• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kesimetrisan Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fkg Usu Dengan Maloklusi Klas Ii Angle Dan Klas Iii Angle

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Kesimetrisan Lengkung Gigi Pada Mahasiswa Fkg Usu Dengan Maloklusi Klas Ii Angle Dan Klas Iii Angle"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonsia Tahun 2015

Sutanto

Gambaran Kesimetrisan Lengkung Gigi pada Mahasiswa FKG USU dengan Maloklusi Klas II Angle dan Maloklusi Klas III Angle

ix + 48 halaman

Asimetri lengkung gigi merupakan hal umum yang ditemukan pada individu dengan maloklusi, khususnya pada maloklusi Klas II dan Klas III Angle. Asimetri lengkung gigi yang tidak dirawat secara dini dapat berkembang menjadi asimetri fungsional dan skeletal. Kondisi ini dapat menjadi permanen sehingga mempengaruhi estetika wajah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU dengan maloklusi Klas II dan Klas III Angle. Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa FKG USU yang belum pernah menerima perawatan ortodonti. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan fotometri model studi dari 62 sampel yang terbagi atas, 30 sampel maloklusi Klas II Angle dan 32 sampel maloklusi Klas III Angle. Sampel pada penelitian ini dipilih berdasarkan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 33% (n=10) memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas normal, sedangkan 67% (n=20) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis, pada maloklusi Klas II Angle. Selanjutnya, sebesar 34% (n=11) memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas normal, sedangkan 66% (n=21) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis, pada maloklusi Klas III Angle. Dapat disimpulkan bahwa prevalensi asimetri lengkung gigi hampir sebanding ditemukan pada kelompok maloklusi Klas II dan Klas III Angle.

(2)

GAMBARAN KESIMETRISAN LENGKUNG GIGI PADA

MAHASISWA FKG USU DENGAN MALOKLUSI

KLAS II ANGLE DAN KLAS III ANGLE

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: SUTANTO NIM : 110600057

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 12 Maret 2015

Pembimbing Tanda tangan

Ervina Sofyanti,drg., Sp.Ort …...

(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 12 Maret 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Ervina Sofyanti,drg., Sp.Ort ANGGOTA : 1. Erliera, drg., Sp.Ort

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan berkat, anugerah, dan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, saran, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati dan dengan tulus mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) selaku ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

3. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort selaku koordinator skripsi di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dan dengan sabar memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Erliera, drg., Sp.Ort selaku dosen penguji skripsi yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberi masukan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Mimi Marina Lubis, drg., Sp.Ort selaku dosen penguji skripsi yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberi masukan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

(6)

8. Seluruh staf pengajar FKG USU terutama staf dan pegawai di Departemen Ortodonsia FKG USU atas bantuan yang diberikan kepada penulis.

9. Rahmy Fitriana, Ulfa Yunida Nst, Octavina Sitorus dan teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ortodonsia FKG USU yang telah saling membantu dan memberikan semangat.

10. Kakak Eva EsterLitna Surbakti, Kakak Faradilla Sari yang telah membantu penulis, serta teman-teman, abang/kakak senior, dan adik-adik junior FKG USU yang telah bersedia meluangkan waktunya sebagai sampel penelitian.

11. Sahabat-sahabat penulis, Fredysen, Alvin, Hendy, Vandersun, Christina, Jennifer, Novia, Ingrid, Fenny, Sumery, Julia, dan seluruh teman-teman FKG USU angkatan 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua yang sangat penulis sayangi, Mama dan Papa atas segala kasih sayang, doa, dukungan dan bantuan moril serta materil yang senantiasa diberikan, dan kepada saudara kandung penulis Lina dan Anthony.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima dengan terbuka berbagai kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan buah pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu kedokteran gigi dan masyarakat.

Medan, 12 Maret 2015 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI 2.1 Asimetri Dentokraniofasial ... 5

2.2 Klasifikasi Asimetri Dentokraniofasial ... 6

2.2.1 Asimetri Dental ... 6

2.2.2 Asimetri Skeletal... 12

2.2.3 Asimetri Fungsional ... 13

2.2.4 Asimetri Muskular ... 13

2.3 Diagnosis Asimetri Dentokraniofasial ... 13

2.3.1 Pemeriksaan Klinis ... 14

2.3.2 Pemeriksaan Radiografi ... 14

2.3.3 Pemeriksaan Model Studi ... 14

2.2.4 Pemeriksaan Fotometri ... 15

2.4 Klasifikasi Oklusi Menurut Angle ... 16

2.4.1 Maloklusi Klas I Angle ... 18

(8)

2.4.2.1 Maloklusi Klas II Angle Divisi 1 ... 20

3.2.1 Lokasi Penelitian... 25

3.2.2 Waktu Penelitian ... 25

3.3 Populasi dan Sampel ... 25

3.3.1 Kriteria Inklusi ... 25

3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 26

3.3.3 Besar Sampel ... 26

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 27

3.4.1 Variabel ... 27

3.4.2 Variabel tidak terkendali ... 27

3.4.3 Definisi Operasional ... 27

3.4.4 Alat dan Bahan Penelitian ... 29

3.5 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian ... 30

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada maloklusi Klas II Angle ... 37 2 Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada maloklusi Klas III Angle .... 37 3 Prevaleni asimetri lengkung gigi secara klinis pada maloklusi Klas II

dan Klas III Angle ... 38 4 Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi maksila dan mandibula pada

malokusi Klas II Angle ... 38 5 Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi maksila dan mandibula pada

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Asimetri dental ... 7

2. Model gigi dengan segmen ... 8

3. Alat pengukur pada penelitian Scanavani ... 9

4. Penentuan midline pada penelitian Scanavani ... 9

5. Metode pengukuran asimetri lengkung gigi pada penelitian Scanavani ... 10

6. Titik referensi pada model gigi ... 11

7. Symmetograph ... 11

8. Hemifacial Microsomia ... 12

9. Hemifacial Microsomia ... 13

10. Diagnosis ... 15

11. Diagnosis melalui pandangan frontal ... 16

12. Oklusi normal ... 17

13. Oklusi ideal ... 17

14. Maloklusi Klas I Angle ... 18

15. Maloklusi Klas II Angle ... 19

16. Maloklusi Klas II Angle divisi 1 ... 20

17. Maloklusi Klas II Angle divisi 2 ... 21

18. Maloklusi Klas III ... 22

19. Alat-alat penelitian ... 30

20. Titik-titik referensi pada foto model gigi ... 33

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Lembar kuesioner penelitian

2 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

3 Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent) 4 Surat Komisi Etik (Ethical Clearance)

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ortodonti adalah bagian dari kedokteran gigi yang berhubungan dengan penatalaksanaan terhadap penyimpangan dari oklusi normal atau maloklusi dan mencakup perawatan pada anak, remaja dan orang dewasa.1 Tujuan utama dari perawatan ortodonti adalah untuk mengoreksi maloklusi sehingga dapat mencapai oklusi yang fungsional dan juga untuk mencapai estetika secara optimal pada dental dan wajah.2

Di awal abad ke-21 ini, kebutuhan akan perawatan ortodonti semakin diminati di berbagai golongan usia. Orang tua dan pasien yang mencari perawatan ortodonti ini sebagian besar menjadikan penampilan sebagai alasan utamanya, baik penampilan wajah ataupun dental.1,3,4 Suatu hal yang menjadi daya tarik dari penampilan adalah kecantikan. Ahli matematika dan ilmuwan menyatakan bahwa kecantikan dan kesimetrisan terkait antara satu sama lain. Beberapa literatur lain menyatakan bahwa kesimetrisan merupakan salah satu unsur terpenting dari kecantikan.5,6,7

(13)

