• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SIFAT KOLOID MADU TERHADAP PENGOLAHAN MADU KOMERSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH SIFAT KOLOID MADU TERHADAP PENGOLAHAN MADU KOMERSIAL"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SIFAT KOLOID MADU TERHADAP PENGOLAHAN MADU KOMERSIAL

Laporan Penelitian Studi Ekskursi

Disusun oleh :

Kelompok Kimia XI MIPA 7

SMA Katolik St. Louis 1

Jalan M. Jasin Polisi Istimewa 7 Surabaya Telp 031-5676522, 5677494, 5681758

Fax: (031)5686494

Email: smakstlouis@gmail.com www.smakstlouis1.sch.id Tahun Ajaran 2021 / 2022

(2)

i

PENGARUH SIFAT KOLOID MADU TERHADAP PENGOLAHAN MADU KOMERSIAL

Laporan Penelitian Studi Ekskursi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Nilai Kognitif dan Psikomotor Mata Pelajaran Kimia dan Bahasa Indonesia Kelas XI

SMA Katolik St. Louis 1 Surabaya

Disusun oleh : Kelompok Kimia XI MIPA 7

SMA Katolik St. Louis 1

Jalan M. Jasin Polisi Istimewa 7 Surabaya Telp 031-5676522, 5677494, 5681758

Fax: (031)5686494 Email: smakstlouis@gmail.com

Tahun Ajaran 2021 / 2022

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Studi Ekskursi berjudul “Pengaruh Sifat Koloid Madu Terhadap Pengolahan Madu Komersial” yang disusun oleh:

1. Chelsea Florenza Horyono XI MIPA 7 / 03 2. Guinevere Louisa Santoso XI MIPA 7 / 11 3. Hanjaya Manggala Saputra XI MIPA 7 / 12 4. Leonardus Abyasa Harimurti XI MIPA 7 / 20 5. Louise Vennesia Aristha Prajugo XI MIPA 7 / 21 6. Matthew Ardian Sugiarto XI MIPA 7 / 25 7. Odelia Denise Mintarja XI MIPA 7 / 31

8. Tiffany Pinoto XI MIPA 7 / 35

9. Vanya Patia Vinauli Gultom XI MIPA 7 / 36

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan bimbingan-Nya penulis mampu menyelesaikan laporan studi ekskursi yang berjudul

“Pengaruh Sifat Koloid Madu terhadap Pengolahan Madu Komersial” dengan baik dan tepat waktu. Laporan yang berjudul “Pengaruh Sifat Koloid Madu terhadap Pengolahan Madu Komersial” penulis susun berdasarkan informasi yang penulis dapatkan, baik dari pihak narasumber, Peternakan Madu Rimba Raya, maupun melalui berbagai kajian literatur.

Adapun tujuan dari penulisan laporan studi ekskursi ini adalah untuk mempelajari pengaruh koloid dalam proses pembuatan madu di Peternakan Madu Rimba Raya. Laporan ini juga dibuat dengan tujuan memenuhi dua nilai penilaian, yaitu mata pelajaran Kimia dan Bahasa Indonesia. Selain itu, penulis juga berharap agar laporan ini dapat menambah wawasan mengenai penerapan koloid dalam kehidupan sehari-hari.

Laporan ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dra. Sri Wahjoeni Hadi S., selaku Kepala SMA Katolik St. Louis 1 Surabaya;

2. MG. Ika Yuliastuti, S.Pd., selaku guru pembimbing bidang studi Bahasa Indonesia;

3. Dra. Maria Viciati, MM., selaku guru pembimbing bidang studi Kimia;

4. Benedicta Vredeswinda Putri Kinanti Winoto, S.Pd., selaku guru pembimbing bidang studi Bahasa Inggris;

5. Drs. Christianus Tavip Yudianto, selaku wali kelas XI MIPA 7;

6. Peternakan Madu Rimba Raya, selaku narasumber penelitian;

7. Maria Anita Kurniyasih, S.Si., selaku ketua panitia studi ekskursi.

Apabila ada kesalahan dalam penulisan laporan ini, penulis mengucapkan permohonan maaf sebesar-besarnya. Demi kemajuan penulis, penulis juga mengharapkan

(5)

iv adanya masukan berupa kritik atau saran yang membangun.

Surabaya, 16 Februari 2022

Penulis

(6)

v

THE EFFECT OF HONEY COLLOID PROPERTIES ON COMMERCIAL HONEY PROCESSING

Sugiarto, M. A., Mintarja, O. D., Gultom, V. P. V, et al.

ABSTRACT

Honey is a thick liquid produced by bees as a food source. Honey is produced from nectar which is processed to remove the water it contains, so honey consists mostly of the monosaccharide sugars fructose and glucose.

This study was conducted to determine the effect of honey’s colloidal properties on the commercial processing of honey. The process of honey production and commercial processing was observed at Rimba Raya Honey Farm, Lawang, East Java.

