat tanda dan gejala klinis. Indeks ini sebagai skrining awal untuk pemeriksaan TMD.30,31

Indeks ini berisi delapan pertanyaan mengenai gejala TMD yang dialami, pertanyaannya meliputi nyeri di sekitar sendi rahang, nyeri kepala, nyeri saat membuka dan menutup mulut, nyeri pada daerah leher dan sekitarnya, telinga berdengung tanpa sebab nyata, mempertemukan gigi atas dan bawah dengan tekanan keras saat bingung, marah atau konsentrasi penuh. ID-TMD terbagi atas empat skala penelitian, yaitu tidak pernah (skor 0), jarang (skor 1), sering (skor 2), selalu (skor 3). Skor untuk ID-TMD antara 0 hingga 24.30

(25)

14

Tabel 2.3 Kuesioner ID-TMD30,31

No. Keadaan Tidak

Pernah (0)

Jarang (1)

Sering (2)

Selalu (3) 1. Apakah ada nyeri di

sekitar sendi rahang anda?

2. Apakah anda sering merasa nyeri kepala?

3. Apakah ada rasa nyeri pada saat membuka dan menutup mulut?

4. Apakah anda merasakan nyeri pada daerah leher dan sekitarnya?

5. Apakah telinga anda berdengung tanpa sebab yang nyata?

Apakah anda sering mempertemukan gigi atas dan bawah dengan tekanan keras pada saat anda :

6. Bingung 7. Marah

8. Konsentrasi Penuh

(26)

15

2.4 Kerangka Teori

(27)

16

2.5 Kerangka Konsep Variabel bebas

Bentuk Lengkung Gigi

Variabel terikat

Temporomandibula disorder

(28)

17

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dari data sekunder penelitian terdahulu (Ervina Sofyanti dengan judul: Identifikasi karakteristik Dental dan Gejala Gangguan Sendi Temporomandibula untuk Deteksi Dini Hiperplasia Kondilus).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Jalan Alumni No. 2 Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai dari bulan Desember 2020 hingga Maret 2021.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang masih aktif.

3.3.2 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik sampling non random dimana peneliti menentukan pengambilan sampel sekunder dari penelitian sebelumnya dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan.

Besar sampel dihitung menggunakan rumus proporsi dengan menggunakan data sekunder.

(29)

18

Rumus besar sampel yang digunakan adalah:

𝑛 = 1.962∙ 0.5(1 − 0.5)33

0.12(33 − 1) + 1.962∙ 0.5(1 − 0.5) 𝑛 = 3.84(0.25)33

0.01(32) + 3.84(0.25) 𝑛 = (0.96)33

0.32 + 0.96 𝑛 = 24.75 𝑛 = 25 Keterangan:

n = Besar sampel N = Total populasi

P = Proporsi sebelumnya = 50%

𝑍1−𝛼 2 = Nilai Z derajat kemaknaan yang dikehendaki adalah 95% = 1,96 d = Presisi absolut

Hasil perhitungan besar sampel telah dilakukan, sehingga dibutuhkan jumlah sampel minimum adalah 25 orang. Untuk menghindari adanya drop out sampel penelitian maka jumlah sampel ditambah ±10% dari sampel yang ditentukan. Sehingga jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 27 orang dan digenapkan menjadi 30 orang.

3.3.2.1Kriteria Inklusi 1. Mahasiswa FKG 2. Usia 17-25 tahun.

3. Seluruh gigi permanen lengkap sampai molar kedua.

𝑛 = 𝑍1−𝛼 22 ∙ 𝑝(1 − 𝑝)𝑁 𝑑2(𝑁 − 1) + 𝑍1−𝛼 22 ∙ 𝑝(1 − 𝑝)

(30)

19

3.3.2.2 Kriteria Ekslusi

1. Pernah mendapat perawatan ortodonti

3.4 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian 3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel-variabel penelitian yang terdapat di dalam penelitian ini, antara lain:

1. Variabel bebas: Bentuk Lengkung Gigi

2. Variabel terikat: Gangguan Temporomandibula

3.4.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala Hasil

Ukur Alat Ukur Cara Ukur Variabel

Independen Bentuk Lengkung Gigi

Bentuk lengkung rahang setiap individu berbeda.