Asimetri digambarkan sebagai suatu kekurangan atau ketiadaaan dari simetris.8 Asimetri jika ditinjau dari struktur dentokraniofasial terbagi menjadi beberapa tipe, dan salah satunya adalah asimetri dental.12 Hal yang paling umum dan sering ditemukan pada asimetri dental adalah deviasi midline dan salah satu penyebab dari deviasi midline ini adalah asimetri lengkung gigi.7 Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadi asimetri lengkung gigi, antara lain herediter, adanya kehilangan satu gigi atau lebih secara kongenital, tanggalnya gigi desidui yang terlalu dini, karies interproksimal, pencabutan, kebiasaan buruk seperti menghisap jari atau mengunyah sebelah sisi.7,10,13,14

Asimetri lengkung gigi merupakan hal yang umum ditemukan pada populasi baik pada anak-anak ataupun pada orang dewasa. Khususnya pada individu yang memiliki status maloklusi dental saja, cenderung memiliki asimetri lengkung gigi. Sebagai contoh, populasi dengan gigi permanen yang utuh dan belum melakukan perawatan ortodonti memiliki asimetri lengkung gigi dengan besar rata-rata sebesar kurang dari 1 mm, dan untuk subjek dengan maloklusi Klas II Angle subdivisi yang tidak dirawat ortodonti memiliki asimetri yang lebih besar.10,13,14

Angle menyatakan bahwa pada maloklusi, keadaan asimetri lengkung gigi merupakan suatu hal yang jelas terlihat. Pada suatu maloklusi yang disertai asimetri lengkung gigi dapat ditemukan dalam proporsi yang besar pada anak yang berumur sekitar 6-11 tahun di Amerika Serikat dan khususnya pada anak yang memiliki maloklusi Klas II Angle. Asimetri lengkung gigi lebih banyak ditemukan pada pasien yang memiliki maloklusi Klas II Angle subdivisi dibandingkan dengan pasien yang memiliki asimetri mandibula yang bersifat skeletal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kula terhadap 151 anak dengan overjet yang besar (> 7 mm), terlihat bahwa lebih dari 30% anak memiliki asimetri lengkung gigi dalam arah transversal sebesar

(14)

menyatakan bahwa asimetri lengkung gigi lebih banyak terjadi pada maloklusi Klas II Angle, khususnya pada maloklusi tipe subdivisi.9,15,16 Tetapi, terdapat suatu laporan yang dipaparkan oleh Chew, bahwa dari 212 orang pasien dengan deformitas dentofasial, terdapat sebesar 35,8% yang mengalami asimetri, dan mayoritas kasus tersebut muncul pada pasien dengan hubungan oklusi Klas III.17 Pemeriksaan asimetri pada pasien Klas III juga merupakan hal yang mutlak dilakukan dalam prosedur diagnosis.11

Penelitian Nie dan Lin mengenai analisis dan perbandingan terhadap kesimetrisan lengkung gigi pada 300 subjek penelitian dengan kelompok oklusi normal dan kelompok maloklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya lengkung gigi yang simetris ditemukan pada kelompok oklusi normal. Sedangkan pada kelompok maloklusi menunjukkan jumlah dan derajat asimetri lengkung gigi yang lebih tinggi dibanding oklusi normal.16

Perlu diketahui bahwa, diagnosis dan perawatan sedini mungkin pada asimetri lengkung gigi dapat meminimalkan kebutuhan dalam penggunaan perawatan mekanik yang kompleks ataupun pencabutan yang asimetri.14 Dari penelitian yang telah dipaparkan di atas, gambaran asimetri lengkung gigi yang menyertai setiap maloklusi memerlukan perhatian khusus dalam usaha ortodonti interseptif. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk meneliti seberapa besar prevalensi asimetri lengkung gigi pada maloklusi Klas II Angle dan maloklusi Klas III Angle.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapakah prevalensi asimetri lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU dengan maloklusi Klas II Angle.

(15)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui prevalensi asimetri lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU dengan maloklusi Klas II Angle.

2. Untuk mengetahui prevalensi asimetri lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU dengan maloklusi Klas III Angle.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi asimetri lengkung gigi antara sisi kiri dan kanan pada mahasiswa FKG USU dengan maloklusi Klas II dan Klas III Angle.

2. Untuk mengetahui prevalensi asimetri lengkung gigi antara maksila dan mandibula pada mahasiswa FKG USU dengan maloklusi Klas II dan Klas III Angle

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi bagi klinisi bahwa seberapa banyak maloklusi yang disertai asimetri lengkung gigi sehingga dapat mendiagnosis dan memberikan perawatan yang tepat.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asimetri Dentokraniofasial

Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk, dan posisi relatif dari bagian-bagian terhadap sisi kebalikannya yang dipisahkan oleh suatu garis pemisah atau median plane.8 Menurut kamus kedokteran Stedman, simetris didefinisikan sebagai suatu kesetaraan atau kesesuaian dalam bentuk dari bagian-bagian yang terdistribusi di sekitar pusat atau poros, pada dua ekstrim atau kutub, atau pada dua sisi yang berlawanan pada tubuh.18

Asimetri dapat dinyatakan sebagai kekurangan atau ketiadaan simetris, jika diilustrasikan ke wajah manusia, ini menggambarkan ketidakseimbangan atau tidak proposionalnya antara sisi kanan dan kiri.8 Dari zaman dulu, manusia selalu menghubungkan kesimetrisan dengan nilai estetika, namun seiring dengan perkembangan zaman, kesimetrisan tidak hanya berkaitan dengan estetika tetapi juga mempengaruhi fungsi. Untuk menemukan seorang individu dengan kesimetrisan yang sempurna sangatlah jarang, sehingga asimetri dengan derajat yang kecil dapat diterima sebagai suatu keadaan yang normal.10 Hasse menyatakan bahwa asimetri dalam kesenian yunani kuno merupakan suatu fenomena yang terjadi secara alami yang menjadi suatu sifat atau ciri dari setiap wajah manusia. Pada kenyataannya, wajah yang simetris sempurna memiliki nilai yang kurang menarik, bagaikan suatu topeng.19 Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa ketika suatu wajah dimanipulasi untuk menciptakan suatu wajah yang simetris sempurna, wajah tersebut menjadi kurang menarik dibandingkan dengan wajah yang memiliki sedikit asimetri.7

(17)

tidak seimbang, kelainan skeletal yang meliputi maksila dan mandibula. Asimetri dentokraniofasial merupakan suatu hal yang kompleks karena dipengaruhi oleh gigi, prosesus alveolar, serta otot wajah yang terletak disekitar gigi. Asimetri dentokraniofasial dapat bersifat unilateral ataupun bilateral, arah anteroposterior, superoinferior, dan mediolateral. Mandibula merupakan bagian yang paling sering terjadi asimetri dikarenakan dukungan jaringan lunak bagian bawah lebih banyak dibanding maksila.9

2.2 Klasifikasi Asimetri Dentokraniofasial

Asimetri jika diklasifikasikan berdasarkan struktur dentokraniofasial terbagi menjadi asimetri dental, asimetri skeletal, asimetri muskular, dan asimetri fungsional.9,11,12 Keempat tipe asimetri ini dapat menyebabkan terjadinya asimetri wajah dan bahkan dapat dijumpai pada individu yang sama.9

2.2.1 Asimetri Dental

Asimetri dental (Gambar 1) dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti tanggalnya gigi desidui yang terlalu dini, kehilangan gigi secara kongenital, kebiasaan buruk seperti menghisap jari, ketidakseimbangan jumlah gigi pada lengkung gigi yang ada, perbedaan jumlah gigi pada lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah, dan lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah yang tidak harmonis.9,11 Pada subjek yang memiliki maloklusi dental, cenderung memiliki asimetri lengkung gigi.10,13,14

