• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GURU, KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II GURU, KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

18 BAB II

GURU, KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI

A. Guru

1. Pengertian Guru

Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.1

Selain itu, tugas guru bukan hanya mengajar atau hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, tetapi guru adalah seorang tenaga profesional yang dapat menjadikan murid- muridnya mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi, sehingga guru harus bercita-cita tinggi, berpendidikan luas, berkepribadian kuat dan tegar serta berperikemanusiaan yang mendalam. Dan guru harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.2

Guru adalah pelaku utama dalam implementasi atau penerapan program pendidikan di sekolah yang memiliki peranan yang sangat

1 Undang-undang Guru dan Dosen (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 3.

2 Undang-Undang Sisdiknas (UU RI No. 20 Th. 2003) (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 28.

(2)

strategis dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.3

Menurut perspektif Islam, guru diartikan sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga peserta didik mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya sesuai dengan nilai- nilai ajaran Islam, dalam konteks ini guru bukan hanya orang-orang yang bertugas di sekolah saja, tatapi guru adalah setiap orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak kandungan hingga dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.4

Guru adalah orang yang lebih dewasa yang mampu membawa peserta didik ke arah kedewasaan, yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan yang ingin dicapai.5

Guru juga merupakan kunci keberhasilan sebuah lembaga pendidikan, sehingga baik buruknya perilaku atau cara mengajar guru akan sangat berpengaruh terhadap suatu citra lembaga pendidikan tersebut. Sehingga guru lebih di identikkan sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa yang berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar yang berusaha menciptakan kondisi belajar yang efektif sehingga dapat

3 Syamsu Yusuf, Nani M. Sugandi, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 139.

4 Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam Landasan Teoritis dan Praktis (Pekalongan:

STAIN Press,2011), hlm. 95.

5 Wiji Suwarno, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006), hlm.

37-38.

(3)

meningkatkan kemampuan siswa agar tercapai tujuan pendidikan.6 Oleh sebab itu, maka sumber daya guru harus dikembangkan, baik melalui pendidikan dan pelatihan atau kegiatan lainnya agar kemampuan profesionalnya lebih meningkat.7

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan mengenai arti guru, bahwa guru adalah orang yang dewasa, atau orang yang berkecimpung di dunia pendidikan yang bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja, tetapi juga bertugas untuk mendidik, mengarahkan, membimbing, melatih dan mengevaluasi peserta didik ke arah yang baik, sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai.

2. Kondisi Ideal Guru

Adapaun karakter guru ideal yang harus dimiliki oleh guru diantaranya:

a. Guru hendaknya memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketakwaan yang mantap. Semangat juang merupakan fondasi setiap aktivitas, terutama bagi pendidik, karena tanpa dukungan semangat juang, profesi guru akan mundur. Nilai juang yang dimaksud adalah semangat dalam menambah ilmu pengetahuan, wawasan, mengantisipasi problematika yang dihadapi peserta didik, dan dinamika berserta problematika hidup.

6 Isjoni, Guru Sebagai Motivator Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm.

11-12.

7 Bukhori Alma, dkk. Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 123-124.

(4)

b. Mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntunan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hal ini merupakan tuntutan kapasitas guru sebagai intelektual yang terus dirangsang dengan perkembangan ilmu untuk tahu sebagai konsekuensi kemajuan dirinya.

c. Mampu belajar dan bekerja sama dengan profesi lain, maksudnya seorang guru mampu mengalokasikan waktu untuk mengkaji materi ajar sekaligus dapat berkoordinasi dengan profesi lainnya.

d. Memiliki etos kerja yang kuat, ukuran etos kerja yang kuat adalah semangat tinggi dalam menggali pengetahuan dan kemajuan iptek untuk menopang proses mentransfer ilmu pengetahuan.

e. Memiliki kejelasan dan kepastian pengembangan jenjang karir.

