• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI WATERMARKING CITRA DIGITAL DENGAN FORMAT BITMAP (BMP) DAN DATA AUDIO SEBAGAI LABEL WATERMARK. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI WATERMARKING CITRA DIGITAL DENGAN FORMAT BITMAP (BMP) DAN DATA AUDIO SEBAGAI LABEL WATERMARK. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

i

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

MUHAMMAD VIRZA DWIRIANDRY NIM: 108091000030

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2013 M/1434 H

(2)

ii Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

MUHAMMAD VIRZA DWIRIANDRY 108091000030

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA

2013 M/1434 H

(3)
(4)
(5)

v

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN.

Jakarta, 4 Februari 2013

MUHAMMAD VIRZA DWIRIANDRY 108091000030

(6)

vi

Seiring dengan semakin meluasnya jaringan multimedia, maka proses pengiriman dan pengaksesan dari data digital juga semakin mudah, dengan adanya kemudahan ini tentu saja setiap orang dapat secara bebas saling bertukar informasi sesuai dengan keinginan. Hal ini juga sangat merugikan bagi pemilik informasi tersebut karena data digital milik mereka dapat dipergunakan secara ilegal. Atas kemudahan tersebut akhirnya dapat digunakan secara negatif tanpa mementingkan aspek hak cipta (Intellectual Property Right) dari data digital itu sendiri. Digital Watermarking merupakan salah satu cara untuk menyisipkan atau menyembunyikan informasi atau data rahasia di dalam data atau pesan lain sehingga tidak tampak oleh pihak-pihak yang tidak berhak dan hanya dapat diakses oleh orang yang berhak dengan suatu kunci. Untuk itu dibutuhkan aplikasi watermarking yang dapat berguna sebagai bukti kepemilikan (Proof of Ownership) citra digital dengan cara menyisipkan informasi (audio penyisip) tanpa mengganggu kualitas citra dan menambah ukuran file yang ditumpanginya (citra induk). Metode penelitian ini menggunakan Metode Eksperimental yaitu dengan melakukan percobaan terhadap aplikasi yang telah dibuat. Tools yang digunakan adalah sebuah aplikasi berbasis Visual Basic 6.0. Hasil dari penelitian ini adalah hasil pengujian aplikasi watermarking citra digital yang mampu menyisipkan label watermark tanpa merusak dan menambah ukuran file citra digital yang telah diberi watermark.

Kata Kunci : Watermarking, Citra Digital, Audio, Metode Eksperimental

Bab I-V + xv Halaman + 89 Halaman + 36 Gambar + 8 Tabel + Daftar Pustaka + Lampiran

(7)

vii

kekuatan, juga segala petunjuk dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya.

Skripsi ini berjudul ” Implementasi Watermarking Citra Digital Dengan Format Bitmap (BMP) dan Data Audio Sebagai Label Watermark”, yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program S1 pada Program Studi Teknik Informatika di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis juga hendak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan, bimbingan, bantuan kepada saya selama melakukan praktek kerja dan proses penyelesaian laporan ini. Secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak. DR. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Viva Arifin, MMSI. selaku Ketua Program Studi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi serta Bapak Herlino Nanang, MT. selaku Sekretaris Program Studi Teknik Informatika di Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terimakasih untuk data-data

(8)

viii

selaku Dosen Pembimbing II yang secara bijaksana dan kooperatif telah memberikan bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan baik secara moral maupun teknis serta selalu meluangkan waktu dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

4. Papa tercinta, Drs. Hendrykris, MM. yang telah berjuang untuk memberikan semangat hidup kepada keluarga dan menjadi motivasi penulis dalam melakukan setiap pekerjaan dengan sebaik-baiknya.

5. Mama tercinta, Dra. Pudji Winanti. Do’a dan harapan tak pernah lepas dari ucapanmu, untuk keberhasilan anak-anakmu. Ucapan terima kasih tidak akan cukup untuk membalas semua jasamu.

6. Mas tercinta, M. Ramadhan Taurizinanda, S.Ked yang telah memberikan semangat untuk terus melakukan yang terbaik dan memotivasi untuk menjadi contoh yang baik bagi penulis.

7. Azka (Agan), Sadry (Pilus), Rizky (Richiel), Aldi (Aloy), Shahwin, Aji, Oky, Debby, Ayas, Rini, Waznah, beserta semua sahabat dan teman- temanku yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah bersedia membantu, memberikan masukan, semangat, dan ilmu serta memotivasi saya agar selalu dapat melakukan yang terbaik.

(9)

ix

9. Kakak-kakak senior SI dan TI yang selalu bersedia memberikan arahan, informasi dan ilmu dalam penyusunan skrispsi ini.

10. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, maaf jika saya tidak bisa menyebutkan satu per satu.

Pada kesempatan ini saya juga memohon maaf yang sebesar-besarnya dan menyadari bahwa karya ini belumlah sempurna, maka saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan pihak lain untuk penulisan laporan selanjutnya yang lebih baik.

Akhir kata saya berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Amien.

Jakarta, 4 Februari 2013

Muhammad Virza Dwiriandry 108091000030

(10)

x

JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN... ....v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Batasan Masalah ... 5

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

1.6. Metodologi Penelitian ... 6

1.6.1. Metode Pengumpulan Data ... 6

1.6.2. Metode Eksperimental ... 7

1.7. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1. Watermarking ... 10

2.1.1. Sejarah Watermarking ... 11

2.1.3. Aplikasi Watermarking ... 11

2.1.4. Jenis-Jenis Watermarking ... 14

2.1.5. Framework Watermarking ... 15

(11)

xi

2.3.1. Jenis Citra ... 24

2.3.2. Format File Citra ... 27

2.4. Audio ... 30

2.4.1. Perkembangan Format Audio ... 35

2.4.2. Format File Audio ... 36

2.5. Penelitian Sejenis ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43

3.1. Metode Pengumpulan Data ... 43

3.2. Deskripsi Aplikasi ... 47

3.3. Metode Eksperimental ... 51

3.3.1. Fase Perencanaan Percobaan ... 52

3.3.1.1. Langkah-Langkah dalam Percobaan ... 53

3.3.1.2. Desain Percobaan ... 53

3.3.2. Fase Pelaksanaan Percobaan ... 54

3.3. Alur Kerangka Penelitian ... 55

BAB IV IMPLEMENTASI DAN HASIL UJI COBA ... 56

4.1. Mendeskripsikan Aplikasi ... 56

4.1.1. Tampilan Halaman Awal ... 56

4.1.2. Tampilan Halaman Utama ... 57

4.1.3. Menu Sisipkan File ... 58

4.1.4. Menu Ekstrak File ... 63

4.1.5. Menu About ... 67

4.2. Merencanakan Percobaan ... 68

4.2.1. Langkah-Langkah dalam Percobaan ... 68

4.2.2. Desain Percobaan ... .71

(12)

xii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

5.1. Kesimpulan ... 86

5.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN

(13)

xiii

Gambar 2.2. Proses Watermarking ... 19

Gambar 2.3. Proses Ekstrak dengan Data Asli ... 20

Gambar 2.4. Proses Ekstrak tanpa Data Asli ... 21

Gambar 2.5. Jenis Label pada Watermarking ... 22

Gambar 2.6. Citra Digital ... 24

Gambar 2.7. Konversi Sinyal Analog ke Digital ... 31

Gambar 2.8. Konversi Sinyal Digital ke Analog ... 32

Gambar 3.1. Diagram Alir Penyisipan Data Audio dari Citra Digital pada Aplikasi ... 48

Gambar 3.2. Diagram Alir Penguraian Data Audio dari Citra Digital pada Aplikasi ... 50

