USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA PEMINTALAN SABUT KELAPA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA UD. PUSAKA BAKTI
TUGAS SARJANA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Oleh
STEPHANIE SIRAIT 050403015
D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan. Syukur kepada
Tuhan sebagai sumber segala sesuatu sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Sarjana ini.
Kegiatan penelitian ini dilakukan di industri kecil menengah pembuatan
keset kaki dari sabut kelapa dengan nama UD. Pusaka Bakti yang beralamat di
Desa Telaga Sari No. 36 Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang –
Lubuk Pakam yang dijadikan sebagai salah satu dari beberapa syarat yang telah
ditentukan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik
Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul Tugas Sarjana ini adalah “Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja Pemintalan Sabut Kelapa Dengan Pendekatan Ergonomi pada UD. Pusaka Bakti”.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada Tugas
Sarjana ini, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari
pembaca untuk dapat menyempurnakan Tugas Sarjana ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tugas sarjana
ini bermanfaat bagi seluruh pembaca dan kita semua.
Medan, April 2010
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam melaksanakan Tugas Sarjana sampai dengan selesainya laporan ini,
banyak pihak yang telah membantu, maka pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Keluarga terkasih (Bapak, Mama, Adik Titak, Adik Rio dan Adik Kevin) yang
selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan dan
semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Dosen Pembimbing I
dan Ibu Ir. Anizar, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaannya
meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam penulisan laporan.
3. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT selaku ketua Departemen Teknik Industri USU
dan yang telah memberi motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Tugas Sarjana ini.
4. Ibu Ir. Nazlina, MT dan Bapak Ir. Mangara Tambunan, Msc yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini.
5. Pegawai Administrasi dan Perpustakaan Departemen Teknik Industri, Bang
Bowo, Kak Dina, Bang Mijo, Ibu Ani, kak Rahma dan Bang Kumis yang telah
membantu penulis dalam melakukan urusan administrasi dan proses pinjam
meminjam buku di departemen Teknik Industri USU.
6. Bang Andi yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam
7. Bapak Yatno serta karyawan UD. Pusaka Bakti yang telah memberikan izin
untuk mengadakan penelitian dan meluangkan waktu membimbing penulis
selama melaksanakan penelitian di usaha tersebut.
8. Abang Tommy Situngkir yang selalu mendoakan, memberi semangat dan
dorongan serta menemani penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas sarjana
ini dengan baik.
9. Teman-teman khususnya personel UD. Pusaka Bakti (Febrin, Melda dan Revi)
yang bersama-sama penulis menyelesaikan laporan ini.
10.Sahabat-sahabat khususnya Synthia dan Andre yang memberikan semangat
dan dukungan dalam penyelesaian laporan ini.
11.Teman-teman Super 05 TI khususnya Magdalena, Ian, Gagah, Adel, Doddy,
Synthia, Andre dan rekan-rekan angkatan 2006-2009 yang telah memberikan
dukungan kepada penulis dalam penyelesaian laporan ini.
Medan, April 2010
Hormat Saya,
ABSTRAK
UD. Pusaka Bakti merupakan industri kecil menengah yang bergerak dalam usaha pengolahan sabut kelapa menjadi keset kaki, serat cocofiber press, dan cocopeat. Proses produksi sebagian besar dilakukan secara manual dan sebagian lagi secara semi otomatis. Proses pengolahan sabut kelapa terdiri dari penguraian, , pemintalan, penjalinan dan pembingkaian. Fokus penelitian ini akan lebih ditujukan pada proses pemintalan sabut kelapa. Proses pemintalan selama ini dilakukan secara manual dengan menggunakan tiga operator dan dengan metoda kerja yang cenderung mengabaikan prinsip-prinsip kerja ergonomis. Operator memintal bekerja dengan kondisi berdiri sambil berjalan mundur ke belakang dan tangan memegang sabut kelapa yang diputar. Kegiatan ini dilakukan dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat menyebabkan tangan menjadi kepalan dan nyeri atau keram pada kaki. Begitu pula operator yang memutar mesin pemintal yang duduk di atas goni yang posisinya miring dan rendah sehingga menyebabkan kaki ditekuk sementara tangan kanan terus menerus memutar mesin pemintal. Sikap kerja yang tidak ergonomis ini dibuktikan dengan hasil pengolahan Standard Nordic Questionnaire (SNQ) yang mengidentifikasi terjadi keluhan muskuloskeletal mulai dari tingkat sangat sakit hingga agak sakit pada anggota tubuh tertentu pada operator pemintalan. Perbaikan metode kerja baru dengan pembagian elemen kegiatan antara operator dan perancangan fasilitas yang baru akan dapat mengurangi keluhan operator dan waktu proses pengerjaan.
Hasil penilaian postur kerja dengan Quick Exposure Check (QEC) menunjukkan bahwa terdapat beberapa elemen kerja dengan postur kerja yang tidak ergonomis. Peta pekerja dan mesin menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu pintalan sabut kelapa selama 142 detik pada kondisi aktual.. Berdasarkan peta pekerja dan mesin pada fasilitas kerja usulan waktu yang diperlukan untuk membuat satu pintalan sabut kelapa dibutuhkan waktu selama 80 detik. Hal ini menunjukkan terjadinya pengurangan waktu sebesar 62 detik atau penurunan sebesar 56 %. Metode kerja usulan juga menunjukkan adanya penurunan keluhan memintal sabut kelapa dari persentase skor 52 % menjadi 42%.