It was found that Rimba Raya Honey Farm utilized traditional techniques, thus avoiding much chemical manipulation of honey. However, some applications of colloidal properties were still found. Applications of honey’s properties were found during the use of vacuum evaporators to reduce honey water content, as well as in refractometers to determine honey’s water content. The former utilized pressure to reduce water’s boiling point before boiling it.

The latter determined honey water content by measuring its index of refraction.

Rimba Raya Honey Farm uses honey’s properties to its advantage in vacuum evaporators, as well as in measuring its water content.

Keywords: honey, colloid, dispersion, production, vacuum evaporation, refractometry

(7)

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan ... 2

D. Manfaat ... 2

E. Hipotesis ... 3

BAB II Kajian Pustaka ... 4

A. Lebah Madu ... 4

B. Madu ... 5

C. Kandungan Madu ... 7

1. Gula ... 7

2. Protein ... 7

3. Asam Organik ... 8

4. Vitamin ... 8

5. Mineral ... 8

6. Senyawa Organik Volatil (VOC) ... 8

D. Proses Pembentukan Madu oleh Lebah Madu ... 9

(8)

vii

BAB III Metodologi Penelitian ... 10

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

B. Metode Penelitian ... 10

C. Teknis Analisis Data ... 10

D. Langkah-langkah Observasi ... 10

E. Prosedur Penelitian ... 11

1. Tahap Persiapan ... 11

2. Tahap Pelaksanaan ... 11

BAB IV Pembahasan Penelitian ... 12

A. Peternakan Madu Rimba Raya ... 12

B. Proses Produksi Madu Di Peternakan Madu Rimba Raya ... 12

1. Ternak Lebah Madu ... 12

2. Ekstraksi Madu Dari Sarang Lebah ... 13

3. Pengentalan Madu Opsional ... 14

4. Pengemasan Madu Untuk Penjualan ... 15

C. Aplikasi Sifat Koloid Pada Produksi Madu Di Peternakan Madu Rimba Raya ... 16

1. Pengentalan Madu Menggunakan Vacuum Evaporator ... 16

2. Refraktometer ... 17

BAB V Kesimpulan ... 19

REFERENCES ... 20

DAFTAR LAMPIRAN ... 22

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Papan kayu ternak lebah yang sudah di tempati ... 12

Gambar 2 : Smoker lebah ... 13

Gambar 3 : Separator madu ... 14

Gambar 4 : Refraktometer ... 15

Gambar 5 : Corong berkatup berisi madu ... 15

Gambar 6 : Alat Vacuum Evaporator ... 16

Gambar 7 : Interior Refraktometer ... 17

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kimia adalah ilmu tentang susunan, sifat, dan reaksi suatu unsur atau zat. Kimia mempelajari sifat-sifat unsur dan bahan agar manusia mampu mengerti dunia sekitar dengan lebih baik dan menggunakan pengertian ini untuk memajukan umat manusia (Kleinfelter et al, 1984). Dalam kimia, semua bahan di dunia dibagi menjadi tiga menurut komposisi dan sifatnya, yakni unsur, senyawa, dan campuran. Unsur adalah zat kimia paling sederhana, yang murni terdiri atas satu jenis atom. Senyawa adalah zat kimia yang terdiri dari dua atau lebih unsur yang terikat bersama dalam rasio tetap, sedangkan campuran adalah bahan atau materi yang tersusun atas dua atau lebih zat dengan komposisi tidak tetap dan masih memiliki sifat zat asalnya (Sastrohamidjojo, 2018).

Berdasarkan besar partikel dalam campuran, campuran dapat dibagi menjadi tiga, yaitu larutan, koloid, dan suspensi. Besar partikel zat terlarut dalam larutan lebih kecil daripada satu nanometer, besar partikel zat terlarut dalam koloid di antara satu dan seratus nanometer, dan besar partikel zat terlarut dalam suspensi lebih besar dari seratus nanometer. Salah satu contoh koloid yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah madu (Bardy et al, 2008).

Madu merupakan campuran koloid yang dihasilkan oleh lebah madu (lebah dalam genus Apis, antara lain Apis mellifera dan Apis cerana) (Bardy et al, 2008).

Madu dihasilkan dari nektar yang diolah oleh lebah madu sehingga dapat dipergunakan sebagai sumber makanan ketika koloni lebah kekurangan makanan (da Silva et al, 2016). Hal ini karena kandungan gula yang dimiliki madu cukup

(11)

2 tinggi. Melihat potensi madu, manusia mulai mengambil madu dan menggunakannya dalam makanan. Manusia menciptakan peternakan madu untuk mempermudah pengumpulan madu. Peternakan ini menggunakan metode tertentu untuk memproduksi madu. Metode ini tentunya perlu memperhitungkan sifat-sifat madu, terutama sifatnya sebagai koloid.