Gambar 3.3. Kerangka Berpikir Penelitian ... 55

Gambar 4.1. Tampilan Halaman Awal ... 57

Gambar 4.2. Tampilan Halaman Utama ... 57

Gambar 4.3. Tampilan Form Sisipkan File ... 58

Gambar 4.4. Tampilan untuk Memilih Citra ... 58

Gambar 4.5. Tampilan Validasi Citra ... 59

Gambar 4.6. Tampilan Pesan Citra Ter-watermark ... 59

Gambar 4.7. Tampilan Pesan Citra Asli ... 60

Gambar 4.8. Tampilan Form Sisipkan Audio ... 60

Gambar 4.9. Tampilan untuk Memilih Audio ... 61

Gambar 4.10. Tampilan Pesan bila Ukuran Audio Terlalu Besar ... 61

Gambar 4.11. Tampilan Form Insert Password ... 62

Gambar 4.12. Tampilan Proses Penyisipan ... 62

Gambar 4.13. Form Save Image ... 63

Gambar 4.14. Hasil Citra Sebelum dan Sesudah di-watermark ... 63

Gambar 4.15. Tampilan Form Sisipkan File ... 64

(14)

xiv

Gambar 4.20. Tampilan Pesan Password Salah ... 66

Gambar 4.21. Tampilan Pilihan Memutar Audio ... 67

Gambar 4.22. Tampilan Pemutar Audio... 67

Gambar 4.23. Form Save Audio ... 67

Gambar 4.24. Form Tentang Programmer ... 68

Gambar 4.25. Grafik Perbandingan Ukuran Citra Sebelum dan Sesudah di- watermark...84

(15)

xv

Table 2.2. Perkembangan Format Audio... 35

Tabel 3.1. Referensi Jurnal Penelitian ... 43

Tabel 4.1. Rangkuman Data Percobaan ... 75

Tabel 4.2. Tampilan Visual Citra Sebelum dan Sesudah Penyisipan ... 81

Tabel 4.3. Perbandingan Ukuran Citra Sebelum dan Sesudah di watermark ... 83

Tabel 4.4. Bit Rate dan Sample Rate Audio Sebelum Disisipkan ... 84

Tabel 4.5. Bit Rate dan Sample Rate Audio Sesudah Diekstraksi ... 85

(16)

1 Latar Belakang

Perkembangan dunia digital dan perangkat-perangkat lainnya yang serba digital telah membuat data digital banyak digunakan. Berjuta-juta data digital dapat dilihat, digunakan bahkan dimanipulasi secara bebas. Data digital yang dapat berupa teks, citra, audio dan video dapat dengan mudah didistribusikan melalui Internet. Kemudahan distribusi data digital melalui Internet disisi lain dapat menimbulkan permasalahan ketika media tersebut terlindungi hak cipta (copyright).

Sesuai dengan sifatnya, data digital memungkinkan tak terbatasnya salinan yang sulit dibedakan dengan aslinya, dan dengan mudah didistribusikan maupun diperbanyak oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Hal ini tentu sangat merugikan bagi pemilik informasi tersebut karena data digital milik mereka dapat dipergunakan secara ilegal, oleh karena itu sangat penting untuk tetap menjaga keaslian dari informasi tersebut meski telah dimanipulasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kemudahan penyebaran citra digital melalui internet memiliki sisi positif dan negatif terutama bagi pemilik asli citra digital tersebut. Sisi positif dari kemudahan penyebaran tersebut adalah dengan cepatnya pemilik citra tersebut menyebarkan file citra digital tersebut ke berbagai alamat di dunia. Sedangkan sisi

(17)

negatifnya adalah jika tidak ada hak cipta pelindung citra yang disebarkan tersebut, maka citra digital ini, yang misalakan adalah hasil foto komersil, atau hasil karya lukisan digital, akan sangat mudah diakui kepemilikannya oleh pihak lain. (Alfatwa, 2007)

Atas kemudahan tersebut akhirnya dapat digunakan secara negatif tanpa mementingkan aspek hak cipta (Intellectual Property Right) dari citra digital itu sendiri. Banyak cara yang sudah ditempuh untuk melindungi hak cipta data digital, diantaranya encryption, copy protection, visible marking, header marking, dan sebagainya, tetapi semua cara tersebut memilki kelemahan masing-masing.

Satu dekade terakhir mulai muncul sebuah cara untuk mengatasi masalah hak cipta pada data digital tersebut yang lebih dikenal dengan istilah watermarking.

Watermarking merupakan salah satu cara untuk melindungi hak cipta data digital dengan menyisipkan atau menyembunyikan informasi atau data rahasia di dalam data atau pesan lain sehingga tidak tampak oleh pihak-pihak yang tidak berhak dan hanya dapat diakses oleh orang yang berhak dengan suatu kunci.

Informasi atau data rahasia yang disisipkan ke dalam data digital disebut label watermark dan watermark dapat dianggap sebagai sidik digital (digital signature) dari pemilik yang sah atas data digital tersebut. Dengan kata lain, watermark yang disisipkan menjadi bukti kepemilikan (Proof of Ownership) dari pemiliknya.

Pemberian signature dengan teknik ini dilakukan sedemikian rupa agar informasi atau data rahasia yang disisipkan tidak merusak data digital yang ingin dilindungi.

Sehingga, apabila ada seseorang yang membuka data digital ter-watermark tidak

(18)

akan menyadari kalau di dalam data digital tersebut terkandung label kepemilikan dari pembuatnya.

Saat ini, ilmu watermarking, terutama dalam hal image watermarking merupakan salah satu bidang ilmu yang populer untuk autentikasi dan proteksi copyright. Hal itu disebabkan oleh tingginya kebutuhan akan perlindungan hak milik karya cipta. Informasi yang dimasukkan kedalam file digital dalam teknik ini bisa berupa teks, logo/gambar, data audio, hingga rangkaian bit yang tidak berarti. Teknologi watermarking bisa diterapkan pada berbagai macam data digital yaitu citra, audio, dan video.

Digital image watermarking sendiri memiliki beberapa jenis teknik yang memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Biasanya teknik watermarking yang kuat memiliki kualitas gambar ber-watermark yang kurang memuaskan, demikian juga sebaliknya, teknik watermarking yang menghasilkan kualitas gambar yang memuaskan biasanya kurang kuat menghadapi serangan.

(Nafhah, 2011)

Format file bitmap (BMP) merupakan format citra digital yang umum digunakan pada sistem operasi Windows dan OS/2. File BMP ini dapat dibuka oleh hampir semua program pengolahan gambar, baik file BMP yang terkompresi maupun tidak terkompresi. File BMP juga memiliki ukuran yang jauh lebih besar daripada format-format file citra digital yang lain.

File audio merupakan salah satu data digital yang bisa digunakan sebagai label watermark. Tapi dalam kenyataannya masih sedikit yang menggunakan file audio sebagai label watermark karena alasan ukuran yang relatif besar. Padahal

(19)

dengan menyisipkan label audio, akan membuat label tersebut tidak akan terlihat pada hasil citra digital yang telah di watermark dan tidak mengurangi kualitas dari citra digital itu sendiri.

Metode eksperimental merupakan bagian dari metode kuantitatif, dan memiliki ciri khas tersendiri terutama dengan adanya kelompok kontrol. Dalam bidang sains, penelitian-penelitian dapat menggunakan desain eksperimen karena variabel-variabel dapat dipilih dan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi proses eksperimen itu dapat dikontrol secara ketat. Sehingga dalam metode ini, peneliti memanipulasi paling sedikit satu variabel, mengontrol variabel lain yang relevan, dan mengobservasi pengaruhnya terhadap variabel terikat. Manipulasi variabel bebas inilah yang merupakan salah satu karakteristik yang membedakan penelitian eksperimental dari penelitian-penelitian lain.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas maka penulis mencoba untuk mengangkat penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI WATERMARKING CITRA DIGITAL DENGAN FORMAT BITMAP (BMP) DAN DATA AUDIO SEBAGAI LABEL WATERMARK”.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan penelitian ini adalah bagaimana membandingkan ukuran file citra digital berformat bitmap (BMP) sebelum dan sesudah dilakukan pengujian menggunakan aplikasi watermarking dengan data audio berformat amr, midi, wave, dan mp3 sebagai label watermark?

(20)

Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan dan waktu penelitian yang tersedia, maka penulis menyadari perlu adanya pembatasan masalah dalam melakukan penelitian ini agar terdapat ruang lingkup yang jelas.