DAFTAR ISI
BAB Halaman
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ... i
SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
ABSTRAK ... xvi
I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1
1.2. Rumusan Permasalahan ... I-3
1.3. Tujuan Penelitian ... I-4
1.4. Manfaat Penelitian ... I-4
1.5. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-4
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB Halaman
II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha... II-1
2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-1
2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-1
2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-2
2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas... II-2
2.4. Proses Produksi ... II-3
2.4.1. Bahan Baku ... II-4
2.4.2. Bahan Tambahan ... II-4
2.4.3. Bahan Penolong ... II-4
2.4.4. Uraian Proses Produksi ... II-5
2.4.5. Mesin dan Peralatan Produksi ... II-10
III LANDASAN TEORI
3.1. Perancangan Stasiun Kerja ... III-1
3.2. Pendekatan Ergonomi dalam Perancangan Stasiun/Fasilitas Kerja .... III-3
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB Halaman
3.3.2. Langkah-Langkah Mengatasi Keluhan Muskuloskeletal ... III-7
3.4. Standard Nordic Questionnaire ... III-9
3.5. Postur Kerja ... III-9
3.6. Quick Exposure Check ...III-12 3.7. Antropometri ...III-15
3.8. Pengukuran Waktu dengan Stop Watch...III-17
IV METODOLOGI PENELITIAN...IV-1 4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian...IV-1
4.2. Jenis Penelitian ...IV-1
4.3. Objek Penelitian ...IV-2
4.4. Metoda Pengumpulan Data ...IV-2
4.5. Jenis Data ...IV-3
4.6. Instrumen Penelitian ...IV-4
4.7. Pengolahan Data...IV-5
4.8. Analisis Pemecahan Masalah ...IV-5
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB Halaman
V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... V-1 5.1. Data Elemen Kegiatan ... V-1
5.2. Waktu Siklus ... V-5
5.2.1. Uji Keseragaman Data ... V-6
5.2.2. Uji Kecukupan Data ... V-8
5.3. Perhitungan Waktu Standar ... V-8
5.3.1. Penentuan Waktu Normal ... V-8
5.3.2. Perhitungan Waktu Standar ... V-8
5.4. Man Machine Chart dan Gang Process Chart ... V-9 5.5. Data Keluhan Musculoskeletal... V-14 5.6. Penilaian Postur Kerja Kondisi Aktual... V-21
5.7. Dimensi Tubuh ... V-30
5.7.1. Uji Keseragaman Data ... V-32
5.7.2. Uji Kecukupan Data ... V-35
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB Halaman
VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1. Analisis Tingkat Keluhan Muskuloskeletal ... VI-1
6.2. Analisis Postur Kerja Kondisi Aktual ... VI-3
6.3. Analisis Fasilitas Kerja Aktual ... VI-5
6.4. Perancangan Fasilitas Kerja ... VI-5
6.4. Metode Kerja Baru ... VI-11
6.5. Analisis Postur Kerja Pada Fasilitas Kerja Usulan ... VI-15
6.6. Perbandingan Metode Kerja Aktual dan Metode Kerja Usulan ... VI-18
VII KESIMPULAN DAN SARAN ...VII-1 7.1. Kesimpulan ...VII-1
7.2. Saran ...VII-1
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 2.1. Jumlah Tenaga Kerja Tetap ... II-2
3.1. Pemilihan Sikap Kerja Terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda ... III-11
3.2. Penilaian Pekerja (Worker) QEC ... III-12 3.3. Penilaian Observer QEC ... III-13 5.1. Data Elemen Kegiatan Bagian Stasiun Pemintalan ... V-2
5.2. Waktu Pengamatan Selama 3 Hari... V-6
5.3. Allowance Operator ... V-9 5.4.Data Hasil Rekapitulasi Standard Nordic Questionnnaire ... V-16 5.5. Skor Postur Kerja Mengaitkan Sabut Kelapa ke Mesin Pemintal ... V-22
5.6. Nilai Level Tindakan QEC ... V-22
5.7. Skor Postur Kerja Mengaitkan Sabut Kelapa ke Mesin Pemintal ... V-22
5.8. . Nilai Level Tindakan QEC ... V-23
5.9. Skor Postur Kerja Memutar Mesin Pemintal ... V-23
5.10. Nilai Level Tindakan QEC ... V-24
5.11. Skor Postur Kerja Memintal Sabut Kelapa... V-24
5.12. Nilai Level Tindakan QEC ... V-25
5.13. Skor Postur Kerja Mengaitkan Sabut Kelapa ke Mesin Pemintal 2 ... V-25
5.14. Nilai Level Tindakan QEC ... V-25
DAFTAR TABEL (LANJUTAN)
Tabel Halaman 5.16. Nilai Level Tindakan QEC ... V-26
5.17. Skor Postur Kerja Memegang Pintalan Sabut Kelapa ... V-26
5.18. Nilai Level Tindakan QEC ... V-27
5.19. Skor Postur Kerja Menggulung Pintalan Sabut Kelapa Yang Selesai ... V-27
5.20. Nilai Level Tindakan QEC ... V-28
5.21. Skor Postur Kerja Meletakkan Pintalan Sabut Kelapa Jadi Pada
Tempat Tumpukannya ... V-28
5.22. Nilai Level Tindakan QEC ... V-29
5.23. Rekapitulasi Penilaian Level Tindakan QEC ... V-29
5.24. Data Antropometri Operator ... V-31
5.25.Data Antropometri Tambahan ... V-31
5.26.Uji Keseragaman Data Antropometri ... V-34
5.27.Uji Kecukupan Data Antropometri ... V-36
5.28.Uji Kenormalan Data dengan Chi-Square ... V-37 6.1. Penilaian Level Tindakan QEC ... VI-3
6.2. Memintal Sabut Kelapa ... VI-15
6.3. Nilai Level Tindakan QEC ... VI-16
6.2. Memasukkan sabut kelapa pada wadahnya ... VI-16
DAFTAR TABEL (LANJUTAN)
Tabel Halaman 6.2. Menggulung pintalan sabut kelapa ... VI-17
6.3. Nilai Level Tindakan QEC ... VI-18
6.4. Perbandingan Metoda Kerja Aktual dan Metoda Kerja Usulan ... VI-18
6.5. Perbandingan Kondisi Kerja Sebelum dan Sesudah Menggunakan
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 2.1. Struktur Organisasi UD. Pusaka Bakti ... II-2
2.2. Assembly Process Chart Pembuatan Keset Kaki dan Coco Fiber Press ...II-9 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian ... IV-7
5.1. Stasiun Pemintalan ... V-1
5.2. Uji Keseragaman Data ... V-7
5.3. Man Machine Chart ... V-10 5.4. Peta Regu Kerja ... V-11
5.5. Tata Letak Komponen Stasiun Pemintalan ... V-14
5.6. Dimensi Tubuh Untuk SNQ ... V-16
5. 7. Peta Tubuh Identifikasi Keluhan Musculoskeletal Operator 1 ... V-17 5. 8. Peta Tubuh Identifikasi Keluhan Musculoskeletal Operator 2 ... V-18 5. 9. Peta Tubuh Identifikasi Keluhan Musculoskeletal Operator 3 ... V-19 5. 10. Peta Kontrol Dimensi Lebar Pinggul ... V-34
6.1. Elemen Kegiatan Memutar Mesin Pemintal ... VI-4
6.2. Elemen Kegiatan Memintal Sabut Kelapa... VI-4
6.3. Mesin Pemintal Aktual ... VI-5
6.4. Mesin Pemintal Usulan ... VI-7
DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)
Gambar Halaman 6.6. Wadah Sabut Kelapa Usulan ... VI-9
6.7. Tampak Depan dan Tampak Samping Wadah Sabut Kelapa ... VI-9
6.8. Kursi Operator Usulan ... VI-10
6.9. Tampak Depan dan Tampak Samping Kursi Operator ... VI-10
6.10. Sarung tangan karet dan masker ... VI-11
6.11. (a) Operator Setelah Memakai Wadah , (b) Operator Sebelum
Memakai Wadah ... VI-12
6.12. Usulan Rancangan Area Kerja Operator ... VI-14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran L.1. Pemberian Penilaian Postur Kerja Aktual dengan Software QEC
L.19. Peta Kontrol Uji Keseragaman Data
ABSTRAK
UD. Pusaka Bakti merupakan industri kecil menengah yang bergerak dalam usaha pengolahan sabut kelapa menjadi keset kaki, serat cocofiber press, dan cocopeat. Proses produksi sebagian besar dilakukan secara manual dan sebagian lagi secara semi otomatis. Proses pengolahan sabut kelapa terdiri dari penguraian, , pemintalan, penjalinan dan pembingkaian. Fokus penelitian ini akan lebih ditujukan pada proses pemintalan sabut kelapa. Proses pemintalan selama ini dilakukan secara manual dengan menggunakan tiga operator dan dengan metoda kerja yang cenderung mengabaikan prinsip-prinsip kerja ergonomis. Operator memintal bekerja dengan kondisi berdiri sambil berjalan mundur ke belakang dan tangan memegang sabut kelapa yang diputar. Kegiatan ini dilakukan dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat menyebabkan tangan menjadi kepalan dan nyeri atau keram pada kaki. Begitu pula operator yang memutar mesin pemintal yang duduk di atas goni yang posisinya miring dan rendah sehingga menyebabkan kaki ditekuk sementara tangan kanan terus menerus memutar mesin pemintal. Sikap kerja yang tidak ergonomis ini dibuktikan dengan hasil pengolahan Standard Nordic Questionnaire (SNQ) yang mengidentifikasi terjadi keluhan muskuloskeletal mulai dari tingkat sangat sakit hingga agak sakit pada anggota tubuh tertentu pada operator pemintalan. Perbaikan metode kerja baru dengan pembagian elemen kegiatan antara operator dan perancangan fasilitas yang baru akan dapat mengurangi keluhan operator dan waktu proses pengerjaan.