Asimetri lengkung gigi ditandai dengan adanya deviasi midline yang disertai dengan kehilangan gigi atau tanggalnya gigi yang terlalu dini dan dipastikan terdapat crowding pada salah satu sisi.7 Deviasi midline merupakan hal yang sering dijumpai pada penderita dengan asimetri dental. Deviasi midline yang lebih besar dari 2 mm merupakan hal yang mudah terlihat bagi orang awam, dan ini merupakan hal yang harus diperhatikan ketika menentukan rencana perawatan.9,10

(18)

ataupun kombinasi dari kedua faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut seperti malformasi kongenital, karies interproksimal, kebiasaan buruk seperti menghisap jari, mengunyah sebelah sisi, pencabutan gigi yang tidak seimbang atau trauma. Individu yang lebih tua cenderung memiliki asimetri lengkung gigi yang lebih besar, ini juga dikarenakan faktor lingkungan yang berjalan seiring waktu.10,14

Garn melaporkan bahwa asimetri ukuran gigi pada umumnya tidak melibatkan keseluruhan pada satu sisi lengkung. Di samping itu, gigi yang memiliki morfologi yang sama cenderung memiliki asimetri yang sama, seperti contoh, pada premolar satu maksila lebih besar pada sisi kanan, maka premolar dua maksila akan cenderung memiliki ukuran yang lebih besar pula pada sisi kanan. Selain itu, asimetri cenderung lebih besar terjadi pada gigi yang berposisi lebih distal seperti insisivus lateral, premolar dua, dan molar tiga.12

Gambar 1. Asimetri dental12

(19)

yaitu jarak dari titik insisal ke ujung cusp distobukal dari gigi molar satu permanen (Gambar 2). Nilai ukur dari ketiga segmen tersebut kemudian dibandingkan antara sisi kanan dan sisi kiri dengan mengukurnya menggunakan suatu jangka sorong yang telah dimodifikasi.13

Gambar 2. Model gigi dengan segmen (a) Jarak insisivus- kaninus, (b) Jarak kaninus-molar, (c) Jarak insisivus-molar.13

(20)

rahang bawah diperoleh dari proyeksi dari titik As dan Ps pada rahang atas menggunakan penggaris hingga diperoleh titik Ai (anterior-inferior) yang merupakan titik diantara incisal edge dari insisivus sentralis mandibula dan Pi (posterior-inferior) yang merupakan titik pada permukaan paling posterior pada rahang bawah. (Gambar 4). Setelah semua titik referensi diperoleh, dilakukan pengukuran pada deviasi midline, posisi kaninus dan molar satu dengan menggunakan busur dan penggaris tersebut (Gambar 5).10

Gambar 3. Alat pengukur pada penelitian Scanavini10

(21)

Gambar 5. Metode pengukuran asimetri lengkung gigi pada penelitian Scanavini10

Pengukuran kesimetrisan lengkung gigi menurut Kula dan Maurice pada foto model gigi yang dicetak dengan perbandingan foto sebesar 1:1. Sebelum model gigi difoto, penentuan tanda-tanda referensi dilakukan terlebih dahulu. Adapun tanda referensi terdiri dari garis MPP (Median Palatal Plane) yang terbentuk dari dua titik, yaitu titik pada median palatal raphe dekat dengan rugae kedua dan titik kedua

adalah titik yang berjarak 1 cm lebih ke distal dari titik pertama. Garis MPP pada maksila diproyeksi ke mandibula untuk memperoleh garis MPP pada mandibula.

Tanda referensi lainnya adalah titik pada sudut mesio insisal insisivus sentral, titik

pada ujung cusp kaninus, titik pada ujung cusp mesiobukal molar dua desidui dan titik pada ujung cusp mesiobukal molar satu permanen (Gambar 6). Titik pada

insisivus, kaninus, molar dua desidui dan molar satu permanen ditarik garis tegak lurus ke garis MPP. Jarak antar titik ke garis MPP diukur dan dibanding antar sisi kiri

(22)

Gambar 6. Titik-titik referensi pada model gigi yang digunakan dalam menentukan asimetri lengkung gigi14,15

Cara lain untuk menilai kesimetrisan lengkung gigi juga dapat menggunakan alat symmetograph (Gambar 7). Symmetograph menurut Bernklau berupa suatu template plastik dengan skala 2 mm persegi dan terdapat 2 batang besi yang berguna sebagai penahan agar calibrated grid dapat tetap tegak pada midpalatal raphe. Asimetri lengkung gigi dapat dinilai dari arah transversal dan arah anteroposterior dengan membandingkan sisi kiri dan sisi kanan.20

(23)

2.2.2 Asimetri Skeletal

Asimetri skeletal dapat melibatkan satu tulang seperti maksila atau mandibula

dan juga dapat berdampak pada sejumlah struktur skeletal pada satu sisi wajah, seperti pada penderita hemifacial microsomia (Gambar 8 dan 9). Ketika perkembangan osseus pada satu sisi terpengaruhi maka sisi kontralateralnya pasti akan mengalami gangguan pertumbuhan. Kebiasaan buruk mengunyah sebelah sisi

ataupun tidur pada satu sisi yang terus menerus merupakan penyebab perkembangan skeletal pada sisi ipsilateral. Selain itu, faktor asimetri dental, asimetri muskular dan asimetri fungsional juga berkontribusi terhadap terjadinya asimetri skeletal.11,21

Banyak faktor yang telah ditemukan dapat menyebabkan terjadinya asimetri skeletal dengan mempengaruhi aktivitas sel. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan mandibula secara prenatal seperti pada penderita hemifacial microsomia, dan banyak faktor postnatal lainnya, seperti trauma, osteo chandroma pada kondilus, nerve injury (unilateral muscle dysfunction), rheumatoid atritis unilateral pada TMJ, amblyopia (asimetri pada tonus otot).7

(24)

Gambar 9. (a) Hemifacial Microsomia, (b) Foto rontgen pada penderita Hemifacial Microsomia22

2.2.3 Asimetri Fungsional

Asimetri fungsional adalah asimetri yang disebabkan oleh terdapatnya pergeseran mandibula dalam arah transversal atau sagital. Pergeseran mandibula tersebut dapat terjadi karena adanya hambatan oklusi ketika menutup mulut saat melakukan gerakan relasi sentris ke posisi interkuspasi maksimum.7,9,12,21 Asimetri dental merupakan hal yang umum terdapat pada asimetri fungsional.11,12

Deviasi fungsional dapat disebabkan oleh lengkung maksila yang mengalami konstriksi ataupun faktor lokal seperti malposisi gigi. Jika tidak dikoreksi sejak dini, asimetri fungsional dapat menyebabkan terjadinya asimetri skeletal ataupun gangguan pada TMJ sejalan dengan bertambahnya usia.11,12

2.2.4 Asimetri Muskular

Asimetri muskular dapat menyebabkan wajah yang tidak proposional dan penyimpangan midline. Asimetri muskular biasa muncul pada penderita hemifacial microsomia dan penderita cerebral palsy. Adanya kelainan dari fungsi otot seperti terjadinya hipertropi pada otot masetter dapat menyebabkan terjadinya asimetri dental dan asimetri skeletal karena dorongan otot yang abnormal.9,11,12

2.3 Diagnosis Asimetri Dentokraniofasial

(25)

membutuhkan gambaran luas mengenai situasi pasien.3 Khususnya untuk kasus asimetri dalam ortodonti, diagnosis kondisi asimetri yang sedini mungkin akan sangat berguna nantinya untuk meminimalkan kebutuhan penggunaan perawatan mekanik yang lebih kompleks.14 Asimetri wajah yang dipengaruhi faktor skeletal, dental, fungsional, dan jaringan lunak dapat dideteksi dari pemeriksaan klinis, radiografi, model studi, dan fotometri.