Dalam hal ini, guru harus aktif memproduk karya ilmiah sebagai persyaratan karir yang lebih tinggi mulai dari guru, pengawas, pimpinan lembaga, bahkan jabatan lain yang lebih tinggi.

f. Berjiwa profesional tinggi. Ukuran profesionalisme dalam kontek ini adalah kompeten (mampu), marketebel, dan canggih pada bidangnya.

g. Memiliki kesejahteraan jiwa (lahir-batin dan materiil-non materiil).

Untuk menggapai hal ini, yang harus dimiliki guru adalah sikap profesional.

h. Memiliki wawasan masa depan. Untuk menggapai wawasan masa depan, maka seorang guru hendaknya memiliki sifat professional,

(5)

prospektif, dan dinamis.

i. Mampu melaksanakan fungsi dan peranannya secara terpadu.

Fungsi guru yang tidak terlupakan adalah mendidik, belajar, dan menjadi penulis-peneliti.

j. Menerapkan roh pendidikan.

Yang dimaksud roh pendidikan adalah sikap pendidik terhadap peserta didik yang lebih mengedepankan pendekatan humanis, penuh dengan nilai-nilai kebajikan yang dapat membekas pada benak peserta didik untuk bekal kehidupan sekarang dan yang akan datang dalam proses pembelajaran.8

3. Kode Etik Guru

Kode etik guru diartikan sebagai aturan tata susila keguruan.

Kode etik guru ini merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap dan perbuatan guru, dan merupakan alat yang sangat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.

Adapun kode etik guru dari hasil rumusan kongres PGRI XIII terdiri dari:

a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.

b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan anak didik masing-masing.

c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai

8 Moh. Rosyid, Guru (Kudus: STAIN Kudus Press, 2007), hlm. 106-107.

(6)

bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.

d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.

e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

f. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan serta meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

g. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.

h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

i. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.9

4. Kompetensi Guru

Kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu.10

Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru diantaranya:

9 Soetjipto, Raflis Kosasi, Profesi Keguruan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), hlm. 34- 35.

10 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm:

6.

(7)

a. Kompetensi Sosial

Berdasarkan kodrat manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk etis, maka guru hendaknya dapat memperlakukan anak didiknya secara wajar dan bertujuan agar tercapai optimalisasi potensi pada diri masing-masing peserta didik.

Kompetensi sosial yang dimiliki seorang guru adalah menyangkut kemampuan berkomunikasi dengan peserta didik dan lingkungan mereka (seperti orang tua, dan sesama teman).11

b. Kompetensi Pedagogis

Kompetensi pedagogis merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya melipui: pengetahuan wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, serta pengembangan kurikulum atau silabus.

c. Kompetensi Profesional

Kompetensi professional merupakan kemampuan menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam.

d. Kompetensi Kepribadian

Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna. Sedikit saja guru berbuat yang tidak atau kurang baik, akan mengurangi kewibawaannya dan karisma pun secara

11 Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 18-19.

(8)

perlahan lebur dari jati diri. Adapun kompetensi kepribadian ini sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana, serta berwibawa.12

B. Kemandirian Anak Usia Dini 1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian berasal dari kata dasar mandiri yang berarti tidak bergantung kepada orang lain.13

Kemandirian adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat mengusahakan dan berbuat sesuatu atas kesadaran dan usaha sendiri, dan ia tidak mudah menggantungkan diri kepada orang lain.14

Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.15

Individu yang mandiri adalah pribadi yang berani mengambil keputusan yang dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya.16

Pendidikan untuk mandiri adalah pendidikan kepada anak agar ia mempunyai sikap mau mengusahakan dan berbuat sesuatu atas

12 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta:

Rineka Cipta, 2000), hlm. 41.

13 Idrus H. A., Kamus Umum Bahasa Indonesia (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 1997), hlm. 224.

14 Wahyudi Siswanto, Lilik Nur Kholidah, Sri Umi Minarti, Membentuk Kecerdasan Spiritual Anak: Pedoman Penting Bagi Orang Tua dalam Mendidik Anak (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 52.