Madu merupakan sumber karbohidrat dan gula yang sangat baik. Oleh sebab itu, manusia mendirikan peternakan madu untuk memudahkan pemanenannya. Dalam penelitian ini, teknik dan metode peternakan madu telah dianalisis. Observasi penelitian telah dilaksanakan di Peternakan Madu Rimba Raya. Hasil penelitian akan dijelaskan dalam laporan berikut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana proses pembuatan madu di Peternakan Madu Rimba Raya?

2. Bagaimana pengaitan sifat koloid dengan sifat madu? Bagaimana kaitannya dengan pengolahan madu di Peternakan Madu Rimba Raya?

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan proses pembuatan madu di Peternakan Madu Rimba Raya.

2. mendeskripsikan sifat-sifat madu yang ada di Peternakan Madu Rimba Raya dikaitkan dengan sifat-sifat koloid.

D. Manfaat

Penelitian bermanfaat agar:

1. metode ternak lebah madu untuk memperoleh madu dapat diketahui.

2. sifat-sifat madu sebagai koloid dapat diketahui.

(12)

3 E. Hipotesis

Proses pembuatan industri madu terdiri dari ternak madu, ekstraksi madu dari sarang lebah, penghilangan air dari madu, pemanasan dan pasteurisasi madu, dan pengemasan madu. Selain itu, sifat madu sebagai koloid mempengaruhi seluruh bagian dari proses pembuatan madu.

(13)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Lebah Madu

Menurut Ensiklopedia Britannica, lebah merupakan serangga bersayap yang berada dalam keluarga Apoidea, dalam klan Anthophila. Ada sekitar 20.000 spesies lebah. Lebah madu merupakan klasifikasi lebah yang mencakup tujuh spesies lebah dalam genus Apis. Lebah madu merupakan lebah yang mampu memproduksi dan menyimpan madu. Madu ini diproduksi dari nektar bunga yang dikumpulkan oleh lebah saat mencari makanan.

Lebah madu merupakan hewan yang hidup berkoloni. Sekitar 60 hingga 70 ribu lebah hidup dalam satu koloni lebah madu. Dalam tiap koloni, lebah dibagi menjadi kelompok yang masing-masing memiliki peran tertentu dalam kehidupan koloni. Ada satu ratu lebah yang memimpin koloni serta bertindak sebagai induk lebah, beberapa ribu lebah jantan yang mengawini ratu lebah untuk menghasilkan telur lebah, dan puluhan ribu lebah pekerja. Lebah pekerja dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, lebah perawat yang merawat ratu lebah dan anaknya. Kedua, lebah pencari yang bertugas mencari sumber makanan lebah, yaitu pollen dan nektar.

Ketiga, lebah pengumpul yang mengumpulkan makanan yang sudah ditemukan lebah pencari (Wagener-Holme et al, 1999).

Lebah madu memakan pollen dan nektar. Pollen atau serbuk sari adalah alat reproduksi tumbuhan berbunga yang berbentuk serbuk. Nektar atau sari bunga adalah cairan manis yang diproduksi oleh bunga untuk menarik kedatangan hewan penyerbuk. Pollen dan nektar ditemukan oleh lebah pencari, lalu dibawa ke koloni oleh lebah pengumpul. Lebah mengonsumsi pollen untuk memenuhi kebutuhan

(14)

5 protein dan lemak, sedangkan nektar dikonsumsi untuk air dan karbohidrat yang dikandungnya. Nektar juga diolah oleh lebah madu menjadi madu.

B. Madu

Madu merupakan cairan kental yang dihasilkan lebah sebagai sumber makanan. Madu dihasilkan dari nektar yang diolah untuk menghilangkan air yang dikandungnya sehingga madu sebagian besar terdiri atas gula monosakarida fruktosa dan glukosa. Madu digunakan lebah sebagai cadangan makanan koloni.

Madu memiliki karakteristik tertentu. Madu merupakan koloid, campuran heterogen yang terbentuk karena adanya dispersi suatu zat ke dalam zat lain. Madu merupakan cairan supersaturasi, karena kandungan gula madu lebih besar daripada jumlah gula yang dapat dilarutkan madu pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan gula yang berada dalam madu mengalami kristalisasi.

Viskositas madu bervariasi. Di atas titik leleh madu (40°C hingga 50°C) madu cair dan mudah dituang. Di bawah titik leleh madu, viskositas madu semakin tinggi, dan pada suhu sangat rendah madu seolah-olah mengalami pembekuan. Di antara titik -42°C hingga -51°C, madu akan mengalami pengacaan sehingga madu menjadi padatan.

Madu memiliki pH rata-rata 3.9, tetapi pH madu dapat menjadi setinggi 3.4 hingga 6.1 (National Honey Board, 2006). pH yang bervariasi ini disebabkan oleh perbedaan kandungan asam organik dan amino dalam madu. Asam-asam ini secara umum merupakan asam alifatik, dan mempengaruhi rasa madu.