1. Citra digital yang digunakan sebagai data host adalah citra digital dengan format bitmap (BMP).

2. Label watermark yang disisipi adalah data audio dengan format amr, midi, wave, dan mp3.

3. Watermarking yang digunakan adalah hanya pada citra digital untuk melabelkan hak cipta secara individual.

4. Aplikasi ini hanya menyisipkan label sebagai bukti kepemilikan saja, tidak menjaga keamanan data dari serangan.

5. Tools yang digunakan adalah sebuah aplikasi berbasis Visual Basic 6.0.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keakuratan dari aplikasi watermarking yang berguna sebagai bukti kepemilikan (Proof of Ownership) citra digital berformat bitmap dengan cara menyisipkan informasi (audio penyisip) tanpa mengganggu kualitas citra dan menambah ukuran file yang ditumpanginya (citra induk).

(21)

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Pengguna:

Menyisipkan data audio ke dalam karya cipta berupa citra digital sebagai bukti kepemilikan.

2. Bagi Penulis:

Membantu pemahaman tentang Teknik Watermarking pada citra digital dengan menyisipkan label audio berformat amr, midi, wave, dan mp3.

3. Bagi Akademis:

Memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembangan keamanan data citra digital dengan menggunakan Teknik Watermarking.

Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah suatu cara atau usaha yang sistematik dan objektif untuk mempelajari sesuatu masalah dengan maksud memperoleh prinsip- prinsip umum. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data dan metode eksperimental.

Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan suatu teknik pengumpulan data atau analisis data dengan cara memperoleh informasi dari penelitian terdahulu, tanpa

(22)

memperdulikan sebuah penelitian menggunakan data primer atau sekunder, apakah penelitian tersebut menggunakan penelitian lapangan ataupun laboratorium atau museum (Nazir, 2005). Studi kepustakaan merupakan langkah yang penting dimana setelah seorang peneliti menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan. Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai seperti internet, koran, dan lain-lain.

Metode Eksperimental

Metode yang digunakan adalah metode penelitian eksperimental. Metode penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol. Penelitian ini dilakukan dengan membuat manipulasi atas objek yang diteliti sebagai dependent variable guna mengamati independent variable. Mungkin pula penelitian ini dilakukan dengan cara membuat suatu kondisi tertentu yang akan diuji seberapakah pengaruhnya terhadap variabel lain sebagai pengontrolnya. Ada dua hal penting yang harus memperoleh perhatian khusus dalam perencanaan percobaan, yaitu langkah-langkah yang digunakan dan desain dari percobaan.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam percobaan, yaitu:

1. Merumuskan masalah serta pernyataan tentang tujuan percobaan.

(23)

2. Menggambarkan percobaan yang akan dilakukan, termasuk tentang besarnya percobaan, jumlah dan jenis perlakuan, material yang dipakai, dan sebagainya.

3. Menganalisis outline yang akan dikerjakan.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas Latar Belakang penulisan tugas akhir, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini menguraikan teori-teori dasar yang terkait dengan citra digital, audio, teknik watermarking dan ekstraksi watermark.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini menguraikan metode-metode yang digunakan dalam penelitian skripsi yaitu metode pengumpulan data dan metode eksperimental.

BAB IV IMPLEMENTASI DAN HASIL UJI COBA

Pada bab ini berisi implementasi dan pembahasan tentang hasil pengujian aplikasi yang telah dilakukan.

(24)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi, yang terdiri dari kesimpulan dari apa yang telah diuraikan pada bab sebelumnya beserta dengan kritik dan saran.

(25)

10 2.1. Watermarking

Salah satu cara untuk melindungi hak cipta multimedia adalah dengan menyisipkan informasi ke dalam data multimedia tersebut dengan teknik watermarking. Informasi yang disisipkan ke dalam data multimedia disebut watermark, dan watermark dapat dianggap sebagai sidik digital (digital signature) dari pemilik yang sah atas produk multimedia tersebut. Pemberian signature dengan teknik watermarking ini dilakukan sedemikian sehingga informasi yang disisipkan tidak merusak data digital yang dilindungi. Sehingga, seseorang yang membuka produk multimedia yang sudah disisipi watermark tidak menyadari kalau di dalam data multimedia tersebut terkandung label kepemilikan pembuatnya.

Pada dasarnya, teknik watermarking adalah proses penambahan kode indentifikasi secara permanen ke dalam data digital. Kode identifikasi tersebut dapat berupa teks, gambar, audio atau video. Selain tidak merusak data digital produk yang akan dilindungi, kode yang disisipkan seharusnya memiliki ketahanan (robustness) dari berbagai pemrosesan lanjutan seperti pengubahan, transformasi geometri, kompresi, enkripsi dan sebagainya. Sifat robustness berarti data watermark tidak terhapus akibat pemrosesan lanjutan tersebut. (Munir, 2004:221)

(26)

2.1.1. Sejarah Watermarking

Watermarking sudah ada sejak 700 tahun yang lalu. Pada akhir abad 13, pabrik kertas di Fabriano, Italia, membuat kertas yang diberi watermark atau tanda air dengan cara menekan bentuk cetakan gambar atau tulisan pada kertas yang baru setengah jadi. Ketika kertas dikeringkan terbentuklah suatu kertas yang ber-watermark. Kertas ini biasanya digunakan oleh seniman atau sastrawan untuk menulis karya mereka. Kertas yang sudah dibubuhi tanda-air tersebut sekaligus dijadikan identifikasi bahwa karya seni di atasnya adalah milik mereka.

Ide watermarking pada data digital (sehingga disebut digital watermarking) dikembangakan di Jepang tahun 1990 dan di Swiss tahun 1993.

Digital watermarking semakin berkembang seiring dengan semakin meluasnya penggunaan internet, objek digital seperti video, citra, dan suara yang dapat dengan mudah digandakan dan disebarluaskan.

2.1.2. Aplikasi Watermarking

 Broadcast Monitoring

Watermarking dapat digunakan dalam broadcast monitoring dengan menambahkan watermark yang unik ke dalam tiap video ataupun suara sebelum ditayangkan oleh stasiun televisi atau stasiun radio. Dan sebuah stasiun pengamat otomatis akan menerima tayangan tersebut sehingga dapat mengekstrak informasi watermark yang dibawanya dan mencatat kapan dan dimana tayangan tersebut muncul.

(27)

 Owner Identification

Keterangan hak cipta biasanya ditulis pada buku ataupun pada foto-foto dalam bentuk ©waktu, pemilik, tetapi keterangan ini ditulis secara eksplisit dan kelihatan. Demikian juga pada film biasanya diletakkan di akhir film, sedangkan pada kaset atau CD audio diletakkan pada kotak pembungkusnya.

Kekurangan dari cara di atas adalah semua informasi mengenai hak cipta tersebut dapat dihilangkan baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja.

Dengan demikian watermarking tampaknya bisa digunakan sebagai tool untuk owner identification, karena informasi hak cipta tersebut diletakkan di dalam host-nya dan merupakan bagian data host tersebut, sehingga usaha untuk menghilangkan informasi hak cipta tesebut dapat menurunkan kualitas data host-nya.

 Proof of Ownership

Watermarking selain dapat digunakan untuk tanda pengenalan kepemilikian (owner identification), juga dapat digunakan untuk pembuktian kepemilikan. Pembuktian kepemilikan ini diperlukan pada saat dua orang memperebutkan hak kepemilikan atau menyatakan bahwa data digital tersebut adalah miliknya. Jadi, untuk membuktikannya dapat digunakan watermarking.

 Authentication

Untuk membuktikan bahwa suatu data digital itu benar-benar asli dan tidak mengalami sedikit perubahan apapun juga dapat diterapkan dengan

(28)

prinsip watermarking. Pembuktian bahwa data digital tersebut asli tanpa perubahan apapun meskipun perubahan kecil yang tidak dapat dipersepsi oleh mata atau telinga – seperti penambahan pada citra di beberapa garis halus pada tempat-tempat tertentu atau perubahan degradasi warna yang tidak disadari oleh mata – sangat perlu untuk aplikasi-aplikasi pada citra medis.

