• Tidak ada hasil yang ditemukan

SELEKSI MAKANAN DAN HABITAT BURUNG PECUK HITAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SELEKSI MAKANAN DAN HABITAT BURUNG PECUK HITAM"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

iii

SELEKSI MAKANAN DAN HABITAT BURUNG PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostris) DAN KUNTUL KERBAU

(Bubulcus ibis) DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA TANJUNG REJO KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

SKRIPSI

SURI KHAIRINA 110805005

PROGRAM STUDI BIOLOGI S-1

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

iv

SELEKSI MAKANAN DAN HABITAT BURUNG PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostris) DAN KUNTUL KERBAU

(Bubulcus ibis) DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA TANJUNG REJO KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SURI KHAIRINA 110805005

PROGRAM STUDI BIOLOGI S-1

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(3)

v

PERNYATAAN ORISINALITAS

SELEKSI MAKANAN DAN HABITAT BURUNG PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostris) DAN KUNTUL KERBAU

(Bubulcus ibis) DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA TANJUNG REJO KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2019

Suri Khairina

110805005

(4)

i

PENGESAHAN

Judul : Seleksi Makanan dan Habitat Burung Pecuk Hitam (Phalacrocorax sulcirostris) Dan Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

Kategori : Skripsi

Nama : Suri Khairina

Nomor Induk Mahasiswa : 110805005

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Departemen : Biologi

Fakultas : MIPA - Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, September 2018

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Arlen HJ, M.Si Dr. Erni Jumilawaty, M. Si NIP. 195810181990031001 NIP. 197001021997022001

Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Saleha Hanum, M. Si NIP. 197108312000122001

(5)

ii

SELEKSI MAKANAN DAN HABITAT BURUNG PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostris) DAN KUNTUL KERBAU

(Bubulcus ibis) DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA TANJUNG REJO KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian seleksi makanan dan habitat burung pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris) dan kuntul kerbau (Bubulcus ibis) telah dilakukan dari bulan Maret 2016 sampai Juli 2016. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis jenis makanan, habitat dan jenis bahan penyusun sarang dari pecuk hitam dan kuntul kerbau di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Sedang Sumatera Utara. Analisis jenis makanan pada kedua spesies dilakukan dengan mengambil makanan di sarang dan dibawah sarang.

Analisis habitat pada kedua jenis burung dilakukan dengan mengukur karakteristik pohon sarang, penempatan sarang, karakteristik sarang dan komposisi penyusun sarang. Hasil penelitian didapatkan 10 jenis makanan yang terdiri dari 4 jenis di sarang pecuk hitam, 2 jenis di sarang kuntul kerbau, 3 jenis dibawah sarang pecuk hitam dan 1 jenis dibawah sarang kuntul kerbau. Jumlah penyusun sarang pecuk hitam adalah 113. Jumlah penyusun sarang kuntul kerbau adalah 178. Pecuk hitam meletakkan sarang dengan ketinggian 350±70.711 sedangkan kuntul kerbau meletakkan sarang dengan ketinggian225±43.301.

Kata Kunci: Pecuk Hitam, Kuntul Kerbau, Sarang, Makanan, Habitat

(6)

iii

FOOD SELECTION AND HABITAT BLACK CORMORANT BIRD (Phalacrocorax sulcirostris) AND BUFFALO EGRET (Bubulcus ibis) IN MANGROVE FOREST AREA TANJUNG REJO

KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

ABSTRACT

Research on food selection and habitat for black cormorants (Phalacrocorax sulcirostris) and buffalo egret (Bubulcus ibis) has been carried out from March 2016 to July 2016. The purpose of the study was to analyze the types of food, habitat and types of nesting materials from black cormorants and buffalo egret inMangrove Fores Area, Tanjung Rejo Village, Percut Set Tuan District, Delo Mesdium District, North Sumatera. Analysis of the types of food in both species is done by taking food in the nest and under the nest. Habitat analysis in both species of birds is done by measuring the characteristics of nest tress, nest placement, nest characteristics and composition of the nest compiler. The results showed 10 types of food consisting of 4 types in black cormorant nests, 2 spcies in buffalo egrets nests, 3 species under black cormorant nests and 1 species under buffalo egerts nest. The number of compilers of black cormorant nests is 113, the number of buffalo egerts nest builders is 178. Black cormorant place the nest with a height of 350±70,711 while the buffalo egrets put the nest with a height of 225±43,301.

Keyword: Black Cormorant, Buffalo Egret, Nest, Food, Habitat

(7)

iv

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah, serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelasaikan Skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan perkuliahan pada Program Studi Sarjana Sains bidang Biologi pada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir yang penulis buat adalah

“Seleksi makanan dan habitat burung pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris) dan kuntul kerbau (Bubulcus ibis) di kawasan hutan mangrove desa tanjung rejo kecamatan percut sei tuan kabupaten deli serdang sumatera utara”.

Dalam menyelesaikan Skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan do’a, bantuan, dukungan, serta motivasi baik secara langsung maupun yang tidak langsung. Atas berbagai hal tersebut, pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Erni Jumilawaty, M.Si dan bapak Dr. Arlen H. J., M. Si atas segala bimbingan dan kesabarannya serta segala waktu yang disediakan dalam membimbing penulis. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr. Kaniwa Berliani, M. Si dan Bapak Riyanto Sinaga, S. Si, M. Si selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi penulis.

Terima kasih penulis sampaikan kepada ibu Dr. Saleha Hanum, M. Si selaku Ketua Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara , ibu Dra. Nursahara Pasaribu M.Sc selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan nasehat dan bimbingan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Abang Endra Raswin, selaku pegawai administrasi.

Terima kasih kepada Keluargaku Tercinta Ayahanda Khaidir Kadir, Ibunda Nurlela, Kakakku Yuli Khairani , AM. Keb., Adikku Ahmad Yudhi dan Abang Iparku M. Nurdin, S. Pd yang telah memberikan do’a, dukungan dan semangat kepada penulis. Suamiku Hari Suyandi R, SpdI. yang telah banyak memberikan do’a, dukungan dan semangat kepada penulis. Sehingga penulis

(8)

v

tidak bermalas-malasan dalam mengerjakannya. Sahabatku Violita Gusvani, Ristia Diani, Sahrina dewi, Mariati, Junaydy M. A. Ginting, Jordani Tirta Ginting, Nikmah Hadana Thahura, serta adik-adik ku Adetia Girsang, Sandro, Dinda, Fitri, Zamak, yang telah banyak membantu penulis, semoga persahabatan dan persaudaraan yang kita bina tetap abadi. Serta teman seperjuangan stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan oleh penulis satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih mempunyai kekurangan disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, walaupun penulis sudah berusaha untuk yang terbaik. Oleh sebab itu dengan kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini.