15 Muhammad Fadlillah, Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, Konsep dan Aplikasinya dalam PAUD (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 195.

16 Mohammad Ali, Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, cet. 2 (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), hlm. 110.

(9)

kesadaran dan usaha sendiri dan tidak mudah menggantungkan kepada orang lain.17

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan mengenai arti kemandirian, bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan dengan sedikit atau tanpa bantuan dari orang lain atau kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa membebani orang lain.

2. Anak Usia Dini

a. Pengertian Anak Usia Dini

Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias dan ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, merasa seolah-olah tak pernah berhenti bereksplorasi dan balajar. Anak bersifat egosentris, memiliki rasa ingin tahu secara alamiah, merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan fantasi, memiliki daya perhatian yang pendek, dan merupakan masa yang paling potensial untuk belajar.18

Usia dini disebut sebagai usia menjelajah atau usia bertanya, sebutan ini dikenakan pada mereka karena mereka dalam tahap ingin tahu keadaan lingkungan, bagaimana mekanismenya,

17 Wahyudi Siswanto, Lilik Nur Kholidah, Sri Umi Mintarti, Op. cit., hlm. 52.

18 Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Model Pembelajaran PAUD (Semarang: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2012), hlm. 1.

(10)

bagaimana perasaannya serta bagaimana supaya anak dapat menjadi bagian dari lingkungannya.19

Anak usia dini adalah mereka yang berusia 0-6 tahun, usia ini memiliki peran yang penting bagi tumbuh dan berkembangnya anak pada masa berikutnya.20

Anak usia dini adalah mereka yang berada pada rentang usia 0-6 tahun, masa ini merupakan masa keemasan, di mana pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini berlangsung sangat cepat dan akan menjadi penentu bagi sifat-sifat atau karakter anak di masa dewasa.21

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan arti anak usia dini. Anak usia dini adalah mereka yang berkisar pada usia antara 0-6 dan 0-8 tahun, dimana usia ini merupakan usia yang sangat penting untuk meletakkan dasar-dasar pendidikan agar anak siap memasuki perkembangan dimasa berikutnya, usia ini sering disebut juga sebagai golden age atau masa keemasan.

b. Karakteristik Anak Usia Dini

Berbeda dengan fase usia anak lainnya, anak usia dini memiliki karakteristik yang khas. Beberapa karakteristik untuk anak usia dini diantaranya:

19 Riana Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya, Cet. 1 (Jakarta:

Kencana, 2011), hlm. 8-9.

20 Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 27-28.

21 Nana Prasetyo, Membangun Karakter Anak Usia Dini (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), hlm. 14.

(11)

1) Memiliki rasa ingin tahu yang besar

Anak usia dini sangat tertarik dengan dunia sekitarnya, dia ingin mengetahui segala sesuatu yang terjadi di sekelilingnya. Pada usia dini, biasanya anak mulai gemar bertanya meski dalam bahasa yang masih sederhana. Pertanyaan anak usia ini biasanya diwujudkan dengan kata “apa, atau mengapa”, sebagai seorang pendidik, maka perlu memfasilitasi rasa keingintahuan anak tersebut, bahkan jika perlu, keingintahuan anak bisa kita rangsang dengan mengajukan pertanyaan balik pada anak, sehingga terjadi dialog yang menyenangkan, namun tetap ilmiah.

2) Merupakan pribadi yang unik

Meskipun banyak terdapat kesamaan dalam pola umum perkembangan, setiap anak mestinya memiliki keunikan yang berbeda-beda, misalnya dalam hal gaya belajar, minat dan latar belakang keluarga. Perbedaan ini bisa berasal dari faktor genetis (misalnya dalam hal ciri fisik) atau berasal dari lingkungan (misalnya dalam hal minat). Dengan adanya keunikan tersebut, maka seorang pendidik hendaknya perlu melakukan pendekatan individual selain pendekatan kelompok, sehingga keunikan tiap anak dapat terakomodasi dengan baik

.