Ada yang

berbentuk oval, tapered, atau square.6

Nomi- nal

Total skor (1-3) 1:Ovoid 2:Tapered 3:Square

Ortoform Template

Visual

Variabel Dependen Gangguan Temporo- mandibular

Istilah luas yang digunakan untuk menggambarkan beberapa

gangguan yang melibatkan TMJ, otot

pengunyahan, dan oklusi20

ID-TMD :

Indeks penentuan TMD. Skor ID- TMD antara 0-3 berarti non-TMD, skor ID-TMD di antara 4-7 berarti TMD ringan, sedangkan skor ID- TMD diatas 7

Nomi- nal

Total skor (0-24) 0:Tidak pernah 1:Jarang 2:Sering 3:Selalu

0:Non TMD 1:TMD

Kuesioner Pengisian Kuesioner

(31)

20

3.5 Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat Penelitian

a. Orthoform template (Ovoid, Tapered, Square) b. Pensil

c. Pulpen

d. Penghapus pensil e. Penggaris

3.5.2 Bahan Penelitian a. Kuesioner penelitian

b. Model cetakan gigi RA dan RB

Gambar 3. Alat-alat A. Orthoform Tapered 3M Unitek (Tapered, Square, Ovoid), B. Model Studi, C. Alat Tulis

3.6 Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder ( data primer berasal dari Dr. Ervina Sofyanti drg., Sp.Ort(K) dkk., ). Pengumpulan data dilakukan dua tahap, yaitu dengan melakukan pengumpulan kuesioner gangguan temporomandibula dan model lengkung gigi mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

berarti TMD sedang.32

A B C

(32)

21

3.6.1 Pengumpulan Data Gangguan Sendi Rahang

1. Peneliti menggunakan surat Ethical Clearance dari Dr. Ervina Sofyanti drg., Sp.Ort(K) yang dikeluarkan oleh Komisi Etik Bidang Kesehatan.

2. Peneliti melakukan seleksi sampel sesuai jumlah yang sudah ditentukan berdasarkan kriteria inklusi berdasarkan rumus.

3.6.2 Pengukuran Bentuk Lengkung Gigi 1. Dilakukan trimming pada model hasil cetakan.

2. Dilakukan pendataan pada setiap hasil model gigi.

3. Penempatan orthoform template pada bagian atas midline lengkung gigi.

Penempatannya pada insisal gigi anterior dan pada tonjol bukal gigi posterior pada setiap model cetakan.

4. Bentuk lengkung yang dipilih disesuaikan dengan template yang paling cocok.

5. Untuk menghindari kesalahan, dilakukan uji intra operator oleh 2 orang yang berbeda terhadap 5 model cetakan rahang atas dan rahang bawah. Apabila hasilnya tidak berbeda, berarti peneliti layak untuk melakukan penelitian.

Gambar 4. Penempatan orthoform template pada model cetakan gigi rahang atas dan rahang bawah.8

(33)

22

3.6.3 Analisis TMD dengan Kuesioner ID-TMD

Penelitian ini menggunakan kuesioner Indeks Diagnostik (ID-TMD) pada populasi mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

1. Peneliti melakukan pendataan kuesioner yang telah diterima dari peneliti terdahulu yang sesuai dengan kriteria inklusi.

2. Peneliti melakukan perhitungan persentase kuesioner.

3.7Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputerisasi.

3.7.2 Analisis Data

a. Dihitung prevalensi dari masing-masing bentuk lengkung gigi tersebut.

b. Dihitung prevalensi subjek yang diduga mengalami TMD.

3.8 Etika penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup:

3.8.1 Ethical Clearance

Peneliti menggunakan surat Ethical Clearance dari Dr. Ervina Sofyanti drg., Sp.Ort(K) yang dikeluarkan oleh Komisi Etik Bidang Kesehatan.

3.8.2 Informed Consent

Peneliti menggunakan informed consent dari penelitian Dr. Ervina Sofyanti drg., Sp.Ort(K).

(34)

28

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Bentuk lengkung gigi atas yang ovoid sebanyak 15 subjek (50%), tapered sebanyak 13 subjek (43,3%), dan square sebanyak 2 subjek (6,7%). Bentuk lengkung gigi bawah yang ovoid sebanyak 11 subjek (36,7%), tapered sebanyak 17 subjek (56,7%), dan square sebanyak 2 subjek (6,7%).

2. Subjek dengan gejala TMD berdasarkan kuesioner ID-TMD sebanyak 18 subjek (60%) dan 12 subjek (40%).

3. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara lengkung gigi atas (p=0,953) dan bawah (p=0,828) pada subjek penelitian dengan gigi lengkap.

6.2 Saran

Penelitian lebih lanjut mungkin perlu dilakukan dengan penilaian tanda dan gejala klinis dari gangguan sendi temporomandibula, dan bukan hanya sekadar melalui kuesioner untuk menilai gejala saja.