Madu terdiri atas gula, enzim, asam amino, asam organik, karotenoid, mineral, dan aromatik (Da Silva et al, 2016). Menurut penelitian yang dilakukan Mahmoud dan Owayss Alqarni tahun 2012, madu juga kaya akan asam fenolat dan flavonoid. Kandungan madu mengalami perubahan seiring berjalannya waktu

(15)

6 karena madu mengandung senyawa organik volatil atau volatile organic compound (VOC). VOC menentukan rasa dan bau madu sehingga madu tua dan madu muda memiliki rasa dan aroma yang berbeda.

Madu tidak mengalami degradasi seiring berjalannya waktu karena kandungannya tidak mengalami pemecahan atau pembentukan senyawa yang tidak diinginkan. Akan tetapi, madu dapat mengalami perubahan rasa. Hal ini disebabkan kandungan VOC madu yang berubah-ubah. Semakin lama madu disimpan, madu akan mengalami perubahan warna dan rasa. Akan tetapi, perubahan warna dan rasa ini tidak akan berefek buruk terhadap kesehatan.

Ciri-ciri madu berubah ketika dipanaskan. Warna madu akan berubah menjadi lebih gelap karena adanya reaksi pemecahan volatile organic compound (Samira, 2016). Selain itu, pH madu akan berkurang dengan cepat. Kandungan glukosa dalam madu juga akan berkurang. Hal ini disebabkan reaksi degradasi glukosa membentuk senyawa 5-hidroksimetilfurfural (HMF). Senyawa HMF memiliki efek negatif terhadap kesehatan manusia, tetapi HMF dapat bereaksi membentuk senyawa 5-sulfoksimetilfurfural (SMF). SMF memiliki efek bermanfaat bagi tubuh manusia, yakni efek antioksidan, anti-alergi, dan antiinflamasi (Shapla et al, 2018).

C. Kandungan Madu 1. Gula

Gula merupakan kandungan utama madu. Sekitar 75% dari gula yang dikandung madu merupakan monosakarida, dengan 10-15% disakarida dan jumlah kecil polisakarida (Da Silva et al, 2016). Komposisi gula menentukan jumlah kalori yang dikandung madu, serta viskositas dan titik beku. Gula yang

(16)

7 ditemukan dalam madu antara lain fruktosa, glukosa, sukrosa, trehalosa, maltosa, dan maltotriosa (Fuente et al, 2011).

Kandungan gula dapat berubah dalam penyimpanan. Ketika madu disimpan dalam kondisi ruang, kandungan sukrosa, fruktosa, dan glukosa dapat berubah. Kandungan sukrosa akan berkurang, sedangkan kandungan fruktosa dan glukosa akan meningkat (Rybak-Chmielewska et al, 2007). Kandungan gula juga akan berubah jika madu mengalami pemanasan atau penyimpanan jangka panjang. Hal tersebut akan menyebabkan terbentuknya furan yang tidak diinginkan yang akan merusak rasa madu.

2. Protein

Kandungan protein dalam madu di antara 0.1% hingga 3.3% total kandungan dalam madu. Protein ini bersumber dari sekresi lebah madu dan pollen yang dimakan lebah madu. Protein ini berupa asam amino dan enzim.

Asam amino yang paling banyak dikandung oleh madu adalah prolin, tetapi madu juga mengandung asam glutamik, alanin, fenilalanin, dan tirosin. Enzim yang dikandung dalam madu antara lain invertase, katalase, dan diastase.

3. Asam Organik

Madu memiliki pH rata-rata 3.9, tetapi pH madu dapat menjadi antara 3.4 hingga 6.1. pH yang bervariasi ini disebabkan oleh perbedaan kandungan asam organik dan amino dalam madu. Asam-asam ini secara umum merupakan asam alifatik, dan mempengaruhi rasa madu.

4. Vitamin

Madu mengandung vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin B kompleks yang ditemukan dalam madu terdiri atas vitamin B1, B2, B3, B5, B6, dan B9. Vitamin C ditemukan dalam madu yang baru dipanen, tetapi vitamin C

(17)

8 mudah mengalami oksidasi dan hilang. Kandungan vitamin dapat berkurang karena terjadinya filtrasi dalam proses pembuatan madu komersial.

5. Mineral

Kandungan mineral dalam madu di antara 0.04% hingga 0.2%. Madu mengandung mineral kalium, magnesium, kalsium, besi, fosfor, seng, dan tembaga, serta berbagai mineral lain yang penting untuk kesehatan tubuh manusia. Mineral yang ditemukan dalam konsentrasi terbanyak dalam madu adalah kalium, tetapi madu juga mengandung besi, mangan, dan kalsium dalam jumlah yang relevan untuk kesehatan. Mineral tidak mengalami degradasi atau pengurangan seiring jalannya waktu.