(12)

3) Suka berfantasi dan berimajinasi

Anak usia dini sangat suka membayangkan dan mengembangkan berbagai hal jauh melampaui kondisi nyata.

Anak dapat menceritakan berbagai hal dengan sangat meyakinkan seolah-olah dia melihat atau mengalaminya sendiri, padahal itu adalah hasil fantasi atau imajinasinya saja.

Fantasi dan imajinasi pada anak sangat penting bagi pengembangan kreativitas dan bahasanya. Oleh karena itu, selain perlu diarahkan agar secara perlahan anak mengetahui perbedaan khayalan dengan kenyataan. Fantasi dan imajinasi tersebut juga perlu dikembangkan melalui berbagai kegiatan misalnya bercerita atau mendongeng.

4) Masa paling potensial untuk belajar

Anak usia dini sering juga disebut dengan istilah golden age atau usia emas, karena pada rentang usia ini anak

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat pada berbagai aspek. Oleh karena itu, usia dini terutama di bawah 2 tahun manjadi masa yang paling peka dan potensial bagi anak untuk mempelajari sesuatu. Sehingga pendidik perlu memberikan berbagai stimulasi yang tepat agar masa peka ini tidak terlewatkan begitu saja, tetapi diisi dengan hal-hal yang dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

(13)

5) Menunjukkan Sikap Egosentris

Egosentris artinya “berpusat pada aku”, artinya anak usia dini pada umumnya hanya memahami sesuatu dari sudut pandangnya sendiri, bukan dari sudut pandang orang lain. Anak yang egosentris cenderung lebih banyak berpikir dan berbicara tentang diri sendiri dari pada tentang orang lain dan tindakannya terutama bertujuan menguntungkan dirinya. Hal ini terlihat pada perilaku anak, misalnya masih suka berebut mainan, menangis atau merengek ketika keinginannya tidak terpenuhi, menganggap ayah dan ibunya adalah mutlak orang tuanya saja bukan orang tua dari adik atau kakaknya dan sebagainya.

6) Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek

Sering kali kita saksikan bahwa anak usia dini cepat sekali berpindah dari suatu kegiatan ke kegiatan yang lain. Anak usia ini memang mempunyai rentang perhatian yang sangat pendek, sehingga perhatiannya mudah teralihkan pada kegiatan lain. Untuk itu, sebagai pendidik, maka perlu memperhatikan karakteristik ini sehingga selalu berusaha membuat suasana yang menyenangkan dalam mendidik mereka.

7) Sebagai bagian dari makhluk sosial

Anak usia dini mulai suka bergaul dan bermain dengan teman sebayanya. Ia mulai belajar berbagi, mengalah, dan antri menunggu giliran saat bermain dengan teman-temannya.

(14)

Melalui interaksi sosial dengan teman sebaya ini, akan terbentuk konsep dirinya. Anak juga belajar bersosialisasi dan belajar untuk dapat diterima di lingkungannya. Jika dia bertindak menang sendiri, teman-temannya akan segera menjauhinya.

Dalam hal ini, anak akan belajar untuk berperilaku sesuai harapan sosialnya karena ia membutuhkan orang lain dalam kehidupannya.22

c. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini

Perkembangan adalah satu seri perubahan yang progresif, teratur dan berkesinambungan yang menunjukkan perubahan- perubahan kualitatif, progresif, teratur, berkesinambungan dan prosesnya kompleks.23 Aspek perkembangan anak usia dini mencakup banyak aspek, adapun aspek-aspek perkembangan anak usia dini diantaranya meliputi:

1) Perkembangan Fisik Motorik

Salah satu aspek perkembangan yang cukup signifikan dalam kehidupan anak usia dini adalah perkembangan fisik.