 Fingerprinting

Fingerprinting atau transactional watermark merupakan aplikasi watermarking dengan menyembunyikan informasi watermark yang berbeda-beda kepada tiap data digital yang didistribusikan. Biasanya untuk aplikasi pelabelan hak cipta, broadcast monitoring, semua data digital yang akan didistribusikan diisikan dengan hak cipta yang sama.

 Copy Control

Penggunaan watermark sebagai copy control hampir sama dengan copy protection yang digunakan pada disket-disket (disk protection) beberapa tahun yang lampau. Penerapan watermarking sebagai copy control harus disertai dengan penanaman watermarking detector pada perangkat hardware untuk membaca data digital tersebut. Bila detector mendeteksi adanya watermarking pada data digital yang akan dibacanya, maka beberapa proses yang dapat dilakukan hardware tersebut misalnya peng- copy-an akan di-disable.

(29)

 Convert Communication

Salah satu aplikasi steganography pada awalnya adalah untuk komunikasi rahasia terutama pada jaman perang. Watermarking sebagai perkembangan dari steganography juga dapat digunakan sebagai media untuk mengirimkan pesan-pesan rahasia kepada sekutu sehingga tidak diketahui musuh. Aplikasi watermarking sebagai media komunikasi rahasia lebih dikenal sebagai data hiding. (Ariyus, 2006:152)

2.1.3. Jenis-Jenis Watermarking

Secara garis besar, ada dua jenis watermarking:

 Robust Watermarking

Jenis watermarking ini tahan terhadap serangan (attack), namun biasanya watermark yang dibubuhi ke dokumen masih dapat ditangkap oleh indera penglihatan atau pendengaran manusia.

 Fragile Watermarking

Jenis watermark ini akan mudah rusak jika terjadi serangan, namun kehadirannya tidak terdeteksi oleh indera manusia.

Jika diinginkan untuk membuat suatu algoritma yang dapat mengimplementasikan watermarking yang memiliki fidelity yang tinggi (adanya watermark tidak disadari oleh pengamatan manusia) maka hasilnya akan semakin rentan terhadap serangan. (Elsiawaty, 2004)

(30)

2.1.4. Framework Watermarking

Jika watermark merupakan sesuatu yang ditanamkan, maka watermarking merupakan proses penanaman watermark tersebut. Secara umum framework sebuah algoritma watermarking tersusun atas tiga bagian, yaitu:

1. Label watermark

Watermark dapat berupa representasi identitas kepemilikan media digital, maupun informasi lain yang dipandang perlu untuk ditanamkan kedalam media yang bersangkutan.

2. Algoritma penyisipan watermark (enkoder)

Algoritma penyisipan watermark menangani bagaimana sebuah watermark ditanamkan pada media induknya.

3. Algoritma pendeteksian watermark (dekoder)

Algoritma pendeteksian watermark menentukan apakah di dalam sebuah media digital terdeteksi watermark yang sesuai atau tidak. (Lestari:2003)

2.1.5. Karakteristik Watermarking

Ada beberapa karakteristik atau sifat khusus tertentu yang harus dimiliki oleh sebuah watermark. Sifat-sifat tersebut sangat bergantung kepada aplikasi watermarking yang akan dibuat, atau dengan kata lain tidak ada sekelompok sifat tertentu yang harus dipenuhi oleh semua teknik watermarking. Meskipun demikian ada beberapa sifat yang secara umum dipunyai aplikasi watermarking.

Sifat-sifat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Ariyus, 2006:155) dan (Ariyus, 2009:222):

(31)

 Imperceptible

Memberikan karakteristik watermark agar sebisa mungkin tidak terlihat atau berbeda dengan dokumen aslinya. Hal itu tidak dimaksudkan untuk mengubah status dokumen yang bernilai tinggi secara hukum maupun komersial.

 Robustness

Karakteristik ini tergantung pada aplikasi watermark itu sendiri. Apabila digunakan sebagai identifikasi kepemilikan copyright, watermark harus memiliki ketahanan terhadap berbagai macam modifikasi yang mungkin bisa dilakukan untuk mengubah/menghilangkan copyright. Jika digunakan untuk mengautentifikasi content, watermark sebisa mungkin bersifat fragile sehingga bila isinya telah mengalami perubahan, maka watermark juga akan mengalami perubahan/rusak. Dengan begitu, bisa terdeteksi adanya usaha modifikasi terhadap isi.

 Security

Teknik watermark harus bisa mencegah usaha-usaha untuk mendeteksi dan memodifikasi informasi watermark yang disisipkan ke dalam dokumen. Kunci watermark menjamin bahwa hanya orang yang berhak saja yang bisa melakukan hal tersebut. Namun, aspek tersebut tidak bisa mencegah siapapun untuk membaca dokumen yang bersangkutan.

 Fidelity

Salah satu trade-off antara karakteristik watermarking yang sangat kelihatan adalah antara robustness dan fidelity. Dalam beberapa literatur

(32)

fidelity kadang disebut dengan invisibility untuk jenis data citra atau inaudible untuk data jenis suara. Yang dimaksud dengan fidelity disini adalah derajat degradasi host sesudah diberikan watermark dibandingkan dengan sebelum diberikan watermark. Biasanya bila robustness dari watermark tinggi maka memiliki fidelity rendah sebaliknya robustness rendah dapat membuat fidelity yang tinggi. Jadi sebaiknya dipilih trade- off yang sesuai, sehingga keduanya dapat tercapai sesuai dengan tujuan aplikasi. Untuk host data yang berkualitas tinggi maka fidelity dituntut setinggi mungkin sehingga tidak merusak data aslinya, sedangkan host data yang memiliki noise (kualitas kurang) maka fidelity-nya bisa rendah seperti pada siaran radio, suara pada telepon ataupun broadcast acara televisi.

 Computattional Cost

Ada beberapa aplikasi yang menuntut proses watermarking baik embedding ataupun extracting secara real time, ada juga yang mengharapkan salah satu baik extracting maupun embedding saja yang real time ataupun keduanya boleh tidak real time. Contohnya untuk aplikasi owner identification atau proof of ownership, proses watermarking baik embedding maupun extracting tidak perlu real time, sedangkan aplikasi fingerprinting pada service video on demand, maka proses embedding watermark harus dilakukan secara real time.

(33)

2.1.6. Prinsip Kerja Watermarking

Watermark merupakan teknik dari steganography yang menyisipkan suatu data ke data yang lain. Dalam watermark digital, sebuah sinyal low-energy disisipkan ke sinyal utama sebagai cover signal untuk menyembunyikan sinyal low-energy tersebut. Seperti terlihat pada gambar 2.1.

kunci kunci

Dokumen Dokumen

watermark watermark

Gambar 2.1. Prinsip Kerja Watermarking

Secara umum, sistem watermarking terdiri atas embedder dan detector.

Embedder bekerja untuk menyisipkan watermark ke dalam dokumen (cover signal) dan detektor akan mendeteksi watermark yang ada di dalam dokumen.

Kunci watermark digunakan selama proses penyisipan dan pendeteksian. Kunci tersebut bersifat private dan hanya boleh diketahui oleh pihak-pihak yang diberi otoritas untuk menyisipkan atau mendeteksi watermark tersebut. (Ariyus, 2009:223)

EMBEDDING ENCODING

Dokumen yang telah ditandai (watermarked)

(34)

2.1.7. Proses Watermarking

Proses-proses yang secara umum dilakukan pada penyisipan label pada file data asli (data original) dengan pemasukan sebuah kunci (key) adalah seperti terlihat pada Gambar 2.2 yang menunjukkan proses watermarking hingga pesan tersembunyi.

Gambar 2.2. Proses Watermarking

Pada gambar proses watermarking di atas, terdapat komponen key atau lebih populer dengan password, key ini digunakan untuk mencegah penghapusan secara langsung oleh pihak tak bertanggung jawab dengan menggunakan metoda enkripsi yang sudah ada. Sedangkan ketahanan terhadap proses-proses pengolahan lainnya, itu tergantung pada metoda watermarking yang digunakan. Tetapi dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan belum ada suatu metoda watermarking yang ideal bisa tahan terhadap semua proses pengolahan digital. Biasanya masing- masing penelitian menfokuskan pada hal–hal tertentu yang dianggap penting.