2.3.1 Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis (Gambar 10a) dapat memperlihatkan asimetri dalam dimensi vertikal, sagital, atau transversal. Salah satu pemeriksaan klinis adalah melakukan evaluasi terhadap midline dental. Evaluasi midline dental dilakukan pada

posisi membuka mulut, relasi sentrik, kontak insisal, dan oklusi sentrik. Asimetri yang hanya disebabkan oleh faktor skeletal atau dental akan memperlihatkan

penyimpangan midline yang sama ketika berada dalam posisi relasi sentrik dan posisi oklusi sentrik.12

2.3.2 Pemeriksaan Radiografi

Pemeriksaan penunjang lain untuk melihat perbedaan antara tipe-tipe asimetri dapat dilihat dengan menggunakan radiografi. Terdapat beberapa proyeksi yang dapat mengidentifikasi lokasi dan penyebab dari asimetri. Pemeriksaan asimetri dengan radiografi dapat menggunakan sefalometri lateral, sefalometri postero-anterior (Gambar 10b), dan radiografi panoramik. Identifikasi asimetri menggunakan sefalometri lateral memberikan interpretasi yang terbatas karena antara sisi kanan dan kiri terjadi superimposisi.12

2.3.3 Pemeriksaan Model Studi

(26)

menyelesaikan. Pada ahli telah mengembangkan cara analisis dengan teknik komputerisasi yang dianggap lebih praktis dibandingkan teknik manual, tetapi teknik ini memerlukan pengetahuan dan peralatan khusus.23

2.3.4 Pemeriksaan Fotometri

Fotometri terbagi menjadi fotometri ekstraoral dan fotometri intraoral. Pemeriksaan fotometri ekstraoral dapat diambil dari posisi frontal (Gambar 11), lateral, dan dari sudut 450 dengan keadaan bibir istirahat, keadaan bibir yang saling bersentuhan, dan foto dengan keadaan tersenyum. Fotometri intraoral mencakup lima pandangan dari gigi dan oklusi. Gambar dari fotometri intraoral terdiri dari dua foto bukal (kiri dan kanan), dua foto oklusal (rahang atas dan rahang bawah), dan satu foto pandangan frontal. Foto diambil dalam posisi gigi interkuspasi maksimum.24

Gambar 10. Diagnosis secara (a) pemeriksaan klinis (b) pemeriksaan radiografi dengan sefalometri

(27)

Gambar 11. Diagnosis melalui pandangan frontal24

2.4 Klasifikasi Oklusi menurut Angle

(28)

Gambar 12. Oklusi normal26

Konsep Angle pada oklusi normal pada dasarnya merupakan gambaran dari oklusi ideal. Orang dengan oklusi ideal harus memiliki 32 gigi permanen dan memiliki hubungan yang sangat bagus pada ketiga bidang. Ujung cusp mesiobukal dari molar satu permanen atas terletak dengan tepat pada groove bukal dari molar satu permanen rahang bawah, dan ujung dari mahkota kaninus atas terletak dengan tepat pada embrasur antara kaninus dan premolar satu bawah. Panjangnya insisivus sentral atas menutupi 20% dari permukaan labial insisivus sentral bawah dalam bidang vertikal (overbite). Jarak di sepanjang bidang anteroposterior antara permukaan labial dari insisivus sentral bawah adalah sekitar 1-2 mm. Bahkan, gigi memiliki sudut yang normal dalam bidang mesiodistal, memiliki inklinasi yang normal dalam bidang bukolingual dan tersusun tanpa adanya ruang, rotasi, dan crowded di sepanjang puncak prosesus alveolar (Gambar 13).25,26

Gambar 13. (a) Pandangan frontal dari oklusi ideal, (b) pandangan lateral dari oklusi ideal25

(29)

2.4.1 Maloklusi Klas I Angle

Maloklusi Klas I memiliki hubungan molar satu yang sama dengan oklusi normal, dimana cusp mesiobukal dari molar satu permanen rahang atas beroklusi pada groove bukal yang terletak di antara cusp mesial dan distal bukal molar satu permanen rahang bawah (Gambar 14). Maloklusi Klas I pada umumnya memiliki gigi yang normal dari arah anteroposterior yang dikombinasi dengan adanya suatu penyimpangan antara ukuran gigi dengan panjang lengkung rahang. Penyimpangan yang biasa terjadi adalah crowded, dan untuk kasus diastema antar gigi jarang ditemukan. Pasien maloklusi Klas I dengan crowded memiliki gigi yang lebih besar dengan panjang lengkung gigi yang lebih kecil serta memiliki lebar lengkung yang lebih kecil. Gigitan silang anterior dan posterior juga dapat ditemukan pada pasien dengan maloklusi Klas I.1,26

Dewey mengemukakan suatu modifikasi dari klasifikasi maloklusi Angle yang membagi Klas I menjadi lima tipe, yaitu27:

a. Tipe 1 : Maloklusi Klas I dengan crowded pada gigi anterior b. Tipe 2 : Klas I dengan protusi pada gigi insisivus maksila c. Tipe 3 : Maloklusi Klas I dengan gigitan terbalik anterior d. Tipe 4 : Relasi molar Klas I dengan gigitan terbalik posterior

e. Tipe 5 : Molar permanen telah terjadi pergeseran ke arah mesial karena pencabutan dini pada molar satu desidui atau molar dua desidui.

(30)

2.4.2 Maloklusi Klas II Angle

Maloklusi Klas II memiliki hubungan lengkung gigi yang tidak normal dengan posisi gigi molar satu mandibula berada lebih ke distal dari gigi molar satu

maksila (Gambar 15). Angle membagi maloklusi Klas II menjadi maloklusi Klas II divisi 1, maloklusi Klas II divisi 2, dan maloklusi Klas II subdivisi1,26

Maloklusi Klas II Angle subdivisi memiliki karakteristik Klas II maloklusi pada satu sisi dan Klas I oklusi pada sisi yang berlawanan. Klas II subdivisi dapat mencakup asimetri skeletal, asimetri dentoalveolar atau kombinasi dari keduanya. Maloklusi Klas II subdivisi memiliki hubungan yang asimetri antara sisi kanan dan kiri, sehingga klinisi harus mampu menentukan penyebab utama dari asimetri ini guna untuk memberikan perawatan yang terbaik. Pada penelitian Cassidy dkk., melaporkan bahwa 50% dari dari 98 subjek penelitian dengan maloklusi Klas II subdivisi menunjukkan pergeseran midline mandibula terhadap midline wajah. Artinya, maloklusi Klas II subdivisi lebih banyak disertai dengan asimetri

mandibula. Pada umumnya faktor skeletal sebagai penyebab dan terlihat deviasi dagu ke sisi Klas II. Faktor utama yang berkontribusi pada maloklusi Klas II

subdivisi adalah defisiensi pada mandibula karena terjadi pengurangan pada tinggi ramus atau panjang mandibula pada sisi Klas II. Selain itu, Alavi dkk., menyatakan bahwa faktor utama yang berkontribusi untuk terjadinya hubungan asimetri ini adalah komponen dentoalveolar.28,29

(31)