Medan, Februari 2019

Penulis

(9)

vi DAFTAR ISI

PENGESAHAN I

ABSTRAK Ii

ABSTRACT Iii

PENGHARGAAN Iv

DAFTAR ISI Vi

DAFTAR TABEL Viii

DAFTAR GAMBAR Ix

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Burung 4

2.1.1 Burung Pecuk Hitam (Phalacrocorax sulcirostris) 4 2.1.2 Burung Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) 5 2.2 Penyebaran Burung

2.3 Pakan

2.4 Perilaku Makan Burung 2.5 Habitat Burung

6 7 7 8 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat 10

3.2 Alat dan Bahan 10

3.3 Pelaksanaan Penelitian 10

3.3.1 Makanan 10

3.3.2 Habitat

a. Karakteristik Pohon

b. Karakteristik Penempatan Sarang c. Karakteristik Sarang

11 11 11 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Makanan Burung Pecuk Hitam dan Kuntul Kerbau 13

4.2 Karakteristik Pohon Sarang 14

4.3 Karakteristik Penempatan Sarang 4.4 Karakteristik Sarang

4.5 Karakteristik Penyusun Sarang

16 16 17 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 21

5.2 Saran 22

(10)

vii

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 25

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Jenis makanan yang terdapat di dalam sarang Pecuk Hitam dan Kuntul Kerbau

13 4.2 Jenis makanan yang terdapat di bawah sarang Pecuk

Hitam dan Kuntul Kerbau

14 4.3 Peletakan sarang Pecuk Hitam dan Kuntul Kerbau 15 4.4 Ukuran sarang Pecuk Hitam dan Kuntul Kerbau 18 4.5 Panjang ranting-ranting penyusun sarang Kuntul

Kerbau

18 4.6 Diameter ranting-ranting penyusun sarang Kuntul

Kerbau

19 4.7 Panjang ranting-ranting penyusun sarang Pecuk

Hitam

19 4.8 Diameter ranting-ranting penyusun sarang Pecuk

Hitam

19

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Gambar Burung Pecuk Hitam (Phalacrocorax sulcirostris)

4 2 Gambar Burung Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) 5 3 Gambar Profil Pohon Tempat Bersarang Kuntul

Kerbau dan Pecuk Hitam

17

(13)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Burung pecuk hitam dan kuntul kerbau hidup dan melakukan aktivitas di kawasan hutan mangrove Desa Tanjung Rejo, seperti mencari makan, berbiak, berlindung dan melakukan aktivitas sosial lainnya secara berdampingan. Kedua burung air ini memiliki perbedaan ukuran dan perbedaan warna bulu pada saat musim berbiak (Andrew, 1992; McKinnon et al., 1993). Burung pecuk hitam dan kuntul kerbau selain memiliki perbedaan, juga memiliki persamaan baik dari makanan maupun dari habitatnya. Kedua spesies ini mengkonsumsi makanan seperti udang, katak dan belalang. Tetapi makanan utama dari burung pecuk hitam adalah ikan (Jumilawaty, 2002).

Beberapa faktor yang berperan dalam menentukan perolehan makanan pada suatu organisme adalah ketersediaan sumber makanan, kondisi lokasi mencari makan, waktu mencari makan, jenis pakan yang tersedia serta perilaku mencari makan yang dimiliki. Faktor-faktor tersebut diduga mampu mempengaruhi keberhasilan makan suatu organisme (Noor, 2003).

Habitat dari burung pecuk hitam dan kuntul kerbau adalah kawasan hutan mangrove yang dimanfaatkan sebagai tempat bersarang dan perairan disekitar mangrove yang dimanfaatkan sebagai lahan untuk tempat mencari makan. Menurut Masy'ud (1989), apabila keadaan habitat sudah tidak sesuai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka reaksi yang muncul adalah satwa tersebut akan berpindah mencari tempat lain yang menyediakan kebutuhannya.

Setiap organisme memiliki kemampuan untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang biak pada habitat yang sesuai dengannya. Salah satu cara organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya adalah dengan mengkonsumsi makanan (Suratmo, 1979 dalam Elfidasari, 2001).

Desa Tanjung Rejo yang berada di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, adalah salah satu desa yang letaknya berada

(14)

2

di wilayah pesisir pantai timur Sumatera. Luas wilayah Tanjung Rejo 310,50 Ha, dengan jumlah penduduk 9.848 orang. Penduduk desa Tanjung Rejo rata-rata bekerja sebagai petani dan nelayan. Desa Tanjung Rejo sebagian besar wilayahnya terdiri dari perairan pesisir dan laut, yang memiliki potensi besar di bidang perikanan, pariwisata, kawasan hutan mangrove dan sumberdaya alam lainnya (BPS Deli Serdang, 2014). Daerah Tanjung Rejo ditemukan burung air, baik burung lokal maupun yang migran, diantara burung air tersebut adalah burung pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris) dan burung kuntul kerbau (Bubulcus ibis).

Penelitian mengenai lokasi makan dan jenis makanan Burung pecuk hitam dan kuntul kerbau masih sangat terbatas dan belum terdata dengan baik, Penulis merasa tertarik untuk melakukan penenlitian seleksi makanan dan habitat Burung pecuk hitam dan kuntul kerbau di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

1.2 Permasalahan

Burung akan mencari tempat yang menyediakan makanan dan habitat yang layak untuk kelangsungan hidupnya. Lokasi untuk pengambilan makanan semakin terbatas dan semakin berkurangnya lahan untuk burung berkembang biak maka akan berpengaruh pada laju pertumbuhan populasi burung, sehingga ketersediaan atau kelimpahan burung tersebut akan semakin sedikit. Burung pecuk hitam dan kuntul kerbau di Percut hidup dalam habitat yang sama sehingga kedua burung tersebut bersaing dalam mendapatkan makanan dan tempat bersarang. Namun sampai saat ini belum diketahui bagaimanakah seleksi makanan dan habitat pada burung pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris) dan burung kuntul kerbau (Bubulcus ibis) di Kawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Menganalisis jenis makanan dari pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris) dan kuntul kerbau (Bubulcus ibis)

(15)

3

b. Menganalisis habitat pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris) dan kuntul kerbau (Bubulcus ibis) meliputi karakteristik sarang dan karakteristik penyusun sarang.

c. Menganalisis jenis bahan penyusun sarang pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris) dan kuntul kerbau (Bubulcus ibis).

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi masyarakat yang berada di wilayah desa Tanjung Rejo dan dinas BKSDA dan dinas kelautan mengenai konservasi lingkungan dan untuk melestarikan burung dari jenis pecuk hitam (Phalacrocorax sulcirostris) dan kuntul kerbau (Bubulcus ibis).

(16)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Burung

2.1.1 Buruk Pecuk Hitam (Phalacrocorax sulcirostris)

Klasifikasi burung pecuk hitam menurut Bhusha et al., (1993) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phyllum : Vertebrata Class : Aves

Ordo : Pelecaniformes Famili : Phalacrocoracidae Genus : Phalacrocorax

Species : Phalacrocorax sulcirostris

Gambar 1. Phalacrocorax sulcirostris

Pecuk merupakan monogami semusim, dan kedua induk memiliki peranan dalam mengeram dan mengasuh anakan. Anakan lahir dalam keadaan tidak berdaya (altricial) dan tidak memiliki bulu, anakan yang remaja masih berada di dekat sarang untuk mendapatkan muntahan makanan dan masih tergantung pada parentalnya.