Penelitian dibidang watermarking ini masih terbuka luas dan semakin menarik, salah satunya karena belum ada suatu standar yang digunakan sebagai alat penanganan masalah hak cipta ini.

Copyright label

Data Original

Watermarking Data terlabel Key

label

(35)

Sistem watermarking terdapat 3 bagian yang membentuknya yaitu:

(Nababan, 2011)

a. Penghasil Label Watermark b. Proses penyembunyian Label

c. Menghasilkan kembali Label Watermark dari data yang ter- watermark.

Terdapat perbedaan antara beberapa penelitian mengenai masalah:

1. Label Watermark harus panjang atau hanya memberitahu ada tidaknya watermark pada data digital yang ter-watermark. Maksudnya bila label yang panjang, maka kita dapat mendapatkan informasi tambahan dari data yang ter-watermark tersebut, sedangkan sebaliknya hanya diperoleh ada tidaknya (ada atau tidak ada) watermark dalam data ter-watermark.

2. Cara menghasilkan kembali (ekstraksi atau verifikasi) label watermark tersebut apakah diperlukan data digital aslinya, atau tidak. Dari hasil penelitian memberikan hasil bahwa verifikasi dengan menggunakan data aslinya akan memberikan performansi yang lebih baik dibandingkan dengan cara yang tanpa menggunakan data asli. Dan cara ini dapat digunakan untuk menangani masalah pengakuan kepemilikan oleh beberapa orang.

Gambar 2.3. Proses Ekstrak dengan Data Asli

Ekstrak Label

Data Original

Data terlabel

(36)

Gambar 2.4. Proses Ekstrak tanpa Data Asli

Gambar 2.3 proses ekstraksi data ter-label (hasil proses watermarking) dibandingkan dengan data asli berupa teks maupun citra yang menghasilkan data label berupa data yang disisipkan (label). Sedangkan Gambar 2.4 proses ekstraksi data ter-label (hasil proses watermarking) dibandingkan tanpa data asli berupa teks maupun citra yang menghasilkan data label berupa data yang disisipkan (label).

Label watermark adalah sesuatu data/informasi yang akan kita masukkan ke dalam data digital yang ingin di-watermark. Ada dua jenis label yang dapat digunakan.

1) Teks biasa : Label watermark dari teks biasanya menggunakan nilai-nilai ASCII dari masing-masing karakter dalam teks yang kemudian dipecahkan atas bit-per-bit, kelemahan dari label ini adalah kesalahan pada satu bit saja akan menghasilkan hasil yang berbeda dengan teks sebenarnya.

2) Logo atau Citra atau Suara : Berbeda dengan teks, kesalahan pada beberapa bit masih dapat memberikan persepsi yang sama dengan aslinya oleh pendengaran maupun penglihatan kita, tetapi kerugiannya adalah jumlah data yang cukup besar. (Sirait, 2006)

Ekstrak Label

Data terlabel

(37)

Teks dan non teks

Gambar 2.5. Jenis Label pada saat Watermarking

Pada gambar 2.5 terlihat bahwa dalam teknik watermarking dapat menggunakan dua jenis label yaitu dengan menggunakan data berupa teks maupun nonteks.

2.2. Citra Digital

Secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Dipandang dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam. (Munir, 2004:2)

Citra sebagai output dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat (Sitorus, Syahriol dkk, 2006):

Label

Watermarking

Data Original

Data terlabel

(38)

1. Citra Optik

Citra bersifat optik biasanya disebut citra fotografik yang berbentuk foto.

Citra bersifat optik ini secara teoritis merupakan citra kontinu. Kontinu dalam pengertian nilai keabuan dinyatakan dengan presisi angka tak terhingga.

2. Citra Analog

Citra analog adalah citra yang terdiri dari sinyal-sinyal frekuensi elektromagnetis yang belum dibedakan sehingga pada umumnya tidak dapat ditentukan ukurannya. Citra Analog berupa sinyal video contohnya seperti gambar pada TV.

3. Citra Digital

Citra digital dapat digambarkan sebagai suatu matriks, di mana indeks baris dan indeks kolom dari matriks menyatakan posisi suatu titik di dalam citra dan harga dari elemen matriks menyatakan warna citra pada titik tersebut.

Dalam citra digital yang dinyatakan sebagai susunan matriks seperti ini, elemen–elemen matriks tadi disebut juga dengan istilah piksel yang berasal dari kata picture element.

Citra digital juga dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), di mana x dan y adalah koordinat spasial sedangkan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat tersebut Citra Digital yang dapat langsung disimpan pada media penyimpan magnetic.

(39)

Gambar 2.6. Citra Digital

2.3.1. Jenis Citra

Nilai suatu pixel memiliki nilai dalam rentang tertentu, dari nilai minimum sampai nilai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung daru jenis warnanya. Berikut adalah jenis-jenis citra berdasarkan nilai pixelnya:

 Citra biner (monokrom)

Pada citra biner, setiap titik bernilai 0 atau 1, masing-masing merepresentasikan warna tertentu. Contoh yang paling lazim adalah warna hitam bernilai 0 dan warna putih bernilai 1. Setiap titik pada citra hanya membutuhkan 1 bit, sehingga setiap byte dapat menampung informasi 8 titik.

 Citra skala keabuan (grayscale)

Citra skala keabuan memberi kemungkinan warna yang lebih banyak daripada citra biner, karena ada nilai-nilai lain di antara nilai minimum (biasanya = 0) dan nilai maksimumnya. Banyaknya kemungkinan nilai

(40)

dan nilai maksimumnya tergantung pada jumlah bit yang digunakan.

Contohnya untuk skala keabuan 4 bit, maka jumlah kemungkinan nilainya adalah 24 = 16, dan nilai maskimumnya adalah 24-1 = 15;

sedangkan untuk skala keabuan 8 bit, maka jumlah kemungkinan nilainya adalah 28 = 256, dan nilai maksimumnya adalah 28-1 = 255.

Format citra ini disebut skala keabuan karena pada umumnya warna yang dipakai adalah hitam sebagai warna minimal dan warna putih sebagai warna maksimalnya, sehingga warna antaranya adalah abu-abu. Namun pada prakteknya warna yang dipakai tidak terbatas pada warna abu-abu;

sebagai contoh dipilih warna minimalnya adalah putih dan warna maksimalnya adalah merah, maka semakin besar nilainya semakin besar pula intensitas warna merahnya.

 Citra warna (true color)

Pada citra warna, setiap titik mempunyai warna spesifik yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau dan biru. Format citra ini sering disebut citra RGB. Setiap warna dasar mempunyai intensitas sendiri dengan nilai maksimum 255 (8 bit), misalnya warna kuning merupakan kombinasi warna merah dan hijau sehingga nilai RGB-nya adalah 255 255 0; sedangkan warna ungu muda nilai RGB-nya adalah 150 0 150. Dengan demikian setiap titik pada citra membutuhkan data 3 byte. Jumlah kombinasi warna yang mungkin untuk format citra adalah 224 atau lebih dari 16 juta warna, dengan demikian bisa dianggap mencakup semua warna yang ada. Oleh karena itu, dinamakan true color.

(41)

 Citra warna berindeks

Jumlah memori yang dibutuhkan untuk format citra warna true color adalah 3 kali jumlah titik yang ada dalam citra yang ditinjau. Di lain pihak, pada kebanyakan kasus, jumlah warna yang ada dalam suatu citra terkadang sangat terbatas (jauh dari 16 juta kemungkinan warna yang ada), karena banyaknya warna dalam sebuah citra tidak mungkin melebihi banyaknya titik dalam citra itu sendiri. Untuk kasus tersebut, disediakan format citra warna berindeks. Pada format ini, informasi setiap titik merupakan indeks dari suatu tabel yang berisi informasi warna yang tersedia, yang disebut palet warna.

Jumlah bit yang dibutuhkan oleh setiap titik pada citra bergantung pada jumlah warna yang tersedia dalam palet warna. Sebagai contoh, untuk palet berukuran 16 warna, setiap titik membutuhkan 4 bit; dan untuk palet berukuran 256 warna, setiap titik membutuhkan 8 bit atau 1 byte.