Hasil penilaian postur kerja dengan Quick Exposure Check (QEC) menunjukkan bahwa terdapat beberapa elemen kerja dengan postur kerja yang tidak ergonomis. Peta pekerja dan mesin menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu pintalan sabut kelapa selama 142 detik pada kondisi aktual.. Berdasarkan peta pekerja dan mesin pada fasilitas kerja usulan waktu yang diperlukan untuk membuat satu pintalan sabut kelapa dibutuhkan waktu selama 80 detik. Hal ini menunjukkan terjadinya pengurangan waktu sebesar 62 detik atau penurunan sebesar 56 %. Metode kerja usulan juga menunjukkan adanya penurunan keluhan memintal sabut kelapa dari persentase skor 52 % menjadi 42%.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Indonesia sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis merupakan
negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2000, luas areal
tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3,76 juta Ha, dengan total produksi
diperkirakan sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang sebagian besar (95 persen)
merupakan perkebunan rakyat. Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting
baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya. Sabut kelapa merupakan
hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar
35 persen dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata
produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat
sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Secara tradisionil serat sabut
kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat
rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan
kesadaran konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa
dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan,
kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk
pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untuk dijadikan Coirfiber Sheet
yang digunakan untuk lapisan kursi mobil, Spring Bed dan lain-lain. Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah merupakan komoditi
1990. Indonesia walaupun merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia,
pangsa pasar serat sabut kelapa masih sangat kecil. Kecenderungan kebutuhan
dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan perkembangan jumlah dan
keragaman industri di Indonesia yang berpotensi dalam menggunakan serat sabut
kelapa sebagai bahan baku / bahan pembantu, merupakan potensi yang besar bagi
pengembangan industri pengolahan serat sabut kelapa. Hasil samping pengolahan
serat sabut kelapa berupa butiran-butiran gabus sabut kelapa, dikenal dengan
nama Cocopeat. Sifat fisika-kimianya yang dapat menahan kandungan air dan unsur kimia pupuk, serta dapat menetralkan keasaman tanah menjadikan hasil
samping ini mempunyai nilai ekonomi. Cocopeat digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman hortikultur dan media tanaman rumah kaca.
Di Sumatera Utara industri pengurai sabut kelapa pertama sekali
diusahakan oleh Bapak Yatno di Desa Telaga Sari Kecamatan Batang Kuis
Kabupaten Deli Serdang mulai sekitar tahun 1971 yang bernama UD. Pusaka
Bakti. UD. Pusaka Bakti merupakan industri kecil menengah yang bergerak dalam
pembuatan keset kaki dari bahan sabut kelapa.. Aktivitas kerja berlangsung secara
manual dan kurang memperhatikan faktor kenyamanan, kesehatan maupun
keselamatan kerja manusia. Proses pemintalan sabut kelapa dilakukan secara
manual dengan menggunakan tiga orang operator. Mesin pemintal yang
digunakan masih manual dan tidak memiliki kursi sehingga operator duduk pada
tumpukan goni yang dilapisi papan sehingga posisi tubuh miring dengan tangan
kanan memutar mesin pemintal. Dua orang operator lagi memintal sabut kelapa
sambil berjalan mundur ke belakang. Aktifitas pemintalan ini dilakukan secara
berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama sehingga menyebabkan keluhan
musculoskeletal pada operator seperti nyeri pada lengan bawah, sakit pada kaki akibat berdiri terlalu lama dan permukaan tangan operator yang mengalami
kepalan dan menipis. Selain itu, kegiatan ini menyebabkan antara operator saling
berebut untuk berganti pekerjaan dari memintal menjadi memutar mesin sehingga
diperlukan perbaikan fasilitas kerja dan metode kerja sehingga mengurangi
keluhan musculoskeletal dan meningkatkan produktivitas pemintalan sabut kelapa.
.
1.2.Rumusan Permasalahan
Rumusan masalah yang dapat diangkat berdasarkan latar belakang
permasalahan di atas adalah adanya keluhan musculoskeletal yang dialami operator akibat ketidaksesuaian fasilitas kerja dengan cara kerja yang dilakukan
operator sehingga diperlukan perbaikan rancangan fasilitas kerja untuk
mengurangi keluhan dan meningkatkan produktivitas.
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan laporan Tugas Sarjana ini
adalah mengurangi keluhan musculoskeletal yang dialami operator dengan merancang metode dan fasilitas kerja pemintalan sabut kelapa dengan pendekatan
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi keluhan muskuloskeletal yang dialami operator di stasiun pemintalan.
2. Menganalisa dan menilai serta mendapatkan skor dan level resiko postur
kerja aktual operator di stasiun pemintalan dengan menggunakan Quick Exposure Check (QEC).
3. Penentuan dimensi antropometri yang sesuai untuk melakukan perbaikan
rancangan fasilitas kerja.
4. Meningkatkan waktu siklus pemintalan sabut kelapa.
5. Perbaikan prosedur kerja di stasiun pemintalan.
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Bahan masukan bagi perusahaan dalam perbaikan alat pemintalan guna
meningkatkan produktivitas industri tersebut.
2. Peningkatan keterampilan peneliti untuk dapat menyelesaikan permasalahan
yang sebenarnya terjadi di lapangan melalui penerapan ilmu yang telah
didapatkan di bangku perkuliahan.
3. Mempererat kerjasama antara perusahaan / industri dengan Departeman Teknik
Industri serta memperluas pengenalan akan Departemen Teknik Industri
1.5.Batasan Masalah dan Asumsi
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Perbaikan rancangan dan prosedur kerja hanya dilakukan pada fasillitas kerja
pemintalan sabut kelapa di stasiun pemintalan tanpa dipengaruhi oleh
komponen sistem kerja lainnya.
2. Operator yang diteliti adalah operator bagian pemintalan.
3. Faktor lingkungan kerja tidak mempengaruhi hasil dari penelitian yang
dilakukan.
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Alat atau fasilitas kerja aktual yang digunakan selama penelitian dalam
keadaan normal dan tidak mengalami perubahan.
2. Proses produksi berlangsung secara normal dan tidak ada gangguan atau
perubahan urutan operasi yang mempengaruhi jalannya proses produksi.
3. Operator yang diteliti sudah mengerti dan paham akan tugasnya.
1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana
Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini adalah
sebagai berikut :
Bab I, menyajikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, ruang lingkup dan asumsi penelitian serta sistematika
Bab II, menggambarkan secara umum atribut perusahaan yang menjadi
objek studi diantaranyasejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, struktur
organisasi, uraian tugas dan tanggung jawab, tenaga kerja perusahaan, sistem
pengupahan yang berlaku di perusahaan, proses produksi, bahan yang digunakan,
jumlah dan spesifikasi produk, uraian proses produksi dan mesin serta peralatan
yang digunakan.
Bab III, menampilkan literatur yang melandasi dan mendukung penelitian
ini. Memberikan pemahaman singkat melalui penjelasan umum, uraian pengertian
dan teori.
Bab IV, menguraikan langkah-langkah penelitian yang merupakan
kerangka pemecahan masalah baik dalam mengumpulkan data ataupun dalam
menganalisis data yang diperoleh.