Anakan mencapai dewasa secara berangsur-angsur dan siap untuk melakukan perkawinan setelah berumur tiga tahun (Johnsgard, 1993).

(17)

5

Menurut Boekelheide et al., (1990) dalam Johnsgard (1993) pecuk memiliki beberapa kelebihan dibandingkan burung air lainnya yaitu: (1) clucth size relatif besar dan berubah-ubah, (2) untuk menghasilkan telur membutuhkan energi yang sedikit, karena telurnya yang relatif kecil, (3) keberhasilan sarangnya relatif besar, (4) anaknya altricial, (5) menetasnya asinkroni (waktu yang berbeda).

Anggota pecuk mempunyai kemampuan terbang yang cukup baik. Kondisi ini yang menyebabkan anggota pecuk dapat terbang sepanjang hari meninggalkan sarang untuk mencari makan. Pecuk pergi mencari makan pada waktu pagi hari dan kembali ke sarang pada waktu sore hari (Mardiastuti, 1992, 1993).

2.1.2 Burung Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis)

Klasifikasi burung kuntul kerbau menurut Linnaeus (1758) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phyllum : Chordata Sub phyllum : Vertebrata Class : Aves

Ordo : Ciconiiformes Famili : Ardeidae Genus : Bubulcus Species : Bubulcus ibis

Gambar 2. Bubulcus ibis

Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) adalah spesies burung dari famili Ardeidae atau Kuntul-kuntulan. Burung ini merupakan burung terkecil dari bangsa Kuntul- kuntulan yaitu sekitar 48 - 53 cm. Burung ini suka mencari makanan di dekat kerbau

(18)

6

atau sapi yang merumput. Bentuk tubuhnya lebih ramping dibandingkan Blekok Sawah (Ardeola speciosa). Burung ini tersebar dari India, Sulawesi, sampai Nusa Tenggara. Seluruh bulunya berwarna putih, tetapi selama musim kawin, bulu-bulu pada kepala, leher dan punggungnya berwarna kuning jingga. Paruhnya kuning dan lebih tebal dibandingkan kuntul lain (Biodiversitas Indonesia, 2014).

Sebagian besar burung pada order Ciconiiformes terlihat sangat berbeda dibandingkan burung lain yang hidup di air atau dekat air karena kakinya yang panjang. Ciconiformes tidak dapat menggunakan kakinya untuk berlari dengan cepat, gaya berjalannya cenderung lambat tetapi teratur. Selain memiliki kaki dan leher yang panjang, untuk kelangsungan hidupnya bergantung dari memakan hewan lain (animal food) (Grzimek, 1972).

Menurut Ismanto (1990), beberapa spesies burung air termasuk famili Ardeidea menjadikan daerah perairan tawar dan sekitarnya seperti rawa, tambak, hutan bakau dan muara sungai sebagai habitat untuk tempat mencari makan. Powell (1986) menyatakan bahwa ordo Ciconiiformes umumnya memilih daerah estuaria sebagai tempat hidupnya, hal ini berkaitan dengan proses mencari makan. Kehadiran burung air dapat dijadikan sebagai indikator keanekaragaman hayati pada kawasan hutan mangrove. Hal ini berkaitan dengan fungsi daerah tersebut sebagai penunjang aktivitas hidup burung air, yaitu menyediakan tempat berlindung, mencari makan, dan tempat berkembang biak (bersarang).

2.2 Penyebaran Burung

Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat hutan maupun habitat bukan hutan seperti tanaman perkebunan, tanaman pertanian, pekarangan, gua, padang rumput, savana dan habitat perairan (Alikodra, 2002;

Syafrudin, 2011). Penyebaran jenis burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap perubahan lingkungan, kompetisi dan seleksi alam (Welty, 1982; Dewi, 2005; Syafrudin, 2011).

Pergerakan satwaliar baik dalam skala sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi tuntutan hidupnya. Burung membutuhkan suatu koridor untuk melakukan pergerakan yang dapat menghubungkan dengan sumber keane- karagaman. Penyebaran suatu jenis burung disesuaikan dengan kemampuan

(19)

7

pergerakkannya atau kondisi lingkungan seperti pengaruh luas kawasan, ketinggian tempat dan letak geografis. Burung merupakan kelompok satwaliar yang paling merata penyebarannya, ini disebabkan karena kemampuan terbang yang dimilikinya (Alikodra, 2002; Syafrudin 2011).

2.3 Pakan

Pakan merupakan komponen yang sangat penting dalam habitat, karena semua organisme memerlukan makanan untuk melangsungkan hidupnya. Menurut Alikodra (2002) kuantitas dan kualitas makanan yang diperlukan oleh satwaliar berbeda menurut jenis, perbedaan kelamin, kelas umur, fungsi fisiologi, musim, cuaca, dan kondisi geografisnya. Oleh karena itu, ketersediaan makanan merupakan hal yang sangat mendasar untuk mengetahui distribusi dan kelimpahan hewan.

2.4 Perilaku Makan Burung

Perilaku makan merupakan penampakan tingkah laku dalam kaitannya dengan aktivitas makan. Berdasarkan terminologi, perilaku makan terdiri dari serangkaian aktivitas makan yang dimulai dari mencari makan, menangani makanan sampai dengan memakannya. Perilaku makan pada suatu organisme mencakup semua proses konsumsi bahan makanan yang bermanfaat dalam bentuk padat atau cair (Tanudimadja & Kusumanihardja, 1985).

Menurut Odum (1971) perilaku merupakan tindakan yang tegas dari suatu organisme untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan guna menjamin hidupnya. Hal serupa dinyatakan Alikodra (2002) mengatakan bahwa perilaku satwa adalah strategi satwa dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam lingkungannya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Suratmo dalam Elfidasari (1979), menyatakan bahwa Perilaku makan dari tiap-tiap spesies hewan memiliki cara-cara yang spesifik. Faktor yang mempengaruhi berbedanya cara makan antara lain morfologi hewan yang mencari makan, rangsangan dari makanan itu sendiri dan faktor dari dalam tubuh hewan yang akan memberikan urutan gerak tubuh pada hewan tersebut.

(20)

8

Secara umum hewan mempunyai tiga cara dalam memperoleh makanan, yaitu (1) tetap berada ditempat dan makanan datang sendiri, (2) berjalan untuk mencari makan dan (3) menjadi parasit pada organisme lain (Arms dan Camp, 1979).

Jenis-jenis burung yang mencari makan di bawah permukaan air akan memburu mangsa mereka dengan menggunakan ujung paruhnya yang sensitif, oleh karena itu mereka memiliki ukuran mata yang lebih kecil karena tidak terlalu membutuhkannya untuk melihat mangsa. Mereka biasanya mencari mangsa dalam kelompok yang cukup besar yang memungkinkan memperoleh manfaat karena mangsa yang terganggu akan lebih mudah ditemukan. Beberapa jenis burung memiliki ukuran kaki yang lebih panjang yang memungkinkan mereka berjalan diperairan dangkal atau lumpur halus. Sementara itu yang memiliki kaki yang lebih pendek hanya dapat mencari makan pada substrat lumpur yang lebih keras (Rusila, 2003).