2.4.2.1 Maloklusi Klas II Angle Divisi 1

Maloklusi Klas II divisi 1 memiliki gigi rahang bawah dengan posisi lebih distal dari gigi rahang atas. Protusi gigi insisivus atas umum ditemukan pada maloklusi ini, sehingga akan menghasilkan overjet lebih besar dari normal (Gambar 16). Insisivus atas sering dijumpai penambahan inklinasi ke labial, ini

menyebabkan mahkota insisivus rentan terjadi fraktur. Hubungan molar satu permanen pada maloklusi ini menunjukkan cusp distobukal dari gigi molar satu atas

beroklusi pada bukal groove dari molar satu permanen bawah dan ujung mahkota kaninus maksila beroklusi di dekat permukaan mesial dari kaninus mandibula. Pasien dengan maloklusi ini dapat atau tidak memiliki gigi crowded dan memiliki variasi dalam derajat dari overbite, dari openbite hingga deep overbite. Rata-rata pada individu dengan maloklusi Klas II divisi 1 memiliki lebar lengkung maksila yang lebih sempit dibanding dengan individu dengan oklusi normal.26

Gambar 16. Maloklusi Klas II Angle divisi 126

2.4.2.2 Maloklusi Klas II Angle Divisi 2

(32)

kecil hingga sedang. Oleh karena inklinasi insisivus yang lebih ke lingual, maka overbite akan ditemukan lebih dalam dari biasanya. Collum angle antara panjang axis dari mahkota dengan panjang axis dari akar pada insisivus sentralis maksila memiliki derajat lebih besar pada pasien maloklusi Klas II divisi 2 dibandingkan dengan kelompok oklusi normal. Pasien dengan maloklusi Klas II divisi 2 yang memiliki derajat collum angle yang besar pada umumnya memiliki overbite yang lebih besar dari normal. Lengkung maksila dan mandibula pada pasien dengan maloklusi ini lebih sempit dibandingkan dengan oklusi normal.26

Gambar 17. Maloklusi Klas II Angle divisi 226

2.4.3 Maloklusi Klas III Angle

Posisi gigi pada rahang bawah berada lebih mesial dari gigi rahang atas dan umunya terlihat gigitan terbalik anterior terdapat pada maloklusi Klas III Angle. Cusp mesiobukal dari molar satu rahang atas beroklusi pada embrasure di antara molar satu dan molar dua rahang bawah (Gambar 18). Lengkung gigi maksila cenderung terjadi crowded dibanding mandibula. Lebar lengkung maksila lebih sempit dibanding oklusi normal. Sempitnya lengkung gigi maksila dan adanya penyimpangan anteroposterior pada lengkung sering dihubungkan dengan adannya gigitan terbalik posterior.26

(33)

a. Tipe 1 : Lengkung gigi atas dan bawah ketika dilihat secara terpisah menunjukkan deretan yang normal. Tetapi, ketika lengkung dioklusikan akan menunjukkan insisivus yang edge to edge.

b. Tipe 2 : Insisivus mandibula mengalami crowded dan memiliki hubungan lingual terhadap insisivus maksila.

c. Tipe 3 : Insisivus maksila mengalami crowded dan memiliki hubungan gigitan terbalik terhadap anterior mandibula.

(34)
(35)

Kerangka Konsep

Mahasiswa FKG USU : - Maloklusi Klas II Angle - Maloklusi Klas III Angle

(36)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk melihat gambaran asimetri lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU dengan maloklusi Klas II Angle dan maloklusi Klas III Angle.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Alumni No.2 Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga bulan Maret 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Sampel pada penelitian menggunakan model studi dari penelitian sebelumnya di klinik ortodonti RSGMP FKG USU pada tahun 2013 dan sampel baru yang dikumpulkan dengan metode purposive sampling dengan memenuhi kriteria inklusi yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk penyeleksian sampel adalah sebagai berikut:

3.3.1 Kriteria Inklusi

(37)

- Mahasiswa yang kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara.

- Mahasiswa dengan Maloklusi Klas II Angle atau Maloklusi Klas III Angle.

- Mahasiswa sedikitnya memiliki empat pasang gigi permanen, yaitu gigi insisivus sentralis, kaninus, premolar dua, dan molar satu pada masing-masing rahang. - Mahasiswa yang belum pernah menerima perawatan ortodonti, baik lepasan ataupun cekat.

3.3.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: - Mahasiswa yang menolak menjadi subjek penelitian. - Mahasiswa yang memiliki riwayat trauma dental.

- Mahasiswa yang memiliki karies yang besar, atrisi, ataupun fraktur yang mempengaruhi incisal edge pada gigi insisivus sentralis dan tonjol gigi khususnya gigi kaninus. gigi premolar dua dan gigi molar satu.

- Mahasiswa dengan gigi yang memiliki kelainan bentuk seperi peg shaped.

- Mahasiswa dengan kelainan agenesis atau supernumerary - Mahasiswa yang memiliki kelainan TMJ.

- Mahasiswa yang menderita kongenital kraniofasial yang parah.

3.3.3 Besar Sampel

(38)

P = Proporsi kategori variabel yang diteliti sebesar 86 % Q = 1- P

1 - 0,86 = 0,14 ( 14 % )

d = Presisi mutlak ditetapkan sebesar 10 % n = Besar sampel adalah 46,252

Jadi, minimal besar sampel yang diperlukan pada penelitian ini adalah 47 orang.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah : 1. Mahasiswa FKG USU

2 Asimetri lengkung gigi :

a. Asimetri dalam batas normal b. Asimetri klinis

3. Maloklusi Klas II Angle 4. Maloklusi Klas III Angle

3.4.2 Variabel Tidak Terkendali

1. Prosedur pencetakan 2. Prosedur trimming

3.4.3 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam metode pengukuran asimetri lengkung gigi menurut Maurice adalah:

1. Mahasiswa FKG USU adalah mahasiswa yang menjalankan aktivitas perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(39)

a. Asimetri dalam batas normal jika maksila dioklusikan dengan mandibula adalah jumlah selesih antar titik dengan nilai ≥ 2 mm belum mencapai 4 titik dari 8 titik panduan pengukuran, sedangkan asimetri dalam batas normal untuk maksila atau mandibula adalah jumlah selesih antar titik dengan nilai ≥ 2 mm belum mencapai 2 titik dari 4 titik panduan pengukuran.

b. Asimetri klinis jika maksila dioklusikan dengan mandibula adalah jumlah selesih antar titik dengan nilai ≥ 2 mm telah mencapai 4 titik panduan pengukuran atau lebih, sedangkan asimetri klinis untuk maksila atau mandibula adalah jumlah selesih antar titik dengan nilai ≥ 2 mm telah mencapai 2 titik panduan pengukuran atau lebih.

3. Maloklusi Klas II Angle adalah suatu keadaan oklusi yang memiliki hubungan molar dimana tonjol mesiobukal pada gigi molar satu permanen rahang atas terletak lebih ke mesial pada groove bukal molar satu rahang bawah.

4. Maloklusi Klas III Angle adalah suatu keadaan oklusi yang memiliki hubungan molar dimana tonjol mesiobukal pada gigi molar satu permanen rahang atas terletak lebih ke distal pada groove bukal molar satu rahang bawah.

5. Prosedur pencetakan adalah suatu prosedur yang dilakukan guna untuk mendapatkan bentuk negatif dari gigi-geligi dan jarigan disekitar gigi yang akan digunakan untuk pembuatan model studi.

6. Prosedur trimming adalah suatu prosedur yang digunakan untuk membuang kelebihan gips dan merapikan sisi-sisi base yang telah ditanamkan model studi dengan menggunakan trimmer guna untuk mendapatkan model studi yang baik.

7. Median Palatal Plane (MPP) adalah suatu garis median pada maksila yang dibentuk dari dua titik yang terletak disepanjang median palatal raphe. Dua titik tersebut, yaitu:

a. Titik pertama adalah titik yang terletak pada median palatal raphe yang berbatasan dengan rugae palatina kedua kiri dan kanan.

b. Titik kedua adalah titik yang terletak pada median palatal raphe yang berjarak 1cm ke distal dari titik pertama.