Bab V, mengidentifikasi data hasil penelitian yang diperoleh dari
perusahaan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan
sebagai dasar pemecahan masalah. Pengolahan data terdiri dari pengolahan SNQ,
penilaian postur kerja, uji kenormalan data antropometri, uji keseragaman data
antropometri, uji kecukupan data antropometri dan pembuatan peta manusia
mesin dan peta kelompok kerja.
Bab VI, menganalisis hasil pengolahan data dan pemecahan masalah yang
terdiri dari analisis tingkat keluhan muskuloskeletal, analisis postur kerja aktual,
analisis kondisi fasilitas kerja aktual, perancangan fasilitas kerja usulan, metoda
kerja baru, , membandingkan prosedur kerja aktual dan prosedur kerja usulan.
Bab VII, dalam bab ini berisikan kesimpulan yang dapat diambil oleh
penulis dari hasil penelitian ini serta rekomendasi saran-saran yang perlu bagi
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
Perusahaan UD. Pusaka Bakti merupakan usaha kecil menengah yang
bergerak dalam bidang pengolahan sabut kelapa. Usaha ini terletak di Desa Telaga
Sari Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang – Lubuk Pakam No.36.
Perusahaan ini didirikan sejak tahun 1971 oleh BapakYatno. Beliau adalah pendiri
sekaligus pemilik perusahaan ini hingga sekarang.
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha
Sampai saat ini UD. Pusaka Bakti memiliki 11 orang tenaga kerja dan
menghasilkan tiga jenis produk yaitu keset kaki dari bahan sabut kelapa, serat
press yaitu serat sabut kelapa hasil penguraian berupa cocofiber yang dipress dan
cocopeat yang juga merupakan hasil penguraian yang digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman.
2.3. Organisasi dan Manajemen
2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan
Perusahaan UD. Pusaka Bakti memiliki struktur organisasi lini dimana
pekerja langsung bertanggungjawab kepada pemimpin perusahaan yaitu
Pimpinan
Gambar 2.1. Struktur Organisasi UD. Pusaka Bakti
2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja
Tenaga kerja di UD. Pusaka Bakti berjumlah 11 orang. Dengan spesifikasi
pekerjaan sebagai berikut:
Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)
Pimpinan 1
Penguraian 4
Pemintalan 3
Penjalinan 2
Pembingkaian 1
Total 11
Sumber : hasil wawancara
Hari kerja di UD. Pusaka Bakti sebanyak enam hari kerja mulai dari hari
senin sampai dengan hari sabtu mulai pukul 08.00 WIB sampai 17.00 WIB.
2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas
Upah tenaga kerja dibayar dengan sistem harian khususnya pada bagian
penguraian dan sistem borongan pada bagian pemintalan, penjalinan dan
pembingkaian yang pembayarannya tergantung dari berapa jumlah produk yang
dihasilkan oleh masing-masing tenaga kerja setiap hari pada masing-masing
Besarnya upah yang diberikan untuk setiap produk yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
- Pada bagian pemintalan, pembuatan 1 kg babat dibayar sebesar Rp. 400,-,
1 kg anyam seharga Rp. 700,- dan 1 kg lusi seharga 1.200,-
- Pada bagian penjalian, pembuatan satu keset kaki ukuran kecil dibayar
sebesar Rp. 700,- dan keset ukuran besar seharga Rp. 1.000,-
- Pada bagian pembingkaian, untuk setiap pembingkaian keset kaki dibayar
sebesar Rp. 725,-
Karyawan memiliki tempat tinggal disekitar perusahaan tersebut sehingga
tidak memerlukan fasilitas penginapan dan sebagainya.
2.4. Proses Produksi
UD Pusaka Bakti memproduksi tiga jenis produk yaitu keset kaki,
cocofiber press, dan cocopeat.Proses produksi untuk ketiga jenis produk ini pada tahapan proses penguraian dan proses penjemuran melalui stasiun kerja yang
sama namun setelah proses penjemuran bahan baku dipindahkan ke stasiun
pemintalan untuk selanjutnya diproses menjadi keset kaki, sedangkan untuk
membuat cocofiber press bahan baku dibawa ke stasiun pengayakan untuk selanjutnya diproses menjadi cocofiber press. Sisa sampingan dari penguraian dan
pengayakan adalah cocopeat. Aliran proses produksi dapat dilihat pada Gambar 2.2.. Assembly Process Chart pembuatan keset kaki, cocofiber press dan
2.4.1. Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan yang digunakan sebagai bahan utama dalam suatu proses produksi, dimana sifat dan bentuknya akan mengalami perubahan fisik maupun kimia yang langsung ikut di dalam proses produksi sampai dihasilkannya barang jadi.
Bahan baku yang digunakan pada proses pembuatan keset kaki adalah sabut kelapa yang diperoleh dari Kecamatan Pantai Labu.
2.4.2. Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam produksi
sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas secara lebih baik. Bahan
tambahan yang digunakan adalah tali plastik pada proses packing.
2.4.3. Bahan Penolong
Bahan penolong adalah bahan-bahan yang dapat menunjang proses
produksi yang tidak nampak pada produk akhir. Bahan penolong yang digunakan
adalah :
a. Air
b. Minyak Goreng
Fungsi minyak goreng adalah untuk mempermudah operator menjalin
cocofiber dan mengurangi resiko iritasi pada tangan akibat gesekan antara telapak tangan dengan serat kasar pada proses penjalinan.
2.4.4. Uraian Proses Produksi
Uraian proses produksi ssabut kelapa menjadi keset kaki dan cocofiber press adalah sebagai berikut:
A. Proses Pembuatan Keset Kaki 1. Penguraian
Proses ini bertujuan untuk mengubah sabut kelapa menjadi serat kelapa
(cocofiber). Pada proses ini sabut kelapa dari gudang bahan baku dibawa ke stasiun penguraian secara manual. Satu persatu sabut kelapa tersebut dimasukkan
ke dalam mesin pengurai. Sabut kelapa tersebut akan terurai menjadi cocofiber
dan cocopeat dengan proporsi sebesar 25% dan 75%. Cocofiber dimasukkan kembali ke mesin urai, proses ini dilakukan sebanyak tiga kali berturut-turut
sehingga diperoleh cocofiber yang lebih halus uraiannya. Sekali melakukan proses, mesin menghasilkan 1 ton/hari cocofiber.
2. Penjemuran
panas matahari. Proses penjemuran berlangsung sekitar 3-4 jam setiap harinya
dari pukul 11.00-14.30 WIB. Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar air
sehingga diperoleh cocofiber yang kering agar cocopeat terpisah dari cocofiber
dan memudahkan cocofiber pada proses pemintalan. Tempat penjemuran mampu menjemur 500 kg cocofiber dalam sekali penjemuran. Cocofiber yang telah dijemur dibawa ke stasiun pengayakan dan stasiun pemintalan.
3. Pemintalan
Cocofiber yang telah kering dibawa ke stasiun pemintalan. Proses pemintalan menggunakan alat pintal. Dari proses pemintalan diperoleh tiga jenis
keluaran yaitu lusi, anyam dan babat. Lusi merupakan hasil pemintalan dengan
ukuran kecil, anyam merupakan hasil pemintalan dengan ukuran sedang,
sedangkan babat merupakan hasil pemintalan kasar dengan ukuran yang besar.
4. Penjalinan
Tali hasil pemintalan yaitu lusi, anyam dan babat dibawa ke stasiun
penjalinan. Babat terlebih dahulu dipotong menjadi bagian yang lebih kecil
kemudian dilakukan proses penjalian hingga membentuk keset kaki.