Ditinjau dari aspek perkembangan fisik, perkembangan fisik anak usia dini menakup empat aspek, yaitu: sistem syaraf yang sangat berkaitan erat dengan perkembangan kecerdasan dan emosi, otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan

22 Siti Aisyah, dkk. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010), hlm. 1.4-1.9.

23 Montolalu, dkk. Bermain dan Permainan Anak, Cet. 10 (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm. 4.8.

(15)

dan kemampuan motorik, kelenjar endoktrin yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, struktur fisik atau tubuh yang meliputi tinggi, berat dan proporsi tubuh. Seiring dengan perkembangan fisik yang beranjak matang, perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya.

Masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas. Anak cenderung menunjukkan gerakan-gerakan motorik yang cukup gesit dan lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar ketrampilan yang berkaitan dengan motorik, seperti menulis, menggambar, melukis, berenang, main bola dan atletik.

2) Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif menyangkut perkembangan berpikir dan dan bagaimana kegiatan berpikir itu bekerja. Faktor kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar, karena sebagian besar aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan berpikir.

Kemampuan kognitif anak dalam kegiatan belajar biasanya tercermin pada kemampuan mengklasifikasikan, menentukan warna, dan tilik ruang. Tentunya kemampuan tersebut akan menjadi bekal untuk anak di masa yang akan datang.

(16)

3) Perkembangan Bahasa

Kemampuan berbahasa merupakan ketrampilan yang penting dalam keseluruhan kehidupan individu. Karena kemampuan berbahasa akan menjadi modal utama bagi anak dalam melakukan komunikasi dengan teman, guru, dan juga orang dewasa lain yang berada di sekitarnya.

Pada masa akhir usia prasekolah anak umumnya sudah mampu berkata-kata sederhana dan berbahasa sederhana, cara bicara mereka telah lancar, dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melakukan kesalahan berbahasa.

4) Perkembangan Imajinasi

Imajinasi adalah kemampuan untuk merespon atau melakukan fantasi yang mereka buat. Imajinasi merupakan salah satu hal yang efektif untuk mengembangkan kemampuan intelektual, sosial, bahasa, dan terutama kreatifitas anak. Salah satu alat dasar agar anak dapat berkreasi adalah berimajinasi, yaitu kemampuan melihat gambaran dalam pikiran kita.

Kemampuan ini berfunngsi untuk memunculkan kembali ingatan di masa lalu sebagai kemungkinan terjadi di masa sekarang ataupun di masa yang akan datang.

(17)

5) Perkembangan Emosi

Emosi didefinisikan sebagai berbagai perasaan yang kuat berupa perasaan benci, takut, marah, cinta, senang dan juga kesedihan. Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa usia prasekolah diantaranya, takut, cemas, marah, cemburu, gembira, kasih sayang, phobia, dan rasa ingin tahu.

Perkembangan emosi anak berperan membantu anak dalam memperoleh penilaian dari lingkungannya berdasarkan perilaku anak yang dimunculkannya tersebut, baik secara positif maupun negatif.

6) Perkembangan perilaku prososial

Perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial. Dalam hal ini anak mulai mengembangkan kemampuan sosial dalam bentuk: bertingkah laku sesuai dengan harapan lingkungan, belajar memainkan peran sosial dalam aktivitas dengan teman sebayanya, mengembangkan sikap atau tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang berada di masyarakat.24

24 Uyu Wahyudin, Mubiar Agustin, Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini: Panduan untuk Guru, Tutor, Fasilitator dan Pengelola Pendidikan Anak Usia Dini (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), hlm 32-42.