(35)

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Sharaf RM, Jaha HS. Etiology and treatment of malocclusion: Overview. Int J Sci Eng Res 2017;8(12):101–14.

2. Anthony SN, Zimba K, Subramanian B. Impact of malocclusions on the oral health-related quality of life of early adolescents in Ndola, Zambia. Int J Dent 2018;2018:1–8.

3. Lubis MM, Utami AR. Distribusi maloklusi berdasarkan klasifikasi Angle pada pasien di departemen ortodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2009-2013. Dentika Dent J 2015;18(3):257–61.

4. Proffit WR, Sarver DM, Fields HW, Jr. Orthodontic diagnosis: the problemoriented approach. In: Proffit WR, Fields HW, Larson BE, Sarver DM, editor. Contemporary Orthodontics. 6th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019: 2–175.

5. Singh G. Textbook of orthodontics. 2nd ed. Singh G, New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher, 2007: 65–202.

6. Khatri JM, Madaan JB. Evaluation of arch form among patients seeking orthodontic treatment. J Indian Orthod Soc 2012;46(4):325–8.

7. Melou C D. Relationship between occlusal factors, oral parafunctions and temporomandibula disorders: a case control study. Int J Dent Oral Health 2019;5(4):1–5.

8. Oktarina IN, Zenab Y, Sunaryo IR. Tipe wajah dan bentuk lengkung gigi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi angkatan 2010-2013 Universitas Padjadjaran. J Ked Gi Unpad 2016;28(3):138–43.

9. Dzingutė A, Pileičikienė G, Baltrušaitytė A, Skirbutis G. Evaluation of the relationship between the occlusion parameters and symptoms of the temporomandibula joint disorder. Acta Medica Lituanica 2017;24(3):167–75.

10. Verner FS, Roque-Torres GD, Ramírez-Sotello LR, Devito KL, Almeida SM.

Analysis of the correlation between dental arch and articular eminence morphology: a cone beam computed tomography study. Int J Oral Maxillofac Surg 2017;124(4):420–31.

(36)

30

11. Reissmann DR, Anderson GC, Haydecke G, Schiffman EL. Effect of shortened dental arch on temporomandibula joint intra-articular disorders. J Oral Facial Pain Headache 2018;32(3):329.

12. Sianipar M, Sofyanti E, Chairunnisa R. Vertical incisal overlap and temporomandibula disorder in female dentistry student University of North Sumatera. Proc IPROSI 2018;400–4.

13. Laguhi VA, Anindita PS, Gunawan PN. Gambaran maloklusi dengan menggunakan hmar pada pasien di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sam Ratulangi Manado. J e-GIGI 2014;2(2):1–5.

14. Dutra SR, Pretti H, Martins MT, Bendo CB, Vale MP. Impact of malocclusion on the quality of life of children aged 8 to 10 years. Dental Press J Orthod 2018;23(2):46–53.

15. Kang JM, Kang KH. Effect of malocclusion or orthodontic treatment on oral health-related quality of life in adults. Korean J Orthod 2014;44(6):304–11.

16. Saputra YG, Anindhita PS, Pangemanan DH. Ukuran dan bentuk lengkung gigi rahang bawah pada orang Papua. J e-GiGi 2016;4(2):253–8.

17. Indirayana VP, Gayatri G, Zenab NRY. A comparison between orthodontic model analysis using conventional methods and iModelAnalysis. Dent J (Majalah Kedokteran Gigi) 2018;51(4):173–8.

18. Kurniawan I, Soemantri ESS, Evangelina IA. Dental arch symmetry analysis in orthodontic treatment. Padjadjaran J Dent 2008;20(2):89–94.

19. Al-Khatib A, Rajion ZA, Masudi SM, Hassan R, Anderson PJ, Townsend GC.

Tooth size and dental arch dimensions: a stereophotogrammetric study in Southeast Asian Malays. Orthod Craniofacial Res 2011;14(4):243–53.

20. Eguchi S, Townsend GC, Richards LC, Hughes T, Kasai K. Genetic contribution to dental arch size variation in Australian twins. Arch Oral Biol 2004;49(12):1015–24.

21. Prahastuti N. Perubahan tipe bentuk lengkung gigi paska perawatan ortodontik cekat dengan pencabutan premolar pertama. Insisiva Dent J 2016;5(1):16–23.

(37)

31

22. Yanikoglu N, Ceylan G, Aladag LI. A comparison of the basal seat areas of the maxillary and mandibular dentures according to arch shapes. Atatürk Üniv. Di Hek.Fak.Derg 2005;15(1):29–33.