5. Pembingkaian
menggunakan babat sebagai pembingkainya dan lusi sebagai pengikatnya dengan
menggunakan jarum rajutan dan diikuti proses perataaan.
6. Packing
Proses ini merupakan tahap akhir dimana keset hasil pembingkaian akan
dipacking. Untuk produk yang kecil yang berukuran 0,35 cm x 0,50 cm akan dipacking dalam satu bagian jika sudah menyelesaikan dua puluh buah, sedangkan untuk ukuran yang besar yaitu 0,35 cm x 0,70 cm akan dipacking jika memenuhi
sepuluh buah keset kaki. Produk yang telah dipacking akan langsung dikirim ke pemesan atau pemesan dating sendiri ke perusahaan tersebut untuk
mengambilnya.
B. Proses Pembuatan Cocofiber Press 1. Penguraian
Sabut kelapa yang telah dikupas kemudian diurai sebanyak tiga kali pada
mesin pengurai. Proses penguraian juga memerlukan bahan penolong air yang
disemprotkan ke sabut kelapa sebelum diurai untuk memudahkan proses
penguraian. Proses penguraian sama seperti pada penjelasan pembuatan keset kaki
2. Penjemuran
Sabut kelapa hasil penguraian dijemur untuk menghilangkan kandungan
air yang terdapat di dalam sabut tersebut. Proses penjemuran sama seperti pada
penjelasan pembuatan keset kaki di atas.
3. Pengayakan
Cocofiber yang dibawa dari stasiun penjemuran masih mengandung
cocopeat. Proses ini bertujuan untuk memisahkan cocopeat dari cocofiber
sehingga diperoleh cocofiber yang murni. Proses pengayakan menggunakan alat pengayak yang digerakkan dengan dynamo motor. Alat pengayak mampu
mengayak 200 Kg cocofiber dalam waktu satu jam.
4. Pengepresan
Cocofiber yang telah diayak dibawa ke stasiun pengepresan secara manual. Cocofiber dimasukkan ke dalam mesin press secara manual sampai
cocofiber menyentuh besi press. Kemudian pintu mesin press ditutup dan mesin dihidupkan. Mesin press memanfaatkan tenaga hidrolik. Proses pengepresan
T-2
Dibawa Serabut hasil penguraian (coco fiber) ke tempat penjemuran
Dibawa ke stasiun pemintalanSecara manual
Dipintal Dibawa ke stasiun
penguraian melalui pipa
Dijemur
Dibawa Lusi ke tempat penjalinan
Pengolahan Sabut Kelapa Menjadi Keset Kaki, Coco peat dan Serat Cocofiber Press
Keterangan Peta
DIbawa anyam ke tempat penjalinan
Dijalin sampai berbentuk keset dengan berat 0,5 Kg, 1 Kg dan 1,5 Kg
Dibawa ke tempat penyimpanan sementara
coco peat 0-3 kering
Disimpan di press ke gudang produk jadi
Dibawa ke stasiun penguraian secara manual
O-4
2.4.5. Mesin dan Peralatan Produksi
Mesin yang digunakan untuk proses produksi adalah sebagai berikut:
1. Mesin Pengurai
Kapasitas = 1 ton coco fiber / 7 jam Jumlah = 1 unit
Tenaga = solar
Fungsi = mengubah sabut kelapa menjadi serabut kelapa (coco fiber) 2. Alat Pemintal
Jumlah = 2 unit
Tenaga = manusia
Fungsi = untuk memintal serabut kelapa menjadi lusi, anyam dan
babat.
3. Mesin Pengayak
Kapasitas = 200 kg coco fiber/jam Jumlah = 1 unit
Tenaga = Listrik PLN
Fungsi = memisahkan coco peat dari coco fiber
4. Mesin Pengepress
Kapasitas = 1bal/ 20 menit
Jumlah = 1 unit
Tenaga = Hidrolik
5. Timbangan Duduk
Kapasitas = 1000 kg
Jumlah = 1 unit
Fungsi = Menimbang hasil pintalan dan pengepresan
6. Pisau Potong
Jumlah = 3 unit
Fungsi = Memotong babat
7. Alat Penjalinan
Jumlah = 1 unit
8. Jarum Bingkai
Jumlah = 1 unit
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Perancangan Stasiun Kerja
Menurut Sritomo W.Soebroto,Arief Rahman dan Elfino Jovianto dalam
jurnal Kajian Ergonomi Perancangan Alat Bantu Penyetelan dan Pengelasan
Produk Tangki Travo, stasiun kerja merupakan area 3 (tiga) dimensi yang
mengelilingi seorang pekerja (operator) yang batas-batas dimensi ruangnya akan
ditentukan oleh titik-titik singgung yang dapat dicapai dengan mudah oleh
bagian-bagian tubuh (terutama anggota tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan kerja,
seperti kaki maupun lengan/tangan) dan lokasi untuk penempatan mesin, perkakas
kerja, dan fasilitas bantu kerja lainnya yang akan dioperasikan oleh pekerja.
Stasiun kerja yang dirancang secara benar akan mampu memberikan keselamatan
dan kenyamanan kerja bagi operator yang selanjutnya akan berpengaruh secara
signifikan didalam menentukan tingkat kinerjanya. Dalam hal ini ada hubungan
yang erat antara kenyamanan dan produktivitas kerja yang mampu dicapai oleh
seorang pekerja; meskipun masih banyak orang yang berasumsi bahwa
produktivitas dan kualitas kerja (quality of work life) merupakan fungsi linier dari tingkatan upah maupun insentif yang bisa diberikan pada pekerja (Barnes, 1980;
Wignjosoebroto, 2000).
Banyak orang kurang menyadari kalau ketidak-nyamanan kerja yang
dirasakan oleh seorang pekerja ternyata diakibatkan kesalahan-kesalahan didalam
operator akan menghabiskan sebagian besar waktunya dalam area kerja (work envelope) yang sempit dan terbatas. Ketidak-nyamanan kerja bisa juga disebabkan oleh posisi kerja yang tidak benar (misalkan terlalu lama duduk, jongkok maupun
berdiri) dan memerlukan energi tambahan yang akhirnya bisa mempercepat
datangnya kelelahan, penurunan kinerja dan produktivitas. Stasiun kerja dirancang
sedemikian rupa sehingga pekerja akan mampu melaksanakan aktivitasnya secara
efektif, leluasa dan nyaman.
Spesifikasi rancangan stasiun kerja akan terkait erat dengan karakteristik
fisik manusia (data antropometri) yang diukur baik melalui metode pengukuran
statik maupun dinamik yang akan berinteraksi dengan sistem kerja yang ada.
Menurut Stevenson (1987, 1989) dan Wignjosoebroto (2000, 2001, 2003)
antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran dan kekuatan serta penerapan dari data
tersebut untuk penanganan masalah desain (perancangan). Rancangan suatu
produk atau fasilitas kerja agar nantinya sesuai dengan tubuh manusia yang
mengoperasikannya, maka harus diperhatikan prinsip-prinsip dalam aplikasi data
anthropometri. Ada 2 (dua) faktor penentu untuk mencapai kondisi tersebut yang
harus diperhitungkan dalam proses perancangan sebuah stasiun kerja, yaitu (a)
harus selalu diingat bahwa populasi pekerja akan sangat bervariasi dan
berbeda-beda baik dalam bentuk maupun ukuran tubuh (antropometri)-nya; dan (b) harus
dipahami benar tentang karakteristik dari populasi pemakai produk ataupun
fasilitas kerja seperti pendidikan, kultur, skill, attitude, kemampuan fisik maupun
`perancang adalah menempatkan karakteristik dan spesifikasi ukuran yang ada
pada dirinya sendiri kedalam rancangan yang akan dibuatnya.