2.5 Habitat Burung

Habitat adalah kawasan yang terdiri atas berbagai komponen fisik maupun biotik yang merupakan kesatuan dan digunakan sebagai tempat hidup dan berkembang biak bagi makhluk hidup (Alikodra, 1990). Habitat dapat dikatakan juga sebagai tempat hidup organisme (Soemarwoto, 1991).

Habitat merupakan tempat dengan setiap unit kehidupan yang berada di dalamnya dan mampu melakukan aktivitas hidup dan mengalami interaksi dengan lingkungannya. Ini disebabkan karena hewan mempunyai kemampuan hidup, tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang sesuai. Komponen habitat yang terpenting bagi kehidupan satwa harus terdiri atas sumber makanan, tempat perlindungan dan air (Alikodra, 1990 ).

Menurut Rusila (2003) selama periode tidak berbiak, burung pantai berkumpul dalam jumlah besar disuatu lokasi tertentu. Hal ini akan menciptakan terjadinya kompetisi untuk memperoleh makanan, wilayah mencari makan dan wilayah bertengger yang aman. Sebagian besar diantara wilayah tempat mereka mencari makan adalah berupa wilayah pasang surut, sehingga burung pantai hanya bisa mencari makan pada saat tertentu saja yaitu pada saat air surut. Kondisi tersebut tentu saja akan menimbulkan tantangan lain bagi burung pantai untuk mencari

(21)

9

makan. Untuk mengatasi berbagai halangan tersebut sangatlah penting bagi mereka untuk menerapkan mekanisme strategi makan yang efisien.

Lingkungan yang dianggap sesuai sebagai habitat bagi burung yaitu habitat yang dapat menyediakan makanan, tempat berlindung maupun tempat berbiak yang sesuai bagi burung (McKilligan, 2005).

Burung menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Habitat yang sesuai bagi suatu spesies belum tentu sesuai untuk spesies yang lain, karena masing-masing menghendaki kondisi habitat yang berbeda (Alikodra, 1990). Habitat yang dipilih harus dapat memenuhi kebutuhan hidupnya untuk melindungi atau mempertahankan diri, siang dan malam, dan jika memungkinkan untuk sepanjang musim. Selain sebagai tempat untuk bersembunyi dan berlindung dari predator, burung juga memiliki tempat untuk bertengger. Terkadang tempat istirahat dapat memenuhi kedua kriteria yang diinginkan (Pettingill, 1969).

(22)

10

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai bulan Juli 2016 di Desa Tanjung Rejo, Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam pengamatan adalah teropong binokuler, kamera digital, meteran, tali kain berwarna, botol obat dan alat-alat tulis. Sedangkan bahan yang menjadi subjek penelitian adalah alkohol 70%, spesies burung Bubulcus ibis dan Phalacrocoax sulcirostris.

3.3 Pelaksanaan Penelitian 3.3.1 Makanan

Analisis jenis makanan pada kedua spesies dilakukan dalam dua tahap, yaitu:

a. Sisa makanan yang terdapat dalam sarang

Semua makanan yang berada didalam sarang diambil, kemudian dimasukkan dalam botol dan ditambahkan alkohol 70% sehingga sampel terendam. Selanjutnya diidentifikasi jenisnya di Laboratorium.

b. Sisa makanan yang terdapat dibawah sarang

Sisa makanan yang terjatuh dari sarang ditampung dengan memasang terpal plastik yang diikatkan dipohon sarang tempat burung bersarang. Kemudian makanan yang sudah tertampung diambil, dimasukkan dalam botol dan ditambahkan alkohol 70% sehingga sampel terendam. selanjutnya diidentifikasi jenisnya di Laboratorium.

(23)

11

3.3.2 Habitat

Analisis habitat burung dilakukan dalam beberapa, yaitu:

a. Karakteristik Pohon Sarang

Distribusi pohon sarang yang digunakan oleh pecuk hitam dan kuntul kerbau diketahui dengan cara membuat plot berukuran 20 X 20 m. Peletakan plot pengamatan dilakukan dengan mengambil secara acak berdasarkan ada tidaknya sarang kedua spesies burung yang ditemukan di lokasi penelitian. Pohon yang terdapat sarang ditandai dengan menggunakan tali kain berwarna. Karakteristik sarang pohon dilakukan dengan mengukur beberapa kriteria, yaitu :

a. Tinggi pohon (cm)

b. Tinggi pohon dari akar (cm) c. Diameter pohon (cm)

d. Jarak pohon sarang ke pohon sarang lain (cm) e. Jarak pohon sarang ke tepi tambak terdekat (cm) f. Jarak pohon sarang ke tipe vegetasi lain (cm) g. Jumlah sarang dalam 1 pohon

h. Diameter cabang penyangga (cm) i. Jarak sarang ke batang utama (cm) j. Jarak sarang ke tepi kanopi (cm) k. Jumlah cabang penyangga sarang

l. Jarak sarang terdekat ke sarang lain dalam 1 pohon (cm) m. Jarak sarang ke puncak kanopi (cm)

b. Karakteristik Penempatan Sarang

Analisis karakteristik penempatan sarang dilakukan membuat jalur sepanjang 20 m x 10 m di lokasi, pohon-pohon sepanjang jalur tersebut ditandai dengan menggunakan tali kain berwarna. Selanjutnya dibuat dalam sketsa profil pohon dan diidentifikasi jenis pohon yang digunakan untuk bersarang.

c. Karakteristik Sarang dan Komposisi Penyusun Sarang

Analisi karakteristik sarang kedua spesies dilakukan pengukuran di atas pohon dengan cara pohon dipanjat dan selanjutnya sarang diukur dengan menggunakan meteran.

(24)

12

Pengukuran dilakukan dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Panjang sarang (cm) adalah bagian sarang terpanjang b. Lebar sarang (cm) adalah bagian sarang terlebar

c. Kedalaman sarang (cm) adalah jarak tegak lurus dari dasar bagian dalam sarang ke permukaan sarang

d. Tinggi total sarang (cm) adalah jarak dari sarang bagian bawah ke bagian tertinggi sarang

e. Bibir sarang (cm) adalah jarak tegak lurus dari mulut sarang ke permukaan dasar sarang

Panjang dan lebar sarang diukur dengan menggunakan meteran, sedangkan ketebalan sarang diukur dengan menggunakan caliper. Selain itu diamati cara penempatan sarang, dan jenis pohon dimana sarang berada. Bagian pohon tempat diletakkan sarang terbagi pada bagian cabang utama dan ranting atau tajuk.

Pengukuran dilakukan dengan cara menarik garis lurus dari batang utama tempat sarang diletakkan. Jarak antar sarang dari bagian utama diukur berdasarkan jarak terdekat tempat diletakkannya sarang dari batang utama.