(40)

lengkung gigi:

a. U1R adalah titik pada mesial insisal dari insisivus sentralis kanan atas. b. U1L adalah titik pada mesial insisal dari insisivus sentralis kiri atas. c. U3R adalah titik pada tonjol kaninus kanan atas.

d. U3L adalah titik pada tonjol kaninus kiri atas.

e. U5RB adalah titik pada tonjol bukal premolar dua kanan atas. f. U5LB adalah titik pada tonjol bukal premolar dua kiri atas.

g. U6RMB adalah titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen kanan atas.

h. U6LMB adalah titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen kiri atas. i. L1R adalah titik pada mesial insisal dari insisivus sentralis kanan bawah. j. L1L adalah titik pada mesial insisal dari insisivus sentralis kiri bawah. k. L3R adalah titik pada tonjol kaninus kanan bawah.

l. L3L adalah titik pada tonjol kaninus kiri bawah.

m.L5RB adalah titik pada tonjol bukal premolar dua kanan bawah. n. L5LB adalah titik pada tonjol bukal premolar dua kiri bawah.

o. L6RMB adalah titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen kanan bawah.

p. L6LMB adalah titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen kiri bawah.

3.4.4 Alat dan Bahan Penelitian

(41)

7. Glass plate 8. Kalkulator 9. Printer ink jet 10. Kertas foto 11. Stiker

12. Sendok cetak 13. Rubber bowl 14. Spatula 15. Bunsen

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Alginate

2. Dental stone 3. Wax

4. Spiritus

(a) (b) (c) (d) (e)

(f) (g) (h) (i) (j) (k)

(l) (m) (n) (o) (p)

Gambar 19. Alat-alat penelitian : a. Kaca mulut, b. Pensil, c. Pulpen, d. Penghapus, e. Penggaris besi, f. Glase plate, g. Kalkulator, h. Printer, i. Kertas foto, j. Stiker, k. Sendok cetak, l. Rubberbowl, m. Spatula, n. Bunsen, o. Kamera, p.Tripod

3.5 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian

(42)

pencetakan gigi. Adapun langkah-langkah dalam pencetakan gigi adalah sebagai berikut:

1. Alat dan bahan yang diperlukan dalam pencetakan dipersiapkan 2. Pencetakan dimulai dari rahang bawah.

3. Subjek diposisikan dalam keadaan yang benar dan rileks dengan posisi belakang kepala segaris dengan punggung subjek serta bidang oklusal pasien sejajar dengan lantai.

4. Ukuran sendok cetak disesuaikan pada rahang bawah dan rahang atas 5. Pembuatan alginate dengan penambahan air sesuai dengan takaran pabrik pada rubberbowl dan aduk dengan spatula hingga waktu yg telah ditentukan pabrik.

6. Alginate ditempatkan pada sendok cetak.

7. Subjek diinstruksikan untuk membuka mulut, mengangkat lidah ke atas, kemudian sendok cetak diposisikan pada rahang bawah dengan benar di dalam mulut pasien sebelum dilakukan penekanan.

8. Setelah alginate mengeras, sendok cetak dikeluarkan dari mulut subjek, dan cetakan dibersihkan di bawah air mengalir.

9. Pencetakan rahang atas dilakukan dengan cara yang sama dengan subjek diinstruksikan untuk membuka mulut.

10. Pengambilan oklusi sentrik dengan wax sebagai panduan catatan oklusi dalam melakukan trimming

11. Wax disesuaikan dengan ukuran rahang subjek.

12. Subjek diinstruksikan untuk membuka dan menutup mulut beberapa kali untuk lebih mudah dalam memperoleh oklusi sentrik, kemudian wax dipanaskan dengan menggunakan api bunsen, dan tempatkan didalam mulut pasien dalam posisi yang benar.

13. Subjek diinstruksikan untuk mengigit wax hingga wax mengeras, kemudian wax dikeluarkan dari mulut subjek.

(43)

mengalir, kemudian kirim hasil cetakan bersama dengan hasil gigitan wax ke laboratorium untuk dilakukan trimming.

Setelah model gigi selesai diperoleh, maka dilakukan pemfotoan pada model gigi. Adapun langkah dalam pemfotoan model gigi menurut Maurice adalah sebagai berikut:

1. Tentukan seluruh titik referensi dengan menggunakan pensil 2B, titik-titik referensi tersebut antara lain (Gambar 20):

- Titik pertemuan rugae palatina kedua kiri dan kanan.

- Titik 1 cm lebih distal dari titik pertemuan rugae palatina kedua kiri dan kanan.

- Titik pada mesial insisal insisivus sentralis kanan atas (U1R). - Titik pada mesial insisal insisivus sentralis kiri atas (U1L). - Titik pada tonjol kaninus kanan atas (U3R).

- Titik pada tonjol kaninus kiri atas (U3L).

- Titik pada tonjol bukal premolar dua kanan atas (U5RB). - Titik pada tonjol bukal premolar dua kiri atas (U5LB).

- Titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen kanan atas (U6RMB). - Titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen kiri atas (U6LMB). - Titik pada mesial insisal dari insisivus sentralis kanan bawah (L1R). - Titik pada mesial insisal dari insisivus sentralis kiri bawah (L1L). - Titik pada tonjol kaninus kanan bawah (L3R).

- Titik pada tonjol kaninus kiri bawah (L3L).

- Titik pada tonjol bukal premolar dua kanan bawah (L5RB). - Titik pada tonjol bukal premolar dua kiri bawah (L5LB).

- Titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen kanan bawah (L6RMB). - Titik pada tonjol mesiobukal molar satu permanen kiri bawah (L6LMB). 2. Letakkan stiker yang berukuran 2 cm x 2 cm sebagai panduan saat pencetakan foto.

(44)

4. Pengambilan foto secara tegak lurus dari atas dengan jarak foto sebesar 15 cm.

5. Lakukan prosedur tersebut pada setiap model gigi hingga semua softcopy foto terkumpul.

Gambar 20. Titik –titik referensi pada foto model gigi

6. Foto model studi dicetak dengan perbandingan 1:1.

Setelah pencetakan foto model gigi selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah pengukuran pada foto model gigi (Gambar 21). Langkah-langkah dalam pengukuran model gigi adalah sebagai berikut:

1. Tentukan garis Median Palatal Plane (MPP) pada foto model gigi dengan menghubungkan dua titik, yaitu:

- Titik pertama adalah titik yang terletak pada median palatal raphe dan pertemuan antara rugae kedua kiri dan kanan.

(45)

- Titik kedua adalah titik yang terletak pada median palatal raphe dan 1 cm lebih distal dari titik pertama.

2. Setelah garis MPP pada maksila didapat, kemudian proyeksikan ke mandibula untuk mendapatkan garis MPP pada mandibula.

3. Hubungkan titik-titik referensi yang telah ditentukan sebelumnya pada setiap gigi ke garis MPP secara tegak lurus menggunakan pensil.

4. Lakukan perhitungan untuk mencari selisih pada masing-masing titik antara sisi kanan dan kiri.

5. Apabila selisih ≥ +2 mm berarti titik sebelah kanan lebih jauh dari MPP. 6. Apabila selisih ≤ -2 mm berarti titik sebelah kiri lebih jauh dari MPP. 7. Apabila terdapat 2 titik atau lebih dari 4 titik pada rahang atas yang ≥ +2 mm maka lengkung gigi rahang atas dapat dikatakan asimetri dengan sisi sebelah kanan lebih lebar dari sisi kiri.

8. Apabila terdapat 2 titik atau lebih dari 4 titik pada rahang atas yang ≤ +2 mm maka lengkung gigi rahang atas dapat dikatakan asimetri dengan sisi sebelah kiri lebih lebar dari sisi kanan.