Palet warna merupakan bagian dari citra warna berindeks, sehingga pada saat menyimpan citra ini ke dalam file, informasi palet warna juga harus disertakan.

Keuntungan palet warna adalah kita dapat dengan cepat memanipulasi warna tanpa harus mengubah informasi pada setiap titik citra.

Keuntungan lainnya adalah besarnya data yang diperlukan untuk menyimpan citra ini lebih kecil dibandingkan dengan citra warna true color.

(42)

2.3.2. Format File Citra

Dari segi penyimpanan gambarnya, format data gambar terbagi menjadi dua macam sebagai berikut (Zacharias, 2005:418):

 Gambar bitmap

Gambar bitmap atau disebut juga dengan gambar raster (raster graphics) adalah format gambar yang meniympan tiap titik dari gambar, atau disebut piksel (pixel atau picture element), pada larik dua dimensi (matriks) di mana setiap piksel tersebut menyimpan informasi warna dari titik pada gambar yang bersangkutan.

1. Format Data Bitmap (.bmp)

Format gambar bitmap menyimpan setiap informasi warna dari setiap titik pada suatu gambar. Format ini tidak dikompres sehingga ukuran datanya sangat besar dibandingkan format data lainnya. Ukuran gambar yang disimpan dalam format data bitmap dapat dihitung dengan rumus lebar gambar dalam piksel x tinggi gambar dalam piksel x banyaknya warna tiap piksel dalam byte. Jadi, gambar berukuran 800 x 600 piksel dengan 24-bit warna (3 byte) memakan tempat sebesar 800 x 600 x 3 = 1.440.000 byte atau sekitar 1,37 Mb.

2. Format data JPEG (.jpg)

JPEG (Joint Photographic Experts Group) merupakan format gambar terkompresi yang paling banyak digunakan untuk menyimpan gambar dengan kedalaman warna yang tinggi (16-bit atau lebih) seperti gambar foto. Ukuran data JPEG jauh lebih kecil dibandingkan bitmap

(43)

sehingga sangat cocok untuk digunakan di internet. Format data ini juga menyimpan informasi derajat kompresi sehingga pengguna dapat memilih apakah ingin mendapatkan tampilan yang terbaik dengan ukuran data lebih besar atau tampilan yang cukup baik dengan ukuran data yang lebih kecil.

Kekurangan format data ini dibandingkan dengan bitmap adalah lebih lambat waktu tampilnya karena untuk menampilkan gambar JPEG perlu dilakukan kompresi terlebih dahulu.

3. Format Data GIF (.gif)

GIF (Graphic Interchange Format) merupakan format gambar terkompresi yang dikembangkan oleh CompuServe dan banyak digunakan pada web untuk menampilkan gambar atau animasi.

Keunggulan format data gambar ini adalah adanya fitur untuk membuat warna tertentu pada gambar (biasanya warna latar belakang) menjadi transparan. Kelemahannya, format data ini hanya tepat digunakan untuk menyimpan gambar yang mengandung maksimal 256 warna. Oleh karena itu, format data ini tidak cocok digunakan untuk menyimpan gambar yang kaya akan warna, misalnya gambar hasil fotografi.

4. Format Data PNG (.png)

PNG (Portable Network Graphics) merupakan pengganti file berformat GIF. Format file ini cocok untuk menyimpan gambar garis, teks, atau suatu blok berwarna sederhana (misal sebagai header suatu

(44)

halaman web). PNG lebih baik dari GIF dalam variabel transparansi, gambar correction, dan interlacing dua dimensi. Selain itu, citra dengan format PNG mempunyai faktor kompresi yang lebih baik dibandingkan dengan GIF (5%-25% lebih baik dibanding format GIF). Kekurangan dari PNG adalah belum dapat digunakan untuk membuat animasi seperti GIF dan tidak didukung oleh browser- browser lawas (Internet Explorer 6.0 juga tidak sepenuhnya mendukung format ini), namun dengan diluncurkannya internet explorer 7.0, maka bisa dibilang format ini telah didukung oleh browser-browser modern.

 Gambar vektor

Tidak seperti gambar bitmap, gambar vektor menyimpan informasi titik, garis, lingkaran kurva dan poligon untuk merepresentasikan suatu gambar. Jadi untuk gambar lingkaran, gambar vektor hanya akan menyimpan informasi titik pusat lingkaran, panjang jari-jari, warna pinggir lingkaran, dan warna dalam (kalau ada) lingkaran. Ini berbeda dengan gambar bitmap yang menyimpan setiap titik yang ada pada gambar tersebut.

Gambar vektor tidak akan pecah bila ukurannya diperbesar karena gambar vektor tidak menyimpan semua piksel pada gambar, namun hanya informasi algoritma penggambaran gambar yang bersangkutan.

Sayangnya, tidak semua jenis gambar cocok untuk disimpan dalam

(45)

format ini. Gambar seperti foto diri atau foto pemandangan akan lebih cepat ditampilkan dalam format bitmap dibandingkan format vektor.

2.3. Audio

Suara yang kita dengar sehari-hari adalah gelombang analog. Gelombang ini berasal dari tekanan udara yang ada di sekeliling kita, yang dapat kita dengar dengan bantuan gendang telinga. Gendang telinga ini bergetar, dan getaran ini dikirim dan diterjemahkan menjadi informasi suara yang dikirimkan ke otak, sehingga kita dapat mendengar suara. Komputer yang kita miliki hanya mampu mengenal sinyal dalam bentuk digital. Bentuk digital yang dimaksud adalah tegangan yang diterjemahkan dalam angka “0” dan “1”, yang juga disebut dengan istilah “bit”. Tegangan ini berkisar mendekati 5 volt bagi angka “1” dan mendekati 0 volt bagi angka “0”. Dengan kecepatan perhitungan yang dimiliki komputer, komputer mampu melihat angka-angka 0 dan 1 ini menjadi kumpulan bit-bit, dan menerjemahkan kumpulan bit-bit tadi menjadi sebuah informasi yang bernilai.

Proses perubahan gelombang suara menjadi data digital ini dinamakan Analog-to-Digital Conversion (ADC), dan sebaliknya, perubahan data digital menjadi gelombang suara dinamakan Digital-to-Analog Conversion (DAC).

Proses pengubahan dari tegangan analog ke data digital ini terdiri atas beberapa tahap yang ditunjukkan pada Gambar 2.7, yaitu:

 Membatasi frekuensi sinyal yang akan diproses dengan Low Pass Filter.

(46)

 Mencuplik sinyal analog ini (melakukan sampling) menjadi beberapa potongan waktu.

 Cuplikan-cuplikan ini diberi nilai eksak, dan nilai ini diberikan dalam bentuk data digital.

Gambar 2.7. Konversi Sinyal Analog ke Digital

Proses sebaliknya, yaitu pengubahan dari data digital menjadi tegangan analog juga terdiri atas beberapa tahap, yang ditunjukkan pada Gambar 2.8, yaitu:

 Menghitung data digital menjadi amplitudo-amplitudo analog.

 Menyambung amplitudo analog menjadi sinyal analog.

 Mentapis keluaran dengan Low Pass Filter sehingga bentuk gelombang keluaran menjadi lebih mulus.

Analog Input Low Pass Filter at

< R/2 Hz

Sample at R Hz

Quantize to n bits

Digital Output

(47)

Gambar 2.8. Konversi Sinyal Digital ke Analog

Kelebihan audio digital adalah kualitas reproduksi yang sempurna. Kualitas reproduksi yang sempurna yang dimaksud adalah kemampuannya untuk menggandakan sinyal audio secara berulang-ulang tanpa mengalami penurunan kualitas suara. Dalam dunia audio digital, ada beberapa istilah diantaranya:

1. Jumlah kanal (channel)

Yaitu jumlah kanal audio yang digunakan. Istilah penggunaan satu kanal audio disebut mono, sementara dua kanal yaitu kanal sebelah kiri dan kanan disebut stereo. Selain mono dan stereo ada juga jumlah kanal yang lebih banyak, yaitu surround. Jumlah kanal surround berkisar antara lima, tujuh bahkan lebih.