Contoh bahan penyusun sarang diperoleh dari sarang yang tidak dipergunakan lagi oleh burung pecuk hitam dan kuntul kerbau dengan menurunkan sarang tersebut, selanjutnya ranting-ranting penyusun dan bahan lainnya dipilah- pilah dan dikelompokkan berdasarkan jenisnya dan besarnya ranting. Contoh sarang diambil secara acak pada lokasi penelitian sebanyak 4 sarang.

(25)

13

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Makanan Burung Pecuk Hitam dan Kuntul Kerbau

Jenis-jenis makanan yang didapatkan berdasarkan hasil analisis dan penelitian yang dilakukan di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara sejumlah 10 jenis makanan, yang terdiri dari 6 jenis makanan yang terdapat dalam sarang dan 4 jenis makanan yang terdapat di bawah sarang, seperti terlihat pada Tabel 4.1 dan 4.2.

Tabel 4.1 Tabel Jenis Makanan Yang Terdapat di Dalam Sarang pecuk hitam dan kuntul kerbau

No. Spesies Jenis Makanan Indonesia

1. Phalacrocorax sulcirostris

Periopthalmus sp.

Channa striata Valamugil speigleri

Plotosus canius

Ikan Glodok Ikan Gabus Ikan Belanak Ikan Sembilang

2. Bubulcus ibis Gryllotalpa sp.

Duttaphrynus melanostictus

Orong-orong Katak

Jenis makanan hasil analisis pada kedua jenis burung sangat berbeda (Tabel 4.1) dimana jenis makanan pecuk hitam ditemukan 4 jenis sedangkan kuntul kerbau 2 jenis. Hal ini dipengaruhi oleh faktor ketersediaan makanan, jenis burung, gerakan mangsa, dan cara memperoleh makanan di lokasi mencari makan. Perbedaan jenis makanan ini dipengaruhi oleh lokasi mencari makan kedua jenis burung dimana burung pecuk hitam mencari makan di mangrove, pantai dan laut. Sedangkan kuntul kerbau mencari makan di sawah, ladang dan mangrove. Menurut Neithammer (1972) mangsa burung pantai yang berada dalam lumpur berupa kepiting, kerang dan ikan sedangkan mangsa yang dikejar berupa serangga dan reptil kecil.

Pemilihan tempat mencari makan burung pantai sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya faktor lingkungan dan ketersediaan mangsa (Zou et al.

2008). Kondisi lingkungan berupa gosong lumpur yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut akan mempengaruhi ketersediaan mangsa dan akan mempengaruhi distribusi dan perilaku burung pantai (Jing et al. 2007).

(26)

14

Scoot (1984) menyatakan bahwa lokasi mencari makan pada burung biasanya dipilih berdasarkan perbedaan morfologi dari tubuh seperti perbedaan bentuk dan ukuran tubuh yang dimiliki oleh setiap spesies. Menurut sibuea (1996), kombinasi cara mencari makan yang dilakukan berbagai jenis burung untuk memperoleh makanan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, ini merupakan hal pokok yang mempengaruhi cara mencari makan serta makanan pokok masing-masing burung, dimana hasil tersebut merupakan interaksi dari ukuran tubuh, tingkah laku mencari makan, dan ukuran mangsa. Selanjutnya Mitchell et al (2004) menyatakan bahwa hewan memakan makanannya dengan berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai macam perilaku mencari makan yang sangat erat hubungannya dengan ciri morfologis tubuh yang dimilikinya.

Jenis makanan yang ditemukan di bawah sarang pecuk hitam dan kuntul kerbau berdasarkan hasil analisa dan identifikasi sebanyak 4 jenis makanan, yaitu 3 jenis dari pecuk hitam dan 1 jenis dari kuntul kerbau. Adanya jenis makanan yang didapatkan dari bawah sarang disebabkan perebutan makanan yang dilakukan oleh anakan burung yang menyebabkan makanan terjatuh. Selain itu juga dapat disebabkan karena tidak tepatnya induk burung ketika memberi makan pada anak- anak burung atau makanan yang diberikan oleh induk tidak disukai oleh anakan burung.

4.2 Karakteristik Pohon Sarang

Pemilihan pohon sarang berdasarkan hasil analisis ditemukan ada perbedaan antara Pecuk hitam dengan Kuntul kerbau (Tabel. 4.3). Pecuk Hitam meletakkan sarang pada pohon dengan ketinggian 350±70.711 sedangkan Kuntul kerbau meletakkan sarang pada ketinggian 225±43.301, selain itu Pecuk hitam memilih pohon yang memiliki diameter batang utama dengan kisaran 7.5±8.485 sedangkan Kuntul kerbau dengan diameter kisaran 12.5±10.137. Pecuk hitam meletakkan sarang pada diameter cabang penyangga sekitar 5.75±0.354 sedangkan Kuntul kerbau dengan diameter cabang penyangga sekitar 6.625±4.840. Sementara Jarak sarang ke puncak kanopi Pecuk hitam lebih tinggi yaitu 350±70.711 dibandingkan Kuntul kerbau.

(27)

15

Tabel 4.3. Tabel Peletakan Sarang Pecuk hitam dan Kuntul kerbau

No. Variabel Pecuk Hitam

(Rataan)

Kuntul Kerbau (Rataan)

1. Tinggi pohon (cm) 350±70.711 225±43.301

2. Tinggi Pohon dari akar (cm) 4000±707.107 2725±1342.339

3. Diameter pohon (cm) 7.5±8.485 12.5±10.137

4. Jarak pohon sarang ke pohon sarang lain (cm) 250±70.711 200 5. Jarak pohon sarang ke tepi tambak terdekat (cm) 1950±2192.031 1175±1342.339 6. Jarak pohon sarang ke tipe vegetasi lain (cm) 1350±1626.346 1650±1395.529

7. Jumlah sarang dalam 1 pohon 3±1.414 3.75±2.681

8. Diameter cabang penyangga (cm) 5.75±0.354 6.625±4.840

9. Jarak sarang ke batang utama (cm) 850±919.239 450±606.218 10. Jarak sarang ke tepi kanopi (cm) 3000±707.107 450±606.218

11. Jumlah cabang penyangga sarang 6.5±2.121 42.75±34.974

12. Jarak sarang terdekat kesarang lain dalam 1 pohon (cm)

800±989.949 175±192.029 13. Jarak sarang ke puncak kanopi (cm) 350±70.711 125±43.301

Perbedaan pemilihan pohon sarang ini dikarenakan adanya perbedaan ukuran tubuh antara kedua jenis burung. Menurut Parejo et al (1999), ukuran tubuh diartikan sebagai massa tubuh masing-masing spesies, langkah ini diambil sebagai perkiraan kompetitif kemampuan masing-masing spesies dalam menentukan keberhasilan bersarang. Menurut Rukmi (2002), ukuran tubuh burung yang besar tidak memungkinkan untuk burung dapat menyelinap di sela-sela kerapatan tajuk pohon.

Menurut Martin (1986) dalam Trisnawati et al (2010), jika vegetasi terlalu rapat akan membuat pergerakan burung menjadi statis sehingga mengganggu jarak pandang burung untuk mencari makan ataupun waspada dalam menghindari predator yang ada seperti ular, dan biawak.