9. Apabila terdapat 2 titik atau lebih dari 4 titik pada rahang bawah yang ≥ +2 mm maka lengkung gigi rahang bawah dapat dikatakan asimetri dengan sisi sebelah kanan lebih lebar dari sisi kiri.

10. Apabila terdapat 2 titik atau lebih dari 4 titik pada rahang bawah yang ≤ +2 mm maka lengkung gigi rahang bawah dapat dikatakan asimetri dengan sisi sebelah kiri lebih lebar dari sisi kanan.

11. Lengkung gigi asimetri dengan sisi kanan lebih lebar dari sisi kiri jika terdapat minimal empat titik dengan nilai selisih dari MPP sebesar ≥ +2 mm.

(46)

Gambar 21. Pengukuran asimetri lengkung gigi pada foto model gigi

3.6 Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan metode manual dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.

3.6.2 Analisis Data

1. Menghitung prevalensi asimetri lengkung gigi pada maloklusi Klas II Angle.

2. Menghitung prevalensi asimetri lengkung gigi pada maloklusi Klas III Angle.

(47)

Dalam penelitian ini, peneliti selalu berpedoman pada norma dan etika penelitian, yaitu:

3.7.1 Informed Consent

Setiap calon subjek penelitian akan diberikan Lembaran Penjelasan, dan jika bersedia menjadi subjek penelitian, maka subjek penelitian akan diminta untuk mengisi diberikan Lembaran Persetujuan Setelah Penjelasan yang sudah disediakan oleh peneliti.

3.7.2 Ethical Clearance

(48)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa FKG USU yang belum pernah menerima perawatan ortodonti. Besar sampel adalah 62 orang (besar sampel minimum adalah 47 orang). Sampel pada penelitian ini terdiri dari 30 orang dengan maloklusi Klas II Angle dan 32 orang dengan maloklusi Klas III Angle. Penelitian ini menggunakan fotometri dari model studi yang diambil secara langsung.

Tabel 1. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada maloklusi Klas II Angle

Frekuensi (orang) Persentase (%) Asimetri dalam batas normal 10 33 Asimetri klinis 20 67

Total 30 100

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebesar 33% (n=10) memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas normal dan 67% (n=20) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis.

Tabel 2. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada maloklusi Klas III Angle Frekuensi (orang) Persentase (%) Asimetri dalam batas normal 11 34

Asimetri klinis 21 66

(49)

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebesar 34% (n=11) memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas normal dan 66% (n=21) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis.

Tabel 3. Prevalensi asimetri lengkung gigi secara klinis pada maloklusi Klas II dan Klas III Angle

Frekuensi (orang) Persentase (%) Maloklusi Klas

Tabel 3 menunjukkan pada kelompok maloklusi Klas II memperlihatkan 40% (n=8) memiliki asimetri lengkung gigi pada sisi sebelah kanan lebih lebar, dan 60% (n=12) memiliki asimetri lengkung gigi pada sisi sebelah kiri lebih lebar. Sedangkan untuk kelompok maloklusi Klas III memperlihatkan 62% (n=13) memiliki asimetri lengkung gigi pada sisi sebelah kanan lebih lebar, dan 38% (n=8) memiliki asimetri lengkung gigi pada sisi sebelah kiri lebih lebar.

Tabel 4. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi maksila dan mandibula pada

(50)

asimetri secara klinis pada maksila dan sebesar 100% (n=20) menunjukkan asimetri klinis pada mandibula.

Tabel 5. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi maksila dan mandibula pada maloklusi Klas III Angle

Maksila Mandibula Frekuensi

(orang)

Persentase (%)

Frekuensi (orang)

Persentase (%) Asimetri dalam batas

normal 5 24 0 0

Asimetri klinis 16 76 21 100 Total 21 100 21 100

(51)

BAB 5

PEMBAHASAN

Asimetri lengkung gigi merupakan hal yang umum ditemukan pada setiap maloklusi (cit. Angle 1866).15 Apabila asimetri lengkung gigi yang tidak dirawat secara dini, maka cenderung berkembang menjadi asimetri fungsional, skeletal dan akhirnya akan mempengaruhi estetika wajah.11,21 Masalah yang terjadi tidak hanya berkaitan dengan masalah estetika, melainkan juga dapat mengakibatkan gangguan struktur dan fungsi dari sendi temporomandibula.25

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kesimetrisan lengkung gigi berdasarkan foto model studi sampel. Populasi sampel merupakan mahasiswa FKG USU yang memiliki maloklusi Klas II atau Klas III Angle dan belum pernah menerima perawatan ortodonti. Besar sampel pada penelitian ini berjumlah 62 orang sampel yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dengan maloklusi Klas II Angle yang berjumlah 30 orang dan kelompok dengan maloklusi Klas III Angle yang berjumlah 32 orang.

(52)

oleh Scanavani bahwa ditemukan prevalensi asimetri lengkung gigi cukup tinggi pada kelompok maloklusi Klas II Angle.10,13

Sampel penelitian pada kelompok maloklusi Klas II Angle sebesar 63% memiliki maloklusi Klas II Angle subdivisi. Karakteristik pada maloklusi Klas II subdivisi adalah malokusi Klas II pada satu sisi, dan oklusi Klas I molar pada sisi berlawanan. Ketidaksesuaian hubungan molar antara kedua sisi dapat menyebabkan asimetri pada lengkung dan pergeseran midline.30 Sesuai dengan penelitian Alavi dkk., melaporkan bahwa kelompok maloklusi Klas II subdivisi memperlihatkan adanya perbedaan asimetri lengkung gigi yang signifikan dengan kelompok oklusi normal dan asimetri ditemukan lebih besar pada maksila dan mandibula pada dewasa yang memiliki maloklusi Klas II subdivisi.29

Tabel 2 menunjukkan prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada sampel dengan maloklusi Klas III Angle, bahwa dari 32 orang sampel, sebesar 34% (n=11) memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas normal dan 66% (n=21) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah sampel maloklusi Klas III yang disertai asimetri lengkung gigi cukup banyak ditemukan. Penelitian ini didukung penelitian Nie dan Lin yang menyatakan bahwa sampel dengan maloklusi Klas III memiliki jumlah dan derajat asimetri lengkung gigi yang paling banyak ditemukan.16 Kondisi asimetri lengkung gigi cenderung ditemukan pada individu dengan maloklusi Klas III.10,13

Beberapa sampel pada kelompok ini disertai gigitan terbalik, baik yang anterior maupun posterior. Pasien yang disertai dengan gigitan terbalik cenderung menunjukkan asimetri lengkung gigi.7,10,13 Pada penelitian Kula menyatakan bahwa 30% dari grup yang secara klinis signifikan memiliki asimetri secara transversal pada rahang atas, terdapat beberapa individu dari grup tersebut benar-benar memiliki gigitan terbalik posterior.15

(53)

memiliki asimetri lengkung gigi dengan sisi sebelah kanan yang lebih lebar, dan 38% (n=8) memiliki asimetri lengkung gigi dengan sisi sebelah kiri yang lebih lebar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada sampel maloklusi Klas II lebih banyak ditemukan asimetri lengkung gigi dengan sisi sebelah kiri yang lebih lebar sedangkan pada kelompok maloklusi Klas III lebih banyak ditemukan asimetri lengkung gigi dengan sisi sebelah kanan yang lebih lebar. Hasil penelitian untuk kelompok maloklusi Klas II ini sesuai dengan penelitian Maurice dan Kula yang dilakukan pada sampel fase gigi bercampur, bahwa lebih banyak ditemukan asimetri lengkung gigi dengan sisi sebelah kiri lebih lebar.14 Banyak penjelasan yang telah dipaparkan bahwa penyebab dari asimetri ini adalah cacat bawaan dan faktor lingkungan yang akhirnya akan menghasilkan perbedaan antara sisi kanan dan kiri yang jelas.25