6. Senyawa Organik Volatil (VOC)

Rasa madu berasal dari kandungan VOC madu. VOC ini berasal dari beberapa faktor, antara lain lokasi geografis koloni, sumber makanan koloni, kesehatan lebah dan koloni, dan aditif perasa dari produsen. VOC yang mempengaruhi rasa antara lain adalah alkohol dan asam karboksilat.

D. Proses Pembentukan Madu oleh Lebah Madu

Sebagian besar spesies lebah tidak menghasilkan madu, tetapi yang melakukannya disebut lebah madu. Mereka pergi ke tengah bunga dan mengumpulkan nektar, cairan manis kaya dengan gula. Tumbuhan menghasilkan nektar untuk menarik hewan perantara penyerbukan, seperti lebah, dan nektar ini merupakan sumber makanan utama bagi lebah.

Langkah pertama dalam produksi madu bergantung pada lebah pengumpul yang mengumpulkan nektar dari tanaman. Lebah madu mengumpulkan nektar di perut madu mereka, yang mengandung enzim pencernaan atau invertase. Enzim ini memecah molekul gula nektar (memecah sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa).

(18)

9 Setelah kembali ke sarang, lebah pengumpul kemudian memuntahkan nektar ke dalam sel-sel sarang lebah. Nektar dikirim ke salah satu lebah dalam ruangan dan kemudian diteruskan dari mulut ke mulut dari lebah ke lebah sampai kadar airnya berkurang dari sekitar 70% menjadi 20%. Madu sekitar 75% lebih tebal dari nektar, jadi banyak air yang perlu dihilangkan. Terkadang nektar disimpan sekaligus dalam sel di sarang lebah sebelum diteruskan dari mulut ke mulut lebah karena beberapa penguapan disebabkan oleh suhu 32,5 °C di dalam sarang. Dibutuhkan banyak lebah untuk mengumpulkan nektar untuk mengisi sel. Setelah sel penuh, sekelompok lebah akan mengipasinya untuk membantu menguapkan air dan membuat campuran lebih pekat. Ketika konsentrasi madu sudah cukup, lebah akan menutup sel tempat madu diproduksi.

(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Selasa, 15 Februari 2022 pukul 08:50 WIB di Peternakan Madu Rimba Raya.

B. Metode Penelitian

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah sebagai berikut.

1. Studi pustaka, yaitu dengan mengadakan kajian pustaka terhadap berbagai buku referensi yang berkaitan dengan materi yang dibahas dalam penelitian ini.

2. Observasi, yaitu dengan mengamati proses pembuatan dan pengolahan madu di Peternakan Madu Rimba Raya.

3. Wawancara, yaitu dengan mengutarakan beberapa pertanyaan kepada petugas pabrik di Peternakan Madu Rimba Raya.

C. Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian ini adalah menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu metode analisis melalui wawancara dan observasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan.

D. Langkah-langkah Observasi

Setelah tahap persiapan selesai, maka dilakukan pengambilan data dengan langkah sebagai berikut.

1. Mengumpulkan data dari sumber pustaka seperti buku, artikel dalam jurnal saintifik, dan penelitian-penelitian sebelumnya.

2. Melakukan kunjungan ke sebuah peternakan madu, Peternakan Madu Rimba Raya, yang berlokasi di Jalan Dr. Wahidin Nomor 8, Kecamatan Lawang, Malang, Jawa Timur, untuk melakukan observasi lapangan.

(20)

E. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

No Kegiatan Waktu

1. Penulisan Proposal 28 Januari 2022

2. Konsultasi Guru Bahasa Indonesia 2 Februari 2022

3. Revisi Proposal 3 Februari 2022

4. Konsultasi Guru Mata Pelajaran Kimia 4 Februari 2022

5. Revisi Proposal 5 Februari 2022

6. Konsultasi Guru Bahasa Indonesia 9 Februari 2022

7. Revisi Proposal 10 Februari 2022

8. Konsultasi Guru Bahasa Indonesia 11 Februari 2022 9. Konsultasi Guru Mata Pelajaran Kimia 14 Februari 2022 10. Pengumpulan Proposal 14 Februari 2022

2. Tahap Pelaksanaan

No Kegiatan Waktu

1 Persiapan Penelitian 28 Januari - 14 Februari 2022 2 Pengumpulan Data Sumber 15 Februari 2022

3 Analisis Data 15 Februari 2022

4. Penyusunan Laporan 16 Februari 2022

11

(21)

BAB IV

PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Peternakan Madu Rimba Raya

Peternakan Madu Rimba Raya yang berlokasi di Malang, Jawa Timur didirikan tahun 1990an untuk melakukan ternak lebah dan produksi madu. Peternakan Madu Rimba Raya fokus pada produksi madu murni yang tidak diberi tambahan bahan kimia lain. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan lokal untuk madu murni yang sangat tinggi.

Peternakan Madu Rimba Raya pada awalnya menggunakan teknik tradisional.