23. Elattar H, Alsulami A, Alharbi K, Al-Yamani L, Gary L. Comparision of commercially available archwires with normal dental arch in a group of Saudi population. Egypt Dent J 2020;66(3): 1413-21.

24. Irlandese G et al. Dental arch form and interdental widths evaluation in adult caucasian patients with obstructive sleep apnea syndrome. Journal of Craniomandibular & Sleep Practice 2020:1-9.

25. Paranhos LR, Andrews WA, Jóias RP, Bérzin F, Júnior ED, Triviño T. Dental arch morphology in normal occlusions. Brazilian J Oral Sci 2011;10(1):65-8.

26. Rischen RJ, Breuning KH, Bronkhorst EM, Kuijpers-Jagtman AM. Records needed for orthodontic diagnosis and treatment planning: a systematic review.

PLoS One 2013;8(11):1-8.

27. Nijkamp PG, Habets LLMH, Aartman IHA, Zentner A. The influence of cephalometrics on orthodontic treatment planning. Eur J Orthod 2008;30(6):630–

5.

28. Okeson JP. Management of temporomandibula disorders and occlusion. 8th ed.

Okeson JP. China: Elsevier, 2020: 260–84.

29. Rani S, Pawah S, Gola S, Bakshi M. Analysis of helkimo index for temporomandibula disorder diagnosis in the dental students of Faridabad City : a cross ‑ sectional study. J Indian Orthod Soc 2016;17(1):48–52.

30. Campos JADB, Carrascosa AC, Bonafé FSS, Maroco J. Severity of temporomandibula disorders in women: validity and reliability of the Fonseca anamnestic index. Braz Oral Res 2014;28(1):1–6.

31. Tanti I, Himawan LS, Kusdhany L. Development of questionnaire to determine the etiology of temporomandibula disorders. Int Clin Prev Dent 2014;10(2):103–

8.

32. Wijaya Y, Himawan LS, Odang RW. Occlusal grinding pattern during sleep bruxism and temporomandibula disorder. J Dent Indonesia 2013;20(2):25–31.

(38)

32

33. Maxwell D, Amalina FN, Tanti I. Relationship between temporomandibular disorder and quality of sleep in a sample of nurses in a type C private hospital in Depok, West Java, Indonesia. J Dent Indonesia 2018;25(3):142-7.

34. Gumay RA, Tanti I, Koesmaningati H. The relationship between temporomandibular disorders and quality-of-life-related orofacial pain. J Int Dent Med Res 2017;10:677-82.

35. Tanti I et al. Validation of stress questionnaire in temporomandibular disorders patient. J Int Dent Med Res 2016;9:272-6.

36. Himawan LS, Kusdhany LS, Ariani N. Temporomandibular disorders in elderly patients. Med J Indonesia 2007;16(4):237-9.

Gambar

Gambar 1. Reprentasi ketiga bentuk lengkung gigi (a) Tapered (b) Square  (c) Ovoid. 21
Gambar 2. Orthoform template 25 2.2.3 Analisis Radiografi
Tabel 2.1 Kuesioner Fonseca. 30
Tabel 2.2 Helkimo Dysfunction Index. 29
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan Uysal dkk (2005) dan Sayin O dan Turkkahman H (2004) menemukan bahwa terdapat perbedaan lebar lengkung gigi antara maloklusi klas I

21 Akan tetapi, berdasarkan penelitian terakhir yang dilakukan oleh Kanno T dan Carlsson GE (2006), secara umum tidak menunjukkan perbedaan klinis yang signifikan antara

Keadaan ini sejalan dengan penelitian Manfredini dkk terhadap 625 pasien dengan gangguan sendi temporomandibula dalam kurun waktu tahun 2011 dan 2012 di

Bagian superior otot pterygoid lateral melekat sebagian pada kapsul artikular sendi temporomandibula dan baik secara langsung atau tidak langsung pada diskus artikular sehingga

Complete Denture Patients Versus Patients with natural Teeth; A Comparative Study. Pakistan Oral and

Keseluruhan gangguan fungsional otot pengunyahan secara klinis memberikan gambaran yang tidak sama, perawatan pada masing-masing jenis juga berbeda. Kebanyakan

Hasil penelitian ini bisa dimanfaatkan oleh dokter gigi dan dokter gigiSpesialis dalam membuat perencanaan penatalaksanaan yang tepat bagian pasien yang mengalami dengan

Jika Saudari termasuk dalam kriteria penelitian ini, maka saya akan meminta kesediaan Saudari untuk menjadi subjek penelitian ini dengan memberikan lembar