N bit DAC Low Pass Filter at

< R/2 Hz Analog Output

Sample and hold

Digital Input

(48)

2. Laju pencuplikan (sample rate)

Ketika soundcard mengubah audio menjadi data digital, soundcard akan memecah suara tadi menurut nilai menjadi potongan-potongan sinyal dengan nilai tertentu. Proses sinyal ini bisa terjadi ribuan kali dalam satu satuan waktu. Banyaknya pemotongan dalam satu satuan waktu ini dinamakan laju pencuplikan (sample rate).

Kerapatan laju pencuplikan ini menentukan kualitas sinyal analog yang akan dirubah menjadi data digital. Makin rapat laju pencuplikan ini, kualitas suara yang dihasilkan akan makin mendekati suara aslinya.

Sebagai contoh, lagu yang tersimpan dalam Compact Disc Audio memiliki sample rate 44.1 kHz, yang berarti lagu ini dicuplik sebanyak 44100 kali dalam satu detik untuk memastikan kualitas suara yang hampir sama persis dengan aslinya.

Berikut ini Tabel 2.1 adalah contoh dari beberapa suara yang dihasilkan dengan berapa Sample Rate dari setiap suara yang dihasilkan:

Tabel 2.1. Frekuensi Sample dan Kualitas Suara yang Dihasilkan

Sample rate (kHz) Aplikasi

8 Telepon

11,025 Radio AM

16 Kompromi antara 11,025 dan 22,05 kHz

22,025 Mendekati radio FM

32,075 Lebih baik dari Radio FM

44,1 Audio Compact Disc (CD)

48 Digital Audio Tape (DAT)

(49)

Rentang suara yang dapat didengar oleh manusia berkisar antara frekuensi 20 Hz sampai dengan 20000 Hz, sehingga besar rentang frekuensi adalah 19980 Hz. Hukum Nyquist berlaku, maka kita harus menggunakan frekuensi sampling minimal 2 kali rentang frekuensi tadi, yaitu 2 x 19980 Hz, sehingga frekuensi sampling minimal adalah 39960 Hz. Frekuensi sampling yang mencukupi adalah 44100 Hz.

3. Banyak bit dalam tiap cuplikan (Bit per sample)

Laju pencuplikan yang dijelaskan di atas memiliki besaran amplitudo.

Besaran amplitudo inilah yang akan disimpan dalam bit-bit digital.

Banyaknya bit yang dapat dipakai untuk merepresentasikan besaran amplitudo ini dinamakan bit per sample. Makin banyak bit yang dipakai untuk merepresentasikan besaran amplitudo, makin halus besaran amplitudo yang akan dihasilkan. Sebagai contoh, suara 8-bit memiliki 2 pangkat 8 kemungkinan amplitudo, yaitu 256, dan suara 16-bit memiliki 65536 kemungkinan amplitudo.

4. Laju bit (bit rate)

Laju bit atau bit rate (dengan satuan bit per detik) adalah perkalian antara jumlah kanal, frekuensi sampling (dengan satuan Hertz) dan bit per sample (dengan satuan bit). Dengan menggunakan informasi diatas, didapati bahwa bit rate yang dibutuhkan untuk menyimpan sebuah lagu stereo (dua kanal) dengan kualitas CD (frekuensi sampling 44100 Hz, 16- bit) adalah 2 x 44100 Hz x 16 = 1411200 bit per detik.

(50)

2.3.1. Perkembangan Format Audio

Tabel 2.2. Perkembangan Format Audio

Tahun Physical Format Content Format

1979 Compact Disc (CD)

1985 Audio Interchange File Format (AIFF)

1987 Digital Audio Tape (DAT) 1990s Digital Compact

Cassette

1991 MiniDisc ATRAC

1992 WAVEform (WAV)

Dolby Digital surround cinema sound

1993 Digital Theatre System (DTS)

1995 MP3

1996 DVD

1999 Super Audio CD (SACD)

Windows Media Audio (WMA)

Tahun Physical Format Content Format

2000 Free Lossless Audio Codec (FLAC)

2001 Advanced Audio Coding (AAC)

2002 Ogg Vorbis

2003 DualDisc

(51)

2.3.2. Format File Audio

 AAC

AAC (Advance Audio Codec) adalah sistem lossy compression untuk file audio, dikembangkan oleh Motion Picture Expert Group (Fraunhofer Institute, Dolby, Sony, Nokia dan AT&T) untuk menggantikan MP3. Ini perluasan dari MPEG-2 standard dan mempunyai kelebihan tersendiri dibandingkan MP3, kompresi yang lebih efisien dengan kualitas suara audio yang lebih baik dan mendukung audio multichannel.

 Midi

Midi merupakan singkatan dari Musical Instrument Digital Interface.

Midi adalah format data suara yang paling banyak digunakan untuk menyimpan suara yang dihasilkan oleh instrumen musik seperti piano, gitar, dan sebagainya. Berbeda dengan wave dan MP3 yang menyimpan gelombang suara, midi bekerja dengan menyimpan informasi instrumen musik seperti jenis instrumen, nada-nada, volume, efek khusus suara, dan sebagainya.

Keunggulan midi terletak pada kemampuan manipulasi suara instrumen musiknya. Pengguna dapat mengedit nada-nada atau membuat sendiri nada-nada musik dari awal. Pengguna bahkan dapat memilih instrumen apa yang akan digunakan untuk memainkan nada-nada tersebut.

Keunggulan lainnya terletak pada ukuran datanya yang sangat kecil, jauh lebih kecil dibanding format wave dan MP3. 4 menit instrumen musik yang disimpan dalam format midi hanya memakan tempat sekitar 100Kb.

(52)

Kelemahan dari midi adalah format ini hanya dapat digunakan untuk menyimpan suara instrumen musik.

 MP3

MP3 merupakan format data suara yang sangat populer untuk menyimpan lagu dan musik. MP3 menggunakan algoritma kompresi suara yang dapat memperkecil ukuran data dengan kualitas suara yang hampir tidak dapat dibedakan dari kualitas suara aslinya (sebelum dikompresi) oleh telinga manusia. MP3 merupakan singkatan dari MPEG-1 Audio Layer 3. MPEG-1 adalah salah satu layer pada format ini yang menunjukkan rasio kompresi, yaitu sampai dengan 10 kali lipat dari ukuran semula.

Kompresi dari MP3 dapat mencapai 128 Kb/detik. Artinya, 4 menit lagu bila disimpan dalam format MP3 akan memakan tempat minimal sebesar 128 Kb/detik x 4 x 60 detik = 3.072 Kb = 3 Mb ruang memori. Ini lebih kecil dibandingkan layer 2 (rasio kompresi mencapai 160 Kb/detik) dan layer 1 (rasio kompresi mencapai 384 Kb/detik). Suara yang dihasilkan oleh MP3 pun hampir tidak dapat dibedakan kualitasnya dari suara aslinya (suara sebelum dikompresi ke format MP3, biasanya dalam bentuk format CD Audio) oleh telinga manusia. Walaupun begitu, para pendengar yang telah berpengalaman masih dapat merasakan perbedaan kualitas suara antara MP3 dengan CD Audio. (Zacharias, 2005:415)

(53)

 RealAudio

RealAudio adalah codec audio yang dikembangkan oleh Real Networks pada tahun 1995. Codec ini awalnya dikembangkan untuk transmisi bandwith rendah. Dapat digunakan untuk streaming informasi audio dan dapat berjalan saat file audio tersebut masih di download. RealAudio banyak digunakan oleh stasiun radio untuk streaming program-program mereka via internet secara real time. RealNetworks juga menyediakan player software gratisan tidak dapat melakukan menyimpan audio stream sebagai file.

 WAVE

Wave merupakan format data suara standar pada Windows untuk PC.

Wave dikembangkan oleh Microsoft dan IBM. CD Audio bisa menggunakan format data ini. Wave dapat menyimpan jenis suara apapun yang dapat didengar oleh manusia dengan kualitas yang sama seperti kualitas bunyi aslinya.