Selanjutnya, untuk mempercepat produksi, peternakan memilih beralih ke teknik modern yang tidak menggunakan penambahan bahan kimia. Agar madu tetap bersih dan dapat dikonsumsi walaupun tidak ditambah bahan kimia, selalu dijaga kebersihan setiap hari saat produksi.

B. Proses Produksi Madu Di Peternakan Madu Rimba Raya

Dalam penelitian di Peternakan Madu Rimba Raya, ditemukan bahwa proses pembuatan madu di Peternakan Madu Rimba Raya terdiri atas empat langkah, dengan salah satu dari langkah tersebut bersifat opsional. Langkah-langkah yang bersifat wajib yaitu ternak lebah madu, ekstraksi madu dari sarang lebah, dan pengemasan madu untuk penjualan. Sedangkan, langkah opsional yaitu pengentalan madu yang dilakukan atas permintaan pembeli luar-kota.

(22)

13 1. Ternak Lebah Madu

Gambar 1 - Papan kayu ternak lebah yang sudah ditempati.

Ternak lebah madu dilakukan dengan menggunakan papan kayu. Papan kayu akan diberi dasar sarang lebah yang terbuat dari lilin. Selanjutnya, lebah akan dikenalkan dengan papan kayu tersebut agar lebah menggunakan papan kayu sebagai hunian. Dasar sarang lebah akan dibangun menjadi sarang lebah yang sebenarnya oleh lebah. Setelah lebah menempati papan kayu, lebah akan mulai menghasilkan madu. Akan tetapi, madu tidak langsung dipanen. Madu perlu dimatangkan di dalam sarang lebah selama sekitar dua minggu agar kualitas madu maksimal. Apabila madu dipanen sebelum itu, kualitas madu tidak optimal karena kandungan air di dalam madu terlalu tinggi.

(23)

14 2. Ekstraksi Madu Dari Sarang Lebah

Gambar 2 - Smoker lebah.

Setelah madu mengalami proses pematangan dalam sarang selama sekitar dua minggu, madu dapat dipanen. Proses pemanenan diawali dengan pengusiran sementara lebah dari papan kayu yang menjadi sarang lebah. Proses ini menggunakan alat yang disebut smoker atau pengasap. Terdiri atas tabung tempat menaruh bahan bakar, corong asap, dan puputan untuk mengeluarkan asap, smoker berfungsi untuk menghembuskan asap ke sarang lebah. Asap akan menyebabkan lebah takut dan pergi dari sarang lebah. Sarang lebah lalu dapat dipindahkan.

(24)

15 Gambar 3 - Separator madu.

Sarang lebah yang lebahnya sudah diusir lalu dapat dipindahkan ke separator madu. Separator berfungsi untuk mengeluarkan madu dari sarang lebah.

Separator madu merupakan tabung besi yang terdiri atas tempat meletakkan sarang lebah, sebuah pegangan untuk memutar sarang lebah dengan cepat, dan sebuah keran untuk mengambil madu dari dasar tabung besi. Dalam ekstraksi, sarang lebah akan diletakkan pada tempatnya dan diputar menggunakan pegangan. Madu dalam sarang lebah akan terlempar keluar dan menempel pada dinding separator madu. Selanjutnya, madu akan mengumpul di dasar separator dan dapat diambil menggunakan keran di dasar separator.

3. Pengentalan Madu Opsional

Pembeli luar kota dapat meminta madu yang mereka beli dikentalkan. Hal ini dilakukan menggunakan vacuum evaporator yang menguapkan air dalam madu. Dengan penguapan air, kadar air dalam madu berkurang sehingga madu menjadi lebih kental. Madu dimasukkan ke dalam suatu wadah dan mesin akan dijalankan. Setelah empat jam di dalam mesin, kadar air berkurang dari sekitar

(25)

16 27% ke sekitar 20%. Mesin mampu mengolah sekitar 90 kilogram madu dalam sekali penggunaan.

Gambar 4 - Refraktometer

Untuk menguji kadar air madu, digunakan alat yang disebut refraktometer.

Refraktometer berbentuk seperti senter, dengan tempat memasukkan sampel pada satu ujung dan tempat membaca kadar air di ujung satunya. Sampel diletakkan pada bagian biru, lalu kadar air dapat dibaca di ujung yang terbuka.

4. Pengemasan Madu Untuk Penjualan

Gambar 5 - Corong berkatup berisi madu.

Setelah madu diekstraksi dari sarang lebah, madu langsung dikemas. Kemasan berupa botol kaca dengan volume 600 mililiter. Penuangan madu ke dalam botol kaca menggunakan corong berkatup sehingga aliran madu dapat dikontrol. Selanjutnya, botol kaca ditutup menggunakan alat penutup botol.

Botol kaca yang berisi madu lalu dijual.

(26)

17

( )

C. Aplikasi Sifat Koloid Pada Produksi Madu Di Peternakan Madu Rimba Raya 1. Pengentalan Madu Menggunakan Vacuum Evaporator

Gambar 6 - Alat Vacuum Evaporator

Pengentalan madu dilakukan dengan alat yang disebut vacuum evaporator.