Prinsip yang ingin diterapkan disini adalah “if I can use it, it must be designed well” . Kesalahan mendasar semacam ini hanya dapat dieliminir dengan cara menerapkan data antropometri yang tepat dan relevan dengan populasi
terbesar pemakainya.
3.2. Pendekatan Ergonomi dalam Perancangan Stasiun/Fasilitas Kerja Ergonomi yang secara umum diartikan sebagai ”the study of work” telah mampu membawa perubahan yang signifikan dalam mengimplementasikan
konsep peningkatan produktivitas melalui efisiensi penggunaan tenaga kerja dan
pembagian kerja berdasarkan spesialisasi-keahlian kerja manusia (Bridger, 1995;
Sanders & McCormick, 1992). Konsep produktivitas yang terjadi dalam lini
produksi di industri telah menggeser struktur ekonomi agraris yang berbasis pada
kekayaan sumber daya alam untuk kemudian beranjak menuju ke struktur
ekonomi produksi (industri) yang menekankan arti pentingnya nilai tambah
(added value). Fokus dari apa yang telah diteliti, dikaji dan direkomendasikan oleh para pionir studi tentang kerja di industri ini yang selanjutnya dicatat sebagai
awal dari era “scientific management” telah memberikan landasan kuat untuk menempatkan ”engineer as economist” didalam perancangan sistem produksi. Dalam hal ini implementasi ergonomi industri berkisar pada 2 (dua) tema pokok
yaitu (a) telaah mengenai“interfaces” manusia dan di mesin dalam sebuah sistem kerja, dan (b) analisa sistem produksi (industri) untuk memperbaiki serta
Pendekatan ergonomi dalam perancangan stasiun dan/atau fasilitas kerja di
industri telah menempatkan rancangan sistem kerja manusia-mesin yang awalnya
serba rasional-mekanistik menjadi tampak lebih manusiawi. Disini faktor yang
terkait dengan fisik (faal/fisiologi) maupun perilaku (psikologi) manusia baik
secara individu pada saat berinteraksi dengan mesin dalam sebuah rancangan
sistim manusia-mesin dan lingkungan kerja fisik akan dijadikan pertimbangan
utama. Persoalan perancangan tata cara kerja di lini aktivitas produksi nampaknya
juga akan terus terarah pada segala upaya untuk mengimplementasikan konsep
“human-centered engineered systems” dalam perancangan teknologi produk maupun proses dengan mengkaitkan faktor manusia didalamnya. Pendekatan
ergonomi yang dilakukan dalam perancangan sistem produksi di lantai produksi
akan mampu menghasilkan sebuah rancangan sistem manusia-mesin yang sesuai
dengan ekspektasi manusia pekerja atau tanpa menyebabkan beban kerja yang
melebihi ambang batas (fisik maupun psikologis) manusia untuk menahannya.
Dalam hal ini akan diaplikasikan segala macam informasi yang berkaitan dengan
faktor manusia (kekuatan, kelemahan/keterbatasan) dalam perancangan sistem
kerja yang meliputi perancangan produk (man-made objects), mesin & fasilitas kerja dan/atau lingkungan kerja fisik yang lebih efektif, aman, nyaman, sehat dan
efisien. Rekayasa manusia (human engineering) yang dilakukan terhadap sistem kerja tersebut diharapkan akan mampu (a) memperbaiki performans kerja manusia
seperti menambah kecepatan kerja, ketelitian, keselamatan, kenyamanan dan
mengurangi penggunaan enersi kerja yang berlebihan dan mengurangi kelelahan;
kerusakan fasilitas kerja karena human errors; dan (c) meningkatkan “functional effectiveness” dan produktivitas kerja manusia dengan memperhatikan karakteristik manusia dalam desain sistem kerja (Suyatno, 1985; Wignjosoebroto,
2001).
3.3. Keluhan Musculoskeletal
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang
lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen
dan tendon. Keluhan hingga mengakibatkan kerusakan inilah yang disebut
keluhan musculoskeletal disorders (MSDs). Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut.
Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan
dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah
otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari,
umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban
kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Apabila
kontraksi otot melebihi 20 %, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut
tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai
oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai
akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa
nyeri otot.
3.3.1. Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Muskuloskeletal
Peter Vi menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu :
a. Peregangan otot yang berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh
pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar
seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang
berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga
yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.
b. Aktivitas berulang
Yaitu suatu pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang. Keluhan otot
terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus
c. Sikap kerja tidak alamiah
Merupakan sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh
bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat,
punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Sikap kerja
tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja
dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Di
Indonesia, sikap kerja alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh adanya
ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh
pekerja. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih tergantung pada
perkembangan teknologi negara-negara maju khususnya dalam pengadaan
peralatan industri.
3.3.2. Langkah-Langkah Mengatasi Keluhan Muskuloskeletal
Tindakan ergonomik untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah
melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik (desain stasiun dan alat kerja) dan
rekayasa manajemen (kriteria dan organisasi kerja). Langkah preventif ini
dimaksudkan untuk mengeliminir gerakan berlebihan dan mencegah adanya sikap
kerja tidak alamiah.
1. Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa
a. Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini
jarang bisa dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang
mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada.
b. Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru yang
aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur
penggunaan peralatan.
c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja,
sebagai contoh, memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan ruang
kerja lainnya, pemasangan alat peredam getaran dan sebagainya.
d. Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko
sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.
2. Rekayasa Manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai
berikut :
a. Pendidikan dan pelatihan
Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami
lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat melakukan
penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya-upaya pencegahan
terhadap resiko sakit akibat kerja.
b. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang
Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti
disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan,
c. Pengawasan yang intensif
Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara
lebih dini terhadap kemungkinan terjadinya resiko sakit akibat kerja.
3.4. Standard Nordic Questionnaire
Standard Nordic Body Map Questionnaire (SNQ) merupakan alat yang dapat mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat
keluhan mualai dari Tidak Sakit (TS), agak sakit (AS), Sakit (S) dan Sangat Sakit
(SS). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh maka dapat diestimasi jenis
dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.
Cara ini merupakan cara yang cukup sederhana dan mengandung nilai
subjektivitas yang tinggi. Untuk menekankan bias yang terjadi, maka sebaiknya
pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas kerja. Cara ini
dilakukan agar dapat diketahui perbedaan sebelum dan sesudah berkerja agar
dapat diketahui perbandingannya.
3.5. Postur Kerja
Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
terhadap tubuh. Grandjean (1993) berpendapat bahwa bekerja dengan posisi
duduk mempunyai keuntungan antara lain:
1. Pembebanan pada kaki
2. Pemakaian energi dapat dikurangi
Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat
menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung
sehingga cepat lelah. Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan dan
kerugian, maka untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh
buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja sesuai
diterapkan posisi duduk. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) memberikan
pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk.
Pekerjaan tersebut antara lain:
1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki
2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan
3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar
4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian
lebih dari 15 cm dari landasan kerja
5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi
6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama
7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan
posisi duduk
Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di
perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai
keuntungan maupun kerugian. Menurut Sutalaksana (2000) bahwa sikap berdiri
merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang
dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya, berdiri lebih lelah daripada
dibandingkan dengan duduk. Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan
keluhan subyektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak
menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang
tidak alamiah. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) dan Clark (1996) memberikan
pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri
antara lain:
1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut
2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg)
3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping.