Tiap suara memiliki bentuk gelombang (waveform) tertentu yang menggambarkan frekuensi, amplitudo dan muatan harmoninya. Wave menyimpan sample dari gelombang ini sebanyak ribuan sample tiap detiknya. Banyaknya sample per detik (sampling rate) yang disimpan inilah yang menentukan kualitas dan ukuran suara pada wave. Semakin besar sampling rate-nya, semakin bagus juga kualitas suaranya, namun semakin besar juga ukuran data wavenya. Sebagai contoh, CD Audio biasa menyimpan suara dalam format wave dengan sampling rate 44.1

(54)

KHz (ada 44.100 sample per detiknya). Lagu sepanjang 4 menit yang disimpan dengan format ini memakan tempat kira-kira sebanyak 40 MB.

Kelebihan dari format data ini adalah kualitas suaranya yang terbaik diantara format data suara lainnya. Kekurangannya terletak pada ukuran datanya yang jauh lebih besar dibandingkan format data suara MP3 dan Midi.

 WMA

WMA (Window Media Audio) adalah codec untuk lossy compression, yang dikembangkan pertama kali untuk menyaingi MP3 oleh Microsoft.

Sementara ini Microsoft memposisikan WMA bersaing dengan AAC yang digunakan pada produk Apple seperti iPod dan iTunes Music Store.

WMA juga menggunakan sistem Digital Rights Management seperti AAC untuk proteksi penggandaan dan membatasi pemutaran pada PC atau peranti tertentu. WMA audio stream hampir selalu dengan file ASF.

Jika hanya membawa data audio, biasanya file mempunyai ekstensi .wma. Ada pula versi lossless untuk multichannel surround sound dan untuk voice encoding (WMA Voice).

 AMR

AMR (Adaptive Multi Rate) merupakan file audio codec yang terkompresi, file ini berekstensi .amr dan berukuran sangat kecil. File ini dihasilkan dari sebuah encoder yang menyesuaikan dengan kemampuan processing dan streaming MCU/CPU, sehingga file yang dihasilkan memiliki bit-rate yang sesuai dengan MCU/CPU/Processor yang

(55)

digunakan. File ini biasanya lebih banyak ditanamkan pada perangkat mobile (Embeded File) dan bisa ditransformasikan dalam bentuk file MP3.

2.5. Penelitian Sejenis

Penulis telah mengumpulkan tiga penelitian sejenis yang sebelumnya telah dilakukan yaitu sebagai berikut:

Dean Fathony Alfatwa, ITB Bandung melakukan penelitian dengan judul

“Watermarking Pada Citra Digital Menggunakan Discrete Wavelet Transform”.

Dean Fathony Alfatwa menggunakan file citra digital dengan format JPEG, PNG, dan BMP serta Metode Discrete Wavelet Transform dalam penelitiannya. Pada metode Discrete Wavelet Transform secara garis besar proses dalam teknik ini adalah dengan melewatkan sinyal yang akan dianalisis pada filter dengan frekuensi dan skala yang berbeda. Dalam penelitian tersebut Sistem dirancang untuk dapat melakukan proses penyisipan watermark ke dalam sebuah citra digital. Watermark yang disisipkan berupa citra hitam putih yang dipilih sebagai masukan bagi sistem. Proses watermarking berguna untuk melakukan watermarking pada citra host, sedangkan proses ekstraksi berguna untuk melakukan ekstraksi watermark dari citra digital yang sudah ber-watermark.

Kesimpulan dari hasil dari penelitian tersebut adalah watermarking dengan menggunakan teknik Haar wavelet merupakan teknik dalam keluarga wavelet yang paling mudah penerapannya, namun hal ini diimbangi dengan kurang tahannya terhadap serangan dibandingkan teknik wavelet yang lain.

(56)

Desi Alex Lestari, UGM Yogyakarta melakukan penelitian dengan judul

“Implementasi Teknik Watermarking Digital Pada Domain DCT untuk Citra Berwarna”. Desi Alex Lestari menggunakan file citra digital berwarna dengan format BMP, TIFF atau JPEG dan teknik Discrete Cosine Transform dalam penelitiannya. Pada teknik Discrete Cosine Transform bisa digunakan untuk mengubah sebuah sinyal menjadi komponen frekuensi dasarnya. Pada penelitian ini vektor watermark dengan panjang n dapat dibangkitkan secara acak oleh komputer dengan hanya memberikan sebuah kunci tertentu, atau dengan kata lain dengan kunci yang sama juga akan didapat vektor watermark yang serupa.

Kesimpulan dari hasil dari penelitian tersebut adalah implementasi pada citra berwarna menunjukkan watermark yang ditanamkan tidak tampak oleh indera penglihatan manusia dan teknik yang diimplementasikan ini ternyata memiliki ketahanan (robustness) yang cukup baik terhadap serangan kompresi citra JPEG dan juga beberapa usaha pemrosesan citra, seperti peningkatan kualitas citra, penambahan noise dan pengubahan ukuran (resizing). Teknik ini juga tidak memerlukan citra aslinya dalam mendeteksi keberadaan watermark. Sehingga dapat juga disebut sebagai blind watermarking atau public watermarking.

Ulfatun Nafhah, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Discrete Wavelet Transform Pada Watermarking Citra Digital dengan Data Audio Sebagai Label Watermark”.

Ulfatun Nafhah menggunakan file citra digital dengan format JPEG dan BMP, label audio dengan format WAVE dan MIDI serta Metode Discrete Wavelet Transform dalam penelitiannya. Pada metode Discrete Wavelet Transform secara

(57)

umum penyisipan watermark ke dalam citra dilakukan dengan cara membandingkan koefisien DWT dari dekomposisi citra, dimana koefisien yang memiliki nilai terbesar adalah tempat yang paling signifikan untuk menyisipkan watermark. Watermark yang disisipkan berupa audio yang dipilih sebagai masukan bagi sistem. Kesimpulan dari hasil dari penelitian tersebut adalah secara visual tampilan citra yang sudah disisipi label audio dengan citra asli sebelum disisipi tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Selain itu, citra yang bisa digunakan adalah citra dengan format jpg dan bitmap. Sedangkan untuk format lain seperti icon tidak bisa digunakan karena ukuran file terlalu kecil. Kekurangan dari penggunaan label audio adalah ukuran file ber-watermark akan lebih besar dibandingkan citra asal.

(58)

43 3.1. Metode Pengumpulan Data

Adapun sumber-sumber yang digunakan untuk penulisan skripsi ini antara lain buku pengolahan citra digital, buku kemanan multimedia, buku metode penelitian, buku Aplikasi Multimedia dengan Visual Basic 6.0, jurnal, browsing internet dan sumber-sumber lainnya yang berhubungan erat dengan permasalahan yang diambil baik berupa buku atau pun paper. Untuk daftar lengkap buku yang digunakan telah terlampir pada daftar pustaka.

Setelah mendapatkan sumber dan referensi, dilanjutkan dengan mencari informasi-informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini dari sumber dan referensi tersebut. Informasi yang didapatkan digunakan untuk penyusunan penelitian yang akan dilakukan.

Adapun referansi jurnal adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Referensi Jurnal Penelitian

Nama Judul Penelitian Kesimpulan

Dean Fathony Alfatwa (Institute Teknologi Bandung: 2007)

Watermarking Pada Citra Digital

Menggunakan Discrete Wavelet Transform

1. Penyisipan citra watermark ke dalam citra

asli menggunakan Discrete Wavelet Transform (DWT) adalah dengan menyisipkan citra watermark ke dalam

koefisien wavelet dari citra asli.

2. Dekomposisi citra digital menggunakan

Discrete Wavelet Transform (DWT) dilakukan dengan cara mengambil koefisien

Gambar

Gambar 2.1. Prinsip Kerja Watermarking
Gambar 2.3.  Proses Ekstrak dengan Data Asli
Gambar 2.4.  Proses Ekstrak tanpa Data Asli
Gambar 2.5. Jenis Label pada saat Watermarking
+7

Referensi

Dokumen terkait