Vacuum evaporator memanfaatkan prinsip yang ditemukan Clausius dan Clapeyron, yaitu apabila tekanan dalam suatu wadah dinaikkan, titik didih cairan dalam wadah tersebut akan mengalami penurunan atau pengecilan untuk mendidihkan madu pada suhu rendah. Hal ini diperlukan karena apabila madu mengalami kondisi di mana suhunya lebih tinggi dari 50°C, kualitas madu akan menurun. Prinsip ini dirumuskan menjadi persamaan Clausius-Clapeyron sebagai berikut.

𝑇 =

1

𝐵 𝑇

𝑃 −1

𝑃 0

∆𝐻 𝑣𝑎𝑝

Dengan

𝑇 adalah titik didih cairan pada tekanan tertentu,

𝐵

𝑅 adalah konstanta ideal gas, 𝑃 merupakan tekanan uap,

𝑃 merupakan tekanan yang titik didihnya (𝑇 -nya) sudah diketahui,

0 0

∆𝐻 merupakan entalpi penguapan cairan, dan 𝑇 adalah titik didih pada 𝑃 . 𝑣𝑎𝑝

0 0

Cara kerja vacuum evaporator mengurangi kandungan air dalam madu sebagai berikut. Pada awal, madu perlu dimasukkan ke dalam vacuum evaporator.

𝑅

0

(27)

18 Lalu, vacuum evaporator mulai bekerja. Pertama, vacuum evaporator mengadakan vakum dalam wadah. Vacuum evaporator lalu menambah tekanan dalam wadah, sehingga titik didih cairan berkurang. Selanjutnya, vacuum evaporator mengalirkan uap air yang bersuhu sekitar 40°C ke dalam wadah.

Karena tekanan bertambah, titik didih air dalam madu berkurang sehingga 40°C mampu mendidihkan madu dan menyebabkan air menguap. Air dalam madu akan menguap, tetapi suhu madu tidak akan terlalu tinggi sehingga kandungan molekul madu tidak akan terganggu dan rusak.

2. Refraktometer

Gambar 7 - Interior Refraktometer

Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar zat terlarut dalam larutan. Refraktometer digunakan dalam pengolahan madu untuk mengukur kadar air dalam madu, sehingga dapat menentukan ketika madu siap untuk dipasarkan. Refraktometer menggunakan indeks refraksi suatu campuran untuk menentukan kadar suatu senyawa dalam campuran tersebut.

Refraksi terjadi karena kecepatan cahaya melambat ketika ia melewati medium lain. Ketika cahaya melewati madu, partikel terdispersi dalam madu akan menyebabkan kecepatan cahaya melambat. Semakin banyak partikel terdispersi

(28)

19 dalam suatu campuran, semakin lambat kecepatan cahaya melewati campuran tersebut. Kecepatan cahaya melewati suatu bahan atau campuran disebut indeks refraksi.

Refraktometer mengukur refraksi cahaya dalam campuran transparan untuk menemukan indeks refraksi dasar. Selanjutnya, refraktometer mengukur refraksi cahaya sampel campuran yang akan dianalisis. Dari pengukuran sampel, diperoleh indeks refraksi sampel. Indeks refraksi akan dipergunakan untuk menemukan kadar air yang akan ditunjukkan.

(29)

BAB V KESIMPULAN

Proses pembuatan madu di Peternakan Madu Rimba Raya terdiri dari 4 tahapan, yaitu ternak lebah madu, ekstraksi madu dari sarang lebah, pengentalan madu, dan pengemasan madu untuk penjualan. Ternak lebah madu dilakukan dengan menggunakan papan kayu yang diberi dasar sarang lebah. Selanjutnya, lebah yang ditempatkan pada sarang tersebut akan memproduksi madu. Madu harus dibiarkan matang selama dua minggu sehingga kandungan air pada madu rendah dan kualitas madu maksimal. Proses pemanenan diawali dengan pengusiran sementara lebah dari papan kayu yang menjadi sarang lebah menggunakan smoker atau pengasap. Asap akan menyebabkan lebah takut dan pergi dari sarang lebah. Sarang lebah yang lebahnya sudah diusir lalu dapat dipindahkan ke separator madu untuk mengeluarkan madu dari sarang lebah. Pengentalan madu dilakukan jika kadar air pada madu masih tinggi atau terdapat permintaan khusus dari pelanggan di luar kota. Hal ini dilakukan menggunakan vacuum evaporator yang menguapkan air dalam madu. Sifat koloid pada madu berdampak dalam proses ini. Dengan penguapan air, kadar air berkurang dari sekitar 27% ke sekitar 20% sehingga madu lebih kental. Pengukuran kadar air dilakukan menggunakan refraktometer. Refraktometer menggunakan sifat madu yang mengandung partikel terdispersi untuk mengukur kadar air.