5. Sering melakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah
6. Memerlukan mobilitas tinggi
Clark (1996) mencoba mengambil keuntungan dari posisi kerja duduk dan
berdiri kemudian mengkombinasikan desain stasiun kerja untuk posisi duduk dan
berdiri. Kemudian disimpulkan bahwa pemilihan posisi kerja harus sesuai dengan
jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 3.1. Pemilihan Sikap Kerja Terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda
Jenis Pekerjaan
Sikap Kerja yang Dipilih
Pilihan Pertama Pilihan Kedua Mengangkat beban > 5kg Berdiri Duduk – Berdiri Bekerja di bawah tinggi siku Berdiri Duduk – Berdiri Menjangkau horizontal di luar
daerah jangkauan optimum Berdiri Duduk – Berdiri Pekerjaan ringan dengan
pergerakan berulang Duduk Duduk – Berdiri
Pekerjaan perlu ketelitian Duduk Duduk – Berdiri
Inspeksi dan monitoring Duduk Duduk – Berdiri
3.6. Quick Exposure Check
QEC adalah suatu alat untuk penilaian terhadap resiko kerja yang
berhubungan dengan ganguan otot (work related musculoskeletal disorders – WMSDs) pada tempat kerja. QEC menilai gangguan resiko yang terjadi pada
bagian belakang punggung (back), bahu / lengan (should arm), pergelangan tangan (hand wrist), dan leher (neck).
Alat ini mempunyai beberapa fungsi, antara lain :
a. Mengidentifikasi faktor resiko untuk WMSDs
b. Mengevaluasi gangguan resiko untuk daerah / bagian tubuh yang
berbeda-beda.
c. Mengevaluasi efektivitas dari suatu intervensi ergonomi di tempat kerja.
d. Menyarankan suatu tindakan yang perlu diambil dalam rangka mengurangi
gangguan resiko yang ada.
e. Mendidik para pemakai tentang resiko musculoskeletal di tempat kerja.
Penilaian QEC dilakukan kepada peneliti dan pekerja. Selanjutnya dengan
penjumlahan setiap skor hasil kombinasi masing-masing bagian, diperoleh skor
dengan kategori level tindakan.
Tabel 3.2. Penilaian Pekerja (worker) QEC
Faktor Kode 1 2 3 4
Beban a ≤ 5 kg 6-10 kg 11-20 kg > 20 kg
Tabel 3.2. Penilaian Pekerja (worker) QEC (lanjutan)
Faktor Kode 1 2 3 4
Kekuatan
tangan c <1 kg 1-4 kg 4 kg
Vibrasi d Tidak
ada/kecil Sedang Tinggi
Visual e Tidak
diperlukan
Diperlukan untuk melihat
detail
Langkah f Tidak susah Kadang-kadang susah
Lebih sering susah
Tingkat
stres g Tidak ada Kecil Sedang tinggi
Tabel 3.3. Penilaian Observer QEC
Faktor Kode 1 2 3
Belakang A Hampir netral
Berputar atau
Setinggi dada Setinggi bahu
Tabel 3.3. Penilaian Observer QEC (lanjutan)
Postur leher G Hampir netral
Kadang-kadang
Exposure level (E) dihitung berdasarkan persentase antara total skor aktual
exposure (X) dengan total skor maksimum (Xmaks) yaitu :
%
X = total skor yang diperoleh dari penilaian terhadap postur (punggung
+ bahu / lengan + pergelangan tangan + leher )
Xmaks = total skor maksimum untuk postur kerja ( punggung + bahu / lengan +
pergelangan tangan + leher ).
Xmaks adalah konstan untuk tipe-tipe tugas tertentu. Pemberian skor
maksimum (Xmaks = 162) apabila tipe tubuh adalah statis, termasuk duduk atau
berdiri dengan /tanpa pengulangan (repetitive) yang sering dan penggunaan tenaga/beban yang relatif rendah. Untuk Pemberian skor maksimum (Xmaks = 176)
apabila dilakukan manual handling, yaitu mengangkat, mendorong, menarik, dan membawa beban.
3.7. Antropometri
Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri”
yang berarti ukuran. Secara defenitif antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tuuh manusia. Manusia pada
dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan lain sebagainya), berat
dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas
akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam
memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan
diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal:
1. Perancangan areal kerja (work station)
2. Perancangan peralatan kerja, seperti mesin dan peralatan
3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer,
dan lain-lain
4. Perancangan lingkungan kerja fisik
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan
yang dirancang dan manusia yang akan menggunakan/mengoperasikan produk
tersebut. Dalam kaitan ini maka perancangan produk harus mampu
mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan
produk hasil rancangannya tersebut.
Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi
ukuran tubuhnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh
manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus
memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:
1. Umur
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar
seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampaio
dengan umur sekitar duapuliuh tahunan. Dari penelitian yang dilkukan oleh
A.F. Roche dan G. H. Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa
laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik smpai dengan usia 21,2 tahun dan
wanita 17,3 tahun.
2. Jenis Kelamin
Dimensi tubuh laki-laki umumnya lebih besar dibandingkan dengan wanita,
terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu.
3. Suku bangsa
Setiap suku, bangsa maupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik yang
4. Posisi tubuh
Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh, oleh
karena itu posisi tubuh standard harus diterapkan untuk survey pengukuran.
3.8. Pengukuran Waktu dengan Stop Watch
Pengukuran waktu dengan jam henti (stop watch) pertama kali diperkenalkan oleh Frederick W. Taylorsekitar abad 19 yang lalu. Metode ini
terutama baik sekali diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung
singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana
waktu ini akan dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua
pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu. Secara garis
besar langkah-langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam
henti ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Defenisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan
maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati
dan supervisor yang ada.
2. Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaaian pekerjaan,
seperti layout, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan dan lain-lain.
3. Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi masih
4. Amati, ukur dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk
menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.
5. Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Teliti apakah
jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak,
uji pula keseragaman data yang diperoleh.
6. Tetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk performance
operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh mesin maka
performance dianggap normal (100%).
7. Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditunjukkan oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal.
8. Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna menmberikan fleksibilitas. Waktu longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi
seperti kebutuhan-kebutuhan personil yanga bersifat pribadi, faktor kelelahan,
keterlambatan material dan lain-lainnya.
9. Tetapkan waktu kerja baku (Standard Time) yaitu jumlah total antara waktu normal dan waktu longgar.
Berdasarkan lagkah-langkah terlihat bahwa pengukuran waktu dengan jam
henti ini merupakan cara pengukuran yang objektif karena di sini waktu
ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak cuma sekedar diestimasi
1. Metoda dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan dibakukan
terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini dengan pekerjaan
yang serupa.
2. Operator harus memahami benar prosedur dan metoda pelaksanaan kerja
sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator-operator yang akan dibebani
dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat keterampilan dan
kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini
persyaratan mutlak pada waktu memlih operator yang akan dianalisa waktu
kerjanya benar-benar memiliki tingkat kemampuan yang rata-rata.
3. Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan
kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi tempat penelitian dilakukan berada di UD. Pusaka Bakti yang
berlokasi di Desa Telaga Sari No. 36 Kecamatan Batangkuis Kabupaten Deli
Serdang, Sumatera Utara. UD. Pusaka Bakti merupakan industri pengolahan sabut
kelapa menjadi keset kaki, coco fiber press dan coco peat.
Peneliti terlebih dahulu melakukan penelitian pendahuluan pada tanggal 7
Desember 2009 sampai tanggal 10 Desember 2009 untuk mengetahui kondisi
perusahaan secara keseluruhan dan menganalisa permasalahan yang terjadi.