(18)

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia Dini Setiap individu adalah pribadi yang unik, karena masing- masing individu tentunya memiliki potensi yang berbeda-beda pula. Begitu pula dengan perkembangan anak. Setiap anak tumbuh dan berkembang dengan pola yang berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Sehingga masing-masing anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda pula. Perbedaan perkembangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

1. Faktor Perkembangan Awal

Perkembangangan awal (0-5 tahun) adalah masa-masa kritis yang akan menentukan perkembangan adanya perbedaan tumbuh kembang antara anak yang satu dengan yang lainnya dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

a) Faktor lingkungan sosial yang menyenangkan anak

Hubungan anak dengan masyarakat yang menyenangkan, terutama dengan anggota keluarga, maka akan mendorong anak menjadi pribadi yang cenderung terbuka dan memiliki jiwa sosial yang baik serta menjadikan anak lebih berorientasi kepada orang lain, sehingga anak mampu menyesuaikan dengan orang lain dan lingkungannya.

b) Faktor Emosi

Kurang adanya hubungan atau ikatan emosional antara anak dengan keluarga atau perpisahan dengan orang

(19)

tua, dapat menimbulkan gangguan kepribadian pada anak.

Sedangkan jika hubungan emosional anak dengan keluarga itu berjalan dengan baik, maka perkembangan kepribadian anak juga akan menjadi baik atau stabil.

c) Metode Mendidik Anak

Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga permisif, diprediksikan kelak ketika besar cenderung kehilangan rasa tanggung jawab, memiliki kendali emosional yang rendah dan sering perprestasi rendah dalam melakukan sesuatu, sedangkan mereka yang dibesarkan oleh keluarga atau orang tua secara demokratis, maka penyesuaian pribadi dan sosialnya lebih baik.

d) Beban Tanggung Jawab yang Berlebihan

Dengan pekerjaan yang diberikan kepada anak dalam keluarga, memang dapat menumbuhkan kepercayaan dan tanggung jawab pada diri anak. Akan tetapi hal itu bisa menyebabkan anak berpotensi memiliki kecenderungan untuk mengembangkan kebiasaan memerintah sepanjang hidupnya.

e) Faktor Keluarga di masa anak-anak

Anak yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga besar akan bersikap dan berperilaku otoriter.

Demikian pula dengan anak yang tumbuh dan berkembang di tengah keluarga yang cerai, kemungkinan besar ia akan

(20)

menjadi anak yang cemas, tidak mudah percaya, dan sedikit kaku.

f) Faktor rangsangan lingkungan

Lingkungan yang merangsang merupakan salah satu pendorong tumbuh kembang anak, khususnya dalam hal kemampuan atau kecerdasan. Lingkungan yang merangsang dapat mendorong perekembangan fisik dan mental anak secara baik, sedangkan lingkungan yang tidak merangsang dapat menyebabkan perkembangan anak berada di bawah kemampuannya.

2. Faktor Penghambat Perkembangan Anak Usia Dini

a) Gizi buruk yang mengakibatkan energi dan tingkat kekuatan menjadi rendah.

b) Tidak adanya kesempatan untuk belajar apa yang diharapkan kelompok sosial di mana anak tersebut tinggal.

c) Tidak adanya bimbingan dalam belajar (PAUD).

d) Rendahnya motivasi dalam belajar.

e) Rasa takut dan minder untuk berada dangan temannya.25 3. Kemandirian Anak Usia Dini

a. Pengertian Kemandirian Anak Usia Dini

Belajar mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses pelajaran mereka sendiri

25 Suyadi, Maulidya Ulfah, Konsep Dasar PAUD, Cet. 1 (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2013), hlm. 55-57.

(21)

pembelajaran berbasik kemandirian sangat penting untuk diajarkan pada anak tujuannya agar anak ketika dewasa nanti dapat melakukan aktivitas dengan mandiri tanpa harus bergantung pada orang lain.26

Kemandirian anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja ataupun orang dewasa. Kemandirian untuk anak usia dini adalah karakter yang dapat menjadikan anak yang berusia 0-6 tahun dapat berdiri sendiri, tidak tergantung dengan orang lain khusunya orang tua, kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan dari orang lain, yang sesuai dengan tahapan dan kapasitas perkembangannya.