Tabel 4 menunjukkan prevalensi kesimetrisan lengkung gigi maksila dan mandibula pada maloklusi Klas II, bahwa dari 20 sampel penelitian dengan asimetri lengkung gigi pada maloklusi Klas II, sebesar 35% (n=7) menunjukkan asimetri dalam batas normal pada maksila sedangkan mandibula tidak ditemukan (n=0). Selanjutnya, sebesar 65% (n=13) menunjukkan asimetri secara klinis pada maksila dan 100% (n=20) menunjukkan asimetri secara klinis pada mandibula. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa asimetri lengkung gigi pada sampel maloklusi Klas II lebih banyak ditemukan pada mandibula. Hasil penelitian ini mendekati penelitian yang telah dilakukan oleh Nie dan Lin yang menyatakan bahwa pada sampel maloklusi Klas II Angle cenderung memiliki asimetri mandibula dibandingkan maksila.16

(54)

penelitian Ravi dkk., bahwa mandibula ditemukan asimetri yang lebih besar dibandingkan maksila. Kondisi ini disebabkan mandibula memiliki potensi pertumbuhan yang lebih lama dibandingkan maksila dan juga oleh karena anatomis dari mandibula yang berhubungan dengan sendi temporomandibula yang bersifat mobile, berbeda dengan maksila yang hanya terhubung secara kaku pada struktur kraniofasial.29,31

(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU dengan maloklusi Klas II Angle menunjukkan bahwa sebesar 33% (n=10) memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas normal sedangkan 67% (n=20) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis. Pada sampel penelitian dengan asimetri lengkung gigi secara klinis terlihat 60% (n=12) menunjukkan sisi sebelah kiri lebih lebar dan 40% (n=8) menunjukkan asimetri lengkung gigi dengan sisi sebelah kanan lebih lebar.

2. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU dengan maloklusi Klas III Angle menunjukkan bahwa sebesar 34% (n=11) memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas normal, sedangkan 66% (n=21) memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis. Pada sampel penelitian dengan asimetri lengkung gigi secara klinis terlihat 62% (n=13) dengan sisi sebelah kanan lebih lebar dan 38% (n=8) menunjukkan asimetri lengkung gigi dengan sisi sebelah kiri lebih lebar.

(56)

gigi pada maksila dan 100% (n=20) ditemukan asimetri lengkung gigi pada mandibular, sedangkan asimetri lengkung gigi secara klinis pada kelompok maloklusi Klas III Angle menunjukkan bahwa sebesar 76% (n=16) ditemukan pada maksila dan 100% (n=21) ditemukan asimetri lengkung gigi pada mandibula.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak untuk mendapatkan hasil penelitian dengan validitas yang lebih tinggi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode analisis yang berbeda yang mempertimbangkan midline wajah.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai asimetri lengkung gigi dengan variabel yang berbeda.

(57)

DEPARTEMEN ORTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LEMBARAN KUESIONER PENELITIAN

Gambaran Kesimetrisan Lengkung Gigi pada Mahasiswa FKG USU dengan Maloklusi Klas II Angle dan Maloklusi Klas III Angle\

No.Pemeriksaan :

Tanggal Pemeriksaan : - -

Nama :

Alamat : No.Telepon / HP :

(58)

Apel gigi:

a. Perhitungan asimetri lengkung gigi

(59)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang adik-adik, saya Sutanto mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saat ini, saya sedang mengadakan penelitian yang berjudul Gambaran Kesimetrisan Lengkung Gigi pada Mahasiswa FKG USU dengan Maloklusi Klas II Angle dan Klas III Angle.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada maloklusi. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk membantu adik-adik untuk mengetahui maloklusi dan asimetri yang terdapat pada lengkung gigi adik-adik, sehingga dapat segera dilakukan perawatan jika memang diperlukan dengan harapan dapat mencegah kondisi dan kebutuhan perawatan yang lebih kompleks di kemudian hari.

Penelitian ini saya lakukan dengan menggunakan kuesioner dan model gigi. Dalam penelitian ini, saya akan bertanya kepada adik-adik untuk mengisi kuesioner, kemudian saya akan mencetak rahang adik-adik.

Pada penelitian ini, identitas adik-adik akan disamarkan. Hanya peneliti, dokter pembimbing peneliti dan anggota komisi etik yang dapat melihat data tersebut. Bila data ini dipublikasikan, kerahasiaan akan tetap dijaga. Jika selama menjalani penelitian ini terdapat keluhan, silahkan segera diinformasikan kepada peneliti.

(60)

Peneliti

(Sutanto)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ... Alamat : ... No telepon/ HP: ...

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian dan paham akan apa yang akan dilakukan, diperiksa, dan didapatkan pada penelitian yang berjudul:

“Gambaran Kesimetrisan Lengkung Gigi pada Mahasiswa FKG USU dengan Maloklusi Klas II Angle dan Klas III Angle”

Secara sadar dan tanpa paksaan, maka dengan surat ini menyatakan setuju menjadi subjek penelitian ini.

(61)

Subjek penelitian

(62)

DAFTAR HASIL PENGUKURAN FOTO MODEL STUDI

NAMA RELASI MOLAR

U1R-U1L

(63)

NAMA RELASI MOLAR

(64)

NAMA RELASI MOLAR

U1R-LENGKUNG GIGI MAKSILA MANDIBULA

Evri Asimetri Kiri Asimetri Asimetri Laura Asimetri Kiri Asimetri Asimetri C Asimetri Kiri Asimetri Asimetri Hastati Normal Normal Normal

(65)

NAMA RELASI MOLAR

U1R-LENGKUNG GIGI MAKSILA MANDIBULA

(66)

NAMA RELASI MOLAR

U1R-LENGKUNG GIGI MAKSILA MANDIBULA

Alif Normal Normal Asimetri Wilson Normal Normal Normal

Gambar

Gambar
Gambar 7. Symmetograph20
Gambar 8. Hemifacial Microsomia 12
Gambar 9. (a) Hemifacial Microsomia, (b) Foto rontgen pada penderita        Hemifacial Microsomia22
+6

Referensi

Dokumen terkait

bahwa pasien-pasien yang datang ke Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan pada kelompok maloklusi Klas I ini sebagian besar memiliki kasus dengan tingkat

Maloklusi Klas III merupakan suatu keadaan di mana lengkung gigi mandibula terletak lebih ke mesial dari maksila. Maloklusi ini dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu maloklusi

Lampiran 10, Hasil Perbandingan Pengukuran Lebar Lengkung Gigi Dan alveolar Klas I Oklusi Normal dan Klas II Divisi 1 pada Maksila dan Mandibula

panjang lengkung gigi antara laki-laki dan perempuan tidak signifikan sebelum dan. setelah perawatan dengan jumlah sampel perempuan yang lebih banyak

Kesimpulan: lasifikasi hubungan molar klas II subdivisi dapat dipertimbangkan sebagai indikator risiko asimetri mandibula dalam arah vertikal ketika ditemukan maloklusi

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan variasi morfologi sella tursika pada kelompok maloklusi Klas I dibandingkan dengan kelompok

terdapat korelasi antara posisi anteroposterior bibir terhadap perubahan panjang dan lebar lengkung gigi pada maloklusi Klas I non ekstraksi.. Kata kunci:

Untuk mengetahui korelasi antara lebar lengkung gigi terhadap posisi. anteroposterior bibir terhadap dan pada maloklusi Klas I