Madu dikemas dalam botol kaca dengan volume 600 mililiter. Penuangan madu ke dalam botol kaca menggunakan corong berkatup sehingga aliran madu dapat dikontrol.

Selanjutnya, botol kaca ditutup menggunakan alat penutup botol dan madu siap dijual.

(30)

21

REFERENCES

Anonymous. How bees make honey. Australia honey bee industry council. Retrieved from https://honeybee.org.au/education/wonderful-world-of-honey/how-bees-make-hone y/

Ball, D.W. (2007). The chemical composition of honey. Journal of chemical education, 84(10), 1643. Retrieved from https://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/ed084p1643 Bardy, J., Slevin, N. J., Mais, K. L., & Molassiotis, A. (2008). A systematic review of honey uses and its potential value within oncology care. Journal of clinical

nursing, 17(19), 2604-2623. Retrieved from

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1365-2702.2008.02304.x

Brunet, J. (2017, February 19). Blue sky science: How do bees make honey? Morgridge

institute for research. Retrieved from

https://morgridge.org/blue-sky/how-do-bees-make-honey/

Da Silva, P. M., Gauche, C., Gonzaga, L. V., Costa, A. C. O., & Fett, R. (2015). Honey:

Chemical composition, stability and authenticity. Food chemistry, 196, 309-323.

Retrieved from

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0308814615013941

Eteraf-Oskouei, T., Najafi, M. (2013). Traditional and modern uses of natural honey in human diseases: A review. Iran journal of basic medical science, 16(6), 731–742.

Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3758027/

Jahan, N, Islam, M. A., Alam, F., Gan, S. H., & Khalil, M. I. (2015). Prolonged heating of honey increases its antioxidant potential but decreases its antimicrobial activity.

African journals online, 12(4), 134-144. Retrieved from https://www.ajol.info/index.php/ajtcam/article/view/120273

(31)

22 Kresnoadi. (2017, December 28). Penggolongan materi secara kimia: Unsur, senyawa dan

campuran. Ruangguru. Retrieved from

https://www.ruangguru.com/blog/penggolongan-materi-secara-kimia

Nazaruddin, Hapsoh, Afrian. (2017). Perancangan vacuum evaporator penurun kadar air dalam madu kapasitas 50 liter. ResearchGate, 1, 1. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/320557605_Perancangan_Vacuum_Evap orator_Penurun_Kadar_Air_Dalam_Madu_Kapasitas_50_Liter

Nolan, V. C., Harrison, J., & Cox, J. A. G. (2019). Dissecting the antimicrobial composition of honey. Antibiotics, 8(4), 251. Retrieved from https://www.mdpi.com/2079-6382/8/4/251

Samarghandian, S., Farkhondeh, T., & Samini, F. (2017). Honey and health : A review of recent clinical research. Pharmacognosy res, 9(2), 121–127. Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5424551/

Samira, N. (2016). The effect of heat treatment on the quality of algerian honey.

Researcher, 8(9), 1-6. Retrieved from

http://www.sciencepub.net/researcher/research080916/01_31096rsj080916_1_6.pdf Shapla, U.M, Solayman, Md. Alam, N, Khalil, M.I., Gan, S.H. (2018).

5-Hydroxymethylfurfural (HMF) levels in honey and other food products: Effects on bees and human health. Chemistry central journal, 12(1). 35. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/324260445_5-Hydroxymethylfurfural_H MF_levels_in_honey_and_other_food_products_effects_on_bees_and_human_hea lth

(32)

23

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 - Foto di Peternakan Madu Rimba Jaya

Referensi

Dokumen terkait

Sebesar 56% produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di eks Karesidenan Surakarta pasarnya masih berkutat di tingkat lokal. Sementara yang mencapai tingkat regional 22%,

SDM merupakan faktor utama dalam pengawasan karena jika tidak ada SDM yang terjadi adalah tidak akan ada proses pengawasan. Permasalahan SDM di BPKP menjadikan salah satu

1) Kelayakan isi buku teks IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) Kelas V yang diterbitkan Yudhistira ditinjau dari aspek kesesuaian materi dengan Standar Kompetensi (SK)

Hasil perhitungan analisis regresi linear berganda dengan pengujian secara simultan diketahui bahwa variabel gaya kepemimpinan (X1) dan budaya organisasi (X2)

Berdasarkan Uji F terbukti bahwa secara simultan faktor kebudayaan, faktor sosial, faktor pribadi berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen dalam mengkonsumsi kopi

Alasan peneliti memilih sekolah PAUD Terpadu Aisyiyah Mawaddah Barabai, karena PAUD ini sudah berupaya untuk merancang kegiatan pembelajaran anak dari rumah atau sistem

Pakaian kerja, sepatu kerja, alat keselamatan kerja, digunakan dengan baik dan benar tetapi prosedur kerja tidak dilaksanakan dengan

KEPALA