Apabila seorang anak usia dini telah mampu melakukan tugas perkambangan, maka ia telah memenuhi syarat kemandirian.27 b. Ciri-Ciri Kemandirian Anak Usia Dini

Adapun ciri-ciri kemandirian anak, termasuk juga pada anak usia dini, adalah sebagai berikut:

1) Kepercayaan pada diri sendiri.

Anak yang memiliki kepercayaan diri lebih berani untuk melakukan sesuatu, menentukan pilihan sesuai dengan kehendaknya sendiri dan bertanggung jawab terhadap konsekuensi yang ditimbulkan karena pilihannya. Kepercayaan

26 Muhammad Fadlillah, Lilif Mualifatu Khorida, op.cit., hlm. 119.

27Novan Ardy Wiyani, Bina Karakter Anak Usia Dini (Panduan orang tua dan guru dalam membentuk kemandirian dan kedisiplinan anak usia dini) (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 28.

(22)

diri sangat terkait dengan kemandirian anak. Dalam kasus tertentu, anak yang memiliki percaya diri yang tinggi dapat menutupi kekurangan dan kebodohan yang melekat pada dirinya.28

2) Motivasi instrinsik yang tinggi.

Motivasi instrinsik adalah dorongan yang tumbuh dalam diri untuk melakukan sesuatu. Motivasi instrinsik biasanya lebih kuat dan abadi dibandingkan dengan motivasi ekstrinsik.

Motivasi yang datang dari dalam akan mampu menggerakkan anak untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya.

3) Mampu dan berani menentukan pilihan sendiri.

Anak mandiri memiliki kemampuan dan keberanian dalam menentukan pilihan sendiri. Misalnya dalam memilih alat bermain atau alat belajar yang akan digunakannya.

4) Kreatif dan inovatif.

Kreatif dan inovatif pada anak usia dini merupakan ciri anak yang memiliki kemandirian, seperti dalam melakukan sesuatu atas kehendak sendiri tanpa disuruh oleh orang lain, tidak bergantung kepada orang lain dalam melakukan sesuatu, meyukai dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru.

5) Bertanggung jawab menerima konsekuensi yang menyertai pilihannya.

28 Robert E. Vallet, Aku Mengembangkan Diriku (Jakarta: Cipta Loka Karya, 1995), hlm.

128-129.

(23)

Pada saat anak usia dini mengambil keputusan atau pilihan, tentu ada konsekuensi yang melekat pada pilihannya.

Anak yang mendiri akan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Tanggung jawab pada anak usia dini adalah tanggung jawab dalam taraf yang wajar.

6) Menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Lingkungan sekolah (Taman Kanak-kanak) merupakan lingkungan baru bagi anak-anak. Sering dijumpai anak menangis ketika pertama masuk sekolah karena mereka merasa asing dengan lingkungan di Taman Kanak-kanak bahkan tidak sedikit yang ingin ditunggui oleh orang tuanya ketika anak sedang belajar. Namun, bagi anak yang memiliki kemandirian, dia akan cepat menyesuaiakan diri degan lingkungan yang baru.

7) Tidak ketergantungan kepada orang lain.

Anak mandiri selalu ingin mencoba sendiri-sendiri dalam melakukan sesuatu tidak bergantung pada orang lain dan anak tahu kapan waktunya meminta bantuan orang lain, setelah anak berusaha melakukannya sendiri tetapi tidak mampu untuk mendapatkannya, baru anak meminta bantuan orang lain.

Seperti mengambil alat mainan yang berada di tempat yang tidak terjangkau oleh anak.29

29 Novan Ardy Wiyani, Op.cit., hlm. 33-35.

(24)

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Anak Usia Dini Sebagaimana aspek-aspek psikologi lainnya, kemandirian juga bukanlah semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya.