Pengambilan data yang diperlukan dalam penelitian setelah mengetahui
permasalahan yang terjadi dilakukan pada tanggal 18 Januari 2010 samapai
dengan 18 Februari 2010 melalui wawancara dan observasi langsung.
4.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang menggambarkan menggambarkan/melukiskan keadaan objek
penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana
adanya pada kegiatan pemintalan sabut kelapa di UD Pusaka Bakti. Penelitian ini
mencoba memberikan gambaran kondisi eksisting pada proses pemintalan sabut
kelapa. Gambaran kondisi eksisting yang diperoleh dianalisis dan dievaluasi
produktivitas kinerja operator. Peningkatan produktivitas dapat dilihat dari
penurunan level (tingkatan) keluhan musculoskeletal pada operator dan
pengurangan jumlah operator yang dibutuhkan dalam proses pemintalan.
4.3.Objek Penelitian
Objek dari penelitian yang dilakukan adalah operator stasiun pemintalan di
UD. Pusaka Bakti.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara
sebagai berikut:
1. Wawancara
Melakukan tanya jawab dan diskusi tentang hal yang berhubungan dengan
penelitian dengan pimpinan atau karyawan.
2. Kuesioner
Menyebarkan Standart Nordic Questionnaire (SNQ) yang berisi daftar pertanyaan kepada operator mesin pemintal yaitu sebanyak tiga operator
untuk mengidentifikasi keluhan muskuloskeletal.
3. Observasi
Melakukan pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan yaitu
melakukan pengamatan mesin dan proses produksi, pengukuran dimensi
pengukuran dan pengamatan waktu dan uraian proses pada stasiun pemintal,
dimensi tubuh operator dan sebagainya.
4.5. Jenis Data
Data yang diperlukan untuk mendukung penelitian ini sehingga dapat
mencapai tujuan yang diinginkan dapat dikelompokkan pada dua bagian yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui
pengamatan langsung, wawancara dan diskusi. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari catatan-catatan, laporan, buku dan bagian/instansi yang terkait.
1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan, wawancara dan
eksperimen, yang meliputi:
1. Data keluhan muskuloskeletal operator pada stasiun pemintalan. 2. Postur kerja aktual operator stasiun pemintalan.
3. Data antropometri operator.
4. Data dimensi fasilitas kerja yaitu mesin pemintal.
5. Waktu dan urutan proses kerja aktual pada stasiun pemintalan.
2. Data Sekunder
Data yang dikumpulkan dengan mencatat data dan informasi dari
laporan-laporan perusahaan yang ada, yang meliputi data dari perusahaan berupa sejarah
perusahaan, data proses aktual pemintalan dan penambahan data dimensi tubuh
4.6. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen untuk membantu dalam
pengumpulan data. Instrumen yang digunakan yaitu :
1. Wawancara
Berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ketika melakukan wawancara
dengan pemilik usaha dan karyawan.
2. Standart Nordic Questionnaire
Digunakan untuk mengetahui keluhan muskuloskeletalyang dialami operator
di stasiun pemintalan
3. Kamera digital
Digunakan untuk mengambil foto postur kerja operator di stasiun pemintalan.
4. Human body martin dan kursi aantropometri
Digunakan untuk mengukur dimensi tubuh operator.
5. Meteran.
Digunakan untuk mengukur dimensi fasilitas kerja.
6. Stopwatch
Digunakan untuk mengukur waktu proses pemintalan sabut kelapa di stasiun
pemintalan.
7. Software SPSS 13.0 for Windows, Software QEC dan Software Mannequinn
Digunakan untuk membantu uji kenormalan data antropometri, penilaian
postur kerja operator dan untuk menggambarkan postur kerja operator saat
4.7. Pengolahan Data
Pada tahap ini, data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan diolah
sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan.
1. SNQ (Standard Nordic Questionnaire) untuk menentukan bagian tubuh yang mengalami keluhan MSDs (Musculoskeletal Disorders).
2. Penilaian postur kerja dengan QEC (Quick Exposure Check) untuk memperoleh gambaran tentang postur kerja eksisting. Penilaian postur kerja
ini dilakukan dengan menggunakan Software QEC.
3. Penentuan dimensi tubuh berdasarkan fasilitas yang akan dirancang untuk
menghilangkan kegiatan yang menyebabkan keluhan MSDs dari hasil
kuesioner SNQ dan penilaian postur kerja dengan QEC dengan melakukan uji
keseragaman, uji kecukupan, dan distibusi normal dengan menggunakan
metode Chi-Square pada data dimensi tubuh yang diperoleh.
4.8.Analisis Pemecahan Masalah
Data yang diolah kemudian dianalisis dan diinterpretasikan, analisis
pemecahan masalah yang dilakukan adalah menganalisis kekurangan-kekurangan
alat dan metode kerja yang lama sehingga dihasilkan perbaikan rancangan fasilitas
4.9.Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dan saran didapatkan dari hasil analisis yang dilakukan di
UD. Pusaka Bakti dengan perbaikan fasilitas kerja pada stasiun pemintalan yang
menghasilkan penurunan keluhan Musculoskeletal Disorders dan meningkatkan kinerja operator, kemudian didapatkan saran dan masukan yang berguna bagi bagi
Data Primer
- Data tingkat keluhan MSDs(Musculoskeletal Disorders) dengan menggunakan kuesioner SNQ
- Data elemen kegiatan untuk penilaian postur kerja dengan metode QEC
- Data dimensi tubuh dengan menggunakan body martin - Data waktu siklus
Pengolahan Data
- Pengolahan SNQ
- Penentuan skor dan level resiko postur kerja aktual - Perolehan dimensi yang dibutuhkan untuk rancang fasilitas, serta pengujian keseragaman, kecukupan dan kenormalan data
Analisis dan Perancangan
- Analisis Keluhan Operator Berdasarkan Kuisioner SNQ
- Analisis kesesuaian antara sikap kerja dengan tata letak komponen dan fasilitas kerja - Rancangan fasilitas kerja yang sesuai dengan sikap kerja yang aman
- Rancangan metode kerja usulan berdasarkan fasilitas kerja baru
- Perbandingan Antara Metode Kerja usulan dengan Metode Kerja aktual berdasarkan sikap kerja dan waktu kerja
- Rancangan SOP berdasarkan metode kerja usulan
Kesimpulan dan Saran
Perumusan Masalah:
Rancangan Fasilitas kerja yang tidak sesuai dengan fasilitas kerja yang ergonomis
Penetapan Tujuan:
Perbaikan rancangan fasilitas kerja dan standard operating procedure melalui perbaikan tata letak komponen dan penilaian postur kerja.
Sasaran
- Mengidentifikasi keluhan MSDs pekerja dengan menggunakan SNQ - Menilai postur kerja pekerja dengan menggunakan metode QEC untuk mengetahui sikap kerja yang tidak aman.
- Merancang tata letak komponen dan fasilitas kerja untuk
mengurangi tingkat keluhan MSDs serta memperbaiki sikap kerja yang tidak aman.
- Merancang metode kerja usulan berdasarkan tata letak dan fasilitas kerja yang baru.
- Membandingkan antara metode kerja aktual dengan metode kerja usulan ditinjau dari waktu kerja dan sikap kerja
- Merancang SOP sesuai dengan rancangan metode kerja usulan.
Data Sekunder
- Gambaran umum perusahaan - Proses produksi
- Data tambahan antropometri dari Laboratorium E dan APK
Studi Pendahuluan
Sikap kerja yang tidak ergonomis (tidak alamiah)