Pecuk hitam umumnya meletakkan sarang dengan cabang penyangga berjumlah 6.5±2.121 (Tabel. 4.3), sementara Kuntul kerbau meletakkan sarang pada percabangan yang lebih kecil dan percabangan sedikit lebih rapat dengan cabang penyangga berkisar 42.75±34.974. Semakin besar sarang maka cabang penyangga yang digunakan juga harus berukuran besar dan tidak rapuh agar dapat menyokong sarang, dan jumlah penyangga yang digunakan lebih banyak agar dapat mempertahankan posisi sarang terutama saat angin kencang. Menurut Rukmi (2002), kriteria pemilihan tempat bersarang oleh burung yaitu memiliki strukur yang stabil, daun cukup rimbun, serta pohon memiliki struktur yang memungkinkan untuk terbang. Sementara menurut Kim & Koo (2009), ukuran, struktur, bentuk sarang, dan orientasi sarang sangat penting dalam menyediakan tempat tinggal dalam cuaca yang buruk, khususnya ketika angin kencang dan badai.

(28)

16

4.3 Karakteristik Penempatan Sarang

Hasil analisis terhadap karakteristik penempatan sarang di temukan 4 jenis pohon mangrove yang dipilih sebagai tempat meletakkan sarang oleh kedua jenis burung tersebut yaitu Avicenia officinalis, Nypa fruticans, Sonneratia caseolaris dan Excoecaria agallocha. Sarang Kuntul kerbau ditemukan pada 4 jenis pohon, sedangkan sarang dari Pecuk hitam hanya 2 pohon yang terdapat sarang dari Pecuk hitam. Sedikitnya jenis pohon yang ditemukan dilokasi penelitian karena wilayah ini termasuk wilayah mangrove sekunder dan sebagian besar telah dibangun menjadi tambak. Menurut Howes et al (2003) mangrove merupakan habitat penting bagi sebagian besar kelompok burung air serta beberapa jenis burung daratan. Mereka menjadikan mangrove sebagai habitat untuk mencari makan, berbiak atau sekedar beristirahat. Habiat mangrove menyediakan ruang yang memadai untuk membuat sarang, terutama karena tersedianya makanan dan bahan pembuat sarang. Kerapatan pohon yang rendah menyebabkan banyak dijumpai sarang dalam satu pohon sehingga timbul stratifikasi dalam memanfaatkan pohon sarang.

4.4 Karakteristik Sarang

Hasil penelitian menemukan adanya perbedaan struktur sarang Pecuk hitam berbeda Kuntul kerbau (Tabel. 4.4). Perbedaam ukuran morfologi struktur sarang Pecuk hitam dan Kuntul kerbau di lokasi penelitian.disebabkan karena sarang Pecuk hitam yang dijumpai di lokasi penelitian umumnya berbentuk mangkuk (cekung) sementara sarang Kuntul kerbau umumnya berbentuk datar. Perbedaan bentuk sarang ini disebabkan oleh perbedaan spesies dimana bentuk sarang yang dibangun oleh spesies burung merupakan salah satu kekhas/khusus berdasarkan turun temurun yang diwariskan secara genetik.

Perbedaan struktur sarang ke dua burung tersebut bisa disebabkan karena ukuran tubuh burung. Perbedaan struktur ini diduga berhubungan dengan faktor keamanan dan kenyamanan dari telur dan anakan burung yang mendukung keberhasilan berbiak dan survivalnya.

(29)

17

Sjafani et al (2015) menyatakan bahwa kedalaman dan diameter sarang dipengaruhi oleh musim (hujan/kemarau) dan keadaan bulan (gelap/terang). Menurut Rukmi (2002), bentuk sarang yang dangkal sangat rawan, karena telur dapat terlempar keluar hanya karena angin dan sedikit gerakan dari induknya.

Tabel 4.4. Ukuran Sarang Pecuk hitam dan Kuntul kerbau

Variabel Pecuk Hitam Kuntul Kerbau

Lebar sarang (cm) 20 cm 49 cm

Panjang sarang (cm) 33 cm 57 cm Kedalaman sarang (cm) 8 cm 14 cm Tinggi total sarang (cm) 11 cm 19 cm

Bibir sarang (cm) 5 cm 12 cm

Berat (kg) 0,349 kg 0,563 kg

4.5 Komposisi Penyusun Sarang

Hasil penelitian ditemukan bahan penyusun sarang Pecuk hitam berbeda dengan Kuntul kerbau. Adanya perbedaan ini dapat dilihat dai bentuk sarang, ukuran sarang dan bahan penyusunnya. Menurut Collias & Collias (1984) dalam Rukmi (2002), ranting yang terlalu panjang sulit untuk dibawa, sementara ranting yang terlalu pendek tidak sulit dibawa tetapi sulit untuk dijalin. Sementara diameter ranting yang terlalu besar sulit dibawa dengan paruh dan lebih sulit dijalin, serta energi yang digunakan untuk membawa ranting tersebut juga lebih banyak.

Tabel 4.5 Panjang Ranting Penyusunan Sarang Kuntul kerbau

No. Jenis Panjang

Ranting

Rata-Rata Jumlah 1. Sonneratia caseolaris,Nypa

fruticans, Avicenia officinalis, Rhizophora mucronata

2-8 1,87±6,24 33

2. Sonneratia caseolaris,Nypa fruticans, Avicenia officinalis, Rhizophora mucronata, Bambuceae

9-15 17,60±15,02 59

3. Sonneratia caseolaris,Nypa fruticans, Avicenia officinalis, Rhizophora mucronata

16-21 1,71±18,39 43

4. Sonneratia caseolaris,Nypa fruticans, Avicenia officinalis, Rhizophora mucronata

22-28 2,09±24,33 27

5. Sonneratia caseolaris,Nypa fruticans, Avicenia officinalis, Rhizophora mucronata, Bambuceae

29-35 2,50±30,97 9

6. Avicenia officinalis, Rhizophora mucronata

36-42 0,94±37,4 6

(30)