Adapun faktor-faktor yang mendorong timbulnya kemandirian anak, diantaranya:

1) Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri. Faktor ini terdiri dari dua kondisi yaitu, kondisi fisiologis dan kondisi psikologis.

a) Kondisi Fisiologis

Kondisi fisiologis yang berpengaruh dalam kemandirian anak yaitu keadaan tubuh, kesehatan jasmani, dan jenis kelamin pada umumnya anak yang sakit lebih bersikap tergantung pada orang yang tidak sakit, dan itu sangat berpengaruh terhadap kemandirian anak. Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap kemandiriannya. Pada anak perempuan terdapat dorongan untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, mereka dituntut untuk bersikap pasif, berbeda dengan anak laki-laki yang agresif

(25)

dan ekspansif, akibatnya anak perempuan berada lebih lama dalam ketergantungan dari pada anak laki-laki.

b) Kondisi Psikologis

Kecerdasan atau kemampuan kognitif berpengaruh terhadap pencapaian kemandirian seorang anak. Hal ini disebabkan kemampuan bertindak dan mengambil keputusan yang dilakukan oleh seorang anak hanya mungkin dimiliki oleh anak yang mampu berpikir dengan saksama tentang tindakannya. Dengan demikian, keerdasan atau kemampuan kognitif yang dimiliki anak, memiliki pengaruh terhadap penapaian kemandirian anak.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang dating dari luar anak itu sendiri. Faktor ini meliputi:

a) Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pembentukan kemandirian anak usia dini. Lingkungan yang baik dapat menjadikan cepat tercapainya kemandirian anak.

b) Rasa cinta dan kasih saying

Rasa cinta dan kasih sayang orang tua kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena hal itu dapat mempengaruhi mutu kemandirian anak. Bila rasa cinta dan

(26)

kasih sayang diberikan berlebihan, anak akan menjadi kurang mandiri.

c) Pola asuh orang tua dalam keluarga

Pembentukan karakter kemandirian anak usia dini tidak lepas dari dari peran serta orang tua dan pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya. Toleransi yang berlebihan, begitu pun dengan pemeliharaan yang berlebihan dari orang tua yang terlalu keras kepada anak dapat menghambat pencapaian kemandiriannya.

d) Pengalaman dalam kehidupan

Pengalaman dalam kehidupan anak meliputi pengalaman di lingkungan sekolah dan masyarakat.

Interaksi anak dengan teman sebaya di lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap kemandiriannya, begitu juga pengaruh teman sebaya di sekolah. Dalam perkembangan sosial, anak mulai memisahkan diri dari orang tuanya dan mengarahkan kepada teman sebaya. Maka pada saat itu, anak telah memulai perjuangan memperoleh kebebasan. Dengan demikian, melalui hubungan dengan teman sebaya, anak akan belajar berfikir mandiri.30

30Ibid., hlm. 37-40.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melihat bagaimana posisi dan kedudukan dari kedua institusi tersebut maka jelas bahwa Kemenpora memiliki peranan dalam menjalankan roda kepemerintahan untuk

Masalah inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Metode Bimbingan Mental Rohani Islam dalam Meningkatkan Keimanan Prajurit

Pembelajaran. Hasil penilaian kinerja pada akhir program induksi ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pembimbing, kepala sekolah/madrasah dan pengawas dengan

tindakan kelas ( Classroom Action Research ) yaitu suatu penelitian kelas oleh guru dapat merupakan kegiatan reflektif dalam berpikir dan bertindak dari guru.. Menurut Kemmis

Setelah menyelesaikan skripsi ini, maka penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan. Oleh karena keterbatasan penulis baik secara kemampuan

Kinerja manpower berdasarkan personal skill  Inisiatif  Tanggung jawab  Kemampuan berkomunikasi  Kemampuan bekerjasama Kinerja manpower berdasarkan pengetahuan

Dengan pengujian sumber elektron yang ternyata menghasilkan arus berkas elektron lebih dari 30 mA, dapat disimpulkan bahwa sumber elektron hasil rancang bangun ini memenuhi syarat

In the novel, Hatsue Miyamoto and Kabuo Miyamoto are Nisei that is the second generation of Japanese who were born in America whose parents were.. Issei , immigrants from Japan