18

7. - 43-49 - -

8. - 50-56 - -

9. Avicenia officinalis 57-63 63,2 1

Tabel 4.6 Diameter Ranting Penyusunan Sarang Kuntul kerbau

No. Jenis Diameter

Ranting

Rata-Rata Jumlah 1. Sonneratia caseolaris,Nypa

fruticans, Avicenia officinalis, Rhizophora mucronata, Bambuceae

0,1-0,7 0,15±0,37 89

2. Nypa fruticans, Rhizophora mucronata, Bambuceae

0,8-0,14 0,04±0,82 7

3. - 0,15-0,21 - -

4. Sonneratia caseolaris, Avicenia officinalis

0,22-0,28 0,01±0,24 18

5. Sonneratia caseolaris, Avicenia officinalis

0,29-0,35 0,01±0,34 15

6. Sonneratia caseolaris, Avicenia officinalis

0,36-0,42 0,02±0,40 22

7. Sonneratia caseolaris, Avicenia officinalis

0,43-0,49 0,01±0,45 12

8. Sonneratia caseolaris, Avicenia officinalis

0,50-0,56 0,02±0,53 4

9. Sonneratia caseolaris 0,57-0,63 0,02±0,59 5

10. Sonneratia caseolaris 0,64-0,70 0,01±0,65 4

11. Sonneratia caseolaris 0,71-0,77 0,72 1

12. Sonneratia caseolaris 0,78-0,84 0,82 1

Tabel 4.7 Panjang Ranting Penyusunan Sarang Pecuk hitam

No. Jenis Panjang

Ranting

Rata-Rata Jumlah 1. Sonneratia caseolaris,

Bambuceae, Rhizophora mucronata, Nypa fruticans

4-10 1,60±6,55 27

2. Sonneratia caseolaris, Bambuceae, Rhizophora mucronata, Nypa fruticans

11-17 2,05±14,16 30

3. Sonneratia caseolaris,

Bambuceae, Cynodon dactylon, Rhizophora mucronata, Nypa fruticans

18-24 1,81±21,3 32

4. Sonneratia caseolaris,

Bambuceae, Cynodon dactylon, Rhizophora mucronata

25-31 2,01±27,68 16

5. Sonneratia caseolaris 32-38 3,67±35,2 2

6. Sonneratia caseolaris 39-45 0,85±44,1 3

7. Sonneratia caseolaris 46-52 1,05±49,95 2

8. Sonneratia caseolaris 53-59 54,3 1

Tabel 4.8 Diameter Ranting Penyusunan Sarang Pecuk hitam

No. Jenis Diameter

Ranting

Rata-Rata Jumlah

1. Sonneratia caseolaris, 0,2-0,8 0,17±0,41 68

(31)

19

Bambuceae, Cynodon dactylon, Rhizophora mucronata, Nypa fruticans

2. Rhizophora mucronata 0,9-0,15 0±0,9 2

3. Sonneratia caseolaris 0,16-0,22 0±0,2 3

4. Sonneratia caseolaris 0,23-0,29 0,009±0,25 10

5. Sonneratia caseolaris 0,30-0,36 0.01±0,33 10

6. Sonneratia caseolaris 0,37-0,43 0,02±0,38 8

7. Sonneratia caseolaris 0,44-0,50 - -

8. Sonneratia caseolaris 0,51-0,57 0,01±0,54 6

9. Sonneratia caseolaris 0,58-0,64 0,62 1

10. Sonneratia caseolaris 0,65-0,71 0,01±0,66 2

11. Sonneratia caseolaris 0,72-0,78 0,01±0,73 3

Bahan penyusun sarang Kuntul kerbau disusun oleh 178 ranting yang terdiri dari 83 Sonneratia caseolaris, 17 Nypa fruticans, 3 Bambuceae, 31 Rhizophora mucronata, dan 38 Avicenia officinalis. Sedangkan bahan penyusun sarang Pecuk hitam terdiri dari 113 ranting yang terdiri dari 56 Sonneratia caseolaris, 18 Bambuceae, 13 Cynodon dactylon, 15 Rhizophora mucronata, dan 11 Nypa fruticans.

Keamanan sarang bergantung dari pemilihan lokasi dan material yang digunakan, semakin besar ukuran tubuh maka semakin besar ranting yang digunaka.

Menurut Collias dan Collias (1994) dalam Rukmi (2002), kemananan penempatan dan keamanan sarang pada sebuah pohon sangat bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh burung dan kekuatan pohon untuk mendukung sarang tersebut. Burung dengan tubuh yang besar menggunakan ranting dan dahan yang tidak mudah diterpa oleh angin. Sedangkan burung yang berukuran sedang akan menggunakan ranting yang kecil atau semak atau keduanya. Menurut Sulistiani (1991), sementara untuk jumlah dan ukuran ranting sendiri dipengaruhi oleh posisi sarang, penginjakan oleh anakan dan induknya, dan umur (pengalaman) pembuat sarang.

(32)

20

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian seleksi makanan dan habitat burung Pecuk Hitam dan Kuntul Kerbau yang telah dilakukan di Percut Seituan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Sarang Pecuk hitam dan Kuntul kerbau terdapat 10 jenis makanan diantaranya 4 jenis dari Pecuk hitam yaitu Periopthalmus sp., Channa striata, Valamugil speigler dan Plotosus canius. Sedangkan Kuntul kerbau terdapat 2 jenis yaitu Gryllotalpa sp. dan Duttaphrynus melanostictus. Pada bawah sarang Pecuk hitam dan Kuntul kerbau terdapat 4 jenis makanan diantaranya 3 jenis dari Pecuk hitam yaitu Valamugil speigleri, Channa striata dan Periopthalmus sp.

Sedangkan Kuntul kerbau terdapat 1 jenis yaitu Duttaphrynus melanostictus.

b. Karakteristik sarang dari Pecuk Hitam dan Kuntul Kerbau memiliki perbedaan berat sarang yaitu 0,563kg berat sarang Kuntul Kerbau dan 0,349kg berat sarang Pecuk Hitam. Pada karakteristik penyusun sarang juga mengalami perbedaan perbedaan dari jumlah jenis penyusun sarang Kuntul Kerbau dan Pecuk Hitam.

Pada Kuntul Kerbau terdapat 178 penyusun sarang yang terdiri dari 83 Sonneratia caseolaris, 17 Nypa fruticans, 3 Bambuceae, 31 Rhizophora mucronata, dan 38 Avicenia officinalis. Sedangkan pada Pecuk Hitam hanya terdapat 113 penyusun sarang yang terdiri dari 56 Sonneratia caseolaris, 18 Bambuceae, 13 Cynodon dactylon, 15 Rhizophora mucronata, dan 11 Nypa fruticans.

c. Karakteristik pohon sarang Pecuk Hitam dan Kuntul Kerbau memiliki perbedaan karakter dimana Pecuk Hitam meletakkan sarang pada pohon dengan ketinggian 350±70.711 dibandingkan Kuntul Kerbau 225±43.301, selain itu Pecuk Hitam memilih pohon yang memiliki diameter batang utama dengan kisaran 7.5±8.485

(33)

21

sedangkan Kuntul Kerbau dengan diameter kisaran 12.5±10.137. Pecuk Hitam meletakkan sarang pada diameter cabang penyangga sekitar 5.75±0.354 sedangkan Kuntul Kerbau dengan diameter cabang penyangga sekitar 6.625±4.840. Sementara Jarak sarang ke puncak kanopi Pecuk Hitam lebih tinggi yaitu 350±70.711 dibandingkan Kuntul Kerbau. Pecuk Hitam meletakkan sarang dengan cabang penyangga berjumlah 6.5±2.121 sementara Kuntul Kerbau meletakkan sarang dengan cabang penyangga berkisar 42.75±34.974.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang ditelah dilakukan tentang seleksi makanan dan habitat Pecuk Hitam dan Kuntul Kerbau dikawasan hutan mangrove, maka disarankan:

- Untuk para peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian mengenai tingkat keberhasilan berbiak antara burung Pecuk Hitam dan Kuntul Kerbau.

- Agar instasi terkait melakukan konservasi kawasan ini, serta melakukan pengelolaan yang baik terhadap kawasan hutan mangrove Desa Tanjung Rejo, yang sangat potensial sebagai habitat dan tempat mencari makan berbagai jenis burung air, serta pengembangan kawasan ekowisata.

(34)

22

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS, Mulyani YA, Priyono A, Mustari AH, Sinarojo DA, Ismail. 1990.

Ekologi dan Konservasi Burung Wader Migran di Pulau Jawa. Bogor:

Fakultas Kehutanan IPB.

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Arms, K. dan P.S. Camp. 1979. Biology. Edisi ke-4. Saunders College. Philadelpia.

Bhushan, B, G. Fry, A. Hibi, T. Mundkur, D.M. Prawiradilaga, K. Sonobe and S. Usui.

1993. A Field Guide to the Waterbirds of Asia. Kodansha International, Tokyo.

New York. London.

BPS, 2014. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, Edisi 32, September 2014, Medan : BPS Deli Serdang.

Burger J, Niles L, Clark KE. 1996. Importance of Beach, Mudflat and marsh Habitats To Migrant Shorebirds on Delawere Bay. Biological Concervation.

Dewi, T. S. 2005. Kajian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Lanskap Hutan Tanaman Pinus (Studi Kasus: Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu).

(Skripsi). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Grzimek, B. 1972. Animal Life Encyclopedia. Vol 7. Van Nostrand Reinhold Company. New York.

Holmes, D. dan W. M. Rombang. 2001. Daerah Penting bagi Burung: Sumatera.

PKA/BirdLife. Wetland International-Indonesia Programme. Bogor.

Ismanto. 1990. Populasi dan Habitat Burung Merandai di Rawa Jombor Jawa Tengah [Laporan Penelitian]. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM.

Johnsgard, P. A. 1993. Cormorants, Darters, and Pelicans of the World. Smithsonian Institut Press, Washington and London.

Jumilawaty, E. 2002. Morfometri dan kompetisi Intrespesifik Antara Pecuk Hitam (Phalacrocorax sulcirostris) dan Pecuk Kecil (Phalacrocorax niger) di Koloni Utara dan Barat Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Institut Pertanian Bogor; Bogor. [Tesis].

Jumilawaty, E., Mardiastuti., Prasetyo, L., Mulyani, Y. A. 2011. Keanekaragaman Burung Air di Bagan Percut, Deli Serdang Sumatera Utara. 6(13). Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Koffiberg, K and M. R. Van Eerden. 1995. Sexual Dimorphisme in the Cormorant Phalacrocorax carbo sulcirostris: Posible Implication For Differences in Structural Size.

Mardiastuti, A. 1992. Habitat and Nest-Site Characteristic of Waterbirds in Pulau Rambut Nature Reserve, Jakarta Bay, Indonesia. Unpublished PhD Dissertation. Michigan State University.

Mardiastuti, A. 1993. Breeding Season of Wterbirds in Pulau Rambut, Media Konservasi III (2).

(35)

23

Masy’ud, B. 1989. Memperbaiki Habitat Satwaliar. Media Konservasi II (3).

Mckilligan, N. 2005. Herons, Egrets and Bitterns their Biology and Conservation In Australia. CSIRO Publishing. Australia.

MacKinnon J, Phillips K, van Balen B. 1993. Burung-burung di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Bogor: Puslitbang Biologi LIPI.

Odum, E. P. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Peterson, R. T. 1980. Pustaka Life. Tiara Pustaka. Jakarta.

Pettingill, O. S. Jr. 1969. Ornithology in Laboratory and Field. Burgess Publishing Company. Minneapolis.

Powell, G.V.N. 1986. Habitat use by wading birds in a subtropical estuary:

Implication of Hydrography.

Rukmi, D. S. 2002. Perilaku dan kompetisi Interspesifik Kuntul Besar (Egretta alba Linnaeus 1766) dan Cangak Merah (Ardea purpurea Linnaeus 1766) di Suaka Margasatwa Pulau Rambut Jakarta. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Rusila, Y. N. 1994. Mangrove Indonesia, Pelabuhan Bagi Keanekaragaman Hayati:

Evaluasi Keberadaannya Saat Ini. Asian Wetland Bureau. Bogor.

Sibuea, T.Th, Y. Rusila-Noor, M.J. Silvius, dan A. Susmianto. 1995. Burung Bangau, Pelatuk Besi dan Paruh Sendok di Indonesia. Panduan untuk Jaringan Kerja. Jakarta: PHPA & Wetlands International-Indonesia Programme.

Soemarwoto. 1991. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan Djambatan.

Jakarta.

Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Penerbit Universitas Andalas.

Sujatnika, M. J. Crosby, P. Jepson, T. R. Soehartono, dan A. Mardiastuti. 1995.

Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia: Pendekatan Daerah Burung Endemik (DEB). PHDA/Bird Life Internasional-Indonesia Programme Jakarta.

Syafrudin, D. 2011. Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di Tambling Wildlife Nature Conservation (Twnc), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung. (Skripsi). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tanudimadja, K. dan S. Kusumamihardja. 1985. Perilaku Hewan Ternak. Diktat Kuliah Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran IPB. Bogor.

Welty, J. C. 1982. The Life of Bird. Saunders College Publishing, Philadelphia.

Wisnubudi, G. 2009. Penggunaan strata vegetasi oleh burung di kawasan wisata Taman Nasioanal Gunung Halimun-Salak. Visi Vitalis 2 (2).

(36)

24

LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto-foto Lokasi dan Objek Penelitian

(37)

25

Lampiran 2. Peta Lokasi

Gambar

Gambar 1. Phalacrocorax sulcirostris
Gambar 2. Bubulcus ibis

Referensi

Dokumen terkait

3) Ende Tumba/Embas , lagu-lagu yang dinyanyiakan orang muda sebagai iringan untuk tari tumba atau embas, menari sambil membuat lingkaran di halaman kampung (halaman ni huta)

Dengan pengembangan permainan edukatif ini anak-anak dapat menghafal rumus kosa kata bahasa arab dalam ilmu shorof dengan cara bermain menggunakan aplikasi permainan ini tanpa

Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah kelompok warga atau keluarga binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang telah dibina melalui proses kegiatan

Setiap bentuk latihan untuk keterampilan teknik, taktik, fisik dan mental sekalipun harus berpedoman pada prinsip beban lebih. Kalau beban latihan terlalu

Dari hasil simulasi perhitungan persen refleksi cahaya oleh permukaan sel surya silikon yang diberi lapisan anti refleksi ZnO dapat disimpulkan bahwa persen refleksi

• Masalah: kerjasama, koordinasi, infrastruktur TIK, resource sharing dan open access secara nasional untuk membangun repositori koleksi nasional1. Perpustakaan

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dan untuk meningkatkan keberhasilan Analisa dan Perancangan Sistem Informasi Pengolahan Data Pegawai Pada Kantor

Kepemimpinan kepala sekolah setelah dijadikan salah satu sekolah negeri dijabat oleh beberapa orang yang memiliki dedikasi dan cinta yang besar terhadap pendidikan, serta memiliki